Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ubi Jalar/ Ketela Rambat ( Ipomoea batatas )


2.1.1. Sejarah Singkat
Ubi jalar atau ketela rambat atau sweet potato diduga berasal dari Benua
Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar
adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich
Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman
ubi jalar adalah Amerika Tengah.
Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim
tropika pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan
Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia (Purwono dan Purnawati, 2007).
2.1.2. Sifat Fisik dan Kimia Ubi Jalar
Ubi jalar mempunyai keragaman sifat fisik yang sangat luas berupa variasi
bentuk, ukuran, warna kulit, dan warna daging umbi yang sangat ditentukan
varietasnya. Bentuk umbi beragam, ada yang bulat-lonjong, lonjong, halus/rata, dan
berlekuk. Umbi yang lonjong dan tidak ada lekukan akan memudahkan pengupasan
sehingga rendemen umbi terkupas tinggi. Demikian pula warna kulit dan daging ubi
jalar beragam dari putih, kuning, merah, dan ungu tergantung varietasnya.
Warna kuning/orange pada umbi disebabkan oleh adanya senyawa
betakaroten yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena dapat berfungsi sebagai
provitamin A. Di samping itu, betakaroten juga dilaporkan dapat memberi
perlindungan/pencegahan terhadap kanker, penuaan dini, penurunan kekebalan,

Universitas Sumatera Utara

penyakit jantung, stroke, katarak, sengatan cahaya matahari, dan gangguan otot
(Mayne 1996). Hal ini berkaitan dengan kemampuannya untuk menangkap radikal
bebas, yang dipercaya sebagai penyebab terjadinya tumor dan kanker (Hongmin et al.
1996). Oleh karena itu, keberadaan senyawa alami tersebut merupakan suatu
kelebihan yang perlu ditonjolkan untuk meningkatkan citra ubi jalar yang selama ini
dianggap sebagai makanan inferior. Warna daging umbi juga turut menentukan jenis
dan kualitas produk yang akan dihasilkan.
Ubi jalar mempunyai komposisi kimia yang kaya karbohidrat, mineral, dan
vitamin (Tabel 2. 1). Vitamin A pada ubi jalar dalam bentuk provitamin A mencapai
7.000 SI/100 g atau dua setengah kali lebih besar dari rata-rata kebutuhan manusia,
terutama ubi jalar yang daging umbinya berwarna orange atau jingga. Demikian juga
untuk vitamin B1, B6, niasin, dan vitamin C, cukup memadai jumlahnya pada ubi
jalar. Ubi jalar mengandung gula antara 2,06,7% dan amilosa sebesar 9,826%.
Kandungan gula yang tinggi memberi rasa manis yang kuat, sedangkan amilopektin
memberikan sifat mempur/lunak.
Menurut Almatsier (2006), Vitamin A esensial untuk kesehatan dan
kelangsungan hidup, karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
infeksi, salah satu akibatnya adalah kematian pada anak, dimana perbedaan kematian
antara anak yang kekurangan dengan yang tidak kekurangan vitamin A kurang lebih
sebesar 30%. Sedangkan menurut Agus ( 2000), suplai vitamin A dapat menurunkan
23% angka kematian akibat ISPA.
Penelitian lain membuktikan fungsi lain dari vitamin A dimana dengan
melakukan percobaan pada tikus bahwa vitamin A sangat berperan penting pada

