Anda di halaman 1dari 11

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping, Tim Pemeriksa,

Yessy Rosalina, S.TP., M.Si. Ir. Marniza, M.Si. Ela Sri Lestari
NIP. 19810408 200501 2 002 NIP. 19650705 199003 2 001

KARAKTERISTIK PATI PISANG MERAH (Musa acuminata red dacca) BERDASARKAN


POSISI SISIR PADA TANDAN

Nidia Kunia Sawitri1, Yessy Rosalina1, Marniza1


Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Jl. W.R. Supratman, Kandanglimun, Bengkulu, Indonesia
Email : 1kurnianidia502@gmail.com

ABSTRAK
Pati merupakan karbohidrat yang terdiri dari amilosa dan amilopektin yang dapat diperoleh dari
biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan. Tujuan penelitian adalah untuk
menganalisis pengaruh posisi sisir pisang pada tandan terhadap karakteristik pati pisang
merah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok non
faktorial, dengan faktor perlakuan posisi sisir pada tandan dan pengelompokan tandan pisang.
Variabel pengamatan pada penelitian ini adalah kadar air, rendemen, granula pati, kadar pati,
kadar amilosa dan kadar amilopektin, kelarutan dalam air dan daya kembang, serta warna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi sisir pisang pada tandan tidak berpengaruh terhadap
karakteristik pati pisang merah yang dihasilkan. Kadar air pati pisang merah tertinggi adalah sisir
bagian bawah 11,30%. Rendemen pati pisang merah tertinggi adalah sisir bagian atas 2,40%. Kadar
pati tertinggi adalah sisir bagian tengah 65,43%. Kadar amilosa tertinggi adalah sisir bagian tengah
52,06%, sedangkan kadar amilopektin tertinggi adalah sisir bagian atas 21,52%.

Kata Kunci : karakteristik, pisang merah, posisi sisir pada tandan.

ABSTRACT

Starch is a carbohydrate consisting of amylose and amylopectin which can be obtained from
grains, tubers, vegetables, and fruits. The aim of the study was to analyze the effect of the position of a
banana comb on bunches on the characteristics of red banana starch. The experimental design used
was a non factorial randomized block design, with the comb treatment factor in bunches and
groupings of banana bunches. The observation variables in this study were water content, yield,
starch granule, starch content, amylose content and amylopectin levels, solubility in water and flower
power, and color. The results showed that the position of the banana comb on the bunch did not affect
the characteristics of the red banana starch produced. The highest water content of red banana starch
is 11.30% lower comb. The highest yield of red banana starch is the upper comb of 2.40%. The
highest level of starch is the middle comb of 65.43%. The highest amylose content was the center
comb 52.06%, while the highest amylopectin level was the upper comb 21.52%.

Keywords: characteristics, red banana, comb position in bunches.

PENDAHULUAN

Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman holtikultura yang mempunyai potensi produksi
(buah pisang) cukup besar karena produksi pisang berlangsung tanpa mengenal musim. Berdasarkan
data BPS Bengkulu, produk pertanian yang menempati urutan pertama di Provinsi Bengkulu adalah
buah pisang dengan total produksi sebesar 239.780 kuintal (Jamecho dkk., 2017).
Pisang merupakan salah satu buah klimaterik yang memiliki daya simpan yang singkat,
sehingga diperlukan penggunaan teknologi tepat guna untuk mengolah buah pisang menjadi bahan
pangan yang memiliki nilai tambah dan daya simpan yang tahan lama. Salah satu cara untuk
1
menangani permasalahan tersebut yaitu dengan pengolahan buah pisang menjadi tepung pisang dan
pati tepung pisang (Rohmah, 2012).
Tepung pisang mempunyai kandungan pati yang dapat dicerna, selain itu juga mengandung
komponen serat pangan seperti pati resistant (resistant starch) yang cukup tinggi sebesar 17,5%, dan
polisakarida non-pati (non-starch polysaccharides) yang berfungsi sebagai serat pangan (dietary fiber)
(Nursihan, 2009).
Pati merupakan karbohidrat yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Pati dapat diperoleh dari
biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan. Sumber alami pati antara lain adalah jagung,
labu, kentang, ubi jalar, pisang, barley, beras, sagu, ubi jalar, ganyong, sorgum, dan amaranth
(Koswara, 2009). Menurut Winarno dalam Rohmah (2012) pati merupakan salah satu bentuk alternatif
produk setengah jadi yang dianjurkan, karena dengan pengolahan setengah jadi akan tahan disimpan,
mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya oleh zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat
dimasak sesuai dengan tuntutan kehidupan modern ini yang serba praktis.
Pada umumnya semua varietas pisang dapat diolah menjadi tepung, akan tetapi warna tepung
yang dihasilkan akan berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah, jenis pisang,
dan cara pengolahannya. Varietas dan stage pisang pada tandan merupakan faktor kunci untuk
penerimaan sebuah produk olahan. Varietas dan stage yang berbeda akan menghasilkan karakteristik
produk olahan yang berbeda (Gibert dkk., dalam Rohmadi, 2018). Dari berbagai macam varietas yang
ada, buah pisang yang memiliki kandungan vitamin C dan karbohidrat yang cukup tinggi adalah
pisang merah. Pisang merah ini belum banyak dimanfaatkan secara optimal dan biasanya hanya
dibiarkan saja atau dijadikan makanan burung. Tingkat kematangan buah pisang sangat berpengaruh
terhadap kadar air, kadar abu, kadar pati. Kadar air yang dihasilkan akan semakin tinggi apabila
tingkat kematangan buah semakin masak karena perombakan pati menjadi gula, begitu pula dengan
kadar abu yang dihasilkan akan semakin meningkat. Sedangkan kadar pati sangat berpengaruh nyata
terhadap tingkat kematangan buah pisang, semakin matang atau masak buah pisang maka kadar pati
yang dihasilkan akan semakin rendah. Tingkat kematangan pisang sangat berpengaruh terhadap
karakteristik pati yang akan dihasilkan (Harefa dan Pato, 2017).
Posisi sisir pisang pada tandan berpengaruh nyata terhadap rendemen tepung pisang merah sisir
atas 15,43%; sisir tengah 14,9%; dan sisir bawah 16,53% (Rohmadi, 2018). Berdasarkan hasil
penelitian Rosalina dkk. (2018), tepung pisang dari pisang merah memiliki kadar air yang rendah yaitu
7,24%, sedangkan untuk hasil rendemen pisang merah menduduki posisi terendah yaitu 14,51%, selain
itu tepung pisang dari buah pisang merah mempunyai keunggulan pada kandungan karbohidrat
86,66%, protein 3,6% dan vitamin C 24,64 mg/100 gr bahan.
Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pemanfaatan pati pisang merah, maka perlu dilakukan
penelitian guna mengetahui karakteristik pati pisang merah. Karakteristik pati sangat menentukan
penggunaan lebih lanjut dalam hubungan dengan kualitas produk (Aini dkk., 2016).

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2019 di Laboratorium Teknologi
Pertanian, Laboratorium Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Hama Pada Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang merah, etanol
95%, NaOH 1 N, Asam Asetat 1 N, aquades, larutan iod, kurva standar amilosa, HCl ± 25%, NaOH
45%. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan 100 mesh, grinder, oven,
spektrofotometer, kain saring, pisau, timbangan, pipet tetes, mikroskop, baskom, loyang, gelas ukur
100 ml, tabung reaksi, nampan, kuvet, cawan petri, alat sentrifugasi filtrasi, alumunium foil, mortir
stamper lumpang alu, gelas objek, vortek, labu ukur, penangas air, desikator, gelas piala 250 ml,
pendingin balik.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan dasar pengelompokan adalah ulangan. Pertimbangan berdasarkan tingkat kematangan
yang tidak seragam. Faktor yang digunakan yaitu posisi sisir pisang pada tandan, posisi pisang dekat
dengan pangkal tandan sebagai sisir atas, posisi pisang bagian tengah sebagai sisir tengah, dan posisi
pisang dekat dengan jantung sebagai lapisan bawah. Masing-masing perlakuan dilakukan lima kali
pengulangan.

2
Kadar Air
Pengujian kadar air menggunakan metode oven. Prinsip yang digunakan adalah pengurangan
bobot pada pemanasan suhu 105⁰C. Rumus perhitungan kadar air yang digunakan sebagai berikut :
(Sudarmadji, 1997).
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛(𝑔) –𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛(𝑔)
Kadar Air(%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛(𝑔)
𝑥 100
Rendemen
Rendemen pati dihitung berdasarkan perbandingan berat pati yang diperoleh terhadap berat
awal yang dinyatakan dalam persen (%). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus :

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑡𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


Rendemen Pati (%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100

Granula Pati
Pengukuran granula pati pisang dengan cara menaburkan sejumlah pati di gelas objek,
kemudian ditambahkan sedikit air dan diratakan. Menutup dengan kaca penutup, lalu diamati dengan
mikroskop pada perbesaran 400 kali (Rosalina dkk., 2018).

