SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Peningkatan Mutu dan
Keamanan Pangan Olahan Pertanian Melalui Penerapan Good Manufacturing Practices
pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Pangan Berdaya Saing di Kota
Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
ANI RAHAYUNI RATNA DEWI. Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan
Olahan Pertanian Melalui Penerapan Good Manufacturing Practices pada UMKM
Pangan Berdaya Saing di Kota Bandung. Dibimbing oleh H. MUSA HUBEIS dan EKO
RUDY CAHYADI.
Salah satu faktor yang menentukan daya saing suatu produk pangan dalam
perdagangan bebas adalah adanya jaminan mutu dan keamanan pangan (food safety)
bagi konsumen. Jaminan mutu dan keamanan produk tidak hanya untuk melindungi
konsumen domestik namun juga untuk mengantisipasi meningkatnya persyaratan dalam
perdagangan internasional. Globalisasi memaksa produsen untuk meningkatkan mutu
dan keamanan produk yang dihasilkan, tidak terkecuali untuk Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) pangan olahan hasil pertanian. Sebagai suatu upaya minimal yang
harus dilakukan oleh setiap pelaku usaha untuk terciptanya jaminan mutu dan keamanan
pangan bagi adalah dengan menerapkan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik
(CPPOB) atau Good Manufacturing Practices (GMP).
Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki
jumlah UMKM cukup besar. Tercatat pada tahun 2015, jumlah UMKM mencapai
99,9% dari seluruh industri (15.865 unit) di Kota Bandung (BPS 2016). Jenis
industri/usaha mikro dan kecil Kota Bandung, didominasi oleh industri yang bergerak di
sektor makanan dan minuman (85,22%) dengan jumlah 10.458 unit pada tahun 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi penerapan prinsip GMP, (2)
Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan GMP, (3) Merancang
alternatif strategi peningkatan mutu dan keamanan pangan olahan hasil pertanian dalam
mendukung daya saing UMKM di Kota Bandung. Tahapan penelitian meliputi (1)
Identifikasi karakteristik usaha pangan olahan pertanian, observasi penerapan GMP; (2)
Identifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal; (3) Perumusan strategi dengan
matriks Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats (SWOT); (4) Pemilihan
rekomendasi strategi menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan bantuan
software Expert Choice 2000.
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik purposive sampling yang melibatkan 30
responden dan tiga ahli/pakar. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi), kuisioner
dan wawancara, sementara data sekunder melalui studi pustaka dan literatur.
Produk olahan pertanian yang dihasilkan oleh UMKM responden yaitu aneka
keripik (pisang, singkong, tempe, dan sayur), bawang goreng, sale pisang, nugget jamur,
abon, rendang, dendeng, cokelat, serta serundeng kelapa. Sertifikasi yang telah dimiliki
oleh UMKM adalah Sertifikat Produksi Pangan-Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
(100%), GMP 1 usaha (0,03%), sertifikat halal sebanyak 27 usaha (90%), Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI) 21 usaha (70%) yaitu hak atas merk, serta Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2008 sebanyak 2 usaha (0,06%). Hasil observasi penerapan
GMP pada 30 UMKM adalah 15 usaha berada pada level 4 (50%), 10 usaha pada level
3 (33,33%), tiga usaha level 2 (10%), sementara hanya terdapat dua UMKM yang
berada pada level 1 (6,67%). Hal ini menunjukkan bahwa UMKM pangan olahan
pertanian di Kota Bandung telah mulai melakukan upaya penerapan GMP, namun masih
memerlukan berbagai usaha perbaikan dalam penerapan GMP untuk meningkatkan
ii
mutu dan keamanan pangan. Mayoritas temuan ketidaksesuaian adalah pada bangunan;
fasilitas dan program pemeliharaan sanitasi; pengawasan proses; karyawan; dokumentasi
dan pencatatan; pelatihan; serta penarikan produk.
Berdasarkan analisis bivariat korelasi Pearson Product Moment (PPM) faktor
yang nyata memengaruhi penerapan GMP adalah tingkat pendidikan formal dengan
kontribusi 25,84%, frekuensi mengikuti pelatihan mutu dan keamanan pangan
(47,24%), umur pimpinan/pemilik usaha (26,04%), omset usaha (42,85%) serta adanya
fasilitasi/bantuan pemerintah sebesar 44,48%. Berdasarkan analisis lingkungan, terdapat
12 faktor internal dengan kekuatan utama yaitu UMKM telah memiliki izin edar (skor
0,340) sedangkan kelemahan utama adalah kesenjangan pemahaman tentang keamanan
pangan antara pimpinan dengan karyawan (skor 0,102). Sementara untuk faktor
lingkungan eksternal terdapat 10 faktor eksternal dengan peluang utama adalah
ketersediaan air bersih dan bahan baku bermutu (skor 0,399) dan ancaman utama adalah
persaingan dengan produk sejenis dari industri yang menerapkan GMP/HACCP (skor
0,130). Berdasarkan perhitungan nilai matriks Internal Factor Evaluation (IFE) adalah
2,329 yang berarti faktor internal berada pada posisi rataan. Sementara nilai matriks
External Factor Evaluation (EFE) adalah 2,808 dimana kemampuan UMKM dalam
merespon peluang dan ancaman berada dalam posisi rataan, sehingga pada matriks
Internal-External (IE), posisi UMKM pangan olahan pertanian di Kota Bandung berada
pada sel V (hold and maintain). Strategi yang sebaiknya dipilih adalah strategi penetrasi
pasar dan pengembangan produk.
Berdasarkan analisis SWOT, terdapat empat jenis alternatif strategi yang dapat
dilakukan, yaitu: (1) Strategi S-O : Menjalin hubungan baik dengan instansi pemerintah
untuk mendapatkan fasilitasi penerapan dan sertifikasi sistem jaminan mutu dan
keamanan pangan; melakukan survey pasar untuk mengetahui selera konsumen; edukasi
dan promosi kepada masyarakat tentang pangan aman dan bermutu; penerapan
teknologi; dan memanfaatkan Food Safety Clearing House (FSCH) Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM), (2) Strategi W-O : Pelatihan internal untuk karyawan
secara rutin; pemberian penghargaan bagi karyawan berprestasi yang konsisten dalam
menerapkan GMP; membangun kemitraan dengan usaha besar dengan mekanisme
mutual quality; merancang dan menerapkan dokumen sistem mutu; mempelajari titik
kritis proses pengolahan produk (HACCP) dan meningkatkan penerapan GMP ke arah
HACCP, (3) Strategi S-T : Konsisten melakukan continues improvement, menciptakan
dan menonjolkan keunikan produk; (4) Strategi W-T : menerapkan GMP secara
konsisten untuk meningkatkan mutu dan keamanan pangan produk dan penerapan
internal control.
Alternatif strategi yang dipilih berdasarkan AHP berturut-turut adalah investasi
teknologi dan penerapan standar (bobot 0,222), public awareness (promosi, edukasi,
apresiasi) (bobot 0,221), dan peningkatan kompetensi SDM (bobot 0,198).
Kata kunci : GMP, mutu dan keamanan pangan, pangan olahan pertanian, UMKM
berdaya saing.
SUMMARY
One of the factors in free trade era that determine the competitiveness of food
product is quality assurance and food safety. Quality assurance and food safety not only
to protect domestic consumers but also to anticipate the increasing requirements in
international trade. Globalization has forced producers to improve the quality and safety
of products, including for Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) agricultural
processed food. As a minimum effort that every business actor should undertake to
ensure the quality assurance and food safety is to implement Good Manufacturing
Practices (GMP).
Bandung is one of the big cities in Indonesia which has a large number of
MSMEs. Based on BPS data in 2015, the number of MSMEs reached 99.9% of the
entire industries (15,865 units) in Bandung (BPS 2016). Types of industries / micro and
small businesses in Bandung, dominated by industries related to food and beverage
sector (85.22%) with the number of 10.458 units in 2015.
This research aims to (1) identify the application of GMP principles, (2) to
identify the factors that related to the implementation of GMP, (3) to design alternative
strategies of quality and food safety improvement of agricultural processed food to
support the competitiveness of MSMEs in Bandung. Stages of research included (1)
Identification of agricultural food processing business characteristics, observation of
GMP implementation; (2) Identification of internal and external environmental factors;
(3) Strategy formulation with Strengths, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT)
matrix; (4) Selection of strategic recommendation using Analytic Hierarchy Process
(AHP) calculated by Expert Choice 2000 software.
Analyis used are descriptive qualitative and quantitative analysis. Data collection
was done by purposive sampling technique involving 30 respondents and three experts.
The data consists of primary and secondary data. Primary data obtained through
observation, questionnaire and interview, while secondary data obtained through
literature study.
The products which produced by MSMEs respondents are chips (bananas,
cassava, tempeh, and vegetables), fried onions, banana sale, mushroom nugget, abon,
rendang, jerked meat, chocolate, and coconut serundeng. The certification already
possessed by MSMEs is Sertificate of Food Production for Household Industry (SPP-
IRT) (100%), GMP 1 business (0.03%), Halal certificate of 27 (90%), Intellectual
Property Rights on brand 21 business (70%), and ISO 9001: 2008 Quality Management
System 2 business (0.06%). The results of observations on the implementation of GMP
at 30 MSMEs are the majority still at level 4 (15 business or 50%), 10 businesses at
level 3 (33.33%), three level 2 (10%), while there are only two MSMEs at level 1
(6.67%). It indicates that MSMEs agricultural food processed in the city of Bandung has
begun to apply GMP, but still need various improvement efforts in the application of
GMP to improve the quality and food safety. The majority of findings of
nonconformities are in buildings; sanitation facilities and programs; process control;
employees; documentation and recording; training; and product withdrawal.
iv
Keywords : agricultural processed food, competitive MSMEs, GMP, quality and food
safety
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
vi
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Pengembangan Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA.
Judul Tesis Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Olahan Pertanian
Melalui Penerapan Good Manufacturing Practices pada UMKM
Pangan Berdaya Saing di Kota Bandung
Nama Ani Rahayuni Ratna Dewi
NIM P054l50115
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
~
Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS, Dipl.lng, DEA Dr Eko Ruddy Cahyadi, S.Hut, MM
Ketua Anggota
Diketahui oleh
.--
-?
~
Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS, Dipl.lng, DEA
Judul Tesis : Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Olahan Pertanian
melalui Penerapan Good Manufacturing Practices pada UMKM Pangan
Berdaya Saing di Kota Bandung
Nama : Ani Rahayuni Ratna Dewi
NIM : P 054150115
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir H.Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing,DEA Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi
DAFTAR TABEL
1.1 Jumlah Industri di Kota Bandung Tahun 2015 ......................................................... 2
2.1 Kriteria UMKM ...................................................................................................... 4
2.2 Penelitian Terkait .................................................................................................. 12
3.1 Penilaian Penerapan GMP ..................................................................................... 19
3.2. Interpretasi koefisien korelasi nilai r ..................................................................... 21
3.3 Pembobotan Matriks IFE ....................................................................................... 22
3.4. Pembobotan Matriks EFE..................................................................................... 23
3.5. Analisis matriks IFE ............................................................................................. 24
ii
DAFTAR GAMBAR
3.1 Kerangka Pemikiran .............................................................................................. 16
3.2.Matriks IE ............................................................................................................. 25
4.1 Contoh penyimpangan pada aspek bangunan ......................................................... 32
4.2 Kondisi pintu pada UMKM pangan olahan yang menerapkan GMP ...................... 32
4.3 Kondisi fasilitas sanitasi pada UMKM pangan olahan pertanian ............................ 33
4.4 Bahan baku pangan olahan pertanian ..................................................................... 34
4.5 Hasil pengujian masa kadaluarsa produk .............................................................. 35
4.8 Matriks IE ............................................................................................................. 46
4.9 Hirarki AHP .......................................................................................................... 49
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Aspek Umum dan Kinerja Perusahaan .................................................... 58
2. Identifikasi Penerapan Prinsip GMP. ....................................................................... 62
3. Pemberian Nilai/Rating Terhadap Faktor-Faktor Strategik Internal ......................... 78
4. Pemberian Nilai/Rating Terhadap Faktor-Faktor Strategik Eksternal ....................... 79
5. Pembobotan Terhadap Faktor Internal dan Eksternal ............................................... 80
6. Kuisioner AHP........................................................................................................ 82
7. Hasil perhitungan AHP ........................................................................................... 89
8. Responden UMKM pangan olahan hasil pertanian .................................................. 91
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
produsen untuk harus dapat meningkatkan mutu dan keamanan produk yang
dihasilkan, tidak terkecuali untuk UMKM pangan olahan. Namun sayangnya
UMKM pada umumnya masih kurang memperhatikan hal-hal yang akan
memengaruhi mutu dan keamanan pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
(WNPG) IX Tahun 2008 menunjukkan beberapa permasalahan mengenai
keamanan pangan di UMKM pangan yang belum memadai dan perlu dibenahi,
khususnya yang terkait dengan mutu SDM, penggunaan Bahan Tambahan Pangan
(BTP) dan bahan kimia berbahaya yang dilarang digunakan untuk pangan, serta
fasilitas dan teknologi (Rahayu et al. 2012). Kasus insiden keracunan makanan
pada tahun 2012 menduduki posisi paling tinggi (66,7%), dibandingkan dengan
keracunan akibat penyebab lain, misalnya obat, kosmetika, dan lain-lain yang
disebabkan kandungan boraks, formalin dan rhodamin-B (BPOM dalam
Paratmanitya dan Aprilia 2016).
Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki
jumlah UMKM cukup besar. Berdasarkan klasifikasi BPS, tercatat pada tahun
2015, jumlah UMKM mencapai 99,9% dari seluruh industri (15.865 unit) di Kota
Bandung (Tabel 1.1). Jenis industri/usaha mikro dan kecil Kota Bandung,
didominasi oleh industri yang bergerak di sektor makanan dan minuman (85,22%)
dengan jumlah 10.458 unit pada tahun 2015 dan menyerap tenaga kerja 32.169
orang (BPS Kota Bandung 2016).
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM yang berlaku saat ini
didasarkan kepada nilai kekayaan bersih dan nilai hasil penjualan sebagaimana
tertera pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kriteria UMKM
No Uraian Kriteria
Aset* (Kekayaan besih) Omzet (Hasil Penjualan
Tahunan)
1. Usaha Mikro Maksimal 50 Juta Maksimal 300 Juta
2. Usaha Kecil >50 Juta – 500 Juta >300 Juta – 2,5 Milyar
3. Usaha >500 Juta – 10 Milyar >2,5 Milyar – 50 Milyar
Menengah
* tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar
perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman (PP 28/2004). Gizi
adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen lain yang bermanfaat
bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
agar bermutu, aman dan layak dikonsumsi. CPPB-IRT mencakup seluruh mata
rantai produksi mulai dari bahan baku sampai produk akhir yaitu : (1) Lokasi dan
Lingkungan Produksi; (2) Bangunan dan Fasilitas; (3) Peralatan Produksi; (4)
Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air; (5) Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan
Sanitasi; (6) Kesehatan dan Higiene Karyawan; (7) Pemeliharaan dan Program
Higiene Sanitasi Karyawan; (8) Penyimpanan; (9) Pengendalian Proses; (10)
Pelabelan Pangan; (11) Pengawasan oleh Penanggungjawab; (12) Penarikan
Produk; (13) Pencatatan dan Dokumentasi; (14) Pelatihan Karyawan.
Persyaratan CPPB-IRT terdiri atas empat tingkatan, yaitu "harus"(shall),
“seharusnya” (should), “sebaiknya” (may) dan "dapat" (can), yang diberlakukan
terhadap semua lingkup yang terkait dengan proses produksi, pengemasan,
penyimpanan dan atau pengangkutan pangan. Persyaratan "harus" adalah
persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan memengaruhi
keamanan produk secara langsung dan/atau merupakan persyaratan yang wajib
dipenuhi, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian kritis.
Persyaratan "seharusnya" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak
dipenuhi mempunyai potensi memengaruhi keamanan produk, dan dalam inspeksi
dinyatakan sebagai ketidaksesuaian serius. Persyaratan "sebaiknya" adalah
persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi
memengaruhi efisiensi pengendalian keamanan produk, dan dalam inspeksi
dinyatakan sebagai ketidaksesuaian mayor. Persyaratan "dapat" adalah
persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi
memengaruhi mutu (wholesomeness) produk, dan dalam inspeksi dinyatakan
sebagai ketidaksesuaian minor (BPOM 2012).
Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) adalah
jaminan tertulis yang diberikan oleh Bupati/Walikota cq. Pemerintah Daerah
(Pemda) Kabupaten/Kota terhadap pangan IRT di wilayah kerjanya yang telah
memenuhi persyaratan pemberian SPP-IRT dalam rangka peredaran pangan IRT
(BPOM 2012).
Analisis SWOT
Penelitian Terkait
3. METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Kota Bandung merupakan kota dengan jumlah UMKM pangan olahan yang
cukup banyak. Salah satu permasalahan penting penentu daya saing UMKM
pangan olahan adalah mutu dan keamanan pangan. Melalui penelitian ini akan
terdeskripsikan penerapan prinsip GMP, serta faktor-faktor yang berhubungan
dengan penerapan GMP di UMKM pangan olahan hasil pertanian termasuk faktor
internal dan eksternal. Penelitian ini akan merekomendasikan strategi peningkatan
mutu dan keamanan pangan UMKM olahan pertanian melalui penerapan GMP di
Kota Bandung.
Analisa IE
SWOT
AHP
Rekomendasi
Strategi Peningkatan Mutu dan
Keamanan Pangan Olahan Pertanian
cukup banyak dan berkembang pesat dengan jenis pangan olahan yang variatif.
Hal ini ditunjang dengan Kota Bandung sebagai daerah tujuan wisata sehingga
pangsa pasar cukup besar. Inovasi produk pangan olahan juga banyak diciptakan
di Kota Bandung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei–September 2017.
Pengumpulan Data
8. Laboratorium
Adanya laboratorium memudahkan industri mengetahui secara cepat mutu
bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan BTP serta mutu produk
yang dihasilkan.
9. Karyawan
Higiene dan kesehatan karyawan yang baik akan memberikan jaminan bahwa
pekerja yang kontak langsung maupun tidak dengan proses produksi tidak
akan mencemari produk.
10. Pengemas
Penggunaan pengemas yang memenuhi syarat akan mempertahankan mutu
dan melindungi produk terhadap pengaruh dari luar.
11. Label dan Keterangan Produk
Kemasan diberi label yang jelas dan informatif untuk memudahkan
konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan
mengkonsumsi produk. Lsbel produk harus memenuhi ketentuan dalam PP 69
tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
12. Penyimpanan
Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi dan produk akhir
dilakukan dengan baik sehingga tidak menyebabkan penurunan mutu dan
keamanan pangan olahan.
13. Pemeliharaan dan Program Sanitasi
Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan,
mesin/peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah, dll) dilakukan
secara berkala untuk menghindari kontaminasi silang.
14. Pengangkutan
Pengangkutan produk akhir membutuhkan pengawasan untuk menghindari
kesalahan yang mengakibatkan kerusakan dan penurunan mutu.
15. Dokumentasi dan Pencatatan
Perusahaan yang baik melakukan dokumentasi dan pencatatan mengenai
proses produksi dan distribusi yang disimpan sampai batas waktu yang
melebihi masa simpan produk.
16. Pelatihan
Pembina dan pengawas harus mempunyai pengetahuan mengenai prinsip-
prinsip dan praktek higiene pangan. Program pelatihan yang diberikan
seharusnya dimulai dari prinsip dasar sampai praktek cara produksi yang baik.
17. Penarikan Produk
Penarikan produk merupakan tindakan menarik produk dari peredaran.
Penarikan dilakukan apabila produk diduga penyebab timbulnya
penyakit/keracunan.
18. Pelaksanaan Pedoman
Perusahaan seharusnya mendokumentasikan pengoperasian program CPPOB.
Manajemen perusahaan harus bertanggung jawab atas sumber daya untuk
menjamin penerapan CPPOB. Karyawan sesuai fungsi dan tugasnya harus
bertanggung jawab atas pelaksanaan CPPOB.
21
Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari
harga (-1 ≤ r ≤ +1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r =0
artinya tidak ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Sedangkan
arti harga r akan dikonsultasikan dengan Tabel interpretasi nilai r sebagai berikut :
2. Umur usaha :
- dibawah 1 tahun = 1 - 1 s/d 3 tahun = 2 - diatas 3 tahun = 3
3. Umur pemilik/pimpinan UMKM :
- 21 s/d 30 th = 1 - 31 s/d 40 th = 2 - 41 s/d 50 th = 3
- 51 s/d 60 th = 4 - > 60 th =5
4. Frekuensi mengikuti pelatihan keamanan pangan
- belum pernah = 1 - 1 s/d 2 kali = 2 - lebih dari 2 kali = 3
5. Omset perusahaan per bulan, dengan pemberian skala :
- < Rp. 50 juta =1
- Rp. 50 juta s/d Rp. 200 juta =2
- > Rp. 200 juta s/d Rp. 300 juta =3
- > Rp. 300 juta s/d Rp. 2,5 Miliar =4
- > Rp 2,5 Miliar – 50 Miliar =5
6. Fasilitasi/bantuan Pemerintah dalam hal teknologi pengolahan, sertifikasi
terkait mutu dan keamanan pangan :
- Belum pernah memperoleh fasilitasi/bantuan Pemerintah = 1
- Pernah memperoleh fasilitasi/bantuan Pemerintah =2
Faktor
Strategik A B C D Total Xi Bobot
Internal
A
B
C
...
Sumber. David 2009
23
Faktor
Total
Strategik A B C ... Bobot
Xi
Eksternal
A
B
C
...
Sumber : David, 2009
Total bobot yang diberikan harus sama dengan 1,0. Pembobotan ini kemudian
ditempatkan pada kolom kedua matriks IFE - EFE.
Faktor Kunci
Bobot (a) Rating (b) Skor (a x b)
Internal
Kekuatan
-
-
Kelemahan
-
-
Total
Sumber. David, 2009
Total skor pembobotan berkisar 1-4, dengan rataan 2,5. Jika total skor IFE
(3,0-4,0) berarti kondisi internal perusahaan tinggi, atau kuat, (2,0–2,99) berarti
kondisi internal perusahaan rataan, atau sedang dan (1,0–1,99) berarti kondisi
internal perusahaan rendah, atau lemah. Matriks EFE diilustrasikan pada Tabel
3.6. Total skor pembobotan berkisar 1-4 dengan rataan 2,5. Total skor EFE
dikelompokan dalam kuat (3,0–4,0) berarti perusahaan merespon kuat terhadap
peluang dan ancaman, rataan (2,0–2,99) dan (1,0–1,99) berarti perusahaan tidak
dapat merespon peluang dan ancaman.
Faktor Kunci
Bobot (a) Rating (b) Skor (a x b)
Eksternal
Peluang
-
-
Ancaman
-
-
Total
Sumber. David, 2009
Matriks IE
Matriks SWOT
Nilai Keterangan
1 Kriteria / alternatif A sama penting dengan kriteria /alternatif B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat jelas lebih penting dari B
9 Mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Sumber. Marimin 2008
3. Penentuan Prioritas
Setiap level hirarki perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise
comparisons) untuk menentukan prioritas. Sepasang unsur dibandingkan
berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas preferensi antar unsur.
Dalam konteks ini, unsur yang pada tingkat yang tinggi tersebut berfungsi
sebagai suatu kriteria disebut sifat (property).
27
4. Konsistensi Logis
Semua unsur dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten
sesuai dengan suatu kriteria yang logis. AHP mengukur konsistensi
menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Nilai
rasio konsistensi harus 10% atau kurang. Jika lebih dari 10%, maka
penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.
28
Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Bandung Tahun 2015
Jumlah penduduk Kota Bandung pada tahun 2015 sebesar 2.482.469 jiwa
dengan komposisi 50,51 persen penduduk laki-laki dan 49,49 persen perempuan.
Jumlah penduduk tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,43 persen dan hal ini
berarti memengaruhi peningkatan kebutuhan pangan penduduk Kota Bandung.
Karakteristik wilayah kota Bandung merupakan pusat bisnis, perdagangan,
industri dan pendidikan sehingga banyak potensi UMKM pangan berdaya saing di
berbagai sektor yang dapat dikembangkan. Faktor eksternal penentu daya saing
UMKM pangan di Kota bandung antara lain keunggulan produk, lokasi,
pelanggan, pemasok dan peran pemerintah, sementara faktor internal adalah
masalah produksi, minat pembeli serta mutu dari produk maupun bahan baku
(Hubeis et al. 2015).
Kota Bandung dikenal sebagai daerah tujuan wisata yang memiliki aneka
jenis kuliner. Variasi pangan olahan yang dihasilkan sangat beragam. Responden
dalam penelitian ini merupakan UMKM pangan olahan yang menggunakan bahan
baku utama hasil pertanian sedikitnya 70%, memiliki masa simpan minimal 6
(enam) bulan, serta termasuk kategori pangan olahan yang diizinkan untuk
menggunakan izin edar SPP-IRT. Pangan olahan yang diproduksi olah UMKM
responden dalam penelitian ini adalah aneka keripik (pisang, singkong, tempe,
dan sayur), bawang goreng, sale pisang, nugget jamur, abon, rendang, dendeng,
cokelat, dan serundeng kelapa.
UMKM responden mendapatkan bahan baku dari pasar tradisional dan
supplier, dimana umumnya bahan baku berasal dari kabupaten sekitar Kota
Bandung seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Lembang dan
lainnya. Hal ini disebabkan tidak banyak jenis komoditi pertanian yang dihasilkan
di Kota Bandung dengan keterbatasan lahan dan kesesuaian lahan yang ada.
Pemasaran produk pangan olahan hasil pertanian dari Kota Bandung
mencakup Kota Bandung dan kota/kabupaten lain di Indonesia seperti Jakarta,
Surabaya, Malang, Medan, dan lainnya. Pemasaran dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung yang melibatkan distributor dan reseller. Seiring dengan
perkembangan teknologi informasi, mayoritas UMKM (22 usaha atau 73,33
persen) telah menggunakan teknologi informasi dalam promosi dan pemasaran
produk seperti media sosial, website, dan toko online. Media sosial yang
digunakan antara lain facebook, instagram dan twitter. Sementara pemasaran
melalui toko online seperti buka lapak, blibli, tokopedia, lazada, dan lainnya.
Salah satu program Pemerintah Kota Bandung untuk mendukung UMKM adalah
adanya Little Bandung sebagai sarana promosi bagi UMKM di Kota Bandung
termasuk UMKM pangan olahan. Saat ini seluruh UMKM belum memiliki
kemitraan dengan usaha yang lebih besar. Kalaupun melakukan kemitraan,
UMKM hanya melakukan kemitraan dengan UMKM lain yang sejenis dan berada
di skala yang sama.
Tenaga kerja digunakan dalam UMKM umumnya berjumlah minimal 3
orang yang berasal dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja terdiri dari tenaga
tetap dan juga tenaga tidak tetap/harian yang dipekerjakan bila tingkat
permintaan/pesanan produk sedang meningkat drastis. Hal ini mengindikasikan
30
bahwa UMKM mampu membuka lapangan pekerjaan dan turut andil dalam
mengurangi tingkat pengangguran di daerah sekitar UMKM berada.
Selain memiliki izin edar SPP-IRT atau MD, hampir seluruh UMKM telah
memiliki sertifikat halal dari LPPOM-MUI yaitu 27 usaha (90%). Untuk Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI), terdapat sekitar 21 UMKM (70%) telah memiliki
hak atas merk. Hal ini didukung dengan adanya fasilitasi dari Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan UMKM untuk pendaftaran hak atas merk bagi UMKM.
Penerapan Sistem Manajemen Mutu oleh UMKM telah dilakukan oleh dua
UMKM (0,06%) hingga memiliki sertifikat ISO 9001:2008 yaitu Restu Mande
dan CV. Bright Food Riung Gunung. Kedua UMKM tersebut merupakan UMKM
olahan daging. Sertifikasi ISO diperoleh dengan adanya bantuan/fasilitasi dari
Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat serta Badan
Standardisasi Nasional (BSN). Restu Mande dengan produk olahan utama
rendang dalam kemasan bahkan telah memiliki sertifikat GMP yang diterbitkan
oleh Lembaga Sertifikasi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2016.
Pembinaan UMKM pangan olahan hasil pertanian di Kota Bandung selama
ini dilakukan oleh berbagai instansi terkait antara lain Dinas Ketahanan Pangan
dan Peternakan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Kota Bandung, Dinas
Kesehatan Kota Bandung, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan UMKM Kota
Bandung, serta Universitas Padjajaran. Pembinaan/pelatihan yang pernah diikuti
oleh para pemilik atau pegawai UMKM antara lain mengenai keamanan pangan,
pemasaran, pengemasan serta manajemen usaha.
Bantuan/fasilitasi peralatan pengolahan seperti mesin deep frying, alat
pengemas dan lainnya juga diberikan oleh pemerintah kepada UMKM pangan
olahan pertanian di Kota Bandung. Fasilitasi dalam hal promosi berbentuk
keikutsertaan dalam aneka pameran baik di dalam maupun luar negeri.
4.3. Kondisi Penerapan GMP pada UMKM Pangan Olahan Hasil Pertanian
berdampak pada penerapan cara pengolahan pangan yang baik (GMP) sangat
bergantung pada konsistensi UMKM itu sendiri.
Berdasarkan penilaian penerapan persyaratan GMP pada responden
UMKM pangan olahan di Kota Bandung sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.2
diperoleh hasil bahwa dari 30 UMKM mayoritas masih berada pada level 4 (50%)
dimana terdapat ≥ 7 penyimpangan kritis, sementara hanya terdapat dua UMKM
yang berada pada level 1 (6,67%) dimana terdapat 0 s/d 6 penyimpangan minor
dan 0 s/d 5 penyimpangan mayor. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM pangan
olahan pertanian di Kota Bandung telah mulai melakukan upaya penerapan GMP,
namun masih memerlukan berbagai usaha perbaikan dalam penerapan GMP untuk
meningkatkan mutu dan keamanan pangan.
Mayoritas temuan ketidaksesuaian dalam penerapan persyaratan GMP pada 30
UMKM responden adalah pada bangunan; pengawasan proses; karyawan;
pemeliharaan dan program sanitasi; dokumentasi dan pencatatan; pelatihan; serta
penarikan produk. Sementara aspek yang sudah cukup baik penerapannya adalah
pada pengemasan, penyimpanan, pengangkutan, label dan keterangan produk.
4.3.1 Lokasi
Seluruh lokasi UMKM pangan olahan pertanian terdapat di daerah
pemukiman penduduk, baik yang tidak terlalu padat maupun yang padat seperti di
dekat pasar. Akses jalan menuju lokasi cukup baik, terletak jauh dari tempat
pembuangan sampah yang dapat menjadi sumber kontaminasi. Di Kota Bandung
belum terdapat daerah/pusat/cluster industri yang diciptakan oleh Pemerintah
Daerah khusus sebagai lokasi industri pangan olahan tertentu sehingga lokasi
UMKM pangan olahan pertanian tersebar di seluruh wilayah Kota Bandung.
4.3.2 Bangunan
Mayoritas bangunan UMKM merupakan bangunan rumah tinggal yang
dimodifikasi satu ruangan tertentu untuk dijadikan sebagai ruang produksi.
Sebagian besar UMKM (86,67%) kesulitan dalam memenuhi persyaratan terkait
bangunan dan fasilitas, mengingat bangunan produksi tidak didesain sejak awal
untuk produksi pangan yang memenuhi persyaratan GMP. Umumnya desain
konstruksi sudut pertemuan dinding dengan lantai membentuk sudut mati, tidak
dibuat landai/ cekung. Tata letak di ruang masih banyak yang belum didesain
sesuai aliran proses produksi sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi.
Gambar 4.1 menunjukkan beberapa penyimpangan yang terjadi pada
UMKM dari aspek bangunan. Pintu masuk bahan baku/ karyawan dan pintu
keluar produk yang sudah jadi tidak dibuat terpisah. Pada beberapa UMKM masih
32
ditemukan kondisi lantai yang pecah-pecah. Dinding atau pemisah ruangan jarang
dibuat dari bahan kedap air, berwarna terang, tidak mudah mengelupas. Tidak
semua pintu dan jendela dilengkapi dengan pintu kasa yang dapat dilepas untuk
memudahkan pembersihan dan perawatan. Pintu menuju ruang produksi juga
umumnya tidak membuka ke luar. Penerangan di ruang produksi seluruhnya
cukup memadai, namun tidak dilengkapi dengan sarana pelindung.
Pada UMKM yang sudah memiliki sertifikat GMP atau sistem manajemen
mutu, jauh lebih baik dalam menerapkan cara produksi pangan olahan, seperti
dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Kondisi pintu pada UMKM pangan olahan yang menerapkan GMP
telah memilikinya meskipun masih terdapat beberapa UMKM yang fasilitas cuci
tangannya belum diletakkan di depan pintu masuk ruangan pengolahan, belum
dilengkapi dengan alat pengering tangan (handuk, kertas serap atau pengering
aliran udara panas). Namun seluruh UMKM memasang instruksi/peringatan untuk
pegawai agar mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memulai produksi. Untuk
fasilitas ganti pakaian dan fasilitas pembilas sepatu kerja masih sangat sedikit
UMKM yang menyediakannya. UMKM mayoritas belum dilengkapi dengan
tempat sampah yang tertutup. Keberadaan toilet umumnya merupakan
toilet/kamar mandi yang ada di dalam rumah. Letak toilet/kamar mandi cukup
banyak yang berdekatan dengan ruang produksi.
Gambar 4.3 Kondisi fasilitas sanitasi pada UMKM pangan olahan pertanian
4.3.5 Bahan
Seluruh UMKM telah memiliki formulasi untuk produk olahannya, namun
tidak semuanya memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dan instruksi kerja
untuk masing-masing tahapan/proses produksi. Untuk penggunaan bahan baku
UMKM memiliki persyaratan sendiri, namun mayoritas belum mengacu pada
Standar Nasional Indonesia (SNI). Bahan Tambahan Pangan (BTP) seperti gula,
garam, bahan penyedap, penguat rasa, pewarna dan lainnya yang digunakan oleh
seluruh UMKM pangan olahan pertanian responden merupakan BTP yang
diijinkan oleh Pemerintah. Pemilik UMKM sudah mendapatkan pengetahuan
tentang penggunaan BTP yang dilarang ataupun diperbolehkan dari Dinas
Kesehatan setempat. Namun untuk jumlah maksimal penggunaan BTP, tidak
semua pemilik/pengelola UMKM mengetahuinya. Bahan baku utama mayoritas
berasal dari supplier (0,66%) UMKM, namun ada juga UMKM yang
mendapatkan bahan baku dengan cara membeli langsung di pasar, hal ini cukup
34
4.3.8 Laboratorium
Seluruh UMKM pangan olahan pertanian di Kota Bandung tidak memiliki
fasilitas laboratorium sendiri. Namun UMKM melakukan pengujian mutu produk
dilakukan minimal 1 kali pada laboratorium milik Dinas Kesehatan Kota
Bandung, laboratorium Universitas, atau laboratorium swasta yang terdapat di
Kota Bandung pada saat akan mengajukan SPP-IRT atau MD. Pengujian
35
4.3.9 Karyawan
Kendala terbesar dalam penerapan GMP dalam UMKM adalah seringnya
terjadi pergantian personel/pekerja. Pekerja yang umumnya berasal dari tenaga
kerja luar keluarga dan umumnya dibayar secara harian sering berganti-ganti,
sehingga membutuhkan waktu untuk melatih kembali dan membiasakan pekerja
tersebut untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip GMP. Hampir 80% pimpinan
UMKM menyatakan bahwa karyawan menjadi kendala dalam penerapan GMP.
Kesadaran dan konsistensi karyawan dalam menerapkan GMP relatif kurang
baik. Masih ditemui pada beberapa UMKM, karyawan dalam unit pengolahan
memakai perhiasan, jam tangan atau benda lain yang membahayakan keamanan
produk. Karyawan masih perlu seringkali diingatkan oleh pemilik/pengelola
UMKM. Mayoritas UMKM pengolaan pangan belum menunjuk dan menetapkan
personil yang terlatih dan kompeten sebagai penanggungjawab pengawasan
keamanan pangan olahan. Pemiliklah yang bertugas sebagai penanggungjawab
mutu (quality control).
4.3.10 Pengemas
Salah satu keunggulan dari produk olahan di Kota Bandung adalah
kemasan yang cukup menarik. Design, bentuk dan warna kemasan dirancang agar
eye catching. Kemasan umumnya terbuat bahan yang aman untuk pangan. Bahan
kemasan produk antara menggunakan plastik, kertas berlapis alumunium foil,
kaleng, botol dan lainnya menyesuaikan produk olahan yang dihasilkan.
Penyimpanan bahan pengemas, mayoritas UMKM tidak menyimpan
secara terpisah dari bahan baku dan produk akhir. Hanya beberapa UMKM saja
yang memisahkan tempat penyimpanan bahan kemasan.
serta kandungan gizi dari produk yang dihasilkan. Label halal yang dicantumkan
dalam kemasan seluruhnya merupakan label resmi dari MUI.
4.3.12 Penyimpanan
Pada beberapa UMKM ditemukan ketidaksesuaian bahwa bahan yang
digunakan dalam proses pengolahan dan produk akhir tidak disimpan terpisah di
dalam ruangan yang bersih, aliran udara terjamin, suhu sesuai, cukup penerangan
dan bebas hama. Penyimpanan bahan baku menyentuh lantai, menempel dinding
dan dekat dengan langit-langit. Penyimpanan bahan belum menggunakan sistem
kartu yang menyebutkan nama bahan, tanggal penerimaan, asal bahan, tanggal
pengeluaran dan informasi lain yang diperlukan. Penyimpanan produk akhir
belum menggunakan sistem kartu yang menyebutkan nama produk, tanggal
produksi, kode produksi, tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran dan informasi
lain yang diperlukan.
4.3.14 Pengangkutan
Setelah selesai melalui proses produksi dan dikemas, produk olahan
umumnya ditempatkan dalam wadah plastik seperti container sebelum
dimasukkan ke dalam kemasan sekunder (kardus karton). Wadah dan alat
pengangkutan pangan olahan umumnya dipelihara dalam keadaan bersih dan
terawat, dan hanya digunakan untuk mengangkut bahan-bahan pangan saja.
4.3.16 Pelatihan
Pelatihan karyawan umumnya hanya dilakukan secara internal, namun
tidak ada jadwal rutin untuk pelaksanaan pelatihan. Hanya pada UMKM yang
telah memiliki sertifikat ISO 9001:2008 saja yang memiliki jadwal rutin untuk
pelaksanaan pelatihan karyawan. Umumnya pemilik atau petugas quality control
yang telah mengikuti pelatihan dari instansi pemerintah atau sumber lain akan
mengajarkan pengetahuan yang didapatkan kepada para karyawannya secara
informal.
Peubah (Y) dalam penelitian ini adalah penerapan GMP, sementara peubah
(X) adalah faktor-faktor yang diduga memiliki hubungan dengan penerapan GMP,
yaitu : tingkat pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan mutu dan
keamanan pangan, umur pimpinan/pemilik UMKM, omset perusahaan, adanya
fasilitasi/bantuan Pemerintah dalam hal sarana pengolahan, sertifikasi, dll dan
umur usaha. Hasil dari perhitungan korelasi ditunjukkan pada Tabel 4.3.
sementara yang mengikuti lebih dari 2 kali pelatihan adalah sebanyak 8 UMKM
(26,67%). Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa terdapat korelasi positif
yang nyata antara frekuensi mengikuti pelatihan mutu dan keamanan pangan
dengan penerapan GMP dengan tingkat hubungan kuat. Semakin sering pimpinan
UMKM mengikuti pelatihan maka semakin baik penerapan GMP. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan wawasan dan pengetahuan pimpinan/pemilik
UMKM. Frekuensi pelatihan mutu keamanan pangan memberikan kontribusi
terhadap penerapan GMP sebesar 47,24 % dan sisanya ditentukan peubah lain.
Pemerintah lebih baik dalam penerapan GMP dibanding yang tidak mendapatkan
fasilitasi.
Berdasarkan hasil analisis faktor internal, terdapat 12 faktor yang terdiri dari
lima faktor yang menjadi kekuatan dan tujuh faktor yang menjadi kelemahan.
Perhitungan bobot dan rating faktor internal ditunjukkan pada Tabel 4.4. Pada
Tabel 4.4 terlihat bahwa kekuatan utama yang dimiliki oleh UMKM yang mendukung
dalam penerapan cara produksi pangan olahan yang baik (GMP) adalah UMKM telah
memiliki izin edar (skor 0,340), sementara kelemahan utama yang dimiliki adalah
kesenjangan pemahaman tentang keamanan pangan antara pimpinan dengan
karyawan (skor 0,102).
40
Kemampuan permodalan
Seluruh UMKM responden menggunakan modal pribadi atau keluarga
dalam menjalankan usahanya, belum ada yang memanfaatkan akses pembiayaan
dari lembaga keuangan sehingga modal relatif terbatas. Dana CSR yang
disediakan oleh BUMN seperti BNI, Pertamina, BRI, atau perusahaan swasta
masih belum sebanding dengan jumlah UMKM yang ada. Untuk memaksimalkan
penerapan GMP diperlukan berbagai perbaikan terutama dari sisi sarana dan
prasarana yang membutuhkan biaya cukup besar. Hal ini dianggap cukup
memberatkan bagi sebagian besar pemilik UMKM.
pengujian cepat (rapid test) mutu dan keamanan pangan produk pertanian segar
yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Berdasarkan kajian Delmayuni et.all (2017) ketersediaan bahan baku yang
bermutu juga merupakan salah satu kekuatan utama yang dimiliki UMKM pangan
di Kota Palembang dalam menentukan daya saing UMKM
4.7.2 Faktor
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan diskusi dengan pakar, diketahui
bahwa faktor-faktor yang dapat memengaruhi kondisi penerapan GMP dan
berpengaruh dalam penentuan strategi peningkatan mutu dan keamanan pangan
adalah sumber daya manusia (SDM), fasilitasi pemerintah, modal dan persyaratan
pasar. Hasil analisis AHP pada Tabel 4.7 diperoleh hasil bahwa faktor paling
berpengaruh adalah sumber daya manusia (0,339) diikuti oleh persyaratan pasar
(0,285), fasilitasi pemerintah (0,240) dan terakhir adalah modal (0,137).
4.7.3 Kriteria
Kriteria yang digunakan dalam mempertimbangkan pemilihan alternatif
strategi adalah (1) Membutuhkan biaya yang minimal, (2) Penerapan jangka
pendek (1-3 tahun), (3) Kemudahan implementasi, (4) Mampu memberikan
dampak ganda (multiplier effect). Berdasarkan pertimbangan dari pakar yang
dianalisis menggunakan AHP maka diperoleh hasil bahwa prioritas pertimbangan
dalam menentukan strategi paling utama adalah mampu memberikan dampak
ganda (multiplier effect) dengan bobot 0,463. Kriteria selanjutnya seperti terlihat
pada Tabel 4.8 yaitu :
4.7.4 Alternatif
Berdasarkan analisis SWOT yang telah dilakukan sebelumnya, dihasilkan
beberapa alternatif strategi yang secara garis besar adalah :
1. Kemitraan dengan industri besar (mutual quality) (WO3, SO4)
2. Peningkatan kapasitas SDM (pendampingan, pelatihan, SJMKP) (SO1, SO5,
WO1, WO2, WO4, WO5, WO6)
3. Fasilitasi/investasi teknologi dan penerapan standar (pengolahan, teknologi
informasi) (SO4, SO2, SO5, WO4, WO5, WO6, ST1, WT1)
4. Public awareness (edukasi, promosi, apresiasi UMKM berprestasi) (SO1,
SO2, SO3, ST2)
5. Law enforcement (pengawasan dan sanksi) (WT2)
6. Pengembangan kemampuan telusur (traceability system) (WO4, WT1)
51
3. Aspek pemasaran
Pemimpin UMKM juga diharapkan untuk bersifat kreatif dan inovatif,
selalu melakukan upaya perbaikan dan pengembangan produk untuk menciptakan
keunggulan produknya dibandingkan kompetitor produk sejenis. Promosi perlu
dilakukan secara intensif baik pada pasar yang telah ada untuk menciptakan
loyalitas konsumen, maupun perluasan pasar yang baru. Pemanfaatan media
sosial, peran serta dalam pameran dan mengikuti lomba keamanan pangan
merupakan beberapa upaya promosi yang dapat dilakukan oleh UMKM.
4. Aspek Keuangan
Pimpinan UMKM perlu proaktif dalam mencari akses sumber permodalan
seperti memanfaatkan dana CSR dari BUMN, kredit usaha rakyat dan alternatif
lainnya. Pencatatan atau pembukuan keuangan yang lebih baik diperlukan sebagai
bahan pengajuan ke lembaga keuangan. Keikutsertaan dalam lomba keamanan
pangan juga bisa menjadi alternatif karena hadiah yang diberikan untuk para
pemenang dapat berupa bantuan permodalan bagi UMKM.
54
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini T, Yudhastuti R. 2014. Penerapan Good Manufactoring Practices pada
Pembuatan Kerupuk Teripang. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Januari. Vol.
7 (2) : 148–158
Arkeman Y, Herlinawati T, Wibawa DS, Adinegoro H. 2015. Formulasi Strategi
Untuk Meningkatkan Keamanan Pangan Industri Kecil Menengah Roti
melalui Penerapan Good Manufacturing Practice. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian. Vol 25 (1) : 43-51.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Laju Pertumbuhan Penduduk menurut
Provinsi. [Internet]. [Diunduh 1 November 2017]. Terdapat pada :
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1268
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bandung. 2016. Kota Bandung dalam Angka
2015. Badan Pusat Statistik Kota Bandung. [Internet]. [Diunduh 18 Februari
2017]. Terdapat pada : http://bandungkota.bps.go.id/Publikasi/view/id/155.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Cara Produksi Pangan Yang
Baik Untuk Industri Rumah Tangga. Peraturan Kepala BPOM Nomor
HK.03.1.23.04.12.2206. Jakarta (ID) : BPOM.
David, FR. 2009. Manajemen Strategis Konsep. [Terjemahan]. Ed ke-12. Jakarta
(ID): Salemba Empat.
Delmayuni A, Hubeis M, Cahyadi ER. 2017. Strategi Peningkatan Daya Saing
UMKM di Palembang. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. Juli. Vol.11
(1) : 97-122
[Depkop] Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia.
2013. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan
Usaha Besar (UB) Tahun 2012-2013. [Internet]. [Diunduh 21 Februari
2016]. Terdapat pada : http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-
informasi/data-umkm/
Feigenbaum, AV. 1996. Kendali Mutu Terpadu. [Terjemahan]. Edisi Ketiga. Jilid
1. Jakarta (ID) : PT. Erlangga.
Handayani NMA, Adhi KT, Duarsa DP. 2015. Faktor yang Memengaruhi
Perilaku Penjamah Makanan dalam Penerapan Cara Pengolahan Pangan
yang Baik pada Industri Rumah Tangga Pangan di Kabupaten Karangasem.
Laporan Hasil Penelitian. Public Health and Preventive Medicine Archive.
Desember. Vol 3 (2) : 194-202
Hapsari PP, Hakim A, Soeaidy S. 2014. Pengaruh Pertumbuhan Usaha Kecil
Menengah (UKM) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi di
Pemerintah Kota Batu). Wacana. Vol. 17(2) : 88-96.
Hariyadi-Dewanti R, Hariyadi P. 2012. Antisipasi Terhadap Isu-isu Baru
Keamanan Pangan. Jurnal Pangan. Maret. Vol. 21(1) : 85-100.
Hilman MS, Ikatrinasari ZF. 2014. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Efektifitas
Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi. November. Vol. 16 (3) :
223 – 234.
Hubeis M, Mulyati H, Dewi FR, Widyastuti H. 2015. Strategi Pengembangan
UMKM Pangan yang Berdaya Saing di Indonesia. Institut Pertanian Bogor.
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015. Vol. I : 126–143
________, Purwanto B, Dewi FR, Widyastuti H, Febtyanisa M. 2016. Daya Saing
dan Prospek UMKM Pengolahan Pangan Lokal. Bogor (ID) : IPB Press.
56
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Aspek Umum dan Kinerja Perusahaan
A. DATA RESPONDEN
Nama : ...........................................................................................
Jenis Kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan
Umur : ........ tahun
Pendidikan terakhir : [ ] S2 [ ] S1
[ ] Diploma [ ] SMA/sederajat
[ ] SMP [ ] SD
Jabatan : ...........................................................................................
Pelatihan yang :
pernah diikuti
B. DATA UMKM
Lanjutan Lampiran 1.
Untuk pertanyaan selanjutnya mohon dapat memberi tanda checklist [√] pada jawaban
yang dipilih, dan boleh memilih lebih dari 1 jawaban.
14. Asal Bahan Baku : 1. [ ] Dalam negeri/lokal [ ] Impor
Utama 2. Jika dalam negeri/lokal :
[ ] Kota Bandung
[ ] Luar Kota Bandung. Sebutkan ...........................
...................................................................................
Jika impor, dari negara : ...........................................
...................................................................................
15. Sumber bahan baku : [ ] Hasil budidaya sendiri
utama [ ] Dari pemasok/supplier
[ ] Membeli di pasar
[ ] Lainnya .....................................................................
..........................................................................................
16. Persyaratan dalam : [ ] SNI
penentuan bahan [ ] Persyaratan sendiri, sebutkan ................................
baku .................................................................................
.................................................................................
.................................................................................
17. Area/tujuan : [ ] Dalam Negeri : .........................................................
Pemasaran ...........................................................................................
[ ] Luar Negeri/ekspor : ................................................
..........................................................................................
18. Kemitraan : [ ] Dengan industri besar, sebutkan .............................
[ ] Dengan UMKM lain, sebutkan ...............................
..................................................................................
[ ] Belum ada
[ ] Lainnya ..............................................................
19. Bantuan/fasilitasi : [ ] Peralatan/mesin, sebutkan jenis dan sumber bantuan:
yang pernah .................................................................................
didapatkan dari pihak .................................................................................
lain .................................................................................
