Anda di halaman 1dari 7

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Cokelat adalah produk pangan yang disukai oleh banyak orang. Pada
umumnya cokelat dihidangkan dalam bentuk makanan ringan, permen maupun
hidangan penutup yang memiliki nutrisi tinggi (Rocha et al., 2017). Diantara
produk turunan kakao seperti cokelat batang dan permen cokelat, minuman
berbasis kakao bubuk (minuman cokelat) adalah produk yang paling populer saat
ini (Da Silva et al., 2008). Minuman cokelat terbuat dari biji kakao yang diperoleh
dari jenis tanaman yang disebut Theobroma cacao L. Minuman cokelat dirasa
nikmat dan baik untuk kesehatan, karena dengan mengkonsumsi minuman bubuk
kakao setiap hari selama 25 hari dapat berpengaruh nyata dalam meningkatkan
kapasitas antioksidan sel limfosit manusia (Erniati dkk., 2012). Antioksidan yang
terkandung pada bubuk cokelat termasuk kelompok senyawa flavonoid yang
tersusun dari beberapa molekul fenol (polifenol). Selain itu seyawa antioksidan
dalam bubuk cokelat memiliki kategori sangat aktif dan mudah diserap tubuh
(Restuti dkk., 2019).
Permintaan konsumen terhadap minuman cokelat berbeda-beda dan
selalu berubah sehingga diperlukan pengembangan produk cokelat yang beredar
di pasaran. Pada masa sekarang ini, kegiatan yang padat dan tingkat kesibukan
yang tinggi terutama pada masyarakat dengan usia produktif yaitu masyarakat
yang memiliki umur 15-60 tahun menyebabkan masyarakat banyak mencari
produk yang praktis (Ukka, 2017). Sebagai jawaban atas permasalahan
kepraktisan penyajian suatu produk minuman dikembangkanlah minuman cokelat
siap minum atau biasa yang disebut dengan cokelat ready to drink. Cokelat ready-
to-drink (RTD) banyak digemari karena mudah didapatkan sehingga cokelat
dalam bentuk RTD cocok untuk gaya hidup saat ini. Ready-to-drink (RTD) atau
siap minum adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan jenis minuman
yang dijual dalam sebuah kemasan dan dapat langsung dikonsumsi tanpa harus
diolah lebih lanjut (Prameswari, 2009).

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Salah satu cara agar suatu produk dapat bersaing dengan produk
kompetitor lainnya adalah dengan menghasilkan produk yang memenuhi profil
sensori sesuai dengan permintaan konsumen. Informasi tersebut dapat dijadikan
gambaran untuk mengetahui apakah produk sudah sesuai dengan keinginan
konsumen atau belum. Metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan
informasi tersebut adalah evaluasi sensori. Evaluasi sensori merupakan ilmu
kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis dan menafsirkan reaksi konsumen
dimana data numerik dikumpulkan terkait dengan karakteristik produk pangan
yang dirasakan melalui persepsi manusia dengan indera penglihatan, penciuman,
sentuhan, rasa dan pendengaran (Singh and Maharaj, 2014). Evaluasi sensori
terdiri dari tiga jenis yaitu uji afektif yang didasarkan pada penerimaan, uji
diskriminatif untuk menentukan ada tidaknya perbedaan antara sampel dan uji
deskriptif yang digunakan untuk menentukan karakteristik produk serta intensitas
karakteristik tersebut (Ruiz et al., 2021).
Pada umumnya, untuk menganalisis profil sensori produk secara
konvensional dilakukan dengan menggunakan uji deskriptif seperti Analisis
Deskriptif Kuantitatif (Quantitative Descriptive Analysis/QDA) karena dianggap
sebagai metode sensori yang paling canggih, bersifat rinci, akurat, reliable dan
konsisten (Lawless and Heymann, 2013). Dalam melakukan analisis profil sensori
secara QDA, panelis terlatih yang digunakan mampu memenuhi syarat untuk
mengukur karakteristik sensori yang dirasakan dan memberikan informasi produk
yang sangat rinci, kuat dan dapat direproduksi. Namun demikian, metode tersebut
memakan waktu dan biaya yang intensif karena diperlukan pelatihan panelis yang
sesuai dengan masing-masing tipe produk; sehingga metode ini memiliki aplikasi
yang terbatas untuk pengembangan produk di industri (Delarue, 2015). Dalam
industri pangan, waktu dan biaya merupakan salah satu aspek kritis karena
keputusan tentang kualitas produk harus segera dibuat dan apabila mengalami
kegagalan dapat diambil tindakan korektif secara cepat sehingga tidak terjadi
pemborosan terhadap waktu dan biaya (Drake, 2007). Maka dari itu diperlukan
metode analisis profil sensori yang cepat, stabil, dan hemat biaya untuk

2
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mempercepat proses pengambilan keputusan tentang kualitas dan pengembangan


produk (Waehrens et al., 2016)
Pada saat ini telah berkembang metode analisis profil sensori
menggunakan pendekatan konsumen seiring dengan meningkatnya kebutuhan
untuk mengurangi biaya dan waktu yang digunakan dalam melaksanakan uji
deskriptif seperti QDA. Selain itu, metode analisis profil sensori berbasis
konsumen memungkinkan untuk lebih mengintegrasikan persepsi konsumen ke
dalam proses pengembangan produk baru yang mungkin berkontribusi untuk
meningkatkan keberhasilan produk yang dikembangkan saat diluncurkan ke pasar
(Ares, 2015). Karakterisasi sensori produk yang diperoleh dari konsumen dengan
metode yang sesuai juga dinilai dapat diandalkan dan sebanding dengan yang
dihasilkan oleh panelis terlatih (Ares et al., 2014).
Salah satu metodologi untuk analisis profil sensori produk berbasis
konsumen adalah metode Check-All-That-Apply (CATA). Metode CATA
merupakan salah satu metode yang mudah digunakan, cepat dan sederhana dalam
mengumpulkan informasi mengenai profil sensori suatu produk pangan
berdasarkan persepsi konsumen melalui pemberian tanda centang untuk
keberadaan atribut sensori yang dimaksud (Ares et al., 2010). Namun, CATA
mempunyai kelemahan yakni tidak dapat memberikan deskripsi yang detail dan
juga tidak bisa membedakan produk yang memiliki profil terminologi sensori
yang serupa (Gambetta et al., 2018).
Maka dari itu mulai dikembangkan suatu metode yang menyediakan
pilihan intensitas pada atribut sehingga mampu mengkarakterisasi sensori produk
dan membedakan produk dengan karakteristik yang serupa yaitu Rate-All-That-
Apply (RATA). Metode RATA merupakan metode deskriptif sensori produk yang
menggunakan panelis konsumen sebagai sumber data dan informasi mengenai
produk pangan. Metode RATA tergolong dalam metode kuantitatif yang bersifat
objektif dimana panelis diminta untuk mencentang atribut yang mendeskripsikan
suatu produk dan memberi skala intensitas dari atribut yang dipilih. Metode ini
memiliki kelebihan yakni adanya kesempatan kepada panelis untuk
menggambarkan seberapa besar intensitas atribut tersebut. Kemudian

3
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dibandingkan dengan QDA, metode RATA merupakan metode yang cepat dan
dapat dipercaya dalam menentukan karakteristik suatu produk (Ares et al., 2014).
Selain itu, dalam pengembangan produk baru interpretasi dari gabungan informasi
sensorik dan hedonis dari konsumen dapat membantu untuk mengindentifikasi
atribut produk yang mendorong penerimaan konsumen. Penggabungan informasi
sensorik dan hedonis juga dapat meningkatkan keterlibatan konsumen dan
diskriminasi hedonik produk yang lebih besar (Jaeger and Ares, 2015).
Metode RATA, meskipun masih tergolong metode baru, telah banyak
digunakan untuk menguji beberapa produk seperti roti, makanan penutup berbasis
susu, permen jeli (Ares et al. 2014), cokelat batang (Waehrens et al., 2016) dan
kue buah (Meyners et al. 2016). Selain beberapa produk diatas, analisis profil
sensori produk minuman juga telah diuji menggunakan metode RATA. Penelitian
tersebut yaitu dilakukan oleh Reinbach et al. (2014) yang membahas tentang
profiling atribut minuman bir dengan metode RATA serta penelitian oleh
Fibrianto dan Dwihindarti (2016) tentang profiling atribut jamu kunyit asam dan
jamu sinom dengan metode RATA.
Penelitian yang dilakukan Antunez et al. (2019), menggunakan metode
RATA pada panelis konsumen untuk memahami perhatian visual produk berupa
gambar apel dengan tingkat cacat internal yang berbeda (pencoklatan daging)
yang menghasilkan bahwa konsumen memiliki perhatian visual yang lebih pada
metode RATA dibandingkan CATA. Franco-Luesma et al. (2016) melaporkan
bahwa terdapat pengaruh hidrogen sulfida, metanatiol dan dimetil sulfida terhadap
sifat bau tiga model wine yang dilakukan dengan uji deskripsi metode RATA
yang menghasilkan hidrogen sulfida dan methanethiol terlibat dalam
pembentukan aroma buah dan bunga, hidrogen sulfida menghasilkan aroma telur
busuk sedangkan methanethiol menghasilkan aroma berasap dan oksidasi.
Metode RATA dan Agglomerative Hierarchical Clustering (AHC)
digunakan oleh Gonzaga et al. (2020) untuk melakukan analisis profil sensoris
produk wine komersial yang dikaitkan dengan perbedaan kelompok regional.
Perbandingan metode RATA dua langkah pada panelis konsumen dengan metode
analisis deskriptif menggunakan panelis terlatih pada produk emulsi menghasilkan

4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bahwa pendekatan intensitas RATA dua langkah menghasilkan bahwa konsumen


mampu memberikan hasil yang sama dibandingan dengan panelis terlatih
(Opperman et al., 2017). Penelitian yang dilakukan oleh Traill et al. (2019)
menggunakan metode RATA oleh panelis terlatih untuk membedakan tampilan
visual yang disajikan dalam 145 susu yang menghasilkan analisis statistik
nonparametrik yang menyiratkan perbedaan yang signifikan dalam atribut tertentu
dan menghasilkan diskriminasi yang jelas antara susu yang berbeda. Pemetaan
pasar minuman nabati secara sensorik dilakukan untuk mengetahui sifat sensorik
yang tidak diinginakn maupun yang diinginkan menggunakan metoe RATA dan
Gas Chromatography (GC) untuk aroma telah dilakukan oleh Vaikma et al,
(2021). Penelitian tersebut menghasilkan terdapat pengaruh senyawa volatil pada
sifat sensorik dari berbagai jenis produk minuman nabati.
Penelitian oleh Cuellar et al. (2018) mengevaluasi empat produk cokelat
hitam batang yang dibuat dengan berbagai varietas kakao melalui uji penerimaan
dan RATA yang menunjukkan adanya perbedaan intensitas untuk atribut warna;
aroma terbakar, asam, manis, cocoa dan pahit; rasa kacang, karamel dan vanila,
manis, buah, buatan alkohol, pedas, sisa manis, asam, kopi, cocoa dan pahit;
tekstur keras, lembut dan homogen sehingga metode RATA memungkinkan untuk
mengukur intensitas atribut antar sampel. Waehrens et al. (2016) meneliti tentang
pengaplikasian metode RATA pada produk cokelat batang yang dibandingkan
dengan metode gas kromatografi.
Salah satu pengaruh dalam melakukan pengujian sensori adalah
perbedaan usia panelis (Sharis et al., 2017). Seiring bertambahnya usia panelis,
maka sensitivitas pengecap akan menurun. Menurut Mojet et al. (2005)
menyatakan bahwa panelis berusia muda (19-33 tahun) memiliki perbedaan
sensitivitas ambang. Kepekaan terhadap rasa dapat berkurang seiring
bertambahnya usia. Ketajaman dari indra manusia dapat berkurang seiring dengan
bertambahnya usia terutama pada indra penciuman yang lebih rentan daripada
indra pengecapan (Rawson, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Kremer et al.
(2007) menunjukkan bahwa panelis yang berusia 61 hingga 86 tahun memiliki
kemampuan diskriminasi rasa yang lebih rendah daripada panelis yang berusia 18

5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hingga 25 tahun. Penelitian yang juga dilakukan oleh Khrisna dan Jayaraj (2017)
memberikan hasil bahwa persepsi rasa manis lebih tinggi dirasakan oleh
kelompok usia 18 hingga 25 tahun sedangkan persepsi sensasi pahit lebih tinggi
dirasakan oleh kelompok usia diatas 40 tahun.
Selain perbedaan persepsi, golongan usia dapat mempengaruhi preferensi
panelis khususnya pada produk minuman sehingga menyebabkan berkembangnya
teknologi produk minuman baru untuk meningkatkan pilihan pada minuman yang
tersedia di pasar (Bartkiene et al., 2019). Golongan usia remaja cenderung lebih
menyukai produk minuman dengan intensitas rasa manis yang lebih tinggi
dibandingkan golongan usia dewasa meskipun usia dewasa kurang merasakan
intensitas rasa manis pada produk tersebut (Kennedy et al., 2010). Menurut survei
yang dilakukan Naveed et al. (2015), pada 90% orang dewasa (15-35 tahun)
mengonsumsi cokelat atau makanan yang mengandung cokelat setiap hari atau
setidaknya setiap minggu sementara 10% lainnya tidak.
Penelitian yang dilakukan oleh Waehrens et al. (2016) yang
menggunakan panelis umur 21-51 tahun pada sampel cokelat dengan metode
RATA. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Prayoga (2018), persepsi profil
sensoris minuman instan rasa jeruk menurut panelis berbeda antar golongan usia
10-12 tahun, 13-19 tahun dan 20-49 tahun. Penggunaan panelis konsumen dengan
rentang usia 11-45 tahun terhadap makanan ledre yang menggunakan metode
RATA (Hastuti et al., 2018). Berdasarkan beberapa hal diatas maka dalam
penelitian ini dilakukan analisis profil sensori pada produk cokelat ready to drink
berdasarkan kesukaan konsumen menggunakan metode Rate All That Apply yang
melibatkan tiga golongan usia panelis yaitu golongan panelis berusia 16-20 tahun
(remaja), 21-30 tahun (dewasa awal) dan 31-45 tahun (dewasa madya) karena
disesuaikan oleh sensitivitas pengecap panelis dan usia panelis dalam
mengonsumsi minuman cokelat.

B. Rumusan Masalah:
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Bagaimana profil sensori dari produk cokelat ready to drink menggunakan


metode Rate-All-That-Apply (RATA) berdasarkan persepsi konsumen?
2. Apa saja atribut sensori yang berpotensi disukai konsumen berdasarkan
golongan usia dalam produk cokelat ready to drink?
3. Bagaimana peta kesukaan produk cokelat ready to drink berdasarkan golongan
usia konsumen?

C. Tujuan :
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui profil sensori dari produk cokelat ready to drink menggunakan
metode Rate-All-That-Apply (RATA) berdasarkan persepsi konsumen.
2. Mengindentifikasi atribut sensori yang berpotensi disukai konsumen
berdasarkan golongan usia dalam produk cokelat ready to drink.
3. Mengetahui peta kesukaan produk cokelat ready to drink berdasarkan golongan
usia konsumen.

D. Manfaat:
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai profil
sensori cokelat ready to drink bagi konsumen berdasarkan golongan usia
konsumen dan bagi industri dalam mengembangkan produk cokelat ready to drink.

Anda mungkin juga menyukai