Universitas Sumatera Utara

proses belajar dan daya ingat atau memori. Para peneliti dari Institute for Biological
Studies di La Jolla, California telah membuktikan bahwa vitamin A selain berperan
besar pada pertumbuhan sistem saraf otak janin, juga berperan bagi fungsi otak
seumur hidup manusia (Anonim, 2008).
Selain mengandung zat gizi, ubi jalar juga mengandung senyawa anti gizi.
Salah satu diantaranya, adalah tripsin inhibitor yang dapat menghambat kerja enzim
tripsin sehingga menurunkan tingkat penyerapan protein. Aktivitas tripsin inhibitor
pada ubi jalar berkisar antara 7,642,6 TIU/100 g (Damardjati dan Widowati 1994
dalam Utomo et al. 1999), namun aktivitasnya dapat dihilangkan dengan perlakuan
panas, seperti perebusan, pengukusan maupun penggorengan. Komponen lain adalah
senyawa penyebab flatulensi (kembung) yang umumnya merupakan senyawa
golongan karbohidrat (stachiosa, raffinosa, verbakosa) yang tidak dapat dicerna, lalu
difermentasi oleh bakteri perut menghasilkan gas H2 dan CO2. Namun, keberadaan
senyawa tersebut dapat dikurangi melalui pemasakan.
Pada ubi jalar terdapat senyawa yang tidak berbahaya bagi kesehatan tetapi
dapat mempengaruhi preferensi konsumen terhadap produk olahannya. Senyawa
tersebut berupa ipomeaemarone, furanoterpen, koumarin dan polifenol yang
terbentuk di dalam jaringan pada saat ubi jalar terluka akibat serangan serangga atau
dikupas saat pengolahan karena kontak dengan oksigen (Onwueme 1998). Selain
menimbulkan rasa pahit, senyawa polifenol khususnya juga dapat menyebabkan
warna umbi menjadi gelap/coklat yang dapat terikut pada produk akhirnya. Gambaran
di atas menunjukkan, bahwa sifat fisik dan kimia umbi merupakan informasi yang
penting pada pengembangan teknologi pengolahan ubi jalar sebagai dasar ataupun

Universitas Sumatera Utara

penentu kriteria kualitas produk yang dihasilkan dan teknik atau proses yang akan
dilakukan.
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Ubi Jalar Tiap 100 Gram Bahan
Komposisi Kimia
Jenis Warna Daging Umbi
No.
(%)
Putih
Kuning
Orange
1. Energi (kal)
123,0
136,0
123,0
2. Protein (g)
1,8
1,1
1,8
3. Lemak (g)
0,7
0,4
0,7
4. Karbohidrat/pati (g)
27,9
32,3
27,9
5. Serat (g)
27,9
6. Abu (g)
1,2
7. Air (g)
68,5
68,5
68,5
8. Kalium (mg)
30,0
57,0
30,0
9. Fosfor (mg)
49,0
52,0
49,0
10. Natrium (mg)
5,0
11. Calsium (gr)
393,0
12. Niacin (mg)
0,6
13. Vitamin (A) (IU)
60,0
900,0
7.700,0
14. Vitamin B1 (mg)
0,9
0,1
0,9
15. Vitamin B2 (mg)
0,04
16. Vitamin (C) (mg)
22,0
35,0
22,0
Sumber : Depkes RI 1981 dalam Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan (2002).

2.1.3. Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar


Ubi jalar dapat diproses menjadi tepung yang bisa diolah menjadi aneka
produk makanan yang mempunyai nilai tambah tinggi. Proses penepungan dapat
mengkonversi bahan pangan lokal menjadi produk pangan bernilai gizi tinggi,
bernilai tambah, dan bercita rasa sesuai selera masyarakat, serta harganya terjangkau
oleh masyarakat luas. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli pangan bahwa
pemanfaatan bahan pangan berkarbohidrat tinggi dalam bentuk tepung lebih
menguntungkan, karena lebih fleksibel, mudah dicampur (dibuat komposit), dapat
diperkaya gizinya (fortifikasi), ruang tempat lebih efisien, daya tahan simpan lebih

Universitas Sumatera Utara

lama, dan sesuai dengan tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno,
2000).
Komposisi kimia tepung ubi jalar tergantung pada varietas ubi jalar dan
lingkungan. Hasil pengamatan warna dan analisis proksimat tepung dari ketiga
varietas ubi jalar yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2.2. Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar
No.
Parameter
Tepung ubi jalar Tepung ubi jalar
(%)
putih
Orange
1. Kadar air
10,99
6,77
2. Kadar abu
3,14
4,71
3. Protein
4,46
4,42
4. Lemak
1,02
0,91
5. Karbohidrat
84,83
83,19
6. Serat
4,44
5,54

Tepung ubi
jalar ungu
7,28
5,31
2,79
,81
83,81
4,72

Sumber : Susilawati dan Medikasari, (2008)

2.2. Biskuit
2.2.1. Pengertian Biskuit
Menurut Masye Manaffe (1999) biskuit merupakan sejenis makanan yang
terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dengan proses
pencetakan dan pemanasan.
Dalam SNI. 01.2973.1992 biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat
dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan
pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di
ijinkan. Biskuit dapat dikelompokkan menjadi :

Universitas Sumatera Utara

a)

Biskuit Keras
Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk
pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar
lemak tinggi atau rendah.

b)

Biskuit Crackers
Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalaui proses
fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke asin dan
renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

c)

Cookies
Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak
tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

d)

Wafer
Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar,
renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

2.2.2. Bahan- bahan dalam Pembuatan Biskuit Ubi Jalar


1) Tepung Terigu
Untuk menghasilkan biskuit yang bermutu tinggi, yang sangat ideal atau
cocok digunakan adalah tepung terigu. Tepung terigu mempunyai kadar protein 11%13%, dihasilkan dari penggilingan 100% gandum. Jenis tepung ini digolongkan
sebagai tepung terigu yang mengandung protein tinggi, mudah dicampur dan

Universitas Sumatera Utara

diragikan, dapat menyesuaikan dengan suhu yang diperlukan, berkemampuan


menahan udara/gas dan mempunyai daya serap tinggi (Aliem,1995).
2) Baking Powder
Baking powder sebagai bahan pengembang dipakai secara luas dalam
produksi kue kering. Baking powder merupakan bahan pengembang hasil reaksi asam
dengan natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan berlangsung baking powder
menghasilkan gas CO2 dan residu yang tidak bersifat merugikan pada biskuit. Fungsi
baking powder dalam pembuatan biskuit adalah mengembangkan adonan dengan
sempurna, menyeragamkan remahan dan menjaga kue agar tidak rusak (Aliem,
1995).
3) Gula
Gula yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah gula halus agar mudah
larut dan hancur dalam adonan. Gula harus benar-benar kering dan tidak
menggumpal. Gula yang tidak kering akan mempengaruhi adonan karena adonan
akan menggumpal, sedangkan adonan yang menggumpal tidak bisa bercampur rata
dengan bahan lainnya sehingga rasanya tidak merata dan kemungkinan besar hasil
pembakaran tidak merata. Pemakaian kadar gula yang tinggi apabila tidak diimbangi
dengan kadar lemak yang dengan komposisi tepat akan menghasilkan biskuit keras.
4) Lemak
Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit, karena
berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, manambah aroma dan
menghasilkan tekstur produk yang renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa digunakan

Universitas Sumatera Utara

dalam pembuatan biskuit yaitu dapat berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak
nabati (margarine) atau campuran dari keduanya (Hanny Wijaya, 2002). Lemak yang
digunakan dalam pembuatan biskuit harus memiliki daya stabilitas yang tinggi karena
biskuit akan disimpan dalan waktu lama dan biskuit mudah tengik.
5) Air
Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam
pembuatan biskuit

berfungsi sebagai pelarut bahan secara merata, memperkuat

gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan ( Aliem,1995).