[ ] Modal, sebutkan jumlah dan sumber bantuan :
..................................................................................
[ ] Lainnya ..............................................................
60
Lanjutan Lampiran 1.
Lanjutan Lampiran 1.
KATEGORI PENILAIAN
No ASPEK PENILAIAN KET
OK MN MJ CR TA
1 LOKASI
Pertimbangan lokasi pabrik/tempat produksi
a. Pabrik/tempat produksi terletak di lingkungan yang X
tercemar atau tempat kegiatan industri usaha yang tercemar
b. Jalan menuju pabrik/tempat produksi berdebu atau X
ada/genangan air, tidak disemen dipasang batu/ atau paving
block dan tidak dibuat saluran air yang mudah dibersihkan
c. Lingkungan pabrik/tempat produksi tidak bersih dan X
banyak sampah teronggok
d. Pabrik/tempat produksi berada di daerah yang mudah X
tergenang air atau daerah banjir
e. Pabrik/tempat produksi berada di daerah semak-semak X
atau daerah sarang hama
f. Pabrik/tempat produksi dekat dengan tempat pembuangan X
sampah umum, limbah atau pemukiman penduduk kumuh,
tempat rongsokan dan tempat-tempat lain yang dapat
menjadi sumber cemaran
g. Lingkungan diluar bangunan pabrik/tempat produksi yang X
terbuka digunakan untuk kegiatan produksi
2 BANGUNAN PABRIK
2.1 Desain dan tata Letak :
Bagian dalam ruangan dan tata letak pabrik/tempat produksi X
belum dirancang sehingga belum memenuhi persyaratan
hyiene pangan olahan dan belum mengutamakan
persyaratan mutu dan keamanan pangan olahan dengan cara
baik. Sulit untuk dibersihkan dan didesinfeksi serta kurang
melindungi makananan atau minuman dari kontaminasi
silang selama proses
63
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Lanjutan Lampiran 2.
Faktor strategik internal dalam kuesioner ini adalah faktor-faktor strategik yang
berasal dari dalam perusahaan yang dapat memengaruhi penerapan GMP di
UMKM.
Petunjuk pengisian :
1. Pemberian nilai/rating didasarkan pada kemampuan UMKM/organisasi dalam
penerapan GMP. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan
berikut :
- Nilai 1 : jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kelemahan utama.
- Nilai 2 : jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kelemahan kecil.
- Nilai 3 : jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kekuatan kecil.
- Nilai 4 : jika faktor tersebut dinilai menjadi kekuatan utama.
2. Berilah tanda checklist (√) pada kolom nilai yang dianggap paling sesuai.
Faktor strategik eksternal dalam kuesioner ini adalah faktor-faktor strategik yang
berasal dari luar perusahaan yang dapat memengaruhi penerapan GMP di
UMKM.
Petunjuk pengisian :
1. Pemberian nilai/rating didasarkan pada kuat lemahnya kemampuan UMKM
dalam memanfaatkan peluang.
- Nilai 1 : jika kemampuan UMKM dalam merespon/memanfaatkan faktor
sangat rendah (ancaman utama).
- Nilai 2 : jika kemampuan UMKM dalam merespon/memanfaatkan faktor
cukup rendah (ancaman kecil).
- Nilai 3 : jika kemampuan UMKM dalam merespon/memanfaatkan faktor
cukup tinggi (peluang kecil).
- Nilai 4 : jika kemampuan UMKM dalam merespon/memanfaatkan faktor
sangat tinggi (peluang utama).
2. Berilah tanda checklist (√) pada kolom nilai yang dianggap paling sesuai.
Petunjuk Pengisian
Contoh :
- Untuk mengisi kolom B pada baris/horizontal A :
1. “Pengetahuan Karyawan” ( A pada baris/horizontal ) kurang penting daripada
“Kesadaran karyawan” ( B pada kolom/vertikal ), maka nilainya = 1
2. “Pengetahuan Karyawan” ( A pada baris/horizontal ) sama penting daripada
“Kesadaran karyawan” ( B pada kolom/vertikal ), maka nilainya = 2
3. “Pengetahuan Karyawan” (A pada baris/horizontal) lebih penting daripada
“Kesadaran karyawan” ( B pada kolom/vertikal ), maka nilainya = 3
Petunjuk Pengisian
Contoh :
- Untuk mengisi kolom B pada baris/horizontal A :
1. “Fasilitasi Pemerintah” ( A pada baris/horizontal ) kurang penting daripada
“Pembinaan Pemerintah” ( B pada kolom/vertikal ), maka nilainya = 1
2. “Fasilitasi Pemerintah” ( A pada baris/horizontal ) sama penting daripada
“Pembinaan Pemerintah” ( B pada kolom/vertikal ), maka nilainya = 2
3. “Fasilitasi Pemerintah” (A pada baris/horizontal) lebih penting daripada
“Pembinaan Pemerintah” ( B pada kolom/vertikal ), maka nilainya = 3
KUESIONER PENELITIAN
Nama Responden :
Jabatan :
No Telp :
1. Penjelasan Singkat
a. Tujuan kuesioner ini adalah untuk menentukan alternatif pilihan Strategi
Peningkatan Keamanan Pangan UMKM Pangan Olahan Pertanian. Dasar utama
pengisian ini adalah Hierarki (struktur AHP) dengan elemen-elemen yang telah
disusun, seperti pada Gambar dibawah ini :
2. Petunjuk Pengisian
a. Pemberian nilai dilakukan dengan membandingkan secara berpasangan (paired
comparison) setiap elemen dalam satu level hierarki yang berkaitan dengan
elemen level sebelumnya.
83
b. Penilaian terhadap elemen setiap level hirarki didasarkan atas bobot prioritas atau
kepentingannya. Penilaian dinyatakan secara numerik (skala 1 sampai 9) dengan
definisi verbal sebagai berikut:
Nilai Perbandingan Definisi
(A dibandingkan B)
1 A sama penting dengan B
3 A sedikit lebih penting daripada B
1/3 Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A)
5 A jelas lebih penting daripada B
1/5 Kebalikannya (B jelas lebih penting dari A)
7 A sangat jelas lebih penting daripada B
1/7 Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A)
9 A mutlak lebih penting daripada B
1/9 Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari A)
2,4,6,8 Ragu-ragu, diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan
patokan diatas
Contoh :
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi investasi yaitu faktor A, B, C dan F.
Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan antara faktor dalam
mempengaruhi investasi, maka :
- Untuk mengisi “(Ab)” (kolom B pada baris A) :
1. Jika “Faktor A” (A pada baris ) sama penting dengan faktor B (B pada kolom)
dalam mempengaruhi investasi maka nilainya = 1
2. Jika “Faktor A” (A pada baris ) sedikit lebih penting daripada faktor B (B pada
kolom) dalam mempengaruhi investasi maka nilainya = 3
3. Jika “Faktor B” (B pada kolom) sedikit lebih penting daripada faktor A (A pada
baris ) dalam mempengaruhi investasi maka nilainya = 1/3
4. Jika “Faktor A” (A pada baris ) jelas lebih penting daripada faktor B (B pada
kolom) dalam mempengaruhi investasi maka nilainya = 5
5. Jika “Faktor B” (B pada kolom) jelas lebih penting daripada faktor A (A pada baris
) dalam mempengaruhi investasi maka nilainya = 1/5
6. Jika “Faktor A” (A pada baris ) sangat jelas lebih penting daripada faktor B (B
pada kolom) dalam mempengaruhi investasi maka nilainya = 7
7. Jika “Faktor A” (A pada baris ) mutlak lebih penting daripada faktor B (B pada
kolom) dalam mempengaruhi investasi maka nilainya = 9
8. Jika “Faktor B” (B pada kolom) mutlak lebih penting daripada faktor A (A pada
baris ) dalam mempengaruhi investasi maka nilainya = 1/9
FAKTOR
FAKTOR
A B C D
Ab
A 1 .......... .......... ...........
B 1 .......... ...........
C 1 ...........
D 1
Keterangan : Nilai 1=sama penting; 3=sedikit lebih penting; 5=jelas lebih penting; 7=sangat
jelas lebih penting; 9=mutlak lebih penting; nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai-nilai diantaranya.
84
Dalam pengisian Tabel dibawah ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan tingkat
kepentingan masing-masing elemen faktor A dengan B dalam menentukan
prioritas Strategi Peningkatan Keamanan Pangan Olahan UMKM Hasil
Pertanian. Berikan bobot berdasarkan petunjuk.
ELEMEN FAKTOR B
ELEMEN FAKTOR A Dukungan Persyaratan
SDM Modal
Pemerintah pasar
SDM 1 .......... .......... ...........
Dukungan Pemerintah 1 .......... ...........
Modal 1 ...........
Persyaratan pasar 1
Dalam pengisian Tabel dibawah ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan tingkat
kepentingan masing-masing elemen kriteria A dengan B dalam menentukan Faktor
Sumber Daya Manusia. Berikan bobot berdasarkan petunjuk.
ELEMEN KRITERIA B
ELEMEN KRITERIA A Jangka Berdampak
Kemudahan Biaya
Pendek ganda (Multiplier
Implementasi Minimal
(1-3th) Effect)
Jangka Pendek (1-3th) 1 .......... .......... ...........
Kemudahan Implementasi 1 .......... ...........
Biaya Minimal 1 ...........
Berdampak ganda (Multiplier Effect) 1
Dalam pengisian Tabel dibawah ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan tingkat
kepentingan masing-masing elemen kriteria A dengan B dalam menentukan Faktor
Dukungan Pemerintah. Berikan bobot berdasarkan petunjuk.
ELEMEN KRITERIA B
ELEMEN KRITERIA A Jangka
Kemudahan Biaya Berdampak ganda
Pendek
Implementasi Minimal (Multiplier Effect)
(1-3th)
Jangka Pendek (1-3th) 1 .......... .......... ...........
Kemudahan Implementasi 1 .......... ...........
Biaya Minimal 1 ...........
Berdampak ganda (Multiplier
1
Effect)
85
Dalam pengisian Tabel dibawah ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan tingkat
kepentingan masing-masing elemen kriteria A dengan B dalam menentukan Faktor
Modal. Berikan bobot berdasarkan petunjuk.
ELEMEN KRITERIA B
ELEMEN KRITERIA A Jangka
Kemudahan Biaya Berdampak ganda
Pendek
Implementasi Minimal (Multiplier Effect)
(1-3th)
Jangka Pendek (1-3th) 1 .......... .......... ...........
Kemudahan Implementasi 1 .......... ...........
Biaya Minimal 1 ...........
Berdampak ganda (Multiplier Effect) 1
Dalam pengisian Tabel dibawah ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan tingkat
kepentingan masing-masing elemen kriteria A dengan B dalam menentukan Faktor
Persyaratan Pasar. Berikan bobot berdasarkan petunjuk.
ELEMEN KRITERIA B
ELEMEN KRITERIA A Jangka
Kemudahan Biaya Berdampak ganda
Pendek
Implementasi Minimal (Multiplier Effect)
(1-3th)
Jangka Pendek (1-3th) 1 .......... .......... ...........
Kemudahan Implementasi 1 .......... ...........
Biaya Minimal 1 ...........
Berdampak ganda (Multiplier Effect) 1
Dalam pengisian Tabel dibawah ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan tingkat
kepentingan masing-masing elemen Alternatif A dibanding B dalam menentukan Kriteria
Jangka Pendek (1-3th). Berikan bobot berdasarkan petunjuk.
ELEMEN ALTERNATIF B
Fasilitasi / Public
Kemitraan
Peningkatan Investasi Awareness Perbaikan
ELEMEN dengan Law
kapasitas SDM Teknologi dan (edukasi, kemampuan
ALTERNATIF A industri Enforcement
(pendampingan, penerapan promosi, telusur
besar (pengawasan
pelatihan, standar apresiasi (traceability
(Mutual dan sanksi )
SJMKP) (pengolahan, UMKM system)
Quality)
TI) berprestasi)
Kemitraan dengan
industri besar 1 .......... .......... ........... ........... ...........
(Mutual Quality)
Peningkatan
kapasitas SDM
1 .......... ........... ........... ...........
(pendampingan,
pelatihan, SJMKP)
86
Fasilitasi / Investasi
Teknologi dan
1 ........... ........... ...........
penerapan standar
(pengolahan, TI)
Public Awareness
(edukasi, promosi,
1 ........... ...........
apresiasi UMKM
berprestasi)
Law Enforcement
(pengawasan dan 1 ...........
sanksi )
Perbaikan
kemampuan telusur 1
(traceability system)
Dalam pengisian Tabel dibawah ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan tingkat
kepentingan masing-masing elemen Alternatif A dibanding B dalam menentukan Kriteria
Kemudahan Implementasi. Berikan bobot berdasarkan petunjuk.
ELEMEN ALTERNATIF B
Fasilitasi / Public
Kemitraan
Peningkatan Investasi Awareness Perbaikan
ELEMEN dengan Law
kapasitas SDM Teknologi (edukasi, kemampuan
ALTERNATIF A industri Enforcement
(pendampingan, dan penerapan promosi, telusur
besar (pengawasan
pelatihan, standar apresiasi (traceability
(Mutual dan sanksi )
SJMKP) (pengolahan, UMKM system)
Quality)
TI) berprestasi)
Kemitraan dengan
industri besar 1 .......... .......... ........... ........... ...........
(Mutual Quality)
Peningkatan
kapasitas SDM
1 .......... ........... ........... ...........
(pendampingan,
pelatihan, SJMKP)
Fasilitasi / Investasi
Teknologi dan
1 ........... ........... ...........
penerapan standar
(pengolahan, TI)
Public Awareness
(edukasi, promosi,
1 ........... ...........
apresiasi UMKM
berprestasi)
Law Enforcement
(pengawasan dan 1 ...........
sanksi )
Perbaikan
kemampuan telusur 1
(traceability system)
87
Dalam pengisian Tabel dibawah ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan tingkat
kepentingan masing-masing elemen Alternatif A dibanding B dalam menentukan Kriteria
Biaya Minimal. Berikan bobot berdasarkan petunjuk.
ELEMEN ALTERNATIF B
Fasilitasi / Public
Kemitraan
Peningkatan Investasi Awareness Perbaikan
ELEMEN dengan Law
kapasitas SDM Teknologi (edukasi, kemampuan
ALTERNATIF A industri Enforcement
(pendampingan, dan penerapan promosi, telusur
besar (pengawasan
pelatihan, standar apresiasi (traceability
(Mutual dan sanksi )
SJMKP) (pengolahan, UMKM system)
Quality)
TI) berprestasi)
Kemitraan dengan
industri besar 1 .......... .......... ........... ........... ...........
(Mutual Quality)
Peningkatan
kapasitas SDM
1 .......... ........... ........... ...........
(pendampingan,
pelatihan, SJMKP)
Fasilitasi / Investasi
Teknologi dan
1 ........... ........... ...........
penerapan standar
(pengolahan, TI)
Public Awareness
(edukasi, promosi,
1 ........... ...........
apresiasi UMKM
berprestasi)
Law Enforcement
(pengawasan dan 1 ...........
sanksi )
Perbaikan
kemampuan telusur 1
(traceability system)
88
Dalam pengisian Tabel dibawah ini, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan tingkat
kepentingan masing-masing elemen Alternatif A dibanding B dalam menentukan Kriteria
Berdampak Ganda (Multiplier Effect). Berikan bobot berdasarkan petunjuk.
ELEMEN ALTERNATIF B
Fasilitasi / Public
Kemitraan
Peningkatan Investasi Awareness Perbaikan
ELEMEN dengan Law
kapasitas SDM Teknologi dan (edukasi, kemampuan
ALTERNATIF A industri Enforcement
(pendampingan, penerapan promosi, telusur
besar (pengawasan
pelatihan, standar apresiasi (traceability
(Mutual dan sanksi )
SJMKP) (pengolahan, UMKM system)
Quality)
TI) berprestasi)
Kemitraan dengan
industri besar 1 .......... .......... ........... ........... ...........
(Mutual Quality)
Peningkatan
kapasitas SDM
1 .......... ........... ........... ...........
(pendampingan,
pelatihan, SJMKP)
Fasilitasi / Investasi
Teknologi dan
1 ........... ........... ...........
penerapan standar
(pengolahan, TI)
Public Awareness
(edukasi, promosi,
1 ........... ...........
apresiasi UMKM
berprestasi)
Law Enforcement
(pengawasan dan 1 ...........
sanksi )
Perbaikan
kemampuan telusur 1
(traceability system)
89
33,9% Sumber daya manusia (L: ,339) 15,2% Kemitraan dengan usaha besar (Mutual Quality)
13,7% Modal (L: ,137) 22,2% Investasi teknologi dan penerapan standar
28,5% Persyaratan Pasar (L: ,285) 22,1% Public awareness (promosi, edukasi, apresiasi)
0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4
Objectives Names
Sumber daya
Fasilitasi P
Modal (L: ,1
Persyaratan
91
RIWAYAT HIDUP