Penentuan Kadar Pati


Penetapan kadar pati dirujuk dari Sudarmadji (1984), sebanyak 3 gram bahan yang telah
dihaluskan ke dalam gelas piala 250 ml. Kemudian ditambahkan 50 ml aquades dan diaduk selama 1
jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquades sampai volume filtrat 250 ml.
Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Residu dipindahkan secara kuantitatif
dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer dengan pencucian 200 ml aquades dan tambahkan 20 ml HCI
± 25% (Berat jenis 1,125), tutup dengan pendingin balik dan panaskan diatas penangas air mendidih
selama 2,5 jam. Larutan didinginkan, kemudian dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan
diencerkan sampai volume 500 ml lalu disaring. Menentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai
glukosa dari filtrat yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penentuan gula reduksi. Berat
glukosa dikalikan 0,9 merupakan berat pati.
berat glukosa x 0,9
Kadar pati (%) = berat sampel x 100

Pembuatan Kurva Standar Amilosa


Standar amilosa disiapkan dengan cara menimbang 40 mg amilosa murni ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Larutan standar dipanaskan
dalam penangas air selama 10 menit, campuran dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu
ditambahkan akuades hingga tanda tera. Sebanyak masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 ml larutan standar
dipipet ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1
ml, kemudian masing-masing tabung ditambahkan 2 ml larutan iod dan ditepatkan dengan akuades
hingga tanda tera. Setelah didiamkan selama 20 menit, absorbansi dari intensitas warna biru yang
terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kurva standar dibuat
sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x) dengan absorbansi (sumbu y).

Penetapan Kadar Amilosa dan Amilopektin


Penetapan kadar amilosa dan amilopektin pada pati dilakukan dengan metode
Spektrofotometer dirujuk dari Sudarmadji (1984). Sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml etonol 95% dan 9 ml NaOH 1 N ke tabung reaksi,
kemudian dipanaskan pada penangas air pada suhu 95⁰C selama 10 menit hingga terjadi gelatinisasi
pati kemudian didinginkan, campuran tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan
ditambahkan aquades sampai tanda tera. Sebanyak 5 ml dari larutan tersebut dipipet dan dimasukkan
ke dalam labu takar 100 ml dan ditambah 1 ml asam asetat 1 N, lalu ditambah 2 ml larutan iod dan
ditambah aquades sampai tanda tera. Setelah didiamkan selama 20 menit, larutan tersebut diukur
absorbasi dari intensitas warna biru yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
625 nm.
𝐶 𝑥 𝑉 𝑥 𝐹𝑃
Kadar Amilosa (%b/b) = 𝑥 100
𝑊
Keterangan :
C = konsentrasi amilosa dari kurva standar (mg/ml)
3
V = volume akhir sampel (ml)
FP = faktor pengencer
W = berat sampel (mg)

Penetapan kadar amilopektin dihitung dari selisih antara kandungan pati dengan amilosa.
Kadar amilopektin (%) = kadar pati (%) – kadar amilosa (%)

Indeks Kelarutan dalam Air dan Daya Kembang (Swelling power)


Pengujian ini dilakukan sesuai dengan cara Senanayake et al. (2013). Suspensi pati (1% b/b)
disiapkan 0,1 gram sampel dan dicampur 10 ml aquades dalam 15 ml tabung sentrifuse yang telah
dietahui beratnya. Sampel diaduk dengan vortek selama 10 detik, selanjutnya ditempatkan penangas
air suhu 85⁰C selama 30 menit dengan pengadukan kontinu selama 10 detik setelah 5, 15, 25 menit.
Sampel yang telah dipanaskan kemudian didinginkan pada suhu ruang dan disentrifugasi dengan
kecepatan 2000 rpm selama 30 menit. Supernatan tersebut diambil, kemudian ditimbang endapannya.
Supernatan sebanyak 5 ml diletakkan dalam cawan petri yang telah diketahui beratnya. Cawan petri
dikeringkan pada oven suhu 105⁰C sampai beratnya konstan, kemudian ditimbang. Swelling power
merupakan rasio antara berat endapan yang tertinggal dalam tabung sentrifuse dengan berat kering
sampel. Indeks kelarutan dalam air merupakan persentase bobot pati yang larut dalam air.

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑥 10 𝑚𝑙


𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑖𝑟(%) = 𝑥 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 5 𝑚𝑙

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑘


𝑆𝑤𝑒𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟 (%) = x 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 (100% − 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛)

Warna
Pengujian warna pati pisang dilakukan dengan menggunakan metode citra digital yaitu sampel
diletakkan dalam black box (30 cm x 30 cm x 40 cm) dengan jarak kamera terhadap sampel 22 cm
(sehingga menemukan titik fokus). Alat penerangan terdiri dari dua lampu “Philips” masing-masing 5
watt. Kemudian sampel pati difoto dengan menggunakan kamera digital “Canon”. Foto sampel pati
dimasukkan ke dalam software Adobe Photoshop CS4 dan dianalisa nilai R (Red), G (Green), B (Blue)
pada foto sampel pati tersebut (Dinar dkk., 2012).

Analisis Data
Data kadar air, rendemen, kadar pati, kadar amilosa dan amilopektin, kelarutan dalam air dan
daya kembang pati yang diperoleh dianalisa menggunakan uji ANOVA (α=0,05), sedangkan granula
pati dan warna akan disajikan dalam bentuk tabel. Jika dalam uji ANOVA terdapat perbedaan, maka
dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan pada masing-masing sampel pada tingkat signifikan α=0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air
Hasil kadar air pada pati pisang merah dapat dilihat pada Gambar 2.
11,30a
11.30
11,00a 11,00a
KAdar Air(%)

11.10

10.90

10.70

10.50
Sisir Atas Sisir Tengah Sisir Bawah
Posisi Sisir Pada Tandan
Gambar 2. Grafik Kadar Air Pati Pisang Merah (Musa acuminata red dacca) Berdasarkan Posisi Sisir
Pada Tandan
4
Gambar 2 menunjukkan bahwa hasil analisis kadar air pati pisang merah berdasarkan posisi sisir
pada tandan memiliki kadar air yang berbeda. Kadar air pati pisang merah pada sisir bagian atas 11%,
posisi sisir bagian tengah 11%, dan posisi sisir bagian bawah 11,3%. Secara keseluruhan kadar air pati
pisang merah terendah adalah posisi sisir bagian atas dan tengah yaitu 11%, sedangkan posisi sisir
bagian bawah memiliki kadar air tertinggi yaitu 11,3%. Berdasarkan hasil ANOVA 5% menunjukkan
bahwa posisi sisir pada tandan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air pati pisang merah. Kadar air
pada penelitian ini telah ditetapkan, sehingga hasilnya berpengaruh tidak nyata. Hasil penelitian
Rohmadi (2018) menunjukkan bahwa posisi sisir pada tandan berbeda nyata terhadap kadar air tepung
pisang merah sisir atas dan sisir bawah yang dihasilkan, sedangkan kadar air tepung pisang merah sisir
tengah tidak berbeda nyata dengan kadar air tepung yang lainnya.

Rendemen Pati
Rendemen pati pisang merah dapat dilihat pada Gambar 3.

2,40a
2.50 2,23a
Rendemen Pati(%)

2.00
1,78a

1.50
1.00
0.50
0.00
Sisir Atas Sisir Tengah Sisir Bawah
Posisi Sisir Pada Tandan

Gambar 3. Grafik Rendemen Pati Pisang Merah(Musa acuminata red dacca) Berdasarkan Posisi Sisir
Pada Tandan

Gambar 3 menunjukkan bahwa hasil rendemen pati pisang merah berdasarkan posisi sisir pada
tandan berbeda-beda. Rendemen pati pisang merah pada posisi sisir bagian atas sebesar 2,40%, sisir
bagian tengah sebesar 1,78%, dan sisir bagian bawah 2,23%. Rendemen pati terendah dihasilkan dari
posisi sisir pisang bagian tengah yaitu 1,78%, sedangkan rendemen pati pisang merah tertinggi
dihasilkan dari posisi sisir pisang bagian atas yaitu sebesar 2,40%. Berdasarkan hasil ANOVA 5%
menunjukkan bahwa posisi sisir pada tandan berpengaruh tidak nyata terhadap rendemen pati pisang
merah. Menurut hasil penelitian Rohmadi (2018), posisi sisir pada tandan berpengaruh nyata terhadap
rendemen pati. Rendemen tepung pisang merah pada posisi sisir bagian atas 15,43%, bagian tengah
14,9%, dan bagian bawah 16,53%. Hal ini diduga karena serat pada tepung pisang yang membuat
rendemen tepung pisang berpengaruh nyata.

Granula Pati
Tepung pisang yang mengandung banyak granula pati dapat digunakan sebagai bahan baku
biopolimer yang baik untuk memodifikasi tekstur dan konsistensi makanan. Produk pasta yang
mengandung tepung piang menunjukkan kecepatan hidrolisis enzimatik karbohidrat yang rendah
sehingga dapat menghasilkan makanan dengan gicemix index relatif rendah. Perlakuan pemasakan dan
pengeringan dapat berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk granula pati. Granula pati pisang
berbentuk oval (Honestin, 2007). Ukuran dan bentuk granula pati pisang merah dapat dilihat pada
Gambar 4.
Sisir Atas Sisir Tengah Sisir Bawah

5
Gambar 4. Bentuk dan Ukuran Granula Pati Pisang Merah (Musa acuminata red dacca)
Hasil pengamatan granula pati menunjukkan bahwa pati pisang merah berdasarkan posisi sisir
pada tandan memiliki bentuk oval dan ukuran yang berbeda. Ukuran granula pati pada sisir bagian atas
ukuran terbesarnya memiliki panjang antara 950-625 µm dan lebar 475-250 µm, sedangkan untuk
ukuran terkecilnya memiliki panjang antara 175-25 µm dan lebar 25-50 µm. Ukuran granula pati pada
sisir bagian tengah ukuran terbesarnya memiliki panjang antara 975-700 µm dan lebar 300-175 µm,
sedangkan untuk ukuran granula pati terkecilnya memiliki panjang antara 175-37,5 µm dan lebar 100-
25 µm. Ukuran granula pati pada sisir bagian bawah ukuran terbesarnya memiliki panjang antara 875-
775 µm dan lebar 350-275 µm, sedangkan ukuran terkecilnya memiliki panjang antara 275-25 µm dan
lebar 100-25 µm. Berdasarkan hasil penelitian Rohmadi (2018), ukuran masing-masing granula pati
pisang merah sisir bagian atas, tengah dan bawah berbeda-beda, secara berurutan ukuran pati pisang
merah yaitu 665,98 µm, 489,31 µm, dan 390,93 µm. Hasil penelitian Rosalina dkk.(2018),
menyatakan bahwa ukuran granula pati tepung pisang raja nangka 280,04 µm, ukuran granula pati
tepung pisang jantan 534,88 µm, dan ukuran granula pati tepung pisang merah 660,93 µm. Tabel 5
dapat memperjelas ukuran granula pati pisang merah yang dihasilkan.

Tabel 5. Ukuran Granula Pati Pisang Merah (Musa acuminata red dacca)
Posisi Sisir Pada Tandan
Sisir Atas Sisir Tengah Sisir Bawah
Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar
825 325 900 250 850 350
625 475 750 175 875 275
800 375 700 250 775 300
950 250 975 300 275 75
850 350 925 300 150 100
75 25 100 100 125 100
50 50 125 25 50 25
25 25 175 100 50 50
175 25 37,5 37,5 25 25
x̅ = 486,11 x̅ = 211,11 x̅ = 520,83 x̅ = 170,83 x̅ = 352,78 x̅ = 144,44

Penentuan Kadar Pati


Penentuan kadar pati dilakukan untuk menentukan kadar amilopektin yang ada pada pati pisang
merah. Dari hasil penelitian, kadar pati pada pati pisang merah dapat dilihat pada gambar 5.
65,24b 65,43b
66.00
65.00
64.00
Kadar Pati(%)

63.00
62.00 60,59ab
61.00
60.00
59.00
58.00
57.00
56.00
55.00
Sisir Atas Sisir Tengah Sisir Bawah
Posisi Sisir Pada Tandan

Gambar 5. Grafik Kadar Pati Pati Pisang Merah (Musa acuminata red dacca) berdasarkan Posisi Sisir
pada Tandan

Gambar 5 menunjukkan bahwa kadar pati pada pati pisang merah dengan berbagai macam
posisi sisir pada tandan berkisar antara 60,59%-65,43%. Kadar pati tertinggi yaitu pada posisi sisir
bagian tengah sebesar 65,43%, sedangkan kadar pati terendah pada posisi sisir bagian bawah yaitu
60,59%. Berdasarkan hasil ANOVA 5% menunjukkan bahwa posisi sisir pada tandan berpengaruh
nyata terhadap kadar pati pisang merah. Hal ini diduga karena buah pisang yang digunakan memiliki
tingkat kematangan yang tidak sama. Hasil yang diperoleh sesuai dengan hasil penelitian Harefa dan
Pato (2017), bahwa tingkat kematangan pada buah pisang mempengaruhi kadar pati pada tepung
6
pisang kepok. Tepung pisang kepok yang masih berwarna hijau memiliki kadar pati yang rendah yaitu
51,05%, sedangkan kadar pati pisang kepok yang sudah berwarna hijau tua (matang) 53,12%.

Kadar Amilosa dan Amilopektin


Pengukuran kadar amilosa diawali dengan penentuan kurva standar amilosa untuk mendapatkan
persamaan regresi linear yang selanjutnya digunakan dalam penentuan kadar amilosa pada sampel.
Grafik kurva standar dapat dilihat pada Gambar 6.
0.50
0.40
0.30
Abs

0.20 y = 0.0078x + 0.0457


0.10 R² = 0.9255
0.00
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi

Gambar 6. Grafik Kurva Standar Amilosa

Gambar 6 menunjukkan bahwa persamaan regresi yang didapat adalah y = 0,007x+0,045


dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0,996. Nilai koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan
antara dua variabel. Kuat dan lemahnya hubungan antara dua variabel tersebut, diukur pada skala
imterval 0-1. Jika nilai koefisien korelasi mendekati angka 1, maka kedua variabel memiliki hubungan
sangat kuat. Hasil pengukuran kadar amilosa dapat dilihat pada Gambar 7 dan kadar amilopektin pada
Gambar 7.

54.00 52,06a
Kadar Amilosa (%)

52.00
50.00 47,55a
48.00
46.00
43,71a
44.00
42.00
40.00
38.00
Sisir Atas Sisir Tengah Sisir Bawah
Posisi Sisir Pada Tandan

Gambar 7. Kadar Amilosa Pati Pisang Merah (Musa acuminata red dacca) berdasarkan Posisi Sisir
pada Tandan

Gambar 7 menunjukkan bahwa, kadar amilosa pati pisang merah berdasarkan posisi sisir pada
tandan berkisar antara 43,71-52,06%. Kadar amilosa tertinggi pada pati pisang merah sisir bagian
tengah yaitu sebesar 52,06%, sedangkan kadar amilosa terendah pati pisang merah sisir bagian atas
yaitu 43,71%. Berdasarkan hasil uji ANOVA 5% menunjukkan bahwa posisi sisir pada tandan
berpengaruh tidak nyata terhadap kadar amilosa pati pisang merah. Kadar amilosa pati pisang cukup
tinggi jika dibandingkan dengan pati pisang lainnya. Hasil penelitian Wiriani (2016), kadar amilosa
pada pati pisang lebih rendah dibandingkan dengan pati kentang. Pati kentang memiliki kadar amilosa
34,85%, sedangkan kadar amilosa pati pisang hanya 28,79%.

7
Kadar Amilopektin (%)
25.00 21,52a
20.00
13,37a 13,04a
15.00
10.00
5.00
0.00
Sisir Atas Sisir Tengah Sisir Bawah
Posisi Sisir Pada Tandan

Gambar 8. Kadar Amilopektin Pati Pisang Merah (Musa acuminata red dacca) berdasarkan Posisi
Sisir pada Tandan

Gambar 8 menunjukkan bahwa kadar amilopektin pati pisang merah berdasarkan posisi sisir
pada tandan berkisar antara 13,04-21,52%. Pati pisang merah yang memiliki kadar amilopektin
tertinggi adalah pati pisang merah sisir bagian atas sebesar 21,52, sedangkan pati pisang merah yang
memiliki kadar pati terendah sisir bagian bawah yaitu 13,04%.. Berdasarkan hasil ANOVA 5%
menunjukkan bahwa posisi sisir pada tandan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar amilopektin pati
pisang merah

Indeks Kelarutan dalam Air


Indeks kelarutan dalam air pati pisang merah dapat dilihat pada Gambar 9
Indeks Kelarutan (%)

80.00 68,00a
56,00a 56,00a
60.00

40.00

20.00

0.00
Sisir Atas Sisir Tengah Sisir Bawah
Posisi Sisir Pada Tandan
Gambar 9. Grafik Indeks Kelarutan dalam Air Pati Pisang Merah (Musa acuminata red dacca)

Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa hasil dari indeks kelarutan dalam air pati pisang merah
berkisar antara 56,00-68%. Pati pisang merah posisi sisir bagian atas dan tengah memiliki indeks
kelarutan dalam air yang sama yaitu 56%, sedangkan indeks kelarutan dalam air pati pisang merah
bagian bawah adalah 68%. Berdasarkan hasil ANOVA 5% menunjukkan bahwa posisi sisir pada
tandan berpengaruh tidak nyata terhadap indeks kelarutan dalam air pati pisang merah. Indeks
kelautan dalam air pati pisang merah lebih tinggi dibandingkan dengan indeks kelarutan pati pisang
alami. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wiriani dkk. (2016), pati kentang dan pisang yang
dimodifikasi memiliki nilai kelarutan dalam air dingin yang rendah dari pati kentang dan pisang alami.
Nilai kelarutan dalam air pada pati pisang alami 14,57%, sedangkan pati pisang termodifikasi HMT
(Heat Moisture Treatment) memiliki nilai kelarutan 8,13%.

Daya Kembang (Swelling Power)


Daya kembang menunjukan kemampuan pati untuk mengembang dalam air. Semakin tinggi
daya kembang pati, maka semakin tinggi kemampuan pati mengembang dalam air (Suriani, 2008).
Daya kembang pati pisang merah dapat dilihat pada Gambar 10.

8
74,23a
75.00

Swelling Power (%)


70.00 67,77a 66,83a

65.00

60.00
Sisir Atas Sisir Tengah Sisir Bawah
Posisi Sisir Pada Tandan

Gambar 10. Grafik Daya Kembang (Swelling Power) Pati Pisang Merah (Musa acuminata red dacca)

Gambar 10 menunjukkan bahwa hasil dari analisis daya kembang pati pisang merah berbeda-
beda berdasarkan posisi sisir pada tandan. Daya kembang pati pisang merah berkisar antara 74,23%-
66,83%. Daya kembang pati pisang merah tertinggi adalah posisi sisir bagian atas yaitu 74,23%,
sedangkan daya kembang pati pisang merah terendah adalah posisi sisir bagian bawah yaitu 66,83%.
Berdasarkan hasil ANOVA 5% menunjukkan bahwa posisi sisir pada tandan berpengaruh tidak nyata
terhadap daya kembang pati pisang merah. Daya kembang pati pisang merah berpengaruh tidak
nyata diduga karena ukuran granula pati pisang merah dari berbagai posisi sisir pada tandan
memiliki ukuran yang tidak sama.

Warna
Warna merupakan salah satu komponen yang dapat menentukan mutu dari suatu bahan ataupun
produk pangan, hal ini dikarenakan warna berkaitan erat dengan karakteristik fisik lainnya, sifat kimia,
dan indikator sensorik dari suatu bahan pangan (Mendoza dkk., 2006). Warna pati pisang merah pada
penelitian ini diukur dengan menggunakan aplikasi Adobe Photoshop CS4. Faktor yang diperhatikan
adalah R (Red), G (Green), dan B (Blue) dengan nilai 250 pada ketiga faktor tersebut menunjukkan
warna putih cerah, sedangkan nilai 0 menunjukkan warna hitam gelap. Hasil analisis warna dapat
dilihat pada Gambar 11.
198,32a 196,20a
200.00 195,08a 193,92a
195.00 190,40a a
189,32
190.00
185.00 176,64a
Warna

173,44a R
180.00 178,00a
175.00 G
170.00 B
165.00
160.00
Sisir Atas Sisir Tengah Sisir Bawah
Posisi Sisir Pada Tandan

Gambar 11 . Warna Pati Pisang Merah (Musa acuminata red dacca) berdasarkan Posisi Sisir pada
Tandan

Gambar 11 menunjukkan bahwa hasil analisis profil warna R (Red), G (Green), dan B (Blue)
yang memiliki kualitas warna paling tinggi yaitu sisir bagian atas R (Red) 198,32 , G (Green) 196,20,
dan B (Blue) 195,08, sedangkan kualitas warna terendah yaitu sisir bagian bawah R (Red) 178,64, G
(Green) 173,44, dan B (Blue) 178, untuk memperjelas dapat dilihat pada Gambar 12. Kualitas warna
pati pisang merah secara visual tampak sangat berbeda, hal ini diduga pati pisang merah yang
dihasilkan masih tercampur oleh getah yang ada pada pisang. Menurut Harefa dan Pato (2017), warna
merupakan salah satu tolak ukur ada atau tidak terjadinya penyimpangan pada produk pangan. Tingkat
kematangan buah pisang kepok yang digunakan berpengaruh terhadap warna tepung yang dihasilkan.
Semakin tinggi tingkat kematangan maka semakin kuning kecoklatan warna tepung yang dihasilkan.
Hal ini disebabkan karena semakin matang buah maka akan semakin banyak kandungan gulanya,
9
sehingga terjadi reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino selama proses pengeringan
membentuk melanoidin melalui reaksi Maillard.

Gambar 12. Warna Pati Pisang Merah (Musa acuminata red dacca)

