Anda di halaman 1dari 8

Pendahuluan

Pengujian sensori merupakan pengujian dengan menggunakan panca indra


atau biasa disebut dengan pengujian organoleptik sudah ada sejak manusia mulai
menggunakan indranya untuk menilai kualitas dan keamanan suatu makanan dan
minuman. Contohnya, dalam menilai mutu dan kualitas ubi kayu yaitu dengan
melihat kenampakan warna dan baunya, apabila dijumpai ubi kayu berwarna biru
keunguan maka identik dengan rasa pahit dan beracun, sehingga tidak
dikonsumsi. Pada produk pangan analisis sensori sangat penting, meskipun nilai
gizinya sangat tinggi dan higienis, apabila rasanya tidak enak maka nilai gizinya
tidak dapat termanfaatkan karena tidak ada yang mau mengonsumsi. Begitu pula
halnya dengan aroma, semakin langka dan disukai keharumannya maka harganya
akan semakin mahal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa selera manusia
sangat menentukan dalam penerimaan dan nilai suatu produk. Barang yang
direspon secara positif oleh indra manusia karena menghasilkan kesan subjektif
yang menyenangkan dan memuaskan harapan konsumen disebut memiliki
kualitas sensori yang tinggi.
Analisis sensori merupakan suatu proses identifikasi, analisis, pengukuran
ilmiah dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima pancaindra manusia;
indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran. Analisis
sensori juga melibatkan suatu pengukuran, yang dapat bersifat kuantitatif ataupun
kualitatif. Misalnya, pada produk sirup, atribut yang diukur adalah tingkat
kemanisan. Secara kualitatif dapat ditentukan sirup X lebih manis dari sirup Y.
sama halnya dengan cara kuantitatif yaitu dengan menggunakan skala kemanisan
yang pengujiannya dibandingkan dengan larutan gula.
Tujuan analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan yang
diperoleh pancaindra manusia terhada suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh
suatu produk. Analisis sensori umumnya digunakan untuk menjawab pertanyaan
mengenai kualitas suatu produk dan pertanyaan yang berhubungan dengan
pembedaan, deskripsi, dan kesukaan atau penerimaan (afeksi).
Definisi analisis sensori
Dalam pengembangan produk diperlukan uji sensoris dan uji umur simpan agar
produk yang dihasilkan dapat diterima dan aman.
Makanan dikonsumsi karena memiliki karakter yang menimbulkan rangsangan
untuk mengonsumsinya oleh organ pecita rasa dan perasa (organoleptik) manusia.
Organ ini berfungsi sebagai sensor untuk merasakan dan menentukan parameter-
parameter karakteristik yang disukai dan yang tidak. Menurut Ahza (1996) manusia
menerima makanan atau bahan pangan atas dasar karakteristik tertentu yang dilukiskan
berdasarkan rasa, perasaan (sense), dan persepsi yang dihasilkannya. Persepsi yang
dimaksud adalah pernyataan yang berasal dari faktor-faktor penampakan fisik, seperti
warna, ukuran, bentuk dan kerusakan fisik; faktor-faktor kinestiteka, seperti tekstur,
viskositas, konsistensi, perasaan dengan mulut (mouthfeel), dan perasaan jari (finger
feel); faktor-faktor flavor (kenikmatan) atau sensasi, yaitu kombinasi bau (odor) dan rasa
(taste).

