Anda di halaman 1dari 11

Agrium ISSN 0852-1077 (Print) ISSN 2442-7306 (Online)

April 2019 Volume 22 No.1

PENGGUNAAN DAUN GAMAL (Gliricidia sepium) DAN SENGON


(Falcataria moluccana) PADA PROSES PERCEPATAN PEMATANGAN BUAH
PISANG AMBON PUTIH
Asri Widyasanti*), Huda Nurul Quddus, Sarifah Nurjanah
Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Industri Pertanian,
Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363, Indonesia
Correspondence author: asri.widyasanti@unpad.ac.id

Abstrak
Pemeraman merupakan cara untuk mempercepat serta menyeragamkan kematangan buah pisang
ambon putih. Salah satu cara untuk pemeraman buah pisang yaitu pemeraman dengan menggunakan daun
tanaman. Jenis tanaman yang daunnya biasa digunakan dalam pemeraman adalah daun gamal dan daun
sengon. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan buah pisang ambon putih yang
diperam tanpa daun, daun gamal, dan daun sengon. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen
laboratorium dengan analisis deskriptif. Perlakuan pada penelitian ini adalah proses pemeraman tanpa
daun, pemeraman dengan daun sengon, serta pemeraman dengan daun gamal, masing-masing diulang
sebanyak 3 kali. Bobot daun tanaman yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 30% dari bobot buah
yang diperam. Parameter yang diamati pada proses pemeraman ini adalah kadar air, Total Padatan
Terlarut, kekerasan, laju respirasi, warna, serta susut bobot. Perlakuan terbaik adalah buah pisang yang
diperam dengan menggunakan daun sengon. Nilai terbaik yang dihasilkan pada perlakuan daun sengon
ini diantaranya adalah nilai Total Padatan Terlarut (TPT) tertinggi berkisar 4,00-24,83% Brix, nilai
kekerasan (bioyield point dan flesh firmness) terendah yang terjadi pada pangkal buah masing-masing
bernilai 2522,06±1427,08 kg dan 868,62±517,90 kg, serta warna (nilai lightness) tertinggi yang terjadi
pada pangkal buah dengan nilai 71,57.
Kata kunci: Buah pisang ambon putih, daun gamal, daun sengon,pemeraman

THE APLICATION OF GAMAL (Gliricidia sepium) AND SENGON


(Falcataria mollucana) LEAVES FOR ACCELERATING THE MATURATION
PROCESS OF CAVENDISH BANANA
Abstract
Curing is a way to accelerate and uniform the maturity of ripeness cavendish banana. One way to
curing the banana is by using plant leaves. Types of plants whose leaves are commonly used in curing are
gamal leaves and sengon leaves. The purpose of this research were to know the effect of the use of gamal
leaf and sengon leaf on the curing process and to know the comparison of cavendish banana fruit
characteristics without leaf, gamal leaf, and sengon leaves. This research used laboratory experiment
method with descriptive analysis. Treatment in this research was the process of ripening without leaf,
with sengon leaves, and with gamal leaves, each repeated 3 times. The leaves weight used in this research
is 30% of the weight of the fruit ripened. Parameters observed in this ripening process are moisture
content, Total Dissolved Solids, hardness, respiration rate, color, and weight loss. The best treatment was
a banana that is ripened by using sengon leaves. The best value produced on the sengon leaves treatment
was the highest value of Total Dissolved Solids (TDS) ranged from 4.00 to 24.83% Brix, the lowest
hardness (bioyield point and flesh firmness) values occurring at the base of each fruit were
2522.06±1427.08 kg and 868.62±517.90 kg, and the highest color (lightness value) that occurs at the
base of the fruit with a value of 71.57.
Keywords: Cavendish banana, gamal leaves, sengon leaves, curing

PENDAHULUAN Biasanya banyak dijumpai di pasar-pasar


Pisang merupakan salah satu jenis buah tradisional maupun supermarket untuk disajikan
yang dapat dikonsumsi langsung. Di Indonesia sebagai buah meja. Effendi (2009) memaparkan
sendiri buah pisang banyak dibudidayakan oleh bahwa pisang ambon ini memiliki laju
masyarakat. Salah satu jenis buah pisang yang pertumbuhan yang sangat cepat dan terus
digemari adalah buah pisang ambon putih. menerus sehingga menghasilkan jumlah pisang
Pisang ambon putih ini merupakan salah satu yang banyak.
jenis dari buah pisang ambon selain pisang Proses pematangan buah pisang dapat
ambon kuning dan pisang ambon lumut. dilakukan pemeraman menggunakan daun

34
DOI:https://doi.org/10.30596/agrium.v21i3.2456
Asri Widyasanti, Huda Nurul Quddus, Sarifah Nurjanah

tanaman, karbit, pengasapan, ethrel, dan gas menggunakan daun (sampel A), pemeraman
etilen atau asetilen (Prabawati, 2008). dengan menggunakan daun sengon (sampel B),
Prosespematangan secara alami pada buah dan pemeraman dengan menggunakan daun
pisang bisa menggunakan daun tanaman dengan gamal (sampel C). Bobot daun sengon dan daun
bahan yang digunakan mudah didapat. Beberapa gamal pada proses pemeraman berlangsung
daun tanaman yang memiliki kemampuan sebesar 30% dari bobot buah pisang yang
merangsang pematangan buah adalah daun diperam. Buah pisang yang diperam disimpan di
gamal dan daun sengon. Penggunaan daun dalam peti pemeraman berbahan dasar kardus.
tanaman pada pemasakan buah lebih aman dan Untuk perlakuan pemeraman menggunakan daun
bebas dari bahan kimia. Daun dari kedua jenis mula-mula sebagian daun dimasukkan ke dalam
tanaman ini juga memiliki banyak kandungan kardus sebagai alasnya. Kemudian pisang
gas etilen yang berguna dalam mempercepat diletakkan di atasnya dan disusun rata dengan
pemasakan buah (Waspodo dkk., 1993). diberi jarak antar pisang tersebut. Setelah itu
Daun gamal dan daun sengon dapat dimasukkan sisa daunnya di atas buah pisang
mempercepat pemasakan buah pisang, terutama hingga tertutup secara merata. Sedangkan untuk
buah pisang ambon putih. Menurut Waspodo, perlakuan tanpa daun, buah pisang disimpan di
dkk. (1993), efektifitas penggunaan daun gamal dalam kardus langsung. Buah pisang di simpan
dan sengon pada proses pemeraman buah pisang pada suhu ruang dan tertutup dalam kardus
ditandai oleh perubahan warna kulit yang lebih dengan pemeraman buah secara tunggal.
cepat dari hijau menjadi kuning, perubahan Dari ketiga perlakuan di atas, buah yang
tingkat kekerasan, penurunan kadar pati, dan sudah diperam tersebut kemudian dilakukan
peningkatan kandungan gula. Oleh karena itu penyimpanan. Buah pisang yang diperam
pada penelitian ini dilakukan proses pemeraman tersebut disimpan selama 7 hari dan diselingi
buah pisang dengan membandingkan dengan pengujian mutu buah pisang tersebut
penggunaan daun gamal, daun sengon, dan tanpa selama diperam. Pengujian yang dilakukan pada
daun. Parameter yang amati pada penelitian ini proses pemeraman yaitu pengujian laju respirasi,
yaitu laju respirasi, kadar air, Total Padatan kadar air, Total Padatan Terlarut, kekerasan,
Terlarut (TPT), kekerasan, warna, serta susut warna, dan susut bobot.
bobot selama pemeraman berlangsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
METODE PENELITIAN Karakteristik Buah Pisang Ambon Putih
Bahan utama penelitian yang akan Pisang ambon putih merupakan salah satu
digunakan dalam proses pematangan buah yaitu jenis dari buah pisang ambon. Pada saat matang,
buah pisang ambon putih yang berasal dari buah pisang ambon putih akan berwarna kuning
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Bahan pemacu keputihan dengan warna daging buah putih
pematangan yang digunakan yaitu daun gamal sampai putih kekuningan. Mutu pisang yang baik
dan daun sengon yang digunakan sebanyak 30% sangat ditentukan oleh tingkat ketuaan buah dan
dari bobot buah pisang yang diperam. Sedangkan penampakannya. Tingkat ketuaan buah diukur
bahan penunjang lainnya dalam penelitian ini berdasarkan umurnya, sedangkan penampakan
yaitu aquades, dan reagen untuk uji laju respirasi yang baik diperoleh dari penanganan pascapanen
diantaranya larutan Ca(OH)2 jenuh, larutan yang baik. Tingkat kematangan buah pisang
NaOH 0,01 N, larutan NaOH 0,05 N, larutan ambon putih yang diperam pada penelitian ini
HCl 0,05 N, dan indikator phenolftalein (pp) 1%. yaitu ¾ penuh atau kurang lebih berumur 80 hari
Metode penelitian yang digunakan adalah setelah pembungaan (Satuhu dan Supriyadi,
metode eksperimental dengan analisis deskriptif. 2008).
Buah pisang ambon putih yang Jumlah buah pisang yang digunakan pada
digunakan dalam penelitian ini dipanen dengan penelitian ini sebanyak 14 kg dengan masing-
tingkat kematangan ¾ penuh. Buah yang sudah masing kebutuhan untuk pengujian destruktif dan
dipanen terlebih dahulu dilakukan penyisiran non-destruktif sebanyak 12 kg dan 2 kg. Buah
dari bentuk tandan menjadi tunggal. Kemudian pisang ambon putih yang digunakan pada proses
dilakukan proses sortasi, proses ini memisahkan pemeraman yaitu berkisar 164-207 gram per
buah yang utuh dengan buah yang cacat. buah dengan proses pemeraman secara tunggal.
Selanjutnya buah dibersihkan dengan cara dilap Proses pematangan buah pisang dilakukan
untuk membersihkan permukaan kulit buah dari dengan cara pemeraman menggunakan daun
kotoran dan getah yang menempel. Dan sebelum tanaman, Daun tanaman yang digunakan yaitu
dilakukan proses pemeraman, buah pisang daun gamal dan daun sengon. Daun tanaman
ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan (daun gamal/daun sengon) yang digunakan
bobot awal buah. dalam proses pemeraman yaitu 30% dari bobot
Pada saat pemeraman buah pisang buah pisang yang diperam dengan rata-ratanya
dilakukan 3 perlakuan, yaitu pemeraman tanpa sebesar 54,05±3,45 gram per buah.

35
DOI:https://doi.org/10.30596/agrium.v21i3.2456
PENGGUNAAN DAUN GAMAL (Gliricidia sepium) DAN SENGON (Falcataria moluccana)

Buah pisang yang diperam ini disimpan daun tanaman. Hal ini dikarenakan pada saat
pada suhu ruang. Berdasarkan penelitian proses pemeraman berlangsung, buah pisang
Rahmawati (2010), buah pisang yang mengalami yang diperam dengan menggunakan daun
proses pematangan paling cepat terjadi pada tanaman berespirasi lebih cepat dibandingkan
buah yang disimpan pada suhu ruang (±27 oC) dengan buah pisang yang diperam tanpa
yaitu selama 6 hari. Pada proses pemeraman ini menggunakan daun. Pada daun gamal dan daun
dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban sengon terkandung gas etilen yang dapat
relatif yang diukur setiap hari pada pagi, siang, mempercepat proses pematangan buah, sehingga
dan malam hari. Hasil pengukuran suhu ruang buah pisang yang diperam memiliki laju respirasi
berkisar antara 22,45-26,90oC dengan rata-rata yang lebih cepat dibandingkan dengan buah yang
sebesar 24,81±1,22oC. Sedangkan kelembaban diperam tanpa menggunakan daun.
relatif (RH) pada proses pemeraman buah pisang Pada sampel buah yang diperam dengan
ini berkisar 65,50-83,00% dengan rata-rata menggunakan daun sengon menunjukkan adanya
sebesar 75,28±4,54%. pra-klimakterik, puncak klimakterik, dan
senescene. Pra-klimakterik pada sampel tersebut
Laju Respirasi Buah Pisang Ambon Putih terjadi dari hari pertama pemeraman hingga hari
selama Pemeraman ke-4, kemudian di hari ke-4 terjadi puncak
Respirasi merupakan proses metabolisme klimakterik, dan selanjutnya fase senescene yang
oksidatif yang mengakibatkan perubahan- terjadi setelah hari ke-4. Puncak klimakterik
perubahan fisikokimia pada buah yang sudah menunjukkan tercapainya tingkat kematangan
dipanen sehingga dapat digunakan sebagai yang optimal bagi buah. Sedangkan pada sampel
petunjuk yang baik untuk daya simpan buah yang diperam tanpa daun dan daun gamal tidak
sesudah dipanen dan penentuan kegiatan menunjukkan adanya puncak klimakterik dan
metabolisme jaringan (Werdiningsih, 2008). senescene, dikarenakan pada grafik tersebut
Perubahan laju respirasi dapat dipengaruhi oleh menunjukkan laju respirasi yang meningkat terus
berkurangnya komposisi O2 tergantung pada hingga hari ke-7.
kondisi fisiologis buah. Pengukuran laju respirasi
dengan jalan pertukaran gas O2 yang terlepas Pengaruh Pemeraman terhadap Pematangan
merupakan cara yang paling tepat. Pengukuran Buah Pisang Ambon Putih
laju respirasi berdasarkan pada produksi CO2 dan
konsumsi O2 yang dinyatakan dalam millimeter Kadar Air
CO2 per kilogram produk per jam (mm Kandungan air pada daging buah pisang
CO2/kg.jam). bertambah seiring dengan meningkatnya proses
Pengukuran laju respirasi pada proses pematangan. Penambahan air berasal dari
pemeraman buah pisang ambon putih ini pemecahan karbohidrat (glukosa) dalam respirasi
dilakukan dalam 3 perlakuan, yaitu pemeraman menjadi karbondioksida, energi, dan air
tanpa daun (sampel A), pemeraman dengam (Loesecke, 1950). Perubahan tersebut disebabkan
menggunakan daun sengon (sampel B), serta juga oleh adanya tekanan osmose yang
daun gamal (sampel C). Hasil pengukuran laju mengakibatkan perpindahan air dari kulit ke
respirasi disajikan di Gambar 1. daging buah (Pujimulyani, 2009). Pengukuran
kadar air buah pisang ambon putih ini dilakukan
dengan metode gravimetri, yaitu pengukuran
kadar air dengan menggunakan oven. Hasil
pengukuran kadar air disajikan di Gambar 2.

Gambar 1. Grafik perbandingan laju respirasi buah


pisang ambon putih pada berbagai
perlakuan pemeraman

Berdasarkan hasil dari pengukuran laju Gambar 2. Grafik perbandingan kadar air buah pisang
respirasi, nilai kadar air tertinggi terjadi pada ambon putih pada berbagai perlakuan
sampel yang diperam dengan menggunakan daun pemeraman
gamal. Sedangkan sampel yang diperam tanpa
menggunakan daun memberikan nilai terendah Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dibandingkan dengan sampel yang menggunakan perubahan nilai kadar air pada buah pisang

36
DOI:https://doi.org/10.30596/agrium.v21i3.2456
Asri Widyasanti, Huda Nurul Quddus, Sarifah Nurjanah

ambon putih semakin meningkat seiring dengan pada proses pemeraman tersebut terjadi
proses pematangan berlangsung. Hal ini perbedaan kematangan buah pisang ambon tiap
disebabkan oleh pisang ambon putih masih sampelnya.
melakukan proses respirasi selama pemeraman Berdasarkan hasil grafik tersebut,
berlangsung. Rata-rata nilai kadar air pada proses kenaikan nilai TPT yang signifikan terjadi pada
pemeraman tanpa daun, dengan menggunakan sampel yang diperam dengan menggunakan daun
daun sengon dan daun gamal masing-masing sengon dan daun gamal masing-masing berkisar
sebesar 67,88%, 67,70% dan 68,41%. Nilai rata- antara 4,00-24,83% Brix dan 4,00-24,63% Brix.
rata kadar air tertinggi terjadi pada sampel yang Sedangkan kenaikan nilai TPT yang terkecil
diperam dengan menggunakan daun gamal. terjadi pada sampel tanpa daun yaitu berkisar
Sedangkan nilai terendah terjadi pada proses antara 4,00-16,47% Brix. Nilai TPT tertinggi
pemeraman tanpa daun. Namun, pada proses dihasilkan pada sampel yang diperam
penelitian ini terdapat beberapa sampel yang menggunakan daun sengon yaitu sebesar 24,83%
nilai kadar airnya turun pada hari ke-5 dari Brix pada hari ke-7. Perubahan persentasi TPT
semua perlakuan dan hari ke-6 pada perlakuan pada proses pemeraman ini disebabkan karena
daun gamal. Hal ini dikarenakan pada pengujian perombakan karbohidrat (cadangan energi untuk
kadar air ini menggunakan sampel destruktif, proses metabolisme selama proses pematangan)
yaitu sampel yang digunakan hanya satu kali tiap menjadi gula sederhana sehingga terjadi
pengujiannya sehingga sampel yang digunakan akumulasi gula (glukosa dan fruktosa) (Sumadi,
memiliki tingkat kematangan yang berbeda dkk; 2004).
dengan sampel yang diuji pada hari sebelumnya Menurut Sjaifullah (1996), kandungan
atau setelahnya. total padatan terlarut pada suatu bahan
menunjukkan kandungan gula yang terdapat
Total Padatan Terlarut (TPT) pada bahan tersebut. Pengamatan ini berguna
Pengukuran Total Padatan Terlarut (TPT) sebagai indikator adanya perubahan atau
pada buah pisang ambon putih ini menggunakan kerusakan dalam suatu bahan. Pujimulyani
alat hand refractometer. Buah pisang yang akan (2009) menambahkan bahwa selama
diuji TPT nya mula-mula dihancurkan terlebih pematangan, terjadi peningkatan jumlah gula-
dahulu menggunakan lumpang dan alu agar halus gula sederhana yang memberi rasa manis,
dan dapat diambil airnya. Kemudian air tersebut penurunan asam-asam organik, dan senyawa
diteteskan ke atas lempengan kaca hand fenolik yang mengurangi rasa masam dan sepat,
refractometer dan hasilnya dapat dilihat dari serta kenaikan minyak atsiri yang memberi
skala yang ditunjukkan pada alat tersebut. Hasil flavor khas pada buah. Gula utama pada pisang
pengukuran TPT disajikan di Gambar 3. matang adalah sukrosa. Pada proses pemeraman
ini, kandungan gula yang terbesar terjadi pada
sampel yang diperam dengan menggunakan daun
sengon.
Proses respirasi yang terjadi pada produk
bahan pertanian selama penyimpanan akan
menggunakan substrat pada jaringan tersebut.
Menurut Pantastico (1989), terdapat 3 substrat
yang digunakan dalam proses respirasi, yaitu
asam lemak, gula (karbohidrat), dan asam amino.
Winarno (1981) menyatakan bahwa rasa manis
pada pisang terjadi karena perubahan kandungan
pati menjadi fruktosa dan glukosa sampai pati
Gambar 3. Grafik perbandingan TPT buah pisang tersebut habis, sedangkan jumlah sukrosa
ambon putih pada berbagai perlakuan meningkat. Sehingga, selama pematangan
pemeraman
berlangsung kandungan pati pada buah pisang
menurun dari sekitar 20-25% pada pisang
Nilai TPT berpengaruh terhadap lamanya
mentah menjadi 1-6% pada pisang matang
penyimpanan. Semakin lamanya penyimpanan
(Rahmawati, 2010), sedangkan nilai TPT
berlangsung, maka semakin tinggi nilai TPT
meningkat dari mentah sekitar 4-5% menjadi
yang dihasilkan pada buah pisang tersebut.
matang sekitar 24-25%. Terjadinya perubahan
Namun, pada beberapa sampel terjadi penurunan
pati menjadi gula disebabkan oleh aktivitas
nilai TPT, seperti pada sampel tanpa daun hari
enzim. Menurut Pujimulyani (2009), terdapat
ke-3 dan ke-6, dan sampel menggunakan daun
beberapa enzim yang mampu memecah pati
gamal pada hari ke-5. Hal ini dipengaruhi oleh
menjadi gula yaitu fosforilase, α-amilase, β-
perbedaan sampel pada pengujian TPT tiap
amilase, dan glukoamilase.
harinya dikarenakan sampel yang digunakan
tersebut merupakan sampel destruktif, sehingga

37
DOI:https://doi.org/10.30596/agrium.v21i3.2456
PENGGUNAAN DAUN GAMAL (Gliricidia sepium) DAN SENGON (Falcataria moluccana)

5.000 kg, sehingga untuk pengukuran kekerasan


Kekerasan ini ada beberapa sampel yang tidak terdeteksi.
Kekerasan merupakan salah satu dari Hasil dari pengukuran ini menunjukkan
parameter kesegaran buah yang nilainya bahwa nilai kekerasan pisang ambon putih
tergantung pada ketebalan kulit buah, kandungan selama pematangan menurun seiring dengan laju
total zat padat, dan kandungan pati pada bahan. respirasi, perubahan warna, dan masa simpan
Buah yang masak memiliki nilai kekerasan yang yang bertambah. Namun, laju penurunan tingkat
kecil bila dibandingkan dengan buah yang kekerasan berbeda-beda untuk setiap perlakuan
mentah. Perubahan kekerasan buah pisang diukur pemeraman. Krishnamoorthy, 1981 menambah-
dengan menggunakan alat yaitu texture analyzer kan bahwa pelunakan buah terjadi karena pada
(TA). Nilai kekerasan yang diukur menggunakan saat pemasakan buah terjadi peningkatan
alat TA pada proses pemasakan buah pisang respirasi, produksi etilen serta terjadi akumulasi
ambon putih ini ada 2, yaitu nilai kekerasan pada gula, perombakan klorofil, dan senyawa lain.
kulit buah (bioyield point) dan nilai kekerasan Penurunan kekerasan pada pisang masak
pada daging buah (flesh firmness). Titik pada suhu tinggi disebabkan karena selama
kekerasan yang diukur pada tiap sampel itu pemeraman terjadi hidrolisa karbohidrat dan
berada pada titik pangkal, tengah, dan ujung dari susut bobot yang tinggi. Salvador (2007)
buah pisang ambon putih. Tujuannya adalah menyatakan penurunan kekerasan atau terjadinya
untuk membandingkan perubahan nilai kelunakan selama pemeraman berhubungan
kekerasan di setiap titik tersebut. dengan tiga proses, yaitu (1) pemecahan
Pengukuran bioyield point pada uji karbohidrat menjadi gula sederhana dimana
kekerasan menggunakan alat TA terhadap buah granula-granula pada pati mempunyai fungsi
pisang merupakan pengukuran nilai kekerasan struktural di dalam sel; (2) pemecahan dinding
kulit luar buah pisang. Rata-rata nilai bioyield sel pada lamela tengah karena kelarutan
point yang diukur secara keseluruhan sebesar substansi pektin sehingga ikatan kimia pada
3296,67 kg yang berkisar antara 1139,54– dinding sel mengalami perubahan; serta (3)
6501,70 kg. Bagian buah pisang yang cenderung perpindahan atau migrasi air dari kulit kedalam
cepat lunak seiring dengan lamanya pemeraman daging buah karena osmosis.
terjadi pada bagian pangkal buah. Sedangkan
pada bagian tengah buah terjadi penurunan Warna
kekerasan yang sangat lama bila dibandingkan Warna merupakan salah satu komponen
dengan bagian ujung dan pangkal. mutu yang biasa digunakan untuk menentukan
Penggunaan alat TA selain mengukur tingkat kematangan buah yang berhubungan
kekerasan buah pisang pada kulitnya, diukur juga dengan umur simpan buah. Secara umum
kekerasan pada daging buahnya (flesh firmness). perubahan warna yang terjadi saat proses
Pengukuran ini sama seperti halnya pada pematangan adalah hilangnya warna hijau pada
pengukuran bioyield point, yaitu mengukur buah. Menurut Diennazola (2008), perubahan
kekerasan pada pangkal, tengah, dan ujung buah. warna yang terjadi selama proses pematangan
Nilai flesh firmness yang diukur secara diakibatikan karena terdegradasinya komponen
keseluruhan rata-rata sebesar 1096,71 kg yang klorofil dan terjadinya sintesis karotenoid.
memiliki rentang antara 392,32-2405,99 kg. Selama proses pematangan akan terjadi
Bagian buah pisang yang cenderung cepat lunak perubahan warna kulit buah pisang mulai dari
seiring dengan lamanya pemeraman terjadi pada hijau ketika masih mentah hingga menjadi
bagian ujung buah. Sedangkan pada bagian kuning pada saat matang penuh dan akhirnya
tengah buah terjadi penurunan kekerasan yang busuk. Perubahan warna, penampakan buah, dan
sangat lama bila dibandingkan dengan bagian kelunakan buah merupakan tanda-tanda buah
ujung dan pangkal. Rata-rata penurunan nilai matang. Tanda-tanda buah pisang ambon putih
kekerasan tertinggi terjadi pada sampel yang matang adalah pada saat kulit buah berubah
diperam dengan menggunakan daun sengon, baik menjadi berwarna kuning terang dengan daging
pada kulit buah (bioyield point) maupun pada berwarna putih.
daging buah (flesh firmness). Penentuan perubahan warna kulit buah
Dari hasil pengukuran bioyield point dan pisang ambon putih selama pemeraman
flesh firmness, nilai yang tertinggi berlangsung menggunakan alat kromameter.
mengekspresikan bahwa buah yang diuji mampu Hasil pengujian warna didapatkan nilai L*, a*,
menahan besaran gaya maksimum yang dan b*. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, maka
ditunjukkan pada nilai yang tertera di TA. Nilai dapat ditentukan nilai lainnya seperti chroma (C)
maksimum TA yang digunakan pada pengukuran dan derajat hue (H).Hasil pengujian warna yang
kekerasan ini sebesar 5.000 kg. Sedangkan pada meliputi nilai kromameter L*, C, dan H.
sampel buah pisang yang masih mentah memiliki Notasi L* menunjukkan tingkat kecerahan
nilai kekerasan yang tinggi, bisa mencapai di atas pada buah pisang ambon putih. Nilai L* berkisar

38
DOI:https://doi.org/10.30596/agrium.v21i3.2456
Asri Widyasanti, Huda Nurul Quddus, Sarifah Nurjanah

antara 0 hingga 100, dimana 0 menunjukkan maka semakin tegas warna yang diukur. Nilai C
tingkat kecerahan yang rendah (hitam), tertinggi terjadi pada sampel A pada hari ke-6 di
sedangkan 100 menunjukkan tingkat kecerahan bagian ujung buah dengan nilai 43,48±0,77.
yang tinggi (putih). Berdasarkan hasil pengujian Sedangkan nilai terendah terjadi pada sampel B
warna, nilai L* pada proses pemeraman buah pada hari ke-3 di bagian ujung buah dengan nilai
pisang ambon putih ini menunjukkan nilai yang 26,47±1,83. Berdasarkan hasil pengujian warna,
berkisar antara 53,12-71,57. Hal ini menandakan nilai C pada proses pemeraman buah pisang
bahwa tingkat kecerahan pada buah pisang ambon putih berkisar antara 26,47-43,48. Hal ini
ambon putih selama pemeraman memiliki menandakan bahwa warna kulit buah pisang
tingkat kecerahan yang cukup hingga mendekati ambon putih yang diuji cenderung buram.
cerah. Nilai L* yang paling tinggi terletak pada Nilai Hue mewakili panjang gelombang
sampel yang diperam menggunakan daun sengon dari warna yang dominan. Nilai hue didapatkan
hari ke-7 di bagian pangkal buah dengan nilai dengan melakukan perhitungan dari nilai a* dan
sebesar 71,57±2,11. Sedangkan nilai L* terendah b*. Nilai hue akan disesuaikan dengan daerah
terjadi juga pada sampel yang diperam kisaran warna kromatisitas sehingga warna pada
menggunakan daun sengon pada hari ke-2 di permukaan kulit buah pisang ambon bisa
bagian ujung buah dengan nilai 53,12±0,79. ditentukan. Bedasarkan hasil penelitian, nilai hue
Rata-rata nilai L* tertinggi terletak pada pangkal menunjukkan penurunan dari hari pertama
buah, diikuti pada bagian tengah buah dan hingga hari ke-7. Hasil tersebut menunjukkan
kemudian nilai L* terendah berada di ujung perubahan warna buah pisang dari hijau menjadi
buah. Umumnya ketiga grafik ini memiliki nilai kuning. Tingkat kematangan buah yang paling
yang tidak konstan namun cenderung naik. cepat berdasarkan perubahan warna terjadi pada
Namun terjadi penurunan nilai L* hingga hari sampel C, kemudian disusul dengan sampel B,
ke-5 di sampel yang diperam dengan dan kematangan yang paling lambat terjadi pada
menggunakan daun sengon pada pangkal buah. sampel A. Berdasarkan kisaran warna
Chroma adalah derajat intensitas suatu kromatisitas, warna yang dihasilkan pada proses
warna dengan nilai antara -80 hingga 120. Nilai pematangan buah pisang ambon putih cenderung
chroma menunjukkan tingkat ketegasan dan kuning hingga kuning kemerahan.
keburaman suatu warna, semakin besar nilai C

0 1 2 3 4 5 6 7
(a)

0 1 2 3 4 5 6 7
(b)

0 1 2 3 4 5 6 7
(c)
Gambar 4. Warna kulit buah pisang ambon putih selama pemeraman pada (a) sampel yang diperam tanpa daun, (b)
sampel yang diperam dengan daun sengon, dan (c) daun gamal.

39
DOI:https://doi.org/10.30596/agrium.v21i3.2456
PENGGUNAAN DAUN GAMAL (Gliricidia sepium) DAN SENGON (Falcataria moluccana)

Selain dengan pengukuran menggunkaan sampel yang diperam dengan menggunakan daun
kromameter, perubahan tingkat kematangan buah gamal, dibandingkan dengan tanpa daun yang
pisang ambon putih pada penelitian ini didukung mengalami penyusutan lebih tinggi. Hal ini
dengan penampakan secara visual yang dipengaruhi oleh kondisi suhu ruang dan
didokumentasikan di dalam black box. kelembaban relatif selama pemeraman.
Perubahan penampakan warna buah pisang Sampel yang diperam tanpa daun akan
ambon putih dari hari pertama hingga hari ke-7 mudah kontak langsung dengan udara sekitar bila
ditunjukkan pada Gambar 4. dibandingkan dengan sampel yang diperam
Warna kulit buah pisang mengalami dengan daun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
perubahan selama proses pemeraman yang semakin lama penyimpanan, maka susut bobot
menyebabkan warna hijau pada permukaan kulit buah pisang yang diperam akan semakin
buah pisang berubah menjadi kuning. Perubahan meningkat seiring dengan proses laju respirasi
warna kulit pisang ini disebabkan karena berlangsung.
terjadinya degradasi (perombakan) klorofil Penurunan susut bobot pada buah pisang
(pigmen pembentuk warna hijau) sehingga ini disebabkan karena selama proses pemeraman
pigmen karotenoid (pembentuk warna kuning) buah pisang terjadi hidrolisis pati menjadi gula
yang sudah ada menjadi nyata. Perombakan yang mempunyai berat molekul relatif rendah
klorofil ini terjadi segera setelah tercapainya (Nurtama, dkk., 1995). Semakin banyak pati
puncak klimakterik Winarno dan yang diubah menjadi gula, maka penyusutan juga
Winartakusumah, 1984). Menurut Loesecke akan semakin meningkat. Penyusutan juga
(1929), jumlah klorofil selama pematangan berhubungan dengan banyaknya kehilangan air
menurun hingga mencapai angka nol (0) dan disebabkan proses transpirasi yang cenderung
kemudian selama periode senescene, aktivitas meningkat dengan pematangan buah
enzim menjadi tinggi dan warna gelap mulai (Werdiningsih, 2008).
timbul menutupi kulit buah. Ketika buah telah dipetik, kandungan air
buah akan berkurang karena proses transpirasi.
Susut Bobot Transpirasi adalah penguapan air dalam sel baik
Susut bobot merupakan salah satu stomata, lenti sel, maupun retakan pada kutikula.
parameter mutu yang menggambarkan tingkat Jika kerusakan mekanis pasca transportasi yang
kesegaran buah. Semakin tinggi susut bobotnya, terjadi pada permukaan relatif lebih besar, maka
maka semakin berkurang tingkat kesegarannya. penguapan dan kehilangan air dapat terjadi lebih
Persentase susut bobot selama proses pemeraman cepat dan sebaliknya. Hal ini disebabkan karena
berlangsung mengalami peningkatan tiap kerusakan yang dialami buah mengakibatkan
harinya. Hasil pengukuran susut bobot disajikan buah kehilangan pelindung alami yang dapat
pada Gambar 5. meminimalisir proses transpirasi sehingga
transpirasi akan berlangsung lebih cepat
(Rahmawati, 2010). Kehilangan bobot pada buah
juga diakibatkan oleh proses laju respirasi.
Meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan
perombakan senyawa seperti karbohidrat dalam
buah, dan menghasilkan CO2, energi dan air yang
menguap melalui permukaan kulit buah yang
menyebabkan kehilangan bobot pada buah
pisang (Siagian, 2009).

Rekapitulasi Hasil Terbaik Berdasarkan Hasil


Gambar 5. Grafik perbandingan susut bobot buah Pengujian pada Buah Pisang Ambon Putih
pisang ambon putih pada berbagai Terdapat tiga perlakuan yang berbeda
perlakuan pemeraman pada penelitian ini, yaitu perlakuan pemeraman
buah pisang ambon putih tanpa menggunakan
Peningkatan susut bobot pada sampel daun, menggunakan daun sengon, dan
yang diperam tanpa daun lebih tinggi menggunkan daun gamal. Perbedaan perlakuan
dibandingkan dengan sampel yang diperam ini dilakukan untuk mengetahui perlakuan mana
dengan daun sengon dan daun gamal, berkisar yang paling berpengaruh terhadap percepatan
2,31-9,57%. Pada sampel yang diperam dengan pematangan buah pisang ambon putih.
daun sengon memiliki nilai susut bobot berkisar Perlakuan yang optimal ini dapat
1,36-8,00%. Sedangkan sampel yang diperam diketahui berdasarkan hasil pengujian di tiap
dengan daun gamal merupakan nilai susut bobot harinya. Untuk rekapitulasi hasil terbaik pada
terkecil yang berkisar antara 1,37-6,59%. Buah penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
pisang yang memiliki tingkat kesegaran yang
paling tinggi walaupun diperam terjadi pada

40
DOI:https://doi.org/10.30596/agrium.v21i3.2456
Asri Widyasanti, Huda Nurul Quddus, Sarifah Nurjanah

Tabel 1. Rekapitulasi hasil terbaik berdasarkan hasil pengujian pada buah pisang ambon putih.
Perlakuan
Standar
Parameter Tanpa Daun Daun
Penelitian
Daun Sengon Gamal
Laju respirasi
85,07 89,36 92,86 Nilai tertinggi
(mg CO2/kg.jam)
Rata-rata
Kadar air (%) 67,88 67,70 68,41
tertinggi
Kisaran nilai
Total Padatan Terlarut (%) 4,00-16,47 4,00-24,83 4,00-24,63
terbesar
3284,57± 2522,06± 3346,83±
1
1854,49 1427,08 1965,91
Bioyield 3934,49± 3127,80± 3608,42±
2
point 2098,78 1255,83 1995,65
3584,43± 3039,38± 3222,03±
3
Kekerasan 2163,79 1776,04 2180,51 Rata-rata nilai
(kg) 1230,58± 868,62± 1199,15± terendah
1
730,71 517,90 765,18
Flesh 1237,94± 951,54± 1143,94±
2
firmness 767,76 539,82 731,44
1162,01± 976,93± 1099,65±
3
685,30 642,21 771,22
1 69,59 71,57 66,42
L* 2 71,21 69,15 70,38
3 68,59 70,41 67,33
1 39,73 40,37 37,57
C 2 41,39 39,08 43,14
3 43,48 42,89 41,15
Warna Nilai tertinggi
101,54±10,8 100,80±11,5
1 103,14±8,26
9 9
106,64±13,3 103,61±12,2
H 2 106,80±9,92
3 3
106,45±11,1 107,15±13,4 103,34±13,5
3
5 4 8
Kisaran nilai
Susut bobot (%) 2,31-9,57 1,36-8,00 1,37-6,59
terbesar
Keterangan:
1 = pangkal buah; 2 = tengah buah; 3 = ujung buah

Tabel 1 menunjukkan pengaruh perlakuan yang terkecil, yaitu terjadi pada sampel yang
pemeraman terhadap mutu buah pisang ambon diperam menggunakan daun sengon, dan pada
putih. Parameter yang diuji diantaranya adalah umumnya terjadi pada bagian pangkal buah. Hal
kadar air, TPT, kekerasan pada permukaan kulit ini dikarenakan bahwa semakin lama proses
dan daging buah, laju respirasi, warna (nilai L*, pemeraman maka semakin kecil pula nilai
C, dan H), serta susut bobot. Dalam proses kekerasan yang dihasilkan. Parameter lain yang
pemeraman, parameter yang sangat berperan dapat terlihat perubahannya secara visual yaitu
penting dalam proses pemeraman ini adalah laju warna kulitnya. Kulit buah pisang akan berubah
respirasi.Semakin tinggi laju respirasi maka warna dari hijau menjadi kuning ketika proses
semakin cepat pula proses pematangannya. pemasakan. Parameter yang diukur dari
Sampel C merupakan sampel yang memiliki nilai pengujian warna ini yaitu lightness (L*), chroma
laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan (C), dan derajat hue (H). Nilai L* dan C yang
dengan sampel A dan B, yaitu sebesar 92,86 mg merupakan nilai terbaik adalah nilai yang
CO2/kg.jam. Pada pengujian kadar air, nilai terbesar. Untuk nilai L* terbaik terjadi pada
terbaik yaitu nilai rata-rata tertinggi yang sampel yang diperam menggunakan daun sengon
dihasilkan pada sampel yang diperam yang terletak pada bagian pangkal buah dengan
menggunakan daun gamal dengan nilai 75,86%. nilai sebesar 71,57, sedangkan untuk nilai C
Untuk nilai TPT, nilai terbaik dihasilkan pada terjadi pada sampel yang diperam tanpa daun
sampel yang diperam menggunakan daun sengon yang terletak pada ujung buah dengan nilai
dengan nilai 4,00-24,83%. Sedangkan untuk nilai sebesar 43,48. Namun, untuk derajat hue (H),
kekerasan, nilai yang terbaik dihasilkan dari nilai nilai yang terkecil adalah nilai yang terbaik.

41
DOI:https://doi.org/10.30596/agrium.v21i3.2456
PENGGUNAAN DAUN GAMAL (Gliricidia sepium) DAN SENGON (Falcataria moluccana)

Sampel dengan nilai H terbaik adalah sampel Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal
yang diperam menggunakan daun gamal yang Hortikultura. 2015. Produksi Pisang
terletak pada ujung buah dengan nilai sebesar menurut Provinsi Tahun 2011-2015.
103,34. Parameter terakhir yang mempengaruhi Kementrian Pertanian Republik
proses pemasakan buah adalah susut bobot. Nilai Indonesia.
susut bobot tertinggi terjadi pada sampel yang
diperam tanpa daun dengan rentang nilai sebesar Baskorowati, L. 2014. Budidaya Sengon Unggul
2,31-9,57%. (Falcataria mollucana) untuk
Pengembangan Hutan Rakyat. Jakarta:
KESIMPULAN Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
Kesimpulan yang dapat diambil Pemuliaan Tanaman Hutan.
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
ini adalah sebagai berikut: Caussiol, L. 2001. Postharvest Quality
1. Penggunaan daun tanaman dapat Conventional and Organically Grown
mempercepat proses pematangan buah pisang Banana Fruit. Master of Science by
ambon putih bila dibandingkan dengan Research in Postharvest Technology.
pemeraman tanpa daun. Institute of Agriculture of
2. Laju respirasi pada buah pisang ambon putih Agritechnology. Cranfield University.
dengan nilai tertinggi sebesar 92,86 mg Silsoe, Pp 160.
CO2/kg.jam pada perlakuan menggunakan
daun gamal, 89,36 mg CO2/kg.jam pada Diennazola, R. 2008. Pengaruh Sekat dalam
perlakuan menggunakan daun sengon, dan Kemasan Terhadap Umur Simpan dan
nilai terendah terjadi pada perlakuan tanpa Mutu Buah Pisang Raja Bulu. Skripsi.
daun sebesar 85,07 mg CO2/kg.jam. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
3. Proses percepatan buah ditandai dengan Bogor. Bogor.
perubahan kadar air, nilai TPT, kekerasan,
warna, dan susut bobotnya. Nilai terbaik pada Effendi, M.Y. 2009. Perbandingan Aktivitas
perubahan kadar air sebesar 75,86±0,51%, Antioksidan Ekstrak Daging Pisang
nilai TPT berkisar 4,00-24,83% Brix, nilai Ambon (Musa AAA ‘Pisang Ambon’)
kekerasan (bioyield point dan flesh firmness) dengan Vitamin A, Vitamin C, dan
terjadi di pangkal buah masing-masing Katekin Melalui Perhitungan Bilangan
bernilai 2522,06±1427,08 kg dan Peroksida. Jakarta: Universitas
868,62±517,90 kg, nilai warna (lightness, Indonesia.
chroma, dan hue) masing-masing bernilai
71,57, 43,48, dan 103,61±12,23, serta nilai Golding, J.B., D. Shearer, S.G. Wyllie, dan W.
susut bobot berkisar 2,31-9,57%. McGlasson. 1998. Application of 1-
4. Perlakuan terbaik pada proses pemeraman MCP and propylene to identify ethylene-
buah pisang ambon putih yaitu perlakuan dependent ripening processes in mature
buah pisang yang diperam dengan banana fruit. Postharvest Biol. Tech.
menggunakan daun sengon. Nilai terbaik Brugges, 14 : 87-98.
yang dihasilkan pada perlakuan daun sengon
ini diantaranya adalah nilai TPT tertinggi, Hutching, J. B.1999. Food Color and
nilai kekerasan (bioyield point dan flesh Appearance 2nd ed. Maryland: Aspen
firmness) terendah yang terjadi pada pangkal Pub.
buah, dan warna (nilai lightness) tertinggi
yang terjadi pada pangkal buah. Pada Kays, SJ. 1991. Postharvest Physiology of
perlakuan daun gamal diperoleh nilai terbaik Perishable Plant Products. AVI
dari pengujian kadar air dengan nilai Publishers, New York.
tertinggi, nilai tertinggi dari laju respirasi,
dan warna (nilai hue) terbesar. Sedangkan Krishnamoorthy H. N., 1981. Plant Growth
perlakuan tanpa daun diperoleh nilai terbaik Substances, Tata Mc Grow Hill
dari pengujian warna (nilai chroma) terbesar Publishing Company Timited, New
serta kisaran susut bobot tertinggi Delhi :214.
DAFTAR PUSTAKA Lehninger, A.L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia,
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Jilid 1. (Diterjemahkan oleh: Maggy
Association of Official Analytical Thenawijaya). Jakarta: Erlangga.
Chemists. Wahington: Benjamin
Franklin Station. Loesecke, H.W. 1950. Bananas: Chemistry,
Physiology, and Technology. New

42
DOI:https://doi.org/10.30596/agrium.v21i3.2456
Asri Widyasanti, Huda Nurul Quddus, Sarifah Nurjanah

York: Interscience Publishers, Inc. Pujimulyani, D. 2009. Teknologi Pengolahan


Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan.
Muchtadi dan Tien R. 1989. Petunjuk Yogyakarta: Graha Ilmu.
Laboratorium Teknologi Proses
Pengolahan Pangan. Departemen Purwadaria, H.K. 2006. Issues and Solutions of
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Fresh Fruits Export in Indonesia.
Jendral Perguruan Tinggi. Pusat Antar Bogor: Departemen Teknik Pertanian
Universitas Pangan dan Gizi. IPB. IPB.
Bogor.
Rahmawati, I. 2010. Peningkatan Kinerja
Muhadjir, N. 1989. Metodologi Penelitian Pengemasan Pisang Ambon (Musa
Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. paradisiaca L.) Selama Transportasi
Remaja Rosdakarya. dengan Penataan Posisi Pisang dan
Jenis Bahan Pengisi. Skripsi. Fakultas
Murtiningsih, S. Prabawati, Setyadjit, dan Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Sjaifullah. 1994. Evaluation of ripening Bogor. Bogor.
manual which respect to applicability of
the Ambon Putih banana cultivar. Paper Santoso, B. B. dan Purwoko B. S. 1995.
presented at AAPSIP Regional Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen
Workshop. Jakarta 7-9 June, 1994. Tanaman Hortikultura. Indonesia
Australia Eastern Universities Project.
Nurjanah, S. 2002. Kajian Laju Respirasi dan
Produksi Etilen sebagai Dasar Salvador A, Sanz T, Fiszman SM. 2007.
Penentuan Waktu Simpan Sayuran dan Changes in colour and texture and their
Buah-Buahan. J. Bionatura. 4(3):148- relationship with eating quality during
156. storage of two different dessert bananas.
Postharvest and Technology. 43 (2007):
Nurtama, B., I. Muhajir, dan D.K.W. Putra. 319-325.doi:
1995. The Effect of On-Tree Wrapping 10.1016/j.postharvbio.2006.10.007.
Materials on the Postharvest Quality of
Banana var. Ambon Kuning. Bul. Tek. Satuhu,S. dan A. Supriyadi. 2008. Pisang: Budi
dan Industri Pangan. 6(3):22-27. Daya, Pengolahan, dan Prospek Pasar
(Edisi Revisi). Depok: Penebar
Palmer, J.K. 1971. The Banana dalam Hulme Swadaya.
(Ed.), The Biochemistry of Fruit and
Their Products. Ed. II. New York: Siagian HF. 2009. Penggunaan Bahan Penjerat
Academic Press. Etilen pada Penyimpanan Pisang
Barangan dengan Kemasan Atmosfer
Pantastico, E.B., H. Subramanyam, M.B. Bhatti, termodifikasi aktif. Diakses dari
N. Ali dan E.K. Akamine. 1993 https://www.researchgate.net/publicatio
Fisiologi Pasca Panen, Penanganan n/42349020_Penggunaan_Bahan_Penjer
dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan ap_Etilen_Pada_Penyimpanan_Pisang_
Sayur-Sayuran Tropika. UGM Press. Barangan_Dengan_Kemasan_Atmosfer
Yogyakarta. _Termodifikasi_Aktif/citations

Pantastico. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Sisler,E.C., dan M.Serek, 1997. Inhibitors of
Terjemahan Kamarijani. Gadjah Mada ethylene responses in plants at the
University Press, Yogyakarta. aceptor level : recent developments.
Physiolgy Plantarum 100: 557-582.
Prabawati, S., Suyanti, dan D.A.Setyabudi. 2008.
Teknologi Pascapanen dan Teknik Sumadi, B., Sugiharto, dan Suyanto. 2004.
Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Metabolisme Sukrosa pada Proses
Penelitian dan Pengembangan Pemasakan Buah Pisang yang
Pascapanen Pertanian. Diperlakukan pada Suhu yang Berbeda.
Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 5(1):21-26.
Prihatman, K. 2000. Tentang Budidaya
Pertanian Pisang. Jakarta: Menegristek Syahri, NT. 1991. Analisis Kimia Kayu dan Kulit
Bidang Pendayagunaan dan Kayu Jeungjing. Jogjakarta: Pusat
Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Litbang Hasil Hutan. Laporan Hasil
Teknologi. Penelitian (tidak diterbitkan).

43
DOI:https://doi.org/10.30596/agrium.v21i3.2456
PENGGUNAAN DAUN GAMAL (Gliricidia sepium) DAN SENGON (Falcataria moluccana)

Utama, I.M.S. dan N.S. Antara. 2013. Modul Wills, R.H.H., T.H. Lee, D. Graham, W.B.
Kuliah Pasca Panen Tanaman Tropika: McGlasson, dan E.G. Hall. 1981.
Buah dan Sayur. Bali: Universitas Postharvest, an Introduction to the
Udayana. Physiology and Handling of Fruits and
Vegetables. Van Nostrand Rinhold,
Waspodo, M., S. Prabawati, Yulianingsih, I. Newyork.
Muhadjir. 1993. Penggunaan Kalsium
Karbida, Daun Gliricidia, dan daun Winarno, F.G. 2002. Fisiologi Lepas Panen
Albizzia sebagai Bahan Pemacu Produk Hortikultura. Bogor: M-Brio
Pematangan Buah Pisang. Jurnal Press.
Hortikultura 3(2):33-43.
Winarno, F.G. dan M.A.Wirakartakusuma. 1981.
Werdiningsih,W. 2008. Kajian Perubahan Mutu Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: PT.
Pisang Raja Bulu salama Proses Sastra Hudaya.
Penyimpanan dan Pemeraman. Skripsi.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

44
DOI:https://doi.org/10.30596/agrium.v21i3.2456

Anda mungkin juga menyukai