Anda di halaman 1dari 9

Machine Translated by Google

Jurnal Teknologi Industri Pertanian Yandra Arkeman, Triningsih Herlinawati, Dhani S. Wibawa, Himawan Adinegoro
25 (1):43-51 (2015)

PERUMUSAN STRATEGI PENINGKATAN KEAMANAN PANGAN PADA BAKERY KECIL-MENENGAH


PERUSAHAAN MELALUI PRAKTIK MANUFAKTUR YANG BAIK

FORMULASI STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KEAMANAN PANGAN INDUSTRI KECIL


MENENGAH ROTI MELLUI PENERAPAN PRAKTIK MANUFAKTUR YANG BAIK

Yandra Arkeman1)* ,Triningsih Herlinawati1) , Dhani S. Wibawa1) , Himawan Adinegoro2)

1)Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB Dramaga, PO.BOX 122, Bogor 16002, Indonesia
Email:yandra_ipb@yahoo.com
2)Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Makalah: Diterima 8 September 2014; Direvisi 22 Desember 2014; Diterima 22 Februari 2015

ABSTRAK
Industri makanan di Bogor didominasi oleh usaha kecil (96%). Permasalahan pada usaha kecil antara lain munculnya
permasalahan keamanan pangan akibat rendahnya praktik sanitasi dan higiene. Berdasarkan data wabah (epidemi) di Indonesia
pada tahun 2001-2006, diketahui bahwa penyebab utama keracunan disebabkan oleh mikroba dan umum terjadi pada produk
makanan yang dihasilkan oleh usaha kecil menengah (UKM) dan katering. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan
strategi peningkatan keamanan pangan berdasarkan penerapan Good Manufacturing Practices (GMP). Tulisan ini menyajikan
analisis I-SWOT mengenai penerapan GMP pada usaha kecil menengah industri roti di Bogor. Analisis SWOT untuk faktor
lingkungan strategis yang diidentifikasi
aspek penting dari elemen pendukung, kendala, dan kelompok strategi alternatif.
Analisis menyeluruh terhadap penelitian ini menghasilkan lima alternatif formulasi strategi peningkatan keamanan pangan
berdasarkan penerapan GMP, dengan mempertimbangkan keterbatasan masing-masing.

Kata kunci: toko roti, praktik manufaktur yang baik, pemodelan struktural interpretatif, usaha kecil-menengah,
KERJA KERAS

ABSTRAK

Struktur industri makanan di Kota Bogor didominasi oleh industri skala kecil (96%). Permasalahan pada industri kecil
antara lain munculnya isu keamanan pangan karena rendahnya praktik sanitasi dan higiene.
Berdasarkan data kejadian luar biasa (KLB) tahun 2001-2006 diketahui bahwa penyebab keracunan utama adalah karena mikroba
dan umumnya terjadi pada produk pangan yang dihasilkan oleh IRT (Industri Rumah Tangga) dan jasa Boga. Penelitian ini
bertujuan untuk membuat perancangan strategi peningkatan mutu keamanan pangan berdasarkan praktik GMP atau cara produksi
makanan yang baik. Makalah analisis ini menyampaikan I-SWOT berkenaan dengan implementasi cara produksi makanan yang
baik pada perusahaan skala kecil menengah di Bogor. Analisis SWOT untuk faktor lingkungan strategis telah mengidentifikasi
aspek-aspek yang signifikan dari elemen-elemen pendukung, kendala, dan kelompok alternatif strategi. Analisis lengkap penelitian
ini telah membangun Perumusan Lima Strategi Alternatif untuk meningkatkan keamanan pangan melalui penerapan GMP, dengan
mempertimbangkan keterbatasan masing-masing.

Kata kunci: industri roti, cara produksi yang baik, pemodelan struktural interpretatif, industri kecil menengah,
KERJA KERAS

PERKENALAN Berdasarkan data wabah selama tahun 2001-


Tahun 2006 diketahui bahwa penyebab utama pencemaran
Kebutuhan pangan sebagai salah satu kebutuhan pangan adalah mikroba dan pencemaran tersebut terutama
pokok manusia cenderung meningkat seiring dengan terdapat pada produk pangan yang dihasilkan oleh industri
pertambahan jumlah penduduk. Hal ini memacu rumah tangga dan jasa katering (BPOM, 2008).
berkembangnya industri pangan. Dengan kontribusi terbesar Untuk menjamin keamanan pangan, sistem keamanan
kedua (27%) (di kelompok non-minyak terhadap PDB nasional pangan termasuk praktik manufaktur yang baik (GMP) harus
(Kemenperin, 2011), industri makanan mempunyai peranan diterapkan (Arvanitoyannis dan Varzakas, 2008). GMP
penting dalam pembangunan Indonesia. Era globalisasi telah merupakan pengolahan pangan dasar untuk memperoleh
memberikan dampak pada industri pangan. Masalah mutu dan keamanan yang konsisten. GMP memberikan
keamanan pangan adalah salah satunya. Kontaminasi kebutuhan dasar untuk memastikan bahwa semua praktik
pangan oleh mikroba akibat rendahnya praktik sanitasi dan yang berkaitan dengan pekerja, fasilitas dan lingkungan,
higienis merupakan salah satu masalah utama yang peralatan, dan pengendalian proses berjalan dengan baik (Amoa-Awuaet al., 2007
ditemukan dalam keamanan pangan di Indonesia (Fardiaz, Pemerintah harus menjamin penerapan GMP
2006). dalam Sertifikat Produksi Pangan
Industri Dalam Negeri (SPP-IRT) yang diterbitkan oleh a

J Tek Ind Pert. 25 (1): 43-51 73


*Penulis Korespondensi
Machine Translated by Google
Merumuskan Strategi Peningkatan Pangan ............

