Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS SENSORI

ACARA I
SELEKSI PANELIS MENGGUNAKAN UJI SEGITIGA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
1. Cintya Nugrahaningsih T. (H3118014)
2. Dwi Pambuko A (H3118018)
3. Ester Dwy Putri C H (H3118026)
4. Firdania Apriliani (H3118030)
5. Jasmine Anggaraningrum H. (H3118034)
D3 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
ACARA I
SELEKSI PANELIS MENGGUNAKAN UJI SEGITIGA

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum Acara II “Seleksi Panelis Menggunakan Uji
Segitiga” adalah mahasiswa mengetahui cara menjadi panelis dan melakukan
seleksi panelis menggunkan uji segtiga.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Uji deskriptif sensorik adalah satu di antara alat yang paling canggih
dalam ilmuwan sensorik dan melibatkan deteksi dan komponen sensoris
kuantitatif produk konsumen dengan panel yang terlatih. Aspek kuantitatif
suatu produk mencakup semua aroma, penampilan, rasa, tekstur, setelah rasa
dan sifat suatu produk, yang membedakannya dengan produk lain. Analisis
deskriptif sensorik juga digunakan untuk pengendalian kualitas, untuk
perbandingan prototipe produk untuk memahami tanggapan konsumen dalam
kaitannya dengan pencocokan produk. Analisis deskriptif juga dapat digunakan
untuk melacak perubahan produk dari waktu ke waktu sehubungan dengan
variabel pemahaman masa kadaluwarsa dan kemasan pada kualitas sensorik
akhir suatu produk dan untuk menyelidiki persepsi konsumen terhadap produk
(Murray et al., 2005).
Analisis sensorik telah menjadi bagian penting dari penelitian,
pengembangan dan upaya pemasaran di bidang pangan dan industri lain.
Mereka membantu para pakar dan peneliti industri menentukan preferensi
pelanggan untuk produk akhir (afektif), jika pelanggan dapat membedakan
perbedaan karakteristik spesifik seperti rasa manis (deskriptif), dan / atau jika
produk dianggap berbeda dalam cara apa pun (diskriminasi). Biasanya, analisis
sensorik digunakan untuk pengembangan dan pemasaran produk. Sementara
produk intervensi sering digunakan dalam uji coba kontrol acak yang
melibatkan manusia, penelitian jarang melaporkan apakah peserta studi
membedakan perbedaan antara proyek eksperimental dan plasebo di cara apa
pun atau dalam karakteristik tertentu. Menguji perbedaan akan menjadi aplikasi
baru dalam penggunaan sensorik evaluasi dan jarang digunakan atau
dilaporkan secara acak uji klinis. Dalam uji klinis, komparabilitas area
kelompok diasumsikan dan ini penting untuk integritas metodologis
(Johnson et al., 2016).
Produksi roti tawar di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Roti
tawar terbuat dari tepung terigu yang berasal dari gandum. Sayangnya, gandum
belum dapat dibudidayakan di Indonesia. Singkong dapat dibudidayakan
dengan mudah di Indonesia dan produksinya semakin meningkat setiap tahun.
Singkong merupakan bahan makanan yang mengandung banyak karbohidrat
sehingga dapat digunakan untuk membuat roti tawar. Di samping itu, untuk
menambah nilai gizi roti tawar yang akan dibuat, akan digunakan juga tepung
kedelai yang memiliki kadar protein tinggi. Roti tawar umumnya dapat
mengembang akibat aktivitas ragi Saccharomyces cerevisiae yang
membebaskan gas CO2 selama proses fermentasi. Gas CO2 dapat tertahan
dalam adonan jika tepung mengandung gluten. Tepung singkong maupun
tepung kedelai tidak mengandung gluten sehingga adonan harus diberi
tambahan gluten. Selain menggunakan ragi dan gluten, dalam pembuatan roti
tawar juga akan ditambahkan bahan lainnya, yaitu susu bubuk, gula, garam,
bread improver, shortening, dan air. Tujuan penelitian ini adalah mensubstitusi
tepung terigu dengan tepung singkong dan tepung kedelai ditambah persentase
ragi dan gluten yang optimal untuk menghasilkan roti tawar dengan
karakteristik dan nilai gizi yang menyerupai roti dari tepung terigu
(Arlene dkk., 2009).
Penjelasan aroma kuantitatif dirasakan oleh indra penciuman
yang menggunakan skala 4-point dinilai untuk mengukur intensitas,
