Anda di halaman 1dari 17

p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786

Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN TERHADAP KARAKTERISTIK


FISIKOKIMIA BUBUK TOMAT HASIL PENGERINGAN PEMBUSAAN
(FOAM MAT DRYING)

Effect of Maltodextrin Addition on The Physicochemical Properties of Tomato


Powder Processed by Foam Mat Drying

Asri Widyasanti*, Nur Alifa Septianti, dan Sarifah Nurjanah


Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas
Padjadjaran, Jl. Bandung Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang, 40600

*Alamat Korespondensi: asri.widyasanti@unpad.ac.id

ABSTRAK
Tomat termasuk komoditas tanaman yang banyak dijumpai di Indonesia, namun memiliki nilai ekonomi
yang rendah dan mudah rusak. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
mengolah tomat menjadi berbagai produk olahan salah satunya adalah pembuatan bubuk tomat. Pembuatan bubuk
suatu bahan dapat dilakukan dengan metode pengeringan pembusaan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penambahan maltodekstrin sebagai bahan pengisi terhadap karakteristik fisikokimia bubuk tomat yang
dihasilkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan analisis
deskriptif. Perlakuan yang dicoba adalah penambahan maltodekstrin (10%, 15% dan 20% b/b), dengan tiga kali
ulangan. Parameter yang diamati meliputi: rendemen, warna, laju pengeringan, dan karakteristik fisikokimia bubuk
tomat yang meliputi warna, kadar air, kadar abu, kelarutan, indeks penyerapan air, bulk density, foam density,
kadar vitamin C, dan higroskopisitas. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar air awal campuran jus dan pulp
tomat hasil proses mixing adalah 82,68% (bb) hingga 94,9% (bb). Nilai kadar air bubuk tomat berkisar antara
5,86% (bb) hingga 15,28% (bb). Pada penelitian ini hasil terbaik terdapat pada bubuk tomat dengan perlakuan
penambahan maltodekstrin 20% dengan hasil rendemen 15,29%; kadar air 5,86%; kadar abu 6,24%; foam density
0,57 g/cm3; bulk density 0,77 g/cm3; kelarutan 95,23%; indeks penyerapan air 12,96%; tingkat higroskopisitas
11,36%; kadar vitamin C 75,49 mg/100g. Karakteristik warna bubuk tomat pada perlakuan penambahan
maltodekstrin maupun kontrol menghasilkan warna kromatis merah.

Kata kunci: bubuk tomat, maltodekstrin, pengeringan pembusaan, tomat

ABSTRACT
Tomato is one of plant commodities that easy to find in Indonesia, but it is easily damaged and has a low
economic price. One of the alternative to solve the problem was performed by processing the fresh tomato into
tomato powder. Tomato powder can made by foam mat drying method. The purpose of this study was to determine
the effect of maltodextrin addition as a filler material on physicochemical properties of tomato powder that made
by foam mat drying. This study conducted with laboratory experimental method with descriptive analysis. There
were three repetitions that consisted of 3 treatments based on the maltodextrin addition (10%, 15% and 20% w/w).
The observed parameters were total yield value, colour, drying rate, and physicochemical properties such as
colour, moisture content, ash content, solubility, water absorption index, bulk density, foam density, vitamin C
content, and hygroscopicity. The results showed that the average moisture content of tomato juice and pulp from
mixing process was 82.68% (bb) to 94.9% (bb). The value of tomato powder water content ranges from 5.86%
(bb) to 15.28% (bb). In this study, the best results were found in tomato powder with 20% maltodextrin addition
treatment with total yield of 15.29%; 5.86% moisture content; 6.24% ash content; foam density 0.57 g/cm3; bulk
density 0.77 g/cm3; 95.23% solubility; water absorption index 12.62%; hygroscopicity 11.36%; vitamin C content
75.49 mg/100g. All of maltodextrin additions and control treatments with and without maltodextrin were resulting
red chromatic colour characteristic.

Keywords: foam mat drying, maltodextrin, tomato, tomato powder

22
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

PENDAHULUAN Beberapa jenis produk olahan berbasis


Tomat mengandung komponen tomat diantaranya selai, permen jelly, jelly
nutrisi terutama kaya akan vitamin dan drink, tomakur (tomat rasa kurma), saus,
mineral. Dalam satu buah tomat segar pasta, sari buah, manisan kering maupun
ukuran sedang (100 gram) mengandung produk dalam bentuk bubuk. Bentuk bubuk
sekitar 24 kalori, 34 mg vitamin C, 1500 SI merupakan produk yang lebih awet, ringan,
vitamin A, 60 mg tiamin (vitamin B), zat volumenya lebih kecil sehingga dapat
besi, kalsium dan lain-lain (Departemen mempermudah dalam pengemasan dan
Kesehatan Republik Indonesia, pengangkutan.
1995).Vitamin A dan C merupakan zat gizi Metode pengeringan yang cocok
yang jumlahnya cukup dominan dalam untuk tomat adalah foam mat drying karena
buah tomat. tomat termasuk ke dalam salah satu bahan
Permasalahan yang sering terjadi di yang sulit dikeringkan. Dalam foam mat
Indonesia adalah pada saat panen raya, dyring, bahan berbentuk cair dirubah
harga buah tomat sangat rendah. Hal ini terlebih dahulu menjadi busa dengan cara
berdampak pada keadaan ekonomi para bahan cair ditambahkan zat pembusa
petani tomat. Disisi lain, buah tomat mudah (foaming agent) kemudian dilakukan
mengalami kerusakan jika tidak disimpan pengocokan. Pengeringan dilakukan
pada kondisi yang baik. Kandungan air dan dengan menggunakan udara panas pada
komponen pektin yang tinggi pada buah tekanan atmosfer, dan bahan yang
tomat, menyebabkan komoditas ini mudah dikeringkan dalam bentuk lembaran tipis.
mengalami kerusakan fisik, kimia maupun Pengeringan pembusaan (foam mat dying)
mikrobiologis. Salah satu alternatif yang dapat memperluas permukaan bahan
dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan sehingga dapat mempercepat proses
buah tomat yaitu mengolahnya menjadi penguapan air (Rajkumar et al., 2006). Pada
berbagai produk olahan. metode pengeringan ini yang berpengaruh
Nurcholis dkk. (2010) menyatakan, adalah suhu pengeringan, jumlah bahan
pengolahan tomat ditujukan untuk pengisi serta jumlah foaming agent (bahan
meningkatkan keanekaragaman produk, pembusa). Metode foam-mat drying
nilai guna maupun nilai ekonomi serta membutuhkan zat pembuih yang berfungsi
memperpanjang umur simpan. Buah tomat sebagai pendorong pembentukan busa dan
dapat digunakan dalam pembuatan aneka penambahan bahan pengisi yang dapat
jenis makanan tradisional, minuman serta mempercepat proses pengeringan,
untuk pemenuhan gizi masyarakat. meningkatkan total padatan, mencegah

23
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

kerusakan zat gizi akibat panas selama warna dominan merah, dicuci hingga bersih
pengeringan, melapisi komponen flavour menggunakan air mengalir. Buah tomat
dan memperbesar volume (Mulyani dkk., dipotong dan bijinya dipisahkan dari daging
2014). Namun perlu diketahui pula apakah tomat. Daging buah tomat di blender
perbedaan penambahan maltodekstrin selama 3 menit, diperoleh jus dan pulp
sebagai bahan pengisi yang digunakan tomat. Jus dan pulp tomat dicampurkan
memberikan pengaruh pada karakteristik dengan maltodekstrin sesuai dengan
fisikokimia bubuk tomat hasil pengeringan perlakuan yaitu (10 %, 15 %, dan 20% b/b)
pembusaan, sehingga pada penelitian ini kemudian dikocok menggunakan mixer
akan diamati pengaruh penambahan selama 2 menit. Putih telur 5% b/b dikocok
maltodekstrin sebagai bahan pengisi menggunakan mixer dengan kecepatan 3
terhadap karakteristik fisikokimia bubuk selama 4,5 menit sehingga terbentuk busa.
tomat hasil pengeringan pembusaan. Jus dan pulp tomat yang sudah dikocok
Penelitian bertujuan untuk mengetahui dengan maltodekstrin dicampurkan dengan
pengaruh penambahan maltodekstrin busa putih telur sesuai perlakuan kemudian
sebagai bahan pengisi terhadap dikocok menggunakan mixer selama 10
karakteristik fisikokimia bubuk tomat yang menit pada kecepatan 3. Campuran
dihasilkan. dituangkan ke dalam loyang alumunium
yang sudah dilapisi dengan alas plastik
METODE PENELITIAN tahan panas dengan ketebalan 3 mm.
Bahan-bahan yang digunakan pada Pengeringan dilakukan dengan
penelitian ini, yaitu buah tomat apel segar menggunakan oven konveksi selama 8-10
(berasal dari Ciwidey, Bandung, Jawa jam dengan suhu 60℃. Lembaran kering
Barat), putih telur (ayam negeri), air bersih, tomat kemudian ditimbang menggunakan
dan maltodekstrin sebagai bahan pengental timbangan analitik. Lembaran kering tomat
(food grade dari Kimia Mart), kertas saring dihancurkan menggunakan grinder selama
Whatman 42, kertas saring teknis, aquades, 2 menit sehingga diperoleh bubuk tomat
larutan I2 0,01 N, larutan amylum 1%. dan kemudian ditimbang kembali
Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan timbangan analitik. Bubuk
metode eksperimental laboratorium dengan tomat kemudian diayak dengan Ayakan
menggunakan analisis deskriptif. Tyler berukuran 60 mesh agar memiliki
Pembuatan Bubuk Tomat ukuran yang seragam. Bubuk tomat yang
Buah tomat apel segar yang dipanen lolos kemudian ditimbang menggunakan
pada umur 75 hari sebanyak 1000 g, dengan timbangan analitik.

24
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

Parameter Pengamatan sebesar 5 g, dioven dengan suhu 105℃


Rendemen total bubuk tomat dihitung hingga diperoleh berat konstan.
dengan persamaan berikut: Perhitungan kadar air dengan menggunakan
Rendemen total (%) = × 100% persamaan berikut:
( )
Keterangan: K.A. (% bb) = x 100%

Mh = Massa bubuk tomat (g) Keterangan:


Ma = Massa tomat segar (g) K.A. = kadar air
Laju pengeringan ditentukan dengan Ba = massa cawan kering (g)
mengukur kadar air bahan untuk interval Bb = massa sampel awal dan cawan (g)
waktu 0, 2, 4, 6, 8, 10, 20, 40, 60, 120, 180, Bc = massa cawan dan sampel kering
konstan (g)
240, 300, 360, 420, 480, 540, 600 menit
Penentuan abu total bertujuan untuk
Perhitungan laju pengeringan
menentukan baik tidaknya suatu proses
menggunakan persamaan berikut:
pengolahan, untuk mengetahui jenis bahan
LP =
yang digunakan, dan sebagai parameter
Keterangan:
nilai gizi bahan makanan. Penentuan kadar
LP = laju pengeringan
abu dilakukan dengan memanaskan bahan
m = massa bahan awal (g)
sebanyak 5 g pada tanur dengan suhu 600ºC
m = massa jus tomat kering menit ke- selama 3 jam. Bahan lain selain mineral
t (g)
akan terbakar dan menguap. Bobot yang
tkumulatif = waktu kumulatif (menit)
tertinggal setelah pemanasan adalah abu
Penentuan warna bubuk tomat
atau mineral. Perhitungan kadar abu
dilakukan dengan pengolahan citra dengan
menggunakan persamaan berikut:
menggunakan alat analisa warna

spektrofotometer CM-5 dalam memperoleh Kadar abu (%) = x 100%

nilai L*, a*, b*, chroma, dan Hue. Keterangan:


Prinsip pengukuran kadar air Ba = massa cawan kering (g)
dilakukan dengan metode oven, yaitu Bb = massa sampel awal dan cawan (g)
dengan cara mengeluarkan air dari bahan Bc = massa cawan dan sampel kering yang
dengan bantuan energi panas dan sudah konstan (g)
Foam (campuran jus tomat,
didasarkan atas massa bahan yang hilang.
maltodekstrin, dan putih telur yang sudah
Kadar air yang diukur adalah kadar air awal,
dimixing) dituangkan sebanyak 50 ml ke
kadar air setelah pengeringan, dan kadar air
dalam gelas ukur 50 ml. Perhitungan foam
bubuk tomat. Sampel masing-masing
density menggunakan persamaan berikut:

25
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

!"# ($) kertas saring Whatman No. 42 sebelum


Foam density =
%&'( !"# () * )
dilakukan penyaringan (g)
Sampel bubuk tomat sebanyak 10 g
Indeks Penyerapan Air
dimasukan ke dalam gelas ukur 100 mL.
Pengukuran indeks penyerapan air
Bagian bawah gelas ukur ditepuk-tepuk
dilakukan dengan mencampurkan 1 g
beberapa kali hingga diperoleh berat
bubuk tomat dengan 10 ml aquades,
konstan. Perhitungan bulk density
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan
menggunakan persamaan berikut:
,
2000 rpm selama 15 menit. Selanjutnya
ρ =
%, pellet dipanaskan menggunakan oven
Keterangan: selama 25 menit pada suhu 50℃.
3
ρ = bulk density bubuk tomat (g/cm ) Perhitungan indeks penyerapan air dengan
ms = massa sampel bubuk (g) menggunakan persamaan berikut:
3
vs = volume bubuk (cm ) - ' (1)
IPA =
0 2 3$ 4 5 ( )
Pengukuran kelarutan metode
Keterangan:
gravimetri dilakukan dengan mengeringkan
IPA = indeks penyerapan air
kertas saring Whatman No. 42 dalam oven
Berdasarkan GEA Niro Research
dengan suhu 105℃ selama 30 menit,
Laboratory (2005), bahan dengan tingkat
kemudian ditimbang beratnya. Sampel
higroskopisitas <10% tergolong ke dalam
bubuk tomat sebanyak 3,5 g (berat awal) ke
bahan yang tidak higroskopis, 10,1%-15%
dalam 100 mL air aquades kemudian
tergolong ke dalam bahan yang sedikit
disaring dengan kertas saring Whatman No.
higroskopis, 15,1%-20% tergolong ke
42 menggunakan corong Buchner dengan
dalam bahan yang higroskopis, 20,1%-25%
sistem vakum. Selanjutnya kertas saring
tegolong ke dalam bahan yang sangat
tersebut kemudian dioven dengan suhu
higroskopis, dan >25% bahan tergolong
105℃ selama 3 jam, kemudian didinginkan
sangat higroskopis sekali. Perhitungan
di desikator dan ditimbang. Kelarutan
higroskopisitas menggunakan persamaan
dihitung menggunakan persamaan berikut:
- ' ./0
berikut ini:
Kelarutan = x 100% (%607%8-)9 :
- '
H (%) =
: 7%60
Keterangan:
Keterangan:
Berat akhir merupakan selisih dari berat
H = Higroskopisitas
kertas saring Whatman No. 42 setelah
FW (%) = kadar air awal bahan
dilakukan penyaringan (g) dengan berat
0 2 3$ 4 5
Wi (%) = x 100%
/ 3

26
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

Pengukuran kadar vitamin C menunjukkan semakin efektif dan efisien


dilakukan dengan cara titrasi iodimetri. proses pembuatan bubuk tomat. Rata-rata
Perhitungan kadar vitamin C menggunakan rendemen total pembuatan bubuk tomat
persamaan berikut ini: tersaji pada Gambar 1.
?@A
;<= > 859
B,BD ?
>E,FF Berdasarkan Gambar 1, rata-rata nilai
KVC = (12)
G
rendemen terbesar adalah pada perlakuan
Keterangan:
penambahan maltodekstrin 20% dan putih
KVC = kadar vitamin C
telur 5% (perlakuan C) dengan hasil
vI2 = volume larutan I2 titrasi
rendemen yaitu 15,29%. Penambahan
Fp = faktor pengenceran
maltodekstrin tertinggi menghasilkan
NI2 = normalitas I2 hasil pembuatan
rendemen bubuk tomat apel yang tinggi dan
m = massa sampel
sebaliknya penambahan maltodekstrin
terendah menghasilkan rendemen rendah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Maltodekstrin memiliki daya ikat yang
Rendemen Total
besar terhadap air (Hayati dkk., 2015).
Rendemen total merupakan
Semakin banyak maltodekstrin yang
perbandingan massa bubuk tomat yang
ditambahkan maka semakin tinggi
lolos mesh 60 dengan massa bahan baku
rendemen totalnya, hal ini diduga karena
(tomat segar) yang digunakan. Semakin
semakin banyak air yang terikat oleh
besar nilai rendemen total tiap perlakuan
maltodekstrin.
20

15
Persen

10

0
A B C D E F G
Rendemen total 11,06 13,13 15,29 10,65 12,98 14,68 3,76
Perlakuan

Gambar 1. Rendemen total pembuatan bubuk tomat. Keterangan: A = maltodekstrin 10%, putih
telur 5%; B = maltodekstrin 15% putih telur 5%; C = maltodekstrin 20%, putih telur
5%; D = maltodekstrin 10%; E = maltodekstrin 15%; F = maltodekstrin 20%; dan
G = putih telur 5%.

27
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

Pada perlakuan penambahan Laju Pengeringan


maltodekstrin dan putih telur (perlakuan A, Laju pengeringan dapat dinyatakan
B, dan C), nilai rendemen total cenderung sebagai jumlah massa air yang teruapkan
lebih besar dibanding dengan perlakuan dari dalam bahan persatuan waktu,
kontrol maltodekstrin maupun kontrol putih sehingga dapat meggambarkan seberapa
telur. Adanya putih telur diduga dapat cepat proses pengeringan berlangsung.
menambah rendemen total bahan yang Pengeringan pembusaan (foam mat drying)
dikeringkan. Penambahan busa putih telur dapat memperluas permukaan bahan
dapat meningkatkan total padatan pada sehingga dapat mempercepat proses
bahan (Kamsiati, 2004). Putih telur penguapan air (Rajkumar et al., 2006). Pada
mengandung 86,7% air, sehingga sisanya metode pengeringan ini yang berpengaruh
adalah padatan Peningkatan total padatan adalah suhu pengeringan, jumlah bahan
dapat meningkatkan berat produk akhir pengisi serta jumlah foaming agent (bahan
yang berakibat pada naiknya rendemen pembusa). Rata-rata laju pengeringan dapat
(Kamsiati, 2004). dilihat pada Gambar 2.
4 3 y = 0,003x + 0,9077
y = 0,0035x + 0,7818
Laju Pengeringan

R² = 0,4582
Laju Pengeringan

3 R² = 0,5813 2,5
2
(g/menit)
(g/menit)

2 1,5 B
A 1
1 0,5 y = 0,0016x + 0,8278 E
y = 0,0019x + 0,7493 B
0 0 R² = 0,3845
R² = 0,4997
0 500 1000 0 500 1000
Waktu (menit) Waktu (menit)
1 2

2,5 2,5 y = 0,0019x + 1,0052


y = 0,0027x + 0,7164
Laju Pengeringan

Laju Pengeringan

2 2 R² = 0,319
R² = 0,6644
(g/menit)

y = 0,0015x + 0,8234
(g/menit)

1,5 1,5
R² = 0,4151
1 C 1
G
0,5 F 0,5
0 0
0 500 1000 0 200 400 600
Waktu (menit) Waktu (menit) 4
3
Gambar 2. Laju Pengeringan Perlakuan. 1. Penambahan Maltodekstrin 10%, 2. Penambahan
Maltodekstrin 15%, 3. Penambahan Maltodekstrin 20%, dan 4. Penambahan
Putih Telur 5%. Keterangan: = perlakuan dengan pengeringan
pembusaan; = perlakuan tanpa pengeringan pembusaan; A =
maltodekstrin 10%, putih telur 5%; B = maltodekstrin 15%, putih telur 5%; C =
maltodekstrin 20%, putih telur 5%; D = maltodekstrin 10%; E = maltodekstrin
15%; F = maltodekstrin 20% dan G = putih telur 5%.

28
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

Semakin banyak maltodekstrin yang waktu pengeringan dan dapat menghasilkan


ditambahkan diduga akan menurunkan laju bubuk tomat dengan kualitas baik. Suhu
pengeringan. Penambahan maltodekstrin pengeringan 60℃ dianggap paling optimal
diduga dapat menurunkan kadar air dalam pembuatan bubuk tomat dengan
sehingga dapat menurunkan laju kualitas fisik dan sensoris bubuk tomat
pengeringan. Penambahan maltodekstrin terbaik.
juga dapat meningkatkan total padatan
Warna
bahan. Semakin besar total padatan dalam
Warna merupakan parameter yang
bahan yang dikeringkan, diduga akan
berpengaruh langsung terhadap sensori
menurunkan jumlah air yang harus
manusia. Pada penelitian ini dilakukan
dievaporasi, sehingga menurunkan itu laju
pengujian warna masing-masing sampel
pengeringan. Laju pengeringan perlakuan
bubuk tomat, lembaran kering tomat,
dengan pengeringan pembusaan lebih cepat
maupun warna jus dan pulp tomat termasuk
dibandingkan dengan laju pengeringan
perlakuan kontrol. Hasil pengujian warna
perlakuan tanpa pengeringan pembusaan.
(L*, a*, b*), nilai kroma dan Hue terdapat
Diduga putih telur akan membentuk busa
pada Tabel 1.
yang dapat memperluas permukaan
Notasi L* menyatakan kecerahan
sehingga kontak udara pengering dengan
pada bubuk tomat. Nilai L* berkisar antara
bahan yang dikeringkan lebih besar maka
0 (hitam) hingga 100 (putih). Berdasarkan
air yang diuapkan lebih banyak.
Tabel 2., nilai L* dari bubuk tomat
Maltodekstrin diduga dapat
menunjukkan nilai yang semakin besar
mempertahankan gelembung yang
pada penambahan maltodekstrin. Nilai L*
terbentuk dari putih telur, sehingga luas
dari bubuk tomat semua perlakuan lebih
kontak dengan media pengering dijaga tetap
dari 50, sehingga ekstrak tersebut
luas, sampai pengeringan selesai (Djaeni
digolongkan agak terang. Konsentrasi
dkk., 2016). Laju pengeringan terendah
maltodekstrin tinggi meningkatkan
terjadi pada perlakuan kontrol dengan
perlindungan warna bubuk. Konsentrasi
penambahan maltodekstrin 20%. Hal ini
maltodekstrin rendah menyebabkan
diduga karena total padatan pada bahan
rendahnya pelapisan terhadap warna bubuk
yang dikeringkan bertambah sehingga
sehingga warna bubuk menjadi coklat
jumlah air yang dievaporasi akan
akibat perlakuan suhu pengeringan tinggi
berkurang. Proses pengeringan dengan
(Paramita dkk., 2014).
menggunakan oven dapat mengurangi

29
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

Tabel 1. Data pengujian warna


Perlakuan Parameter Warna Warna
L* a* b* c H
A 68,20 19,44 23,53 30,71 50,65 Red
B 72,94 17,31 20,00 26,61 49,62 Red
C 73,79 17,53 19,00 26,00 47,76 Red
D 59,27 25,65 25,48 36,19 44,85 Red
E 62,31 24,10 25,57 35,23 46,65 Red
F 67,07 21,57 23,97 32,38 48,23 Red
G 50,96 25,73 26,40 36,87 45,74 Red
Jus dan pulp tomat 39,06 31,57 23,32 39,25 36,45 Red
Lembaran kering tomat 37,27 33,34 23,39 40,82 35,65 Red
Keterangan: A = maltodekstrin 10%, putih telur 5%; B = maltodekstrin 15%, putih telur 5%;
C = maltodekstrin 20%, putih telur 5%; D = maltodekstrin 10%; E = maltodekstrin
15%; F = maltodekstrin 20% dan G = putih telur 5%.
Notasi a* menyatakan warna semakin rendah. Berdasarkan hasil
campuran merah dan hijau. Nilai a* dari 0 penelitian didapatkan nilai chroma 26,00
sampai 80 maka menyatakan warna merah sampai 36,87, dengan nilai C tertinggi
dan nilai a* dari -80 sampai 0 menyatakan terdapat pada bubuk tomat perlakuan
warna hijau. Bubuk tomat setiap perlakuan kontrol putih telur 5%. Nilai Hue mewakili
menghasilkan a* bernilai positif yaitu panjang gelombang dari warna yang
berkisar antara 17,31 sampai 25,73 dan dominan. Nilai Hue didapatkan dari a* dan
dapat dikatakan ekstrak berwarna merah. b*. Nilai Hue ini akan disesuaikan dengan
Notasi b* menyatakan warna daerah kisaran warna kromatisitas dan akan
campuran biru dan kuning. Nilai b* dari 0 dihasilkan jenis warna bubuk tomat. Pada
sampai 70 maka menyatakan warna kuning penelitian ini nilai Hue rata-rata berkisar
dan nilai b* dari -70 sampai 0 menyatakan antara 44,85 sampai 50,65 sehingga seluruh
warna biru. Pada bubuk tomat setiap sampel bubuk tomat pada penelitian ini
perlakuan menghasilkan b* bernilai positif masuk dalam daerah kisaran warna
yaitu berkisar antara 19,00 sampai 26,40 kromatisitas merah.
dan dapat dikatakan bubuk tomat berwarna Kadar Air
kuning. Salah satu parameter yang harus
Chroma/Saturation adalah derajat diperhatikan pada penentuan mutu suatu
intensitas suatu warna untuk produk bahan hasil pertanian kering seperti
mendefinisikan kemurnian suatu warna, bubuk tomat apel adalah kadar air. Rata-rata
baik cenderung kotor (grayish) maupun kadar air bubuk tomat dapat dilihat pada
cenderung dominan (murni). Semakin Gambar 3.
tinggi nilai chroma (C), intensitas warnanya

30
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

20

15

Persen
10

0
A B C D E F G
Kadar air 7,26 6,4 5,86 10,13 9,09 8,17 15,28
Perlakuan

Gambar 3. Kadar air bubuk tomat. Keterangan: A = maltodekstrin 10%, putih telur 5%; B =
maltodekstrin 15%, putih telur 5%; C = maltodekstrin 20%, putih telur 5%; D =
maltodekstrin 10%; E = maltodekstrin 15%; F = maltodekstrin 20% dan G = putih
telur 5%.

10
Persen

0
A B C D E F G
Kadar abu 7,09 6,25 6,24 7,65 6,39 5,55 8,02
Perlakuan

Gambar 4. Kadar abu bubuk tomat. Keterangan: A = maltodekstrin 10%, putih telur 5%; B =
maltodekstrin 15%, putih telur 5%; C = maltodekstrin 20%, putih telur 5%; D =
maltodekstrin 10%; E = maltodekstrin 15%; F = maltodekstrin 20% dan G = putih
telur 5%.
Berdasarkan Gambar 3, kadar air campuran jus dan pulp tomat maka kadar air
bubuk tomat terendah adalah pada bubuk tomat juga semakin tinggi. Kadar air
perlakuan C dengan nilai kadar air sebesar lembaran kering tomat dan kadar air bubuk
5,86% basis basah. Kadar air bubuk tomat tomat memiliki perbedaan, kadar air bubuk
tertinggi adalah pada perlakuan G dengan tomat lebih kecil dibanding dengan kadar
nilai kadar air sebesar 15,28% basis basah. air lembaran kering tomat. Hal ini diduga
Kadar air campuran jus dan pulp tomat karena adanya proses penggilingan. Pada
berkisar antara 82,68% higga 94,90% saat penggilingan, terjadi panas akibat
menghasilkan lembaran kering tomat adanya putaran pisau yang menggiling
dengan kadar air berkisar antara 6,15% bahan sehingga bahan menjadi panas dan
hingga 16,02%. Semakin tinggi kadar air kadar air bubuk yang dihasilkan menjadi

31
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

berkurang dari kadar air lembaran kering pada perlakuan A, B, dan C menyebabkan
tomat. Konsentrasi maltodekstrin yang peningkatan kadar abu. Hal ini dikarenakan
semakin tinggi akan mengikat air semakin putih telur mengandung 0,6% kadar abu.
besar sehingga kadar air akan semakin Foam Density
rendah (Ayu dkk., 2016). Penambahan Foam density dapat menyatakan
maltodekstrin dapat meningkatkan total seberapa cepat pengeringan berlangsung.
padatan pada bahan yang akan dikeringkan Semakin rendah nilai foam density maka
dan menurunkan kadar air produk (Phisut, pengeringan dapat berlangsun lebih cepat.
2012). Rata-rata foam density tersaji pada Tabel 2.
Kadar Abu Berdasarkan Tabel 2, nilai foam
Abu adalah zat anorganik sisa hasil density berkisar antara 0,47 g/cm3 hingga
pembakaran suatu zat organik. Kandungan 1,02 g/cm3. Nilai terendah adalah 0,47
abu dan kompisisinya tergantung pada g/cm3 pada perlakuan A sedangkan nilai
macam bahan dan cara penggabuaannya. tertinggi adalah 1,02 g/cm3 pada perlakuan
Kadar abu berhubungan dengan mineral F. Semakin banyak penambahan
suatu bahan. Rata-rata kadar abu bubuk maltodekstrin maka besarnya nilai foam
tomat tersaji pada Gambar 4. density akan semakin meningkat. Hal ini
Berdasarkan Gambar 4, kadar abu diduga karena dengan penambahan
berkisar antara 5,55% hingga 8,02%. Kadar maltodekstrin terjadi kenaikan massa
abu tertinggi adalah pada perlakuan G sehingga nilai foam densitynya akan
dengan nilai kadar abu sebesar 8,02% semakin meningkat. Pada perlakuan D, E,
sedangkan kadar abu terendah adalah pada dan F tanpa penambahan putih telur, nilai
perlakuan F dengan nilai kadar abu sebesar foam density lebih besar dibanding dengan
5,55%. Semakin banyak maltodekstrin perlakuan A, B, C, dan G yang dengan
yang ditambahkan maka akan semakin penambahan putih telur. Hal tersebut
menurun kadar abu bubuk tomat. Menurut diduga adanya penambahan putih telur
(Ayu dkk., 2016), maltodekstrin tidak meningkatkan busa yang dapat memperluas
memiliki kandungan mineral bahan, volume foam sehingga nilai foam
sehingga penambahan maltodekstrin yang densitynya lebih rendah dibanding nilai
lebih sedikit justru membuat kandungan foam density perlakuan tanpa putih telur.
mineral total padatan produk menjadi lebih Selain itu juga, massa foam perlakuan
banyak dibanding penambahan dengan penambahan putih telur lebih ringan
maltodekstrin dalam jumlah yang lebih dibanding dengan massa foam perlakuan
besar. Adanya pembusa yaitu putih telur tanpa penambahan putih telur.

32
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

Tabel 2. Foam Density


Perlakuan Rata-rata (g/cm3) ± SD
A (maltodekstrin 10%, putih telur 5%) 0,47 ± 0,01
B (maltodekstrin 15%, putih telur 5%) 0,49 ± 0,02
C (maltodekstrin 20%, putih telur 5%) 0,57 ± 0,01
D (maltodekstrin 10%) 0,97 ± 0,01
E (maltodekstrin 15%) 1,01 ± 0,02
F (maltodekstrin 20%) 1,02 ± 0,03
G (putih telur 5%) 0,51 ± 0,03

1
(g/cm3)

0,5

0
A B C D E F G
Bulk density 0,79 0,78 0,77 0,72 0,69 0,68 0,65
Perlakuan

Gambar 5. Bulk density. Keterangan: A = maltodekstrin 10%, putih telur 5%; B = maltodekstrin
15%, putih telur 5%; C = maltodekstrin 20%, putih telur 5%; D = maltodekstrin
10%; E = maltodekstrin 15%; F = maltodekstrin 20% dan G = putih telur 5%.
Bulk Density adalah pada perlakuan G dengan nilai
Bulk density merupakan sebesar 0,65 g/cm3.
perbandingan antara massa bubuk dengan Semakin banyak maltodekstrin yang
volume bubuk. Bulk density dalam industri ditambahkan maka akan semakin menurun
biasanya dilakukan untuk membantu nilai bulk densitynya. Hal ini diduga karena
menentukan kapasitas bubuk dalam semakin banyak maltodekstrin yang
kemasan dan cara penyimpanan serta ditambahkan maka akan semakin kecil
pendistribusiannya. Rata-rata bulk density kadar air bubuk tomat yang dihasilkan
tersaji pada Gambar 5. sehingga massa bubuk tomat menjadi lebih
Pada pengukuran bulk density, massa kecil pada volume yang sama sehingga nilai
partikel yang terukur merupakan massa bulk densitynya juga akan menjadi
partikel dan massa rongga udara yang menurun. Kadar air yang rendah memiliki
berada diantara dua partikel. Berdasarkan ukuran partikel yang kecil sehingga
Gambar 5, nilai bulk density tertinggi memiliki volume yang lebih rapat dan
adalah pada perlakuan A yaitu sebesar 0,79 mengahasilkan nilai densitas kamba yang
3
g/cm sedangkan nilai bulk density terendah kecil (Widodo dkk., 2015).

33
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

100
90
80
70

Persen
60
50
40
30
20
10
0
A B C D E F G
Kelarutan 91,24 91,52 95,24 91,24 92,86 91,24 78,67
Perlakuan

Gambar 6. Kelarutan bubuk tomat. Keterangan: A = maltodekstrin 10%, putih telur 5%; B =
maltodekstrin 15%, putih telur 5%; C = maltodekstrin 20%, putih telur 5%; D =
maltodekstrin 10%; E = maltodekstrin 15%; F = maltodekstrin 20% dan G = putih
telur 5%.
Kelarutan memecah ikatan antar partikel sehingga
Berdasarkan Gambar 6, kelarutan kemampuan produk untuk larut menurun.
bubuk tomat berkisar antara 78,67% hingga Indeks Penyerapan Air
95,24%. Nilai kelarutan tertinggi adalah Berdasarkan Gambar 7, rata-rata nilai
95,24% pada perlakuan C dan nilai indeks penyerapan air bubuk tomat adalah
kelarutan terendah adalah 78,67% pada 10,27% hingga 13,01%. Indeks penyerapan
perlakuan G. Semakin banyak air tertinggi adalah pada bubuk tomat
maltodekstrin yang ditambahkan maka perlakuan F dengan nilai 13,01%
akan semakin meningkat kelarutan bubuk sedangkan indeks penyerapan air terendah
tomat. Maltodekstrin mempunyai sifat yang adalah pada bubuk tomat perlakuan G
mampu mengikat zat-zat yang bersifat dengan nilai 10,27%. Konsentrasi
hidrofobik, selain itu maltodekstrin maltodekstrin yang semakin tinggi akan
merupakan oligosakarida yang sangat mengikat air semakin besar sehingga kadar
mudah larut dalam air, sehingga mampu air akan semakin rendah. Menurut Phisut
membentuk sistem larutan yang terdispersi (2012), bahwa semakin rendah kadar air
merata (Retnanengsih dan Intan, 2014). dalam suatu bahan maka daya serap air akan
Kelarutan juga dipengaruhi oleh kadar air semakin besar.
bahan. Peningkatan air dalam bahan dalam Higroskopisitas
jumlah banyak akan menyebabkan Tingkat higroskopisitas adalah
terbentuknya gumpalan, akibatnya kemampuan bahan untuk menyerap uap air
dibutuhkan waktu yang lama untuk dari lingkungan sekitar hingga bahan tidak

34
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

15

10

Persen
5

0
A B C D E F G
Indeks penyerapan air 11,37 11,96 12,96 10,65 12,44 12,84 10,27
Perlakuan

Gambar 7. Indeks penyerapan air. Keterangan: A = maltodekstrin 10%, putih telur 5%; B =
maltodekstrin 15%, putih telur 5%; C = maltodekstrin 20%, putih telur 5%; D =
maltodekstrin 10%; E = maltodekstrin 15%; F = maltodekstrin 20% dan G = putih
telur 5%.

25
20
Persen

15
10
5
0
A B C D E F G
Higroskopisitas 12,17 11,57 11,36 14,85 13,18 12,53 21,46
Perlakuan

Gambar 8. Higroskopisitas. Keterangan: A = maltodekstrin 10%, putih telur 5%; B =


maltodekstrin 15%, putih telur 5%; C = maltodekstrin 20%, putih telur 5%; D =
maltodekstrin 10%; E = maltodekstrin 15%; F = maltodekstrin 20% dan G = putih
telur 5%.
mampu lagi menyerap uap air. Berdasarkan Berdasarkan Gambar 8, rata-rata
GEA Niro Research Laboratory (2005), higroskopisitas bubuk tomat apel adalah
bahan dengan tingkat higroskopisitas <10% 11,36% hingga 21,46%. Higroskopisitas
tergolong ke dalam bahan yang tidak tertinggi bubuk tomat apel pada perlakuan
higroskopis, 10,1-15% tergolong ke dalam G dengan nilai 21,46% dan higroskopisitas
bahan yang sedikit higroskopis, 15,1-20% terendah bubuk tomat apel adalah pada
tergolong ke dalam bahan yang perlakuan C dengan nilai 11,36%. Semakin
higroskopis, 20,1-25% tergolong ke dalam banyak maltodekstrin yang ditambahkan
bahan yang sangat higroskopis, dan >25% maka tingkat higroskopisitas bubuk tomat
bahan tergolong sangat higroskopis sekali. apel akan menurun.

35
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

350
300
250

(mg/100g)
200
150
100
50
0
A B C D E F G
Kadar vitamin C 110,42 88,17 75,49 159,72 154,94 88,28 318,35
Perlakuan

Gambar 9. Kadar vitamin C bubuk tomat. Keterangan: A = maltodekstrin 10%, putih telur 5%;
B = maltodekstrin 15%, putih telur 5%; C = maltodekstrin 20%, putih telur 5%; D
= maltodekstrin 10%; E = maltodekstrin 15%; F = maltodekstrin 20% dan G = putih
telur 5%.
Penurunan tingkat higroskopisitas ini Bubuk tomat yang sudah dikeringkan
terjadi karena gugus hidrofob yang dimiliki masih memiliki kadar vitamin C meskipun
oleh maltodekstrin menyebabkan sulitnya menurun dari kadar vitamin C tomat pada
bahan menyerap air dari lingkungan kondisi segar. Kandungan vitamin C
sehingga produk yang dihasilkan memiliki menurun setelah sari buah tomat dibuat
tingkat higroskopisitas yang rendah menjadi bubuk. Penurunan tersebut diduga
(Rizaldi, 2012). Menurut Phisut (2012), akibat kerusakan vitamin C yang
konsentrasi maltodekstrin memberikan disebabkan oleh proses oksidasi. Kadar
higroskopis serbuk yang berbeda. vitamin C bubuk tomat berkisar antara
Konsentrasi maltodekstrin yang tinggi. 75,49 g/100g hingga 284,5 g/100 g. Kadar
Kadar Vitamin C vitamin C tertinggi adalah bubuk tomat
Vitamin C adalah salah satu dari jenis pada perlakuan G dengan nilai 284,5 g/100g
vitamin yang bersifat larut dalam air dan sedangkan kadar vitamin C terendah bubuk
berperan sebagai salah satu antioksidan. tomat adalah pada perlakuan C dengan
Vitamin C merupakan vitamin yang mudah kadar vitamin C sebesar 75,49 g/100g.
rusak karena pengaruh panas selama Penambahan maltodekstrin diduga dapat
pengeringan. Adanya penambahan menurunkan kadar vitamin C. Berdasarkan
maltodekstrin diduga dapat melindungi Retnanengsih dan Intan (2014)
kandungan vitamin C tomat selama proses maltodekstrin mengandung oligosakarida,
pengeringan. Rata-rata kadar vitamin C oligosakarida merupakan senyawa yang
dapat dilihat pada Gambar 9. mempunyai gugus hidroksil (OH) yang
banyak sehingga mampu menetralisir sifat

36
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

asam. Nilai kadar vitamin C pada perlakuan yaitu kadar air 5,86% basis basah; kadar
A, B, C lebih rendah dibandingkan dengan abu 6,24%; kelarutan 95,24%; indeks
perlakuan D, E, F; hal ini diduga karena penyerapan air 12,96%; tingkat
pada perlakuan A, B, C terjadi penambahan higroskopisitas 11,36%; kadar vitamin C
putih telur. Adanya putih telur dapat 75,49mg/100g, serta menghasilkan
memperluas permukaan bahan yang bubuk tomat dengan warna kromatis
dikeringkan sehingga kontak bahan dengan merah.
udara pengering semakin meningkat, hal ini 4. Perbedaan penambahan maltodekstrin
menyebabkan penurunan kadar vitamin C berpengaruh terhadap laju pengeringan.
pada perlakuan tersebut. Pada perlakuan G Semakin banyak maltodekstrin yang
tidak ada penamabahan maltodekstrin ditambahkan maka laju pengeringan
sehingga sifat asam dari tomat tidak semakin menurun karena semakin besar
dinetralisir, dan vitamin C dilindungi oleh total padatan dalam umpan yang
busa dari putih telur. dikeringkan maka semakin sedikit
jumlah air yang harus dievaporasi.
KESIMPULAN
1. Pembuatan bubuk tomat apel dengan DAFTAR PUSTAKA
menggunakan metode pengeringan Ayu, M., U. Rosidah, dan G. Priyanto.
2016. Pembuatan sambal cabai hijau
pembusaan membutuhkan bahan pengisi
instan dengan metode foam mat
maupun bahan pembusa guna drying. Prosiding Seminar Nasional
Lahan Suboptimal 20-21 Oktober
mendapatkan hasil yang optimal.
2016. Universitas Sriwijaya.
2. Perbedaan penambahan maltodekstrin Palembang.
pada proses pengeringan pembusaan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 1995. Daftar komposisi zat
mempengaruhi rendemen total bubuk gizi pangan Indoneisa. Jakarta:
tomat apel, dengan nilai rendemen Departemen Kesehatan.
terbaik sebesar 15,29% dengan Djaeni, M., M.S. Triyastuti, dan H.S.
Rahardjo. 2016. Pengaruh
penambahan maltodekstrin sebesar 20% pengeringan dengan metode
dan putih telur 5%. gelembung terhadap sifat fisik produk
ekstrak bunga rosela. Reaktor, 16(2):
3. Perbedaan penambahan maltodekstrin 96-102.
pada pengeringan pembusaan GEA Niro Research Laboratory. 2005.
mempengaruhi karakteristik fisikokimia Higroscopicity GEA Niro Method
No. A 14 a (on-line). https://www.
bubuk tomat apel dengan perlakuan gea.com/en/binaries/A%2014%20a%
penambahan maltodekstrin 20% dan 20-%20Hygroscopicity_tcm11-
putih telur 5% memberikan hasil terbaik

37
p-ISSN: 1410-0029; e-ISSN2549-6786
Agrin Vol. 22, No. 1, April 2018

30922. pdf. (Diakses 3 Agustus Rajkumar, P., R. Kailapan, R. Viswanathan,


2017). and G.S.V. Raghavan. 2006. Drying
dryer. Journal of Food Engineering,
Hayati, R.H., R.A. Nugrahani, dan L.
79: 1452–1459.
Satibi. 2015. Pengaruh konsentrasi
maltodekstrin terhadap rendemen Retnanengsih, N.A. dan N.T. Intan 2014.
pada pembuatan santan kelapa bubuk Analisis minuman instan secang:
(coconut milk powder). Prosiding tinjauan proporsi putih telur,
Seminar Nasional Sains dan maltodekstrin, dan Kelayakan
Teknologi 2015. Fakultas Teknik Usahanya. Jurnal Agrin, 18 (2): 129 –
Universitas Muhammadiyah Jakarta, 147.
17 November 2015, Jakarta. Rizaldi, A. 2012. Kajian Penggunaan
Kamsiati, E. 2004. Pembuatan bubuk sari maltodekstrin pada pembuatan gula
buah tomat (Lycopersicon esculentum aren serbuk dengan metode spray
Mill.) Dengan Metode “Foam-Mat drying. Skripsi. Jurusan Teknologi
Drying”. Jurnal Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri
Pertanian, 7 (2): 113 – 119. Pertanian, Universitas Padjadjaran,
Bandung.
Mulyani, Yulistiani, dan Nopriyanti. 2014.
Pembuatan bubuk sari buah markisa Widodo, I. F., G. Priyanto, dan Hermanto.
dengan metode “foam-mat drying”. 2015. Karakteristik bubuk daun jeruk
Jurnal Rekapangan, 8(1):22 – 38 purut (Cytrus hystrix DC) dengan
metode foam mat drying. Prosiding
Nurcholis, M., T. Dewanti, W.D. Rukmi,
Seminar Nasional Lahan Suboptimal,
dan J.M. Maligan. 2010. Aneka
Fakultas Pertanian Universitas
produk olahan tomat dan cabe.
Sriwijaya. 08-09 Oktober 2015
Modul. Fakultas Teknologi Pertanian.
Palembang:
Universitas Brawijaya. Malang.
Xi’an. 2016. Tomat ekstrak, bubuk tomat
Paramita, I., S. Mulyani, dan A. Hartiati.
alami lycopene bubuk 1%-10%. (on-
2015. Pengaruh konsentrasi
line). http:www//id.naturalextractsob
maltodekstrin dan suhu pengeringan
eo.com/standardextract/tomato-
terhadap karakteristik bubuk
extract.html (Diakses 10 Mei 2017)
minuman sinom. Jurnal Rekayasa
dan Manajemen Agroindustri,
3(2):56-68

38

Anda mungkin juga menyukai