ACARA I
SELEKSI PANELIS MENGGUNAKAN UJI SEGITIGA
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
1. Cintya Nugrahaningsih T. (H3118014)
2. Dwi Pambuko A (H3118018)
3. Ester Dwy Putri C H (H3118026)
4. Firdania Apriliani (H3118030)
5. Jasmine Anggaraningrum H. (H3118034)
D3 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
ACARA I
SELEKSI PANELIS MENGGUNAKAN UJI SEGITIGA
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum Acara II “Seleksi Panelis Menggunakan Uji
Segitiga” adalah mahasiswa mengetahui cara menjadi panelis dan melakukan
seleksi panelis menggunkan uji segtiga.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Uji deskriptif sensorik adalah satu di antara alat yang paling canggih
dalam ilmuwan sensorik dan melibatkan deteksi dan komponen sensoris
kuantitatif produk konsumen dengan panel yang terlatih. Aspek kuantitatif
suatu produk mencakup semua aroma, penampilan, rasa, tekstur, setelah rasa
dan sifat suatu produk, yang membedakannya dengan produk lain. Analisis
deskriptif sensorik juga digunakan untuk pengendalian kualitas, untuk
perbandingan prototipe produk untuk memahami tanggapan konsumen dalam
kaitannya dengan pencocokan produk. Analisis deskriptif juga dapat digunakan
untuk melacak perubahan produk dari waktu ke waktu sehubungan dengan
variabel pemahaman masa kadaluwarsa dan kemasan pada kualitas sensorik
akhir suatu produk dan untuk menyelidiki persepsi konsumen terhadap produk
(Murray et al., 2005).
Analisis sensorik telah menjadi bagian penting dari penelitian,
pengembangan dan upaya pemasaran di bidang pangan dan industri lain.
Mereka membantu para pakar dan peneliti industri menentukan preferensi
pelanggan untuk produk akhir (afektif), jika pelanggan dapat membedakan
perbedaan karakteristik spesifik seperti rasa manis (deskriptif), dan / atau jika
produk dianggap berbeda dalam cara apa pun (diskriminasi). Biasanya, analisis
sensorik digunakan untuk pengembangan dan pemasaran produk. Sementara
produk intervensi sering digunakan dalam uji coba kontrol acak yang
melibatkan manusia, penelitian jarang melaporkan apakah peserta studi
membedakan perbedaan antara proyek eksperimental dan plasebo di cara apa
pun atau dalam karakteristik tertentu. Menguji perbedaan akan menjadi aplikasi
baru dalam penggunaan sensorik evaluasi dan jarang digunakan atau
dilaporkan secara acak uji klinis. Dalam uji klinis, komparabilitas area
kelompok diasumsikan dan ini penting untuk integritas metodologis
(Johnson et al., 2016).
Produksi roti tawar di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Roti
tawar terbuat dari tepung terigu yang berasal dari gandum. Sayangnya, gandum
belum dapat dibudidayakan di Indonesia. Singkong dapat dibudidayakan
dengan mudah di Indonesia dan produksinya semakin meningkat setiap tahun.
Singkong merupakan bahan makanan yang mengandung banyak karbohidrat
sehingga dapat digunakan untuk membuat roti tawar. Di samping itu, untuk
menambah nilai gizi roti tawar yang akan dibuat, akan digunakan juga tepung
kedelai yang memiliki kadar protein tinggi. Roti tawar umumnya dapat
mengembang akibat aktivitas ragi Saccharomyces cerevisiae yang
membebaskan gas CO2 selama proses fermentasi. Gas CO2 dapat tertahan
dalam adonan jika tepung mengandung gluten. Tepung singkong maupun
tepung kedelai tidak mengandung gluten sehingga adonan harus diberi
tambahan gluten. Selain menggunakan ragi dan gluten, dalam pembuatan roti
tawar juga akan ditambahkan bahan lainnya, yaitu susu bubuk, gula, garam,
bread improver, shortening, dan air. Tujuan penelitian ini adalah mensubstitusi
tepung terigu dengan tepung singkong dan tepung kedelai ditambah persentase
ragi dan gluten yang optimal untuk menghasilkan roti tawar dengan
karakteristik dan nilai gizi yang menyerupai roti dari tepung terigu
(Arlene dkk., 2009).
Penjelasan aroma kuantitatif dirasakan oleh indra penciuman
yang menggunakan skala 4-point dinilai untuk mengukur intensitas,
terkemuka dari 0 (nol), yang berarti bahwa satu atau lebih
komponen "tidak terdeteksi" untuk 1 (satu), yang berarti bahwa satu atau lebih
komponen yang" sedikit terdeteksi", 2 (dua), yang merupakan singkatan dari"
terlihat "Sensasi dari satu atau lebih komponen dan akhirnya 3
(tiga), yang menggambarkan sebuah "intens" sensasi satu komponen aroma
yang lebih khusus. Penggunaan skala yang lebih rinci sangat mungkin, tapi
akan membutuhkan usaha pelatihan bahkan lebih untuk setiap panelis.
Komponen aroma yang tercantum pada lembar borang dalam menemukan dan
mengenali lebih umum aroma lebih mudah. Harmony adalah tingkat
keseimbangan dari semua karakteristik positif atau dalam kasus rendah tingkat
kualitas keseimbangan tidak harmonis, termasuk penciuman, sentuhan dan
rangsangan kinestetik. Harmony disatu sisi meliputi kehadiran dan intensitas
atribu tpositif (fruitiness, kepahitan, kepedasan dan kehadiran komponen
aromatic) (Bongartz et a.l, 2011).
Tingkat kesukaan konsumen dapat diukur menggunakan uji
organoleptik melalui alat indra. Kegunaan uji ini diantaranya untuk
pengembangan produk baru (Soekarto, 1985). Pengujian bahan pangan tidak
hanya dilihat dari aspek kimiawinya saja, tetapi juga ditilik dari cita rasa dan
aroma. Oleh karen itu uji organoleptik perlu dilakukan untuk mengetahui
seberapa jauh produk baso yang menggunakan bahan baku selain daging sapi
dapat disukai oleh konsumen. Rasa merupakan kriteria penting dalam menilai
suatu produk pangan yang banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah,
bahwa rasa sangat dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsistensi dan
interaksi dengan komponen penyusun makanan seperti protein, lemak, vitamin
dan banyak komponen lainnya (Suradi, 2007).
Pengujian fisik dapat dilakukan secara obyektif dan subyektif.
Pengujian fisik secara subyektif dilakukan melalui uji sensori dengan
menggunakan alat indera dari beberapa panelis terlatih maupun semi terlatih.
Metode uji pembedaan menyeluruh menggunakan uji segitiga (Triangle Test)
dilakukan terhadap contoh filet daging dalam kondisi segar untuk mengetahui
perbedaan di antara beberapa contoh secara keseluruhan. Metode uji
pembedaan atribut untuk mengetahui perbedaan di antara contoh filet daging
secara spesifik dilakukan melalui pengamatan terhadap beberapa atribut sensori
dalam kondisi segar dan matang (kukus) (Suryaningrum dkk., 2010).
Kualitas sensoris produk makanan memainkan peran penting dalam
pilihan makanan. Pengujian hedonik sering digunakan untuk menentukan sikap
konsumen terhadap makanan dengan mengukur tingkat penerimaan produk
baru atau meningkatkan produk pangan yang ada. Metode yang digunakan
dalam analisis sensoris makanan produk yang didasarkan pada total properti
makanan yang secara keseluruhan yaitu kualitas mereka, yang rusak
ke dalam komponen yang (kriteria, karakteristik) yang kemudian diukur. Untuk
ukuran ini sifat yang berbeda ditentukan oleh nilai-nilai tertentu (poin
persentase, kecepatan). Jumlah nilainilai ini kemudian membentuk jumlah total
kualitas. Metode aalisis sensorik digunakan untuk menilai Kualitas makanan
terbagi menjadi dua kelompok: analisis dan disukai. Penggunaan metode
tersebut tergantung pada tujuan, sifat karakteristik kualitatif yang diteliti,
potensi untuk analisis statistik dan interpretasi hasil (Muresan et al, 2012).
Evaluasi sensori merupakan analisis yang menggunakan manusia
sebagai instrumen. Salah satu uji sensori yang digunakan meluas adalah uji
afektif secara kuantitatif. Uji afektif bertujuan untuk menilai respon pribadi
(kesukaan atau peneriman) dari produk tertentu, atau karakteristik produk
spesifik tertentu. Uji afektif kauntitatif dibagi menjadi dua kategori yaitu uji
pemilihan/preferensi dan uji penerimaan. Uji penerimaan berarti mengukur
tingkat kesukaan terhadpa suatu produk sementara uji preferensi menunjukkan
ekspresi dipilihnya satu produk yang menonjol dibandingkan dengan produk
lain. Penggunakan metode skala membantu penentuan tingkat kesukaan dan
preferensi dari produk-produk yang diuji. Skala hedonik adalah skala yang
umum digunakan. Kategori skala yang umum digunakan adalah skala 5, 7 atau
9 (Harikedua, 2010).
Menurut SNI (1995) definisi roti adalah produk yang diperoleh dari
adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang, dengan
atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan
yang diizinkan. Jenis roti yang beredar saat ini sangat beragam dan secara
umum roti biasanya dibedakan menjadi roti tawar dan roti manis atau roti isi.
Roti tawar adalah roti yang tidak ditambahkan rasa atau isi apapun, sehingga
rasanya tawar. Biasanya konsumen menambahkan sendiri isinya sesuai dengan
keinginan dan selera masing-masing. Bisa diolesi margarin, ditaburi cokelat
mesis, diisi keju, diolesi selai buah, diisi telur, daging, atau kombinasi dari
berbagai bahan tersebut. Roti diterima secara menyeluruh sebagai makanan
yang peting untuk seluruh populasi. Roti adalah sumber nutrisi yang baik,
seperti mikro nutrien (vitamin dan mineral) yang penting untuk kesehatan
manusia (Ijah et al., 2014).
Roti tawar terbuat dari tepung terigu yang berasal dari gandum.
Sayangnya, gandum belum dapat dibudidayakan di Indonesia. Singkong dapat
dibudidayakan dengan mudah di Indonesia dan produksinya semakin
meningkat setiap tahun. Singkong merupakan bahan makanan yang
mengandung banyak karbohidrat sehingga dapat digunakan untuk membuat
roti tawar. Di samping itu, untuk menambah nilai gizi roti tawar yang akan
dibuat, akan digunakan juga tepung kedelai yang memiliki kadar protein tinggi.
Roti tawar umumnya dapat mengembang akibat aktivitas ragi Saccharomyces
cerevisiae yang membebaskan gas CO2 selama proses fermentasi. Gas CO2
dapat tertahan dalam adonan jika tepung mengandung gluten. Tepung singkong
maupun tepung kedelai tidak mengandung gluten sehingga adonan harus diberi
tambahan gluten. Selain menggunakan ragi dan gluten, dalam pembuatan roti
tawar juga akan ditambahkan bahan lainnya, yaitu susu bubuk, gula, garam,
bread improver, shortening, dan air. Tujuan penelitian ini adalah mensubstitusi
tepung terigu dengan tepung singkong dan tepung kedelai ditambah persentase
ragi dan gluten yang optimal untuk menghasilkan roti tawar dengan
karakteristik dan nilai gizi yang menyerupai roti dari tepung terigu. Roti
merupakan salah satu makanan pokok yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Bahan baku roti adalah tepung terigu yang terbuat dari
gandum yang belum dibudidayakan di Indonesia (Arlene dkk, 2009).
Roti tawar merupakan salah satu produk pangan yang cukup populer di
dunia. Berdasarkan Data Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2005, di
Indonesia konsumsi roti tawar nasional sekitar 460 juta bungkus, angka ini
meningkat sebesar 61% pada tiga tahun berikutnya sehingga menjadi sekitar
742 juta bungkus. Roti tawar banyak disukai masyarakat karena memiliki
beberapa manfaat diantaranya bergizi, mengenyangkan dan kemudahan dalam
preparasi dan konsumsi. Tepung terigu sebagai bahan utama dalam pembuatan
roti tawar memiliki peranan besar dalam tingkat pengembangan roti. Tingginya
konsumsi roti tawar akan meningkatkan konsumsi gandum di Indonesia.
Sedangkan gandum sendiri kurang cocok ditanam di Indonesia, sehingga
kebutuhan gandum di Indonesia dipenuhi dengan impor. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik (BPS), impor gandum segar di Indonesia dari tahun ke
tahun selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 impor gandum segar
mencapai 4.666.418 ton, meningkat menjadi 4.824.049 ton pada tahun 2010,
dan menjadi 5.648.065 ton pada tahun 2011. Oleh karena itu perlu adanya
substitusi bahan lainnya sehingga dapat mengurangi penggunaan tepung terigu
dalam pembuatan roti tawar (Mustika dkk, 2015).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Borang penilaian
b. Gelas sloki
c. Label
d. Nampan
e. Piring penyaji
f. Pisau
g. Tisu
2. Bahan
a. Air mineral
b. Roti tawar dengan 2 merk berbeda
3. Cara Kerja
a. Penyaji
Pengambilan borang
Respon
Presentase
Kel Nama Panelis Keterangan
Benar
591 726 924
Arlene, Ariestya., Judy Retti Witono , dan Maria Fransisca. 2009. Pembuatan Roti
Tawar Dari Tepung Singkong dan Tepung Kedelai. Jurnal Simposium
Nasional Rapi. Vol. 8: 1412-9612.
Ayustaningwarno, Fitriyono. 2014. Teknologi Pangan : Teori Praktis dan
Aplikasi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI, 01-3840-1995. Peraturan Teknis Tepung
Jagung Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.
Bongartz et al. 2011. Sensory Evaluation of Extra Virgin Olive Oil (EVOO)
Extended to Include the Quality Factor “Harmony”. Journal of Agricultural
Science and Technology. Vol. 1 : 422-435.
Ennis, John M and Rousseau, Benoit. 2012. Reducing Cots with Tetrad Testing.
The Institute for Perception Vol. 15(1).
Harikedua, Silvana D. 2010. Efek Penambahan Ekstrak Air Jahe (Zingiber
officinaale Roscoe) dan Penyimpanan Dingin Terhadap Mutu Sensori Ikan
Tuna (Thunnus Albacores). Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol.6(1).
Ijah, Udeme Joshua Josiah., Helen Shnada Auta., Mercy Oluwayemisi Aduloju.,
and Sesan Abiodun Aransiola. 2014. Microbiological, Nutritional, and
Sensory Quality of Bread Produced from Wheat and Potato Flour Blends.
International Journal of Food Science. Vol. 6(1): 1-6.
Johnson, Shanthi., Nana KA Bonsu, and Matthew McSweeney. 2016. Triangle
Taste Test and Sensory Evaluation: A Novel Application for Determining
Supplement-Placebo Match in a Clinical Trial. Journal of Food Technology
and Nutritional Sciences. Vol. 2(1).
Kartika, Bambang, Pudji Hastuti, dan Wahyu Supartono. 1988. Pedoman Uji
Inderawi Bahan Pangan. UGM Press. Yogyakarta.
Kusuma, T.S, Adelya D.K, Yosfi R, Ihzamha H.R, dan Rahma M.W. 2017.
Pengawasan Mutu Makanan. Universitas Brawijaya Press. Malang.
Muresan, Crina et al. 2012. Sensory Evaluation of Bakery Products and Its Role
in Determining of The Consumer Preferences. Journal of Agroalimentary
Processes and Technologies. Vol. 18(4).
Murray et al, 2001. Descriptive Sensory Analysis: past, present adn furute. Food
research international. Vol.43: 461-471.
Mustika, Ardhea., Linda Kurniawati., dan Akhmad Mustofa. 2015. Karakteristik
Roti Tawar Dengan Substitusi Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor (L)
Moench) Terfermentasi dan Tanpa Fermentasi. Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian. Vol 8(1):1-5.
Radovich, Theodore J.K. A, Matthew D. Kleinhenz A, Jeannine F. Delwiche B
dan Rachel E. Liggett. 2004. Triangle Tests Indicate That Irrigation Timing
Affects Fresh Cabbage Sensory Quality. Journal Food Quality And
Preference. Vol.15: 471–476.
Soekarto, Soewarto T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu
Pangan. IPB Press. Bogor.
Suradi, Kusmajadi. 2007. Tingkat Kesukaan Bakso dari Berbagai Jenis Daging
Melalui Beberapa Pendekatan Statistik (The Hedonic Scaling of Meatball
from Various kind of Meat on Several Statistic Approached). Jurnal Ilmu
Ternak, Vol. 7(1): 52 – 57.
Suryaningrum, Theresia Dwi dkk. 2010. Profil Sensori dan Nilai Gizi Beberapa
Jenis Ikan Patin Dan Hibrid Nasutus. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan. Vol. 5(2).
Tarwendah, Ivani Puti. 2017. Studi Komparasi Atribut Sensoris Dan Kesadaran
Merek Produk Pangan. Jurnal Pangan Dan Agroindustri. Vol. 5(2) : 66-73.
LAMPIRAN GAMBAR
1. Presentase Benar
3
a. 3
× 100% = 100%
2
b. 3
× 100% = 66,6%
1
c. 3
× 100% = 33,3%
0
d. 3
× 100% = 0%