Anda di halaman 1dari 10

Juni, 2013

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

SIFAT TEKSTURAL DAN ANALISIS SENSORIS MI BEBAS GLUTEN DARI


TEPUNG PORANG SEBAGAI EFEK PREGELATINISASI
Bayu Noriandita, Syarifa Ummah, Umi Purwandari*, Iffan Maflahah, Rahmad
Fajar Sidik
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Trunojoyo Madura,

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasi mi bebas gluten dari tepung
porang. Perlakuan terdiri dari proporsi tepung pre-gelatinisasi (tepung kering:akuades)
terdiri 3 level yaitu 1:9, 1:10 dan 1:11; dan proporsi tepung kering (tepung gelatinisasi:
tepung kering) juga menggunakan 3 level yaitu 10:1, 10:1,3; dan 10:1,8. Pengujian
tekstur dilakukan menggunakan Texture Analyzer TAXT Plus Stable Micro System
dengan probe silinder diameter 35 mm (P/35) dan uji organoleptik hedonistik dengan 20
panelis tidak terlatih. Parameter pada uji tekstur adalah hardness, adhesiveness dan
elongasi. Sedangkan parameter uji organoleptik adalah warna, aroma, rasa, tekstur dan
kesukaan secara keseluruhan. Hasil uji sensoris mi yang paling disukai dari segi warna,
aroma, rasa, tekstur dan kesukaan secara keseluruhan adalah mi yang dibuat dengan
perlakuan perbandingan tepung pre-gelatinisasi (berat tepung dan akuades 1:9) dan
perbandingan tepung kering (berat tepung pre-gelatinisasi dan tepung kering 10:1,8). Mi
pada perlakuan ini mempunyai tingkat kekerasan (hardness) 4656 g, tingkat
kelengketan (adhesiveness) -589 g dan elongasi 43,37%.
PENDAHULUAN
Mi sudah menjadi kebutuhan masyarakat secara luas sebagai bahan pengganti
makanan pokok yang paling populer di masyarakat. Selama ini bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan mi adalah tepung terigu yang masih impor (Anam, 2010).
Besarnya konsumsi terigu, khususnya untuk produksi mi, menyebabkan naiknya impor
gandum di Indonesia sebesar 7,1 juta ton pada tahun 2012 naik 12% dibandingkan tahun
sebelumnya (United State Department of Agriculture (USDA)). Sebagai salah satu
upaya mengurangi impor gandum tersebut adalah dengan memberdayakan dan
memanfaatkan komoditi sumber karbohidrat lain yang dapat diproduksi di dalam negeri
seperti singkong, sagu, ubi jalar, dan sebagainya. Upaya ini juga merupakan suatu
bentuk diversifikasi pangan Indonesia.
Penggunaan tepung porang pada pembuatan mi adalah salah satu upaya untuk
mengurangi impor gandum. Porang merupakan tanaman lokal yang kurang
dimanfaatkan. Sedangkan di Jepang dan Cina umbi porang (iles-iles) telah digunakan
sejak 10.000 tahun yang lalu. Umbi porang mempunyai kandungan glukomannan yang
sangat tinggi yang merupakan serat pangan larut air yang bersifat hidrokoloid dan
rendah kalori, sehingga banyak digunakan dalam industri pangan dan non-pangan
844

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2013

(Widjanarko, 2010). Oleh karena itu perlu adanya penelitian untuk mengetahui
formulasi mi bebas gluten dari tepung porang sebagai efek pregelatinisasi.
METODE PENELITIAN
1. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah pisau, oven, blender
dan pengayak. sedangkan peralatan untuk pembuatan mi adalah kompor, panci dan
penggiling.
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah umbi iles-iles
(Amorphopallus oncophyllus). Selanjutnya, umbi akan diolah menjadi tepung sebagai
bahan baku dalam pembuatan mi basah. Bahan-bahan lain pada pembuatan mi adalah
air.
2. Pembuatan Tepung
Pembuatan tepung iles-iles dimulai dengan tahap pengirisan. Umbi iles-iles
diiris dengan ketebalan 0,5-0,7 cm. Irisan umbi iles-iles yang telah didapatkan
selanjutnya direndam dalam larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5). Selanjutnya
dilakukan proses pengeringan selama 7-8 jam dengan suhu 500 C. Hasil pengeringan
tersebut kemudian digiling. Setelah proses penggilingan dilakukan pengayakan dengan
ukuran 60 mesh.
3. Pembuatan Mi
Proses pembuatan mi basah terdiri dari proses pencampuran, pembentukan
lembaran, pemotongan mi, serta pengukusan. Proses pembuatan mi dapat dilihat pada
Gambar 1.
air

Tepung porang

Pregelatinisasi

Tepung porang
kering

Pencanpuran
adonan

Pembentukan
lembaran

Pemotongan

Pengukusan

Mi basah

Gambar 1. Proses pembuatan mi


845

Juni, 2013

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Desain Penelitian
Rancangan penelitian dibuat dengan 2 faktor 3 level berdasarkan metode
penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor penelitian adalah proporsi tepung
pregelatinisasi (A) dan tepung kering (B). Proporsi tepung pregelatinisasi terdiri 3 level
(tepung kering:air) yaitu 1:9, 1:10 dan 1:11. Proporsi tepung kering juga menggunakan
3 level (tepung gelatinisasi: tepung kering) yaitu 1:0,1; 1:0,13; dan 1:0,18.
Tabel 1. Kombinasi perlakuan
Proporsi tepung gelatinisasi dan tepung kering
Proporsi tepung porang dan
B11:0,1
B21:0,13
B31:0,18
air
A 11:9
A21:10
A31:11

9(0,1)
10(0,1)
11(0,1)

9(0,13)
10(0,13)
11(0,13)

9(0,18)
10(0,18)
11(0,18)

Pengujian
Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini, adalah uji sensoris dan uji tekstur.
1. Pengujian sensoris (organoleptik)
Analisis dalam pengujian sensoris ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan
konsumen terhadap produk mi dari tepung porang. Dalam pengujian ini
menggunakan panelis tidak terlatih sebanyak 20 orang. Setiap panelis diminta untuk
mengisi quisioner yang sudah disediakan dan pemberikan penilaian terhadap mi
yang paling disukai berdasarkan atribut mutu yang meliputi warna, rasa, aroma,
tekstur dan kesukaan secara keseluruhan. Panelis akan menberikan penilaian dengan
skor 1 (sangat amat tidak suka) sampai skor 9 (sangat amat suka).
2. Pengujian Tekstur
Pengujian tekstur dengan cara menggunakan TPA (Texture Profile Analysis).
Parameter pada uji tekstur adalah hardness (tingkat kekerasan), adhesiveness
(kelengketan) dan elongasi. Dengan menggunakan kecepatan 2,0 mm/detik dengan
regangan 75% dan silinder 35 mm (Choy et al., 2010).
Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan SPSS 16.0 dan dianalisa dengan uji ANOVA
(Analysis of Variance) untuk mengetahui perbedaan dengan menggunakan prosedur
General Linier Model atau sering disebut dengan pengujian yang membandingkan ratarata lebih dari dua variabel.

846

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Organoleptik
Uji sensoris atau yang dikenal dengan uji organoleptik merupakan pengujian
yang menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma dan
flavor produk pangan dengan menggunakan indera penglihat, pencecap, pembau, peraba
dan pendengar. Penilaian konsumen terhadap mutu pangan diawali dengan penilaian
terhadap penampakan, tekstur, dan flavor. Uji sensoris dengan menggunakan panelis
sering digunakan untuk menguji mutu sensoris produk pangan sebagai perwakilan dari
penerimaan konsumen terhadap suatu produk (Ayatullah, 2009).
a. Warna
Warna adalah karakter visual pertama yang dapat dinilai dengan mata. Apabila suatu
produk makanan memiliki warna yang kurang menarik, maka orang akan
mempertimbangkan untuk mengkonsumsinya meskipun produk tersebut memiliki
rasa, tekstur dan aroma yang baik. Untuk mengetahui penilaian terhadap warna mi
dengan berbagai macam perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Rata-rata kesukaan terhadap warna
Perlakuan
Rata-rata
9(0,1)

3,95 a

11(0,1)

4,5 ab

10(0,1)

4,95 ab

10(0,18)

4,95 ab

10(0,13)

5,05 ab

9(0,13)

5,55 b

11(0,13)

5,55 b

11(0,18)

5,7 b

9(0,18)

6,4 b

Berdasarkan Tabel 3.1. didapatkan nilai tertinggi (6,4) pada perlakuan 9(0,18). Akan
tetapi perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain yaitu pada
perlakuan 11(0,18), 11(0,13), 9(0,13). Sedangkan nilai terendah (3,95) pada
perlakuan 9(0,1). Perbedaan perlakuan pada penggunaan tepung porang dan air pada
pembuatan mi tepung porang mempengaruhi tingkat kesukaan panelis dan
menghasilkan warna yang berbeda. Panelis kurang menyukai warna yang agak gelap
karena kesannya cenderung seperti gosong. Begitu juga sebaliknya, panelis juga
kurang menyukai warna yang kurang terang sehingga cenderung seperti kurang
matang.
847

Juni, 2013

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

b. Aroma
Aroma merupakan sensasi bau yang ditimbulkan oleh rangsangan yang tercium oleh
syaraf-syaraf indera penciuman. Untuk mengetahui penilaian terhadap aroma mi
dengan berbagai macam perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Rata-rata kesukaan terhadap aroma
Perlakuan

Rata-rata

11(0,1)

4,9 a

10(0,1)

4,95 a

9(0,1)

5,45 a

10(0,13)

5,5 a

10(0,18)

5,5 a

11(0,13)

5,55 a

9(0,18)

5,6 a

9(0,13)

5,9 a

11(0,18)

5,9 a

Berdasarkan Tabel 3.2 didapatkan nilai tertinggi (5,9) pada perlakuan 11(0,18).
Akan tetapi perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan yang lain.
Hal ini disebabkan karena bahan yang digunakan dalam pembuatan mi ini adalah
murni tepung porang, sehingga dengan adanya penambahan air atau tepung porang
tidak akan mempengaruhi aroma khas dari tepung porang itu sendiri. Namun panelis
memberikan penilaian yang bervariasi, semakin besar penggunaan proporsi tepung
porang maka akan meningkatkan penilaian panelis terhadap kesukaan aroma.
c. Rasa
Rasa didefinisikan sebagai rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan yang dimakan,
terutama yang dirasakan oleh indera pengecap. Untuk mengetahui penilaian
terhadap rasa mi dengan berbagai macam perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Rata-rata kesukaan terhadap rasa
Perlakuan
Rata-rata
11(0,1)
4,9 a
9(0,1)
4,95 a
10(0,13)
5a
10(0,1)
5,1 a
9(0,13)
5,25 a
10(0,18)
5,4 a
11(0,13)
5,45 a
11(0,18)
5,75 a
848

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Perlakuan
9(0,18)

Juni, 2013

Rata-rata
6a

Berdasarkan Tabel 3.3 didapatkan nilai tertinggi (6) pada perlakuan 9(0,18). Akan
tetapi perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan yang lain. Sama
halnya dengan penilaian kesukaan terhadap aroma, penggunaan proporsi air dan
tepung porang yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap penilaian rasa.
Penilaian tertinggi yaitu pada penambahan tepung paling banyak dengan air yang
paling sedikit, meskipun nilai ini tidak berbeda secara statistik. Kemungkinan tidak
adanya pengaruh pada rasa adalah karena rasa mi tepung porang yang cederung
tawar, sehingga tidak ada perubahan yang bisa dideteksi oleh panelis.
d. Tekstur di mulut
Tekstur di mulut merupakan penilaian organoleptik yang dapat diterima oleh indera
pengecap. Untuk mengetahui penilaian terhadap tekstur mi dengan berbagai macam
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Rata-rata kesukaan terhadap tekstur di mulut
Perlakuan

Rata-rata

10(0,1)

3,9 a

11(0,1)

4,4 ab

10(0,13)

4,55 ab

9(0,1)

5,15 ab

10(0,18)

5,2 ab

9(0,13)

5,3 ab

11(0,13)

5,7 b

11(0,18)

5,9 b

9(0,18)

5,95 b

Nilai tertinggi yang didapatkan dari Tabel 3.4 adalah (5,95) pada perlakuan 9(0,18).
Akan tetapi perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain yaitu pada
perlakuan 11(0,18), 11(0,13). Sedangkan nilai terendah (3,9) pada perlakuan
10(0,1). Jadi penggunaan tepung gelatinisasi yang sedikit dengan tepung kering
yang semakin banyak lebih disukai oleh panelis. Penggunaan tepung kering yang
sedikit cenderung memberikan penilaian yang tidak disukai karena tekstur dimulut
yang dirasakan oleh panelis terasa lembek.
e. Kesukaan Keseluruhan
Kesukaan keseluruhan yaitu nilai yang diberikan dari panelis terhadap sampel mie
yang diuji berdasarkan seluruh parameter mutu yang ada sebelumnya, seperti warna,
849

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2013

aroma, rasa dan tekstur di mulut. Untuk mengetahui penilaian terhadap keseluruhan
mi dengan berbagai macam perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Rata-rata kesukaan terhadap keseluruhan
Perlakuan
Rata-rata
11(0,1)

5a

10(0,1)

5,05 ab

10(0,13)

5,05 ab

9(0,1)

5,2 ab

11(0,13)

5,6 ab

9(0,13)

5,9 ab

10(0,18)

6 ab

11(0,18)

6,2 ab

9(0,18)

6,65 b

Nilai tertinggi berdasarkan Tabel 3.5 adalah (6,65) pada perlakuan 9(0,18).
Sedangkan nilai terendah (5) pada perlakuan 9(0,1). Dengan demikian, semakin
tinggi kadar tepung porang dalam mi, maka semakin disukai. Hal itu karena
beberapa atribut sensoris dipengaruhi oleh kadar tepung, yaitu warna, rasa, dan
tekstur di mulut.
f. Sifat Tekstural
1) Kekerasan
Kekerasan (hardness) adalah gaya yang berupa tekanan atau tegangan yang
diperlukan untuk merubah bentuk fisik bahan (Diniyati, 2012). Hasil rerata
hardness dapat dilihat pada tabel 3.6.
Tabel 3.6. Rerata hardness
Perlakuan
Hardness (gf)
3094a
10(0,1)
3284ab
11(0,1)
3937b
9(0,13)
4632bc
9(0,1)
4656bc
9(0,18)
4683bc
11(0,18)
4810bc
10(0,18)
5042c
10(0,13)
5204c
11(0,13)
850

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2013

Tingkat kekerasan terendah pada mi porang adalah pada perlakuan 10(0,1) yaitu
3094 gf. Sedangkan mi dengan kandungan 100 % tepung terigu memiliki tingkat
kekerasan sebesar 1061,64 gf. Jadi mi porang mempunyai tingkat kekerasan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan mi dari tepung terigu. Hal ini dapat disebabkan
karena tepung terigu yang mempunyai kandungan protein lebih banyak yaitu
sebanyak 8-13,25 % dibandingkan dengan tepung porang yang hanya mempunyai
kandungan protein sebesar 6,8 %. Sedangkan salah satu faktor yang
mempengaruhi kekerasan dan daya tarik mi adalah kadar protein. Protein
memiliki hubungan positif dengan kekerasan atau kekuatan pemotongan mi ketika
dimasak (Chung et.al, 2012). Pengurangan gluten dalam pembuatan mi dapat
memperlambat pembentukan matriks gluten yang kuat, sehingga mengakibatkan
penurunan sifat tekstur.
Pati yang telah mengalami gelatinisasi akan mengalami retrogradasi. Retrogradasi
pati adalah salah satu hal yang mempengaruhi kekerasan pada mi. Menurut
Merdiyanti (2008) retrogradasi merupakan proses terbentuknya ikatan antara
amilosa-amilosa yang telah terdispersi kedalam air. Semakin banyak amilosa yang
terdispersi, maka proses retogradasi pati semakin menurun.
2) Kelengketan
Kelengketan (adhesiveness) menunjukkan kecenderungan suatu bahan untuk
menempel pada bahan lain. Nilai kelengketan ini bernilai negatif karena berada di
bawah absis (Riandi, 2007).
Tabel 3.7. Rerata adhesiveness
Perlakuan
11(0,1)
10(0,1)
11(0,18)
10(0,13)
9(0,18)
11(0,13)
10(0,18)
9(0,13)
9(0,1)

Adhesiveness (gf)
-920a
-816ab
-715ab
-597ab
-589b
-583b
-575b
-539b
-406b

Tingkat kelengketan terendah pada mi porang adalah pada perlakuan 9(0,1) yaitu
sebesar -406 gf. Sedangkan mi dengan bahan dasar tepung terigu memiliki tingkat
kelengketan sebesar -423,16 gf. Mi porang memiliki sifat lebih lengket karena
dipengaruhi oleh tingginya sifat bio-adhesive yang dimiliki tepung (Zhang, 2005).
Tabel 3.7. menunjukkan bahwa jumlah penambahan air juga berpengaruh
terhadap tingkat kelengketan pada mi. Hal ini sesuai dengan pendapat Astawan
(2002) yang menyatakan bahwa pati akan mengembang dengan adanya air. Makin
851

Juni, 2013

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

banyak air yang diserap, mi menjadi tidak mudah patah. Jumlah air yang optimum
dapat membentuk mi yang baik. Namun, dengan jumlah air yang lebih banyak mi
akan lengket.
3) Elongasi
Elongasi menunjukkan perubahan panjang mi maksimum saat memperoleh gaya
tarik sampai mi putus. Nilai elongasi menunjukkan kemampuan mi untuk
memanjang. Nilai elongasi mi dinyatakan dalam satuan persen (%). Pada
penelitian Ulfah (2009) nilai elongasi pada mi yang terbuat dari tepung terigu
adalah sebesar 164,80 %. Sedangkan nilai elongasi pada mi porang adalah 43,37
%. Hal ini disebabkan karena kandungan protein yang ada pada tepung porang
lebih rendah dibandingkan dengan kandungan protein yang ada pada tepung
terigu. Sehingga mengakibatkan berkurangnya gluten yang terbentuk. Selain itu
pembuatan mi pada umumnya adalah dengan penambahan telur, jadi protein mi
akan lebih tinggi sehingga akan membentuk gel yang elastis dan menyebabkan
elongasi mi lebih panjang.
KESIMPULAN
Hasil uji sensoris mi yang paling disukai dari segi warna, aroma, rasa, tekstur
dan kesukaan secara keseluruhan adalah mi yang dibuat dengan perlakuan perbandingan
tepung pregelatinisasi (berat tepung dan aquades 1:9) dan perbandingan tepung kering
(berat tepung pregelatinisasi dan tepung kering 1:0,18). Mi pada perlakuan ini
mempunyai tingkat kekerasan (hardness) 4,656 kg, tingkat kelengketan (adhesivennes)
-0,589 kg dan elongasi 43,37%.
DAFTAR PUSTAKA
Anam C. & Handajani S. 2010. Mi Kering Waluh (Cucurbita moschata) Dengan
Antioksidan dan Pewarna Alami. Caraka Tani. XXV, No.1:73-78.
Choy,

Ai-ling., J.G.Hughes., D.M.Small. 2010. The Effects Of Microbial


Transglutaminase, Sodium Stearoyl Lactylate and Water On The Quality Of
Instant Fried Noodles. Journal Of Food Chemistry 122:957-964.

Diniyati B. 2012. Kadar Betakaroten, Protein, Tingkat Kekerasan, dan Mutu


Organoleptik Mie Instan dengan Subtitusi Tepung Ubi Jalar Merah (Ipomoea
batatas) dan Kacang Hijau (Vigna radiata). Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Diponegoro. Semarang.
Merdiyanti A. 2008. Paket Teknologi Pembuatan Mi Kering dengan Memanfaatkan
Bahan Baku Tepung Jagung. (Skripsi). Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Riandi N. A. 2007. Pengaruh Penambahan Ekstrak Temu Kunci (Boesenbergia
pandurata(roxb.) Schlect.) dan Garam Dapur (NaCl) Terhadap Mutu Simpan
852

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2013

Mi Basah Matang. Fakultas Teknologi Pertanian, INSTITUT Pertanian


Bogor. Bogor.
Ulfah M. 2009. Pemanfaatan Iota Karaginan (Eucheuma spinosum) dan Kappa
Karaginan (Kappaphycus alvarezii) sebagai Sumber Serat untuk
Meningkatkan Kekenyalan Mie Kering. Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Zhang Y., Xie B., & Gan X. 2005. Advance in the Applications of Konjac
Glucomannan and its Derivatives. Carbohydrate Polymers. 60:2731.

853

Anda mungkin juga menyukai