terkemuka dari 0 (nol), yang berarti bahwa satu atau lebih
komponen "tidak terdeteksi" untuk 1 (satu), yang berarti bahwa satu atau lebih
komponen yang" sedikit terdeteksi", 2 (dua), yang merupakan singkatan dari"
terlihat "Sensasi dari satu atau lebih komponen dan akhirnya 3
(tiga), yang menggambarkan sebuah "intens" sensasi satu komponen aroma
yang lebih khusus. Penggunaan skala yang lebih rinci sangat mungkin, tapi
akan membutuhkan usaha pelatihan bahkan lebih untuk setiap panelis.
Komponen aroma yang tercantum pada lembar borang dalam menemukan dan
mengenali lebih umum aroma lebih mudah. Harmony adalah tingkat
keseimbangan dari semua karakteristik positif atau dalam kasus rendah tingkat
kualitas keseimbangan tidak harmonis, termasuk penciuman, sentuhan dan
rangsangan kinestetik. Harmony disatu sisi meliputi kehadiran dan intensitas
atribu tpositif (fruitiness, kepahitan, kepedasan dan kehadiran komponen
aromatic) (Bongartz et a.l, 2011).
Tingkat kesukaan konsumen dapat diukur menggunakan uji
organoleptik melalui alat indra. Kegunaan uji ini diantaranya untuk
pengembangan produk baru (Soekarto, 1985). Pengujian bahan pangan tidak
hanya dilihat dari aspek kimiawinya saja, tetapi juga ditilik dari cita rasa dan
aroma. Oleh karen itu uji organoleptik perlu dilakukan untuk mengetahui
seberapa jauh produk baso yang menggunakan bahan baku selain daging sapi
dapat disukai oleh konsumen. Rasa merupakan kriteria penting dalam menilai
suatu produk pangan yang banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah,
bahwa rasa sangat dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsistensi dan
interaksi dengan komponen penyusun makanan seperti protein, lemak, vitamin
dan banyak komponen lainnya (Suradi, 2007).
Pengujian fisik dapat dilakukan secara obyektif dan subyektif.
Pengujian fisik secara subyektif dilakukan melalui uji sensori dengan
menggunakan alat indera dari beberapa panelis terlatih maupun semi terlatih.
Metode uji pembedaan menyeluruh menggunakan uji segitiga (Triangle Test)
dilakukan terhadap contoh filet daging dalam kondisi segar untuk mengetahui
perbedaan di antara beberapa contoh secara keseluruhan. Metode uji
pembedaan atribut untuk mengetahui perbedaan di antara contoh filet daging
secara spesifik dilakukan melalui pengamatan terhadap beberapa atribut sensori
dalam kondisi segar dan matang (kukus) (Suryaningrum dkk., 2010).
Kualitas sensoris produk makanan memainkan peran penting dalam
pilihan makanan. Pengujian hedonik sering digunakan untuk menentukan sikap
konsumen terhadap makanan dengan mengukur tingkat penerimaan produk
baru atau meningkatkan produk pangan yang ada. Metode yang digunakan
dalam analisis sensoris makanan produk yang didasarkan pada total properti
makanan yang secara keseluruhan yaitu kualitas mereka, yang rusak
ke dalam komponen yang (kriteria, karakteristik) yang kemudian diukur. Untuk
ukuran ini sifat yang berbeda ditentukan oleh nilai-nilai tertentu (poin
persentase, kecepatan). Jumlah nilainilai ini kemudian membentuk jumlah total
kualitas. Metode aalisis sensorik digunakan untuk menilai Kualitas makanan
terbagi menjadi dua kelompok: analisis dan disukai. Penggunaan metode
tersebut tergantung pada tujuan, sifat karakteristik kualitatif yang diteliti,
potensi untuk analisis statistik dan interpretasi hasil (Muresan et al, 2012).
Evaluasi sensori merupakan analisis yang menggunakan manusia
sebagai instrumen. Salah satu uji sensori yang digunakan meluas adalah uji
afektif secara kuantitatif. Uji afektif bertujuan untuk menilai respon pribadi
(kesukaan atau peneriman) dari produk tertentu, atau karakteristik produk
spesifik tertentu. Uji afektif kauntitatif dibagi menjadi dua kategori yaitu uji
pemilihan/preferensi dan uji penerimaan. Uji penerimaan berarti mengukur
tingkat kesukaan terhadpa suatu produk sementara uji preferensi menunjukkan
ekspresi dipilihnya satu produk yang menonjol dibandingkan dengan produk
lain. Penggunakan metode skala membantu penentuan tingkat kesukaan dan
