Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri minuman botanikal terus berkembang di Indonesia. Perkembangan dapat

terjadi dalam aspek teknologi, bahan, alat, serta proses pengolahan yang

dilaksanakan. Inovasi terus dilakukan demi memenuhi aspek keamanan pangan baik

secara jasmani maupun rohani. Secara jasmani produk pangan harus bebas dari

cemaran dan kontaminasi dari segi biologi, fisik, kimia dan bahan yang menimbulkan

alergi (Agustina, 2014). Sedangkan secara rohani, pangan harus dijamin tidak

bertentangan dengan budaya, agama, dan keyakinan (Suryana, 2014). Sistem jaminan

mutu menjadi penting untuk diterapkan agar proses pengolahan dilakukan secara

terpadu sehingga melahirkan produk akhir sesuai dengan standar.

Good Manufacturing Practice (GMP) merupakan salah satu pedoman untuk

melaksanakan proses manufaktur yang baik dan terpadu (FDA, 2020). Berdasarkan

pemeriksaan sarana produksi obat dan makanan (BPOM, 2021), sampai triwukan II

tahun 2021 BPOM telah melakukan pemeriksaan terhadap 1.630 sarana produksi obat

dan makanan. Sebanyak 483 (29,63%) sarana tidak memenuhi ketentuan GMP.

Penerapan GMP merupakan kewajiban dari industri pangan baik dalam bentuk

UMKM maupun industri besar. Sehingga cita-cita untuk menghasilkan produk

inovatif dan berkualitas dapat tercapai. Penerapan GMP menjamin bahwa produk

yang dihasilkan memiliki nilai kebersihan dan sanitasi yang baik. Sanitasi dan

kebersihan menjadi faktor utama dalam mencegah kontaminasi. Penerapan GMP

diikuti dengan penerapan Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) sebagai


bentuk dokumentasi dalam semua tahapan sanitasi yang erat kaitannya dengan GMP

(Perdana, 2018). SSOP merupakan prosedur standar yang diterapkan dalam

pengelolaan pangan melalui kegiatan sanitasi dan higiene karena proses sanitasi dan

higiene berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan (Ristyanti & Masithah,

2021). Selain itu, fokus dalam penerapan GMP adalah melaksanakan prosedur yang

sesuai sehingga kualitas produk yang dihasilkan dapat memenuhi standar yang telah

ditetapkan. Pengawasan produksi diterapkan dalam GMP untuk mengetahui

kelengkapan prosedur pengolahan produk. Beberapa faktor menjadi hal yang kritis

untuk dijalani dan memerlukan pelaksanaan terpadu untuk mencapai kesempurnaan

GMP. Titik-titik kritis menjadi hal yang diperhatikan seperti operasi sanitasi, kondisi

karyawan, dan proses serta proses dan pengawasan produksi.

Titik kritis ini berkaitan dengan sistem jaminan mutu Hazard Analysis Critical

Control Point (HACCP). Jika aktivitas pada titik kritis tidak berjalan dengan baik,

risiko kerusakan dan kerugian dapat timbul (Fajri, 2020). Penerapan GMP dengan

HACCP berkaitan karena beberapa aspek menjadi hal kritis untuk diawasi untuk

mencapai kesesuaian. Aspek kritis tersebut merupakan hal yang sangat bersentuhan

dengan proses pengolahan, antara lain operasi sanitasi, kondisi karyawan, serta proses

dan pengawasan produksi.

Kebersihan fasilitas produksi harus dipersiapkan sebelum proses produksi

dimulai. Jika keadaan fasilitas produksi kotor, maka penyimpangan dan kontaminasi

patogen beresiko besar untuk muncul dan berakibat membahayakan kondisi produk

(Stoica, 2018). Bahan baku sebagai bahan yang akan diolah menjadi produk bernilai

perlu diperhatikan terutama kualitas sebelum digunakan. Proses produksi yang


kemudian dilaksanakan harus diawasi oleh tenaga kerja yang bertanggung jawab agar

pelaksanaannya sesuai dengan prosedur dan mencegah terjadinya penyimpangan.

Karyawan atau tenaga kerja yang beroperasi diharapkan memiliki kompetensi dan

pengetahuan yang setara mengenai pentingnya pengolahan pangan yang baik,

sehingga penyimpangan dapat terhindar dan tindakan koreksi atau penanganan

terhadap kesalahan proses dapat dilakukan secara tepat.

Selain itu, keamanan pangan secara rohani harus diperhatikan dan dapat dipenuhi

jika adanya penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH). Penerapan SJH juga

memerhatikan titik kritis namun lebih spesifik kepada hal yang dapat

mengkontaminasi kehalalan produk. Fasilitas produksi dan bahan baku diperhatikan

kehigienisannya dan dipastikan tidak ada kontaminasi najis dan bahan haram. Selain

itu, karyawan yang bertanggung jawab harus dapat melakukan pengawasan mengenai

titik kritis tersebut dan mengetahui batasan-batasan yang ada.

Salah satu perusahaan produsen minuman botanikal adalah PT Bhineka Rahsa

Nusantara. Kapasitas produksi minuman botanikal setiap batchnya bervariasi sekitar

8 liter hingga 20 liter yang dilakukan pada pabrik dengan fasilitas produksi semi-

modern berskala Industri Rumah Tangga (IRT). Produksi dilakukan secara kontinu

setiap harinya dan libur pada hari Sabtu dan Minggu. Melihat frekuensi produksi

dengan kapasitas produksi yang besar untuk fasilitas produksi minim, maka

diperlukan suatu sistem mitigasi sebagai upaya mencegah, mengurangi, dan

menghilangkan potensi penurunan kualitas produk selama proses penanganan

produksi.
PT Bhineka Rahsa Nusantara telah menerapkan GMP, HACCP, dan SJH sebagai

sistem jaminan mutu yang digunakan. Penerapan GMP sudah berjalan dengan

dokumentasi yang cukup baik, namun sistem HACCP dan SJH yang diterapkan baru

dalam proses penyusunan pedoman dan batas kritis yang diterapkan. Proses checklist

mengenai aspek yang diterapkan pada HACCP dan SJH belum berjalan sempurna

sehingga dapat menimbulkan resiko penyimpangan. Secara teknis, diperlukan

penerapan sistem yang sederhana dan efektif namun memiliki dampak yang baik.

Penerapan ketiga sistem jaminan mutu tersebut dirasa dapat dilakukan secara

intergratif dan efektif melihat dari keterkaitan yang ada. Oleh karena itu, penulis

tertarik untuk meneliti interelasi antara GMP dengan HACCP dan SJH di PT Bhineka

Rahsa Nusantara. Penulis melakukan penelitian dengan judul: “INTERELASI

GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) DENGAN SISTEM

JAMINAN MUTU LAINNYA DI PT BHINEKA RAHSA NUSANTARA”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini

diantaranya?

1. Bagaimana penerapan GMP, HACCP, dan SJH di PT Bhineka Rahsa Nusantara?

2. Bagaimana  interelasi penerapan GMP dengan HACCP dan SJH di PT Bhineka

Rahsa Nusantara?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitan yang dilakukan, sebagai berikut:


1. Mengetahui penerapan GMP, HACCP, serta SJH di PT Bhineka Rahsa

Nusantara.

2. Mengidentifikasi interelasi penerapan GMP dengan HACCP dan SJH di PT

Bhineka Rahsa Nusantara.

1.4 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak,

diantaranya:

3. Memberikan gambaran hasil penerapan GMP, HACCP, dan SJH di industri

minuman botanikal atau pengolahan serupa.

4. Memberikan gambaran adanya interelasi antara penerapan GMP dengan sistem

jaminan mutu lainnya terhadap industri minuman botanikal atau pengolahan

serupa.

5. Memberikan rekomendasi akhir terhadap penerapan sistem jaminan mutu yang

efektif untuk industri minuman botanikal atau pengolahan serupa.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Subjek penelitian ini adalah industri minuman botanikal di Bandung, Jawa Barat,

yaitu PT Bhineka Rahsa Nusantara. Lokasi pabrik dan kantor berada di Komplek

Kampung Padi, Kel. Dago Pojok, Kec. Coblong, Bandung, Jawa Barat. Periode

waktu penelitian dibuat dalam bentuk cross-sectional untuk meneliti suatu populasi

spesifik tanpa pengulangan atau dengan pengambilan data hanya dalam satu kali.

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan mengikuti jadwal produksi minuman

botanikal PT Bhineka Rahsa Nusantara yaitu setiap Senin-Jumat pukul 08.00 – 16.30

WIB pada bulan Juli 2022.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah berdasarkan keilmuan dalam

mendapatkan data yang digunakan untuk tujuan tertentu. Penelitian berbentuk

abduktif dengan alur mencari sebuah hubungan atau pengaruh dari sebuah sistem

yang sudah dibentuk. Penelitian dilakukan menggunakan mixed method dengan

triangular design. Metode ini digunakan untuk menganalisis masalah menggunakan

data kualitatif dan kuantitatif yang kemudian diinterpretasikan menjadi sebuah hasil.

