Anda di halaman 1dari 15

Makalah Teori Motivasi dan Perubahan Perilaku

yang Dapat Digunakan Dalam Pendidikan Gizi

Disusun Oleh:
Clarissa Adelia (2107211005)
Cut Fera (2107211006)
Elvira Delima (2107211007)
Mutia Fitri Sabina (2107211008)

Dosen Pebimbing:
Cut Nazri, S.K.M, M.KM, MBS

Program Studi S1 Ilmu Gizi


STIKES Muhammadiyah Lhokseumawe
Tahun 2022/2023
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan
inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata
kuliah ilmu gizi dasar ini dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat serta salam
selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu
berpegang teguh pada sunnahnya Amiin.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya hambatan selalu mengiringi namun atas
bantuan, dorongan dan bimbingan dari orang tua, dosen pembimbing dan teman-teman
yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu akhirnya semua hambatan dalam penyusunan
makalah ini dapat teratasi. Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta
untuk menambah wawasan khususnya mengenai kelebihan dan kekurangan protein bagi
tubuh manusia.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran
khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah
ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk
itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.

Lhokseumawe, 10 mei 2022


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan
perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari promosi kesehatan atau
pendidikan kesehatan sebagi penunjang program – program kesehatan lainnya.
Membahas ruang lingkup pendidikan gizi dan teori perilaku; riset-riset terkait pendidikan
gizi untuk meningkatkan efektivitas pendidikan gizi termasuk motivasi, kemampuan untuk
bertindak, dan berbagai faktor pendukung dan penghambat. Mendesain program
pendidikan gizi untuk perubahan perilaku makan dan kesehatan di masyarakat, meliputi
analisis situasi, mengembangkan, implementasi serta monitoring dan evaluasi.
Pendidikan gizi adalah suatu upaya untuk mengadakan perubahan pengetahuan, sikap
maupun keterampilan atau praktek dalam hal konsumsi makanan. Pendidikan gizi sangat
penting karena meskipun daya beli masyarakat tinggi dan pangan tersedia namun apabila
pengetahuan gizi masyarakat kurang baik maka masyarakat tidak dapat memenuhi
kebutuhan gizi (Suhardjo, 1996).
Menurut Johnson dan Johnson (1985) pendidikan gizi mempunyai tujuan jangka pendek dan
tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah : 1) Mendapatkan pengetahuan
tentang makanan yang menyediakan zat gizi esensial bagi tubuh dan mengetahui kegunaan
zat gizi bagi tubuh, 2) Membangun kerangka konseptual tentang prinsip-prinsip gizi,
penjabarannya dan aplikasi dari prinsip tersebut, 3) Membangun sikap positif terhadap
kebiasaan mengembangkan motivasi menggunakan pengetahuan gizi untuk promosi
kesehatan dan kesejahteraan, merespon makanan bergizi dalam sikap yang baik, 4)
Mengkonsumsi makanan bergizi, termasuk menggunakan pengetahuan gizi dalam memilih
makanan.
Tujuan jangka panjang pendidikan gizi adalah: 1) Menggunakan kerangka konseptual gizi
untuk mengatur perubahan suplai makanan dan dapat membedakan beberapa anjuran diet,
2) Mencari dan mau menerima pengetahuan tentang gizi, 3) Seleksi dengan baik dan
mengkonsumsi makanan yang bergizi dari hari ke hari sepanjang hidup untuk memelihara
kesehatan, kesejahteraan dan produktivitas.
B.Rumusan Masalah
1.Apa pengertian dari teori health belief model
2.Jelaskan theory of planned bahavior/reason action approach
3.Jelaskan pengertian self determination theory
BAB II
PEMBAHASAN

1.PENGERTIAN TEORI HEALTH BELIEF MODEL


Health Belief Model (HBM) adalah model perubahan perilaku kesehatan yang
dikembangkan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan, khususnya dalam hal penggunaan layanan kesehatan. Health belief sendiri paling
sering dikemukakan dalam teori health belief model (HBM) yang diajukan Rosenstock (1966)
yaitu suatu teori yang dirancang agar dapat memahami dengan baik bagaimana orang
mempersepsikan ancaman suatu penyakit.
Rosenstock, Strecher dan Becker (dalam Family Health International,2004)
menyatakan bahwa health belief model adalah model kognitif yang yang menjelaskan dan
memprediksi perilaku sehat dengan fokus pada sikap dan belief pada individu. Health belief
model menurut Becker & Rosenstock (dalam Sarafino, 2006) adalah individu mau
melakukan perilaku pencegahan yaitu dalam bentuk perilaku sehat tergantung pada dua
penilaian yaitu perceived threat (perceived seriousness, perceived susceptibility, cues to
action) dan perceived benefits and barriers. Rosenstock pada tahun 1966 dan Becker &
koleganya (dalam Odgen, 2004) menjelaskan bahwa health belief model digunakan untuk
memprediksi perilaku preventif dalam bentuk perilaku sehat dan juga respon perilaku
terhadap pengobatan yang akan dilakukan.