Analisis sensori merupakan suatu proses identifikasi, analisis, pengukuran


ilmiah dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima pancaindra manusia;
indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran. Analisis
sensori juga melibatkan suatu pengukuran, yang dapat bersifat kuantitatif ataupun
kualitatif. Analisis sensori pada dasarnya bersifat objektif dan subjektif. Analisis
objektif ingin menjawab pertanyaan dasar dalam penilaian kualitas suatu produk,
yaitu pembedaan dan deskripsi, sementara subjektif berkaitan dengan kesukaan
atau penerimaan. Uji pembedaan (discriminative test) bertujuan mengetahui
perbedaan di antara dua atau lebih contoh. Uji deskripsi (descriptive test)
bertujuan mendeskripsikan dan mengukur perbedaan yang ada dan yang
ditemukan di antara suatu produk. Uji kesukaan atau penerimaan (preference or
hedonic test) bertujuan mengidentifikasi tingkat kesukaan dan penerimaan suatu
produk.
Uji pembedaan umumnya berhubungan dengan pengendalian mutu suatu produk,
penentuan umur simpan, dan identifikasi adanya kemungkinan kerusakan pada
produk. Pengujian ini sangat bergantung pada kemampuan panelis dalam
mendeteksi dan mengetahui adanya perbedaan. Sedangkan uji Uji deskripsi lebih
cocok dalam konteks pengembangan produk, meliputi pengembangan suatu
produk dibandingkan dengan produk target, atau untuk mereformulasi produk
yang sudah ada menggunakan bahan baku atau proses yang berbeda, atau untuk
mengetahui perbedaan-perbedaan di antara produk, baik yang masi dalam tahap
pengujian laboratorium maupun produk komersial. Pengujian ini membutuhkan
definisi, evaluasi, dan pemahaman karakteristik sensori suatu produk dan
seringkali ketajaman sensori yang tinggi dan latihan bagi panelis yang akan
dilibatkan pada uji ini. Uji afeksi (penerimaan dan kesukaan) bertujuan
mengetahui perbedaan-perbedaan pada suatu produk yang dapat dikenali ole
konsumen dan berpengaruh terhadap kesukaan dan penerimaannya. Uji in
bergantung pada batas antara analisis sensori dengan rise konsumen serta
memiliki metode kriteria rekrutmen panel yang berbeda dari uji pembedaan dan
uji deskripsi. Pengujian in harus melibatkan populasi yang mewakili target
konsumen produk dan lebih disukai panelis yang tidak terlatih

Salah satu metode yang digunakan dalam karakterisasi profil sensori adalah analisis
sensori deskriptif. Analisis sensori deskriptif melibatkan 8-20 panelis terlatih dan melalui
tiga tahapan metodologi yaitu generasi deskripsi (description generation), pelatihan
panelis (assessor training) dan evaluasi sampel (evaluation of samples) (Lawless dan
Heymann, 2010). Analisis sensori deskriptif bersifat rinci, akurat, reliable dan konsisten
(Meilgaard et al., 2007), akan tetapi membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang
lama karena kosakata dan pelatihan panelis harus disesuaikan dengan masing-masing
tipe produk. Hal tersebut menyulitkan industri yang sering menghadapi keterbatasan
sumber daya dan waktu, tetapi harus secara rutin mengaplikasikan analisis sensori
deskriptif dalam pengembangan produk. Selama mengembangkan produk pangan,
produsen harus memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen,
sehingga persepsi konsumen mengenai produk tersebut dapat menjadi jaminan
kesuksesan pengembangan produk (Varela et al., 2010). Metode analisis deskripsi
kuantitatif (QDA/quantitative descriptive analysis) merupakan salah satu metode analisis
sensori deskriptif yang menggunakan kemampuan panelis dalam mengekspresikan
persepsi produk pangan dengan kata-kata.
Pada saat ini telah berkembang metode analisis profil sensori menggunakan pendekatan
konsumen. Panelis konsumen dapat menggambarkan potensi suatu produk baru yang
sedang dikembangkan masuk ke pasar (Belusso et al., 2016). Metode berbasis konsumen
untuk karasterisasi sensori produk telah berkembang seiring dengan meningkatnya
kebutuhan untuk mengurangi biaya dan waktu yang digunakan untuk melaksanakan uji
deskriptif dengan panelis terlatih, dan untuk langsung melibatkan konsumen dalam
proses pengembangan produk (Valentin et al., 2012). Metode evaluasi sensori berbasis
konsumen yang banyak digunakan saat ini adalah free-choice profiling (penetapan profil
sensori secara bebas), projective mapping (pemetaan proyeksi), flash profiling
(penetapan profil berdasarkan ranking), sorting (pemilahan) dan check-all-that-apply
(CATA). Metode CATA merupakan metode yang cepat dan sederhana dalam
mengumpulkan informasi mengenai profil sensori suatu produk pangan berdasarkan
persepsi konsumen melalui pemberian tanda ceklis untuk keberadaan atribut sensori
yang dimaksud (Ares et al., 2010, Giacalone et al., 2013). Keunggulan dari metode ini
adalah metode ini dapat digunakan untuk mengambil dan menganalisis data dari jumlah
konsumen yang besar secaracepat dan mudah dilakukan (Ares dan Varela, 2014), namun
metode ini juga memilik kelemahan karena data yang dihasilkan bersifat dikotomis yaitu
“1” untuk menggambarkan kehadiran suatu atribut sensori dalam produk dan “0” untuk
menggambarkan ketidakhadiran atribut sensori tersebut (Dooley et al., 2010). Dengan
demikian kelemahan utama dari data CATA yaitu tidak dapat membedakan produk-
produk yang memiliki profil atribut yang serupa (Ares et al., 2014).

Penggunaan uji hedonik konvensional menggunakan skala kesukaan tidak mampu


menjelaskan profil sensori yang dikehendaki oleh konsumen. Data yang diperolah
sebatas tingkat penerimaan atau kesukaan saja, tanpa dapat menjelaskan alasan
penerimaan konsumen terhadap atribut sensori yang dideteksi pada produk pangan.
Dengan kata lain data uji hedonik tidak mampu memberikan gambaran informasi terkait
profil sensori produk pangan.

Analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori dimana atribut sensori
suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan, dan dikuantifikasi dengan
menggunakan panelis terlatih (Adawiyah & Waysima 2009). Analisis ini dapat dilakukan
untuk semua parameter sensori dan beberapa aspek dalam penentuan profil cita rasa
(flavor) atau profil tekstur (tekstur profiling). Panelis yang digunakan harus dipilih secara
hati-hati, dilatih, dan dipertahankan kemampuannya (Setyaningsih et al. 2010)
Dalam mendeskripsikan sifat makanan terdapat beberapa metode, yaitu secara
kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan dan
mengembangkan bahasa, sehingga dapat menggambarkan sampel yang nantinya sangat
penting untuk analisis kuantitatif. Sedangkan metode kuantitatif mendeskripsikan
karakter sensori suatu produk dengan memberikan penilaian yang menggambarkan
sampel dalam suatu skala interval (Carpenter et al. 2000).
Metode dalam analisis deskriptif terus berkambang. Tiga metode yang digunakan
dalam analisis deskriptif, yaitu flavor profile, texture profile, dan quantitative descriptive
analysis (Poste et al. 1991). Analisis deskriptif juga dapat dilakukan menggunakan
metode spectrum descriptive analysis, free choice profilling, dan time intensity analysis
(Meilgaard et al. 1999). Keseluruhan analisis tersebut menggunakan panelis terlatih,
kecuali free choice profilling.
Analisis sensori deskriptif dapat dilakukan pada berbagai produk (baik pangan
maupun nonpangan) untuk mengetahui karakteristik bahan yang diujikan.
Menurut Gacula (1997), dalam perkembangannya analisis deskriptif digunakan
untuk keperluan Quality Control, yang bertujuan untuk: mempertahankan karakteristik
produk secara sensori, memahami respon konsumen yang berhubungan dengan atribut
sensori produk,serta mengeksplorasi pasar menggunakan pemetaan sensori untuk
mengetahui peluang kemungkinan pengembangan produk baru. Analisis deskriptif juga
dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui perbaikan produk.

Dengan semakin berkembangnya zaman, dan dimulainya sistem perdagangan,


maka terjadilah perkembangan dalam metode pengujian sensor yang melibatkan panels
yang lebih profesional. Panelis adalah orang atau sekelompok orang yang menilai dan
memberikan tanggapan terhadap produk yang diuji. Panels dapat dipilih dari konsumen
awam pengguna produk sampai seorang yang sangat ahli dalam menilai kualitas sensori.
Produk tertentu seperti tembakau, teh, atau vanili membutukan panel ahli untuk menilai
kualitas produk karena penciuman manusia seringkali lebih sensitif dibanding alat
kromatografi gas dan analisis kimia yang tidak dapat menjelaskan sensasi dan persepsi
aroma yang diterima oleh indra.
Pemilihan penggunaan panels apakah terlatih atau tidak terlatih adalah suatu faktor
penting dalam perencanaan analisis sensori. Pada sat ini telah tersedia berbagai metode
analisis sensori. Para peneliti dan praktisi harus mengetahui dengan jelas kelebihan dan
kekurangan metode-metode tersebut. Metode yang paling cook dan efisien dipilih
sesuai kasus yang dihadapi. Tidak ada satu metode yang dapat digunakan untuk semua
kasus. Para peneliti dan praktisi harus memformulasikan dengan jelas tujuan pengujian
dan informasi yang ingin diperoleh dari pengujian tersebut.

Kualitas suatu analisis sensori dan informasi yang dihasilkannya akan


mempengaruhi kualitas dari keputusan bisnis yang diambil. Dalam hal ini, analisis
sensori akan member keyakinan terhada pengambilan keputusan penting yang sangat
bergantung pada data pengujian kualitas sensori produk. Mengingat pentingnya analisis
ini, maka beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: 1) merencanakan tujuan uji
dengan benar, 2) mengikutsertakan panelis-panelis yang sesuai, 3) menanyakan
pertanyaan yang sesuai, 4) mengurangi adanya bias, dan 5) mengontrol lingkungan
tempt pengujian dan penyajian produk. Namun demikian, tidak berarti bahwa analisis
sensori dapat mengambil ali seluruh pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
kualitas produk. Pengujian Kimia dan mikrobiologi juga sangat penting khususnya pada
produk pagan, untuk menjamin keamanannya. Faktor lain yang tak dapat diabaikan
dalam bisnis adalah komunikasi dan promosi.

Tujuan analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan yang diperoleh
pancaindra manusia terhada suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu produk.
Analisis sensori umumnya digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai kualitas
suatu produk dan pertanyaan yang berhubungan dengan pembedaan, deskripsi, dan
kesukaan atau penerimaan (afeksi).

Uji pembedaan umumnya berhubungan dengan pengendalian mutu suatu produk,


penentuan umur simpan, dan identifikasi adanya kemungkinan kerusakan pada produk.
Pengujian ini sangat bergantung pada kemampuan panelis dalam mendeteksi dan
mengetahui adanya perbedaan
Uji deskripsi lebih cocok dalam konteks pengembangan produk, meliputi pengembangan
suatu produk dibandingkan dengan produk target, atau untuk mereformulasi produk
yang sudah ada menggunakan bahan baku atau proses yang berbeda, atau untuk
mengetahui perbedaan-perbedaan di antara produk, baik yang masi dalam tahap
pengujian laboratorium maupun produk komersial. Pengujian ini membutuhkan definisi,
evaluasi, dan pemahaman karakteristik sensori suatu produk dan seringkali ketajaman
sensori yang tinggi dan latihan bagi panelis yang akan dilibatkan pada uji ini.

Uji afeksi (penerimaan dan kesukaan) bertujuan mengetahui perbedaan-perbedaan


pada suatu produk yang dapat dikenali ole konsumen dan berpengaruh terhadap
kesukaan dan penerimaannya. Uji in bergantung pada batas antara analisis sensori
dengan rise konsumen serta memiliki metode kriteria rekrutmen panel yang berbeda
dari uji pembedaan dan uji deskripsi. Pengujian in harus melibatkan populasi yang
mewakili target konsumen produk dan lebih disukai panelis yang tidak terlatih

Tujuan analisis sensori dapat dibedakan berdasarkan tiga bidang, yaitu: penelitian
dan pengembangan (R&D), pengendalian mutu (QC/ QA), dan pemasaran. Pada bidang
penelitian dan pengembangan produk, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk:
• membandingkan beberapa macam prototipe yang sedang
dikembangkan
• memahami pengarh bahan baku, bahan tambahan, dan proses terhadap
karakteristik produk
• menghubungkan data sensori, data instrumen dengan data konsumen
• Pemetaan produk (product mapping), pencocokan produk (product
matching) dan reformulasi produk

Pada bidang pengendalian mutu tujuan yang ingin dicapai adalah :


• membuat standar, spesifikasi, dan jaminan mutu produk
• menguji umur simpan
C. •mengidentifikasi potensi kerusakan
d. memilih pemasok
Selanjutnya, bidang pemasaran bertujuan untuk:
• mengetahui penerimaan dan kesukaan konsumen
• mengetahui kompetisi produk di pasar
C. menentukan posisi produk
• menduga peluang kesuksesan produk
• memahami harapan konsumen
Hal umum yang ingin diketahui dari analisis sensor adalah kesukaan keseluruhan,
kesukaan terhadap atribut sensor tertentu, keinginan membeli, kecocokan konsep dan
merek, serta pengakuan terhadap keuntungan atau nilai lebih dari produk yang tidak
berhubungan langsung dengan fungsi dan mutu.

Dapus
Koesoemawardani, D. (2012). Analisis sensori rusip dari Sungailiat-
Bangka. Jurnal Teknologi & Industri Hasil Pertanian, 12(2), 36-39.

Adawiyah, D. R., Azis, M. A., Ramadhani, A. S., & Chueamchaitrakun, P.


(2019). Perbandingan profil sensori teh hijau menggunakan metode
analisis deskripsi kuantitatif dan CATA (Check-All-That-Apply). Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan, 30(2), 161-172.

Septiani, L. (2011). Profil sensori deskriptif kecap manis komersial


Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Sudargo, T., Prameswari, A. A., Aulia, B., Aristasari, T., Alfionita, K., Muslichah,
R., ... & Putri, S. R. (2021). Analisis sensoris dan umur simpan makanan
selingan prediabetes berbasis tuna (Thunnus sp.) dan labu siam (Sechium
edule). Media Gizi Mikro Indonesia, 12(2), 153-164.

Setyaningsih, D., Apriyantono, A., & Sari, M. P. (2014). Analisis Sensori untuk


industri pangan dan argo. PT Penerbit IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai