Anda di halaman 1dari 20

YOGURT SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL

Dr. Sri Sudewi.,M.Sc

PENDAHULUAN

Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat, maka

tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan

yang kini mulai banyak diminati bukan saja yang mempunyai komposisi gizi

yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus

memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fenomena ini melahirkan konsep

pangan fungsional ( food for specified health Use).

Keberadaan pangan fungsional menawarkan pengaruh yang baik bagi

kesehatan masyarakat, pangan fungsional memberikan gizi pada tubuh dengan

jumlah yang diperlukan seperti vitamin, lemak, protein, karbohidrat serta zat-zat

seperti probiotik, prebiotik atau asam lemak omega-3 yang diperlukan untuk

kelangsungan hidup sehat. Berbagai publikasi ilmiah telah menunjukkan bahwa

kesehatan merupakan motivasi penting untuk mengkonsumsi pangan

fungsional (Szakály et al. 2012).

Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan yang signifikan

dalam popularitas yogurt sebagai minuman fungsional (Granato et al. 2010).

Yogurt merupakan minuman fungsional yang bermanfaat untuk kesehatan yang

kaya akan nutrisi (Hekmat et al. 2009). Susu fermentasi yogurt mengandung

0
senyawa biopeptida β-laktoglobulin yang merupakan prekusor β-laktorpin dapat

berperan sebagai antioksidan juga diklaim memiliki aktivitas antitumor dengan

pemanfaatan aktivitas bakteri asam laktat (Mohamed, Zayan, Nadia and Shahein,

2014).

1
YOGURT

Yogurt merupakan produk fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi

dengan menggunakan bakteri Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus

thermophilus, melalui proses pasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan

bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (Agarwal and

Prasad, 2013).

Menurut Hasruddin dan Pratiwi (2015) yoghurt adalah produk

fermentasi berbentuk semi solid yang dihasilkan melalui proses fermentasi

susu dengan menggunakan bakteri asam laktat. Melalui perubahan kimiawi

yang terjadi selama proses fermentasi dihasilkan produk yang mempunyai

tekstur, flavor dan rasa yang khas. Selain itu juga, mengandung nilai nutrisi

yang lebih baik dibanding susu segar. Secara tradisional, pada pembuatan

yoghurt digunakan kultur starter campuran Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophillus dengan perbandingan 1:1.

Surajudin, Fauzi dan Purnomo (2005) menjelaskan bahwa bakteri baik

yang terdapat di dalam yoghurt adalah Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophillus. Kedua bakteri itu mengurai laktosa (gula susu)

menjadi asam laktat dengan berbagai komponen aroma dan cita rasa.

Karena itu, kedua bakteri ini dikenal sebagai bakteri asam laktat.

Lactobacillus lebih berperan dalam pembentukan aroma, sedangkan

Streptococcus lebih berperan dalam pembentukan cita rasa.

2
Yogurt sebagai bahan pangan fungsional (Mohamed, Zayan, Nadia and

Shahein, 2014; Ebringer, Ferencik, and Krajcovic (2008) karena mengandung

beberapa senyawa bioaktif diantaranya adalah peptide aktif dan asam amino

yang dapat berperan sebagai antioksidan, Bioaktif peptide dalam susu dan

produk-produk susu mempunyai sifat multifungsi adalah biopeptida β-

laktoglobulin yang merupakan prekusor β-laktorpin. Kadar β-laktoglobulin

relative tinggi yaitu lebih dari separuh kadar protein whey susu, dan efektif

sebagai emulgator dan immunomodulator, antihipertensi, antithrombotic,

opioid, antimikroba, immodulant dan antikolesterol juga diklaim memiliki

aktivitas antitumor dengan pemanfaatan aktivitas bakteri.

Perkembangan teknologi dan perubahan pola makan konsumen

telah mengakibatkan permintaan yoghurt meningkat sehingga mendorong

produksi yoghurt yang lebih bervariasi, baik dari segi jenis, tekstur, aroma,

maupun rasa. Konsep makanan probiotik yang dipercaya dapat

memberikan efek yang menguntungkan bagi konsumen ditinjau dari

aspek nutrisi dan kesehatan (Hasruddin dan Pratiwi, 2015)

Berdasarkan komposisinya yoghurt dapat dibedakan menjadi 3 macam

diantaranya yoghurt berkadar lemak penuh dengan kandungan lemak diatas

3,0 %, yoghurt berkadar medium kandungan lemaknya 0,5 % dan yoghurt

berkadar lemak rendah kandungan lemaknya kurang dari 0,5 %.