 Komponen health belief


Pada health belief ini terdapat beberapa komponen diantaranya adalah:
1.Perceived susceptibility
Keyakinan individu terhadap kerentanan dirinya terhadap komplikasi
penyakit. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir bahwa ia
akan mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka. Tiap
individu memiliki persepsi yang beragam mengenai kemungkinan dirinya
mengalami suatu kondisi yang dapat memperburuk kesehatan. Secara
statistik, mereka yang tergolong ekstrim rendah dari perceived susceptibility
menyangkal bahwa dirinya beresiko untuk terkena penyakit.

2. Perceived Severity
Keyakinan yang dimiliki seseorang sehubungan dengan perasaan
akan keseriusan penyakit yang dapat mempengaruhi keadaan kesehatannya
sekarang. Seseorang mengevaluasi seberapa besar konsekuensi yang
ditimbulkan dari penyakit tersebut, baik konsekuensi medis,seperti kematian,
cacat, dan rasa sakit, maupun konsekuensi sosial, seperti efeknya terhadap
pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial Penting untuk
memperhitungkan faktor emosional dan finansial ketika mempertimbangkan
tingkat keseriusan penyakit.

3. Perceived Benefit.
Keyakinan yang berkaitan dengan keefektifan dari beragam
perilaku dalam usaha untuk mengurangi ancaman penyakit atau keuntungan
yang dipersepsikan individu dalam menampilkan perilaku sehat.

4. Perceived Barrier
Keyakinan seseorang terhadap hal-hal negatif dari perilaku sehat atau
rintangan yang dipersepsikan individu yang dapat bertindak sebagai halangan
dalam menjalani perilaku yang direkomendasikan. Seseorang akan
menganalisis untung-rugi untuk menimbang-nimbang keektifan sebuah
perilaku. Apakah perilaku tersebut memakan biaya, tidak menyenangkan,
sulit, memberi rasa sakit, tidak nyaman, memakan banyak waktu, dan
sebagainya. Seseorang mungkin mengurungkan niatnya untuk melakukan
perilaku sehat walaupun ia percaya bahwa ada keuntungan dalam menjalankan
perilaku tersebut apabila hambatan yang dipersepsikan individu melebihi
keuntungan yang diperoleh.
5. Cues to action.
Peringatan atau pemberitahuan mengenai potensi masalah kesehatan
dalam memahami ancaman serta mengambil tindakan. Cues to action
diduga tepat untuk memulai proses perilaku, disebut sebagai keyakinan
terhadap posisi yang menonjol (Smet, 1994). Terdapat banyak bentuk
Cues to action seperti, media masa, kampanye, nasehat dari orang lain,
penyakit dari anggota keluarga lain atau teman, artikel dari koran dan lain
sebagainya.

2.THEORY OF PLANNED BEHAVIOR


Theory of planed behavior merupakan teori yang lebih menekankan pada rasionalitas
tingkah laku manusia dan pada keyakinan bahwa tingkah laku berada pada dibawah control
kesadaran individu. Perilaku tudak hanya bergantung pada intensi individu,namun juga pada
factor lain diluar kendali individu, seperti ketersediaan sumber daya dan kemampuan
menunjukkan perilaku. Prinsip dan teori ini adalah prinsip kesesuain yang menjelaskan sikap
dan perilaku yang dipecah menjadi empat tindakan ,tujuan,konteks, dan waktu, serta
hubungan akan sikap dan perilaku akan maksimal jika masing-masing unsur bekerja secara
maksimal. Dengan demikian perilaku terdiri dari (a) tindakan atau perilaku yang dilakukan
(b) tindakan target atau objek, (c) konteks, dan (d) waktu tertentu.

 Planned Behavior Theory


Teori ini memiliki fondasi terhadap perspektif kepercayaan yang mampu
mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan tingkah laku yang spesifik. Perspektif
kepercayaan dilaksanakan melalui penggabungan beraneka ragam karakteristik, kualitas dan
atribut atas informasi tertentu yang kemudian membentuk kehendak dalam bertingkah laku
(Yuliana, 2004). Intensi (niat) merupakan keputusan dalam berperilaku melalui cara yang
dikehendaki atau stimulus untuk melaksanakan perbuatan, baik secara sadar maupun tidak
(Corsini, 2002). Intensi inilah yang merupakan awal terbentuknya perilaku seseorang. Teori
planned behavior cocok digunakan untuk mendeskripsikan perilaku apapun yang
memerlukan perencanaan (Ajzen, 1991).
Planned behavior theory adalah peningkatan dari reasoned action theory. Reasoned
action theory memiliki bukti-bukti ilmiah bahwa niat untuk melaksanakan perbuatan
tertentu diakibatkan oleh dua alasan, yaitu norma subjektif dan sikap terhadap perilaku
(Fishbein dan Ajzen, 1975). Beberapa tahun kemudian, Ajzen (1988) menambahkan satu
faktor yaitu kontrol perilaku persepsian individu atau perceived behavioral control.
Keberadaan faktor tersebut mengubah reasoned action theory menjadi Planned behavior
theory.
Planned behavior theory menjelaskan bahwa sikap terhadap perilaku merupakan
pokok penting yang sanggup memperkirakan suatu perbuatan, meskipun demikian perlu
dipertimbangkan sikap seseorang dalam menguji norma subjektif serta mengukur kontrol
perilaku persepsian orang tersebut. Bila ada sikap yang positif, dukungan dari orang sekitar
serta adanya persepsi kemudahan karena tidak ada hambatan untuk berperilaku maka niat
seseorang untuk berperilaku akan semakin tinggi (Ajzen, 2005).
Ketiga komponen yang mempengaruhi intensi individu dalam berperilaku:

 Sikap terhadap Perilaku


Sikap terhadap perilaku merupakan kecenderungan untuk menanggapi halhal yang
disenangi ataupun yang tidak disenangi pada suatu objek, orang, institusi atau peristiwa
(Ajzen, 1991). Sikap terhadap perilaku dianggap sebagai variabel pertama yang
mempengaruhi niat berperilaku. Ketika seorang individu menghargai positif suatu
perbuatan, maka ia memiliki kehendak untuk melakukan perbuatan tertentu.
Pandangan tentang suatu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan (behavioral beliefs)
sebagai akibat dari tingkah laku yang dilakukan. Keyakinan individu meliputi beliefs strength
dan outcome evaluation. Pandangan atas perilaku diyakini mempunyai dampak langsung
terhadap kehendak untuk berperilaku yang kemudian diafiliasikan dengan kontrol perilaku
persepsian dan norma subjektif (Ajzen, 1991). Dalam konteks penelitian ini maka generasi
muda akan berkeinginan untuk berinvestasi saham apabila mereka memiliki
keyakinankeyakinan positif bahwa berinvestasi saham merupakan kegiatan yang
menguntungkan bagi mereka, sebaliknya niat generasi muda akan rendah bila mereka
mempresepsikan berinvestasi saham akan memberikan kerugian bagi mereka.

 Norma Subjektif
Norma subjektif merupakan pengakuan desakan sosial dalam memperlihatkan suatu
prilaku khusus (Kreitner dan Kinicki, 2001). Norma subjektif adalah manfaat yang memiliki
dasar terhadap kepercayaan (belief) yang memiliki istilah normative belief (Ajzen, 2005).
Normative belief adalah kepercayaan terhadap kesepahaman ataupun ketidaksepahaman
seseorang ataupun kelompok yang mempengaruhi individu pada suatu perilaku. Pengaruh
sosial yang penting dari beberapa perilaku berakar dari keluarga, pasangan hidup, kerabat,
rekan dalam bekerja dan acuan lainnya yang berkaitan dengan suatu perilaku (Ajzen, 2006).
Fishbein dan Ajzen (1975) mengatakan bahwa kekuatan sosial menjadi bagian dari
norma subjektif. Kekuatan sosial yang disebutkan sebelumnya terdiri dari reward atau
punishment yang disampaikan oleh invidu terhadap individu lainnya, rasa senang individu
terhadap individu tersebut, seberapa besar dianggap sebagai seseorang yang
berpengalaman serta keinginan dari individu tersebut. Secara normal, menurut Ajzen (2005)
cenderungnya suatu individu memiliki pemahaman bahwa individu tersebut menyarankan
untuk melaksanakan suatu perilaku maka tekanan sosial yang dirasakan akan semakin besar,
sebaliknya apabila memberikan sugesti untuk tidak melaksanakan suatu perilaku maka
tekanan sosial yang dirasakan cenderung berkurang.
 Kontrol Perilaku Persepsian
Kontrol perilaku persepsian adalah ukuran kepercayaan seseorang mengenai
seberapa sederhana atau kompleksnya melaksanakan suatu perbuatan (Hogg dan Vaughan,
2005). Kontrol perilaku dapat juga diartikan sebagai pemahaman mengenai sederhana atau
kompleksnya dalam melakukan perbuatan atas dasar pada pengalaman terdahulu dan
kendala yang dapat dicari solusinya dalam melakukan suatu perbuatan (Feldman, 1995).
Seseorang yang mempunyai sikap dan norma subjektif yang mendukung dalam melakukan
perbuatan tertentu akan sangat bergantung pada dukungan kontrol perilaku persepsian
yang ia miliki.
Keberadaan faktor pendukung memberikan peran penting dalam hal pengendalian
atas kontrol perilaku. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit faktor pendukung yang
dirasakan oleh suatu individu maka individu tersebut akan kesulitan untuk memahami
perilaku yang dilakukan (Ajzen, 2005). Seorang yang memiliki sikap yang positif, dukungan
dari orang-orang disekitar dan sedikitnya hambatan untuk melakukan suatu perilaku, maka
orang itu akan memiliki niatan yang kuat dibandingkan ketika memiliki sikap yang positif dan
dukungan dari orang sekitar namun banyak hambatan yang ada untuk melakukan perilaku
tersebut.

3.SELF DETERMINATION
Determinasi diri (Self Determination Theory) adalah motivasi intrinsik keadaan yang
berasal dari dalam diri individu sendiri yang dapat mendorong melakukan tindakan tujuan
yang individu inginkan sendiri. Dalam determinasi diri menunjukan seseorang untuk
mencari pengetahuan yang baru, tantang dalam diri sendiri, menemukan hal-hal yang baru
yang pada akhirnya akan diterapkan dalan kegiatan dan tindakan seseorang yang akan
dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Dorongan atau motivasi yang muncul dari dalam diri manusia penting
untuk menentukan arah dan perilaku. Salah satu fungsi nyata terkait dorongan ini adalah ba
gaimana individu dapat mencapai tujuan atau prestasi sesuai dengan apa yang diinginkan.
Saat dorongan dalam diri atau disebut juga dengan motivasi intrinsik ini muncul, individu
akan secara bebas terikat dengan ketertarikannya untuk menikmatidaripada sekedar untuk
mendapat sebuah reward  atau kepuasan karena paksaan (Deci & Ryan dalam Taylor, dkk.,
2014) dan akan mendapati diri mereka sebagai agen penyebab dari perilaku mereka sendiri.
terkait dengan konsep Human Agentic Behavior , self-determination sendiri didefinisikan
sebagai asal dimana perilaku muncul, dengan aspirasi tinggi, tekun dalam menghadapi
tantangan,melihat banyak kemungkinan dan peluang untuk bertindak, belajar dari kegagaln,
dan lain sebagainya yang mengantarkan ke well-being . Selain itu, Wehmeyer (2005) juga
mendefinisikan self-determined behaviour sebagai -kemauan, kesengajaan, dan self-caused 
atau tindakan yang didasarkan oleh diri sendiri (p. 115).

Dengan demikian Self Determination (SDT) dapat disimpulkan sebagai kemampuan


kontrol perilaku yang berasal dari dalam diri individu yang bukan berasal dari luar diri
individu dimana keputusan tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan kecenderungan
individu untuk mencari pengetahuan baru tentang diri sendiri yang nantinya akan diterapkan
dalam kegiatan yang berhubungan dengan orang lain.

Dimensi determinasi diri (Deci & Ryan, 1989):

1. Kompetensi

Kebutuhan kompetensi berfokus pada keinginan untuk bertindak efektif dalam


menghadapi lingkungan. Kebutuhan kompetensi membuat individu lebih tertarik, terbuka,
dan belajar lebih baik dalam beradaptasi dengan tantangan baru. Kompetensi digambarkan
sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam mendukung tindakan yang akan
dilakukan dalam mencapai tujuan. Kebutuhan untuk memiliki kompetensi serupa dengan
kebutuhan memiliki penguasaan terhadap lingkungan (White, 1959 dalam Schunk, Pintrich,
Meece, 2012). Individu-individu perlu merasa dirinya kompeten dan bertingkah laku
kompeten dalam interaksinya dengan individu lain, dalam mengerjakan tugas dan aktivitas,
dan dalam konteks yang lebih besar.

2. Kemandirian

Kemandirian secara etimologis berarti mengatur diri sendiri, mandiri, teori determinasi


diri menilai kemandirian sebagai kunci dalam memahami kualitas regulasi perilaku individu.
Kebutuhan otonomi mengacu pada kebutuhan untuk merasakan kontrol, bertindak sebagai
agen/ penyebab perilaku mandiri, atau memiliki otonomi dalam interaksi
dengan lingkungan, atau suatu persepsi lokus kualitas internal dari sudut pandang persepsi
penyebab (Ryan & Deci, 2000 dalam Schunk,Pintrich,Meece, 2012). Individu-individu
memiliki suatu kebutuhan psikologis pokok untuk mengalami perasaan otonomi dan
perasaan kontrol. Otonomi berkaitan dengan keberadaan individu secara mandiri. Jika
dikaitkan dengan pengambilan keputusan, individu mampu mengambil keputusan sendiri
bagi dirinya.

3. Keterhubungan

Kebutuhan keterhubungan berfokus pada kecenderungan universal untuk untuk


berinteraksi, merasa terhubung, merasa terlibat, dan untuk merasakan pengalaman kasih
sayang dan kepedulian terhadap orang lain. Kebutuhan keterhubungan dapat menjadi
sarana internalisasi perilaku dan nilai melalui kelompok sosial. Relasi berkaitan dengan
hubungan seseorang dengan orang lain. (Niemic dan Ryan, 2009). Kebutuhan keterkaitan
(relatedness) mengacu pada kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok, atau
kadang kadang dinamakan kebutuhan kecocokan sosial (belongingness) (Schunk, Pintrich,
Meece, 2012).

Faktor-faktor basic needs yang mempengaruhi determinasi diri adalah (Deci & Ryan, 2002):


1. Autonomy
Autonomy adalah kebebasan yang dimiliki individu dalam melakukan sesuatu
berdasarkan pilihannya sendiri yang mengacu pada hal yang dirasakan dan
bersumber dari dirinya sendiri.
2. Relatedness
Relatedness adalah hubungan sosial atau relasi sosial individu dalam berinteraksi
dengan individu lain dalam satu komunitas serta memiliki rasa saling bergantung
satu dengan yang lain.
3. Competence
Competence adalah kemampuan individu untuk menunjukkan apa yang dia bisa serta
memberikan dampak bagi lingkungan.
BAB III
PENUTUP

1.Kesimpulan
Pendidikan gizi adalah suatu upaya untuk mengadakan perubahan pengetahuan,
sikap maupun keterampilan atau praktek dalam hal konsumsi makanan. Pendidikan gizi
sangat penting karena meskipun daya beli masyarakat tinggi dan pangan tersedia namun
apabila pengetahuan gizi masyarakat kurang baik maka masyarakat tidak dapat memenuhi
kebutuhan gizi.
Membahas ruang lingkup pendidikan gizi dan teori perilaku; riset-riset terkait
pendidikan gizi untuk meningkatkan efektivitas pendidikan gizi termasuk motivasi,
kemampuan untuk bertindak, dan berbagai faktor pendukung dan penghambat. Mendesain
program pendidikan gizi untuk perubahan perilaku makan dan kesehatan di masyarakat,
meliputi analisis situasi, mengembangkan, implementasi serta monitoring dan evaluasi.
Teori perubahan perilaku yang digunakan dalan Pendidikan gizi yaitu:
1. Teori health belief model
2. Theory of planned bahavior/reason action approach
3. Self determination theory

2.Saran
Harapan penulis, semoga pembaca bisa menerapkan dan mengaplikasikan
pendidikan kesehatan tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya yaitu dapat
Membangun sikap positif terhadap kebiasaan mengembangkan motivasi menggunakan
pengetahuan gizi untuk promosi kesehatan dan kesejahteraan, merespon makanan bergizi
dalam sikap yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

https://ojs.unud.ac.id/index.php/EEB/article/download/34157/21857/
http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/
123456789/4816/06bab2_widyautama_1005001 26_skr_2016.pdf?
sequence=6&isAllowed=y
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-determinasi-diri-atau-self-
determination-theory/4690
https://www.scribd.com/doc/282885734/Self-Determination-Theory
https://pdfcoffee.com/makalah-pendidikan-kesehatan-tentang-gizi-pdf-free.html
http://eprints.umpo.ac.id/3979/3/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai