Anda di halaman 1dari 66

I.

PENTINGNYA UJI SENSORI


PADA INDUSTRI PANGAN

Pendahuluan
Uji sensori merupakan ilmu multidisiplin yang menggunakan panelis manusia
dan panca inderanya untuk mengukur sifat sensori dan penerimaan produk
pangan. Secara umum penilaian mutu produk pangan tidak cukup hanya
berdasarkan analisis sifat fisik, kimia dan biologi melainkan juga sifat sensorinya.
Penilaian sifat sensori sangat penting terutama pada produk pangan karena
dengan mutu sensori yang tidak baik maka produk pangan tidak dapat diterima
orang walaupun sifat mutu lainnya baik.
Uji sensori berperan penting dalam pengembangan produk di industri pangan
dengan meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan. Panelis dapat
mengidentifikasi sifat-sifat sensori yang akan membantu untuk mendeskripsikan
produk. Uji sensori dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan yang
dikehendaki atau tidak dikehendaki dalam produk atau bahan-bahan formulasi,
mengidentifikasi area untuk pengembangan, menentukan apakah optimasi telah
diperoleh, mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi
selama proses atau penyimpanan, dan memberikan data yang diperlukan bagi
promosi produk. Penerimaan dan kesukaan atau preferensi konsumen, serta
korelasi antara pengukuran sensori dan kimia atau fisik dapat juga diperoleh
dengan uji sensori. Dari sisi konsumen, uji sensori juga bisa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari walaupun penerapanya secara sederhana seperti mencicip
rasa saat memasak, memilih bahan atau produk pangan di pasar dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan sifat sensorinya. Bab ini membahas
tentang pengertian, perkembangan dan kegunaan uji sensori pada industri pangan
khususnya dan kehidupan sehari-hari umumnya.
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan
pengertian, perkembangan, kegunaan dan kekhasan uji sensori.

1
Pengertian

Uji sensori merupakan ilmu multidisiplin yang menggunakan panelis


manusia dan panca inderanya untuk mengukur sifat sensori dan penerimaan
produk pangan (Watts et al., 1989). Carpenter et al. (2000) juga mendefinisikan
uji sensori sebagai identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis dan interpretasi sifat
produk melalui lima indera yaitu penglihatan, penciuman, perasa, peraba dan
pendengaran.
Uji sensori dapat bersifat kualitatif (misalnya x lebih manis dari y)
ataupun kuantitatif (misalnya rasa manis x = 7 , y = 5) dengan menggunakan
skala; menggunakan panel terlatih maupun tidak terlatih; menganalisis mutu
secara objektif (misalnya intensitas flavor) maupun subjektif (kesukaan dan
penerimaan). Dengan menetapkan tujuan pengujian, memilih metode pengujian
dan panel yang tepat maka hasil pengujian sensori dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Meskipun pengujian kimia sudah sedemikian maju seperti analisis
flavor menggunakan Gas Chromatography, namun penggunaan uji sensori masih
lebih praktis dan ekonomis. Cupping test untuk pengendalian mutu teh di industri
teh yang dilakukan setiap hari bisa dilakukan hanya oleh seorang tester yang
terlatih. Untuk menilai flavor teh secara kimia akan diperlukan biaya yang mahal
untuk investasi alat Gas Chromatography , biaya pemeliharaan alat, bahan kimia
serta SDM (operator dan ahli analis data). Flavour teh tersusun dari puluhan
komponen senyawa kimia, jika dianalisis secara kimia diperlukan banyak standar
yang biayanya sangat mahal.
Sampai saat ini tidak ada satu alatpun yang dapat menggantikan respon
manusia secara sempurna walaupun beberapa penelitian telah mencoba untuk
merancang dan mengujicobakan indera buatan seperti detector warna, rasa dan
sebagainya.

Perkembangan Uji Sensori

Uji sensori telah berlangsung sepanjang kebiasaan manusia untuk menilai


baik-buruknya makanan, minuman, dan apa saja yang biasa digunakan dan
dikonsumsinya. Pada awal peradapan manusia, pemilihan buah atau sayuran
didasarkan pada rasa. Rasa manis digunakan sebagai indicator bahwa bahan

2
pangan tersebut aman dan enak untuk dikonsumsi, sebaliknya rasa pahit
mengindikasikan bahan tersebut tidak aman dan tidak enak. Namun seiiring
dengan perkembangan pengetahuan hal tersebut berubah, saat ini beberapa buah
atau sayuran dengan rasa pahit justru menunjukan kandungan senyawa flavonoid
yang baik untuk kesehatan. Pada tahap perkembangan selanjutnya yaitu
berkembangnya perdagangan telah membuat uji sensori sedikit lebih resmi.
Seorang pembeli berharap bahwa dengan menguji sedikit sampel dari muatan
kapal dapat mewakili bahan yang ingin dibeli secara keseluruhan. Berdasarkan
hasil penaksiran mutu produk secara sensori tersebut, penjual dapat menentukan
harga jual.
Dari waktu ke waktu grading pada produk wine, teh, kopi, mentega, ikan
dan sebagainya terus berkembang sampai saat ini. Grading telah melahirkan
“tester” yang profesional sekaligus sebagai konsultan pada industri makanan,
minuman, dan kosmetik pada awal 1900. Beberapa pustaka kemudian mulai
bermunculan dengan istilah “Pengujian Organoleptik” untuk menyatakan
pengukuran secara objektif terhadap atribut sensori. Istilah “pengujian
organoleptic” didasarkan pada organ manusia yang digunakan sebagai alat uji
produk. Namun berikutnya dikoreksi istilah tersebut menjadi “pengujian indrawi”
karena hanya lima indra (penglihatan, penciuman, pendengaran, pencicip dan
peraba) yang digunakan untuk pengujian, sedangkan organ lain manusia tidak
digunakan untuk pengujian. Beberapa dasa warsa terakhir ditemukan bahwa pada
kelima indra manusia sesungguhnya terdapat “syaraf sensor” yang berfungsi
sebagai detektor sifat sensori produk sehingga sampai saat ini istilah yang lebih
tepat digunakan yaitu “pengujian/uji sensori”.
Pengujian sensori yang sistematik pertama kali dikenalkan oleh Pangborn
(1964) pada penyajian makanan untuk tentara Amerika dan ditemukannya “Uji
Segi Tiga” di Scandinavia. Selanjutnya perkembangan uji sensori sebagian besar
terjadi di Food Science Departement di Universitas California dengan ditulisnya
buku oleh Amerine, Pangborn, dan Roessler (1965). Para ilmuwan terus
mengembangkan uji sensori sampai akhirnya menjadi formal, terstruktur dan
metodologi yang terukur. Mereka terus mengembangkan metode dan
memperbaiki yang sudah ada. Beberapa perguruan tinggi telah memuat uji

3
sensori dalam beberapa jurnal seperti “Chemical Senses”, “Journal of Sensory
Studies”, “Journal of Texture Studies”, “Journal of Food Science”, “Journal of
Food Technology”, dan “Food Quality and Preference”.
Pengujian sensori untuk produk-produk tertentu, misalnya : kopi, teh sudah
dibuat prosedur standar secara internasional oleh Asosiasi terkait meliputi standar
peralatan, standar preparasi sampel serta standar penilaian berikut sifat sensori
dan kriterianya. Indonesia secara nasional juga telah mempunyai standar uji
sensori untuk produk-produk perikanan yang pertama kali ditetapkan pada tahun
1991 yaitu SNI 01-2346-1991 dan telah mengalami revisi dua kali yaitu tahun
2006 dan 2011. Pembuatan standar uji sensori bertujuan agar perbedaan hasil uji
tidak disebabkan oleh cara persiapan sampel serta cara pengujian yang berbeda.

Kegunaan Uji Sensori pada Industri Pangan

Pangan mempunyai peran, makna, dan fungsi yang luas, baik bagi negara,
bangsa, daerah, masyarakat, keluarga maupun bagi pribadi. Bagi manusia,
makan bukan sekedar pemuas lapar dan dahaga atau untuk memenuhi kebutuhan
gizi semata. Disamping berfungsi memenuhi kebutuhan biologis, makan juga
berperan penting untuk memenuhi kebutuhan rohani (kepuasan, kebanggaan,
prestise, dan sebagainya). Hal tersebut terbukti dengan fanatiknya seseorang
terhadap restoran atau merk tertentu meskipun banyak restoran atau merek lain
untuk produk sejenis tersedia. Keinginan perantau untuk pulang kampung bukan
sekedar rindu kepada keluarga dan suasana kampung halaman namun umumnya
juga rindu dengan makanan khas yang tidak dijumpai di lokasi tinggal yang
sekarang.
Secara umum penilaian mutu produk pangan tidak cukup hanya berdasarkan
analisis sifat-sifat kimia maupun biologi melainkan juga sifat sensorinya.
Penilaian sifat sensori sangat penting terutama pada produk pangan karena
dengan mutu sensori yang tidak baik maka produk pangan tidak dapat diterima
konsumen walaupun sifat mutu lainnya baik. Oleh karena itu pada industri
pangan, hasil pengembangan produk dari bagian Research and Development
sebelum diproduksi oleh bagian produksi perlu dilakukan uji
preferensi/penerimaan produk di wilayah-wilayah target pasar dengan melibatkan

4
calon konsumen sebagai panel. Berdasarkan hasil uji tersebut akan didapat
gambaran secara umum penerimaan konsumen terhadap produk bahkan masukan
untuk perbaikan sifat-sifat tertentu. Setelah perbaikan baru dilakukan produksi
dan pemasaran oleh bagian pemasaran. Sepanjang proses pemasaran bagian
pemasaran akan selalu memantau perkembanganya dan sangat memungkinkan
dilakukan perbaikan sifat sensori secara berkelanjutan. Keterkaitan antara bagian
produksi, research development dan pemasaran dalam pengujian sensori
diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Keterkaitan bagian produksi, research development dan pemasaran


dalam pengujian sensori produk.

Dalam industri pangan, uji sensori sering digunakan untuk menjawab


berbagai pertanyaan tentang mutu produk, perbedaan, deskripsi dan penerimaan.
1. Perbedaan antara dua produk atau lebih
Uji perbedaan merupakan bagian yang terkait dengan pengawasan mutu,
pengujian masa simpan dan pengujian terhadap penyimpangan mutu.
Penerapannya tergantung dari kemampuan panelis untuk mengenal
perbedaan, misalnya :.
a. Apakah produk A (milik perusahaan) sama dengan produk B
(pesaing)?
b. Apakah produk A dan B berbeda ?
c. Berapa besar perbedaannya?
d. Apakah masyarakat mendeteksi perbedaan tersebut?
e. Mungkinkah masyarakat mendeteksi adanya penyimpangan?

5
2. Deskripsi (menjelaskan dan mengukur sifat produk)
Uji deskripsi lebih sesuai dalam pengembangan produk, yaitu untuk
mencapai mutu yang ditargetkan, reformulasi produk yang ada dengan
proses atau bahan tambahan yang berbeda. Dalam hal ini diperlukan
definisi, evaluasi, dan pemahaman karakteristik sensori dan seringkali
memerlukan pelatihan tingkat tinggi terhadap panelis, misalnya :
a. Seperti apa rasa produk ini?
b. Seperti apa karakteristik sensorinya?
c. Seperti apa perubahan proses/formulasi/pengemasan/penyimpanan
memengaruhi mutu sensori produk?
d. Bagaimana perbedaan kualitas sensori produk yang satu
dibanding yang lain?
3. Penerimaan/Kesukaan
Uji penerimaan dan kesukaan bertujuan untuk meyakinkan apakah
perbedaan produk dapat diterima oleh konsumen, dapat meningkatkan
kesukaan dan penerimaan. Metode ini berada antara uji sensori dengan
riset konsumen. Kriteria panel yang digunakan berbeda dengan panel
yang digunakan untuk uji perbedaan dan deskripsi. Pada uji penerimaan,
panel harus mewakili target populasi konsumen dan tidak perlu dilatih.
Metode ini dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan berikut :
a. Apakah kamu suka produk ini?
b. Seberapa suka kamu terhadap produk ini?
c. Apakah produk ini dapat diterima?
d. Apakah produk ini sama baiknya dengan produk lainnya/pesaing?
e. Apakah kamu lebih menyukai yang ini?
f. Sifat mana yang kamu sukai?
g. Sifat mana yang kurang/tidak disukai?
Dalam suatu industri, pengujian sensori merupakan bagian dari
pengambilan keputusan. Pada semua industri makanan baik industri maupun
pengecer, pengujian sensori produk dilakukan setiap hari dengan beberapa
alasan:

6
a. Untuk menjaga kepedulian terhadap produk yang dihasilkan perusahaan
atau produk kompetitor
b. Untuk mengenalkan produk perusahaan kepada konsumen yang
berpotensi
c. Untuk memantau kepuasan pelanggan
d. Untuk menunjukkan produk terbaru kepada bagian pemasaran
e. Untuk pengembangan produk
f. Untuk memutuskan perubahan proses/formulasi
g. Untuk memeriksa apakah mutu produk sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan/target
Gambar 2 menunjukan aktivitas harian pengujian sensori teh (Cupping Tea) yang
dilakukan oleh tester terlatih industri teh dalam rangka mengendalikan mutu
produknya.

Gambar 2. Sampel Cupping Tea

Kekhasan Uji Sensori


Pengujian sensori sifatnya khas, muskil dan unik. Keunikan dan
kekhasan uji sensori meliputi : (1) sifat sensori yang sulit dideskripsikan; (2)
instrumenya adalah manusia yang responnya sangat dipengaruhi oleh kondisi
fisiologis dan psikologis; (3) melibatkan proses psikologis; (4) sifat sensori
mempunyai banyak variable; dan (5) proses pengujian memerlukan kondisi dan
lingkungan yang khas.

7
Sifat sensori umumnya hanya mudah dirasakan namun sulit dinyatakan
atau dideskripsikan serta sulit diukur. Satu contoh untuk rasa daging (ayam, sapi,
kambing, ikan, udang) jika ditanyakan kepada seseorang yang diminta mencicip
dan membandingkanya pasti dijawab kelima daging tersebut rasanya “enak” dan
dia bisa membedakan rasa enak dari ke lima jenis daging tersebut. Tetapi bila
diminta untuk mendiskripsikan rasa “enak” masing-masing jenis daging maka
akan mengalami kesulitan. Hal ini sangat berbeda dengan sifat lain (kimia, fisik,
biologi) yang mudah diukur meskipun kadang-kadang memerlukan alat yang
canggih. Satu contoh untuk menilai kadar protein dari kelima jenis daging
tersebut maka dengan menggunakan alat, bahan kimia dan prosedur analisis
protein akan didapatkan kadar protein masing-masing dan dengan mudah bisa
dijelaskan perbedaanya dengan membandingkan hasil uji dalam bentuk
angka/persen masing-masing.
Jika sifat-sifat fisik, kimia, biologi pengukurannya dengan instrumen fisik
(termometer, pH meter, spektrofotometer, timbangan, dan lain-lain), maka sifat
sensori diukur dengan instrumen manusia, yaitu dengan alat indera. Manusia
sebagai instrumen ukur disebut panel (sekelompok manusia) yang terdiri dari
individu (panelis). Penggunaan indra manusia sebagai instrumen melibatkan
proses fisiologis dan proses psikologis pada diri panelis. Dengan demikian
kondisi psikologis panelis sangat menentukan tingkat ketelitian pengukuran sifat
sensori. Seseorang yang kondisi fisiologis dan psikologisnya sedang terganggu
atau tidak stabil tidak dapat diandalkan menjadi panelis.
Sifat sensori dipengaruhi oleh banyak variabel, baik variabel eksternal
maupun variabel internal. Variabel eksternal yaitu faktor luar yang dapat
memengaruhi proses pengujian. Misalnya warna suatu produk dapat berbeda
karena sumber penyinaran yang berbeda. Lingkungan yang gaduh dapat
mengganggu konsentrasi panelis yang sedang melakukan pengujian. Ruang uji
yang panas atau kotor juga membuat panel tidak dapat melakukan pengujian
dengan baik karena konsentrasinya terganggu. Sedangkan variabel internal yaitu
faktor kondisi kesehatan dan kejiwaan panelis yang dapat memengaruhi proses
pengujian. Kondisi kesehatan yang dapat mengganggu misalnya sakit, pusing,
mual, lesu, lelah dan sebagainya. Sedangkan kondisi kejiwaan yang dapat

8
mengganggu, misalnya terlalu gembira, terlalu sedih, jenuh, stress, dan
sebagainya.

RINGKASAN
1. Uji sensori merupakan ilmu multi-disiplin yang menggunakan panelis
manusia dan panca indranya untuk mengukur sifat sensori dan
penerimaan produk pangan (Watts et al., 1989). Carpenter et al. (2000)
juga mendefinisikan uji sensori sebagai identifikasi, pengukuran ilmiah,
analisis dan interpretasi sifat produk melalui lima indera yaitu:
penglihatan, penciuman, perasa, peraba dan pendengaran.
2. Perkembangan uji sensori mulai sejak kebiasaan manusia untuk menilai
sesuatu yang akan mereka konsumsi, kemudian berkembang sesuai
perkembangan perdagangan sebagai dasar penaksiran mutu dan harga.
Perkembangan selanjutnya digunakan pada grading di industri wine, teh
dan sebagainya pada awal tahun 1900. Secara ilmiah metode
pengujiannya terus dikembangkan dan diperbaiki sampai saat ini, bahkan
telah dibakukan untuk produk-produk tertentu.
3. Uji sensori digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang mutu produk,
pertanyaan tentang perbedaan, deskripsi, dan penerimaan.
4. Pengujian sensori sifatnya khas,muskil, dan unik. Keunikan dan
kekhasan uji sensori meliputi sifat sensori yang sulit dideskripsikan,
instrumenya adalah manusia yang responnya sangat dipengaruhi oleh
kondisi fisiologis dan psikologis, melibatkan proses psikologis, sifat
sensori mempunyai banyak variabel dan proses pengujian yang
rmemerlukan kondisi dan lingkungan yang khas.

SOAL LATIHAN :
1. Amati Laboratorium/Ruang Uji Sensori yang ada di kampus, bandingkan
suasana, fasilitas dan tata ruangnya dengan Laboratorium uji lainnya.
Diskusikan hasil pengamatan dan bahas mengapa berbeda!
2. Bandingkan rasa antara daging ayam, daging ikan dan daging sapi!
Deskripsikan perbedaan masing-masing

9
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenter, R.P., David H Lyon dan Terry A.H. 2000. Guidelines for
Sensory Analysis in Food Product Development and Quality Control.
An Aspen Publication, Maryland. p 1-11.

2. Hanum, Tirza. 1997. Uji Indrawi Dalam Pengawasan Mutu Pangan.


Jurusan THP Unila Bandar Lampung. Hal 1-4.

3. Meilgaard, Morten, Gail Vance Civill dan B Thomas Carr. 1999. Sensory
Evaluation Techniques. 3rd Edition. CRC Press LLC. Florida. P 1-6.

4. Soekarto, Soewarno T dan Musa Hubeis. 1991. Petunjuk Lab : Metode


Penelitian Indrawi. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Hal 1-39.

10
II. SIFAT SENSORI DAN INDERA MANUSIA

Pendahuluan
Produk pangan mempunyai berbagai atribut mutu yang dapat digolongkan
sebagai sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi termasuk mikrobiologi dan sifat
sensori. Sifat fisik meliputi berat, volume, ukuran (panjang, diameter, lebar),
kekerasan dan sebagainya. Sifat fisik diukur menggunakan alat misalnya berat
menggunakan timbangan, kekerasan menggunakan penetrometer. Sifat kimia
meliputi kadar air, protein, lemak, gula, antioksidan, mineral, logam berat dan
sebagainya. Sifat kimia diukur menggunakan alat dan menggunakan atau tanpa
menggunakan bahan kimia. Pengukuran kadar abu menggunakan alat utama
furnace dan timbangan analitik serta cawan pengabuan tanpa menggunakan
bahan kimia. Namun untuk mengukur kadar lemak selain diperlukan alat soxhlet
juga diperlukan bahan kimia/pelarut lemak. Sifat biologi/mikrobiologi meliputi
cacat biologi, kandungan mikroorganisme tertentu atau total mikroorganisme.
Pengukuran sifat biologi/mikrobiologi bisa secara visual maupun menggunakan
alat dan bahan kimia. Untuk menilai cacat biologi bisa hanya dinilai secara
visual, namun untuk mengukur total mikroorganisme dalam produk susu
diperlukan alat dan media untuk menumbuhkan mikroorganisme dan setelah
inkubasi akan muncul koloni yang dapat dihitung secara manual atau
menggunakan alat hitung untuk mempermudah penghitungan. Berbeda dengan
sifat lainya, sifat sensori suatu produk adalah semua sifat yang bisa dinilai oleh
lima panca indra manusia meliputi penampakan, tekstur, rasa, bau, flavor, suara.
Keunikan sifat sensori ini alat ujinya adalah sensor yang ada pada indra manusia
yang bisa diarahkan penilaianya secara obyektif maupun subyektif. Bab ini akan
membahas: (1) atribut sensori: kenampakan, bau, flavor dan rasa dari berbagai
produk; (2) mekanisme dalam mendeteksi atribut tersebut dengan indera
penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa dan peraba.

11
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
sifat sensori bahan pangan, indra manusia, dan sistem kerjanya dalam uji sensori
serta kelainan yang bisa terjadi.

Sifat Sensori
Produk pangan mempunyai berbagai atribut mutu yang dapat digolongkan
sebagai sifat fisik, kimia, biologi dan sensori. Sifat sensori sebelumnya disebut
sifat organoleptik karena dinilai menggunakan organ manusia atau disebut sifat
indrawi karena penilaiannya menggunakan indera manusia. Istilah paling
mutakhir saat ini adalah sifat sensori karena sebenarnya sensor yang ada pada
indra manusia yang berfungsi sebagai detektor “sumber rangsangan” dari sampel
yang diuji dan akan mengirimkan sinyalnya melalui syaraf yang terhubung ke
otak. Otak akan mengolah sinyal tersebut dan mencocokan dengan memori yang
ada sehingga akan menghasilkan respon.
Sifat sensori bagi produk pangan, lebih-lebih untuk produk hilir
merupakan sifat yang sangat penting. Bagaimanapun tingginya mutu gizi dan
baiknya sifat fisik, kimia dan biologi suatu produk pangan akan kecil artinya bagi
konsumen jika produk tersebut tidak disukai, tidak enak, dan tidak menarik.
Sifat sensori hanya dikenali dengan uji sensori. Mengenal sifat sensori
dengan uji sensori bagi panelis tidaklah sulit asalkan pengelola uji sensori dapat
mengkomunikasikan dengan tepat sifat sensori yang dimaksudkan. Namun
beberapa sifat sensori hanya dapat dirasakan tetapi tidak mudah dideskripsikan.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sifat-sifat sensori dari pengelola uji ke
panelis dapat menyebabkan salah paham, salah pengertian atau beda persepsi
antara kedua pihak. Untuk mengatasi kesulitan tersebut perlu ada upaya khusus
meliputi: (1) cara deskripsi dan (2) latihan. Keduanya dapat dilakukan terpisah
dan kemudian dipadukan dalam implementasinya.
Untuk mendeskripsikan suatu sifat sensori dilakukan dengan berbagai
cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Cara tidak langsung bisa
dilakukan dengan cara pelekatan dan cara asosiasi. Cara pelekatan digunakan
untuk mendeskripsikan sifat sensori yang sederhana, mudah dan dimiliki oleh
benda tertentu yang telah dikenal secara luas. Contohnya, sifat asin dilekatkan

12
pada garam dapur, sifat manis pada gula pasir, sifat asam pada cuka, dan
sebagainya. Dalam hal ini cara deskripsinya lebih sederhana, cukup
menyebutkan rasa asin seperti rasa garam. Untuk sifat sensori yang sulit atau
tidak spesifik, cara pelekatan tidak mudah dipahami dan dapat menyesatkan.
Sedangkan cara asosiasi, yaitu dengan mengaitkan/mengingatkan dengan sifat
lain yang mirip, yang sudah dikenal/lebih mudah diingat. Contohnya sifat rasa
pedas cabe. Orang Amerika Utara menamakan sifat pedas itu dengan “hot”
(panas). Jadi rasa pedas diasosiasikan rasa panas. Orang Indonesia mengenal
sifat masir pada buah salak/apel yang arti harfiahnya menyerupai pasir.
Sifat sensori pada produk pangan dapat dikelompokkan berdasarkan (1)
indera yang digunakan dan (2) subjektivitas. Berdasarkan indera yang
digunakan, sifat sensori dikelompokkan menjadi 5 golongan yaitu: visual
(penampakan), bau, rasa, suara dan tekstur/konsistensi. Namun dalam proses
pengujian, sebagian besar sifat saling overlap. Berdasarkan subjektivitas, sifat
sensori dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu: sifat hedonik dan deskriptif.
Sifat hedonik berkaitan dengan suka-tidak suka, senang-tidak senang, bagus-
jelek, enak-tidak enak, dan sebagainya. Sedangkan sifat deskriptif menyatakan
kesan atau respon spontan tentang sifat sensori yang tidak dikaitkan dengan
subjektivitas. Contohnya adalah “nugget ikan lele” mempunyai bentuk lempeng
agak tebal, warna kuning keemasan , tekstur kompak, rasa gurih dan aroma ikan.

a. Penampakan
Setiap pembeli tahu bahwa penampakan seringkali hanya satu-satunya
sifat yang dapat digunakan sebagai dasar keputusan untuk membeli atau
mengkonsumsi suatu produk karena tidak disediakan tester/sampel untuk dicicip.
Suatu saat konsumen dihadapkan pada penampakan produk yang tidak seperti
biasanya, sehingga konsumen perlu mendapatkan penjelasan. Contoh pada
Gambar 3 adalah sajian roti yang berwarna hijau, tidak seperti biasanya yang
berwarna kuning kecoklatan. Sebelum mendapatkan penjelasan bahwa roti
tersebut berwarna kehijauan karena dalam adonan ditambahkan tepung daun
singkong maka konsumen akan bertanya-tanya. Hal ini juga terjadi mie yang
berwarna hijau, orange, ungu karena ada penambahan sayur atau bahan lain yang

13
berwarna, sengaja ditambahkan untuk menambah varian mie sekaligus
kandungan serat atau pewarna alami yang lebih menarik.

Gambar 3. Roti dengan warna “tidak biasa”

Karakteristik umum dari penampakan, yaitu:


1. Warna
Warna merupakan fenomena baik berupa komponen fisik maupun
psikologis: persepsi dengan sistem visual dari sinar dengan panjang
gelombang 400-500 nm (biru), 500-600 nm (hijau dan kuning) dan 600-800
nm (merah), umumnya dicerminkan dalam nilai/chroma pada sistem warna
Munsell. Warna sering digunakan untuk indikasi kesegaran maupun
kerusakan bahan. Warna daging yang merah cerah (Gambar 4) menunjukan
bahwa daging tersebut dalam kondisi segar, sebaliknya warna yang pucat
atau kebiruan menunjukan bahwa daging tersebut sudah rusak.

Gambar 4. Warna daging segar

14
Warna juga menunjukan kesegaran buah-buahan atau sayuran. Perubahan
warna sering juga digunakan untuk menentukan waktu panen komoditas
tertentu.

Selain warna, karakteristik lain yang serupa adalah intensitas warna,


misalnya: cerah-gelap, intensitas warna coklat, tingkat keputihan tepung
dan sebagainya. Gambar 5 adalah contoh intensitas warna yang berkaitan
dengan tingkat penyangraian kopi.

Gambar 5. Tingkat penyangraian kopi

2. Ukuran dan bentuk


Beberapa sifat sensori digunakan untuk menjelaskan bentuk dan ukuran
produk dan sangat tergantung dari jenis produk. Misalnya, bentuk telur
ayam adalah oval dan berdasarkan ukurannya bisa digolongkan kecil,
sedang, besar, dan sangat besar (Gambar 6). Parameter panjang, ketebalan,
lebar, ukuran partikel, bentuk geometri dari suatu sayuran, pasta serta
pangan siap saji merupakan bagian dari penampakan suatu bahan pangan.

Gambar 6. Telur dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi

15
3. Tekstur permukaan
Banyak istilah yang bisa digunakan untuk menjelaskan tekstur atau
konsistensi produk secara visual misalnya permukaan halus atau
kasar, basah atau kering, lunak atau keras dan kental atau encer. Satu
contoh untuk kecap dan sirup, istilah tekstur permukaan yang tepat
adalah kental-encer dengan melihat saat produk dialirkan dengan
sendok.

4. Kecerahan
Kecerahan warna menunjukkan kemurnian warna. Misalnya, merah
cerah nampak lebih murni dibanding merah kecoklatan. Hal ini cocok
untuk produk sirup.
5. Kejernihan
Kejernihan dapat dinilai dari banyaknya cahaya yang dapat menembus
suatu cairan. Misalnya, wine nampak keruh setelah diproduksi namun
akan berubah menjadi lebih jernih seiiring dengan umur simpannya.
6. Kilap
Kilap ditentukan oleh jumlah cahaya yang dipantulkan oleh permukaan
produk. Misalnya, buah-buahan seperti apel dan jeruk yang sehat dan
bersih kulitnya serta setelah digosok-gosok akan nampak mengkilap.

b. Bau
Pengertian bau dan aroma sebenarnya sama, namun kadang-kadang bau
cenderung dipersepsikan “negatif” sedangkan aroma dipersepsikan “positif” dan
lebih sesuai untuk produk pangan. Aroma suatu produk dideteksi bila senyawa
volatil dari produk tersebut masuk ke dalam lubang hidung dan diterima oleh
sistem penciuman.
Jumlah senyawa volatil yang lepas atau terbang dari suatu produk
dipengaruhi oleh suhu dan sifat alami senyawa. Volatilitas juga dipengaruhi
oleh kondisi permukaan, yaitu pada suhu yang sama, pada permukaan yang halus,
renggang dan lembab volatilitasnya akan lebih besar dibanding permukaan yang
kasar, padat, dan kering.

16
Beberapa aroma hanya dilepas bila terjadi reaksi kimia pada saat bahan
segar dipotong misalnya pada bawang merah. Molekul aromatik harus bersifat
volatil (dalam bentuk gas) dan bersama udara atau uap air pada intensitas tertentu
akan dapat dideteksi oleh indera penciuman.
Sampai saat ini belum ada jumlah yang jelas untuk jenis aroma yang
sudah distandarisasi secara internasional. Menurut Harper (1972) dalam
Meilgaard (1999), ada sekitar 17.000 senyawa aromatik yang telah diketahui dan
tester bau yang baik dapat membedakan 150-200 mutu aroma. Beberapa batasan
dijelaskan sebagai senyawa tunggal, misalnya: thymol aromanya seperti
tumbuhan hijau, karet. Satu batasan bisa diasosiasikan dengan banyak senyawa,
misalnya: aroma jeruk sama dengan alfa-pinene, beta-pinene, alfa-limonene,
beta-ocimene, citrat, citronellal, dan seterusnya. Belum ditemukan
penggolongan aroma yang standar. Gambar 7 menunjukan salah satu
penggolongan aroma.

Gambar 7. Penggolongan aroma

c. Rasa
Rasa produk pangan seringkali jadi salah satu parameter mutu sensori dari suatu
produk. Produk segar buah-buahan seperti nangka, mangga, jeruk dinilai
mutunya berdasarkan rasa manis. Rasa manis menunjukkan tingkat kematangan

17
buah yang sudah optimal atau menunjukan ciri varietas tertentu. Rasa masis pada
buah disebabkan kandungan gula baik dalam bentuk sukrosa, fruktosa atau
glukosa. Rasa asam pada buah karena kandungan asam-asam organik. Sedangkan
rasa produk olahan ditentukan oleh komposisi bahan yang digunakan serta proses
pengolahan.
Terdapat lima rasa dasar yaitu manis, asin, asam, pahit dan umami/lezat.
Rasa manis disebabkan oleh adanya senyawa gula (laktosa, glukosa, fruktosa,
sukrosa) dalam bahan. Rasa asin disebabkan antara lain oleh senyawa garam
(NaCl), rasa asam oleh adanya senyawa asam dan rasa pahit oleh adanya senyawa
tertentu seperti kafein, quinine. Sedangkan rasa sedap atau lezat umumnya
disebabkan adanya senyawa asam amino seperti asam glutamate.
Selain kelima rasa dasar tersebut masyarakat sering mengenal rasa
“pedas” atau “dingin”. Rasa pedas yang dimaksud sebenarnya adalah sensasi dari
sensor perasa pada lidah akibat teriritasi oleh senyawa kapsaisin pada cabe dan
lada serta zingeron pada jahe. Sebaliknya rasa dingin disebabkan oleh senyawa
sorbitol dan xylitol yang umumnya terkandung pada daun peppermint. Rasa
“sepat” juga dikenal pada bahan/produk yang mengandung senyawa tertentu
seperti tannin.

d. Konsistensi dan tekstur


Tiga sifat yang dapat dideteksi oleh sensor dalam mulut dan permukaan
kulit adalah: (1) viskositas untuk cairan yang homogen, (2) konsitensi untuk
cairan yang heterogen dan semipadat serta (3) tekstur untuk bahan padat dan
semipadat.
Viskositas menunjukkan kecepatan aliran cairan akibat suatu gaya,
misalnya gaya gravitasi. Viskositas dapat diukur secara teliti dan antara cairan
bervariasi misalnya, air atau minuman mempunyai viskositas rendah sekitar 1
centipoise (cP), sedangkan produk sejenis jelly mempunyai viskositas tinggi
sekitar 1000 cP. Konsistensi untuk produk, seperti: puree, saus, jus, sirup dan
jelly pada prinsipnya harus diukur dengan uji sensori. Namun dalam praktiknya
dapat juga distandarisasi dengan alat consistometer. Tekstur sifatnya lebih
kompleks, merupakan: (1) reaksi terhadap tekanan yang diukur sebagai sifat

18
mekanik (kekerasan/kelembutan, sifat adhesiv, kohesif, elastis) oleh sensor
kinestetik dalam otot pada tangan, jari, lidah, rahang, dan bibir; (2) sifat rabaan
bahan yang diukur sebagai bentuk geometrik partikel (berbutir, kristal, berlapis)
atau kelembaban ( berminyak, basah, kering) oleh syaraf peraba pada permukaan
kulit tangan, bibir dan lidah.
Sejak 1960, banyak penelitian yang menghasilkan perkembangan metode
pengukuran tekstur baik dengan uji sensori maupun dengan alat. Pengertian
tekstur tidak hanya berkaitan dengan indera peraba tetapi juga dengan indera
penglihatan dan juga pendengaran. Definisi tekstur adalah sifat suatu substansi
yang dihasilkan dari kombinasi sifat fisik dan indera peraba (permukaan kulit dan
mulut), penglihatan, dan pendengaran. Sifat fisik meliputi ukuran, bentuk,
jumlah dan struktur bahan (Leatherhead, Food Research Association, 1993 dalam
Carpenter et al, 2000).
Tekstur memegang peranan penting pada penerimaan produk. Konsumen
mengharapkan produk tertentu mempunyai tekstur seperti yang diinginkan untuk
produk tersebut. Jika produk tersebut tidak memenuhi harapan maka akan
kehilangan kesan baik. Tekstur merupakan salah satu atribut utama yang
digunakan konsumen untuk menilai mutu dan kesegaran produk pangan.
Konsumen seringkali mengatakan bahwa tekstur merupakan sebagian alasan
untuk tidak menyukai produk pangan selain alasan yang lebih utama yaitu flavor.
Konsumen memilih produk yang tidak terlalu sulit untuk dimakan dan mereka
juga menyukai tekstur kontras yang dapat meningkatkan kenyamanan makan
dengan tekstur yang bervariasi dan menarik.
Peran tekstur dalam menentukan mutu produk tergantung pada tipe pangan
dan dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
a. Kritis, bila tekstur merupakan karakteristik yang dominan, misalnya
kerupuk dan keripik.
b. Penting, bila tekstur merupakan karakteristik yang secara nyata
berpengaruh sama pentingnya dengan flavor dan penampakan,
misalnya buah secara umum.
c. Tidak penting, bila tekstur mempunyai kontribusi kecil, misalnya soup
encer

19
Persepsi terhadap tekstur produk adalah kompleks, sejumlah sistem sensor
terlibat. Walaupun indera peraba, penglihatan dan pendengaran terlibat tetapi
peran indera peraba paling penting khususnya mulut. Perlu diingat bahwa
persepsi terhadap tekstur pangan adalah proses yang dinamis, saat sifat fisik
sampel secara kontinyu berubah pada waktu dikunyah. Perbedaan besar terjadi
pada cara setiap individu mengunyah sampel dan menilai tekstur dengan pola
mengunyah yang berubah menyesuaikan situasi tertentu.
Pada awal pengujian suatu produk, penampakan dan penanganan produk
dapat memberikan informasi yang berguna tentang tekstur, misalnya padat-cair,
kasar-halus, kompak-tidak, plastis-tidak, berminyak, lengket, masir. Dari sekian
sifat sensori, kriteria tekstur produk paling bervariasi dan sangat tergantung dari
jenis produk. Beberapa contoh penggunaan kriteria/istilah tekstur : bakso
(kompak-tidak), dodol (plastis-tidak), tepung (halus-kasar), kecap (kental-encer),
gula merah (keras-lunak, berair-kering), kerupuk/keripik (renyah-tidak), roti
(kasar-lembut), daging (keras-lunak).

e. Flavor
Flavor didefinisikan oleh British Standards Institution sebagai kombinasi
dari rasa dan aroma (Carpenter et al, 2000). Flavor dipengaruhi oleh sensasi
panas, dingin, dan peraba.
Sejumlah reseptor terlibat dalam persepsi terhadap flavor, yaitu indra
pencicip, pencium, dan peraba. Flavor memegang peran utama dalam
penerimaan pangan dan seperti halnya tekstur merupakan proses yang dinamis.
Persepsi flavor merupakan hasil beberapa tahap proses konsumsi bahan pangan
mulai dari penghancuran sampai bahan pangan ditelan.
Flavor diterima oleh komponen larut air dan volatile dalam pangan yang
merangsang reseptor pencicip dan pencium secara berurutan. Untuk bahan
pangan yang dimakan mentah, flavor dihasilkan oleh senyawa yang ada secara
alami dan terbentuk secara spontan oleh reaksi kimia. Tetapi sebagian besar
bahan pangan yang kita makan sebelumnya dimasak atau diproses dengan panas.
Pemasakan biasanya menyebabkan pembentukan senyawa volatil yang keluar
dari bahan pangan selama pemasakan dan pada saat disajikan di piring, kemudian

20
ditangkap oleh reseptor pencium melalui hidung. Reseptor rasa dirangsang oleh
senyawa yang larut dan keluar dari bahan pangan saat dikunyah. Senyawa volatil
juga dapat ditangkap oleh reseptor pencium melalui saluran yang
menghubungkan antara mulut dengan rongga hidung. Sejumlah kecil senyawa
tersebut dapat mencapai sel reseptor pencium yang ada dalam rongga hidung
bagian dalam.
Persepsi flavor dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: (1) pengujian bau
dengan mencium makanan sebelum dimasukkan ke mulut, (2) pengujian flavor
dalam mulut terjadi pada saat makanan ada dalam mulut dan (3) pengujian after-
taste yaitu sensasi yang diterima setelah sampel ditelan. Dalam hal ini maka
standarisasi penyajian sampel perlu dilakukan untuk menghasilkan hasil uji yang
dapat diandalkan, yaitu: ukuran dan bentuk sampel uji, bentuk dari bahan yang
tidak dimasak (dikupas, dipotong atau utuh), suhu pemasakan dan suhu
penyajian, kelembaban dan wadah yang digunakan.

f. Suara
Suara yang dihasilkan pada saat produk pangan dikonsumsi atau pada saat
penanganan di pabrik tidak terlalu banyak berperan, namun tetap merupakan sifat
sensori yang penting. Beberapa produk yang renyah, seperti: kerupuk, kacang,
biscuit, buah dan sebagainya pada saat dikonsumsi atau dikunyah akan
menghasilkan suara. Dari suara yang dihasilkan tersebut akan dapat dideteksi
kerenyahan atau kesegarannya.
Suara minuman bersoda saat dibuka dari botol atau dihidangkan
memberikan kesan menyegarkan. Demikian juga suara orang “menyeruput” teh
atau kopi juga memberikan kesan kenikmatan dari minuman yang dikonsumsi.
Dalam industri makanan kaleng suara kaleng saat dipukul dengan stik dapat
menunjukan kevakuman dari kaleng. Sedangkan dalam penentuan masa panen
beberapa komoditas seperti buah cacao dan kelapa juga menggunakan kriteria
suara tertentu dengan cara memukulnya atau menggoyangkan. Buah cacao atau
kelapa yang sudah tua berongga didalamnya sehingga ketika dipukul atau
digoyangkan akan terdengar suara tertentu.

21
Indera Manusia
Dalam proses uji sensori, baik pikiran (psikologi) maupun tubuh
(fisiologis) secara bersama-sama berperan. Bagaimana sensasi fisiologis
dimanipulasi atau diubah dalam otak seseorang sebelum mereka memberikan
respon merupakan proses psikologis. Persepsi adalah kemampuan psikologis
untuk menyampaikan informasi sensoris sebagai objek eksternal.

a. Indera Penglihatan
Dalam beberapa hal, penting untuk menjelaskan dan menilai perbedaan
penampakan dan warna antara produk. Pada tugas seperti ini panelis memerlukan
lingkungan yang mendukung (pencahayaan yang cukup) sehingga mereka bisa
membedakan warna atau penampakan produk. Namun pada kasus lain,
penampakan produk tidak diperlukan bahkan dapat memengaruhi persepsi
terhadap flavor dan tekstur. Contohnya warna es krim yang kuning menimbulkan
sugesti bahwa tekstur dan flavornya gurih dan lezat. Dalam hal ini justru
diperlukan “masking” warna untuk meminimalkan bias, misalnya dengan
pencahayaan berwarna, wadah khusus atau dengan memotong bagian produk
yang dapat menimbulkan bias.
Sinar masuk ke dalam mata melalui kornea dan lensa terpusat pada retina
yang mengandung jutaan sel yang sensitif terhadap cahaya (rods dan cones)
seperti terlihat pada Gambar 1. Rods dan Cones akan mengkonversi sinar masuk
tersebut menjadi rangsangan syaraf yang akan disampaikan ke otak melalui
syaraf optik (optic nerve). Rods jumlahnya lebih banyak dan lebih sensitif
terhadap intensitas cahaya sedangkan cones sensitif terhadap warna dengan
panjang gelombang visual (400–700 nm). Panjang gelombang pendek berwarna
biru, gelombang sedang berwarna hijau dan gelombang panjang berwarna merah.
Buta warna biasanya merupakan faktor genetik dan lebih banyak dijumpai pada
pria dibanding wanita. Buta warna atau tidak dapat membedakan antara warna
merah dengan oranye, hijau dengan biru paling sering terjadi. Ada beberapa
tingkatan buta warna. Beberapa orang dapat mengatasi kelemahan
penglihatannya dengan belajar menghubungkan dengan warna objek yang
dikenalnya. Beberapa individu tidak menyadari bahwa mereka adalah buta

22
warna. Kesulitan penglihatan pada pencahayaan yang kurang dikenal dengan
“rabun senja” dan merupakan sifat genetik tetapi umumnya dikaitkan dengan
kekurangan vitamin A. Hal tersebut dapat menyebabkan masalah dalam uji
sensori bila kuesioner tidak mendapat pencahayaan yang cukup.

Gambar 8. Indera Penglihatan

Sebelum menerima calon panelis, penting untuk menguji sensitivitas


mereka terhadap warna. Satu set plat berwarna diujikan pada pencahayaan
normal siang hari. Mereka diminta untuk mengurutkan warnanya. Panelis
normal akan menghasilkan urutan yang berbeda dengan hasil panelis yang
menderita desefisiensi penglihatan.
Beberapa sifat sensori yang dapat diuji dengan menggunakan indera
penglihatan: warna, intensitas warna, kecerahan, kejernihan, kilap, bentuk dan
ukuran serta konsistensi atau tekstur secara visual.
Pencahayaan yang benar sangat penting saat penilaian penampakan
apalagi untuk warna. Pencahayaan harus sama warna dan intensitasnya ke area
pengujian setiap panelis. Pencahayaan buatan di atas setiap booth sangat
diperlukan.
Area pengujian harus dirancang dengan warna netral dan bebas dari
gambar atau pajangan yang berwarna-warni. Jumlah dan bentuk potongan

23
produk dapat mempengaruhi penampakan sehingga ukuran atau potongan sampel
harus seragam agar hasilnya konsisten.

b. Indera Penciuman
Alat penciuman kita dapat menilai berbagai bau yang berbeda bila senyawa
aromatik masuk ke dalam hidung. Penting juga untuk menilai senyawa aromatik
yang dilepas makanan dalam mulut pada saat dicicip. Kombinasi rasa dan bau ini
dikenal dengan flavor.
Reseptor penciuman terletak jauh dalam hidung (Gambar 9). Dalam
keadaan bernafas normal hanya sedikit jumlah udara yang masuk daerah tersebut.
Bau selain dapat masuk melewati lubang hidung bisa juga masuk melalui mulut.
Syarat bau dapat dicium bila senyawa bau bersifat larut sehingga dapat
bercampur dalam lendir yang melapisi reseptor penciuman. Rambut-rambut
halus dari reseptor akan menangkap bau dan mengirim rangsangan elektrik ke
syaraf pusat. Karena hanya sedikit jumlah udara yang masuk ke daerah
penciuman pada pernafasan normal, maka penting untuk menghirup pada saat
menilai bau agar dapat masuk ke daerah penciuman. Kontak yang optimal dapat
dicapai dengan menghirup bau selama 1-2 detik, istirahat 5-20 detik atau lebih
sebelum menghirup bau dari sampel berikutnya.
Anosmia (buta terhadap bau secara total) jarang terjadi, tetapi tidak dapat
mencium bau tertentu sering terjadi. Kesehatan yang terganggu merupakan
penyebab utama terganggunya penciuman. Beberapa penyakit, seperti flu dan
sejenisnya dapat menyebabkan tersumbatnya sistem pernafasan sehingga
menyebabkan anosmia sementara.

24
Gambar 9. Indera Penciuman

Penyaringan panelis potensial perlu dilakukan dengan menggunakan bau


yang sejenis dengan yang akan dinilai, sebab anosmia khusus terhadap senyawa
tersebut dapat menimbulkan masalah serius. Penyaringan dapat dilakukan
dengan mengujikan 5-20 jenis bau, beberapa adalah bau yang umum dan mudah
dikenali sebagai bau tunggal, sebagian merupakan bau kombinasi dan lainnya
adalah bau yang tidak umum. Botol khusus untuk bau umum digunakan namun
bisa juga dengan kartu khusus yang dibuka dan dicium. Persiapan bau dalam
botol dapat dilakukan dengan meletakkan sejumlah kecil bahan yang
menimbulkan bau seperti rempah, ekstrak atau bahan kimia di atas kain wool
dalam botol kemudian ditutup rapat. Panelis menilai bau tersebut dengan
membuka tutup botol dan didekatkan ke hidung.
Senyawa kimia penyebab iritasi seperti ammonia, jahe, bawang merah,
cabe, mentol dan lainnya dapat merangsang syaraf “trigeminal” menyebabkan
persepsi terbakar, panas, dingin, pedas, dan lain-lain pada mata, hidung dan
mulut.

25
Hal-hal yang dapat mempengaruhi penilaian bau adalah:
1. Lokasi
Area yang digunakan untuk pengujian bau harus bebas dari bau dan perlu
pengaturan aliran udara untuk menghilangkan bau yang keluar dari
pengujian sampel sebelumnya.
2. Kesehatan
Penyakit influenza dan sejenisnya dapat menyumbat sistem pernafasan dan
akan mempengaruhi penilaian bau. Oleh karena itu calon panelis perlu
ditanya kondisi kesehatannya secara umum dan secara khusus seperti ada
tidaknya penyakit asma, demam dan lain-lain. Faktor lain seperti perasaan,
konsentrasi dan kondisi hormonal dapat memengaruhi penilaian bau.
3. Volatilitas
Suhu memengaruhi kekuatan bau karena volatilitas molekul aromatik
dipengaruhi oleh suhu. Pengujian bau dan flavor perlu diuji pada suhu
biasanya produk tersebut disajikan atau dikonsumsi.

c. Indra Pencicip
Pada industri pangan, indra pencicip merupakan kunci penting. Sensasi
rasa merupakan hasil dari pengaruh molekul larut air yang berinteraksi dengan
reseptor pada lidah dan rongga mulut (Gambar 3). Reseptor rasa tersusun dari
“taste buds” yang akan diperbarui setiap 6-8 hari sekali. Senyawa rasa akan
diterima oleh membran sel yang mengandung taste buds yang kemudian
mengirim rangsangan ke pusat syaraf.
Pengujian rasa pada kenyataanya dipengaruhi oleh faktor psikologis dan
juga kriteria rasa produk yang tertulis di kuesioner. Secara historis telah
dideskripsikan 30 rasa dasar. Namun saat ini secara umum diakui bahwa ada 4
rasa dasar, yaitu: manis, asam, pahit, asin dan rasa lain yaitu “umami” (istilah
Jepang) yang artinya sedap atau lezat, dihasilkan oleh senyawa jenis glutamat.
Kehilangan kemampuan mencicip atau mendeteksi rasa secara total
(ageusia) jarang terjadi, tetapi kehilangan kemampuan untuk mencicip flavor
spesifik (hypogesia) dapat mempengaruhi panelis. Orang yang menderita
influenza merasa bahwa dia tidak dapat mendeteksi rasa, padahal sebenarnya

26
masih dapat mengenali rasa dasar, dan yang terganggu sebenarnya adalah indra
penciumannya sehingga mereka kesulitan mendeteksi flavor.

Gambar 10. Indera Pencicip

Faktor-faktor lain yang memengaruhi kemampuan menilai rasa adalah


adaptasi, kelelahan dan kebiasaan merokok. Adaptasi adalah perubahan
fisiologis akibat taste buds secara berulang-ulang mendapat rangsangan.
Misalnya pada awal pencicipan larutan sukrosa, perlu respon besar dan setelah
beberapa kali pencicipan akan menurun sampai tingkat dasar. Kelelahan lebih
banyak disebabkan oleh faktor psikologis. Semakin banyak atribut yang diuji
dan semakin kuat flavor akan semakin cepat panelis menjadi lelah. Merokok
sebenarnya tidak memengaruhi kemampuan panelis untuk mengenal rasa dasar.
Namun beberapa panelis yang perokok perlu makan makanan kecil dan tidak
merokok beberapa waktu sebelum pengujian dilakukan.
Cara mencicip sampel cair yang baik adalah mengambil sedikit,
memasukkan ke dalam mulut dan menahannya selama 2-3 detik. Jarak antar

27
pengujian minimal 15 detik. Sedangkan untuk sampel padat sulit untuk
menentukan waktu yang tepat karena setiap orang mempunyai kebiasaan
mengunyah yang berbeda-beda. Untuk rasa pahit yang kuat, kesan dapat
tertinggal selama beberapa jam bahkan beberapa hari. Hal tersebut terjadi karena
molekul penyebab rasa pahit terikat oleh protein reseptor.

d. Indra Peraba
Indra peraba terdapat pada lapisan bawah permukaan kulit dan dalam
rongga mulut. Pada Gambar 4 terlihat bahwa sensasi tekanan bisa diterima dari
ujung syaraf bebas (free nerve ending), tactile disk pada epidermis atau
Meissner’s corpucles. Namun kepekaan permukaan bibir, lidah, muka dan
tangan lebih besar dibandingkan bagian tubuh lainnya sehingga mudah untuk
mendeteksi perbedaan tekanan yang kecil, perbedaan ukuran partikel, perbedaan
suhu, dan kimia.

Gambar 11. Indera Peraba

28
e. Indra Pendengar
Getaran suara (vibrasi) akan diterima oleh tulang kecil di tengah telinga
(Gambar 12) yang akan menyebabkan gerakan hidrolik cairan dalam telinga (the
cochlea) yang kemudian akan mengirim rangsangan syaraf ke otak.
Pada industri pangan, indra pendengar ini sering digunakan untuk
menguji kerenyahan, bunyi minuman pada saat disajikan atau pada saat
dikonsumsi.

Gambar 12. Indra Pendengar

Interaksi antar indra


Tiga sifat sensori utama bahan pangan adalah penampakan, tekstur dan
flavor. Bila pengujian penampakan dilakukan hanya dengan indera penglihatan,
persepsi terhadap tekstur maupun flavor dapat dilakukan dengan beberapa model
yang berbeda.
Persepsi sensori meliputi interaksi dari beberapa sensor. Karakteristik
sensori utama yaitu flavor, tekstur dan penampakan masing-masing tidak bersifat
indipenden, tetapi satu dan lainnya saling memengaruhi. Salah satu contohnya
warna tidak hanya mencerminkan penampakan pangan tetapi juga flavor. Jeli
kuning yang diberi aroma jeruk dapat mengindikasikan bahwa flavornya seperti
jeruk. Sedangkan warna merah mengindikasikan flavor stroberi.
Suara dapat digunakan tidak hanya untuk mengindikasikan tekstur
sampel seperti pada produk yang kering dan renyah atau biskuit tetapi juga

29
mengindikasikan mutu sensori. Interaksi juga bisa terjadi antara suara dengan
flavor. Produk yang flavornya kurang disukai dapat ditutup dengan sifat produk
yang renyah karena suara yang timbul pada saat produk dikunyah dapat
mendominasi rasa dan bau.
Cara mudah untuk mengetahui interaksi antar indera manusia adalah
dengan melihat apa yang terjadi bila seseorang untuk pertama kalinya disajikan
sebuah produk. Ada beberapa tahap meliputi: (1) melihat penampakan, bila
penampakannya tidak diterima, orang tersebut akan memutuskan untuk tidak
memakan produk tersebut; Penerimaan secara visual dapat juga mempengaruhi
indra lainnya ; (2) menyentuh produk, dengan menyentuh produk dapat diketahui
suhu, konsistensi dan tekstur permukaannya; (3) mencium produk, dengan
mencium produk dapat diketahui apakah baunya sudah dikenal, asam, manis dan
sebagainya; (4) mencicip, pada saat produk tersebut masuk ke dalam mulut
sejumlah sensasi rangsangan akan muncul memberikan informasi tentang tekstur,
flavor dan suara yang muncul akan memengaruhi persepsi terhadap tekstur.

Mekanisme Pengujian Sensori


Mekanisme pengujian sensori melibatkan proses fisiologik dan proses psikologik
yang berlangsung secara simultan sampai menghasilkan suatu respon. Jadi
mekanisme pengujian sensori bukan merupakan proses yang sederhana, dapat
digambarkan pada Gambar 13.

Sumber sensor otak


rangsangan

Benda Fisiologis Psikologis


Perangsang
Respon

Gambar 13. Mekanisme pengujian sensori

30
Pada Gambar 13, benda/produk yang diuji dipandang sebagai sumber rangsangan
(input) dan respon sebagai luaran (output). Proses sumber rangsangan ditangkap
oleh sensor pada indra, diteruskan ke syaraf pusat, diolah oleh otak sampai keluar
respon berlangsung sangat cepat. Padahal sebenarnya proses tersebut melibatkan
banyak reaksi berantai yang panjang.
Secara keseluruhan rantai proses reaksi tersebut dikelompokan kedalam 2
proses yaitu proses fisiologik dan proses psikologik.
(1) Proses Fisiologik
Proses fisiologik mencakup dari penerimaan rangsangan oleh sensor dan
transfer rangsangan melalui syaraf ke pusat syaraf di otak. Sumber
rangsangan dalam proses pengujian sensori disebut sebagai benda
rangsangan seperti tomat, kopi, roti yang akan diuji atau dinilai. Rangsangan
dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu rangsangan fisik, mekanik dan
kimiawi. Contoh rangsangan fisik adalah suhu dan sinar. Suhu benda yang
diterima oleh sensor peraba pada kulit menghasilkan respon
dingin/panas/hangat. Sinar yang dipantulkan oleh benda merangsang sensor
pada indra penglihatan menghasilkan respon warna/kilap/bentuk.
Rangsangan mekanik berupa gaya tekanan akan merangsang sensor pada
indra peraba menghasilkan respon keras/lunak. Getaran yang merangsang
sensor pada indra pendengaran akan menghasilkan bunyi. Sedangkan
rangsangan biokimiawi berupa senyawa tertentu seperti sukrosa, NaCl yang
ada pada pangan saat dikunyah akan merangsang sensor pada indra pencicip
menghasilkan respon manis, asin. Senyawa volatile yang dilepas dari bawang
saat diiris atau digoreng, teh atau kopi yang diseduh akan merangsang sensor
pada indra penciuman menghasilkan aroma tertentu.
(2) Proses Psikologik
Rangsangan yang dikirim oleh syaraf ke otak akan diolah dengan acuan memori,
pengalaman dan pengetahuan seseorang sehingga diinterpretasikan menjadi
respon, kesan dan sikap. Proses ini merupakan proses psikologik.
Kemampuan psikologik dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu primer, sekunder
dan tersier. Respon tingkat primer hanya sampai pada kemampuan “mendeteksi”
dan “mengenal” terhadap sifat sensori. Respon tingkat sekunder sudah lebih

31
tinggi yaitu meliputi kemampuan membedakan, membandingkan dan merangking
serta menyatakan intensitas sifat sensori. Sedangkan tingkat sensor paling tinggi
mencakup sampai kemampuan hedonik. Gambaran tersebut dapat diilustrasikan
pada Gambar 14.

MENYUKAI MENDETEKSI

MENGENAL
MEMBANDING
KAN

MEMBEDAKAN

Gambar 14. Tingkatan kemampuan psikologik

RINGKASAN
1. Sifat sensori bagi produk pangan, lebih-lebih untuk makanan jadi
merupakan sifat yang sangat penting. Bagaimanapun tingginya mutu gizi
dan baiknya sifat-sifat objektif suatu produk pangan akan kecil artinya
bagi konsumen jika produk tersebut tidak disukai, tidak enak, dan tidak
menarik.
2. Berdasarkan indera yang digunakan, sifat sensori dikelompokkan menjadi
5 golongan, yaitu: sifat visual, bau, rasa, tekstur, dan suara.
3. Lima indera manusia yang digunakan dalam menguji sifat sensori bahan
pangan adalah indra penglihatan, indra penciuman, indra peraba, indra
pencicip, dan indra pendengaran.

TUGAS
1. Cari satu contoh produk pangan, kenali dan uraikan sifat sensorinya
secara keseluruhan setelah Saudara mengujinya dengan 5 indera.
Bandingkan hasil uji saudara dengan hasil uji teman untuk produk yang
sama !

32
2. Sajikan dua sampel sejenis (misalnya dua jenis sari buah) kepada teman
saudara dengan menutup mata dan hidung untuk dicicip dan dikenali
rasanya. Berikutnya tanpa menutup mata dan hidung. Apakah kedua
cara tersebut menghasilkan kesan yang sama? Diskusikan apa sebenarnya
yang terjadi pada masing-masing cara tersebut!

DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenter, R.P., David H Lyon dan Terry A.H. 2000. Guidelines for
Sensory Analysis in Food Product Development and Quality Control.
An Aspen Publication, Maryland. p 13-25.

2. Hanum, Tirza. 1997. Uji Indrawi Dalam Pengawasan Mutu Pangan.


Jurusan THP Unila Bandar Lampung. Hal 5-19.

3. Meilgaard, Morten, Gail Vance Civill dan B Thomas Carr. 1999. Sensory
Evaluation Techniques. 3rd Edition. CRC Press LLC. Florida. P 7-21.

4. Soekarto, Soewarno T dan Musa Hubeis. 1991. Petunjuk Lab : Metode


Penelitian Indrawi. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Hal 40-45

5. Setyaningsih, Dwi., Anton Apriyantono dan Maya Puspita Sari. 2010.


Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. PT Penerbit IPB
Press. Bogor.

33
III. PERSIAPAN RUANG UJI, SAMPEL DAN PANEL

Pendahuluan
Uji sensori merupakan uji sampel/produk yang menggunakan manusia
sebagai alat uji sehingga diperlukan rancangan khusus untuk fasilitas pengujian,
persiapan dan penyajian sampel serta pemilihan dan persiapan panelis. Dalam
hal ini akan dibahas standar fasilitas berupa tata letak laboratorium, fasilitas
utama dan penunjang. Panel dikelompokan berdasar tingkat kepekaan dan
jenisnya sehingga perlu pemahaman bagaimana memilih dan menyiapkanya
sesuai dengan tujuan dan metode uji yang digunakan. Persiapan sampel untuk uji
sensori juga harus mempertimbangkan beberapa hal termasuk kemungkinan bias
dari sifat sensori yang tidak dinilai, persiapan yang tidak seragam serta tata letak
dan banyaknya sampel dalam satu kali penyajian.
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
fasilitas dan panel yang diperlukan untuk uji sensori, memilih dan
menggunakannya agar penyelenggaraan uji sensori dapat terlaksana dengan baik.

Rancangan Ruang Uji


Laboratorium uji sensori dirancang khusus dan berbeda dengan
laboratorium lainnya karena alat uji yang digunakan adalah indera manusia. Pada
pengujian sensori, keadaan psikologis manusia sangat mempengaruhi hasil
pengujian. Oleh karena itu hal-hal yang dapat memengaruhi psikologis termasuk
kondisi lingkungan (suhu, warna, suara, kebersihan dan kenyamanan ruang uji)
harus ditekan sekecil mungkin.
Laboratorium uji sensori terdiri dari ruang persiapan, ruang pengujian,
ruang diskusi, dan ruang kantor. Contoh rancangan ruang uji sensori yang
medium dan besar dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16 (Meilgarrd,
1999). Ruang persiapan adalah ruang yang digunakan untuk persiapan sampel
sebelum disajikan ke panelis. Ruang pengujian adalah ruang tempat panelis
melakukan pengujian. Ruang persiapan harus terpisah dan bersebelahan dengan
ruang pengujian, kedua ruang tersebut dihubungkan dengan cendela yang bisa
dibuka-tutup berfungsi untuk menyajikan ke dan menarik sampel dari booth pada

34
ruang pengujian. Ruang diskusi digunakan untuk diskusi, pelatihan dan
pemberian instruksi oleh “panel leader”. Sedangkan ruang kantor berfungsi
untuk analisis data, membuat laporan dan menyimpan dokumen.

Gambar 15. Rancangan Ruang Uji Sensori Ukuran Medium

Gambar 16. Tata Letak Ruang Uji Sensori yang Berukuran Besar

35
a. Ruang Persiapan

Ruang persiapan dilengkapi dengan meja kerja, perlengkapan pencucian,


perlengkapan masak, refrigerator dan ruang simpan. Ruang ini harus mempunyai
ventilasi yang cukup atau perlu dilengkapi exhaus fan yang dipasang di atas
kompor untuk mengurangi bau pada saat persiapan dan mencegah mengalirnya
bau ke ruang pengujian yang dapat mengganggu pengujian.
Meja kerja berfungsi untuk persiapan sampel dan meletakkan nampan
berisi sampel sebelum disajikan ke panelis. Meja sebaiknya mempunyai
ketinggian sekitar 90 cm, lebar 60 cm dan harus nyaman untuk bekerja.
Wastafel dilengkapi dengan kran air panas, dingin bahkan akuades untuk
keperluan mencuci peralatan penyajian sampel serta untuk keperluan memasak
dan mempersiapkan sampel. Perlengkapan masak yang diperlukan adalah
kompor listrik, oven, microwave, panci, penggorengan, dan sebagainya.
Refrigerator diperlukan untuk menyimpan sampel sebelum disajikan. Freezer
diperlukan untuk penyimpanan sampel dalam waktu lama dan bila ingin disajikan
bersama sampel yang baru. Fasilitas penyimpanan berupa lemari atau rak
diperlukan untuk menyimpan alat penyajian. Meja dorong diperlukan untuk
membawa nampan.

b. Ruang Diskusi

Ruang diskusi digunakan untuk pengujian yang berorientasi pada produk


sehingga diperlukan untuk pertemuan panelis dengan “panel leader” untuk
diskusi, pelatihan dan pemberian instruksi. Ruang diskusi harus terpisah dari
ruang persiapan sehingga panelis tidak terganggu suasana persiapan. Meja besar
dengan kursi minimal 10 orang adalah ideal. Ruang diskusi ini juga perlu
dilengkapi dengan papan tulis dan papan pengumuman untuk menempel
informasi. Contoh ruang diskusi dengan booth sepanjang salah satu dindingnya
diilustrasikan pada Gambar 17.

c. Ruang Pengujian

Ruang pengujian merupakan ruang tempat panelis melakukan pengujian.


Ruang ini harus terpisah dengan ruang persiapan. Booth pengujian bisa dipasang

36
pada salah satu dinding ruang diskusi. Namun diskusi kelompok tidak bisa
dilakukan bersamaan dengan pengujian individual.

Gambar 17. Ruang Diskusi dengan Booth pada Salah Satu Dindingnya

Booth merupakan tempat panelis menguji sample tanpa dipengaruhi oleh


anggota panel yang lain. Dalam ruang pengujian umumnya mempunyai 5-10
booth. Masing-masing booth terdiri dari meja, kursi, cendela untuk lalu lintas
sampel dan pencahayaan (Gambar 18).

Gambar 18. Booth pengujian sensori (Repository UT)

37
Booth bisa bersifat permanen atau tidak permanen (bisa dipindah-pindahkan)
seperti terlihat pada Gambar 19. Ukuran booth sekitar 60 cm x 60 cm, dengan
ketinggian sama dengan ketinggian meja persiapan agar mempermudah lalu lintas
sampel lewat cendela. Ketinggian kursi harus membuat panelis duduk dengan
nyaman. Cendela berfungsi untuk lalulintas nampan berisi sampel dari ruang
persiapan ke meja panelis, berukuran 40 cm x 30 cm dan bisa dibuka-tutup.
Setiap booth harus ada pencahayaan dari atas meja sehingga ada
pencahayaan yang seragam. Cahaya bisa putih atau warna yang bervariasi seperti
merah atau kuning. Lampu warna berguna untuk masking warna sampel yang
bervariasi dan tidak diinginkan karena dapat menimbulkan bias.

Gambar 19. Booth yang Tidak Permanen dan Bisa Dipindahkan

d. Ruang Kantor

Ruang ini diperlukan oleh staf dan ”panel leader” untuk menganalisis
data, membuat laporan dan menyimpan hasil pengujian. Untuk keperluan
tersebut, ruang kantor dilengkapi dengan meja dan kursi kerja, lemari kabinet,
komputer dan peralatan kantor lainnya.

38
e. Peralatan Untuk Uji sensori

Peralatan untuk uji sensori meliputi alat persiapan, alat dan wadah untuk
penyajian sampel ke panelis. Alat persiapan, seperti: kompor, oven,
microwave dan peralatan masak serta alat ukur seperti timbangan,
silinder, pipet, gelas ukur. Semua peralatan tersebut harus terbuat dari
bahan yang tidak memengaruhi bau atau flavor sampel. Alat masak dari
gelas atau keramik akan lebih baik dibanding yang terbuat dari logam.
Bila logam yang dipilih, stenlistil lebih baik dibanding alumunium.
Sedangkan wadah untuk penyajian sampel, untuk wadah yang sekali
pakai, harus digunakan wadah baru dan dalam jumlah yang mencukupi.
Untuk wadah yang digunakan ulang, bahan gelas akan lebih baik
dibanding plastik karena tidak memengaruhi flavor sampel. Pada standar
pengujian mutu seduhan kopi maupun teh (Cupping test), wadah sampel
yang digunakan sudah ditentukan bahan dan ukuranya terkait dengan cara
seduh, perbandingan bahan dan air serta cara mengujinya.

Gambar 20. Wadah sampel untuk Cupping Tea

Alat lain yang diperlukan adalah gelas minum, gelas buangan kumur, sendok,
garpu, pisau, mangkok, dan sebagainya.
Wadah sampel dipilih sesuai dengan ukuran dan karakteristik sampel.
Ukuran wadah bervariasi sesuai tipe produk yang akan diuji dan jumlah sampel
yang disajikan. Wadah kertas, plastik, styrofoam sekali pakai ukuran 30-60 ml,
cawan petri, wadah gelas yang bisa digunakan berkali-kali merupakan alternatif
wadah sampel yang bisa digunakan. Tutup wadah sangat penting bila yang

39
dievaluasi adalah bau sampel. Panelis akan membuka tutup dekat hidungnya
pada saat menilai bau sampel.
Nampan bisa terbuat dari plastik atau logam untuk membawa sampel pada
saat penyajian. Untuk sampel yang diinginkan tetap hangat saat penyajian, perlu
nampan listrik (semacam water bath).

Persiapan Sampel
Sebelum pengujian dimulai, persiapan sampel perlu direncanakan dengan
teliti dan mengikuti prosedur standar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan sampel adalah cara sampling, persiapan sampel, penyajian
sampel, dan penggunaan control atau reference.
Semua makanan yang disajikan kepada panelis harus aman untuk
dimakan. Panelis tidak boleh menguji makanan yang sudah berjamur,
terkontaminasi mikroorganisme atau bahan kimia. Dalam suatu penelitian
tentang pengawetan yang menggunakan berbagai konsentrasi pengawet misalnya,
maka pengamatan sifat sensori selama penyimpanan perlu mempertimbangkan
factor keamanan panelis. Bila pengujian sensori tetap harus dilakukan maka
hanya bau dan kenampakan yang bisa diuji tanpa harus melibatkan makanan
masuk ke dalam mulut.
Sampel yang diambil dari populasi harus mewakili populasi tersebut dan
dilakukan dengan cara standar. Ukuran sampel disesuaikan dengan jumlah porsi
yang diperlukan untuk panel. Idealnya satu set sampel yang disajikan untuk satu
panelis tidak disajikan kembali untuk panelis berikutnya tetapi harus diganti satu
set yang baru. Dengan demikian berapa banyak sampel yang diperlukan untuk
sejumlah panelis yang digunakan harus dihitung dengan baik apalagi dalam tahap
penelitian yang seringkali unit percobaan yang digunakan berukuran kecil.
Sampel untuk uji pembedaan harus dipersiapkan dengan metode standar
untuk menghilangkan efek dari proses persiapan itu sendiri terhadap sampel.
Misalnya bermacam-macam kacang dipersiapkan dengan perebusan sebelum
penyajian, maka faktor yang perlu dikendalikan adalah rasio kacang dengan air
perebus, ukuran panci dan suhu perebusan. Bila faktor-faktor tersebut tidak
dikendalikan akan memengaruhi sifat kacang.

40
Metode penyajian sampel juga harus distandarkan. Setiap panelis harus
menerima porsi sampel yang representatif. Bila ukuran sampel terlalu besar
maka harus dipotong seragam dan mewakili produk tersebut. Jangan sampai ada
panelis yang menerima bagian tengah, sebagian panelis menerima bagian pinggir.
Untuk produk yang berupa cairan, sebelum disampling harus diaduk atau
dihomogenkan terlebih dahulu. Sedangkan produk yang ukurannya kecil-kecil
misalnya kacang yang mungkin berbeda antar biji maka panelis harus menguji
beberapa biji. Secara umum besarnya sampel untuk pengujian minimal 30 gram
untuk makanan padat atau 15 ml untuk produk cair.
Reference atau pembanding sering digunakan pada uji sensori.
Pembanding ini bisa diberikan tanda sebagai R (reference) atau tanpa tanda dan
diperlakukan sama dengan sampel (diberi kode 3 angka secara acak). Biasanya
cara terakhir digunakan untuk menguji kemampuan panelis. Pada pengujian
produk yang berkaitan dengan lama simpan, sebagai reference bisa berupa
kontrol (produk yang disimpan pada kondisi standar) atau produk segar (tanpa
penyimpanan). Sampel reference yang digunakan sebagai batas nilai atau
kalibrasi nilai sering disebut sebagai standar. Sampel tersebut bisa berupa produk
yang mirip dengan produk yang diuji atau yang berbeda sama sekali.
Sampel harus disajikan pada suhu yang sama dan harus pada suhu
biasanya sampel tersebut dikonsumsi. Contohnya es krim harus disajikan pada
suhu beku, roti pada suhu kamar dan kopi pada suhu panas. Beberapa produk
harus dipanaskan untuk diuji flavor atau aromanya. Beberapa produk yang
mempunyai intensitas rasa tinggi seperti sambal, bumbu, selai, jeli harus
disajikan dengan disertai “zat pembawa”. Zat pembawa harus dipilih yang
senetral mungkin sehingga tidak memengaruhi sifat produk utama yang diuji.
Roti tawar, kentang dan nasi adalah contoh zat pembawa yang sering digunakan.
Air minum suhu kamar sering disajikan bersama sampel untuk penetral
rasa dengan cara berkumur di antara pengujian sampel yang satu dengan sampel
yang lain. Bila air suhu kamar tidak cukup untuk membersihkan mulut antar
pengujian, maka air hangat, air jeruk, cracker tawar, roti tawar atau potongan
apel dapat digunakan. Air hangat akan membantu bila produk yang diuji
berminyak. Waktu yang diperlukan untuk menguji produk yang flavornya kuat

41
akan lebih lama dari biasanya, sehingga setiap penyajian sebaiknya hanya 2-3
sampel saja.
Bila sifat yang diuji selain warna dan penampakan, sedangkan antar
sampel ada perbedaan warna maka perlu dilakukan “masking” terhadap atau
penampakan misalnya dengan mengatur pencahayaan dengan lampu berwarna
biru, merah, hijau atau kuning. Bila sampel berupa cairan, salah satu cara
masking atau menyamarkan warna yang bisa menyebabkan bias terhadap rasa
atau aroma bisa digunakan wadah sampel gelas berwarna coklat/biru.

Persiapan Panel
Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian
sensori. Dalam penilaian sensori secara umum, panelis dapat diklasifikasikan
atas panel perseorangan (individual expert), panel perorangan terbatas, panel
terlatih, panel tidak terlatih serta panel konsumen (Soekarto dan Musa H, 1991).
Setiap jenis panelis tersebut disyaratkan berminat terhadap uji sensori, bersedia
meluangkan waktu dan mempunyai kepekaan yang diperlukan.
Panel merupakan manusia atau instrumen yang dipakai untuk mengukur
rangsangan dalam uji sensori, baik yang bersifat subjektif maupun objektif.
1. Panel perseorangan
Panel ini tergolong dalam panel tradisional (belum memakai metode
baku). Panel ini sudah lama digunakan oleh industri tradisional (keju,
minyak wangi, rempah-rempah, anggur, teh, kopi, dan sebagainya) namun
saat ini industri modern sudah tidak menggunakan panel jenis ini.
Panel ini mempunyai kepekaan spesifik yang sangat tinggi, umumnya
melebihi kemampuan orang normal dan instrumen fisik. Kepekaan
istimewa ini merupakan pembawaan lahir dan ditingkatkan
kemampuannya dengan latihan yang memakan waktu lama. Selain sangat
peka, panelis ini juga dapat menilai sifat sensori produk dengan cepat dan
tepat. Oleh karena keistimewaan tersebut maka tarifnya menjadi mahal.
Namun demikian jenis panel ini juga mempunyai kelemahan antara lain:
a. Kepekaannya terbatas pada komoditi tertentu, misalnya hanya peka
terhadap teh tetapi tidak untuk anggur.

42
b. Jenis panelis ini sulit didapat karena sangat istimewa.
c. Kepekaan berfluktuasi dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh
psikologis.
d. Kadang-kadang bertingkah (tidak objektif) jika menginginkan sesuatu
misalnya kenaikan gaji dan sebagainya.
2. Panel Perseorangan Terbatas
Panel perseorangan terbatas terdiri dari beberapa panelis (2-3 orang) yang
mempunyai kepekaan tinggi, mengetahui penanganan komoditi yang diuji
dan cara penilaian sensori modern. Dengan menggunakan panelis ini,
subjektivitas dan ketergantungan terhadap panel perseorangan dapat
teratasi. Namun kekurangan yang mungkin terjadi adalah sulit
mengambil keputusan bila antar panelis tidak sependapat.
3. Panel Terlatih
Panel terlatih merupakan panel hasil seleksi dan pelatihan (15-25 orang
atau 5-10 orang). Anggota panel terlatih yang digunakan tidak selalu dari
personalia laboratorium. Walaupun tingkat kepekaannya tidak setinggi
panel perseorangan terbatas tetapi karena mendapat latihan intensif maka
hasilnya akan lebih baik dari rata-rata orang biasa. Jenis panel ini
biasanya diperlukan untuk uji pembedaan, uji deskriptif atau uji yang
sulit.
4. Panel Tidak Terlatih
Panel tidak terlatih terdiri dari sekelompok orang yang mempunyai
kemampuan rata-rata dan tidak dilatih secara formal. Jumlah anggota
25-100 orang. Pemilihan anggota panel ini didasarkan pada konsep
keterwakilan, misalnya menurut kelompok suku bangsa, jenis kelamin,
kelompok umur, kelompok social, dan latar belakang pendidikan.
Anggota panel bersifat tidak tetap namun mampu mewakili golongan
yang diamati. Industri anggur biasanya menggunakan orang di dalam dan
luar perusahaan termasuk tamu perusahaan. Panel ini cocok digunakan
untuk uji sensori yang bersifat sederhana, misalnya uji ambang dan uji
hedonik.

43
5. Panel Konsumen
Panel konsumen dapat dikategorikan sebagai panelis tidak terlatih yang
dipilih secara acak dari total potensi konsumen di suatu daerah
pemasaran. Dalam hal ini, jumlah panel yang diperlukan cukup besar
(sekitar 50-100 orang) dan perlu memenuhi criteria, seperti: usia, jenis
kelamin, suku bangsa dan tingkat pendapatan dari populasi di daerah
target pemasaran yang dituju.
Panel konsumen umumnya sudah ditangani oleh konsultan ahli
pemasaran, karena mereka telah mengetahui perilaku konsumen dan
fenomena pasar.

Untuk mendapatkan Panel Terlatih perlu dilakukan serangkaian tahapan


yaitu rekrutmen calon panelis, pelatihan, pemantauan performance, motivasi dan
koordinasi. Seseorang yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan tersebut
disebut “panel leader”(Watts et al., 1989).
a. Rekrutmen calon panelis
Panelis terlatih maupun tidak biasanya diambil dari pegawai institusi atau
organisasi tempat penelitian dilakukan. Sebagian besar karyawan dalam
suatu organisasi berpotensi menjadi panelis. Mereka umumnya tertarik untuk
berpartisipasi jika mereka merasa bahwa kontribusinya dianggap penting.
Semua calon panelis yang berpotensi harus ditanya dengan kuesioner tentang
kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan tertentu terkait sampel yang
akan diuji, ketertarikan terhadap uji sensori, kesediaan waktu dan lainnya.
Dari hasil tersebut “panel leader” dapat menyeleksi calon panelis sesuai yang
diperlukan. Umumnya calon panelis yang dicari minimal jumlahnya dua kali
dari jumlah panelis yang diperlukan. Ada kemungkinan sebagian panelis
tidak lolos pada tahap seleksi dan pelatihan. Data tentang panelis ini perlu
didokumentasikan.
b. Pengenalan panelis
Panelis yang berpotensi perlu diundang ke laboratorium uji sensori dalam
kelompok maksimal 10 orang untuk satu saat untuk memberikan kesempatan
kepada “panel leader” menjelaskan pentingnya uji sensori, memperlihatkan

44
fasilitas pengujian dan menjawab pertanyaan dari panelis. Untuk panel tidak
terlatih tidak perlu latihan. Namun demikian perlu demonstrasi cara mengisi
kuesioner. Penjelasan tentang metode pengujian dan prosedurnya akan
mengurangi rasa bingung dan membuat panelis lebih mudah mengerjakan
tugasnya. Semua panelis perlu memahami prosedur dan skor penilaian
sehingga mereka melakukan pengujian dengan cara yang sama.
Panelis dianjurkan menghindari penggunaan bahan yang berbau kuat seperti
lotion, sabun, parfum dan tidak makan, minum, merokok paling tidak 30
menit sebelum pengujian.
c. Seleksi panelis untuk panel terlatih
Panel yang bersedia menjadi panel terlatih harus diseleksi kemampuan
indranya (normal atau tidak). Hal ini bisa dikerjakan dengan meminta panelis
untuk mengidentifikasikan rasa dasar dan bau umum. Kepekaan panelis
untuk membedakan tingkatan karakteristik sensori perlu diuji juga, misalnya
dengan uji segitiga.
Setelah uji pendahuluan, panelis kemudian diuji kemampuannya untuk
membedakan sampel yang akan diuji pada pengujian sesungguhnya.
Beberapa panelis ahli dalam membedakan salah satu produk tetapi kurang
ahli membedakan produk lain. Dari 20-25 panelis bisa diambil satu
kelompok panel yang terdiri dari 12-14 orang dengan performance paling
tinggi. Panelis yang dipilih harus tertarik pada pengujian dan dapat
berpartisipasi pada saat diperlukan. Latihan memerlukan waktu kurang lebih
½ jam/hari, biasanya 2-4 kali perminggu. Latihan dimulai dengan jumlah
orang lebih banyak dibanding yang diperlukan. Sebagian panelis akan gugur
dan sampai akhir latihan minimal didapat 8 panelis yang mempunyai
kemampuan bagus untuk pengujian.
d. Pelatihan panelis
Kemampuan individual panelis dan juga panel secara keseluruhan dapat
ditingkatkan dengan latihan. Latihan harus dirancang untuk membantu
panelis melakukan pengujian dengan benar dan andal. Mendiskusikan hasil
pengujian, pengarahan oleh “panel leader” diperlukan agar panel berkembang

45
secara konsisten. Pelatihan untuk pengujian kuantitatif memerlukan 10-12
kali latihan atau lebih bila jumlah karakteristik sensori yang diuji banyak.
Pelatihan akhir dilakukan terhadap produk yang mirip atau sama dengan yang
akan diujikan pada pengujian yang sesungguhnya. Panelis harus mengenal
kisaran intensitas karakteristik produk yang akan diuji. Selama pelatihan,
prosedur terbaik untuk persiapan dan penyajian sampel dapat dimantabkan
dan skor pada kuesioner dapat ditentukan. Diskusi harus dilakukan beberapa
kali antara panelis dengan “panel leader” untuk meyakinkan bahwa panelis
memahami tugas, quesioner dan karakteristik produk yang akan diuji.
Pemahaman definisi dan deskripsi pengujian yang baik untuk setiap
karakteristik, demonstrasi sifat produk sesering mungkin menyebabkan
respon panelis konsisten dan kesepakatan antar panelis dapat ditingkatkan.
Setiap pekerjaan panelis harus dihargai dan dimotivasi oleh “panel leader”.
e. Pemantauan Performance panelis
Kemampuan panelis selama pelatihan harus dipantau untuk mengetahui
kemajuan pelatihan. Latihan tertentu harus dipusatkan pada sampel atau sifat
sampel yang sulit dinilai/identifikasi oleh panelis. Pelatihan akan terlaksana
dengan sempurna bila panelis nyaman dengan prosedur pengujian dan dapat
membedakan antara sampel yang berbeda berulang-ulang dengan hasil yang
konsisten.
“Panel leader” memantau kemampuan panel dengan mengevaluasi
kemampuan panel secara keseluruhan dan secara individu. Satu set sampel
yang berbeda (“Panel leader” mengetahuinya) dinilai oleh masing-masing
panelis secara berulang-ulang sehingga didapat data. Data tersebut kemudian
dianalisis secara statistik (ANOVA). Variasi panelis dan sampel bisa
diketahui. Perbedaan antar panelis yang nyata walaupun tidak diharapkan
bisa dikurangi dengan pelatihan lebih lanjut. Tidak terbuktinya perbedaan
secara nyata antar sampel (seharusnya beda) juga mengindikasikan perlunya
latihan lebih lanjut.
Hasil pengujian panelis secara individual juga dapat dianalisis. Panelis yang
dapat mendeteksi perbedaan antar sampel dengan kesalahan kecil dapat
digunakan sebagai panel. Jika tidak ada satupun panelis yang menemukan

46
perbedaan karakteristik sampel berarti perlu latihan tambahan khusus untuk
karakteristik tersebut.
f. Memotivasi Panelis
Hasil pengujian panelis yang memang tertarik terhadap uji sensori akan lebih
baik dibanding panelis yang tidak tertarik. Perlu dijaga ketertarikan dan
motivasi panelis untuk mendapatkan hasil pengujian yang optimal. Umpan
balik tentang kemampuan mereka dari hari ke hari akan banyak memotivasi
panelis, khususnya selama latihan. Bila tidak ada waktu untuk
mendiskusikan hasil pengujian sebelumnya, data dapat ditempel di dinding
sehingga panelis dapat melihat hasil pengujiannya. Namun akan lebih baik
lagi bila didiskusikan oleh koordinator panel agar tidak ada salah interpretasi
oleh panelis. Selain itu penghargaan terhadap hasil kerja panelis dapat
dilakukan dengan memberi permen, coklat, kacang, dan sebagainya setelah
selesai pengujian. Pada akhir periode pengujian yang panjang, penghargaan
yang lebih besar, seperti bingkisan kecil diberikan kepada panelis untuk
menunjukkan bahwa kontribusi mereka sangat berharga.

RINGKASAN
1. Fasilitas yang diperlukan untuk uji sensori adalah spesifik dan berbeda
dengan fasilitas untuk pengujian lainnya. Fasilitas tersebut terdiri dari
ruang persiapan, ruang pengujian, ruang diskusi dan ruang kantor beserta
perlengkapannya.
2. Peralatan baik untuk persiapan maupun penyajian harus dipilih yang
sesuai ukuran dan bahannya agar tidak memengaruhi sampel.
3. Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan sampel adalah
cara sampling, persiapan sampel, penyajian sampel, dan penggunaan
control atau reference.
4. Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian
sensori. Dalam penilaian sensori secara umum, panelis dapat
diklasifikasikan atas panel perseorangan, panel perorangan terbatas, panel
terlatih, panel tidak terlatih, dan panel konsumen.

47
TUGAS
1. Perusahaan X ingin mengembangkan produk “kecap pedas”. Untuk
mendapatkan rasa pedas yang tepat, bagian Research and Development
mencoba 5 formulasi kecap-cabe.
a. Untuk pengujian sensori, jelaskan cara persiapan sampel !
b. Bagaimana sampel tersebut disajikan? Perlengkapan/alat apa saja
yang diperlukan?
c. Apakah diperlukan zat pembawa? Kalau ya, zat pembawanya apa
sebaiknya?
d. Apakah perlu reference atau standar?
e. Jenis panel apa yang diperlukan ? Bagaimana cara mendapatkan
serta mempersiapkannya?
2. Satu peneliti ingin mengetahui konsentrasi pemanis buatan yang tepat
(tidak menimbulkan aftertaste pahit) untuk minuman fungsional bagi
penderita diabetes.
Jelaskan secara detail persiapan uji (sampel, panel, fasilitas, quisioner)
dan pelaksanaan uji sensorinya

DAFTAR PUSTAKA
1. Hanum, Tirza. 1997. Uji Indrawi Dalam Pengawasan Mutu Pangan. Jurusan
THP Unila Bandar Lampung. Hal 25-30.

2. Meilgaard, Morten, Gail Vance Civill dan B Thomas Carr. 1999. Sensory
Evaluation Techniques. 3rd Edition. CRC Press LLC. Florida. P 23-
36.

3. Soekarto, Soewarno T dan Musa Hubeis. 1991. Petunjuk Lab : Metode


Penelitian Indrawi. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. 78-184.

4. Watts, B.M., G.L. Ylimaki, L.E. Jeffery, L.G. Elias. 1989. Basic Sensory
Methods for Food Evaluation.

48
IV. FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEBERHASILAN
UJI SENSORI

Pendahuluan
Dalam uji sensori, panel sebagai alat uji setiap saat dan antar anggota
panel bisa bervariasi. Dalam rangka meminimalkan variasi dan bias, peneliti atau
staf uji sensori harus mengerti fisiologi dasar dan faktor psikologis yang dapat
memengaruhi persepsi sensori. Seorang peneliti atau penyaji dalam uji sensori
harus memahami karakteristik sampel yang akan diuji termasuk variasi sifat
sensori yang bisa menyebabkan bias terhadap sifat lain yang sedang diuji.
Demikian juga karakteristik panelis serta kondisi fisiologi dan psikologinya. Bab
ini akan menyajikan faktor-faktor tersebut, contoh, dan cara mengantisipasinya.
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan bisa menjelaskan
faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan uji sensori sehingga mahasiswa
dapat berlaku sebagai panelis atau peneliti yang akan menyelenggarakan uji
sensori dengan baik.

Faktor Fisiologis
Perbedaan fisiologis dan psikologis antar panelis selalu terjadi dan hal ini
perlu diketahui bila akan memilih panelis untuk tugas tertentu. Berdasarkan
tujuannya, uji sensori dikelompokkan dalam: (1) untuk mendeteksi perbedaan
sejumlah populasi dengan menggunakan panel yang sangat terlatih atau sangat
sensitif. Dalam kasus ini, diinginkan penerimaan panelis yang mempunyai
kemampuan untuk mengenal dan mengukur sifat sensori; (2) untuk menduga
respon rata-rata pada target populasi dengan menggunakan panel yang mewakili
populasi. Dalam kasus seperti ini, perlu memilih panel yang secara individu
menggambarkan perbedaan yang ada pada populasi target.
Ada anggapan bahwa wanita lebih sensitif secara umum dibanding pria,
namun hal ini belum sepenuhnya diyakini. Wanita cenderung mempunyai
kemampuan berbahasa yang lebih tinggi sehingga lebih mudah

49
mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan. Namun demikian pada penilaian
yang berkaitan dengan bau dan flavor, panelis wanita memperlihatkan hasil yang
kurang konsisten (Sauvageot, 1982 dalam Carpenter, 2000).
Secara umum disetujui bahwa indra perasa, pencium dan pendengar akan
menurun dengan bertambahnya usia. Umur berapa pastinya mulai terjadi
penurunan tidak ada batasan, nampaknya sekitar 60 tahun. Untuk pengujian yang
memerlukan kepekaan tinggi, mungkin umur lanjut kurang baik namun untuk
pengujian yang mewakili populasi konsumen masih bisa digunakan. Sebaliknya
kepekaan anak-anak juga belum optimal untuk digunakan sebagai alat uji.
Kondisi fisiologis seseorang bisa berubah setiap saat, contohnya karena
lapar, sakit atau letih. Kondisi fisiologis yang membuat seseorang tidak nyaman
akan mengurangi ketelitian dan keterandalan hasil pengujian. Perubahan tersebut
juga akan memengaruhi reseptor secara fisik. Orang yang lapar akan
menunjukkan bahwa tipe-tipe makanan tertentu akan lebih diterima dan lebih
terpengaruh oleh bau. Jika mungkin, agar objektif disarankan untuk
melangsungkan pengujian sensori dalam satu proyek pada jam yang sama. Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah perbedaan kebiasaan mengunyah makanan.
Untuk bahan-bahan yang sulit dikunyah, seperti daging, kebiasaan mengunyah
dan keadaan gigi terbukti berpengaruh terhadap hasil pengujian (Brown, 1997
dalam Carpenter, 2000).
Faktor genetik juga dapat memengaruhi persepsi sensori terutama
berkaitan dengan ambang mutlak dan ambang pengenalan. Namun belum
diketahui hubungan antara faktor genetik dengan kemampuan sensori atau faktor
genetik dengan penerimaan sensori.

Faktor Psikologis
Perbedaan kondisi psikologis antar individu dipengaruhi oleh personalitas
dan perasaan seseorang yang seringkali tidak dapat diduga. Beberapa kesalahan
sering terjadi pada pengujian oleh panelis yang kurang memahami tipe pengujian
dan bahan uji, yaitu :

50
a. Expectation Error
Kesalahan karena harapan, muncul bila panelis berkeinginan kuat untuk
menemukan perbedaan produk dan merasa bahwa dia dapat mengetahui jawaban
yang benar. Kesalahan dapat juga terjadi bila panelis lebih dahulu mengetahui
tentang produk yang diujikan. Contohnya pada pengujian ambang batas secara
konvensional yang selalu disajikan satu seri larutan secara berurutan dari kecil ke
besar, menyebabkan panelis sudah memberikan antisipasi respon sebelum
pengujian benar-benar dilakukan. Panel produk wine akan menduga kepahitan
bila dia tahu lama atau laju fermentasinya.
Kesalahan karena harapan dapat merusak validitas uji dan harus dicegah
atau diminimalkan dengan merahasiakan sumber sampel dan tidak memberikan
informasi secara rinci tentang sampel kepada panelis. Sampel harus diberi kode
tiga angka secara acak (blanded, tidak punya nama atau merk) dan panelis
diminta menguji sampel tidak berurutan (secara acak) atau sampel disajikan
secara acak dalam satu set penyajian.

b. Error of Habituation
Kesalahan ini disebabkan oleh kecenderungan untuk memberikan respon
yang sama bila disajikan satu seri sampel dengan penurunan atau peningkatan
yang relatif kecil. Contohnya dalam pengawasan mutu yaitu menilai perubahan
sifat sensori dari hari ke hari. Pada kasus seperti ini, panelis cenderung untuk
memberikan respon yang sama walau sebenarnya rangsangan yang diberikan
berbeda. Akibatnya tidak didapat pola perubahan produk selama penyimpanan
yang menjadi tujuan pengujian.
Kesalahan ini dapat dicegah dengan memvariasikan tipe produk atau
latihan dengan produk standar yang khusus dan ekstrim mutunya sehingga dapat
membantu memulihkan kemampuan untuk membedakan.

c. Stimulus Error
Kesalahan ini disebabkan oleh pengaruh dari criteria atau atribut lain yang
sebenarnya tidak dinilai atau tidak relevan. Misalnya diminta membedakan
tingkat kemanisan antara dua sampel, namun panelis terpengaruh oleh sifat lain,

51
seperti perbedaan warna keduanya sehingga menstimulasi warna yang lebih gelap
lebih manis karena dianggap konsentrasinya lebih tinggi.
Kesalahan ini dapat dicegah dengan menyeragamkan sifat produk yang
tidak relevan misalnya dengan membuat bentuk yang sama, bagian yang sama
atau dengan “masking”.

d. Logical Error
Kesalahan ini berasal dari panelis yang percaya bahwa dua atau lebih sifat
produk secara logis saling berkaitan. Contohnya, mereka merasa bahwa warna
yang pekat atau gelap mempunyai flavor yang lebih kuat dibanding yang lebih
terang atau lebih encer walaupun pada kenyataannya tidak semua kasus seperti
itu.
Kesalahan ini dapat diminimalkan dengan cara menyeragamkan sampel
dan “masking” perbedaanya kecuali sifat yang diamati. Contohnya dengan
wadah gelas berwarna, pencahayaan berwarna dan sebagainya. Logical error
tertentu tidak dapat ditutup tetapi dapat dihilangkan dengan cara lain misalnya
pada wine yang lebih pahit cenderung dipersepsikan mempunyai aroma yang
lebih kuat. Untuk sampel yang kurang pahit bisa ditambahkan senyawa
“quinine”(berasa pahit) dalam rangka menyamakan rasa.

e. Halo Effect
Bila lebih dari satu sifat sampel diujikan sekaligus, maka kemungkinan
respon yang dihasilkan tidak sepenuhnya indipenden. Hal tersebut terbukti bila
hasil dari pengujian sifat produk secara bersama-sama berbeda dibandingkan bila
dilakukan secara terpisah. Contohnya bila produk A secara umum lebih diterima
dibanding produk B, maka sifat-sifat khusus (rasa, tekstur, flavor) akan
cenderung dinilai lebih baik juga.
Cara antisipasinya adalah dengan melakukan pelatihan terhadap panelis
atau melakukan pengujian secara terpisah untuk sifat tertentu yang dianggap
penting.

52
f. Order of Presentation of Samples
Kesalahan karena tata letak sampel pada saat penyajian dapat digolongkan
menjadi: (1) Contrast effect. Penyajian sampel dengan mutu baik diikuti sampel
dengan mutu jelek, akan menyebabkan sampel mutu jelek dinilai dengan skor
lebih rendah daripada seharusnya. Sebaliknya jika urutannya dibalik, mutu jelek
diikuti mutu bagus, maka sampel mutu jelek akan dinilai lebih tinggi daripada
seharusnya; (2) Group effect. Bila sampel mutu bagus disajikan bersama-sama
kelompok sampel mutu jelek, maka akan mendapat penilaian lebih rendah
dibandingkan bila disajikan secara terpisah; (3) Central tendency. Sampel yang
diletakkan di tengah dalam satu set penyajian sampel cenderung dinilai lebih
tinggi daripada bila diletakkan di akhir urutan. Hal ini juga terjadi pada
pemberian skala atau kategori.
Semua kesalahan akibat tata letak tersebut dapat diminimalkan dengan
tata letak secara acak atau seimbang (masing-masing kombinasi disajikan dengan
ulangan yang sama, misalnya 1, 2, 3 atau n kali).

g. Mutual Suggestion
Respon panelis dapat dipengaruhi oleh panelis lain. Oleh karena itu antar
booth diberi sekat untuk mencegah pengaruh ekspresi atau reaksi panelis lain
pada waktu pengujian. Panelis juga tidak boleh menyuarakan pendapatnya
terhadap sampel, tetapi cukup menuliskan di kuesioner. Selain itu ruang
pengujian juga harus bebas dari kebisingan dan terpisah dari ruang persiapan.

h. Lack of Motivation
“Panel leader” bertugas untuk membuat suasana sehingga panelis merasa
nyaman dan mengerjakan tugasnya dengan baik. Panelis yang tertarik terhadap
pengujian selalu lebih efisien. Ketertarikan panelis perlu dijaga dengan
memberikan laporan hasil pengujian mereka. Panelis harus dibuat merasa bahwa
aktifitasnya adalah penting.

53
Kondisi Fisik yang Jelek
Panelis harus diistirahatkan dari pengujian bila: (1) baru sembuh dari sakit
demam khususnya untuk uji rasa atau yang baru sembuh dari gangguan system
peraba khususnya untuk pengujian tekstur; (2) baru sembuh dari sakit gigi; dan
(3) stress berat atau emosi tidak stabil yang akan mengurangi konsentrasi.
Perokok dapat menjadi panelis yang baik tetapi harus berhenti merokok
30-60 menit sebelum pengujian. Pengujian tidak baik dilakukan dalam 2 jam
setelah makan. Waktu yang optimal untuk pengujian adalah antara pukul 10.00
dan waktu makan siang. Umumnya waktu terbaik untuk setiap panelis tergantung
dari pola hidupnya. Namun yang penting adalah waktu pada saat kondisi fisik
dan mentalnya optimal.

RINGKASAN
1. Faktor fisiologis maupun psikologis panelis dapat memengaruhi
keberhasilan pengujian sensori. Oleh karena itu bila ingin uji sensori
berhasil, faktor-faktor tersebut perlu dipahami terlebih dahulu dan
dioptimalkan.
2. Beberapa kesalahan yang sering terjadi pada pengujian dilakukan oleh
panelis yang kurang memahami tipe pengujian dan bahan yang diuji, antara
lain: Expectation Error, Error of habituation, Stimulus error , Logical
error, Halo Effec, Order of Presentation of samples dan Mutual Suggestion.

TUGAS
1. Cari dari laporan penelitian tentang pelaksanaan uji sensori. Dari
kuesioner atau informasi tentang sifat sensori yang diuji dan banyak
sampel dalam sekali pengujian, uraikan kira-kira kesalahan apa saja yang
kemungkinan besar terjadi pada saat pengujian.
2. Seorang peneliti mempunyai satu seri sampel terdiri dari 9 sampel sari
lidah buaya dengan perlakuan penambahan jenis dan konsentrasi bahan
penstabil. Jelaskan cara penyajian sampel tersebut bila peneliti ingin
mengetahui perbedaan kekeruhan, kekentalan dan aromanya. Usahakan
kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi ditekan sekecil mungkin.

54
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenter, R.P., David H Lyon dan Terry A.H. 2000. Guidelines for Sensory
Analysis in Food Product Development and Quality Control. An
Aspen Publication, Maryland. p 28-34.

2. Meilgaard, Morten, Gail Vance Civill dan B Thomas Carr. 1999. Sensory
Evaluation Techniques. 3rd Edition. CRC Press LLC. Florida. P 37-
41.

3. Hanum, Tirza. 1997. Uji Indrawi Dalam Pengawasan Mutu Pangan. Jurusan
THP Unila Bandar Lampung. Hal 37-41.

55
V. PENGUKURAN RESPON

Pendahuluan

Respon uji sensori umumnya berupa data kualitatif, misalnya merah, keras,
suka, renyah, kental, dan sebagainya. Oleh karena itu sangat penting untuk
mengkuantifikasi respon sensori sehingga mempermudah perhitungan statistik dan
pengambilan kesimpulan secara ilmiah. Bab ini akan membahas berbagai cara
mengukur respon sensori, prinsip masing-masing pengukuran, dan mendiskusikan
kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
proses pengukuran respon, berbagai metode pengukuran dengan kelemahan dan
kelebihan masing-masing serta macam skala pengukuran.

Teori Psikofisik

Proses penginderaan dapat dipandang sebagai suatu sistem proses dengan


benda perangsang sebagai masukan (input) yang bersifat fisik dan mempunyai
besaran fisik dan menghasilkan luaran (output) berupa respon yang bersifat
psikologik dengan besaran psikologik juga. Hubungan antara rangsangan fisik dan
respon psikologik disebut psikofisik (fisikopsikologik).
Proses penginderaan tidak sesederhana bahwa benda perangsang diterima
reseptor pada indra, tetapi terdapat hubungan yang sangat kompleks antara benda
perangsang, jenis rangsangan, indra, sel sensitif pada indra dan respon yang
bertingkat-tingkat. Dari hubungan yang kompleks tersebut dapat disederhanakan
menjadi hubungan antara masukan dengan besaran fisik dan luaran dengan besaran
psikologik.
Berbagai rangsangan terhadap indra pada hakekatnya adalah fenomena fisik
yang mempunyai besaran fisik pula. Rangsangan itu hanya mampu menstimulasi

56
indra pada tingkat besaran tertentu. Jika rangsangan itu terlalu lemah maka tidak
akan menghasilkan respon.
Besaran rangsangan diukur secara fisik dengan satuan fisik. Rangsangan
mekanik dapat diukur dengan satuan gaya, misalnya untuk tekanan adalah gaya/cm2.
Rangsangan kimia dinyatakan dengan satuan konsentrasi larutan (%). Rangsangan
fisik misalnya rangsangan suhu dengan satuan 0C dan sebagainya.
Hubungan antara rangsangan fisik dan respon psikologik tidak selamanya
mudah dinyatakan, karena respon sensori menyatakan sifat sensori yang tidak selalu
mudah didiskripsikan. Respon psikologik dihasilkan dari proses penginderaan oleh
panelis dan menyangkut kemampuan panelis. Kemampuan psikologik dapat
dikelompokkan menjadi 5 jenis, yaitu kemampuan: (1) mendeteksi, (2) mengenal,
(3) membedakan, (4) membandingkan dan (5) menyukai (hedonik).
Kemampuan mendeteksi adalah kemampuan menyadari adanya sifat sensori
tertentu yang sudah biasa diketahui. Kemampuan ini berguna untuk mengukur
ambang mutlak. Dalam industri, kemampuan mendeteksi ini penting untuk
mengetahui adanya perubahan mutu suatu produk karena adanya penyimpangan atau
hilangnya suatu sifat sensori tertentu.
Kemampuan mengenal adalah kemampuan mengenali adanya sifat sensori
spesifik di antara sifat-sifat lain yang bersama dirasakan. Kemampuan mengenal
sangat penting bagi seorang panelis yang andal. Dalam industri, kemampuan ini
penting untuk menentukan toleransi suatu bahan aditif dalam suatu produk pangan
sebelum memengaruhi penerimaan konsumen.
Kemampuan membedakan yaitu kemampuan untuk menyatakan kesan
berbeda atau tidak sama terhadap sifat sensori antara dua contoh yang disajikan
bersamaan. Kemampuan ini penting untuk mengukur ambang pembedaan,
mengukur adanya perbaikan produk akibat perlakuan pengolahan.
Kemampuan membandingkan lebih tinggi tingkatnya daripada sekedar
kemampuan membedakan dan kemampuan mengenal beda. Dalam hal ini panelis
tidak hanya mampu mengenal sifat dan membedakan intensitas sifat sensori dari dua
contoh tetapi juga mampu menyatakan tingkat perbedaannya atau mampu mengenali
bahwa contoh yang satu lebih tinggi intensitasnya daripada contoh yang lain.

57
Kemampuan ini diperlukan untuk uji pembedaan termasuk rangking dan lebih lanjut
dikembangkan menjadi uji skala.
Kemampuan hedonik yaitu kemampuan menyatakan sikap subjektif (senang
atau tidak senang) terhadap sifat sensori dari suatu produk. Dalam menyatakan
sikap pribadi, tidak selamanya hanya menyangkut senang atau tidak senang, tetapi
juga tingkat senangnya. Kemampuan ini nampaknya mudah namun kadang-kadang
terjadi kesalahan bila tidak disertai kemampuan pengenalan yang baik.
Pengujian sensori mengandalkan kelima kemampuan tersebut, namun
kemampuan psikofisik tiap orang tidak sama. Orang yang kemampuannya tinggi
disebut peka, sedangkan yang kemampuannya rendah disebut tidak atau kurang
peka. Kepekaan sebenarnya dapat ditingkatkan dengan latihan, tetapi kecepatan
peningkatan kepekaan setiap orang juga berbeda-beda selama latihan.

Metode pengukuran respon


Pengukuran sangat penting dalam mengkuantifikasi respon sensori untuk
keperluan perhitungan statistik. Bila kita minta kepada panelis untuk menyatakan
respon sensori, mereka akan menyatakannya minimal dengan 4 cara atau skala
(Meilgard, 1999) yaitu:
1. Skala Nominal, digunakan dalam pengkelasan, penamaan, dan pengkodean.
Skala nominal sering diperlukan dalam pengkelasan data kependudukan
responden atau calon panelis seperti: umur, gender, pendapatan dan sikap
terhadap produk. Pada umumnya panelis tidak kesulitan dalam menanggapi
pertanyaan dengan skala nominal dan memerlukan waktu singkat untuk
mengisinya sehingga hasilnya cepat diketahui.
2. Skala Ordinal, digunakan dalam pengurutan.
Skala ordinal menggunakan bilangan atau kata-kata yang disusun dari tinggi
sampai rendah, paling sampai kurang dan sebagainya. Data dalam bentuk
skala ordinal dapat dianalisis dengan sebagian besar statistik non parametrik.
3. Skala Interval, digunakan dalam pengukuran dengan menetapkan jarak yang
sama. Data dalam bentuk skala interval dapat dianalisis dengan semua
statistik non parametrik dan jarang yang dianalisis dengan statistik
parametrik.

58
4. Skala Ratio atau nisbah, digunakan dalam pengukuran dengan menggunakan
standar yang disajikan sebelumnya. Contohnya, larutan A dua kali lebih
asam dibanding larutan standar.

Gambar 21. Ilustrasi Skala Nominal, Ordinal, Interval dan Nisbah

Metode pengukuran respon sensori yang paling sering digunakan adalah:


Classification (pengelompokan), Grading (pengkelasan ), Ranking (peringkat) dan
Scalling (penggunaan skala) (Meilgaard, 1999).
Dalam memilih cara pengukuran dan melatih panelis menggunakannya,
“panel leader” perlu mengerti dan menggaris bawahi dua sumber variasi utama yang
terjadi pada data panel, yaitu: (1) perbedaan cara panelis mengukur respon dan (2)
perbedaan cara panelis menyampaikan respon. Contoh sumber variasi pertama:
ambang mutlak suatu larutan bervariasi antar individu. Hasil penelitian Meilgaard

59
(1993) yang mempelajari ambang pengenalan senyawa yang ditambahkan pada wine
menemukan bahwa dari 20 panelis terlatih yang digunakan, ada 2 panelis yang
mempunyai ambang pengenalan 4 kali di bawah rata-rata dan 2 panelis mempunyai
ambang pengenalan 5 kali di atas rata-rata. Sumber variasi kedua bisa terjadi
beberapa kali lebih besar. Namun hal tersebut dapat diminimalkan dengan pelatihan
dan seleksi secara hati-hati dalam pemilihan skala. Kadang-kadang panelis tidak
punya gambaran yang jelas dalam pikirannya tentang aspek yang akan diukur atau
mereka tidak biasa dengan cara uji yang dilakukan.
Dalam pemilihan cara pengukuran respon, umumnya peneliti atau staf uji
sensori harus memilih cara yang paling sederhana untuk mengukur perbedaan antar
sampel sehingga mengurangi waktu pelatihan.

1. Classification
Dalam uji pengelompokan, panelis diminta untuk memilih satu atau lebih
atribut yang menyatakan rangsangan yang diterima. Contohnya dalam pengujian
minuman, panelis memberi tanda (check mark) dekat dengan keterangan yang paling
baik menjelaskan sifat sampel seperti di bawah ini:
___________ manis ___________ asam ____________ rasa jeruk
___________ campuran ___________ kental ____________ segar
___________ seperti bubur __________ alami ____________ aftertaste

Hasil pengujian dilaporkan sebagai jumlah check mark pada setiap


keterangan, berupa data nominal, tidak menggunakan nomor, tidak ada seri
peningkatan atau penurunan. Contoh lainnya, sejumlah besar apel akan
dikarakterisasi dari warnanya secara umum apakah merah, hijau atau kuning.
Pemilihan criteria, istilah, kata yang benar merupakan hal penting agar
menghasilkan interpretasi yang benar tentang deskripsi rangsangan. Jika
menggunakan panelis tidak terlatih seperti panel konsumen maka harus digunakan
istilah non teknis yang sifatnya umum. Seringkali panelis menghubungkan istilah
individual dengan derajat baik-buruk sehingga membuat kebingungan. Pemilihan
kata, istilah, kriteria yang tepat merupakan tahap awal yang penting dan bukan

60
hanya untuk uji pengelompokan tetapi juga untuk semua cara pengukuran yang
menggunakan deskripsi untuk menentukan sifat yang dicari.
Pemilihan sifat sensori dan hubungan sifat tersebut harus dekat dengan sifat
fisik dan kimia dari produk yang akan diuji. Jika produk dinyatakan menyimpang
seperti ketengikan, bila istilah untuk menjelaskan penyimpangan tersebut tidak ada
di daftar respon maka panelis khususnya yang tidak terlatih akan menggunakan
istilah lain yang ada pada daftar untuk menyatakan respon tersebut. Demikian juga
yang terjadi bila dalam daftar respon lupa disebutkan sifat/istilah penting dalam
produk yang diujikan.
Pemilihan istilah harus berdasarkan pada sifat produk sebenarnya pada saat
diuji. Untuk itu perlu dilakukan pengujian pendahuluan terhadap sampel oleh panel
terlatih untuk memastikan bahwa sifat yang sesuai telah didaftar. Penggunaan daftar
respon atau istilah yang diambil dari pengujian sebelumnya mungkin mengabaikan
sifat penting pada pengujian sekarang atau daftar yang lama mungkin terdapat istilah
yang tidak sesuai dengan sampel yang sekarang dan justru akan membuat bingung
panelis.

2. Grading
Grading adalah cara evaluasi yang banyak digunakan secara komersiil,
tergantung dari panelis ahli yang belajar tentang penggunaan skala dari panelis
lainnya. Skala yang digunakan seringkali menunjukkan kelas mutu dan hanya
terdiri dari 4-5 kelas seperti “choice”, “ekstra”, “regular” dan “reject”. Contoh
produk yang dikelompokkan berdasar tingkatan mutunya adalah kopi, teh, rempah,
mentega, ikan dan daging.
Grading secara sensori seringkali mencakup proses yang menyatu dengan
persepsi “grader”. “Grader” bertugas untuk mengelompokkan semua kombinasi
perlakuan dalam kelas dengan sifat posistif, dengan mencampur atau atribut yang
seimbang, tanpa sifat negatif atau perbandingan produk dengan standar fisik atau
tertulis.
Sistem grading sangat bermanfaat secara komersil karena melindungi
konsumen dari mendapatkan produk mutu rendah tetapi harganya mahal.
Konsekuensinya banyak tenaga dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.

61
3. Ranking
Dalam uji ranking, panelis menguji 3 sampel atau lebih yang harus diurutkan
sesuai intensitas/derajat sifat khusus. Contohnya 4 sampel yoghurt diranking
berdasar keasamannya atau 5 sampel roti tawar diranking berdasar kelembutan
teksturnya.
Umumnya sampel ranking pertama diberi tanda “1”, ranking kedua “2” dan
seterusnya sampai nomor sejumlah sampel. Setiap ranking harus ditempati oleh satu
sampel dan tidak boleh lebih. Uji ranking ini tidak dapat digunakan untuk
mengukur intensitas tetapi hanya melihat peringkat sampel satu dibanding lainnya
dalam satu set sampel.
Uji rangking berlangsung cepat dan memerlukan pelatihan yang relatif
sedikit, namun panelis harus benar-benar mengenal sifat yang diuji. Uji rangking
telah digunakan secara luas, namun satu set sampel yang terdiri lebih dari 3 sampel
membuat panelis tidak dapat merangking dengan baik.

4. Scaling
Teknik scaling meliputi penggunaan sejumlah kata untuk menyatakan
intensitas atribut (kemanisan, kekerasan, kehalusan) atau reaksi beberapa atribut
(sangat lembut, sangat keras, baik dan sebagainya). Jika menggunakan kata-kata,
penyaji akan memberikan nilai untuk setiap kata, misalnya: sangat suka = 9, sangat
tidak suka = 1 sehingga data dapat dianalisis secara statistik.
Validitas dan ketelitian cara scaling tergantung dari : (1) pemilihan cara
scaling dengan kisaran intensitas yang dapat membedakan perbedaan antar sampel
yang kecil; (2) apakah panel berpikir atau tidak untuk menghubungkan sensasi
dengan sifat yang diberi skala; dan (3) apakah panel sudah dilatih atau belum
menggunakan skala dengan cara dan waktu yang sama.
Dibandingkan dengan pengujian lain, scaling lebih informatif dan
bermanfaat untuk mendata intensitas. Dibandingkan dengan rangking, hasilnya
sangat tergantung pada bagaimana panelis telah mengenal atribut yang diujikan dan
skala yang digunakan

62
Masalah umum yang terjadi pada scaling adalah panelis cenderung hanya
menggunakan bagian tengah. Contohnya jika cider dinilai intensitas flavor pada
skala 0-9, panelis akan menghindari angka 0, 1 dan 2 karena mereka cenderung
menganggap bahwa angka tersebut mencerminkan intensitas yang sangat rendah
yang mungkin tidak pernah terjadi. Demikian juga angka 7, 8, dan 9 dihindari untuk
mengantisipasi sampel berikutnya yang mempunyai intensitas sangat tinggi yang
sebenarnya tidak pernah ada.
Jenis scaling ada 3 yaitu category scaling, line scaling dan magnitude
estimation scaling atau ratio scaling. Categori scaling adalah cara pengukuran
dengan meminta panelis membandingkan intensitas rangsangan dengan memberikan
nilai tertentu, biasanya berupa angka/skala atau sebagai data ordinal. Secara umum
category scaling bukan untuk mengukur seberapa besar perbedaan sampel yang satu
dengan yang lainnya. Pada category scaling 7 titik kekerasan, sebuah produk yang
diberi nilai kekerasan 6 sebenarnya tidak sama dengan dua kali kekerasan produk
yang diberi nilai kekerasan 3. Perbedaan kekerasan 3 dan 6 bisa tidak sama dengan
6 dan 9. Walaupun panelis diharapkan menggunakan interval yang sama, panelis
cenderung menggunakan kategori dengan frekuensi sama kecuali bahwa mereka
umumnya menghindari menggunakan dua skala terakhir agar aman atau tidak
dianggap ekstrim. Berikut adalah contoh category scaling:

No Categori scaling Kata-kata CS I Kata-kata CS II


0 0 tidak ada tidak ada sama sekali
1 1 ambang baru terdeteksi
2 2,5 sangat sedikit sangat lemah
3 5 sedikit lemah
4 7,5 sedikit-sedang lemah-jelas
5 10 sedang jelas
6 12,5 sedang-kuat jelas-kuat
7 15 kuat kuat

Umumnya, kata-kata pada category scaling dikonversi ke dalam angka.


Angka yang digunakan pada daftar di atas adalah contoh model konversi. Bila

63
skala yang ada kisarannya sangat kecil atau jumlah sampel yang diuji sedikit
(kurang dari 5), “panel leader” harus menggunakan angka category scaling 10-15.
Line scales merupakan skala lurus atau garis, panelis membandingkan
intensitas yang diberikan oleh rangsangan dengan membuat tanda pada garis
horizontal yang berhubungan dengan jumlah rangsangan yang diterima. Panjang
garis umumnya 15 cm dengan tanda garis tegak lurus 1,25 cm pada kedua ujungnya.
Penggunaan lebih dari dua tanda cenderung merubah line scales menjadi category
scaling. Secara normal ujung kiri skala menunjukkan angka 0 (tidak ada) dan ujung
kanan skala adalah jumlah terbesar atau sangat kuat. Panelis menggunakan line
scale dengan menempatkan tanda sesuai dengan intensitas sifat yang ada. Tanda
pada line scale kemudian dikonversi ke angka dengan mengukur posisi masing-
masing tanda menggunakan penggaris atau alat lain. Contoh line scale dapat kita
lihat pada Gambar 12.

Kemanisan
Tidak ada sangat

Kelembaban
Kering sangat basah

Kesukaan
Tidak suka suka

Gambar 12. Tipe Line Scales

Pada magnitude estimation scaling, sampel pertama yang diterima panelis


ditandai tanpa menggunakan angka. Panelis kemudian diminta untuk menandai
setiap sampel dengan membandingkan dengan sampel pertama. Jika sampel kedua 3
kali lebih kuat dari sampel pertama, tandanya harus ditempatkan 3 kali panjang dari
tanda pertama. Panelis diminta menyimpan nomor urutan dalam perbandingan
dengan ratio antar sensasi. Contoh:

64
a. Dengan modulus: biskuit pertama yang kamu cicip derajat kerenyahannya
adalah 25. Bandingkan kerenyahan sampel dengan perbandingan 25. Jika
kerenyahan untuk sampel lain setengah dari sampel pertama, beri nilai 12,5.
Sampel pertama 25
Sampel 549 ---
Sampel 306 ---
b. Tanpa modulus: rasakan biscuit pertama. Tentukan angka kerenyahannya.
Bandingkan kerenyahan semua sampel dengan angka sampel pertama.
Sampel 928 --- (sampel pertama)
Sampel 549 ---
Sampel 306 ---

RINGKASAN
1. Hubungan antara rangsangan fisik dan respon psikologik disebut psikofisik
(fisikopsikologik). Kemampuan psikologik dapat dikelompokkan menjadi 5
jenis, yaitu kemampuan: (1) mendeteksi, (2) mengenal, (3) membedakan, (4)
membandingkan dan (5) menyukai (hedonik).
2. Respon sensori dapat dinyatakan dalam bentuk skala nominal, ordinal,
interval, dan ratio
3. Metode pengukuran respon sensori yang paling sering digunakan adalah:
Classification (pengelompokan), Grading (pengkelasan ), Ranking
(peringkat) dan Scalling (penggunaan skala)

TUGAS :
1. Pelajari pengujian sensori yang dilakukan oleh salah satu peneliti, analisis cara
pengukuran respon yang digunakan serta jenis skala yang dihasilkan! Bahas
apakah sudah tepat pilihannya, jelaskan kelebihan dan kekurangan penggunaan
cara tersebut! Apa saran yang bisa saudara sampaikan?

65
2. Menurut analisis dan pengalaman saudara, cara pengukuran mana yang paling
mudah dilakukan oleh panelis dan cara mana yang paling sulit? Jelaskan
alasannya!

DAFTAR PUSTAKA
1. Meilgaard, Morten, Gail Vance Civill dan B Thomas Carr. 1999. Sensory
Evaluation Techniques. 3rd Edition. CRC Press LLC. Florida.

2. Soekarto, Soewarno T dan Musa Hubeis. 1991. Petunjuk Lab : Metode


Penelitian Indrawi. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

3. Hanum, Tirza. 1997. Uji Indrawi Dalam Pengawasan Mutu Pangan. Jurusan
THP Unila Bandar Lampung.

66

Anda mungkin juga menyukai