3
MANFAAT YOGURT

Menurut Rukmana (2001) mengkonsumsi yoghurt amat bermanfaat

bagi kecukupan dan peningkatan gizi masyarakat. Yoghurt

mengandung gizi yang cukup tinggi dengan komposisi nutrisi yang

lengkap, seperti disajikan dalam tabel 1.1

Tabel 1.1. Kandungan Gizi Dalam Tiap 100 gr Yogurt

No Kandungan Gizi Proporsi (banyaknya)


1 Kalori 52.00 kal
2 Protein 3.30 g
3 Lemak 2.50 g
4 Karbohidrat 4.00 g
5 Kalsium 120.00 mg
6 Fosfor 90.00 mg
7 Zat besi 0.10 mg
8 Vitamin A 73.00 SI
9 Vitamin B1 0.05 mg
10 Air 88.00 g

Yoghurt mengandung bakteri asam laktat yang berperan untuk

merubah bentuk laktosa (gula yang terdapat dalam susu) ke dalam bentuk

yang lebih sederhana. Penguraian laktosa sangat penting karena ada

sebagian orang yang tidak dapat mencerna laktosa dalam susu. Kasus ini

disebut sebagai lactose intolerance, di mana tubuh kurang mempunyai

laktase, enzim pencernaan yang merubah laktosa menjadi gula sederhana

yang dapat diserap oleh saluran pencernaan. Orang yang kekurangan

enzim tersebut setelah mengonsumsi susu biasanya akan mengalami gejala-

gejala seperti mual, sakit perut, kembung, diare, dan kram. Gejala-gejala

4
tersebut dapat diatasi dengan mengkonsumsi yoghurt. Karena dengan

adanya aktivitas bakteri karena asam laktat, laktosa dalam susu telah

didegradasi (Wirakusumah,2007).

Mengkonsumsi yoghurt dapat meningkatkan kesehatan tubuh,

karena bakteri-bakteri yoghurt yang masuk ke dalam usus akan menyelimuti

dinding usus, sehingga dinding usus menjadi asam. Pada kondisi dinding usus

asam, maka mikroba-mikroba patogen menjadi tertekan atau tidak

dapat menyerang (Rukmana, 2001.

Jenis yoghurt yang ditinjau dari karakteristik struktur fisiknya, yaitu:

1. Firm Yoghurt Hasruddin dan Pratiwi (2015) menjelaskan, yoghurt dengan

konsistensi gel padat yang dikemas sehingga untuk mengkonsumsinya

harus menggunakan sendok. Menurut Wirakusumah (2007), yoghurt ini

biasanya berbentuk jelly yang padat. Difermentasi dan didinginkan dalam

wadah yang padat. Rasanya bersifat alami atau seperti bahan

penyusunnya yaitu susu.

2. Stirred Yoghurt

Pada saat proses dilakukan pengadukan sehingga gel pecah dan

kemudian didinginkan dan dikemas setelah terjadi penggumpalan

kembali. Selama dalam kemasan akan terjadi peningkatan viskositas dan

produk mempunyai tekstur yang cukup padat. Biasanya ditambahkan

pengental.

5
3. Drinking Yoghurt

Hampir sama dengan stirred yoghurt tetapi produk telah dihomogenisasi

sehingga konsistensi menjadi encer, selanjutnya dikemas. Pada yoghurt

jenis ini tidak ditambahkan bahan pengental tetapi ditambahkan

stabilizer.

PROSES PEMBUATAN YOGURT

Teknologi dasar pembuatan yoghurt meliputi persiapan bahan baku

(susu) dan bahan-bahan tambahan lainnya, pasteurisasi, homogenisasi

campuran, penambahan kultur, pemeraman dan pengepakan (Hasruddin dan

Pratiwi, 2015).

a. Persiapan Bahan

Yoghurt dapat dibuat dari susu segar atau produk susu dengan atau

tanpa menambahkan susu bubuk atau susu skim bubuk. Sumber susu segar

dapat berasal dari susu sapi, kerbau, kambing atau unta. Namun, dari semua

itu, susu sapi paling umum dimanfaatkan (Surajudin, Fauzi dan Purnomo,

2005).

b. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah pemanasan pada suhu tertentu yang memadai

untuk mematikan semua mikroorganisme yang dapat menyebabkan

penyakit. Dengan pasteurisasi umur simpan bahan makanan juga

diperpanjang, karena selama pemanasan juga terjadi pengurangan

populasi mikroorganisme perusak. Pasteurisasi untuk pengawetan banyak

6
dilakukan terutama untuk susu dan produk olahannya, seperti es krim dan

yoghurt, sari buah, anggur, bir, dan buah kering (Purnawijayanti, 2001).

Pasteurisasi dilakukan pada suhu 850 C selama 30 menit atau 950C selama 10

menit. Tujuan dari pasteurisasi adalah untuk membunuh

mikroorganisme kontaminan baik patogen maupun pembusuk yang

terdapat dalam bahan baku sehingga dapat memberikan lingkungan

yang steril dan kondusif untuk pertumbuhan kultur starter.

c. Penambahan Starter

Setelah perlakuan pemanasan, susu didinginkan 1-20C di atas suhu

inkubasi kemudian ditambahkan 1-3% kultur starter. Komposisi starter

harus terdiri dari bakteri termofilik dan mesofilik. Yang umum digunakan

adalah Lactobacillus bulgaricus dengan suhu optimum 420C - 450C dan

Streptococcus thermophillus dengan suhu optimum 380 C - 420C.

Selama pertumbuhan terjadi simbiosis antara kedua jenis bakteri.

Streptococcus thermophillus akan berkembang lebih cepat mengawali

pembentukan asam laktat melalui fermentasi laktosa. Pertumbuhan ini

berlangsung sampai mencapai pH 5,5. Selain itu juga akan dihasilkan

senyawa-senyawa volatil dan pelepasan oksigen. Kondisi ini memberikan

lingkungan yang sangat baik bagi pertumbuhan Lactobacillus

bulgaricus. Aktivitas enzim proteolitik dari Lactobacillus bulgaricus

menyebabkan terurainya protein susu, menghasilkan asam-asam

7
amino dan peptida-peptida yang akan menstimulasi pertumbuhan

Streptococcus.

Jika dikehendaki yoghurt dengan keasaman yang tidak terlalu rendah,

maka diperlukan komposisi starter yang berbeda. Biasanya digunakan

Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum.

d. Fermentasi

Proses fermentasi merupakan kunci keberhasilan dari produksi

yoghurt karena karakteristik produk akhir terbentuk selama proses fermentasi

berlangsung. Pada umumnya fermentasi dilakukan pada suhu 40-450C

selama 2,5 –3 jam. Pada proses fermentasi akan terjadi hidrolisis enzimatis

laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Selanjutnya glukosa akan

diuraikan melalui beberapa tahap dekomposisi sehingga menghasilkan

asam laktat. Pada tahap ini belum terjadi perubahan struktur fisik yang

nyata pada susu, disebut prefermentasi. Galaktosa tidak akan digunakan

selama glukosa dan laktosa masih tersedia untuk fermentasi. Oleh karena itu

pada produk yoghurt masih terdapat residu galaktosa dan laktosa. Setelah

terjadi penurunan pH maka gel mulai terbentuk secara bertahap sampai

mencapai titik isoelektrik pada pH 4,65. Proses ini disebut fermentasi

utama. Pembentukan gel diikuti dengan perubahan viskositas. Pada

tahap ini juga dihasilkan flavor (Hasruddin dan Pratiwi, 2015)

Fungsi biakan antara lain adalah sebagai pengawet

(preservative). Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi

8
laktosa, menyebabkan pertumbuhan beberapa bakteri tercegah,

khususnya bakteri putrefaktif, karena bakteri ini kurang toleran terhadap

asam Rukmana 2001). Bakteri putrefaktif adalah bakteri yang memecah

protein dan memproduksi komponen yang berbau busuk, contoh

bakteri yang bersifat putrefaktif adalah Clostrodium dan Pseudomonas

(Sunjana, 2007).

Komponen susu yang paling berperan dalam pembuatan yoghurt

adalah laktosa dan kasein. Laktosa digunakan sebagai sumber energi

dan karbon selama pertumbuhan biakan yoghurt, yang akan

menghasilkan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi

laktosa, menyebabkan keasaman susu meningkat atau pH susu

menurun. Kasein merupakan komponen terbanyak dalam protein susu.

Kasein mempunyai sifat peka terhadap keasaman (pH). Bila pH susu

rendah sampai ±4,6, maka kasein menjadi tidak stabil dan akan

terkoagulasi (menggumpal) sehingga membentuk padatan yang disebut

yoghurt.

Inkubasi atau fermentasi yoghurt bisa dilakukan pada suhu kamar

ataupun suhu 450C. Pada suhu yang lebih tinggi, aktivitas mikroba akan

semakin tinggi pula. Inkubasi pada suhu ruang memerlukan waktu 14

sampai 16 jam, pada suhu 320C memerlukan waktu sekitar 11 jam,

sedangkan inkubasi pada suhu 450 C hanya memerlukan waktu sekitar 4-6

jam (Kusantati dkk., 2007 dalam Jessica Gloria, 2016). Yogurt yang telah

9
menggumpal kemudian disimpan pada suhu 4-5°C untuk memperlambat

atau menghentikan proses fermentasi. Semakin lama waktu fermentasi maka

jumlah bakteri akan meningkat, dan jumlah laktosa semakin menurun, hal ini

dikarenakan adanya pembentukan produk metabolit primer, berupa asam

laktat, asam amino dan asam-asam organik yang lain oleh bakteri starter

selama masa pertumbuhan. Penyimpanan dingin, yogurt dilakukan pada

suhu 400C, penyimpanan berpengaruh besar terhadap pH, keasaman,

syneresis, rasa, dan tekstur pada yogurt (Athar , Shah and Khan , 2000)

Pengemasan, yogurt dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak

dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan

pengangkutan ; f). (Tabatabaie and Mortazavi, 2008).

10
PENINGKATAN TEKSTUR YOGURT DENGAN PENGGUNAAN
BAKTERI ASAM LAKTAT EXOPOLYSACHARIDA

PENGOLAHAN SUSU KONVENSIONAL DAN INOVATIF UNTUK


INDUSTRI YOGURT; PENGEMBANGAN TEKSTUR DAN RASA

PENDAHULUAN

Yogurt telah menjadi bagian integral dari makanan sehari-hari selama

berabad-abad, yogurt meningkat sebagai makanan ringan terpopuler kedua

bagi anak-anak di dunia. Sifat tekstur yogurt, seperti viskositas kehalusan dan

ketebalan, dan ketahanan struktural terhadap tegangan adalah atribut penting

untuk menentukan penerimaan konsumennya, dan atribut ini saat ini disertai

dengan manfaat kesehatan tertentu. Banyak metode telah digunakan untuk

meningkatkan kualitas yogurt, seperti meningkatkan padatan dalam susu

(menambahkan lemak, protein, atau gula seperti sukrosa dan fruktosa),

penambahan stabilisator (pektin, pati, alginat, dan gelatin). Namun, pendekatan

ini tidak memuaskan permintaan konsumen akan produk dengan sedikit

tambahan makanan. Exopolysaccharide (EPS) yang diproduksi oleh Bakteri Asam

Laktat (BAL) dengan GRAS (generally recognized as safe) merupakan sumber

penting bahan alami alternative.

Industri yogurt saat ini berkembang cukup pesat, hal ini dapat dilihat

dari banyaknya jenis yogurt yang kini dikenal. Salah satunya yaitu yogurt

drink yang bentuknya tidak kental karena kandungan padatan susunya lebih

rendah dibandingkan dengan jenis yogurt lain (Widodo, 2002). Beberapa hal

yang menyebabkan pasar yogurt berkembang yaitu karena sifat

11
fungsionalitasnya terhadap kesehatan. Yogurt dapat memberi nilai tambah

terutama untuk meningkatkan daya cerna susu dan membentuk ekologi dalam

sistem pencernaan, serta mempunyai rasa yang khas.

Menurut Sunarlim et al. (2007) terdapat empat manfaat yang diperoleh

dari fermentasi susu yaitu sebagai pengawet alami, meningkatkan nilai gizi,

mendapatkan rasa dan tekstur yang disukai serta meningkatkan variasi

makanan. Yogurt juga digunakan sebagai minuman untuk tujuan diet

dan pengobatan. Hal inilah yang membuat yogurt disukai oleh konsumen

dari berbagai kalangan.

Eksopolisakarida (EPS) adalah polimer gula atau polisakarida yang

disekresikan oleh mikroba keluar sel. Eksopolisakarida yang dihasilkan

mikroorganisme banyak digunakan pada industri karena sifat fisiko-kimianya

serupa dengan polisakarida dari tanaman (selulosa, pektin dan pati) dan rumput

laut (alginat dan karaginan).

Eksopolisakarida juga berperan dalam rasa di mulut, tekstur, dan persepsi

rasa dari produk fermentasi. Menurut Sutherland (1998), EPS juga banyak

diaplikasikan pada industri makanan sebagai pengental sehingga meningkatkan

tekstur, viskositas dan sifat rheologi produk. Selain itu EPS mempunyai efek

kesehatan karena terdapat aktivitas immunostimulator, antitumor dan aktivasi

makrofage dan limfosit untuk meningkatkan ketahanan tubuh, serta bersifat

prebiotik (Tallon et al., 2006).

12
Beberapa mikrob, termasuk bakteri asam laktat (BAL) yang bersifat

probiotik, memiliki kemampuan menghasilkan eksopolisakarida seperti

Lactobacillus acidophillus, Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus casei,

Lactobacillus plantarum, Lactobacillus reuteri, Bifidobacterium longum. Berbagai

jenis strain dari L. plantarum telah diteliti dapat menghasilkan eksopolisakarida

(Tallon et al., 2006).

BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL)

Bakteria asam laktat (BAL) merupakan bakteri fermentatif yang dapat

menfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat ini

merupakan kelompok bakteri Gram positif yang tidak membentuk spora, sel

berbentuk batang atau bulat, baik tunggal berpasangan, atau berantai,

kadang-kadang berbentuk tetrad. Bakteri yang termaksud bakteri asam

laktat yaitu Streptococcus, Pediococcus, Leucnostoc dan Lactobacillus (Banwart

1983).

Bakteri asam laktat secara alamiah banyak di temukan dalam bahan

pangan. Bakteri asam laktat secara luas terdistribusi pada susu, daging segar,

sayuran serta produk-produknya. Penggunaan bakteri asam laktat sebagai

kultur starter dalam produksi daging fermentasi, produk-produk susu serta

sayuran dan buah-buahan adalah salah satu metode pemprosesan pangan

tertua yang digunakan untuk menstabilkan produk-produk pangan tersebut

hingga diperoleh cita rasa yang spesifik. Bakteri asam lakat juga disebut

13
sebagai biopreservatif karena berkontribusi dalam menghambat pertumbuhan

bakteri lain khususnya patogen dan mampu membawa dampak positif bagi

kesehatan manusia (Smid dan Gorris 2007).

Lactobacillus bulgaricus salah satu dari beberapa bakteri yang digunakan

untuk memproduksi yoghurt. Pertama di identifikasi tahun 1905 oleh doctor asal

Bulgarian bernama Stamen Grogorov. Secara morfologis Lactobacillus bulgaricus

termasuk gram positif, bakteri ini merupakan bakteri non motule dan tidak

berbentuk. Bakteri ini mempunyai kebutuhan nutrisi yang komplek, termasuk di

dalamnya ketersediaan untuk memfermentasi beberapa jenis gula termasuk

laktosa. Bakteri ini juga merupakan bakteri tahan asam, yang tahan terhadap pH

rendah (sekitar 5,4-4,6) agar tumbuh efektif (Balows dan Trupen, 1991).

Streptococcus thermophillus bersel bulat, soliter atau berantai, tak

bergerak, tak berspora, fakultatif aerob, gram positif, pH optimum 6,8 dan suhu

optimum 40-500C. Bakteri tersebut tahan pada keasaman 0,85-0,89%.

Lactobacillus bulgaricus berbentuk batang, soliter atau berantai, tak berspora,

mikro aerophil sampai anaerob, gram positif, pH optimum 6 dan suhu optimum

400-500C. Bakteri tersebut dapat memproduksi asam laktat sampai 1,2-1,5%

(Buchanan dan Gibbon, 1974 dalam Prasetyo, 2010).

Dua mikroorganisme Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

thermophillus tumbuh bersama-sama secara simbiosis adalah yang bertanggung

jawab selama fermentasi asam laktat dalam pembuatan yoghurt. Dalam hal

simbiosis Lactobacillus bulgaricus dapat menghasilkan glisin dan histidin sebagai

14
hasil dari pemecahan protein yang dapat menstimulasi pertumbuhan

Streptococcus thermophillus (Wittier dan Webb, 1970 dalam Prasetyo, 2010).

YOGURT

Yoghurt merupakan produk olahan susu dari hasil fermentasi kedua dari

Bakteri Asam Laktat (BAL) sebagai starter, yakni Streptococcus thermophiles dan

Lactobacillus bulgaricus yang hidup bersimbiosis. Lama proses fermantasi akan

berakibat pada turunnya pH yoghurt dengan rasa asam yang khas, selain itu

dihasilkan asam asetat, asetal dehid, dan bahan lain yang mudah menguap.

Komposisi yoghurt secara adalah protein 4-6%, lemak 0,1-1%, laktosa 2-3%, asam

laktat 0,6-1,3%, pH 3,8-4,6% (Susilorini dan Sawitri, 2007).

Yoghurt merupakan salah satu produk susu fermentasi yang telah lama

dikenal dan mempunyai rasa asam yang spesifik. Yoghurt dapat dibuat dari susu

yang telah dihomogenisasi, susu berkadar lemak rendah atau susu skim dengan

penambahan susu bubuk. Pembuatan yoghurt meliputi pemenasan,

pendinginan dan fermentasi dimana pembuatanya mengalami proses yang

higienis (Abubakar et al., 1998 dalam Prasetyo, 2010).

15
Yoghurt mempunyai nilai gizi yang tinggi dari pada susu segar sebagai

bahan dasar dalam pembuatan yoghurt, terutama karena meningkatnya total

padatan sehingga kandungan zat-zat gizi lainya meningkat, selain itu yoghurt

sesuai bagi penderita Lactose Intolerance atau yang tidak toleran terhadap

laktosa (Wahyudi, 2006).

Yoghurt merupakan produk semi solit yang dibuat dari susu standarisasi

dengan penambahan aktivitas simbiosis antara Streptococcus thermophilus dan

Lactobacillus bulgaricus. Yoghurt memiliki kandungan asam laktat yang tinggi,

sedikit atau tidak mengandung alkohol sama sekali, mempunyai tekstur semi

padat (smooth), kompak serta rasa asam yang menyegarkan (Tamime dan

Robinson, 1989 dalam Prasetyo, 2010).

Produk susu fermentasi sangat berguna dalam mengatasi lactose

intolerance karena terjadi penurunan kadar laktosa sampai 30%. Laktosa

dihidrolisis oleh bakteri starter penghasil asam laktat sebagai hasil akhir. Proses

metabolisme laktosa di dalam sel bakteri secara umum melibatkan tiga macam

alur metabolik, yaitu homolactat pathway, phosphoketolase dan heterolactate

pathway. Secara skematis, ketiga macam alur tersebut melibatkan beberapa

tahapan, yaitu: transport dan hidrolisis laktosa menjadi monosakarida, konversi

monosakarida menjadi triosa phospat dan berbagai bentuk intermediet lainnya,

konversi triosa phospat menjadi pirufat, konversi pirufat menjadi asam laktat dan

produk lain, sekresi produk akhir fermentasi dan pengaturan fermentasi

(Widodo, 2003).

16
Hasil penelitian Zhang, et al., (2011) membuktikan bahwa dua strain

bakteri Lactobacillus dalam yoghurt yaitu: Lactobacillus casei subsp. casei SY13

and Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus LJJ memiliki aktivitas antioksidan

yang tinggi, menghambat peroksidasi asam linoleat dengan 62,95% dan 66,16.