preferensi dari produk-produk yang diuji. Skala hedonik adalah skala yang
umum digunakan. Kategori skala yang umum digunakan adalah skala 5, 7 atau
9 (Harikedua, 2010).
Menurut SNI (1995) definisi roti adalah produk yang diperoleh dari
adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang, dengan
atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan
yang diizinkan. Jenis roti yang beredar saat ini sangat beragam dan secara
umum roti biasanya dibedakan menjadi roti tawar dan roti manis atau roti isi.
Roti tawar adalah roti yang tidak ditambahkan rasa atau isi apapun, sehingga
rasanya tawar. Biasanya konsumen menambahkan sendiri isinya sesuai dengan
keinginan dan selera masing-masing. Bisa diolesi margarin, ditaburi cokelat
mesis, diisi keju, diolesi selai buah, diisi telur, daging, atau kombinasi dari
berbagai bahan tersebut. Roti diterima secara menyeluruh sebagai makanan
yang peting untuk seluruh populasi. Roti adalah sumber nutrisi yang baik,
seperti mikro nutrien (vitamin dan mineral) yang penting untuk kesehatan
manusia (Ijah et al., 2014).
Roti tawar terbuat dari tepung terigu yang berasal dari gandum.
Sayangnya, gandum belum dapat dibudidayakan di Indonesia. Singkong dapat
dibudidayakan dengan mudah di Indonesia dan produksinya semakin
meningkat setiap tahun. Singkong merupakan bahan makanan yang
mengandung banyak karbohidrat sehingga dapat digunakan untuk membuat
roti tawar. Di samping itu, untuk menambah nilai gizi roti tawar yang akan
dibuat, akan digunakan juga tepung kedelai yang memiliki kadar protein tinggi.
Roti tawar umumnya dapat mengembang akibat aktivitas ragi Saccharomyces
cerevisiae yang membebaskan gas CO2 selama proses fermentasi. Gas CO2
dapat tertahan dalam adonan jika tepung mengandung gluten. Tepung singkong
maupun tepung kedelai tidak mengandung gluten sehingga adonan harus diberi
tambahan gluten. Selain menggunakan ragi dan gluten, dalam pembuatan roti
tawar juga akan ditambahkan bahan lainnya, yaitu susu bubuk, gula, garam,
bread improver, shortening, dan air. Tujuan penelitian ini adalah mensubstitusi
tepung terigu dengan tepung singkong dan tepung kedelai ditambah persentase
ragi dan gluten yang optimal untuk menghasilkan roti tawar dengan
karakteristik dan nilai gizi yang menyerupai roti dari tepung terigu. Roti
merupakan salah satu makanan pokok yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Bahan baku roti adalah tepung terigu yang terbuat dari
gandum yang belum dibudidayakan di Indonesia (Arlene dkk, 2009).
Roti tawar merupakan salah satu produk pangan yang cukup populer di
dunia. Berdasarkan Data Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2005, di
Indonesia konsumsi roti tawar nasional sekitar 460 juta bungkus, angka ini
meningkat sebesar 61% pada tiga tahun berikutnya sehingga menjadi sekitar
742 juta bungkus. Roti tawar banyak disukai masyarakat karena memiliki
beberapa manfaat diantaranya bergizi, mengenyangkan dan kemudahan dalam
preparasi dan konsumsi. Tepung terigu sebagai bahan utama dalam pembuatan
roti tawar memiliki peranan besar dalam tingkat pengembangan roti. Tingginya
konsumsi roti tawar akan meningkatkan konsumsi gandum di Indonesia.
Sedangkan gandum sendiri kurang cocok ditanam di Indonesia, sehingga
kebutuhan gandum di Indonesia dipenuhi dengan impor. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik (BPS), impor gandum segar di Indonesia dari tahun ke
tahun selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 impor gandum segar
mencapai 4.666.418 ton, meningkat menjadi 4.824.049 ton pada tahun 2010,
dan menjadi 5.648.065 ton pada tahun 2011. Oleh karena itu perlu adanya
substitusi bahan lainnya sehingga dapat mengurangi penggunaan tepung terigu
dalam pembuatan roti tawar (Mustika dkk, 2015).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Borang penilaian
b. Gelas sloki
c. Label
d. Nampan
e. Piring penyaji
f. Pisau
g. Tisu
2. Bahan
a. Air mineral
b. Roti tawar dengan 2 merk berbeda
3. Cara Kerja
a. Penyaji

2 roti tawar merk yang berbeda

Pemotongan roti tawar dengan ukuran yang


sama

Peletakan roti pada piring penyajian (satu piring


berisi tiga sampel dengan 2 merk yang sama dan
1 merk yang berbeda

Pemberian kode yang beda pada setiap sampel

Penyiapan dan pemasukan air mineral ke dalam


gelas sloki

Penyiapan borang dan peletakan diatas meja


panelis

Penyajian kepada panelis dan pemberian


instruksi kepada panelis

Pengambilan borang

Pentabulasian data yang diperoleh

Gambar 1.1 Diagram Alir Penyaji


b. Panelis

Penulisan identitas panelis pada borang

Pembacaan instruksi yang ada didalam


borang penilaian dengan teliti

Pemeriksaan kelengkapan setiap sampel


yang disajikan

Pengujian sampel sesuai instruksi

Pemeriksaan kembali hasil pengujian yang


telah ditulis

Peninggalan tempat pengujian

Gambar 1.2 Diagram Alir Panelis


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.1 Tabulasi Data

Respon
Presentase
Kel Nama Panelis Keterangan
Benar
591 726 924

1 Adine B B B 100% Lolos

2 Athia B B B 100% Lolos

3 Kemal S S B 33,3% Tidak Lolos

4 Jesika B B B 100% Lolos

5 Alfida B B B 100% Lolos

6 Firda B B B 100% Lolos

7 Dwi sukma B B B 100% Lolos

8 Citra B B B 100% Lolos

9 Rona S S B 33,3% Tidak Lolos

10 Ester B B B 100% Lolos

11 Dina B S S 33,3% Tidak Lolos

12 Eka S B S 33,3% Tidak Lolos

13 Bayu B B B 100% Lolos

14 Lia B B B 100% Lolos

15 Ila B B B 100% Lolos

16 Jasmine B B B 100% Lolos

17 Fiyya S B S 33,3% Tidak Lolos

18 Fika S B S 33,3% Tidak Lolos


19 Lismira B B B 100% Lolos

20 Diqi B B B 100% Lolos

21 Elina B B B 100% Lolos

22 Maya B B B 100% Lolos

23 Ailila B B B 100% Lolos

24 Marsela B B B 100% Lolos

25 Dimas B B B 100% Lolos

Sumber :Laporan Sementara


Uji segitiga merupakan jenis tes perbedaan yang tujuannya untuk
menentukan apakah ada perbedaan sensori antara dua produk. Uji segitiga
dipilih karena memungkinkan seseorang untuk membedakan antara sampel
tanpa harus menentukan karakteristik sensorik yang berbeda. Hal itu lebih baik
dalam mendeteksi perbedaan kecil antara sampel dari pada peringkat intensitas.
Uji segitiga tidak dapat menentukan besarnya atau arah perubahan yang
dirasakan dalam kualitas sensorik (Radovich dkk, 2004). Uji Segitiga
digunakan untuk mendeteksi perbedaan uang kecil, karena lebih peka dari uji
pasangan. Uji ini digunakan untuk menilai hasil dari pengembangan dan
perbaikan produk serta quality control. Dalam penyajian sampel, disajikan tiga
sampel berkode yang terdiri dari dua sampel sama dan satu sampel berbeda.
Disini tidak disebutkan adanya sampel pembanding atau sampel baku.
Penyajian sampel dsedapat mungkin seragam. Peluang secara acak 1/3 atau
33,33%. Setiap penilaian panelis yang benar diberikan nilai = 1, dan penilaian
yang salah diberikan nilai = 0. Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan
disesuaikan dengan table statistik lampiran 1. (Kusuma dkk, 2017).
Uji segitiga merupakan salah satu metodologi perbedaan yang paling
populer yang digunakan dalam produk konsumen perusahaan. Mulai tahun
1941, Joseph E. Seagram dan putranya adalah yang pertama untuk
menggunakannya. Sejak itu telah digunakan dalam berbagai aplikasi termasuk
pengujian diskriminasi produk dan seleksi panelis. Kelebihan dari uji segitiga
adalah bahwa hal itu tidak memerlukan spesifikasi sifat perbedaan. Namun
kekurangan dari uji segitiga yaitu membutuhkan ukuran sampel yang cukup
besar untuk menjadi lebih efektif (Ennis, 2012).
Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam
penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang disajikan.
Panelis merupakan instrumen atau alat untuk menilai mutu dan analisa sifat-
sifat sensorik suatu produk. Dalam pengujian organoleptik dikenal beberapa
macam panel. Penggunaan panel-panel ini berbeda tergantung dari tujuan
pengujian tersebut (Ayustaningwarno, 2014). Panel adalah orang atau
sekelompok orang yang bertugas untuk menilai secara subjektif mutu
organoleptik berdasarkan prosedur yang sudah ditetapkan. Panel dalam
penelitian mutu organoleptik melakukan peran ganda yaitu sebagai objek
analisis dan sekaligus sebagai instrumen penilaian organoleptik.. Anggota dari
panel disebut panelis. Panelis dapat berasal dari orang dalam perusaan
produsen, orang luar (konsumen), maupun pihak ketiga (outsourcing). Seorang
panelis harus dapat membuat keputusan secara objektif dan dipilih secara
sistematis (Kusuma dkk., 2017). Panelis juga dapat diartikan sebagai
sekelompok orang yang bertugas menilai sifat atau kualitas bahan berdasarkan
kesan subyektif (Suradi, 2012).
Panelis adalah orang yang menjadi anggota panel. Syarat menjadi
seorang panelis yang baik adalah sekelompok orang yang memiliki
kemampuan pengindraan (sensoris) yang mampu mendeskripsikan produk
berdasarkan rasa, bau dan sentuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pengujian adalah penyaji, sampel dan panelis itu sendiri.
Sedangkan panelis sendiri tebagi menjadi panel perseorangan, panel terbatas,
panel gterlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan
panel anak-anak. Panel perseorangan merupakan orang yang ahli dengan
kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-
latihan yang sangat intensif. Sangat mengenal sifat, peranan dan cara
pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis
organoleptik dengan sangat baik. Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang
mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini
mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan dapat
mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.
Panel terlatih terdiri dari 5-10 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.
Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-
latihan. Panel agak terlatih merupakan panel yang terdiri dari 15-25 orang yang
sebelumnya dilatih untuk mengetahui sifat sensorik tertentu. Dapat dipilih dari
kalangan teratas dengan menguji kepekaan terlebih dahulu. Panel tidak terlatih
merupakan panel yang terdiri lebih dari 25 orang awam yang dapat dipilih
berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan yang
hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti
sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel
konsumen merupakan panel yang terdiri dari 30-100 orang yang tergantung
pada target pemasaran suatu komoditi. Panel ini mempunyai sifat sangat umum
yang dapat ditentukan berdasarkan daerah atau kelompok tertentu. Yang