KESIMPULAN

Posisi sisir pisang pada tandan berpengaruh nyata terhadap kadar pati pisang merah
yang dihasilkan. Kadar pati sisir bagian bawah berpengaruh nyata terhadap pati pisang merah
posisi sisir bagian atas dan tengah. Kadar pati pisang merah sisir bagian atas 65,24%, sisir
bagian tengah 65,43%, dan sisir bagian bawah 60,59%. Posisi sisir pisang pada tandan tidak
berpengaruh nyata terhadap karakteristik pati yang lainnya seperti kadar air, rendemen,
granula pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, indeks kelarutan dalam air, daya kembang,
dan warna pati pisang merah yang dihasilkan. Kadar air pati pisang merah sisir bagian atas
11%, sisir bagian tengah 11%, dan sisir bagian bawah 11,30%. Rendemen pati pisang merah
sisir bagian atas 2,40%, sisir bagian tengah 1,78%, dan sisir bagian bawah 2,23%. Ukuran
panjang granula pati pisang merah bagian atas berkisar antara 950-25µm dan lebar 475-25µm,
sisir bagian tengah panjang granula berkisar antara 975-37,5µm dan lebar 300-37,5µm, sisir
bagian bawah panjang granula berkisar antara 875-25µm dan lebar 350-25µm. Kadar amilosa
pati pisang merash sisir bagian atas 43,71%, sisir bagian tengah 52,06%, dan sisir bawah
47,55%. Kadar amilopektin pati pisang merah sisir bagian atas 21,52%, sisir bagian tengah
13,37%, dan sisir bagian bawah 13,04%. Indeks kelarutan dalam air pati pisang merah sisir
bagian atas 56,00%, sisir bagian tengah 56,00%, dan sisir bagian bawah 68,00%. Daya
kembang pati pisang merah sisir bagian atas 74,23%, sisir bagian tengah 67,77%, dan bagian
bawah 66,83%. Warna pati pisang merah berdasakan posisi sisir pada tandan atas kualitas
warna pati semakin baik dibandingkan dengan sisir bagian tengah dan bawah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua karena telah memberi dukungan
finansial dan doa terhadap penelitian ini

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., G. Wijonarko., dan B. Sustriawan. 2016. Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Tepung Jagung
yang Diproses melalui Fermentasi. Jurnal Agritech. 36(2) 160-169.
https://doi.org/10.22146/agritech.12860.

Dinar, L., A. Suyantohadi., dan M. A. F. Fallah. 2012. Pendugaan Kelas Mutu Berdasarkan Analisa
Warna dan Bentuk Biji Pala (Myristica fragrans houtt) Menggunakan Teknologi Pwngolahan
Citra dan Jaringan Saraf Tiruan. Jurnal Keteknikan Pertanian. 26(1) : 53-59.

Harefa, W., dan U. Pato. 2017. Evaluasi Tingkat Kematangan Buah Terhadap Mutu Tepung Pisang
Kepok yang Dihasilkan. Jom FAPERTA. 4(2):1–12.

Jamecho, T., R. K, Astuti., dan A. Y, Pratama. 2017. Bengkulu dalam Angka. F. Aryati dan N.
Pratama, Eds. Perum Percetakan Negara Cabang Bengkulu. Bengkulu.

10
Koswara, S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan. http://tekpan.unimus.ac.id/wp-
content/upload/2013/07/TEKNOLOGI-MODIFIKASI-PATI.

Nursihan, D., Prasinta dan A. Saiful. 2009. Pembuatan Pati Pisang dan Analisis Kandungan Glukosa,
Asam Askorbat, Serta Fungsionalnya Sebagai Makanan Fungsional. Skripsi. Jurusan Teknik
Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang.

Rohmadi, E. 2018. Kajian Pengaruh Posisi Sisir Pisang Pada Tandan Terhadap Karakteristik Tepung
Pisang Merah (Musa acuminate red dacca). Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Rohmah, M. 2012. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung dan Pati Pisang Kapas (Musa comiculata).
Jurnal Teknologi Pertanian. 8(1) : 20-24.

Rosalina, Y., L. Susanti., D. Silsia., dan R. Setiawan. 2018. Karakteristik Tepung Pisang dari Bahan
Baku Pisang Lokal Bengkulu. Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri. 7(3) : 153-
160.

Satuhu, S dan A. Supriyadi. 1990. Pisang, Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar. Penebar
Swadaya. Jakarta. 124 hal.

Sudarmadji, S., B. Haryono., Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta. 138 hal.

Sudarmadji, S., B. Haryono., Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Edisi Keempat. Liberty. Yogyakarta. 160 hal.

Senanayake, S., A. Gunaratne., KKDS. Ranaweera., and A. Bamunuarachchi. 2013. Effect of Heat
Moisture Treatment Conditions on Swelling Power and Water Soluble Index Different
Cultivars of Sweet Potato (Ipomea batatas (L). Lam) Starch. ISRN Agronomy. Hindawi
Publishing Corporation 1-4. https://www.hindawi.com/journals/isrn/2013/502457/

Wiriani, D., H. Rusmarilin., dan E. Yusraini. 2016. Karakterisik Fisikokimia dan Fungsional Pati
Pisang dan Pati Kentang Hasil Heat Moisture Treatment (HMT) dan Pengaruhnya terhadap
Sifat Fisik dan Semnsoris Bihun Instran Pati Kentang. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian.
4(1) : 8-14

11

Anda mungkin juga menyukai