Bupati/Walikota dan Kepala Pemerintahan Daerah. (Kinnear dan Taylor, 1991; Triantaphyllou, 1995; Terlouwet
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang al., 2009). Penilaian matriks IFE ditentukan dengan
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan telah mengamanatkan memberikan nilai 1 sampai 4 pada masing-masing faktor
bahwa pangan yang diproduksi oleh industri rumah tangga untuk menunjukkan faktor tersebut sebagai kelemahan utama
harus memiliki SPP-IRT. (1), kelemahan kecil (2), kekuatan kecil (3), dan kekuatan
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas utama (4). Pemeringkatan didasarkan pada perusahaan dan
Kesehatan Kota Bogor, terdapat 497 industri yang memiliki pembobotan didasarkan pada industri (David, 2009).
SPP-IRT. Jumlah ini relatif kecil mengingat jumlah industri Tahap pencocokan difokuskan pada perumusan
kecil pangan di kota ini yang berjumlah 7.305 pada tahun alternatif strategi dengan mempertimbangkan faktor internal
2011. Artinya banyak UKM yang belum memiliki SPP-IRT dan eksternal perusahaan. Tahapan ini dilakukan dengan
atau menerapkan GMP. Bogor terkenal dengan oleh-oleh/ menggunakan Internal Eksternal (IE) dan Strengths,
oleh-oleh makanannya dan salah satunya adalah toko roti, Weaknesses,
oleh karena itu keamanan pangan menjadi isu penting dan Matriks Peluang, Ancaman (SWOT) (David,
penelitian ini fokus pada toko roti untuk memastikan bahwa 2009). Kemudian, untuk memperkaya perumusan strategi,
Bogor akan memiliki strategi dalam meningkatkan keamanan dilakukan analisis struktural terhadap elemen kendala,
pangan UKM toko roti. dukungan, dan aktor kunci dengan menggunakan metode Interpretive.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan Pemodelan Struktural (ISM) (Chidambaranathan, 2009).
strategi peningkatan keamanan pangan berdasarkan
penerapan Good Manufacturing Practices Metode ISM dikembangkan oleh Warfield (1973)
(GMP). Tulisan ini menyajikan analisis I-SWOT mengenai dan telah banyak digunakan untuk menganalisis elemen
penerapan GMP pada usaha kecil menengah industri roti di struktural berdasarkan hubungan kontekstualnya dengan
Bogor. Semakin membaik bantuan program komputer (Saxena et al., 1992; Ahuja et al.,
keselamatan diharapkan dapat meningkatkan daya saing 2009; Sagheeret al., 2009;
produk UKM. Jharkharia, 2011; Sharma dkk., 2011). Analisis ISM adalah
struktur hierarki elemen sistem dan klasifikasi sub-elemen
BAHAN DAN METODE utama. Langkah-langkah teknik ISM adalah:

Pengumpulan 1) Seleksi ahli. Dalam penelitian ini dipilih tiga ahli yang
Data Data primer dan sekunder digunakan. terlibat dalam penelitian sebelumnya.
Data primer dikumpulkan dari pendapat para ahli dari Dinas 2) Penentuan elemen dan sub elemen sistem yang diambil
Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota dari hasil identifikasi SWOT ditambah elemen aktor.
Bogor, Balai Besar Industri Agro, Industri Bakery, dan
Fakultas Ilmu Pertanian. 3) Penentuan hubungan kontekstual antar sub unsur yang
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, data berbentuk huruf V, A, X, O menurut aturan sebagai berikut.
primer juga diperoleh dari observasi yang dilakukan pada
industri kecil dan menengah Bakery antara lain Elsari, Bie-bie, V: Sub elemen ke-i mempunyai relasi dengan sub elemen
Kanung, Azkia, dan CV Bando Bakery. Penelitian dilakukan ke-j dan elemen ke-j tidak mempunyai hubungan dengan
di Kota Bogor pada bulan Januari sampai Juni 2012. sub-elemen ke-i, eij=1 dan eji=0
Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan wabah A:Subelemen ke-j mempunyai relasi dengan subelemen
(epidemi) yang diterbitkan di Indonesia, ke-i dan sub-elemen ke-i tidak mempunyai hubungan
dengan sub-elemen ke-j,eij=0 dan eji=1
Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, BPOM, dan X : Subelemen ke-i mempunyai keterkaitan dengan
studi literatur. subelemen ke-j,eij=1 dan eji=1
O: Sub elemen ke-i tidak ada keterkaitan dengan sub-
Metode elemen ke-j, eij=0 dan eji=0
Perumusan strategi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu 4) Informasi tersebut disusun dalam bentuk matriks yang
input, match, dan pengambilan keputusan. Pada tahap input, disebut matriks interaksi diri terstruktur (SSIM) yang
kuantifikasi data dilakukan secara subyektif pada tahap awal menggambarkan, dengan bantuan program komputer,
proses perumusan strategi. Pada tahap ini dianalisis faktor hubungan kontekstual antara elemen dan sub-elemen
eksternal perusahaan (peluang, ancaman) dan faktor internal sistem.
(kekuatan, kelemahan). Analisis kemudian dilakukan dengan 5) SSIM diubah menjadi Reachability Matrix (RM), yaitu
menggunakan metode External Factor Evaluation (EFE) dan matriks biner yang menunjukkan hubungan matematis
Internal Factor Evaluation (IFE). antar elemen dalam sistem.