Studi di Portugal menunjukkan aktivitas antioksidan (scavenging activity) 2,2-

dipheny-1-pikrilhidrazil (DPPH) pada yoghurt plain meningkat sebesar 47,85-

60,67 mg/ml (54,26±6,41 mg/ml) dengan penambahan buah dan sayur sebagai

sumber antioksidan alami (Pereira, Barros and Ferreira, 2013). Didukung pula

oleh laporan hasil penelitian Samichah (2014) bahwa penambahan sari wortel

sebesar 15% dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada yogurt, serta

memberikan penerimaan tekstur terbaik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, S and Prasad, R. 2013. Effect of Stabilizer on Sensory Characteristics and


Microbial Analysis of Low-fat Frozen Yoghurt Incoporated with Carrot
Pulp. International Journal of Agriculture and Food Science Technology.
ISSN 2249-3050, Volume 4, Number 8 (2013), pp. 797-806 © Research
India Publications http://www.ripublication.com/ ijafst.htm

Ebringer, L., Ferencik, M., and Krajcovic. J. 2008. Beneficial Health Effects of Milk
and Fermented Dairy Products. Review. J. Folia Microbiol. 55 (5): 378-394

Granato D, Branco GF, Cruz AG, Faria AFF, Shah NP. 2010. Probiotic dairy
products as functional foods. Comprehens Reviews in Food Sci and Food
Safety 9: 455-470.
Hasruddin dan Pratiwi N., 2015, Mikrobiologi Industri, Alfabeta, Bandung, pp.73-
82.

Hekmat S, Soltani H, Reid G. 2009. Growth and Survival of Lactobacillus reuteri


RC-14 and Lactobacillus rhamnosus GR-1 in Yoghurt for Use as a
Functional Food. Innov Food Sci and Emerging Technol 10: 293-296.

Jessica Gloria, 2016. Uji Formula Yogurt susu UHT Dengan Penambahan Daun
Katuk Secara Organoleptik. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi,
FKIP, Universitas SanataDharma, Yogyakarta.

Kuntarso, A., 2007, Pengembangan teknologi Pembuatan Low-Fat Fruity


Bio-Yoghurt (Lo-Bio-Yoghurt), Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Mohamed, A.G., A. F. Zayan and Nadia, M. Shahein. 2014. Physiochemical and


sensory evaluation of yoghurt fortified with dietary fiber and phenolic
compounds. Life Science Journal 2014;11(9) ):816-822. ISSN:1097-8135
http://www.lifesciencesite.com. 124

18
Prasetyo, Heru, 2010. Pengaruh Penggunaan Starter Yoghurt pada Level
Tertentu Terhadap Karakteristik Yoghurt Yang Dihasilkan. Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Pereira, E.,L,Barros and Ferreira. 2013. Relevance of the Mention of Antioxidant


Properties in Yogurt Labels: In Vitro Evaluation and Chromatographic
Analysis. Antioxidants, 2, 62-76; doi:10.3390/antiox2020062. ISSN 2076-
3921 www.mdpi.com/journal/antioxidants

Tabatabaie, F and A. Mortazavi. 2008. Studying the Effects of Heat and Cold
Shock on Cell wall Microstructure and Survival of Some LAB in Milk. World
Applied Sciences Journal 4 (2): 191-194, ISSN 1818-4952.

Tallon, R., P. Bressollier, and M. C. Urdaci. 2006. Isolation and Characterization of


Two Exopolysaccharides Produced by Lactobacillus plantarum EP56.
http://pasteur.fontismedia.com/in files.doc. Tanggal akses 23 Agustus
2006

Rukmana, R., 2001, Yoghurt dan Karamel Susu, Kanisius, Yogyakarta, pp.7-14.

Smid EJ, and Gorris LGM.2007. Natural antimicrobials for food preservation. In:
Handbook of Food Preservation. Ed. Rahman, M. S. New York: CRC
Press

Szakály Z, Szente V, Köver G, Polereczki Z dan Szigeti O. 2012. The influence of


lifestyle on health behavior and preferencefor functional food. Appetite
58:406-413.

Sunjana, A., 2007, Kamus Lengkap Biologi, Mega Aksara, Jakarta.

Surajudin, Fauzi R. K. dan PurnomoD., 2005, Yoghurt Susu Fermentasi yang


Menyehatkan, Agromedia Pustaka, Jakarta, pp.1-12.

Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.

Wirakusumah, E. S., 2007, Mencegah Osteoporosis Lengkap dengan 39 Jus


& Resep Masakan, Penebar Swadaya, Jakarta, pp. 47-48.

19

Anda mungkin juga menyukai