Anda di halaman 1dari 11

Pasal dalam UU Kesehatan NOmor 17 Tahun 2023 Terkait Lingkungan Hidup

2. Upaya Kesehatan adalah segala bentuk kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara terpadu dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat Kesehatan
masyarakat dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/ atau paliatif oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
3 Pelayanan Kesehatan adalah segala bentuk kegiatan dan/ atau serangkaian kegiatan pelayanan
yang diberikan secara langsung kepada perseorangan atau masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan dera-jat Kesehatan masyarakat dalam bentuk promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif, dan/atau paliatif.
10. Rumah Sakit adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan perseorangan secara paripurna melalui Pelayanan Kesehatan promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif, dan/ atau paliatif dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan Gawat
Darurat.
11. Perbekalan Kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk Upaya
Kesehatan.
12. Sediaan Farmasi adalah Obat, Bahan Obat, Obat Bahan AIam, termasuk bahan Obat Bahan
Alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan obat kuasi.
13. AIat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, peralatan, implan, reagen dan ka-librator in
vitro, perangkat lunak, serta material atau sejenisnya yang digunakan pada manusia untuk tqjuan
medis dan tidak mencapai kerja utama melalui proses farmakologi, imunologi, atau metabolisme.
18. Teknologi Kesehatan adalah segala bentuk alat, produk, dan/ atau metode yang ditqjukan untuk
membantu menegakkan diagnosis, pencegahan, dan penanganan permasalahan Kesehatan manusia.
Pasal 104
Upaya Kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat secara
fisik, kimia, biologi, dan sosial yang memungkinkan Setiap Orang mencapai derajat Kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Pasal 105
(3) Upaya penyehatan, pengamanan, dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan untuk memenuhi standar baku mutu Kesehatan lingkungan dan persyaratan Kesehatan
pada media lingkungan.
Pasal 106
(2) Proses pengelolaan limbah medis yang berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi
persyaratan teknis atau bekerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 107
Ketentuan lebih lanjut mengenai Kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104
sampai dengan Pasal 1O6 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2021 Tentang Daftar Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup,
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6634);
5. Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2020 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 209);
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian
mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam perizinan berusaha, atau persetujuan pemerintah pusat
atau pemerintah daerah.
2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut UKL-UPL adalah rangkaian proses pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan
keputusan serta termuat dalam perizinan berusaha, atau persetujuan pemerintah pusat atau
pemerintah daerah.
3. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab Usaha dan/atau
Kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup atas Dampak
Lingkungan Hidup dari Usaha dan/atau Kegiatannya di luar Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
Amdal atau UKL-UPL.
4. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan
terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup.
5. Dampak Penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan
oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan.
Pasal 3
Setiap rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang memiliki Dampak Penting terhadap lingkungan hidup
wajib memiliki Amdal.
proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan
hidup.
(3) Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang besaran/skalanya wajib Amdal; dan/atau
b. jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang lokasi Usaha dan/atau Kegiatan dilakukan di dalam
dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung.
(4) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang yang besaran/skalanya wajib memiliki Amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a disusun dalam daftar sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. -
(5) Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang:
a. batas tapak proyeknya bersinggungan langsung dengan batas kawasan lindung; dan/atau
b. berdasarkan pertimbangan ilmiah memiliki potensi dampak yang mempengaruhi fungsi kawasan
lindung tersebut.
(6) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Pasal 4
(1) Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (4) dikelompokkan berdasarkan KBLI dan/atau non KBLI.
(2) Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk rencana Usaha dan/atau
Kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha atau instansi pemerintah.

BAB III DAFTAR USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB MEMILIKI UPAYA
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN
HIDUP
Pasal 5
UKL-UPL wajib dimiliki bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak memiliki Dampak Penting
terhadap lingkungan hidup.
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikelompokkan berdasarkan KBLI dan/atau non KBLI.
Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk rencana Usaha dan/atau
Kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha atau instansi pemerintah. - 7 –
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disusun dalam daftar yang tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 7
Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (4), UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dan SPPL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) berlaku untuk jenis:
Usaha dan/atau Kegiatan yang memerlukan sarana dan prasarana; dan
usaha jasa yang memerlukan sarana dan prasarana.
Penentuan wajib Amdal, UKL-UPL, dan SPPL untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang memerlukan
sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran I dan
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) Penentuan
wajib Amdal, UKL-UPL, dan SPPL untuk usaha jasa yang memerlukan sarana dan prasarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Dainataranya :
KBLI 26601 Industri Peralatan Radiasi/Sinar X yang meliputi Industri Produksi Peralatan yang
menggunakan zat radioaktif
86101, 86103 Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta Sesuai Kriteria Multisektor Kelas
A, kelas B, kelas C, dan kelas D, dan rumah sakit swasta penanaman modal asing dengan
skala/besaran yang tidak masuk kriteria multisektor - Berpotensi menyebabkan pencemaran air,
peningkatan limbah B3, bau dan konflik sosial - 225 - No Nomor KBLI Jenis Usaha dan/atau
Kegiatan Skala/Besaran Amdal Skala/Besaran UKL-UPL* Skala/Besaran SPPL Alasan Ilmiah
Amdal Kategori Amdal/Kategori UKL-UPL* 13.
86104, 86105 Klinik Pemerintah dan Klinik swasta - - Klinik pratama dan utama 14.
47721 Apotek - - Semua Besaran 15.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2021 Tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis Dan Surat Kelayakan Operasional
Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia,
1. Persetujuan Teknis adalah persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berupa
ketentuan mengenai standar perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan/atau analisis
mengenai dampak lalu lintas Usaha dan/atau Kegiatan sesuai peraturan perundang-undangan.
2. Standar Teknis yang Ditetapkan oleh Pemerintah adalah standar yang ditetapkan sebagai acuan
bagi Usaha dan/atau Kegiatan tertentu untuk pencegahan pencemaran lingkungan.
3. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan
terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup.
4. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah Kajian
mengenai dampak penting pada Lingkungan Hidup dari suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang
direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
Usaha dan/atau Kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah.
5. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disingkat UKL-UPL adalah rangkaian proses pengelolaan dan pemantauan Lingkungan
Hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan
keputusan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah.
6. Penapisan Secara Mandiri adalah penapisan yang dilakukan sendiri oleh penanggung jawab
Usaha dan/atau Kegiatan untuk menentukan kelengkapan permohonan Persetujuan Teknis.
7. Badan Air adalah air yang terkumpul dalam suatu wadah baik alami maupun buatan yang
mempunyai tabiat hidrologikal, wujud fisik, kimiawi, dan hayati.
8. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui Baku Mutu Air yang telah
ditetapkan.

Pasal 3
(1) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan wajib Amdal atau UKLUPL yang melakukan kegiatan
pembuangan dan/atau pemanfaatan Air Limbah, wajib memiliki:
a. Persetujuan Teknis; dan
b. b. SLO.
(2) Kegiatan pembuangan dan/atau pemanfaatan Air Limbah meliputi:
a. pembuangan Air Limbah ke Badan Air permukaan;
b. pembuangan Air Limbah ke formasi tertentu;
c. pemanfaatan Air Limbah ke formasi tertentu;
d. pemanfaatan Air Limbah untuk aplikasi ke tanah; dan
e. pembuangan Air Limbah ke Laut.
Pasal 4 Untuk mendapatkan Persetujuan Teknis penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan
pembuangan dan/atau pemanfaatan Air Limbah harus melakukan:
a. Penapisan Secara Mandiri; dan
b. b. permohonan Persetujuan Teknis.
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2021 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA,
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak Lingkungan Hidup, dan/atau membahayakan
Lingkungan Hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
2. Limbah adalah sisa suatu Usaha dan/atau Kegiatan.
3. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa suatu
Usaha dan/atau Kegiatan yang mengandung B3.
4. Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
5. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan
terhadap rona Lingkungan Hidup serta menyebabkan dampak terhadap Lingkungan Hidup.
6. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian
mengenai dampak penting pada Lingkungan Hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah.
7.Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut UKL-UPL adalah rangkaian proses pengelolaan dan pemantauan Lingkungan
Hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan
keputusan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah
10. Penghasil Limbah B3 adalah setiap orang yang karena Usaha dan/atau Kegiatannya
menghasilkan Limbah B3.

Perubahan pengelolaan limbah B3 salah satunya mengenai perizinan. Setelah berlakunya UU Cipta
Kerja serta aturan turunannya maka izin usaha pengelolaan limbah berubah menjadi persetujuan
teknis. Sehubungan dengan penyimpanan limbah B3 maka tidak perlu persetujuan teknis namun
diintegrasikan dengan persetujuan lingkungan. Setelah mendapatkan persetujuan teknis maka
diterbitkan surat kelayakan operasi (SLO). bagi entitas bisnis pengelolaan limbah B3 yang diambil
dari pihak lain maka terikat PP 5/2021. Jika entitas bisnis tersebut hanya mengambil limbah B3 dari
pihak lain tanpa dimanfaatkan maka berkode KBLI 38120. Sedangkan, entitas bisnis yang
mengambil dan memanfaatkan limbah B3 tersebut maka berkode KBLI 38220.
Untuk mendapat izin pengelolaan limbah B3 tersebut maka wajib masuk ke sistem OSS. Nantinya,
terdapat empat persyaratan perizinan yaitu persetujuan SKKL (AMDAL) atau PKPLH (UKL-UPL),
surat persetujuan operasional, bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran lingkungan
dan memenehi standar teknis Peraturan Menteri yaitu Permen LHK 3/2021 dan Permen LHK
6/2021.
persetujuan teknis bukan hanya kewenangan KLHK. Ada kewenangan pemerintah atau pemerintah
daerah berdasarkan skala. “Kalau skala pengumpulan (limbah B3) nasional, pertek (persetujuan
teknis) oleh KLHK. Kalau provinsi gubernur, skala kabupaten-kota oleh bupati atau walikota,”
Setelah mendapat persetujuan teknis maka entitas bisnis dapat membangun fasilitas pengelolaan
limbah B3. Sedangkan, entitas yang mengantongi persetujuan SLO maka entitas bisnis tersebut
dapat melakukan kegiatan operasional. “Belum ada SLO belum boleh ambil limbah B3 dari pihak
lain,” kompetensi dengan dibuktikan sertifikat kompetensi oleh pengelola limbah B3. ketentuan
sertifikasi tersebut merupakan wajib agar entitas bisnis pengelolaan limbah B3 dapat melakukan
kegiatan usahanya.
pengelolaan limbah B3 dalam Permen LHK 6/2021 terdiri dari pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan. Pemanfaatan limbah
B3 merupakan salah satu bentuk Pengelolaan Limbah B3 sebagai hasil suatu kegiatan/usaha.
Pada dasarnya bentuk-bentuk pemanfaatan Limbah B3 adalah reuse, recycle dan recovery.
Perizinan yang diperlukan dalam pemanfaatan limbah B3 berubah dari waktu ke waktu, dan terakhir
perubahan mendasar terjadi pasca-berlakunya UU Cipta Kerja. Setelah berlakunya UU Cipta Kerja,
perizinan kegiatan terkait Lingkungan Hidup tidak hanya berada di bawah Undang-Undang atau
Peraturan dalam bidang Lingkungan Hidup, namun juga dilingkupi peraturan mengenai perizinan
berusaha.
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka
dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara
umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah
klinis dan non klinis baik padat maupun cair.

Limbah klinis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi
atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahanbahan
beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu.
Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di alamnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a) Limbah infeksius
Adalah limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan intensif), limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari
poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular, limbah yang berasal dari kamar bedah.
b) Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan
pada saat pembedahan atau otopsi.
c) Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian
menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, per lengkapan
intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi
bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang
terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radio aktif.
d) Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch
yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh
pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang sangkutan dan limbah yang dihasilkan selama
produksi obat- obatan.
e) Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis,
veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
f) Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat
sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
g) Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari
penggunaan medis atau riset radio nukleida. Misal berasal dari rotgen yang berupa limbah cair
maupun limbah padat.
perlunya upaya pengelolaan dan pengolahan limbah sebelum di buang ke lingkungan dengan
harapan agar nantinya tidak memberikan dampak negative terhadap lingkungan dan kesehatan
manusia. Hal ini dikarenakan dampak yang ditimbulkan dari limbah rumah sakit bersifat pathogen.
Untuk menghindari adanya genangan-genangan air yang dapat menjadi sumber pengembang biakan
penyakit maupun terjadinya pencemaran yang akhirnya dapat mengganggu kesehatan masyarakat
dan lingkungan maka perlu adanya sistem pengumpul air buangan yang mengalir secara kontinue.
Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pembusukan yang diakibatkan proses dekomposisi. Sistem
pengumpul ini biasanya disebut sistem penyaluran air buangan yang umumnya menggunakan
saluran tertutup. Adapun pemilihan jenis saluran didasarkan atas segi estetikanya dimana manusia
sangat membutuhkan keindahan dan mengingat bahwa air buangan dapat menimbulkan bau
menyengat yang dapat menganggu aktifitas manusia. Sistem penyaluran air buangan pada dasarnya
dibagi menjadi
dua yaitu:
 Sistem Terpisah
Sistem terpisah adalah sistem penyaluran dimana air buangan dan air hujan dialirkan melalui
masing-masing saluran secara terpisah. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan
yaitu:
1. Periode musim hujan dan musim kemarau yang terlalu lama.
2. Kuantitas yang jauh berbeda antara buangan dan air hujan.
3. Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air hujan harus secepatnya
dibuang.
 Sistem Tercampur
Sistem tercampur adalah sistem penyaluran air hujan dan air buangan dialirkan melalui satu saluran
yang sama, saluran ini harus tertutup. Pemilihan saluran jenis ini didasarkan atas beberapa
pertimbangan antara lain:
1. Debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan.
2. Kuantitas air buangan dan air hujan tidak jauh berbeda.
3. Fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun relatif kecil.
Air buangan rumah sakit perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke
lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan dan manusia. Limbah
yang dihasilkan oleh rumah sakit berupa limbah nonmedis dan medis yang tentu saja
mempunyai karakteristik yang berbeda pula sehingga dalam proses pengolahan limbahnya
berbeda pula. Pengolahan limbah cair rumah sakit dapat dilakukan dengan cara lumpur aktif,
aerob dan sebagainya.
 Limbah Non Medis
Limbah nonmedis mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan limbah rumah tangga.
Limbah nonmedis ini berasal dari kegiatan administrasi umum, administrasi medis, poliklinik dan
sebagainya.
 Limbah Medis
Limbah medis yang dihasilkan oleh rumah sakit berasal dari ruang rawat inap, ruang rawat jalan,
ruang operasi, laboratorium, laundry, dapur, ruang bersalin dan sebagainya. Untuk limbah yang
dihasilkan dari laboratorium, kamar operasi sebelum masuk ke bak pengolahan harus dipisahkan
terlebih dahulu antara limbah rawat inap, ruang bersalin, laundry sehingga nantinya pada proses
pengolahan limbah dapat berjalan sempurna. Hal ini disebabkan limbah dari laboratorium dan
kamar operasi mengandung bahan beracun berbahaya serta kandungan infeksius yang cukup tinggi
sehingga perlu pengolahan terlebih dahulu sebelum masuk ke bak pengolahan.
Pengelolaan limbah cair yang tidak benar dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja
danpenularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun
dari dan kepada pengunjung rumah sakit. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
maupun orang lain yang bekerja di sekitar rumah sakit maka diperlukanadanya manajemen dan
monitoring limbah rumah sakit. Untuk mengamankan lingkungan dan menggurangi energi, rumah
sakit perlu mengembangkan Minimisasi dengan menggunakan pedoman 4R sehingga dapat
menggurangi jumlah limbah yaitu reduce (menggurangi) - reuse (penggunaan kembali) - recycle
(daur ulang) - recovery (perolehan kembali), End Off pipe Approach merupakan pilihan akhir dalam
pengelolaan limbah rumah sakit, dimana limbah rumah sakit diolah dan dimusnahkan sesuai dengan
teknologi yang akrab lingkungan. Dengan minimisasi limbah rumah sakit dapat memberikan
berbagai keuntungan dan memberikan nilai tambah bila dilaksanakan oleh pihak rumah sakit secara
konsisten.
Untuk buangan desinfektan hendaknya dilakukan pengolahan tersendiri yaitu tidak tercampur
dengan unit pengolah air limbah. Hal ini dikarenakan cairan desinfektan seperti karbon, savlon,
hibiscub nantinya dapat membunuh bakteri yang dibutuhkan dalam pengolahan air limbah.
Pada kegiatan rumah sakit perlu adanya kajian manajemen rumah sakit dengan maksud agar semua
kegiatan yang terdapat dalam rumah sakt dapat terpantau dengan maksimal. Manajemen rumah
sakit perlu dilakukan sebaik mungkin karena rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan
masyarakat baik preventif, kuratif, promotif maupun rehabilitatif sehingga pasien rawat jalan atau
rawat inap serta petugas rumah sakit terkait terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh air.
Adapun manajemen yang baik dan harus dilaksanakan pada rumah sakit mempunyai urutan sebagai
berikut yaitu perencanaan (planning), pengoranisasian (organizing), menggerakkan (actuating) dan
pengawasan atau pengendalian (controlling).
Pada intinya pengelolaan limbah rumah sakit diperlukan sejak awal kegiatan, karena
jikapenanganan awal sudah dilaksanakan diharapkan buangan tersebut tidak menimbulkan
gangguan pada instalasi pengolah limbah karena limbah rumah sakit merupakan limbah infeksius
sehingga dapat menimbulkan infeksi nosokomial yang dapat membayakan bagi pasien rawat inap
maupun karyawan (medis, non medis, perawat) yang ada pada rumah sakit
tersebut serta pengunjung atau pasien yang menjalani rawat jalan.

Anda mungkin juga menyukai