Anda di halaman 1dari 20

RUMPUN REKAYASA PENGOLAHAN PANGAN

LAPORAN
PENELITIAN INTERNAL

Pengaruh Perbedaan Suhu Pengeringan Dan Konsentrasi Ekstrak Daun Suji (Pleomele
angustifolia N.E.Br.) Terhadap Karakteristik Fisikokimia Mie Kering Suji Dari Tepung
Komposit

TIM PENELITI:
Dr. Victoria Kristina Ananingsih, ST. MSc.
Dr. A. Rika Pratiwi. MSi

Fakultas Teknologi Pertanian


Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
2018
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN FAKULTAS
Judul Penelitian : Pengaruh Perbedaan Suhu Pengeringan Dan
Konsentrasi Ekstrak Daun Suji (Pleomele angustifolia
N.E.Br.) Terhadap Karakteristik Fisikokimia Mie
Kering Suji Dari Tepung Komposit
Rumpun Penelitian : Rekayasa Proses Pengolahan Pangan
Ketua Peneliti:
a. Nama Lengkap : Dr. Victoria Kristina Ananingsih, ST. MSc.
b. NPP : 058.1.2000.239
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Program Studi : Teknologi Pangan
e. Nomor HP : 087731812997
f. Alamat surel (e-mail) : kristina@unika.ac.id

Anggota Peneliti 1 : Dr. A. Rika Pratiwi. MSi


Asisten Peneliti : Ayuna Diska Larasati (NIM. 14.I1.0181)
Lama Penelitian Keseluruhan : 5 (lima) bulan
Biaya Penelitian Keseluruhan : Rp. 2.000.000,-

Semarang,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Ketua Peneliti,

(Dr. R. Probo Y. Nugrahedi, STP. MSc.) (Dr. V. Kristina Ananingsih, ST. MSc)
NPP. 058.1.2001.244 NPP. 058.1.2000.239

Menyetujui,
Kepala LPPM Unika Soegijapranata,

(Dr. Bertha Bekti Retnawati, SE. MSi.)


NPP. 058.1.1998.219
ABSTRAK

Mi kering merupakan salah satu jenis bahan pangan yang disukai di Indonesia, biasanya mi
kering dibuat dari tepung terigu. Tingginya jumlah konsumsi mi dapat meningkatkan impor
gandum sebagai bahan baku pembuatan terigu. Pemecahan dari masalah tersebut adalah dapat
digunakan tepung komposit yang terbuat dari bahan pangan lokal yaitu campuran tepung beras
putih, tepung maizena, dan tepung mocaf sebagai sumber karbohidrat. Untuk peningkatan gizi
pada mi kering dan juga meningkatkan minat dan ketertarikan konsumen terhadap mi kering
maka dapat digunakan pewarna alami dari daun suji (Pleomele angustifolia) yang mengandung
klorofil sebagai antioksidan. Permasalahan dari penggunaan daun suji adalah klorofil sebagai
sumber warna hijau dan antioksidan sangat sensitif terhadap panas sedangkan pada proses
pembuatan mi kering terjadi proses pengeringan dengan oven. Penggunaan ekstrak daun suji
pada penelitian ini adalah 0%, 50%, dan 100%. Sedangkan suhu pengeringan mi yang
digunakan adalah 50º, 60º, dan 70ºC. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh perbedaan suhu pengeringan dan perbedaan konsentrasi pewarna alami ekstrak daun
suji yang digunakan terhadap perubahan karakteristik fisikokimia selama proses pembuatan
mi. Pengujian yang dilakukan meliputi karaktersistik fisik (cooking loss, tensile strength,
warna), dan karakteristik kimia (kadar air, pH, total klorofil). Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui bahwa perbedaan suhu pengeringan dan konsentrasi ekstrak suji berpengaruh
terhadap warna, cooking loss, tensile strength, total klorofil, pH dan kadar air. Mi kering suji
100% yang dikeringkan pada suhu 50ºC memiliki kadar air tertinggi 9,40%; total klorofil 3,33;
cooking loss terendah yaitu 4,31%; dan tensile strength tertinggi yaitu 0,54 N/mm2; warna mi
hijau gelap.

Kata kunci : mie kering, tepung komposit, suhu pengeringan, konsentrasi ekstrak
daun suji
1. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Mi kering merupakan salah satu bahan pangan olahan yang banyak digunakan di Indonesia.
Produk olahan pangan berupa mi kering merupakan salah satu jenis produk mi yang mampu
bersaing dipasar. Mi kering merupakan mi yang diolah dengan prinsip pencampuran,
pengukusan, pencetakan, dan proses yang terpenting adalah pengeringan mi hingga kadar
airnya mencapai 8 – 10% (Mulyadi et al., 2014). Pengeringan mi dapat dilakukan
menggunakan oven pada suhu ±50ºC sehingga memiliki umur simpan yang lebih lama
dibanding dengan jenis mi lainnya namun hal tersebut juga tergantung pada kadar airnya
(Widyaningtyas & Susanto, 2015).

Sebagai upaya membuat pengembangan produk dan meningkatkan ketahanan pangan di


Indonesia, dapat digunakan alternatif tepung selain tepung terigu untuk membuat mi agar
kebutuhan konsumsi mi di Indonesia tetap dapat terpenuhi. Salah satunya dapat digunakan
tepung komposit yang terbuat dari campuran beberapa jenis bahan baku seperti umbi – umbian,
kacang – kacangan, dan serealia atau tanpa penggunaan penggunaan tepung terigu dan gandum
sebagai bahan baku pembuatannya (Dwi Astuti et al., 2014). Seiring perkembangan jaman
banyak dijual mi kering dengan berbagai varian warna dari pewarna alami untuk meningkatkan
ketertarikan konsumen dan meningkatkan gizi. Penambahan daun suji (Pleomele angustifolia)
merupakan salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai pewarna hijau alami. Daun suji
segar mengandung klorofil yang dapat diekstrak dan memiliki daya hipokolesterolemik secara
in vivo. Kedua hal tersebut dapat menekan terjadinya aterosklerosis (Jokopriyambodo &
Rohman, 2014). Senyawa klorofil yang terdapat pada daun suji memberikan warna hijau pada
makanan namun mudah rusak oleh pengaruh panas. Klorofil ini dapat mengalami proses
degradasi menjadi berwarna hijau muda hingga hijau kecoklatan akibat adanya pemanasan dan
dengan adanya oksigen (Comunian et al., 2011).

Pada proses pengolahan mi kering ini terdapat proses pemanasan, yaitu proses pengeringan.
Diduga suhu pengeringan pada pembuatan mi berpengaruh terhadap kualitas mi yang
dihasilkan. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka kadar air mi akan lebih rendah dan dapat
menghindari resiko kontaminasi bakteri atau jamur sehingga umur simpan produk lebih lama
(Rohmat et al., 2014). Namun apabila suhu pengeringan terlalu tinggi maka struktur ikatan pati
dengan komponen warna dan klorofil pada daun suji akan menjadi rusak. Selain itu diduga pula
dengan perbedaan konsentrasi ekstrak daun suji yang ditambahkan dapat mempengaruhi sifat
fisik dan kimia mi kering yang dihasilkan. Penambahan ekstrak daun suji yang meningkat dapat
menghasilkan intensitas warna yang lebih baik pada mi, dan memiliki efek yang baik baik bagi
kesehatan (Jokopriyambodo & Rohman, 2014). Pada penelitian ini diharapkan dapat diketahui
konsentrasi ekstrak daun suji dan suhu pengeringan yang optimal untuk memperoleh
karakteristik fisikokimia mi kering yang terbaik.

1.2.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu pengeringan dan
perbedaan konsentrasi pewarna alami ekstrak suji terhadap karakteristik fisikokimia mi kering.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Mi Kering
Mi adalah jenis makanan yang popular di berbagai daerah di Asia. Mi umunya terbuat dari
tepung gandum, air, garam dan atau garam alkali seperti sodium karbonat. Secara umum,
tahapan-tahapan dalam pembuatan mie kering antara lain pencampuran dan pengadukan,
pembuatan lembaran, pemotongan, pengukusan, pengeringan dan pendinginan (Nugrahawati,
2011). Mie kering ini memiliki umur simpan yang panjang sekitar 6-12 bulan dan mampu
mempertahankan intensitas warna yang baik ketika disimpan. Mie kering yang disukai
konsumen adalah yang mempunyai ciri – ciri jalinan antar mie bagus dan tidak lengket satu
sama lainnya dan rasa (kekenyalannya) tidak terlalu kenyal atau sedikit lunak namun tidak
lembek.

Mie kering diolah dengan metode pengeringan dengan cara dijemur atau menggunakan oven
pada suhu ± 50ºC dan mempunyai daya simpan yang lebih lama tergantung dari kadar airnya
(Widyaningtyas & Susanto, 2015). Kelembaban ruang pengeringan (70-75%) yang selalu
terjaga selama ± 5 jam dapat menghasilkan kadar air mie kering sekitar 8-10% (Mulyadi et al.,
2014). Ciri – ciri mie kering yang memiliki kualitas yang baik adalah penampakan cerah,
permukaan lembut, tidak ditumbuhi mikroba dan tidak hancur dan pecah selama pemasakan
(Engelen et al., 2015). Berdasarkan warna mi, ada 2 jenis mi yaitu mi putih yang diberi
tambahan garam, dan juga mi kuning yang diberi tambahan garam alkali. Mi yang dibuat
dengan penambahan garam alkaki biasanya memiliki karakteristik berwarna kuning, memiliki
pH berkisar 9 – 11, teksturnya lebih elastis, dan kuat (James et al., 1996). Syarat mutu mie
kering dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat mutu mie kering menurut SNI 01-2974-1996


No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
Keadaan :
1. Bau -
1. Normal
2. Warna -
3. Rasa -
2. Kadar air % b/b 8 – 10
3. Abu % b/b Maks 3
4. Protein % b/b Min 8
Bahan tambahan makanan:
1. Borax dan asam borat
5. Tidak boleh ada
2. Pewarna
3. Formalin
6. Cemaran logam :
1. Timbal (Pb) mg/kg Maks 1,0
2. Tembaga (Cu) mg/kg Maks 10
3. Seng (Zn) mg/kg Maks 40,0
4. Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,05
7. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 0,5
Cemaran mikroba :
1. Angka lempeng total Koloni/gr Maks 10×106
8.
2. E.coli APM/gr Maks 10
3. Kapang Koloni/gr Maks 10×104

2.2. Pengeringan Mi
Pengeringan dapat diartikan sebagai cara pengawetan. Panas akan dihantarkan pada air dalam
bahan pangan yang hendak dikeringkan dan air akan menguap dan dipindahkan keluar dari
pengeringan (Nuraeni, 2018). Faktor-faktor yang mempercepat proses pengeringan adalah
suhu, kelembaban udara, kadar air bahan awal, dan kadar air yang dikehendaki. Perubahan
suhu didalam pengeringan tergantung pada sifat bahan dan kandungan airnya, suhu pada media
pemanas, waktu pengeringan, serta suhu akhir yang diperoleh dalam pengeringan zat padat
(Rohmat et al., 2014). Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air yaitu dengan
menurunkan kelembaban (RH) udara dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan,
sehingga tekanan uap air bahan akan lebih besar daripada tekanan uap air dari bahan ke udara
(Nuraeni, 2018).

Mie kering diolah dengan metode mengeringkan mie mentah dengan cara dijemur atau dalam
oven pada suhu ± 50ºC dan mempunyai daya simpan yang lebih lama tergantung dari kadar
airnya (Widyaningtyas & Susanto, 2015). Pengeringan mie kering dapat menghasilkan kualitas
yang baik yaitu penampakan cerah, permukaan lembut, tidak ditumbuhi mikroba dan tidak
hancur dan pecah selama pemasakan (Sugiyono et al., 2011). Pengeringan merupakan tahap
terakhir yang dilakukan agar membentuk lapisan tipis protein yang dapat meningkatkan
kestabilan permukaan mie selama dilakukannya perebusan (Liandani & Zubaidah, 2015).

2.3. Tepung Komposit


Tepung komposit adalah tepung yang terbuat dari campuran beberapa jenis bahan baku seperti
umbi – umbian, kacang – kacangan, dan serealia atau tanpa penggunaan penggunaan tepung
terigu dan gandum sebagai bahan baku pembuatannya (Dwi Astuti et al., 2014). Penggunaan
bahan pangan lokal yang dapat diolah menjadi tepung seperti beras dan singkong dapat
digunakan sebagai pengganti tepung terigu. Beras putih merupakan pangan lokal yang sangat
mudah ditemui di Indonesia karena sebagian besar masyarakat mengkonsumsi beras sebagai
bahan pangan pokok. Beras putih dapat diolah menjadi tepung dengan cara digiling dan diayak
hingga halus (Meylani & Hernawan, 2016).

Tepung beras memiliki kandungan protein yang sedikit namun tidak mengandung gluten
sehingga sering digunakan untuk membuat produk yang gluten-free dan aman untuk penderita
penyakit celiac (Kim, 2013). Tepung mocaf (Modified Cassava Flour) merupakan produk
turunan dari tepung singkong yang telah dimodifikasi dengan cara fermentasi bakteri asam
laktat. Tepung mocaf memiliki kandungan pati dan serat pangan yang tinggi, sehingga baik
untuk kesehatan. Penggunaan tepung mocaf memiliki keuntungan apabila digunakan dalam
pembuatan mie yaitu dapat meningkatkan viskositas (daya lekat), kemampuan gelasi, daya
rehidrasi dan solubility (kemampuan melarut) sehingga mie memiliki tekstur yang lebih baik
(Indrianti et al., 2013).

2.4. Klorofil pada Daun Suji


Daun suji (Pleomele angustifolia N.E.Br.) merupakan salah satu tanaman hijau yang banyak
digunakan sebagai pewarna alami. Pada tanaman hijau, sebagian besar klorofil terdiri dari 2
bentuk yaitu klorofil a dan klorofil b. Daun suji yang masih segar memiliki kadar air (wet basis)
sebesar 73,25%; klorofil 3773,9 ppm dimana terbagi dalam klorofil a sebanyak 2524,6 ppm
dan klorofil b sebanyak 1250,3 ppm (Prangdimurti et al., 2006).

Klorofil menunjukkan serapan maksimum di daerah biru pada panjang gelombang 400 –
450nm dan daerah merah pada panjang gelombang 650 – 700 nm dari spectrum tampak. Warna
hijau dari pigmen klorofil disebabkan karena klorofil tidak efektif menyerap cahaya gelombang
hijau sehingga warna komplementer yang dihasilkan merupakan pantulan cahaya (Hartiwi &
Trihandaru, 2009). Pigmen warna hijau klorofil ini bersifat sangat mudah terdegradasi dan
berubah menjadi berwarna hijau muda sampai hijau kecoklatan. Degradasi klorofil dapat
terjadi karena adanya peningkatan suhu, transpirasi, dan reaksi oksidasi non - enzimatis karena
keberadaan oksigen dilingkungan (Hendriyani & Setiari, 2009).
3. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2018 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa
Pangan dan Ilmu Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Unika Soegijapranata Semarang.

3.2.Materi
3.2.1. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung beras komersial, tepung
mocaf, tepung maizena, daun suji, gliseril monostearat (GMS), soda abu, air.

3.2.2. Alat
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, ekstruder dingin,
oven. Sedangkan alat untuk analisa adalah texture analyzer, chromameter, spektrofotometer,
erlenmeyer, cawan porselin, blender, pH meter, labu ukur, erlenmeyer.

3.3.Metode
3.3.1. Pembuatan Ekstrak Daun Suji
Pada pembuatan ekstrak daun suji diperlukan daun suji yang masih segar dan berwarna hijau
tua. Pertama, daun suji dipisahkan dari batangnya kemudian dicuci menggunakan air hingga
bersih dari kotoran. Dipotong bagian pangkal daun suji yang keras, kemudian daun suji
dipotong menjadi beberapa bagian. Setelah itu potongan daun suji dihaluskan menggunakan
blender. Daun suji yang sudah hancur kemudian diperas dan disaring untuk memperoleh
ekstrak daun suji. Ekstrak daun suji yang diperoleh kemudian diukur menggunakan gelas ukur
untuk diencerkan dengan aquades sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak daun suji 50% (75
ml ekstrak suji + 75 ml aquades) dan 100% (150 ml ektrak suji). Setelah diencerkan, ekstrak
daun suji dapat langsung dicampurkan ke dalam adonan mi.
3.4. Diagram Alir Pembuatan Mi

Tepung Tepung Tepung


GMS Soda abu
beras putih mocaf maizena
5g 5g
200 g 200 g 100 g

Ditambahkan air Analisa Fisik:


Pencampuran selama 15 menit 1. Warna
hingga volume 150 ml
2. pH

Adonan mentah mi suji Analisa Kadar Air

Ekstrak daun suji : Pengukusan adonan selama 25 menit

1. 0% dari volume air total


2. 50% dari volume air
total Adonan kukus mi suji Analisa warna & pH
3. 100% dari volume air
total

Pencetakan mi dengan ekstruder

Pengeringan mi selama 2 jam pada suhu :


50ºC 60ºC 70ºC Analisa Fisik:
1. Analisa warna
2. pH

Mi kering suji Analisa Kimia:


1. Kadar air
2. Total klorofil
Perebusan mi selama 10 menit pada suhu 100ºC

Mi kering suji yang direbus

Analisa Kimia: Analisa Fisik:


1. Kadar air 1. Cooking loss
2. Total klorofil 2. Tensile strength
3. pH 3. Analisa warna

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Mi


3.4.1. Pembuatan Mi Kering Suji
Pembuatan adonan dilakukan dengan cara menimbang tepung beras putih sebanyak 200 gram,
tepung mocaf sebanyak 200 gram, tepung maizena sebanyak 100 gram, GMS (Gliserol
monostearat) sebanyak 5 gram, soda abu sebanyak 5 gram. Setelah itu dilakukan pencampuran
dengan ekstak daun suji dengan konsentrasi 0% (150 ml aquades), 50% (75 ml ekstrak murni
+ 75 ml aquades), dan 100% (150 ml ekstrak murni) dimasukkan pada tiap adonan. Adonan
diuleni selama 15 menit. Sampel adonan diambil 40 gr untuk analisa fisikokimia. Setelah itu
adonan mentah dikukus dengan suhu 100ºC selama 20 menit. Sampel adonan matang diambil
60 gr untuk analisa fisikokimia. Setelah dikukus, adonan siap untuk dicetak menggunakan
mesin ekstruder mi dan dikeringkan dengan oven pada suhu 50ºC, 60ºC, dan 70ºC selama 2
jam. Sampel mi kering diambil 60 gr untuk analisa fisikokimia. Sisa sampel mi kering
kemudian direbus untuk dianalisa fisikokimia kembali. Formulasi mi kering dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Formulasi Bahan Pembuatan Mi Kering Suji


Bahan Formula 1 Formula 2 Formula 3
Tepung beras putih (g) 200 200 200
Tepung mocaf (g) 200 200 200
Tepung maizena (g) 100 100 100
GMS (g) 5 5 5
Soda Abu (g) 5 5 5
Ekstrak suji (ml) - 75 150
Air (ml) 150 75 -
Pada Tabel 2., dapat dilihat formulasi adonan mi kering diperoleh dari penelitian sebelumnya
tentang mi instant jagung oleh Fabiana Tara Dewi mahasiswi Fakultas Teknologi Pertanian
Unika Soegijapranata pada tahun 2017.

3.5. Analisa Produk Mi Suji


3.5.1. Analisa Kimia
3.5.1.1.Uji pH (AOAC, 2005)
Analisa pH dilakukan terhadap adonan mentah mi suji, adonan kukus mi suji, mi kering suji,
dan mi kering suji yang direbus menggunakan alat pH meter. pH meter dikalibrasi terlebih
dahulu menggunakan buffer standar pH 7 dan pH 4 sebelum digunakan. Sampel dihaluskan
kemudian ditimbang sebanyak 10 gram dan diencerkan dengan 100 ml aquades. pH dapat
diukur dan ditunggu hingga stabil lalu dicatat hasilnya. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan.

3.5.1.2.Analisa Kadar Air (Sudarmadji et al, 1989)


Analisa kadar air dilakukan terhadap adonan mentah mi suji, mi kering suji dan mi kering suji
yang direbus. Pertama cawan porselen dimasukkan ke dalam oven selama 1 malam. Lalu
dikeluarkan dan segera dimasukkan ke dalam desikator sekitar 15 menit. Cawan porselen
tersebut ditimbang menggunakan timbangan analitik dan dicatat berat kosongnya. Sampel mi
ditimbang sebanyak 5 gram menggunakan gelas arloji pada timbangan analitik menjadi W1.
Serbuk mi yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sudah
ditimbang tadi lalu dimasukkan dalam oven sekitar 16-18 jam. Keesokan harinya, cawan
dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator sekitar 15 menit. Kemudian cawan
segera ditimbang dan berat mi setelah dikeringkan ini kemudian dicatat sebagai W2 ((berat mi
- berat cawan kosong)). Sehingga dapat dihitung berat air dalam sampel mi (W3), dengan
rumus W1-W2. Kadar air pada sampel mi dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝑤𝑒𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠
(berat cawan kosong + berat sampel awal) − (berat cawan + sampel kering)
= x100%
(berat cawan kosong + sampel awal) − (berat cawan kosong)

3.5.1.3.Analisa Kadar Klorofil (Aryanti et al., 2016)


Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kadar klorofil pada sampel mi kering suji dan mi
kering suji yang direbus pada beberapa tingkat konsentrasi ekstrak daun suji yang ditambahkan.
Pertama sampel ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian dihaluskan menggunakan mortar dan
ditambahkan aceton 85% sebanyak 25 ml kemudian disimpan di dalam ruang gelap selama 24
jam. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan residu mi
dengan cairan, padatan yang tertinggal pada kertas saring dicuci menggunakan aceton 85%
hingga volume mencapai 50 ml. Kemudian dibaca menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 660 mn dan 642,5 nm. Kadar klorofil dapat dihitung dengan rumus:
𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 8,0(𝐴663 ) + 20,2(𝐴645 )
Keterangan :
A663 : Absorbansi pada panjang gelombang 663 mn
A645 : Absrorbansi pada panjang gelombang 645 nm
3.5.2. Analisa Fisik
3.5.2.1.Cooking loss (Puwarni et al., 2006)
Analisis dilakukan untuk mengetahui banyaknya prosentase bahan dari mie yang hilang
selama proses perebusan pada mi kering suji yang direbus. Sampel mie sebanyak 10 gram di
rebus dalam 150 ml air selama 7 menit. Air sisa rebusan tersebut kemudian ditempatkan dalam
cawan porselen yang telah diketahui beratnya lalu diuapkan dalam oven selama 10 jam pada
suhu 1100C. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan kemudian
ditimbang. Menurut berat bahan yang hilang selama proses dihitung menggunakan rumus :
Berat residu
𝐶𝑜𝑜𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑙𝑜𝑠𝑠 = 𝑥100%
Berat mie mentah
Keterangan :
Berat residu : (berat cawan + sampel kering) – berat cawan kosong

3.5.2.2.Tensile strength (Kruger et al., 1996)


Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kelentingan atau daya renggang mie kering suji yang
direbus dengan berbagai perlakuan, yang diukur menggunakan alat texture analyzer. Sampel
mie mentah sebanyak 5 gram direbus dalam 50 ml air selama 7 menit dan diambil 1 untai mie
dengan panjang sekitar 15 cm. Mi direntangkan pada probe yang tersedia pada alat texture
analyzer, di setting nilai speed 8,5 mm/s, extention axis mode 7 gf dan limit reach 5 mm.
Pengujian ini dilakukan sebanyak 5 kali ulangan dengan menngunakan tiga sampel.

3.5.2.3.Analisa warna (Mohammadi et al., 2008).


Analisa ini dilakukan untuk mengetahui perubahan warna pada adonan mentah mi suji, adonan
kukus mi suji, mi kering suji, dan mi kering suji yang direbus dengan berbagai tingkat
konsentrasi ekstrak suji dan perbedaan suhu pengeringan. Analisis warna pada mi kering non
terigu dilakukan menggunakan chromameter Konica Minolta CR-400. Sebelum dilakukan
pengukuran intensitas warna sampel, alat chromameter dikalibrasi terlebih dahulu. Pengukuran
ini menggunakan parameter warna dengan metode Hunter L*, a*, b*. Nilai L* menunjukkan
kecerahan yang menyatakan spektrum cerah-gelap dengan rentang nilai 0 (gelap) hingga 100
(putih). Nilai a* menunjukkan spektrum hijau-merah dengan rentang nilai negatif (warna hijau)
hingga positif (warna merah). Nilai b* menunjukkan spektrum warna biru-kuning dengan
rentang nilai negatif (warna biru) hingga positif (warna kuning). Pada masing-masing sampel
dilakukan 3 kali pembacaan skala warna secara acak kemudian diambil nilai rata-ratanya.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Kimia Mi Kering Suji
Nilai pH pada mi kering suji diperoleh hasil yang berbeda nyata antara penambahan
ekstrak suji 0%, 50%, dan 100%, yang berarti bahwa penambahan ekstrak suji berpengaruh
pada nilai pH mi kering suji. Hal tersebut dikarenakan pada pembuatan mi ditambahkan soda
abu dimana soda abu bersifat mengikat air dan sebagai bahan penstabil (Chen, 2003). Pada
ekstrak suji murni atau penambahan air hanya sedikit memiliki pH paling basa, karena soda
abu akan lebih mengikat komponen klorofil yang ada pada ekstrak. Pada ekstrak suji yang
diencerkan memiliki pH rendah karena komponen klorofil mudah larut ke dalam air. pH
klorofil bersifat tidak stabil pada suhu tinggi. Semakin tinggi suhu pengeringan mi yang
digunakan maka pH mi kering akan semakin menurun. Hal tersebut dikarenakan selama
pengeringan terjadi kerusakan klorofil oleh panas karena terjadi denaturasi protein yang
membentuk ikatan kompleks dengan protein sehingga klorofil akan pecah dan asam – asam
organik akan lepas dan menyebabkan pH menurun (Arfandi et al., 2013). Maka perlu
ditambahkan bahan penstabil seperti GMS dan soda abu yang dapat mempertahankan pH basa
dan pembentukan feofitin dapat diminimalkan, karena GMS akan membentuk lapisan tipis
dipermukaan granula adonan untuk melindungi komponen yang ada di dalamnya (Zhang et al.,
2009).

Kadar air pada mi kering suji dipengaruhi oleh suhu pengeringan mi dan konsentrasi
ekstrak suji yang ditambahkan. Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka kadar
air mi kering suji akan semakin rendah, hal tersebut dikarenakan pada proses pengeringan
terjadi penguapan sebagian air pada mi yang dipaparkan energi panas dari oven (Rohmat et al.,
2014). Penambahan ekstrak daun suji juga berpengaruh terhadap kadar air mi kering suji,
dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak suji yang ditambahkan maka kadar air mi kering
akan semakin rendah. Hal tersebut dikarenakan pada ekstrak suji 100% memiliki kandungan
klorofil yang semakin banyak, di dalam klorofil terdapat rangkaian fitol yang apabila bertemu
dengan air dengan bantuan enzim klorofilase membentuk fitol yang memiliki daya afinitas
yang kuat dengan komponen lain pada mi kering (Milenković et al., 2012).

Total klorofil pada mi kering suji yang diberi penambahan ekstrak suji 50% dan 100%
diperoleh total klorofil yang semakin meningkat dengan semakin banyaknya ekstrak suji yang
ditambahkan, namun total klorofil akan semakin menurun apabila suhu pengeringan mi suji
semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan pada proses ekstrasi klorofil dari daun suji
dengan cara menghaluskan daun suji dan diperas sehingga sehingga makin sedikit pengenceran
ekstrak suji yang maka warna hijau pada ekstrak akan semakin pekat. Pembacaan total klorofil
dengan metode spektrofotometri menggunakan pelarut aceton 80% dan dibaca pada panjang
gelombang 645nm dan 663nm dimana pada panjang gelombang tersebut klorofil dapat
menyerap cahaya dan dipantulkan menjadi warna hijau yang dihitung sebagai total klorofil
(Kurniawan et al., 2010).

Tabel 3. Karakteristik Kimia Mi Kering


pH Kadar Air (% Wet base) Klorofil (mg/L)
% 50ºC 60ºC 70ºC 50ºC 60ºC 70ºC 50ºC 60ºC 70ºC
10,67± 10,05± 10,04± 12,77± 11,60± 8,55± 0,00± 0,00± 0,00±
0
0,09c2 0,03c1 0,02c1 0,12c3 0,17c2 0,14c1 0,01a3 0,01a2 0,01a1
10,35± 9,74±0 9,53± 10,54± 9,27± 7,61± 1,31± 1,18± 1,19±
50
0,04a2 ,12a1 0,06a1 0,14b3 0,11b2 0,18b1 0,02b3 0,01b2 0,01b1
10,46± 9,85±0 9,85± 9,40± 8,52± 6,63± 3,38± 3,11± 2,55±
100
0,03b2 ,03b1 0,02b1 0,16a3 0,08a2 0,20a1 0,20c3 0,01c2 0,16c1
Keterangan :
- Semua nilai merupakan nilai mean±stdev
- Nilai dengan superscript huruf yang berbeda antar baris menunjukan ada perbedaan yang nyata antar
perlakuan konsentrasi konsentrasi suji pada tingkat kepercayaan 95% (p<0.05) berdasarkan uji One way
Anova dengan menggunakan uji Duncan sebagai uji beda.
- Nilai dengan superscript angka yang berbeda antar kolom menunjukan adanya perbedaan nyata antar
perlakuan suhu pengeringan pada tingkat kepercayaan 95% (p<0.05) berdasarkan All 2 – way dengan
menggunakan uji Duncan sebagai uji beda.

4.2. Karakteristik Fisik Mi Kering


Karakteristik fisik mi kering meliputi pengujian cooking loss, tensile strength, dan warna.
4.2.1. Cooking Loss.
Suhu pengeringan mi yang semakin tinggi menyebabkan cooking loss juga semakin besar,
karena pada proses pengeringan granula pati sudah tergelatinasi sempurna dan mi menjadi lebih
kering sehingga lebih bersifat higroskopis saat dilakukan perebusan. Rehidrasi yang berlebih
menyebabkan air yang masuk ke dalam granula pati semakin banyak dan granula pati akan
cepat bengkak dan rusak yang menyebabkan banyak pati yang lepas dan larut menyebabkan
air rebusan keruh (Gradjito et al., 2013). Selain itu menurut Widatmoko & Estiasih (2015)
penyebab cooking loss tinggi adalah lemahnya ikatan pati pada adonan mi suji karena
sedikitnya gluten yang terkandung di dalam bahan tepung komposit. Rendahnya kandungan
protein pada mi kering juga menjadi faktor yang dapat menyebabkan rendahnya cooking loss
pada mi, karena apabila kandungan protein tinggi maka daya serap air yang lebih besar
walaupun jumlah air yang digunakan untuk merebus sama (Billina et al., 2014).
4.2.2. Tensile Strength.
Hasil analisa tensile strength pada mi kering dengan perbedaan konsentrasi ekstrak suji dan
suhu pengeringan dapat dilihat pada Gambar 2.

0.060
Tensile Strength (N/mm²)

0.055

0.050 Kons. Suji 0%


Kons. Suji 50%

0.045 Kons Suji 100%

0.040
50 60 70
Suhu Pengeringan Mi Suji (ºC)

Gambar 2. Tensile Strength Mi Kering Suji

Semakin tinggi konsentrasi ekstrak suji yang ditambahkan maka tensile strength mie kering
suji akan semakin meningkat, sedangkan apabila suhu pengeringan yang digunakan semakin
tinggi nilai tensile strength akan semakin rendah. Penambahan ekstrak suji pada mi kering suji
dapat meningkatkan nilai tensile strength pada mi kering suji rebus, karena pada klorofil
berbentuk ikatan kompleks dengan protein sehingga protein inilah yang nantinya akan
menguatkan ikatan kompleks pati dan meningkatkan elastisitas mi (Sunjaya et al, 2012).
Tensile strength juga dipengaruhi oleh suhu pengeringan mi berpengaruh terhadap penurunan
tensile strength, karena semakin tinggi suhu yang digunakan maka akan menyebabkan granula
pati pada mi akan mengalami rehidrasi yang lebih cepat dan menyebabkan ikatan kompleks
pati pecah sehingga mi akan mudah putus (Gradjito et al., 2013).

Tabel 4. Cooking Loss dan Tensile Strength Mi Kering


Cooking loss(%) Tensile Strength (N/mm2)
% 50ºC 60ºC 70ºC 50ºC 60ºC 70ºC
4,29 ± 4,52 ± 5,42 ± 0,047 ± 0,046 ± 0,043 ±
0
0,14a1 0,19a2 0,15a3 0,001a2 0,002a2 0,001a1
4,54 ± 4,77 ± 5,52 ± 0,048 ± 0,047 ± 0,046 ±
50
0,15b1 0,11b2 0,09b3 0,001b2 0,001b2 0,002b1
4,31 ± 4,83 ± 5,76 ± 0,054 ± 0,054 ± 0,044 ±
100
0,08b1 0,11b2 0,08b3 0,003c2 0,003c2 0,002c1
4.2.3. Warna.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak suji yang ditambahkan maka kecerahan (nilai L*) juga akan
semakin menurun. Hal tersebut dikarenakan pada ekstrak suji 100% tidak dilakukan
pengenceran dengan aquades sehingga warna hijau yang dihasilkan pigmen klorofil pada daun
suji murni menjadi lebih gelap (Putri et al., 2012). Selain itu menurut Aryanti et al. (2016)
klorofil memiliki pigmen warna hijau yang cenderung gelap. Semakin tinggi suhu pengeringan
yang digunakan maka warna hijau yang dihasilkan akan semakin memudar, karena adanya
kontak dengan energi panas yang menyebabkan klorofil akan terdegradasi membentuk
senyawa feofitin yang berwarna hijau pucat (Aryanti et al., 2016). Pada mi kering suji kontrol
terjadi penurunan kecerahan (nilai L*) apabila suhu pengeringan yang digunakan semakin
tinggi, hal tersebut dikarenakan pada proses pengeringan terjadi rekasi maillard atau rekasi
pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan
gugus amin bebas dari protein (Halwan & Nisa, 2015). Selain itu penurunan kecerahan
dikarenakan adanya penambahan soda abu. Warna tersebut muncul akibat adanya pigmen
flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali (Halwan & Nisa, 2015).

Tabel 5. Penampakan Warna Mi Kering


Suhu Mi Kering
(ºC) Kontrol 50% 100%

50

60

70
5. KESIMPULAN
Penambahan konsentrasi ekstrak suji pada mi kering suji berpengaruh terhadap karakteristik
fisikokimia, yaitu peningkatan total klorofil, tensile strength, cooking loss, pH, kadar air, nilai
L*, a*, dan b*. Perbedaan suhu pengeringan mi kering suji berpengaruh terhadap karakteristik
fisikokimia mi kering, yaitu penurunan kadar air, total klorofil, tensile strength, nilai a* dan
b*, peningkatan cooking loss dan nilai L*. Produk mi kering suji dengan penambahan
konsentrasi ekstrak suji 100% dan dikeringkan pada suhu 50ºC memiliki karakteristik kimia
yang paling baik dengan kadar air 9,40%; dan total klorofil tertinggi sebesar 3,33 mg/L. Produk
mi kering suji dengan penambahan konsentrasi ekstrak suji 100% dan dikeringkan pada suhu
50ºC memiliki karakteristik fisik yaitu warna hijau paling baik dengan nilai a* sebesar -15,39;
nilai b*18,47; nilai L* 50,84. Produk mi kering suji dengan penambahan konsentrasi ekstrak
suji 100% dan dikeringkan pada suhu 50ºC memiliki karakteristik fisik yang paling baik
dengan cooking loss terendah 4,31% dan tensile strength tertinggi 0,054 N/mm2.
6. DAFTAR PUSTAKA
Arfandi, A., Ratnawulan, & Darvina, Y. (2013). Proses Pembentukan Feofitin Daun Suji
Sebagai Bahan Aktif Photosensitizer Akibat Pemberian Variasi Suhu. Jurnal Fakultas
Fisika FMIPA. Universitas Negeri Padang, 1(April), 68–76. Retrieved from
ejournal.unp.ac.id/students/index.php/fis/article/view/512

Aryanti, N., Nafiunisa, A., & Willis, F. M. (2016). Ekstraksi dan Karakterisasi Klorofil dari
Daun Suji ( Pleomele Angustifolia ) sebagai Pewarna Pangan Alami. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan, 5(4), 129–135.

Billina, A., Waluyo, S., & Suhandy, D. (2014). Kajian Sifat Fisik Mie Basah dengan
Penambahan Rumput Laut. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung., 4(2), 109–116. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/142435-ID-study-of-the-physical-properties-
of-wet.pdf.

Chen, Z. (2003). Physicochemical properties of sweet potato starches and their application in
noodle products. Netherlands: Wageningen University. Retrieved from
https://edepot.wur.nl/121460

Gradjito, M., Djuwardi, A., & Harmayani, E. (2013). Pangan Nusantara: Karakteristik dan
Prospek untuk Percepatan Diversifikasi Pangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Halwan, C. A., & Nisa, F. C. (2015). Pembuatan Mie Kering Gembili Dan Bekatul ( Kajian
Proporsi Terigu : Gembili Dan Penambahan Bekatul ). Jurnla Pangan Dan Agroindustri.
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang., 3(4), 1548–1559.
Retrieved from https://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/download/279/288

Kurniawan, M., Izzati, M., & Nurchayati, Y. (2010). Kandungan Klorofil , Karotenoid , dan
Vitamin C pada Beberapa Spesies Tumbuhan Akuatik. Buletin Anatomi Dan Fisiologi.
Laboratorium Biologi Struktur Dan Fungsi Tumbuhan, Universitas Diponegoro.
Semarang., XVIII(1). Retrieved from
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janafis/article/view/2614

Milenković, S. M., Zvezdanović, J. B., & Anđelković, T. D. (2012). The Identification Of


Chlorophyll And Its Derivatives In The Pigment Mixtures : Hplc-Chromatography ,
Visible And Mass Spectroscopy Studies. Journal Advance Technologies. Departement of
Chemistry., 1(1), 16–24. Retrieved from www.tf.ni.ac.rs/casopis-arhiva/sveska1/c2.pdf

Putri, W. D. R., Zubaidah, E., & Sholahudin, N. (2012). Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji,
Kajian Pengaruh Blanching dan Jenis Bahan Pengekstrak. Jurnal Teknologi Pertanian.
Fakultas Teknologi Pertanian, Unibraw., 4(1), 13–24. Retrieved from
https://jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/download/147/516

Rohmat, N., Ibrahim, R., & Riyadi, P. H. (2014). Pengaruh Perbedaan Suhu Dan Lama
Penyimpanan Rumput Laut Sargassum polycystum Terhadap Stabilitas Ekstrak Kasar
Pigmen Klorofil. Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(No.1), 118–
126. Retrieved from https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpbhp/article/view/4828%0A

Sunjaya, H., Prasetyo, S., & Yanuar, Y. (2012). Pengaruh Rasio Massa Daun Suji/ Pelarut,
Temperature dan Jenis Pelarut Pada Ekstraksi Klorofil Daun Suji Secara Batch Dengan
Pengontakan Dispersi. Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat,
Universitas Katolik Prahayangan, 2(9). Retrieved from
journal.unpar.ac.id/index.php/rekayasa/article/download/155/140

Widatmoko, R. B., & Estiasih, T. (2015). Physicochemical and Organoleptical Characteristics


of Purple Sweet Potato Flour Based Dry Noodle at Various Level of Gluten. Jurnal
Pangan Dan Agroindustri. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.
Malang, 3(4), 1386–1392.

Zhang, J., Han, C., & Liu, Z. (2009). Absorption spectrum estimating rice chlorophyll
concentration : Preliminary investigations. Journal of Plant Breeding and Crop Science.
Institute of Eco-Environment and Agriculture Information., 1(5), 223–229. Retrieved
from http://www.academicjournals.org/jpbcs ©

Anda mungkin juga menyukai