Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

TEORI DAN MODEL DALAM PROMOSI KESEHATAN

Disusun oleh:
KELOMPOK I
Nurhayati 2310905003
Hayati 2310905008
Indrawan Mahreza Paudi 2310905030
Shahrasyid Abdul Malik 2310905050

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT


PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU
TAHUN 2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Promosi kesehatan merupakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk


meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan perilaku yang berkontribusi
terhadap kesehatan masyarakat. Salah satu aspek penting dalam promosi
kesehatan adalah penggunaan teori dan model untuk merancang intervensi
yang efektif. Dalam makalah ini, kita akan membahas beberapa teori dan
model yang digunakan dalam konteks promosi kesehatan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Sebutkan Teori-teori yang Relevan dalam Promosi Kesehatan?

2. Bagaimana Penerapan Model Perubahan Perilaku dalam Strategi Promosi


Kesehatan

3. Bagaimana Kritik dan Evaluasi Terhadap Model Perubahan Perilaku

1.3. Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui apa saja Teori-teori yang Relevan dalam Promosi
Kesehatan

2. Untuk mengetahui Bagaimana Penerapan Model Perubahan Perilaku dalam


Strategi Promosi Kesehatan

3. Untuk mengetahui Bagaimana Kritik dan Evaluasi Terhadap Model


Perubahan Perilaku

1.4. Manfaat Penulisan


Dari penulisan ini penulis mengharapkan makalah ini dapat menjadi
salah satu sumber untuk mengetahui teori dan model dalam promosi
kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori-teori yang relevan dalam Promosi Kesehatan


1. Theory of Planned Behavior (TPB)
Teori ini diusulkan oleh Icek Ajzen di tahun 1985. Teori ini
merupakan perluasan dari Theory of Reasoned Action(TRA) dengan
menambahakan komponen yang belum ada dalam TRA. TPB
menjelaskan bahwa selain sikap terhadap perilaku dan norma
subyektif, individu juga mempertimbangkan kontrol tingkah laku yang
dipersepsikannnya yaitu kemampuan mereka untuk melakukan
tindakan tersebut. Komponen yang ditambahkan ini disebut dengan
kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control). Konstruk
ini ditambahkan di TPB untuk mengontrol perilaku individual yang
dibatasi oleh kekurangan-kekurangannya dan
keterbatasanketerbatasan dari kekurangan sumber daya yang
digunakan untuk melekukan perilakunya. Dengan menambahkan
sebuah konstruk ini, yaitu kontrol perilaku persepsian (Perceived
behavioral control). TRA dan TPB keduanya menganggap bahwa
prediktor penting untuk berperilaku adalah niat untuk berperilaku
(behavioural intention), dimana hal tersebut ditentukan oleh sikap
(attitude) terhadap perilaku dan persepsi normatif sosial (social
normative perception) mengenai hal tersebut. TPB adalah perluasan
dari TRA dengan kontruksi tambahan kontrol yang dirasakan atas
kinerja perilaku.
Ada tiga komponen utama dalam TPB:
a. Niat
Niat merupakan motivasi psikologis individu untuk
melakukan suatu perilaku tertentu. Menurut TPB, niat dipengaruhi
oleh sikap individu terhadap perilaku tersebut dan norma subyektif
yang dirasakannya. Niat juga merupakan prediktor penting dari
perilaku aktual. Semakin kuat niat seseorang untuk melakukan
suatu perilaku, semakin besar kemungkinan perilaku tersebut akan
terjadi.
Niat bersifat langsung dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif.
Semakin positif sikap individu terhadap perilaku tersebut, dan
semakin kuat norma subyektif yang mendukungnya, maka niat
untuk melakukannya akan lebih kuat pula.
b. Sikap
Sikap merupakan evaluasi subjektif individu terhadap suatu
perilaku. Ini mencakup keyakinan individu tentang hasil dari
perilaku tersebut (keyakinan fungsional) dan penilaian individu
tentang nilai dari hasil tersebut (penilaian afektif).
Sikap yang positif terhadap perilaku akan meningkatkan
kemungkinan individu memiliki niat untuk melakukannya.
Misalnya, seseorang yang memiliki sikap positif terhadap olahraga
akan cenderung memiliki niat yang kuat untuk berolahraga secara
teratur.
c. Norma Subyektif
Norma subyektif mencerminkan persepsi individu tentang
ekspektasi atau pendapat orang-orang penting dalam kehidupannya
terkait perilaku tersebut. Jika individu percaya bahwa orang-orang
di sekitarnya mendukung perilaku tersebut, maka kemungkinan
besar niat untuk melakukannya akan lebih kuat. Norma subyektif
dapat berasal dari keluarga, teman, atau masyarakat secara umum.
2. Teori Hambatan-Keuntungan (Health Belief Model)
Health Belief Model dikembangkan pertama kali pada tahun
1950-an oleh psikolog sosial bernama Irwin M. Rosenstock. Tujuan
utamanya adalah untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku
kesehatan individu, terutama dalam konteks pencegahan penyakit.
Model ini kemudian berkembang melalui kontribusi dari para peneliti
lainnya, termasuk Hochbaum, Kegels, dan Rosenstock sendiri.
Teori Hambatan-Keuntungan (Health Belief Model) adalah
salah satu kerangka kerja teoritis yang paling banyak digunakan dalam
penelitian kesehatan masyarakat dan perilaku kesehatan. Teori ini
menggambarkan bagaimana individu membuat keputusan terkait
perilaku kesehatan mereka berdasarkan pertimbangan terhadap
hambatan dan keuntungan yang mereka persepsikan terkait perilaku
tersebut. Makalah ini akan membahas dengan lengkap tentang Teori
Hambatan-Keuntungan, termasuk pengertian, sejarah perkembangan,
konsep-konsep utama, aplikasi dalam kesehatan masyarakat, serta kritik
dan evaluasi terhadap teori ini.

Teori Hambatan-Keuntungan (Health Belief Model)


dikembangkan pertama kali oleh seorang psikolog sosial bernama
Hochbaum pada tahun 1950-an. Tujuan utama dari teori ini adalah
untuk memahami dan menjelaskan perilaku kesehatan individu
berdasarkan persepsi mereka terhadap hambatan dan keuntungan yang
terkait dengan perilaku tersebut. Teori ini memandang bahwa keputusan
individu untuk mengadopsi atau menghindari suatu perilaku kesehatan
didasarkan pada evaluasi mereka terhadap kerentanan terhadap
penyakit, keparahan penyakit, manfaat dari perilaku kesehatan,
hambatan untuk melaksanakan perilaku tersebut, serta faktor-faktor
pendorong atau pengekang dari lingkungan sosial dan budaya.

Konsep-Konsep Utama

a. Kerentanan Terhadap Penyakit: Konsep ini mengacu pada persepsi


individu tentang seberapa rentan mereka terhadap penyakit atau kondisi
kesehatan tertentu. Semakin besar persepsi kerentanan seseorang
terhadap penyakit, semakin besar kemungkinan mereka untuk
mengadopsi perilaku kesehatan yang relevan.

b. Keparahan Penyakit: Konsep ini mengacu pada persepsi individu


tentang seberapa serius atau parah konsekuensi yang mungkin terjadi
jika mereka terkena penyakit atau kondisi kesehatan tertentu. Semakin
besar persepsi akan keparahan penyakit, semakin besar kemungkinan
individu untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang dapat mencegah
penyakit tersebut.

c. Manfaat dari Perilaku Kesehatan: Konsep ini mencakup persepsi


individu tentang manfaat yang mereka percayai dapat mereka dapatkan
dengan mengadopsi perilaku kesehatan tertentu. Jika individu percaya
bahwa perilaku kesehatan tersebut dapat memberikan manfaat yang
signifikan bagi kesehatan mereka, mereka lebih cenderung untuk
melaksanakannya.

d. Hambatan untuk Melaksanakan Perilaku Kesehatan: Konsep ini


mencakup persepsi individu tentang hambatan-hambatan yang mungkin
mereka hadapi dalam melaksanakan perilaku kesehatan tertentu.
Hambatan ini bisa berupa faktor-faktor seperti biaya, keterbatasan
waktu, atau ketidaknyamanan fisik.

e. Pendorong dan Pengekang dari Lingkungan Sosial dan Budaya:


Konsep ini mencakup pengaruh dari faktor-faktor lingkungan sosial dan
budaya terhadap perilaku kesehatan individu. Lingkungan sosial dan
budaya dapat menjadi pendorong yang mendukung atau pengekang
yang menghambat individu dalam mengadopsi perilaku kesehatan
tertentu.

Aplikasi dalam Kesehatan Masyarakat

Teori Hambatan-Keuntungan telah diaplikasikan dalam berbagai


konteks kesehatan masyarakat, termasuk promosi kesehatan,
pencegahan penyakit, dan intervensi perilaku kesehatan. Pendekatan
berbasis teori ini sering digunakan dalam pengembangan program-
program kesehatan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran,
mengubah sikap, dan merubah perilaku kesehatan individu dan
komunitas.

Contoh penerapan teori ini dalam kesehatan masyarakat termasuk


program-program promosi kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran tentang risiko penyakit tertentu (kerentanan
terhadap penyakit), kampanye pencegahan penyakit yang menyoroti
konsekuensi serius dari penyakit tersebut (keparahan penyakit),
program-program penyuluhan yang menekankan manfaat dari perilaku
kesehatan tertentu (manfaat dari perilaku kesehatan), serta intervensi
yang ditujukan untuk mengurangi hambatan-hambatan yang
menghalangi individu dalam melaksanakan perilaku kesehatan yang
diinginkan (hambatan untuk melaksanakan perilaku kesehatan).

Kritik dan Evaluasi

Meskipun Teori Hambatan-Keuntungan telah banyak digunakan dalam


penelitian kesehatan masyarakat dan perilaku kesehatan, namun teori
ini juga mendapatkan kritik dan evaluasi. Beberapa kritik terhadap teori
ini meliputi kurangnya perhatian terhadap faktor-faktor psikologis yang
kompleks yang mempengaruhi perilaku kesehatan individu, generalisasi
yang terlalu simplistik tentang cara individu membuat keputusan
kesehatan, serta kurangnya penekanan terhadap faktor-faktor sosial dan
struktural yang mempengaruhi kesehatan masyarakat.

3. Teori Transisi Perilaku (Transtheoretical Model)


Dalam upaya memahami dan memfasilitasi perubahan perilaku
individu, terdapat beberapa teori yang telah dikembangkan oleh para
ahli psikologi. Salah satu teori yang menonjol adalah Teori Transisi
Perilaku, yang juga dikenal sebagai Transtheoretical Model (TTM).
Teori ini memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk
memahami bagaimana individu membuat perubahan perilaku, baik itu
berhenti merokok, mulai melakukan olahraga, atau mengubah pola
makan. Makalah ini akan membahas secara mendalam tentang Teori
Transisi Perilaku, meliputi konsep dasar, tahapan-tahapan perubahan,
faktor-faktor yang memengaruhinya, serta aplikasi dalam praktik klinis
dan kesehatan masyarakat.
Teori Transisi Perilaku dikembangkan oleh Prochaska dan
DiClemente pada tahun 1983 sebagai hasil dari penelitian mereka
terhadap individu yang berhenti merokok secara mandiri. Teori ini
menyajikan suatu model yang menggambarkan proses perubahan
perilaku secara berjenjang, di mana individu bergerak melalui
serangkaian tahapan yang berbeda sebelum mencapai perubahan
perilaku yang diinginkan. Terdapat lima tahapan utama dalam model
ini, yaitu tahap pra-kontemplasi, kontemplasi, persiapan, tindakan, dan
pemeliharaan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku

Teori Transisi Perilaku mengidentifikasi beberapa faktor yang


memengaruhi kemungkinan individu untuk melakukan perubahan
perilaku. Beberapa faktor ini termasuk:

1. Kesadaran akan Masalah: Individu harus menyadari bahwa ada


masalah dengan perilaku mereka sebelum mereka dapat
mempertimbangkan untuk melakukan perubahan.
2. Keyakinan pada Kemampuan Sendiri (Self-Efficacy): Keyakinan
individu akan kemampuan mereka untuk melakukan perubahan
memainkan peran penting dalam kesuksesan perubahan perilaku.
Semakin tinggi tingkat self-efficacy, semakin besar kemungkinan
individu untuk berhasil dalam melakukan perubahan.
3. Dukungan Sosial: Dukungan dari orang-orang di sekitar individu,
seperti keluarga, teman, atau profesional kesehatan, dapat
membantu individu dalam melakukan perubahan perilaku.
Dukungan sosial dapat berupa dukungan emosional, informasi,
atau bantuan praktis dalam mengatasi hambatan-hambatan yang
muncul.
4. Ketersediaan Sumber Daya: Ketersediaan sumber daya seperti
waktu, uang, atau akses ke layanan kesehatan juga dapat
mempengaruhi kemungkinan individu untuk melakukan perubahan
perilaku. Keterbatasan sumber daya dapat menjadi hambatan dalam
proses perubahan.
5. Kondisi Lingkungan: Lingkungan fisik dan sosial di sekitar
individu juga dapat mempengaruhi perubahan perilaku.
Lingkungan yang mendukung perilaku yang diinginkan dapat
memudahkan individu untuk melakukan perubahan, sedangkan
lingkungan yang memperkuat perilaku yang tidak diinginkan dapat
menjadi hambatan.
4. Teori Sosial Kognitif (Social Cognitive Theory)
Teori Sosial Kognitif (Social Cognitive Theory) adalah salah
satu teori yang signifikan dalam bidang psikologi yang dikembangkan
oleh Albert Bandura. Teori ini menggabungkan elemen-elemen dari
teori kognitif, teori sosial, dan teori pembelajaran perilaku. Dalam
makalah ini, kita akan menjelajahi berbagai aspek dari Teori Sosial
Kognitif, termasuk pengertian dasarnya, konsep-konsep kunci, aplikasi
dalam kehidupan sehari-hari, serta relevansinya dalam konteks sosial
dan pendidikan.
Teori Sosial Kognitif merupakan pendekatan psikologis yang
menekankan peran kognisi (pemikiran) dalam pembentukan perilaku
individu. Menurut teori ini, perilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor-faktor lingkungan eksternal, tetapi juga oleh proses internal
seperti keyakinan, nilai-nilai, dan pemikiran individu. Albert Bandura,
tokoh utama dalam pengembangan teori ini, menekankan pentingnya
observasi, pemodelan, dan proses kognitif dalam pembentukan
perilaku.
Teori Sosial Kognitif merupakan pendekatan yang penting
dalam pemahaman perilaku manusia. Dengan mengintegrasikan
konsep-konsep dari psikologi kognitif dan sosial, teori ini memberikan
wawasan yang berharga tentang bagaimana individu belajar,
berkembang, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Memahami
prinsip-prinsip dasar Teori Sosial Kognitif dapat membantu dalam
berbagai konteks, mulai dari pendidikan hingga manajemen diri dan
kesehatan mental.

B. Penerapan Model Perubahan Perilaku dalam Straategi Promosi Kesehatan


1. Pengenalan Masalah Kesehatan
Langkah pertama dalam penerapan model perubahan perilaku
adalah mengidentifikasi masalah kesehatan yang ingin ditangani. Hal
ini melibatkan analisis mendalam terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku kesehatan, termasuk faktor-faktor individu,
sosial, dan lingkungan.
2. Identifikasi Sasaran
Setelah masalah kesehatan diidentifikasi, langkah berikutnya
adalah mengidentifikasi kelompok atau individu yang menjadi sasaran
dari program promosi kesehatan. Ini melibatkan pemahaman yang
mendalam tentang karakteristik demografis, budaya, dan sosial dari
kelompok sasaran.
3. Analisis Faktor Penyebab
Dalam langkah ini, faktor-faktor yang menjadi penyebab
perilaku tidak sehat atau kurang sehat dikaji lebih lanjut. Hal ini dapat
melibatkan faktor-faktor seperti pengetahuan, sikap, norma sosial,
aksesibilitas, dan faktor lingkungan.
4. Pemilihan Model Perubahan Perilaku yang Tepat
Setelah faktor-faktor penyebab diketahui, model perubahan
perilaku yang paling sesuai dipilih. Misalnya, jika faktor penyebab
adalah kurangnya pengetahuan tentang manfaat perilaku sehat, maka
model Health Belief Model (HBM) dapat digunakan.
5. Pengembangan Program Promosi Kesehatan
Program promosi kesehatan dirancang berdasarkan model
perubahan perilaku yang dipilih. Ini melibatkan pengembangan pesan-
pesan edukatif, kegiatan-kegiatan komunitas, dan strategi lainnya yang
bertujuan untuk merubah sikap, pengetahuan, dan perilaku kesehatan.
6. Implementasi Program
Program promosi kesehatan kemudian diimplementasikan sesuai
dengan rencana yang telah dirancang. Ini melibatkan kolaborasi dengan
berbagai pihak, termasuk lembaga kesehatan, organisasi masyarakat,
dan individu yang terlibat.
7. Evaluasi dan Penyesuaian
Langkah terakhir dalam penerapan model perubahan perilaku
adalah evaluasi program untuk menentukan keberhasilannya dalam
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Jika diperlukan, program
dapat disesuaikan atau dimodifikasi berdasarkan hasil evaluasi tersebut.

C. Kritik dan Evaluasi terhadap Model Perubahan Perilaku


Model perubahan perilaku adalah kerangka kerja yang digunakan dalam
psikologi, sosiologi, dan ilmu perilaku lainnya untuk memahami bagaimana
individu mengadopsi perilaku baru atau mengubah perilaku yang ada. Sebagai
salah satu alat penting dalam intervensi psikologis dan sosial, model-model
perubahan perilaku telah menjadi pusat perhatian para peneliti dan praktisi dalam
upaya untuk meningkatkan efektivitas intervensi.
Namun, seperti halnya dengan setiap model atau teori, ada ruang untuk
kritik dan evaluasi. Dalam makalah ini, kami akan mengeksplorasi beberapa
kritik umum terhadap model perubahan perilaku yang paling umum digunakan
dan mengusulkan evaluasi yang lebih komprehensif.
Salah satu kritik terhadap model perubahan perilaku adalah bahwa
mereka cenderung bersifat linear dan tidak mempertimbangkan kompleksitas dan
dinamika dalam perubahan perilaku. Selain itu, model-model tersebut mungkin
tidak memperhitungkan faktor-faktor kontekstual yang mempengaruhi perilaku
kesehatan, seperti kondisi sosio-ekonomi, budaya, dan akses terhadap sumber
daya kesehatan. Kritik lainnya adalah bahwa model-model tersebut mungkin
tidak sepenuhnya mengakui pentingnya faktor emosi dan motivasional dalam
perubahan perilaku kesehatan. Oleh karena itu, evaluasi terhadap model-model
perubahan perilaku perlu memperhitungkan keberagaman individu dan konteks
sosial dalam menggagas strategi promosi kesehatan yang efektif.

Kritik dan evaluasi terhadap model perubahan perilaku juga mencakup


pertimbangan terhadap asumsi dasar yang mendasari model-model tersebut.
Beberapa asumsi ini mungkin terlalu sederhana atau tidak memadai dalam
menggambarkan kompleksitas perilaku manusia. Beberapa kritik terhadap
asumsi-asumsi tersebut meliputi:

1. Rasio Rasionalitas: Beberapa model perilaku berasumsi bahwa individu


bertindak secara rasional dan mempertimbangkan informasi dengan baik
sebelum mengambil keputusan. Namun, dalam realitasnya, banyak faktor
emosional, irasional, dan bahkan impulsif yang mempengaruhi perilaku
kesehatan.
2. Otonomi Individu: Model-model tersebut sering kali berasumsi bahwa
individu memiliki otonomi penuh dalam membuat keputusan tentang
perilaku kesehatan mereka. Namun, dalam banyak kasus, faktor-faktor
seperti tekanan sosial, ketidaksetaraan kekuasaan, dan keterbatasan
sumber daya dapat membatasi pilihan individu dalam mengadopsi
perilaku kesehatan yang diinginkan.
3. Stabilitas Perilaku: Beberapa model mengasumsikan bahwa perilaku
individu relatif stabil dan dapat diprediksi dalam jangka waktu yang
panjang. Namun, perilaku kesehatan sering kali dipengaruhi oleh faktor-
faktor kontekstual yang berubah, seperti perubahan lingkungan, status
sosial, atau peristiwa kehidupan yang tidak terduga.
4. Fokus pada Individu: Model-model tersebut cenderung memfokuskan
pada faktor-faktor individual dalam menjelaskan perilaku kesehatan,
sementara aspek-aspek sosial, budaya, dan struktural sering diabaikan. Ini
dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk memahami dan mengatasi
determinan sosial yang mendasari ketidaksetaraan kesehatan.

Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi yang kritis terhadap
model-model perubahan perilaku dan mengakui bahwa tidak ada satu model
tunggal yang dapat menjelaskan semua variabilitas dalam perilaku kesehatan.
Pendekatan yang lebih holistik dan terintegrasi yang memperhitungkan konteks
sosial, budaya, dan struktural akan lebih efektif dalam merancang strategi
promosi kesehatan yang berkelanjutan dan inklusif.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori-teori yang relevan dalam promosi kesehatan memberikan
kerangka kerja yang diperlukan untuk merancang dan melaksanakan
intervensi yang efektif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan,
praktisi kesehatan dapat merancang program-program yang sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik populasi target. Dengan demikian,
penggunaan teori-teori ini menjadi kunci dalam mencapai tujuan promosi
kesehatan yang berhasil.
Daftar Pustaka

Glanz, K., Rimer, B. K., & Viswanath, K. (Eds.). (2015). Health Behavior:
Theory, Research, and Practice (5th ed.). Jossey-Bass.

Bartholomew, L. K., Parcel, G. S., Kok, G., & Gottlieb, N. H. (Eds.). (2011).
Intervention Mapping: Designing Theory and Evidence-Based Health Promotion
Programs. McGraw-Hill Education.

Green, L. W., & Kreuter, M. W. (2005). Health Promotion Planning: An


Educational and Ecological Approach (4th ed.). McGraw-Hill Education.

Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and


Human Decision Processes, 50(2), 179–211.

Prochaska, J. O., & Velicer, W. F. (1997). The Transtheoretical Model of Health


Behavior Change. American Journal of Health Promotion, 12(1), 38–48.

Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thought and Action: A Social


Cognitive Theory. Prentice-Hall.

Rosenstock, I. M. (1974). Historical Origins of the Health Belief Model. Health


Education Monographs, 2(4), 328–335.

McLeroy, K. R., Bibeau, D., Steckler, A., & Glanz, K. (1988). An Ecological
Perspective on Health Promotion Programs. Health Education Quarterly, 15(4),
351–377.

Weinstein, N. D. (1988). The Precaution Adoption Process. Health Psychology,


7(4), 355–386.

Fishbein, M., & Ajzen, I. (2011). Predicting and Changing Behavior: The
Reasoned Action Approach. Psychology Press.
Nutbeam, D. (1998). Health Promotion Glossary. Health Promotion International,
13(4), 349–364.

Michie, S., van Stralen, M. M., & West, R. (2011). The Behaviour Change Wheel:
A New Method for Characterising and Designing Behaviour Change
Interventions. Implementation Science, 6, 42.

Tones, K., & Tilford, S. (2001). Health Promotion: Effectiveness, Efficiency, and
Equity (3rd ed.). Nelson Thornes.

Becker, M. H. (1974). The Health Belief Model and Personal Health Behavior.
Health Education Monographs, 2(4), 324–508.

Ajzen, I. (2002). Perceived Behavioral Control, Self-Efficacy, Locus of Control,


and the Theory of Planned Behavior. Journal of Applied Social Psychology,
32(4), 665–683.

Prochaska, J. O., & DiClemente, C. C. (1983). Stages and Processes of Self-


Change of Smoking: Toward an Integrative Model of Change. Journal of
Consulting and Clinical Psychology, 51(3), 390–395.

McLeroy, K. R., Steckler, A., & Bibeau, D. (1988). The Social Ecology of Health
Promotion Interventions. Health Education Quarterly, 15(4), 351–377.

Champion, V. L., & Skinner, C. S. (2008). The Health Belief Model. In K. Glanz,
B. K. Rimer, & K. Viswanath (Eds.), Health Behavior and Health Education:
Theory, Research, and Practice (4th ed., pp. 45–65). Jossey-Bass.

Rimer, B. K., & Glanz, K. (2005). Theory at a Glance: A Guide for Health
Promotion Practice (2nd ed.). National Cancer Institute.

Kok, G., Gottlieb, N. H., Peters, G.-J. Y., Mullen, P. D., Parcel, G. S., Ruiter, R.
A. C., … Bartholomew, L. K. (2016). A Taxonomy of Behavior Change Methods:
An Intervention Mapping Approach. Health Psychology Review, 10(3), 297–312.

Anda mungkin juga menyukai