6) RM diuji transitivitas dan reflektifitasnya. Apabila uji tersebut


Teknik perbandingan berpasangan digunakan untuk tidak terpenuhi maka dilakukan penyesuaian untuk
memberi bobot pada faktor internal dan eksternal. menciptakan situasi matriks tertutup (causal looping).
Bobot masing-masing faktor strategis diperoleh dengan
menentukan nilai masing-masing faktor strategis relatif 7) Berdasarkan kekuatan pendorong dan ketergantungannya,
terhadap nilai total seluruh faktor strategis sub-elemen kunci yang terstruktur diklasifikasikan

44 J Tek Ind Pert. 25 (1): 43-51


Machine Translated by Google

Yandra Arkeman, Triningsih Herlinawati, Dhani S. Wibawa, Himawan Adinegoro

menjadi 4 sektor yaitu otonom, dependen, linkage, dan pembangunan, dan kekuatan pembeli. Hasil pembobotan
independen. dan skoring gabungan pendapat 5 ahli matriks IFE dan EFE
8) Struktur sistem bersifat hierarkis dan hubungan antar Kota Bogor disajikan pada Tabel 1.
elemen kemudian dikembangkan berdasarkan RM
(Marimin, 2004; Attri, 2013). Nilai IFE sebesar 2,33 menunjukkan Kota Bogor
cukup baik dalam mengelola kondisi internalnya. Faktor
Keputusan dirumuskan dengan menggunakan I'SWOT kekuatan dengan nilai tertinggi adalah SPP-IRT (2,78).
(ISM-SWOT). Diagram alir penelitian ditunjukkan pada Sejak tahun 2010, Dinas Kesehatan Kota Bogor memutuskan
Gambar .1 untuk membebaskan biaya pendaftaran SP-IRT sebesar Rp
300.000 untuk UKM. SP-IRT merupakan jaminan tertulis
HASIL DAN DISKUSI yang diberikan pemerintah terhadap pangan yang diproduksi
oleh industri rumah tangga yang telah menerapkan GMP.
Identifikasi dan Analisis Internal–Eksternal
Lingkungan Kelemahan utama dalam meningkatkan
Hasil analisis lingkungan internal menunjukkan penerapan GMP pada UKM di Kota Bogor adalah
terdapat 7 faktor kekuatan yang meliputi letak geografis mekanisme pengendalian yang tidak berjalan secara teratur
yang strategis, sektor dasar perekonomian, prasarana dan jumlah/keahlian penyuluh (PKP) dan pengawas (DFI)
penunjang laboratorium, sarana-prasarana, kebijakan, yang terbatas.
keuangan, dan koordinasi. Selain itu, teridentifikasi 7 faktor
kelemahan yaitu belum tersedianya rencana strategis, Kedua faktor tersebut mempunyai skor yang
kurangnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, sama yaitu 0,081. Jumlah DFI aktif di Bogor hanya 3
kurangnya modal, kurangnya media informasi, dan personel. Jumlah ini sangat kecil jika dibandingkan dengan
kurangnya mekanisme pengendalian. jumlah industri pangan yang bersertifikat SP-IRT (497) yang
harus diawasi secara rutin setahun sekali.
Sedangkan hasil analisis lingkungan eksternal Tidak tersedianya Rencana Aksi Strategis Pangan-Gizi
menunjukkan terdapat 5 faktor peluang antara lain peluang Lokal dan Rencana Strategis Pembangunan Industri (skor
pasar, dukungan eksternal, perubahan pola konsumsi, 0,095) ditemukan sebagai kelemahan ketiga.
informasi Menurut WHO (1999), kurangnya komitmen pemerintah
kemajuan teknologi, dan lembaga pendidikan/penelitian. dan kurangnya keahlian/dukungan teknis merupakan
Empat faktor yang diidentifikasi sebagai ancaman yaitu beberapa kendala yang menghambat penerapan HACCP
persaingan dengan produk roti sejenis, harga listrik/bahan (termasuk GMP sebagai prasyarat) di UKM.
bakar, dan produk substitusi

Awal

Identifikasi Lingkungan Identifikasi Ahli

Evaluasi Faktor Internal (IEF) Penataan ISM- (SO, WT)

Evaluasi Faktor Eksternal (EEF) Penataan ISM-Aktor

Analisis Posisi (Matriks IE) Perumusan strategi (matriks SWOT)

Akhir

Gambar 1. Diagram alir penelitian

J Tek Ind Pert. 25 (1): 43-51 45


Machine Translated by Google

Merumuskan Strategi Peningkatan Pangan ............

Tabel 1. Matriks evaluasi faktor internal (IFE) dan evaluasi faktor eksternal (EFE) Kota Bogor
Internal Utama Eksternal Utama Berat
Faktor Berat Peringkat Berat
Peringkat Berat Faktor Skor
Skor
Kekuatan Peluang
S1. Letak 0,052 3.6 0,186 O1. Peluang 0,114 4 0,457
geografis yang pasar
strategis potensial O2.
S2 .Dasar ekonomi 0,066 3.8 0,251 Bantuan dari 0,131 3.2 0,420
sektor pemerintah
S3. Infrastruktur 0,068 3.8 0,259 pusat
laboratorium O3.Perubahan pola 0,100 3.6 0,362
terakreditasi konsumsi
S4. Sarana dan 0,077 3.4 0,263 masyarakat
prasarana 04. Kemajuan dalam 0,088 3.8 0,334
pendukung teknologi dan
yang memadai informasi O5.
S5. Kebijakan 0,073 3.8 0,278 Ketersediaan lembaga 0,067 3.2 0,214
pembebasan pendidikan/
biaya pendaftaran penelitian
0,069
SPP-IRT S6. Daerah yang bagus 3.2 0,220 di Bogor
sumber keuangan
S7.Memiliki jaringan 0,055 3.2 0,176 Sub Jumlah C 1.787
koordinasi antar Ancaman
SKPD Sub 0,130 1.2 0,156
T1. Persaingan dengan
Total A 1.632
toko roti sejenis
Kelemahan (franchise)/
W1. Rencana 0,068 1.4 0,095 produk kota lain T2.
strategis W2
tidak tersedia. 0,081 1 0,081 Kemungkinan 0,134 1.4 0,187
Kurangnya kuantitas kenaikan biaya
dan keahlian produksi (bahan
tenaga PKP bakar, listrik, dll.)
dan PMA W3. Kurangnya 0,091 1 0,091 T3. Pengembangan 0,105 1.8 0,188
komitmen dan produk pengganti
budaya kerja UKM lainnya
W4. Keterbatasan 0,077 1.8 0,139 T4. Kekuatan pembeli untuk 0,131 1.2 0,157
modal membuat pilihan di
UKM W5. 0,054 2 0,109 antara produsen
Keterbatasan roti yang tersedia
media informasi/ Sub Jumlah D 0,689
publikasi W6. 0,088 1,2 0,105 Bobot skor total 2.476
Keterbatasan
pemahaman
tentang UKM 0,081 1 0,081
W7.
Mekanisme
pengendalian 0,701
tidak teratur Sub Total B Bobot2.333
skor total

Nilai yang diperoleh dari matriks EFE adalah sebesar Al. (2011) mengidentifikasi beberapa hal yang memotivasi UKM
2,48. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Bogor belum untuk menerapkan HACCP antara lain peraturan pemerintah,
mampu memanfaatkan peluang dan meminimalisir ancaman kemauan untuk lebih
dari lingkungan eksternal. Peluang utama adalah potensi pasar sukses dibandingkan pesaingnya, dan memenuhi persyaratan
dalam negeri (skor 0,4567). pelanggan. Oleh karena itu, selain peraturan pemerintah,
potensi peluang pasar dan persaingan usaha dapat diarahkan
Sementara ketersediaan lembaga pendidikan/penelitian di kota untuk meningkatkan motivasi pelaku UKM dalam menerapkan
mempunyai peluang terendah (skor 0,214). Persaingan dari GMP guna memperoleh SP-IRT.
produk roti sejenis (franchise)/produk dari kota lain ditemukan
sebagai ancaman utama (skor 0,156). Wilcock dkk Bagi sebagian besar industri, penentuan utama dari
keseluruhan tingkat daya saing dan profitabilitas adalah

46 J Tek Ind Pert. 25 (1): 43-51


Machine Translated by Google

Yandra Arkeman, Triningsih Herlinawati, Dhani S. Wibawa, Himawan Adinegoro

yang umum adalah persaingan antar perusahaan ISM (Pemodelan Struktural Interpretatif)
dalam industri (Umar, 2005). Matriks IE pada sumbu Penataan
horizontal menunjukkan bahwa posisi Pemerintah Sebelum perumusan strategi dilakukan,
Kota Bogor dalam penerapan GMP pada usaha kecil dilakukan analisis dengan menggunakan teknik ISM
dan menengah Bakery berada pada kuadran V untuk menilai hubungan kontekstual antar elemen
dengan koordinat (2.33; 2.476) dan hierarki elemen pembentuk strategi. Unsur-unsur
(Meja 2). Posisi sel ini menunjukkan bahwa yang dipilih meliputi 1) unsur penghambat, 2) unsur
peningkatan penerapan GMP pada usaha kecil dan pendukung, dan 3) unsur pelaku.
menengah toko roti dapat dilakukan dengan
menggunakan strategi menjaga dan mempertahankan (David, 2009).
Matriks IE disajikan pada Tabel 2. Terlihat Penataan Elemen Pembatas Elemen
bahwa peningkatan penerapan GMP pada usaha dan sub elemen penghambat dirumuskan
kecil dan menengah toko roti di Kota Bogor dapat berdasarkan hasil identifikasi SWOT yang merupakan
diarahkan untuk mempertahankan strategi yang telah gabungan faktor kelemahan dan ancaman (WT)
dilakukan pemerintah, termasuk menghapuskan sehingga menghasilkan 11 sub elemen. Analisis
registrasi SP-IRT. biaya dan memberikan penyuluhan relasi sub-elemen dilakukan dengan menggunakan
dan bimbingan, serta membantu UKM produk roti teknik VAXO ISM berdasarkan pendapat tiga ahli
yang telah memperoleh SP-IRT dengan penetrasi dengan asumsi bahwa satu relasi sub-elemen
pasar guna mempertahankan eksistensi produksi kendala menyebabkan relasi sub-elemen kendala
yang telah memenuhi persyaratan GMP. lainnya. Hasil penataan ISM (transitivitas = 70%)
menunjukkan terdapat 6 level hierarki dan 11 elemen
Meja 2 . Matriks Internal-Eksternal (IE). seperti terlihat pada Gambar 2.
Total Skor Bobot IFE
Kuat 3.0- Sedang 2.0- Lemah 1,0- Kendala utama yang menjadi kendala
4.0 2,99 1,99 adalah tidak tersedianya Rencana Aksi Strategis
Tinggi (II) (II)
3.0-4.0
(SAYA)

Tumbuh dan Tumbuh dan Tahan dan


Pangan-Gizi Lokal dan Rencana Strategis
Bangun Bangun menjaga Pembangunan Industri yang disusun oleh Pemerintah
Sedang (IV) (V) (VI) Kota Bogor (W1). Faktor ini termasuk dalam klasifikasi
2.0-2.99 Tumbuh dan Pegang dan Panen dan independen ( Strong driver –lemah variabel dependen)
Bangun pertahankan divestasi
Rendah
dan menempati level tertinggi (level 6) dengan nilai
(VII) (VIII) (IX)
1,0-1,99 Pegang dan Panen dan Panen dan Driver Power tertinggi sebesar 11 dan Dependensi terkecil
pertahankan divestasi divestasi Hal ini menunjukkan bahwa elemen kunci ini memerlukan
oE
raEortF
tla e
k S
B
T

perhatian utama untuk menjadi penggerak elemen lainnya.

Ketergantungan
Sub-elemen kendala (WT) Hirarki Pengemudi Tergantung Kategori
Kekuatan kesopanan

1 W1 Tidak Tersedianya Lokal 11 1 Mandiri


Makanan-Gizi dan
Pengembangan industri
Rencana Strategis
2 W2 Kurangnya kuantitas dan keahlian personel 10 2 Mandiri
PKP dan FDI
3 W3 Kurangnya komitmen UKM 11 Bergantung
4 W4 Keterbatasan modal UKM 1 10 Keterkaitan
5 W5 Informasi terbatas, publikasi 79 3 Mandiri

6 W6 Terbatasnya pengetahuan tentang 7 10 Keterkaitan


Pekerja UKM
7 W7 Mekanisme pengawasan yang tidak 8 4 Mandiri
teratur
8 T1 Persaingan dengan toko roti sejenis 7 10 Keterkaitan
(franchise)/produk kota
lain
9 T2 Kenaikan biaya produksi 7 10 Keterkaitan
10 T3 Pengembangan produk pengganti 7 10 Keterkaitan
lainnya
11 T4 Kekuatan pembeli untuk menentukan 7 10 Keterkaitan
pilihan
Sub-elemen kendala utama: Rencana Strategis yang Tidak Tersedia (W1)

Gambar 2. Struktur hierarki dan elemen batasan utama

J Tek Ind Pert. 25 (1): 43-51 47


Machine Translated by Google

Merumuskan Strategi Peningkatan Pangan ............

Penataan Unsur Pendukung Unsur Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa Badan
dan sub unsur pendukung dirumuskan Perencanaan Daerah (Bapeda) (P1) merupakan
berdasarkan hasil identifikasi SWOT. Ini merupakan elemen kunci yang paling berpengaruh, diikuti oleh
kombinasi faktor kekuatan dan peluang (SO) yang Dinas Kesehatan (P2), Dinas Perindustrian dan
menghasilkan 12 sub elemen. Hasil penataan ISM Perdagangan (P3), dan Perguruan Tinggi (P5) sebagai
(transitivitas = 75%) menunjukkan terdapat 5 tingkat faktor independen. Pemilik UKM (P9) dan karyawan
hierarki pada Gambar 3. UKM (P10) ditemukan memiliki ketergantungan
tertinggi dan daya penggerak terendah dimiliki oleh
Letak Kota Bogor yang strategis (S1), sarana faktor dependen. Hal ini menunjukkan bahwa untuk
dan prasarana yang memadai (S4), potensi peluang melaksanakan GMP, pemilik UKM dan pekerja UKM
pasar (O1), perubahan pola konsumsi konsumen dan memerlukan daya penggerak dari aktor kunci yaitu
kesadaran hidup sehat (O3), serta teknologi dan pemerintah daerah dalam hal ini P1, P2, dan P3.
informasi (O4) merupakan faktor independen. Variabel
dalam hal ini sektoral merupakan variabel independen Perumusan Strategi (Matriks I'SWOT)
dan elemen kunci dalam hierarki. Ketersediaan Strategi pemerintah Kota Bogor untuk
lembaga penelitian di Kota Bogor (O5) ditempatkan meningkatkan penerapan GMP pada usaha kecil dan
pada sektor otonom (weak driver–weak dependable menengah toko roti ditunjukkan pada Tabel 3.
variabel). Variabel-variabel pada sektor ini diasumsikan Kekuatan dan kelemahan ditempatkan pada
mempunyai hubungan yang kecil dengan tujuan. sumbu horizontal, sedangkan peluang dan ancaman
ditempatkan pada sumbu vertikal. Analisis SWOT
terdiri dari empat alternatif strategi yaitu SO (Strengths–
Penataan Aktor Hasil Peluang), WO (Kelemahan-Peluang), S
wawancara mendalam dengan para ahli dan (Kekuatan-Ancaman), dan WT (Kelemahan-Ancaman).
aktor menunjukkan bahwa teridentifikasi 10 aktor yang Elemen yang dipilih merupakan elemen kunci yang
terkait dengan penerapan GMP pada usaha kecil dan dihasilkan dari analisis ISM dan matriks IEF-EEF.
menengah toko roti di Kota Bogor seperti terlihat pada Dengan mempertimbangkan hasil matriks SWOT dan
Gambar 4. penataan ISM, diusulkan dua kelompok strategi
sebagai berikut.

Ketergantungan
Sub elemen pendukung (SO) Hirarki Pengemudi Tergantung Kategori
Kekuatan kesopanan

1 S1 Lokasi strategis di bogor 11 5 Mandiri


Kota
2 S2 Industri Makanan menjadi sektor 1 10 Bergantung
yang berbasis ekonomi
3 S3 Memiliki laboratorium penguji 2 9 Bergantung
yang terakreditasi
4 S4 Dukungan sarana dan 11 5 Mandiri
prasarana yang memadai
5 Biaya Pendaftaran S5 SP-IRT 1 9 Bergantung
Kebijakan Pengabaian
6 Indeks IPM dan PDB S6 cukup baik 4 8 Bergantung

7 S7 Memiliki jaringan 6 7 Keterkaitan


koordinasi lintas SKPD
8 O1 Pasar Potensial 11 5 Mandiri
Peluang
9 Bantuan O2 dari Pusat 6 7 Keterkaitan
Pemerintah
10 O3 Perubahan pola konsumsi dan 11 5 Mandiri
kesadaran hidup sehat

11 O4 perkembangan teknologi 11 5 Mandiri


dan informasi
12 O5 keberadaan lembaga penelitian/ 1 1 Otonom
pendidikan di
bogor
Sub-elemen pendukung utama: S1, S4, O1, O3, O4

Gambar 3. Struktur hierarki dan elemen pendukung utama

48 J Tek Ind Pert. 25 (1): 43-51


Machine Translated by Google
Yandra Arkeman, Triningsih Herlinawati, Dhani S. Wibawa, Himawan Adinegoro

Ketergantungan
Sub-elemen aktor Hirarki Pengemudi Tergantung Kategori
Kekuatan kesopanan

1 P1 Badan Perencanaan Daerah 10 4 Mandiri


2 P2 Dinas Kesehatan Daerah 10 4 Mandiri
Kantor

3 P3 Dinas Perindustrian dan Perdagangan 10 4 Mandiri


Kantor

4 Asosiasi Industri P4 6 5 Keterkaitan


5 P5 Penelitian/Pendidikan Tinggi 10 4 Mandiri
Lembaga

6 P6 Penyuluhan Keamanan Pangan 5 8 Bergantung


Pekerja

7 P7 Inspektur Inspeksi 5 8 Bergantung


Personil

8 P8 Konsumen/Masyarakat 5 8 Bergantung
9 P9 Pemilik UKM 1 9 Bergantung
10 pegawai UKM P10 1 9 Bergantung

Elemen Kunci Aktor: P1,P2, P3, P4, P5

Gambar 4. Struktur hierarki dan faktor aktor kunci

Tabel 3. Strategi dengan menggunakan matriks I'SWOT

S Kekuatan W Kelemahan
S1 Lokasi Strategis Kota Bogor W1 Tidak Tersedianya Pangan-Gizi Lokal
S4 Dukungan sarana dan prasarana yang Rencana Aksi Strategis dan Industri
memadai Rencana Strategis Pembangunan
S5 Pembebasan Biaya Pendaftaran SP-IRT W2 Kurangnya kuantitas dan keahlian personel
Kebijakan PKP dan PMA
W3 Kurangnya komitmen dan budaya
kerja UKM
W7 Mekanisme pengendalian tidak berjalan
Wahai Peluang Strategi SO Strategi WO
O1 Pasar Potensial 1 Menciptakan ÿArea Promosi Makanan Asli 1 Membuat program pelatihan terencana bagi
Peluang Bogor Sehat Amanÿ di kawasan strategis bagi penyuluh keamanan pangan (PKP) dan
O2 Bantuan dari UKM produk roti bersertifikat SP-IRT. petugas pengawas pangan (DFI).
Pemerintah pusat
2 Menjaga kebijakan pembebasan biaya 2 Melakukan pengendalian tahunan secara berkala.
pendaftaran SP-IRT.
3 Mengarahkan bantuan pemerintah secara 3 Bimbingan intensif bagi usaha kecil
terencana, berkelanjutan, dan bertahap (S4,O2) dan menengah toko roti

T Ancaman Strategi ST Strategi WT


T1 Persaingan dengan 1 Memfasilitasi asosiasi UKM untuk mendapatkan 1 Menyusun Rencana Aksi Strategis
toko roti kekuatan dan kerjasama (t1) Pangan-Gizi Lokal dan Rencana Strategis
(franchise)/ 2 Memfasilitasi peningkatan desain dan inovasi Pembangunan Industri.
produk sejenis dari label dan kemasan produk roti UKM (t1,t4) Mengembangkan program kemitraan
T4 kota lain 2 dengan Badan Usaha Milik Negara
Pembeli mempunyai kekuatan (BUMN)/bank untuk memfasilitasi usaha
untuk menentukan pilihan kecil dan menengah toko roti yang memiliki
pinjaman lunak/modal.

Strategi Berbasis Kekuatan peluang pasar, perubahan pola konsumsi konsumen dan
Hasil matriks IEF menunjukkan bahwa kebijakan kesadaran hidup sehat, serta pemanfaatan teknologi dan
pemerintah Kota Bogor yang membebaskan biaya pendaftaran informasi. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan kekuatan
SP IRT menjadi kekuatan utama. Hasil penataan ISM yang dimiliki pemerintah Kota Bogor, maka dipilih strategi
menunjukkan bahwa unsur kunci faktor pendukung yang dimiliki sebagai berikut.
Kota Bogor adalah letak Kota Bogor yang strategis, dukungan
sarana dan prasarana yang memadai, potensi domestik 1. Menciptakan ÿArea Promosi Pangan Asli Bogor Sehat
Amanÿ di kawasan strategis untuk SP-

J Tek Ind Pert. 25 (1): 43-51 49


Machine Translated by Google
Merumuskan Strategi Peningkatan Pangan ............

Produk roti UKM bersertifikat IRT. Karena perilaku Kantor Kota Bogor, dan institusi pendidikan tinggi.
konsumen yang mulai menghargai kesehatan maka
keberhasilan bidang pangan sehat dapat menjadi daya Elemen kunci dari faktor penghambat yang
tarik bagi UKM lain yang belum mendapatkan SP-IRT mempengaruhi peningkatan penerapan GMP pada usaha
untuk semakin tertarik untuk mendapatkannya. kecil dan menengah toko roti adalah tidak tersedianya
Rencana Aksi Strategis Gizi Pangan Lokal dan Rencana
2. Mempertahankan kebijakan pembebasan biaya pendaftaran Strategis Pengembangan Industri yang dibuat oleh
SP-IRT. UKM akan menganggapnya menarik karena mereka pemerintah Kota Bogor.
tidak akan mengeluarkan biaya lebih banyak sehingga biaya
produksi tetap rendah. Elemen kunci dari faktor pendukung yang
mempengaruhi peningkatan penerapan GMP pada usaha
Strategi Berbasis Kelemahan kecil dan menengah toko roti adalah letak Kota Bogor yang
Faktor kelemahan utama yang ditemukan dalam strategis, dukungan sarana dan prasarana yang memadai,
matriks IEF adalah mekanisme pengendalian yang tidak peluang pasar yang potensial, perubahan pola konsumsi
teratur, terbatasnya jumlah dan keahlian penyuluh (PKP) konsumen dan kesadaran hidup sehat, serta penggunaan
dan pengawas (DFI). Hasil penataan ISM menunjukkan teknologi dan informasi.
bahwa elemen kunci yang menjadi faktor penghambat
perbaikan penerapan GMP pada usaha kecil dan menengah Berdasarkan hasil I'SWOT, terdapat 5 strategi
toko roti adalah belum tersedianya Rencana Aksi Strategis terpilih yang akan diusulkan kepada pemerintah Kota Bogor
Gizi Pangan Lokal dan Rencana Strategis Pengembangan dalam rangka meningkatkan keamanan pangan produk
Industri. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan usaha kecil dan menengah toko roti melalui penerapan
kelemahan yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bogor, GMP. Yaitu 1) Menciptakan ÿArea Promosi Makanan Asli
strategi berikut dipilih. Bogor Sehat Amanÿ di kawasan strategis bagi UKM produk
roti bersertifikat SP-IRT, 2) Mempertahankan kebijakan
1. Menyusun Rencana Aksi Strategis Pangan-Gizi Lokal pembebasan biaya pendaftaran SP-IRT, 3) Menciptakan
dan Rencana Strategis Pembangunan Industri. Gizi Pangan Lokal Rencana Aksi Strategis dan Rencana
Rencana aksi dan rencana strategis mencakup Strategis Pengembangan Industri,4) Membuat program
penentuan siapa yang akan melakukan apa dan kapan pelatihan terencana bagi penyuluh keamanan pangan
serta bagaimana agar pemerintah Kota Bogor dapat (PKP) dan petugas pengawas pangan (DFI), dan 5)
mencapai tujuan strategisnya.
2. Membuat program pelatihan yang terencana bagi Melakukan pengendalian tahunan secara berkala.
penyuluh keamanan pangan (PKP) dan petugas
pengawas pangan (DFI). Kurangnya petugas merupakan Rekomendasi
kendala besar dalam menjamin pemantauan dan Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah
evaluasi GMP pada UKM, oleh karena itu Pemerintah menerapkan metodologi ini pada produk manufaktur
Kota Bogor perlu melatih lebih banyak petugas untuk pangan lainnya, karena industri pangan menghasilkan
memastikan bahwa mereka dapat memantau dan barang konsumsi dan berhubungan langsung dengan
mengevaluasi seluruh UKM. konsumen sehingga keamanan menjadi prioritas utama.
3. Melakukan pengendalian tahunan secara berkala. Pengendalian ISM juga dapat diintegrasikan dengan teknik-teknik lain
merupakan langkah penting untuk memastikan segala sesuatunya yang termasuk dalam kecerdasan buatan komputasi alami
tetap pada jalurnya. Lebih baik mengendalikan dan menghindari untuk meningkatkan kemampuannya dengan menggunakan
masalah daripada memperbaiki masalah. dukungan teknologi canggih.

KESIMPULAN DAN SARAN REFERENSI

Kesimpulan Ahuja V, Yang J, dan Shankar R. 2009. Manfaat adopsi ICT


Strategi yang dihasilkan untuk meningkatkan kolaboratif untuk manajemen proyek bangunan.
kualitas keselamatan usaha kecil dan menengah toko roti Konstruksi Inovasi
melalui praktik manufaktur yang baik diarahkan untuk 9(3):323–340.
menjaga kebijakan pembebasan biaya pendaftaran SP- Amoa-Awua, Kofi W, Ngunjiri P, Anlobe J, Kpodo
PIRT, dan memberikan penyuluhan dan pembinaan, serta K, Halm M, Ewurafua AH, Jakobsen M.
membantu produk UKM roti yang telah memperoleh SP- 2007. Pengaruh penerapan GMP dan HACCP
IRT dengan penetrasi pasar. guna mempertahankan pada pengolahan makanan tradisional di pabrik
eksistensi produksi yang telah memenuhi persyaratan GMP. produksi kenkey semi-komersial di Ghana.
Pengendalian Makanan 18 (11): 1449-
Elemen kunci dari aktor yang mempengaruhi 1457.
penerapan GMP di usaha kecil dan menengah toko roti Attri R, Dev Nl, dan Sharma V. 2013. Pendekatan
adalah Badan Perencanaan Daerah, Dinas Kesehatan, Interpretive Structural Modeling (ISM): Suatu
Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Tinjauan. Res J Mgmt Sci. 2 (2):3-8.

50 J Tek Ind Pert. 25 (1): 43-51


Machine Translated by Google

Yandra Arkeman, Triningsih Herlinawati, Dhani S. Wibawa, Himawan Adinegoro

Chidambaranathan S, Muralidharan C, dan Deshmukh SG. Sharma SK, Panda BN, Mahapatra SS, Sahu S.
2009. Menganalisis interaksi faktor-faktor penting 2011. Analisis hambatan logistik terbalik: perspektif
dalam pengembangan pemasok menggunakan India. Model Int J Pilihan 1(2):101–106.
pemodelan struktural interpretatif—sebuah studi
empiris. Teknologi Manufaktur Int J Adv. 43 (11-12): Saxena, Sushil JP, dan Vrat P. 1992. Pembuatan skenario:
1081-1093. studi kritis tentang konservasi energi di industri
David FR. 2009. Manajemen Strategis : Konsep dan Kasus. Ed semen India.
ke-10. Jersey baru. Prakiraan Teknologi dan Perubahan Sosial. 41: 121-
Jharkharia S. 2011. Hubungan kegagalan kritis 146.
faktor dalam implementasi ERP: Analisis berbasis Triantaphyllou E dan Stuart HM. 1995. Menggunakan proses
ISM. Konferensi Internasional tentang Ilmu hierarki analitik untuk pengambilan keputusan dalam
Manajemen Tingkat Lanjut. IPEDR Vol.19. aplikasi teknik: beberapa tantangan. Int J Industri
Singapura. Eng. :Aplikasi dan Praktek, 2 (1): 35-44.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan
Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: PT Grasindo. Varzakas TH dan Ioannis SA. 2008. Penerapan ISO22000 dan
perbandingan dengan HACCP untuk pengolahan
Sagheer S, Yadav SS, dan Deshmukh SG. 2009. Penerapan sayuran siap makan. Ilmu Pengetahuan dan
pemodelan struktural interpretatif kepatuhan Teknologi Pangan Int J. 43 (10): 1729–1741.
terhadap standar pangan. Int J Prod Lakukan Medan Perang JN. 1974. Sistem Penataan Kompleks, Battelle
Manajemen. 58 (2): 136-159. Monograph No 4, Battelle Memorial Institute,
Columbus. Ohio, AS.
Sarter S, Sarter G, dan Gilabert P. 2010. SWOT Wilcock A, Ball B, dan Aung M. 2011. Implementasi inisiatif
analisis implementasi HACCP di Madagaskar. keamanan pangan yang efektif: perspektif manajer,
Kontrol Makanan. 21: 253–259. koordinator keamanan pangan dan pekerja produksi.
Terlouw J, Terlouw L, dan Jansen S. 2009. Metode penilaian Makanan 22: 27-33.
untuk memilih strategi penyampaian SOA:
menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi dan
bobot nilainya. http://www.icris.nl/whitepapersdir/An

metode penilaian untuk memilih SOA


strategi penyampaian.pdf. [17 Juni 2013].

J Tek Ind Pert. 25 (1): 43-51 51

Anda mungkin juga menyukai