terakhir yaitu panel anak-anak, panel anak-anak menggunakan anak-anak
berusia 3-10 tahun yang biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam
penilaian produk-produk yang disukai anak-anak seperti coklat, permen, es
krim dan sebagainya (Soekarto, 1990).
Faktor-faktor yang mempengaruhi panelis yaitu dibagi menjadi 2 faktor,
yaitu faktor fisik dan faktor psikologis. Pada faktor fisik, harus diperhatikan
kondisi panelis dalam keadaan laper atau kenyang. Sebaiknya pengujian tidak
dilakukan 1 jam atau sebelum 2 jam sesudah makan. Waktu pengujian yang
baik, yaitu 09.00-11.00 atau 15.00-17.00. Kebiasaan sehari-hari panelis juga
berpengaruh terhadap panelis dalam melakukan pengujian. Kebiasaan seperti
merokok, minum-minuman keras, dan penggunaan parfum secara berlebihan
dapat mempengaruhi hasil pengujian yang dilakukan oleh panelis. Kesehatan
panelis yang akan melakukan pengujian harus benar-benar diperhatikan.
Kesehatan panelis tidak boleh terganggu dan panelis dibawah pengaruh
anestesi tidak boleh melakukan pengujian. Faktor yang kedua, yaitu faktor
psikologis. Psikologi seorang panelis tidak boleh dalam keadaan stress,
frustasi, kegembiraan yang berlebihan, terburu-buru, serta tidak dalam keadaan
santai (Ijah et al., 2014).
Pada uji pembedaan menggunakan uji segitiga memiliki beberapa
keuntungan. Keuntungan tersebut diantaranya adalah uji segi segitiga lebih
peka dari uji berpasangan. Keuntungan lainnya adalah uji segitiga lebih
sederhana serta lebih terarah karena uji segitiga hanya ditujukan untuk
mengetahui perbedaannya saja. Selain keuntungan, uji segitiga ini memiliki
kekurangan yaitu pada uji ini tidak dapat dilakukan data binomial atau data
yang terdiri dari dua jawaban benar (Kartika dkk., 1988).
Jenis-jenis panelis dalam penilaian organoleptik yaitu panel
perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak
terlatih, panel konsumen, dan panel anak-anak. Panel perseorangan merupakan
seseorang yang sangat ahli karena mempunyai kepekaan spesifik tinggi (bakat
lahir/latihan), sangat mengenal sifat bahan yang akan dinilai, sehingga mampu
mengenali penyimpangan yang kecil dan mengenal penyebabnya. Panel
terbatas, panel ini terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi,
namun lebih rendah dibandingkan panel perseorangan. Panel ini dibentuk
untuk menghindari bias dari panel perseorangan. Keputusan diambil
bedasarkan hasil diskusi. Panel terlatih, beranggotakan 15-25 orang, panel ini
bertugas menilai beberapa sifat rangsangan. Panel ini tidak memiliki
kepekaann yang tidak setinggi panel terbatas. Panel agak terlatih,
beranggotakan 15-25 orang, panel ini mengetahui sifat sensori setelah
penjelasan dan latihan yang tidak rutin. Contoh panel ini adalah mahasiswa
atau personalia di perusahaan yang dipilih. Panel tidak terlatih, terdiri dari
orang awam dengan jumlah lebih dari 25 orang. Panel ini hanya dapat menilai
sifat sensori yang sederhana seperti uji penerimaan atau kesukaan. Panel
konsumen, merupakan target pemasaran dari produk yang terdiri dari 30-100
orang. Penilaian mutu organoleptik dapat dilakukan dipasar ataupun door to
door. Panel anak-anak, anak-anak usia 3-10 tahun dapat memberikan penilaian
mutu organoleptik sederhana seperti kesukaan terhadap produk, namun dalam
pelaksanaannya perlu dilakukan dengan tahapan-tahapan hingga si anak siap,
dan perlu alat bantu untuk memberikan penilaian (Kusuma dkk., 2017).
Berdasarkan Tabel 1.1 Tabulasi Data Hasil Uji Segitiga, pada percobaan
digunakan sebanyak 25 panelis dari mahasiswa D3 THP 2018. Masing-masing
panelis diberikan 3 macam sampel roti tawar. Di antara 3 sampel tersebut
terdapat 2 sampel yang sama jenisnya. Panelis diminta untuk menentukan
sampel mana yang berbeda. Pada setiap panelis melakukan pengujian dengan
kode yang berbeda-beda. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil
pengujian triangle dapat dilihat pada Tabel 1.1. tabel tersebut menunjukan
bahwa sebanyak 19 panelis lolos seleksi serta panelis dapat menjawab benar
dengan peresentase76 % dan 6 panelis tidak lolos seleksi serta tidak menjawab
dengan benar memiliki prosentase 24 %. Standar nilai minimum yang
dibutuhkan untuk menjadi seorang panelis terlatih menurut Tarwendah (2017)
yaitu calon panelis yang dapat mendeteksi perbedaan dengan benar lebih dari
60%. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh jumlah panelis yang lolos seleksi
sebanyak 76% dan tidak lolos seleksi sebanyak 24%, hal ini tidak terdapat
penyimpangan.
Uji segitiga atau uji triangle ini digunakan untuk mendeteksi perbedaan
yang kecil dengan sifat yang lebih terarah. Uji segitiga bermanfaat untuk
mendeteksi adanya perbedaan kecil diantara tiga contoh yang disajikan tanpa
adanya pembanding dan menentukan produk yang berbeda diantara ketiga
sampel yang disajikan. Ada signifikansi antara ketiga sampel karena ada dua
sampel, sampel uji juga digunakan untuk sampel bahan yang memiliki merk
yang sama dan untuk sampel bahan yang kedua memiliki merk yang berbeda.
Hubungan jawaban dari panelis adalah yaitu mencari dan menuliskan dalam
data kesamaan rasa, tekstur dan aroma yang paling mirip dengan sampel uji
karena yang paling mirip dengan sampel uji adalah sampel bahan yang benar
(Bongartz et al. 2011).
Pengaplikasian uji segitiga dalam bidang pangan yaitu untuk pengujian
mutu produk pangan. Dan juga untuk mendeteksi perbedaan yang kecil dengan
sifat yang lebih terarah pada produk pangan, untuk menentukan perbedaan
produk akibat adanya komposisi bahan baku, proses, pengemasan, atau
penyimpanan, untuk menentukan perbedaan secara keseluruhan saat tidak ada
atribut spesifik yang dapat dideteksi, dan untuk pengendalian mutu dan riset.
Pengujian segitiga banyak digunakan karena lebih sederhana dan lebih mudah
(Kartika dkk., 1988).
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Acara I “Seleksi Panelis Menggunakan
Uji Segitiga” dapat diambil kesimpulan yaitu Uji triangle digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan antar sampel (makanan) yang disajikan,
baik dari warna, rasa, maupun bau. Uji segitiga bertujuan untuk mendeteksi
adanya perbedaan kecil diantara tiga contoh yang disajikan tanpa adanya
pembanding dan menentukan produk yang berbeda diantara ketiga sampel
yang disajikan. Pada praktikum diperoleh hasil panelis yang lolos sebesar
76% dan yang tidak lolos sebesar 24%.
DAFTAR PUSTAKA

