2
ISSN 2087-8418; EISSN 2622-9250418; EISSN 2622-9250 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi/
Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Olahan Pertanian Melalui Penerapan
Good Manufacturing Practices pada UMKM Berdaya Saing di Kota Bandung
Strategy of Improving Quality and Safety of Agricultural Processed Food through Implementation of
Good Manufacturing Practices at Competitive MSMEs in Bandung City
Ani Rahayuni Ratna Dewi1*, Musa Hubeis2, dan Eko Ruddy Cahyadi2
ABSTRAK
Salah satu faktor yang menentukan daya saing suatu produk pangan dalam perdagangan bebas
adalah adanya jaminan mutu dan keamanan pangan (food safety). Upaya minimal yang harus dilakukan
oleh setiap pelaku usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pangan olahan pertanian
untuk terciptanya jaminan mutu dan keamanan pangan adalah dengan menerapkan Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik atau Good Manufacturing Practices (GMP). Penelitian bertujuan
mengidentifikasi penerapan GMP, mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan
GMP dengan analisis korelasi bivariat, dan menyusun rekomendasi strategi peningkatan mutu dan
keamanan pangan dengan analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) dan Analytic
Herarchy Process (AHP). Penelitian melibatkan 30 UMKM di Kota Bandung yang ditetapkan melalui
teknik purposive sampling dengan produk olahan aneka keripik (pisang, singkong, tempe, dan sayur),
bawang goreng, sale pisang, nugget jamur, abon, rendang, dendeng, cokelat, dan serundeng kelapa. Hasil
observasi penerapan GMP menunjukkan bahwa UMKM di Kota Bandung telah mulai melakukan upaya
penerapan GMP, namun masih memerlukan berbagai usaha perbaikan dalam penerapannya untuk
meningkatkan mutu dan keamanan pangan. Mayoritas temuan ketidaksesuaian adalah pada bangunan;
fasilitas dan program pemeliharaan sanitasi; pengawasan proses; karyawan; dokumentasi dan
pencatatan; pelatihan; serta penarikan produk. Alternatif strategi yang dipilih berdasarkan SWOT dan
AHP adalah investasi teknologi dan penerapan standar, public awareness (promosi, edukasi, apresiasi),
dan peningkatan kompetensi SDM.
Kata kunci: GMP, mutu dan keamanan pangan, pangan olahan pertanian, UMKM berdaya saing
ABSTRACT
One of the factors in free trade era that determine the competitiveness of food product is quality
assurance and food safety. As a minimum effort that every Micro, Small and Medium Enterprises
(MSMEs) agricultural processed food should undertake to ensure the quality assurance and food safety is
to implement Good Manufacturing Practices (GMP). This research aimed to identify the application of
GMP principles using GMP checklist audit, to identify the factors related to the implementation of GMP
using bivariate analysis corelation, and to design alternative strategies of quality and food safety
improvement of agricultural processed food to support the competitiveness of MSMEs in Bandung. This
research involved 30 MSMEs respondents in Bandung City taken by purposive sampling which products
were chips (bananas, cassava, tempeh, and vegetables), fried onions, banana sale, mushroom nugget,
abon, rendang, jerked meat, chocolate, and coconut serundeng. The observations showed that MSMEs in
Bandung City had begun to apply GMP, but still need various improvements in the application of GMP
to improve the quality and food safety. The majority aspect of nonconformities were in buildings;
sanitation facilities and programs; process control; employees; documentation and recording; training;
______________
*) Korespondensi:
Jl. Raya Ciracas No 14, 6/5, Ciracas, Ciracas, Jakarta Timur, DKI Jakarta; email: ani_rrd@yahoo.com
128 Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan
and product withdrawal. The alternative strategies chosen based on Strengths, Weaknesses,
Opportunities and Threats (SWOT) and Analytic Herarchy Process (AHP) were technology investment and
standard application, public awareness (promotion, education, appreciation), and development of human
resource competence.
Key words: agricultural processed food, competitive MSMEs, GMP, quality and food safety
Inovasi produk pangan olahan juga banyak adalah penerapan GMP, sementara peubah bebas
diciptakan di Kota Bandung. Penelitian dilaksana- (X) adalah peubah yang diduga berhubungan
kan pada bulan Mei-September 2017. dengan penerapan GMP di UMKM, yaitu: tingkat
Jumlah UMKM responden sebanyak 30 pendidikan, umur pemilik/pimpinan UMKM,
UMKM yang dipilih secara purposive (non umur usaha, frekuensi mengikuti pelatihan
probabilty sampling) dari UMKM yang dianggap keamanan pangan, omset perusahaan, adanya
telah memenuhi satu atau beberapa kriteria daya fasilitasi/bantuan Pemerintah.
saing sesuai dengan penelitan Hubeis et al. (2015),
yaitu memiliki inovasi, memiliki legalitas, men- Tabel 1. Klasifikasi level penerapan GMP
ciptakan tenaga kerja, melakukan upaya perbaik- Penyimpangan Maksimun
an mutu produk, mampu menjaga kontinuitas No Tingkat MN MJ (CR)
produksi, dan lainnya. Responden dalam peneliti- (Minor) (Major) Critical
an ini merupakan UMKM pangan olahan yang 1. Level I 0 s/d 6 0 s/d 5 -
menggunakan bahan baku utama (sedikitnya 2. Level II ≥7 6 s/d 10 -
70%) hasil pertanian (tanaman pangan, hortikul- 3. Level III Tb ≥ 11 6
tura, peternakan dan perkebunan), memiliki masa 4. Level IV Tb Tb ≥7
simpan minimal enam bulan, serta termasuk Sumber: Kemenprin 2011.
kategori pangan olahan yang diizinkan untuk
Rumus yang digunakan dalam korelasi
menggunakan izin edar Sertifikat Produksi
PPM (Riduwan dan Sunarto 2011) adalah:
Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Pakar
berjumlah tiga orang berasal dari Dinas Kesehat-
an, tenaga pendamping UMKM dan Kementerian
Pertanian.
Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan
Pengumpulan dan Analisis Data ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 ≤ r ≤
Data yang dikumpulkan meliputi data +1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif
primer dan sekunder yang bersifat kualitatif dan sempurna; r =0 artinya tidak ada korelasi; dan r =
kuantitatif. Data primer diperoleh melalui penga- 1 berarti korelasinya sangat kuat.
matan langsung (observasi) di lapangan, kuisioner Untuk menyatakan besar kecilnya sum-
dan wawancara dengan responden terpilih. Data bangan peubah X terhadap Y dapat ditentukan
sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi dengan rumus koefisien diterminan berikut:
pustaka dan informasi-informasi dari instansi ter-
kait. Metode analisis data yang digunakan adalah Di mana KP = nilai koefisien diterminan
metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. r = koefisien korelasi
Penilaian penerapan GMP dilakukan Pengujian lanjutan adalah:
dengan mengacu pada Petunjuk Teknis Penilaian
Penerapan CPPOB yang diterbitkan oleh Kemen-
terian Perindustrian (2011). Penilaian meliputi 18 Dimana:
ruang lingkup dalam Pedoman CPPOB. Hal ini t hitung = nilai t
mempertimbangkan penilaian CPPOB tersebut r = nilai koefisien korelasi
dianggap sebagai self assestment (penilaian sendiri) n = jumlah contoh
bagi usaha/industri pangan olahan baik skala Pengujian pada tingkat = 5%
mikro, kecil, menengah maupun besar. Hasil dari Tahap berikutnya, faktor-faktor internal
penilaian terhadap ketidaksesuaian dalam dan ekternal dianalisis dengan analisis SWOT
penerapan GMP diklasifikasikan menjadi empat untuk menganalisis kekuatan, kelemahan,
level seperti ditunjukkan pada Tabel 1. peluang dan ancaman yang dihadapi. Tahap akhir
Faktor-faktor yang berhubungan dengan adalah memberikan keputusan rekomendasi
penerapan GMP di UMKM pangan olahan hasil strategi yang merupakan hasil dari pemetaan
pertanian dianalisis dengan metode analisis Strength, Weakness, Opportunities and Threats
bivariat korelasi Pearson Product Moment (PPM) (SWOT) dengan menggunakan Analytic Hierarchy
untuk menganalisis derajat hubungan dan Process (AHP).
kontribusi peubah bebas (independent) dengan
peubah terikat (dependent). Peubah terikat (Y)
Matriks Internal-Eksternal
Nilai matriks IFE adalah 2,329, berarti Gambar 1. Matriks IE
faktor internal berada di posisi rataan. Nilai
matriks EFE adalah 2,808, di mana kemampuan Matriks SWOT
UMKM dalam merespon peluang dan ancaman Analisis SWOT secara kualitatif meng-
berada dalam posisi rataan, sehingga pada kombinasikan faktor lingkungan internal (strength
matriks IE pada Gambar 1, posisi UMKM pangan dan weakness) dan lingkungan eksternal (oppor-
olahan pertanian di Kota Bandung berada pada tunities dan threats) yang dihadapi UMKM untuk
sel V (hold and maintain). Strategi yang sebaiknya menghasilkan empat tipe strategi, yaitu S-O
dipilih adalah strategi penetrasi pasar dan (kekuatan-peluang atau strength-opprtunities), W-
pengembangan produk, berupa strategi harga O (kelemahan-peluang atau weakness-opportuni-
kompetitif, promosi yang gencar, serta pengem- ties), S-T (kekuatan-ancaman atau strength-threats),
bangan inovasi produk (varian dan kemasan). dan W-T (kelemahan-ancaman atau weakness-
threats). Alternatif strategi yang dihasilkan
merupakan pilihan strategi yang dianggap sesuai
dan tidak menunjukkan prioritas. Tidak semua
alternatif strategi yang dikembangkan dalam
matriks SWOT akan dipilih dan diimplementasi- - Faktor: SDM, dukungan pemerintah, keuang-
kan. Hasil analisis matriks SWOT ditunjukkan an/modal, persyaratan pasar.
pada Tabel 5. Strategi S-O berhubungan dengan - Kriteria: biaya minimal, jangka pendek (1-3th),
upaya pembinaan/fasilitasi dari pemerintah, kemudahan implementasi, berdampak ganda
pemasaran, penerapan teknologi, public awareness. (multiplier effect).
Strategi W-O berhubungan dengan pelatihan - Alternatif: kemitraan dengan usaha besar
internal, kemitraan, strategi S-T berhubungan (mutual quality), peningkatan kapasitas SDM,
dengan inovasi produk, dan strategi W-T fasilitasi/investasi teknologi dan penerapan
berhubungan dengan pengawasan internal. standar, public awareness, law enforcement,
perbaikan kemampuan telusur (traceability).
AHP Alternatif strategi yang dipilih berdasarkan
Hirarki dalam AHP terdiri atas: pendapat para pakar dan diolah menggunakan
- Goal: Strategi peningkatan mutu dan ke- software Expert Choice 2000, dengan bobot minimal
amanan pangan olahan pertanian. 0,167 sesuai Tabel 6 adalah investasi teknologi dan
penerapan standar (bobot 0,222), public awareness pelatihan; serta penarikan produk. Faktor-faktor
(promosi, edukasi, apresiasi) (bobot 0,221) dan yang berkorelasi positif dengan penerapan GMP
peningkatan kompetensi SDM (bobot 0,198). adalah tingkat pendidikan formal pimpinan
UMKM, frekuensi mengikuti pelatihan mutu dan
Tabel 6. Bobot alternatif terhadap kriteria keamanan pangan, omset usaha dan adanya
Kriteria Bobot Prioritas fasilitasi/bantuan pemerintah, sementara umur
Fasilitasi/investasi teknologi 0,222 1 pimpinan/pemilik usaha berkorelasi secara negatif
dan penerapan standar terhadap penerapan GMP. Alternatif strategi yang
Public awareness 0,221 2 dipilih berdasarkan matriks SWOT dan AHP
Peningkatan kapasitas SDM 0,198 3 adalah investasi teknologi dan penerapan standar,
Kemitraan dengan usaha besar 0,152 4 public awareness (promosi, edukasi, apresiasi) dan
(mutual quality) peningkatan kompetensi SDM.
Law enforcement (pengawasan 0,136 5
dan sanksi)
Pengembangan kemampuan 0,070 6 DAFTAR PUSTAKA
telusur (traceability system)
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bandung. 2016.
Strategi prioritas pertama adalah strategi Kota Bandung dalam Angka 2015. Badan
fasilitasi/investasi teknologi dan penerapan Pusat Statistik Kota Bandung. [Internet].
standar (bobot 0,222) dianggap memiliki dampak [Diunduh 18 Februari 2017]. Tersedia pada:
ganda (multiplier effect) bagi UMKM. Melalui http://bandungkota.bps.go.id/Publikasi/vie
penerapan teknologi, pengolahan pangan tepat w/id/155.
guna yang dihasilkan oleh lembaga penelitian, Hariyadi-Dewanti, R, P. Hariyadi. 2012. Antisipasi
perguruan tinggi ataupun inovasi pribadi akan Terhadap Isu-isu Baru Keamanan Pangan.
menghasilkan produk lebih bermutu, aman, dan Jurnal Pangan. Maret. Vol. 21(1): 85-100.
ramah lingkungan. Penggunaan teknologi yang Hilman, M.S., Z.F. Ikatrinasari. 2014. Faktor-
tepat diharapkan mampu meningkatkan kompe- Faktor Yang Memengaruhi Efektifitas Pene-
tensi karyawan UMKM. Perkembangan teknologi rapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi.
pengolahan di dalam maupun luar negeri November. Vol. 16(3): 223 – 234.
semakin mudah diakses dengan bantuan TI. Hubeis, M, H. Mulyati, F.R. Dewi, H. Widyastuti.
Penerapan standar mulai dari bahan baku, 2015. Strategi Pengembangan UMKM
proses pengolahan/produksi, produk akhir, serta Pangan yang Berdaya Saing di Indonesia.
proses distribusi hingga sampai ke tangan Institut Pertanian Bogor. Prosiding Seminar
konsumen perlu dilakukan meskipun di tingkat Hasil-Hasil PPM IPB 2015. Vol. I: 126–143
UMKM. Standar Nasional Indonesia (SNI) [Kemenprin] Kementerian Perindustrian. 2011.
merupakan salah satu standar yang dapat dijadi- Petunjuk Teknis Penilaian Penerapan Cara
kan sebagai acuan selain standar internasional Produksi Pangan Olahan yang Baik.
atau standar dari negara tujuan ekspor. Dengan Peraturan Dirjen Agro Nomor 30/IA/Per/12/
penerapan standar, baik SNI produk maupun SNI 2011. Ditjen Agro. Jakarta (ID): Kemenprin.
proses seperti HACCP, maka mutu dan keamanan Rahayu, Nababan, Hariyadi, Novinar. 2012.
pangan akan terjamin. Hal ini akan meningkatkan Keamanan Pangan Dalam Rangka Pening-
daya saing produk tidak hanya di pasar domestik, katan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil Dan
namun juga pasar internasional. Menengah Untuk Penguatan Ekonomi
Nasional. Widyakarya Nasional Pangan dan
KESIMPULAN Gizi X. Jakarta. 20-21 November 2012.
Riduwan, Sunarto. 2011. Pengantar Statistika untuk
Hasil observasi penerapan prinsip GMP Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi komuni-
me-nunjukkan UMKM pangan olahan pertanian kasi dan Bisnis. Cetakan ke-4. Bandung (ID):
di Kota Bandung telah mulai melakukan upaya Alfabeta
penerapan GMP, namun masih memerlukan Yuniarti, R., W. Azlia, R.A. Sari. 2015. Penerapan
berbagai usaha perbaikan. Ketidaksesuaian yang Sistem Hazard Analysis Critical Control Point
cukup banyak ditemukan adalah pada bangunan; (HACCP) pada Proses Pembuatan Keripik
pengawasan proses; karyawan; pemeliharaan dan Tempe. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Juni.
program sanitasi; dokumentasi dan pencatatan; Vol. 14(1): 86-95.