Strategi yang digunakan yaitu menggunakan survei menggunakan kuesioner dan

melakukan wawancara terhadap subjek yang bersangkutan.


3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan selama penelitian

dilaksanakan. Berdasarkan metode dan tahapan penelitian dibutuhkan instrumen

penelitian untuk menunjang penelitian. Instrumen yang digunakan yaitu:

1. Laptop dengan OS macOS Monterey versi 12.0.1 dengan processor Apple M1

A2337, digunakan untuk menyimpan, mengolah, dan mencari data berdasarkan

keperluan penelitian..

2. Software yang digunakan untuk membantu penelitian adalah Microsoft Word,

Microsoft Excel, IBM SPSS Statistics version 25. Microsoft Word digunakan

untuk menulis laporan akhir dan hasil dari wawancara sedangkan Microsoft

Excel dan IBM SPSS Statistics version 25 digunakan untuk mengolah data

kuesioner dari pengambilan data di PT Bhineka Rahsa Nusantara.

3. Kuesioner dan acuan pertanyaan wawancara. Kuesioner berbentuk fisik atau

kertas yang disebarkan kepada karyawan divisi Operation di PT Bhineka Rahsa

Nusantara. Sedangkan acuan pertanyaan wawancara digunakan sebagai poin

arahan dalam melakukan wawancara kepada tim manajerial. Kuesioner dan

pertanyaan wawancara terlampir pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari lebih lanjut

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan

divisi Operation PT Bhineka Rahsa Nusantara. Karyawan yang akan menjadi subjek
berjumlah 30 orang. Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2017). Teknik pengambilan sampel

dilakukan dengan nonprobability sampling dengan purposive sampling. Tujuannya

adalah untuk memilih sampel secara spesifik dengan memiliki kompetensi mengenai

GMP, HACCP, dan Halal serta memiliki jabatan yang bersinggungan dengan proses

produksi minuman botanikal.

3.5 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian mencakup langkah-langkah yang dilaksanakan dari awal

hingga akhir penelitian. Gambar 2. merupakan gambaran tahapan penelitian yang

akan dilakukan sebagai berikut:


Gambar 2. Tahapan Penelitian

3.3.1 Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan pada tahap awal penelitian sebagai dasar

perumusan masalah, penentuan model penelitian, dan menentukan tujuan penelitian.

Penulis melakukan studi pendahuluan dengan mengobservasi kondisi aktual pada

proses pengolahan minuman botanikal PT Bhineka Rahsa Nusantara. Kajian literatur

mengenai teori pengawasan mutu, GMP, HACCP, dan SJH dilakukan penulis untuk

mengetahui alur berpikir dalam merumuskan masalah, menentukan tujuan penelitian,

dan menggambarkan metode yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.

Studi pendahuluan penting dilakukan untuk mengobservasi masalah yang terjadi

di masa lalu dan pemecahannya. Manfaat dari studi pendahuluan adalah menemukan

masalah terbaru yang belum dibahas pada penelitian sebelumnya sehingga dapat terus

berevolusi dan berkembang. Penelitian sebelumnya juga dapat dipelajari untuk

melihat hal yang relevan yang membantu dalam penyelesaian masalah. Luaran studi

pendahuluan menjadi sebuah masalah yang dapat dianalisis untuk menghasilkan

sebuah rumusan masalah. Rumusan masalah dijadikan acuan dan sebagai bentuk

urgensi untuk dilakukannya penelitian. Penelitian kemudian dimulai dengan

perumusan metode dan pengumpulan data yang dapat menjawab masalah yang

tersedia.

3.3.2 Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Data yang

dikumpulkan bersifat kualitatif dan kuantitatif serta bersumber dari internal dan
eksternal perusahaan. Jenis dan sumber data yang digunakan dikelompokan sebagai

berikut:

1. Data primer merupakan data yang didapatkan secara langsung di lapangan

melalui hasil pengamatan. Hasil pengamatan dapat bersumber dari opini, sikap,

karakteristik dari subjek atau responden penelitian. Data primer yang didapatkan

berasal dari hasil observasi (pengamatan langsung), pengumpulan data menggunakan

angket atau kuesioner, dan wawancara terhadap informan yang relevan. Proses

pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan data yang memberikan kejelasan,

dapat diinterpretasikan, konsisten, dan komplit.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dengan alat ukur skala

likert 1-5. Skala likert digunakan untuk mengukur prefrensi seseorang terhadap

sistem atau produk. Variabel yang digunakan merupakan ideologi atau kriteria dari

sistem pengawasan mutu yang digunakan dengan melihat preferensi pekerja pada hal

tersebut. Data likert yang digunakan merupakan skala interval yang memiliki

keterkaitan antara butir-butir pertanyaan yang ada (Budiaji, 2013). Jumlah titik yang

ada dalam setiap butir pertanyaan adalah 5 yaitu Sangat Tidak Sesuai, Tidak Sesuai,

Netral, Sesuai, dan Sangat Sesuai (Likert, 1932). Penggunaan jumlah titik ganjil

dipilih karena dapat menghasilkan stabilitas dan kekuatan diskriminasi yang lebih

baik dibandingkan dengan penggunaan titik dengan jumlah genap (Dawes, 2008).

Kekurangan dari penggunaan titik ganjil adalah menimbulkan bias yang terjadi akibat

kecenderungan responden dalam memilih opsi netral (Garland, 1991).

2. Data sekunder merupakan data dukung dari keperluan data primer yang

didapatkan melalui kajian literatur atau studi pustaka. Data sekunder didapatkan
melalui sumber lain seperti buku, artikel, jurnal, dan peraturan yang berlaku di

Indonesia mengenai GMP, HACCP, dan SJH. Data dukung dapat bersumber melalui

pedoman atau hasil dokumentasi mengenai penerapan sistem GMP, HACCP, dan

SJH yang dilakukan oleh PT Bhineka Rahsa Nusantara.

3.3.3 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan untuk mengurutkan data yang sudah didapat

menjadi sebuah informasi sehingga dapat mudah dipahami dan menjawab rumusan

masalah penelitian. Teknik analisis data dilakukan secara parametrik dan non

parametrik. Dalam penelitian ini analisis dilakukan sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Uji validitas diperlukan untuk menghindari kegagalan yang disebabkan oleh alat

ukur. Rumus pearson product moment digunakan dalam uji validitas, selanjutnya uji t

dilihat untuk melakukan penafsiran dari indeks korelasinya. Teknisnya pengujian

dilakukan menggunakan program IBM SPSS menggunakan Bivariate Pearson dan

Corrected Item-Total Correlation. Pengujian dilakukan dengan mengkorelasikan skor

item dengan skor total dari instrument. Uji secara dua sisi dengan taraf signifikansi

0,05 dinyatakan valid jika item pertanyaan berkorelasi dengan skor total dengan r

hitung ≥ r tabel (A. A. Hidayat, 2021). Perolehan r tabel dapat dilihat pada Lampiran

4. dengan N=25.

2. Uji Reliabilitas Instrument

Uji Reliabilitas dilakukan untuk mengukur ke konsistenan alat ukur apabila

mengukur aspek yang sama. Metode yang digunakan yaitu metode Cronchbach
Alpha dengan tujuan memperkirakan proporsi varians yang sistematis dalam suatu set

instrument. Kriteria pengujian dilihat melalui jangkauan yang bernilai 0.00 (varian

tidak konsisten) hingga 1.00 (varian konsisten). Varian dikatakan konsisten jika

bernilai diatas 0.60 atau mendekati 1.00. Pengujian dilakukan dengan IBM SPSS

menggunakan reliability analysis. Jika hasil yang dikeluarkan 0.90 maka dapat

diinterpretasikan bahwa instrument tersebut reliabel dengan skor 90%, dengan

ekstensi 10% kemungkinan tidak reliabel (Cronbach, 1970).

3. Analisis Mutivariat

Variat atau variansi dikenal sebagai kombinasi linier variabel-variabel dengan

bobot yang telah ditentukan secara empiris. Teknik analisis dibagi ke dalam 3

tingkatan, yaitu:

a. Analisis univariat, disebut juga uji deskriptif atau distribusi frekuensi yang

digunakan untuk menjelaskan dan menggambarkan karakteristik suatu data.

b. Analisis bivariat, digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen. Pengujian bivariat menggunakan analisis chi-

square dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

 Jika nilai Sig. (P-Value) < 0,05 maka ada hubungan secara signifikan.

 Jika nilai Sig. (P-Value) > 0,05 maka tidak ada hubungan secara signifikan.

Jika variabel memiliki Jika nilai Sig. (P-Value) < 0,25 maka penelitian dapat

dilakukan ke tahap analisis multivariat.

c. Analisis multivariat, digunakan untuk mengetahui adanya hubungan dan

pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen serta dapat


mengetahui variabel independent mana yang paling berpengaruh. Pengujian

analisis multivariat menggunakan regresi logistik dengan kriteria pengujian

analisis sebagai berikut:

 Jika nilai Sig. (P-Value) < 0,05 maka ada pengaruh secara signifikan.

 Jika nilai Sig. (P-Value) > 0,05 maka tidak ada pengaruh secara signifikan.

3.3.4 Pembahasan

Pembahasan dilakukan berdasarkan data yang didapatkan. Pembahasan secara

teoritis dilakukan dengan melakukan pengkajian literatur berdasarkan data yang telah

diolah. Hasil nilai signifikansi menjadi acuan adanya pengaruh atau tidaknya dalam

penerapan GMP dan sistem jaminan mutu lainnya.

3.3.5 Penarikan Kesimpulan dan Rekomendasi Akhir

Kesimpulan didapatkan dari hasil pembahasan dan analisis yang telah

dilakukan. Penarikan kesimpulan didasarkan melalui hipotesis yang sudah diajukan

sebelumnya. Hipotesis yang didapat bisa jadi diterima atau ditolak tergantung dari

hasil penelitian. Rekomendasi akhir diberikan sebagai hasil penelitian berupa manfaat

bagi perusahaan atau perusahaan serupa.


PERTANYAAN

Penilaian Penerapan GMP, HACCP, dan SJH pada Operasi Sanitasi.


Bagaimana preferensi anda mengenai operasi sanitasi yang dilakukan di PT Bhineka
Rahsa Nusantara? Apakah telah mencapai kesesuaiannya?
Berikan penilaian dari masing-masing pertanyaan berikut sebagaimana dengan
“preferensi dan perasaan” anda.
Skala 1 sampai 5, dengan definisi:
1 : Sangat tidak sesuai
2 : Tidak sesuai
3 : Netral
4 : Sesuai
5 : Sangat Sesuai

Setiap pernyataan dalam kuesioner ini tidak mengandung jawaban benar atau salah.
Pastikan tidak ada jawaban yang terlewat
*berilah tanda centang “ R ” pada jawaban yang dipilih
1. Terdapat prosedur pencegahan dan penanganan hama sehingga fasilitas produksi
dan produk tidak tercemar hama penyakit.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
2. Fasilitas produksi dalam keadaan erawatt dengan baik agar prosedur sanitasi
berjalan efektif, mesin/peralatan tetap berfungsi sesuai prosedur, terutama pada
tahap kritis dan menghindari ternjadinya pencemaran fisik, kimia, dan biologis.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
3. Alat/mesin yang kontak langsung dengan bahan dan produk harus dibersihkan dan
dikenakan tindakan sanitasi secara rutin serta dipastikan tiidak terkontaminasi
najis dan bahan non-halal
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
4. Alat/mesin yang tidak kontak langsung dengan bahan dan produk harus
dibersihkan dan dikenakan tindakan sanitasi secara rutin serta dipastikan tiidak
terkontaminasi najis dan bahan non-halal
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
5. Alat angkut di dalam pabrik/tempat produksi harus dalam keadaan bersih dan tidak
merusak barang yang diangkut.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
6. Alat dan bahan pencuci bersifat aman, tidak korosif, dan halal untuk digunakan.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
7. Bahan kimia pencuci disimpan di dalam wadah berlabel untuk menghindari
pencemaran terhadap bahan dan produk.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penilaian Penerapan GMP, HACCP, dan SJH pada Kondisi Karyawan.
Bagaimana preferensi anda mengenai kondisi karyawan yang dilakukan di PT
Bhineka Rahsa Nusantara? Apakah telah mencapai kesesuaiannya?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
8. Karyawan yang melaksanakan aktivitas kritis melakukan pengecekan kesehatan
rutin untuk menjamin karyawan tidak mengidap penyakit yang dapat
mengontaminasi produk (Luka, TBC, Hepatitis, Tipus, dsb).
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
9. Karyawan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa penutup kepala, baju
produksi, dan sandal karet setiap memasuki kawasan produksi.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡

10. Karyawan melakukan kegiatan yang mampu menghindari kontaminasi (misal:


tidak menggunakan aksesoris, tidak merokok, tidak meludah, dan tidak makan di
sekitar kawasan produksi)
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
11. Pelatihan karyawan dilakukan secara internal dan eksternal minimal satu tahun
sekali. Pelatihan meliputi pelatihan mengenai GMP, HACCP, dan SJH.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penilaian Penerapan GMP, HACCP, dan SJH pada Proses dan Pengawasan
Produksi.
Bagaimana preferensi anda mengenai Proses dan Pengawasan Produksi yang
dilakukan di PT Bhineka Rahsa Nusantara? Apakah telah mencapai kesesuaiannya?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
12. Penerimaan dan penangan bahan baku dilakukan secara higienis dan dicek
kondisinya agar bahan baku yang digunakan sesuai dengan standar.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
13. Bahan baku yang digunakan tidak mengandung babi, alkohol (etanol), atau bahan
yang diharamkan menurut syariat Islam.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
14. Bahan baku yang digunakan tidak tercemar atau terkontaminasi oleh bahan
haram/najis.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
15. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan sesuai dengan prosedur,
batasan, dan merupakan bahan yang halal.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡

16. Terdapat petunjuk untuk setiap jenis produk termasuk jenis dan jumlah bahan
yang digunakan, tanggal pembuatan, kode produksi, tahapan proses produksi,
aktivitas kritis, besar batch produksi, dan informasi lain yang diperlukan (batch
record).
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
17. Pengawasan waktu dan suhu proses produksi dilakukan dengan baik untuk
menjamin keamanan produk pangan olahan. (Pemasakan pada suhu 70℃ , 30
menit dan Sterilisasi pada suhu 50℃ , 5 menit)
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
18. Pengawasan proses produksi diatur sehingga dapat mencegah masuknya bahan
kimia berbahaya, bahan fisik asing, kontaminasi mikrobiologis, dan kontaminasi
bahan non-halal lainnya.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
19. Proses produksi khusus atau titik kritis pada tahapan produksi yang menimbulkan
bahaya mendapatkan pengawasan. Proses produksi atau tahapan tersebut antara
lain pemasakan, sterilisasi kemasan, sterilisasi produk akhir (berdasarkan analisis
bahaya HACCP).
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
20. Produk akhir memenuhi persyaratan yang ditetapkan baik secara organoleptik,
mutu dan keamanan, serta status kehalalan. (Pengujian dilakukan secara
organoleptik dan pengukuran pH serta Viskositas)
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penilaian Bukti Kesesuaian Penerapan GMP, HACCP, dan SJH.
Apakah kesesuaian penerapan GMP, HACCP, dan SJH telah tercapai? Dilihat dari
bukti-bukti penerapan yang didapatkan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
21. Prosedur tertulis, catatan, dan dokumentasi program sanitasi dipelihara dan
diawasi secara berkala. Dokumentasi mencakup program sanitasi, karyawan yang
bertanggung jawab, cara dan frekuensi pembersihan, dan proses pengawasan
pembersihan.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
22. Prosedur tertulis, catatan, dan dokumentasi pelatihan karyawan dipelihara dan
diawasi secara berkala. Dokumentasi mencakup bukti pelatiham, presensi, materi
pelatihan, hasil pre-test, dan hasil post-test.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
23. Prosedur tertulis, catatan, dan dokumentasi pengawasan bahan baku diawasi dan
dipelihara secara berkala. Dokumentasi mencakup sertifikat halal, MSDS, COA,
dan dokumen pengawasan bahan baku.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
24. Prosedur tertulis, catatan, dan dokumentasi proses pengawasan produksi.
Dokumentasi mencakup persyaratan yang berhubungan dengan bahan baku,
komposisi, proses pengolahan, dan distribusi; form ceklist pengawasan produksi.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
25. Penyimpangan pada aspek Operasi Sanitasi terjadi kurang dari 1 kali setiap satu
bulan.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
26. Penyimpangan pada aspek Kondisi Karyawan terjadi kurang dari 1 kali setiap
satu bulan.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡

27. Penyimpangan pada aspek Proses dan Pengawasan Produksi terjadi kurang dari 1
kali setiap satu bulan.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
28. Karyawan memiliki kompetensi yang setara dalam pengetahuan GMP, HACCP,
dan SJH.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
29. Kondisi lingkungan produksi dalam keadaan bersih, higienis, dan tidak ada yang
rusak.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
30. Produk akhir sesuai dengan selera konsumen dibuktikan dengan minimnya
pengaduan keluhan.
1 2 3 4 5
Sangat Tidak Sesuai Sangat Sesuai
¡ ¡ ¡ ¡ ¡

Anda mungkin juga menyukai