Arlene, Ariestya., Judy Retti Witono , dan Maria Fransisca. 2009. Pembuatan Roti
Tawar Dari Tepung Singkong dan Tepung Kedelai. Jurnal Simposium
Nasional Rapi. Vol. 8: 1412-9612.
Ayustaningwarno, Fitriyono. 2014. Teknologi Pangan : Teori Praktis dan
Aplikasi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI, 01-3840-1995. Peraturan Teknis Tepung
Jagung Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.
Bongartz et al. 2011. Sensory Evaluation of Extra Virgin Olive Oil (EVOO)
Extended to Include the Quality Factor “Harmony”. Journal of Agricultural
Science and Technology. Vol. 1 : 422-435.
Ennis, John M and Rousseau, Benoit. 2012. Reducing Cots with Tetrad Testing.
The Institute for Perception Vol. 15(1).
Harikedua, Silvana D. 2010. Efek Penambahan Ekstrak Air Jahe (Zingiber
officinaale Roscoe) dan Penyimpanan Dingin Terhadap Mutu Sensori Ikan
Tuna (Thunnus Albacores). Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol.6(1).
Ijah, Udeme Joshua Josiah., Helen Shnada Auta., Mercy Oluwayemisi Aduloju.,
and Sesan Abiodun Aransiola. 2014. Microbiological, Nutritional, and
Sensory Quality of Bread Produced from Wheat and Potato Flour Blends.
International Journal of Food Science. Vol. 6(1): 1-6.
Johnson, Shanthi., Nana KA Bonsu, and Matthew McSweeney. 2016. Triangle
Taste Test and Sensory Evaluation: A Novel Application for Determining
Supplement-Placebo Match in a Clinical Trial. Journal of Food Technology
and Nutritional Sciences. Vol. 2(1).
Kartika, Bambang, Pudji Hastuti, dan Wahyu Supartono. 1988. Pedoman Uji
Inderawi Bahan Pangan. UGM Press. Yogyakarta.
Kusuma, T.S, Adelya D.K, Yosfi R, Ihzamha H.R, dan Rahma M.W. 2017.
Pengawasan Mutu Makanan. Universitas Brawijaya Press. Malang.
Muresan, Crina et al. 2012. Sensory Evaluation of Bakery Products and Its Role
in Determining of The Consumer Preferences. Journal of Agroalimentary
Processes and Technologies. Vol. 18(4).
Murray et al, 2001. Descriptive Sensory Analysis: past, present adn furute. Food
research international. Vol.43: 461-471.
Mustika, Ardhea., Linda Kurniawati., dan Akhmad Mustofa. 2015. Karakteristik
Roti Tawar Dengan Substitusi Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor (L)
Moench) Terfermentasi dan Tanpa Fermentasi. Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian. Vol 8(1):1-5.
Radovich, Theodore J.K. A, Matthew D. Kleinhenz A, Jeannine F. Delwiche B
dan Rachel E. Liggett. 2004. Triangle Tests Indicate That Irrigation Timing
Affects Fresh Cabbage Sensory Quality. Journal Food Quality And
Preference. Vol.15: 471–476.
Soekarto, Soewarto T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu
Pangan. IPB Press. Bogor.
Suradi, Kusmajadi. 2007. Tingkat Kesukaan Bakso dari Berbagai Jenis Daging
Melalui Beberapa Pendekatan Statistik (The Hedonic Scaling of Meatball
from Various kind of Meat on Several Statistic Approached). Jurnal Ilmu
Ternak, Vol. 7(1): 52 – 57.
Suryaningrum, Theresia Dwi dkk. 2010. Profil Sensori dan Nilai Gizi Beberapa
Jenis Ikan Patin Dan Hibrid Nasutus. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan. Vol. 5(2).
Tarwendah, Ivani Puti. 2017. Studi Komparasi Atribut Sensoris Dan Kesadaran
Merek Produk Pangan. Jurnal Pangan Dan Agroindustri. Vol. 5(2) : 66-73.
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1.3 Penjelasan Panel


Gambar 1.4 Pengisian borang uji
leader

Gambar 1.6 Penjelasan Panel


Gambar 1.5 Sampel uji segitiga
leader
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Presentase Benar
3
a. 3
× 100% = 100%
2
b. 3
× 100% = 66,6%
1
c. 3
× 100% = 33,3%
0
d. 3
× 100% = 0%

2. % Panelis lolos seleksi =


Jumlah panelis yang lolos
×100%
Total Panelis
19
= × 100% = 76%
25

3. % Panelis yang tidak lolos seleksi

Jumlah panelis yang tidak lolos


× 100%
Total Panelis
6
= × 100% = 24%
25

Anda mungkin juga menyukai