6) Garam
Dalam pembuatan biskuit garam berfungsi memberi rasa dan aroma,
memperkuat gluten dan memberi warna lebih putih pada remahan (Aliem,1995).
Dalam pembuatan biskuit garam digunakan dalam adonan dan bahan pelapis adonan
sehingga menghasilkan produk biskuit yang renyah.
7) Susu Bubuk
Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk yang
merupakan hasil pengeringan dari susu segar. Susu ini memiliki reaksi mengikat
terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk
meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk (U. S
Wheat Asociation,1983:35

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Prosedur Pembuatan Biskuit Ubi Jalar Ungu


Ubi dibakar/panggang selama 10 menit

Dikupas

Blender

Campurkan ubi dengan campuran


tepung sampai benar-benar rata dan
sampai agak kering

Campur tepung, baking


powder, gula dan garam

Lumuri adonan dengan tepung,


uleni sampai benar-benar rata

Adonan dipipihkan
setebal 2 mm

Dicetak dalam bentuk lingkaran,


dengan (diameter) 3 cm dan
permukaan rata.
Letakkan biskuit pada loyang
tanpa diolesi margarine,
mentega ataupun minyak
Oven dengan suhu 4000F
selama 10 menit atau sampai
benar-benar matang/berubah
warna, waktu < 15 menit

Angkat dinginkan dan


kemas dalam kemasan
kedap udara

Gambar 1 :
Skema Proses Pembuatan Biskuit Ubi Jalar
Sumber : Mufidasari, 2008

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Persyaratan Mutu Biskuit


Mutu biskuit dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek sifat tersembunyi yaitu
kadar zat-zat tertentu yang terkandung di dalamnya (obyektif) dan aspek inderawi
(subyektif).
1. Mutu Biskuit Ditinjau Dari Aspek Sifat Tersembunyi (Obyektif)
Penilaian mutu biskuit ditinjau dari aspek ini dapat dilakukan secara
laboratoris dengan analisis kimia. Syarat mutu biskuit yang telah ditetapkan oleh
Departemen Perindustrian tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI. 012973-1992).
Tabel 2.2. Syarat Mutu Biskuit
No
Kriteria Uji Satuan
1 Keadaan
a. Bau
b. Rasa
c. Warna
d. Tekstur
2 Air,%,b/b
3 Protein,%,b/b
4 Abu,%,b/b
5 Bahan Tambahan Makanan
a. Pewarna
b. Pemanis
6 Cemaran logam
a. Tembaga (Cu),mg/kg
b. Timbal (Pb), mg/kg
c. Seng (Zn),mg/kg
d. Raksa (Hg), mg/kg
7 Arsen (As), mg/kg
8 Cemaran mikroba
a. Angka lempeng total
b. Coliform
c. E. Coli
d. Kapang

Klasifikasi Biskuit
Normal
Normal
Normal
Normal
Maks.5
Min.8
Maks.2
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada
Maks 10,0
Maks 1,0
Maks 40,0
Maks 0,05
Maks 0,5
Maks 1,0x106
Maks 20
<3
Maks 1,0x102

Sumber : Departemen perindustrian, 1992

Universitas Sumatera Utara

2. Mutu Biskuit Ditinjau Dari Aspek Inderawi (Subyektif)


Penilaian mutu biskuit ditinjau dari aspek sifat karakteristik bahan dengan
menggunakan indera manusia meliputi beberapa hal yaitu : warna, aroma, rasa dan
tekstur (Hanny Wijaya, 2002).
1) Warna
Warna yang baik untuk biskuit adalah kuning kecokelatan dan tergantung
bahan yang digunakan. Warna tepung akan berpengaruh terhadap warna
biskuit yang dihasilkan. Warna tepung yang putih akan menghasilkan biskuit
yang kuning kecokelatan, sedang warna tepung yang agak kekuningan akan
menghasilkan biskuit yang warnanya lebih cokelat.
2) Aroma
Aroma biskuit didapat dari bahan-bahan yang digunakan, dapat memberikan
aroma yang khas dari butter dan lemak sebagai bahan pembuatan biskuit. Jadi
aroma biskuit adalah harum juga sesuai dengan bahan yang digunakan.
3) Rasa
Rasa biskuit cenderung lebih dekat dengan aroma. Rasa biskuit yang baik
adalah gurih dan cenderung asin sesuai dengan bahan yang digunakan dalam
membuat adonan.
4) Tekstur
Biskuit yang baik mempunyai tekstur renyah dan bila dipatahkan penampang
potongannya berlapis-lapis.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Pola Konsumsi Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar


Dewasa ini perilaku mengkonsumsi makanan jajanan menunjukkan adanya
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat
mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan
sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita
rasa yang enak dan cocok dengan selera sebagian besar masyarakat (Moehji, 1998).
Makanan jajan yang pada umumnya digemari masyarakat adalah makanan
kecil ringan yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan dan bersifat tidak
mengenyangkan. Biskuit adalah salah satu jenis makanan kecil yang banyak dijual di
pasaran dengan berbagai variasi bentuk, rasa dan kadang ditambah dengan berbagai
macam isi dan taburan (Moehji, 1998).
Pada umumnya anak-anak pada usia sekolah memilih makanan jajanan yang
disukai saja, dan sebagian besar makanan jajanan tersebut mengandung tinggi
karbohidrat, sehingga membuat cepat kenyang, selain itu keamanan dan kesehatan
dari jajanan tersebut masih sangat diragukan. Makanan yang tidak cukup
mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan anak, akan menyebabkan perubahan
metabolisme dalam otak, sehingga mengakibatkan ketidakmampuan berfungsi secara
normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan
pertumbuhan terganggu, jumlah sel otak berkurang, dan terjadi ketidaksempurnaan
biokimia dalam otak sehingga berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan dan
fungsi kognitif anak (Kumalasari, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.4. Daya Terima


Pengolahan terhadap cita rasa untuk menunjukkan penerimaan konsumen
terhadap suatu bahan makanan umumnya dilakukan dengan alat indera manusia.
Bahan makanan akan diujicobakan kepada beberapa orang panelis pencicip. Masingmasing panelis akan memberi nilai terhadap cita rasa bahan tersebut. Jumlah nilai dari
para panelis akan menentukan mutu atau penerimaan terhadap bahan yang diuji.
Penilaian daya terima menggunakan uji organoleptik metode hedonik meliputi
warna, aroma, rasa dan tekstur (Misnawi dan Wahyudi, 1999). Penilaian organoleptik
disebut juga penilaian dengan indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara
penilaian yang paling sederhana. Penilaian organoleptik banyak digunakan untuk
menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian dengan cara ini
banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadangkadang penilaian ini dapat memberikan hasil penelitian yang sangat teliti, sifat
subjektif pangan lebih umum disebut organoleptik atau sifat inderawi karena
penilaian didasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indera (Soekarto, 2002).
Soekarto (2000), mengemukakan bahwa uji penerimaan meliputi uji kesukaan
(hedonik) dan uji mutu hedonik. Dalam uji hedonik panelis diminta untuk
menyatakan tanggapan pribadinya tentang tingkat kesukaan terhadap suatu produk.
Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik yang dapat direntangkan atau diciutkan
menurut rentangan skala yang dikehendaki. Kemudian dalam analisis data skala
hedonik tersebut ditransformasikan dalam skala numerik dan dilakukan analisis
statistik.

Universitas Sumatera Utara

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Ubi jalar orange

Tepung Ubi jalar Orange


(50%, 60%, 70%)

Biskuit
Ubi jalar Orange

Daya Terima Siswa SD

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian


Bagan diatas menjelaskan bahwa untuk mengetahui bagaimana daya terima
siswa sekolah dasar terhadap pemberian biskuit ubi jalar orange di SD Negeri 097377
Desa Ujung Bawang Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun dengan
substitusi tepung ubi jalar orange yang bervariasi yaitu 50%, 60% dan 70% dari
jumlah tepung terigu yang digunakan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai