Judul : Chindil (Chitosan Edible Film)-Pengawet Alami Tomat dari Limbah Kulit Udang
dan Ekstrak Kulit Jeruk.
Bidang Penelitian:
Matematika, Sains dan Teknologi
1
buah tomat pada khusunya. Sehingga kerugian pascapanen para petani dan komsumen dapat
dikendalikan. Lebih dalam, Chitosan Edible film yang diusulkan dalam riset ini bersifat
biodegradable dan dapat dikonsumsi bersamaan dengan buah karena difabrikasi dari bahan
alam yang ramah lingkungan dan non-toxic. Disamping itu, penelitian ini dapat
meningkatkan nilai guna limbah kulit udang dan limbah kulit jeruk di Indonesia, baik dari
aspek ekonomi maupun scientific.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh pelapisan chitosan edible film – ektrak kulit jeruk nipis
terhadap masa pembusukan buah tomat dibanding dengan tomat tanpa pelapisan?
2. Bagaimana aktivitas antibakteri dan jamur pada produk chitosan edible film –
ektrak kulit jeruk nipis?
3. Berapa konsentrasi optimal dari perbandingan chitosan dan ektrak kulit jeruk
terhadap masa pembusukan buah tomat?
Tujuan Penelitian
Manfaat penelitian
Manfaat Teoritis :
Untuk memberikan sumbangsih pengetahuan baru terkait pengembangan pemanfaatan
chitosan edible film - ektrak kulit jeruk nipis dalam memperpanjang masa simpan buah
Manfaat Praktis :
Untuk memberikan solusi bagi para petani maupun konsumen dalam mengendalikan
kerugian akibat pembusukan buah tomat yang sangat cepat.
Kajian Teori
Edible film berbasis biopolymer merupakan salah satu teknik pascapnen yang penting
untuk dilakukan guna melindungi produk dari faktor antropogenik selama masa
penyimpanan. Chitosan ((1,4)-2-deoxy-2-amino-D-glucopyranose) merupakan biopolymer
alami turunan dari kitin yang yang terdeasetilasi pada eksoskeleton krustasea terutama pada
udang [8]. Sifat fisik dan kimia yang baik membuat chitosan menjadi primadona untuk
2
aplikasi pengemasan makanan. Chitosan bersifat biodegradable, non-toxic, mudah terurai,
dan bisa dimakan. Menariknya, chitosan juga memiliki kemampuan untuk menghalangi
difusi air dan oksigen ketika dilapisi pada makanan [9]. Sehingga edible film berbasis
chitosan dapat mengontrol oksidasi, menghambat laju transpirasi dan respirasi dari buah
sehingga dapat mengendalikan pembusukan. Edible film yang terbentuk pada permukaan
buah memberikan perlingdungan pada kandungan nutrisi dan kontamina dari mikroba
sehingga keamanan pascapanen yang meliputi umur simpan, warna, rasa, kelembapan dan
aroma dapat dikendalikan [10,11].
Dalam konteks ini, untuk meningkatkan aktivitas antimikroba dari edible film, juga
diusulkan penambahan ektrak kulit jeruk sebagai biofiller alami. Penggabungan chitosan
dengan ektrak kulit jeruk sebagai antioksidan dipercaya dapat meningkatkan aktivitas
antimikrobanya. Terzioğlu et all., melaporkan bahwa ektrak kulit jeruk mengandung
senyawa flavonoid dan fenolik seperti myrcene, α-farnesene, α-terpinolene, β-pinene, dan
γ-terpinename yang mampu mengurangi tejadinya stres oksidatif sehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikroba [12]. Penggabungan ektrak kulit jeruk dengan chitosan
sebagai edible film diharapkan mampu meningkatkan aktivitas antimikroba dan menghambat
kerugian oksidasi serta reaksi enzimatik sehingga nutrisi dari buah dapat terjaga selama masa
penyimpanan. Skematik mekanisme kerja chitosan edible film – ektrak kult jeruk terhadap
pematangan pada buah ditunjukkan pada Gambar 1.
Kerugian pasca panen pada produk pertanian karena penangan dan penyimpanan
yang tidak tepat merupakan masalah utama diberbagai negara berkembang salah satunya
Indonesia. Hal ini sangat berdampak pada ekonomi pertanian [13]. Berdasarkan data,
terdapat sekitar 30-40% produk horticultural yang tidak dapat diterima oleh konsumen karena
pembusukan yang disebabkan oleh berbagai factor baik dari aspek fisik, biologis maupun
mekanik [14]. Tomat (Solanum lycopersicum L.) merupakan buah klimakterik yang
memiliki kematangan paling cepat, selama pematangan, pigmen hijau klorofil terdegradasi
dan karotenoid disintesis [15] sehingga tomat mudah mengalami pembusukan. Produksi
tomat tercatat sekitar 4,8 juta hektar luas lahan panen secara global dengan perkiraan
produksi sebanyak 162 juta ton [2]. Sehingga terjadi kesetimpangan antara jumlah hasil
panen dan jumlah yang dikonsumsi oleh konsumen. Hal tersebut memberikan dampak yang
signifikan terhadap ekonomi pertanian. Untuk menanggulangi hal tersebut diperlukan inovasi
baru penangan pasca panen untuk meningkatkan masa simpan dan menjaga kesegaran buah
tomat dalam jangka waktu lama.
Baru baru ini, inovasi baru terkait pelapisan kitosan sebagai pengawet pada produk
horticultural banyak disoroti. Kitosan bersifat non-toxic baik bagi manusia, hewan maupun
lingkungan. Kitosan terbukti ampuh dalam menghambat pembusukan dan memperpanjang
3
umur simpan buah buahan. [16]. Kitosan daan turunannya juga telah terbukti dalam
menghambat pertumbuhan berbagai jamur [17,18]. Riset sebelumnya yang dilakukan oleh
Batista et all., juga menyebutkan bahwa kitosan yang dilapisi pada buah stroberry tidak
mengubah astringency dari buah dan tebukti mampu memperpanjang umur simpan buah
[19]. Riaz et all., juga telah berhasil mensintesis kitosan yang dikombinasikan dengan
polifenol buah apel sebagai pelapis buah storberi [20]. Dari hasil riset tersebut diperoleh
bahwa terjadi peluruhan berkurang hingga 19% dari sampel kontrol tanpa pelapisan. Riset
lain seperti Kumar et all., juga telah berhasil melapisi kitosan pada buah manga dan
memperoleh hasil yang signifikan (p ≤ 0.05) terhadap masa simpan buah manga [9]. Namun
sejauh ini, kitosan yang digunakan oleh peneliti sebelumnya masih bersifat komersit dan
harganya relative mahal. Disisi lain, udang sangat melimpah keberadaannya dialam
khususnya dinegara maritim Indonesia. Sejauh ini, udang hanya dimanfaatkan dagingnya
saja. Sedangkan kepala dan kulitnya dianggap sebagai limbah yang tidak termanfaatkan.
Oleh karena itu, pada riset ini, kami mengusulkan inovasi fabrikasi kitosan dari limbah kulit
udang sebagai edible film pada buah tomat untuk memperpanjngan masa simpan buah tomat.
Untuk meningkatkan aktivitas chitosan terhadap pathogen penyebab pembusukan
buah, pada study ini kami juga mengusulkan penambahan ektrak jeruk nipis sebagai biofiller
alami. Ektrak jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dipercaya memiliki sifat antioksidan dan
antimikroba alami [21,22]. Riset terbaru yang dilakukan oleh Galovicova et all., melaporkan
bahwa aktivitas antioksidan dari ektrak Citrus aurantifolia mencapai 74.5 ± 0.5% dan zona
hambat terhadap bakteri gram positif mencapai 12.66 – 15.33 mm [23]. Penambahan ektrak
kulit jeruk pada chitosan edible film diharapkan mampu meningkatkan aktivitas
amntimikroba dari chitosan edible film, sehingga pembusukan tomat yang dipengaruhi oleh
bakteri jamur dapat dikendalikan dan memperpanjang masa simpan buah tomat. Riset ini
juga diharapkan mampu menambah nilai ekonomi dari limbah kulit jeruk nipis dan limbah
kulit udang yang selama ini tidak termanfaatkan dengan optimal.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan cara mencampurkan kitosan dan
ekstrak kulit Jeruk. Adapun alat dan bahan yang akan digunakan pada penelian ini
diantaranya adalah kulit udang, kulit jeruk nipis, NH4OH 25%, HCl 38%, alkohol, aquades,
gelas beaker, pipet tetes, pH meter, kertas saring, hotplate, magnetic stirrer, oven dan ayakan
dengan ukuran 100 mesh.
Pembuatan serbuk kulit udang
Sebanyak 1 kg limbah kulit udang direbus selama 20 menit. Hasil rebusan kulit udang
kemudian dicuci menggunakan aquadest hingga bersih dan dioven pada suhu 100 ˚C selama
1 jam. Kulit udang kering kemudian dihaluskan menggunakan blender sampai diperoleh
bubuk kulit udang. Selanjutnya, bubuk kulit udang diayak menggunakan ayakan ukuran 100
mesh. Proses ini akan menghasilkan serbuk kulit udang berukuran 100 mesh
Demineralisasi
Sebanyak 100 g serbuk kulit udang yang sudah dihaluskan dilarukan kedalam HCL 38%
dengan perbandingan 1:10 (b/v). Keduanya diaduk menggunakan hotplate dengan kecepatan
100 rpm pada suhu 60-70 ˚C selama 3 jam. Larutan yang diperoleh kemudian dicuci
menggunakan aquades hingga diperoleh pH netral. Larutan disaring menggunakan kertas
4
saring hingga diperoleh endapan. Endapan yang diperoleh selanjutnya disaring dan dioven
pada suhu 100 ˚C selama kurang lebih 5 jam kemudian digerus hingga diperoleh bubuk kulit
udang tanpa mineral.
Deproteinasi
Serbuk kulit udang dari hasil sebelumnya dilarutkan kedalam NH4OH 25% dengan
perbandingan 1:10 (b/v). Keduanya diaduk menggunakan hotplate magnetic stirrer dengan
kecepatan 100 rpm pada suhu 60-70 ˚C selama kurang lebih 3 jam. Larutan yang diperoleh
kemudian dicuci menggunakan aquades hingga diperoleh pH netral. Larutan kemudian
disaring menggunakan kertas saring hingga diperoleh endapan. Endapan hasil penyaringan
dioven pada suhu 100 ˚C selama kurang lebih 5 jam kemudian digerus hingga diperoleh
serbuk kitin.
Deasetilisasi Kitin
Serbu kitin yang diperoleh dari hasil sebelumnya dilarutkan kedalam NaOH 25% (1:15 b/v).
keduanya kemudian diaduk sampai homogen menggunakan hotplate magnetic stirrer selama
4 jam dengan kecepatan 100 rpm. Larutan yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan
kertas saring hingga diperoleh endapan kitosan. Endapan kitosan kemudian dioven pada suhu
100 °C selama 3 jam. Endapan yang sudah kering kemudian digerus hingga diperoleh serbuk
kitosan.
Tabel 1. Variasi konsentrasi kitosan sebagai edible film pada buat tomat
5
3. Pengamatan terhadap tomat yang sudah dilapisi dan tomat kontrol tanpa pelapisan.
Jadwal Penelitian
Daftar Pustaka
6
(Punica granatum L. cv. Tarom) at cold storage temperature,” Journal of the Science of
Food and Agriculture, vol. 93, no. 2, pp. 368–374, 2013.
[11] M. Mostafidi, M. R. Sanjabi, F. Shirkhan, and M. T. Zahedi, “A review of recent trends
in the development of the microbial safety of fruits and vegetables,” Trends in Food
Science & Technology, vol. 103, pp. 321–332, 2020.
[12] P. Terzioğlu, F. Güney, F. N. Parın, İ. Şen, and S. Tuna, “Biowaste orange peel
incorporated chitosan/polyvinyl alcohol composite films for food packaging
applications,” Food Packaging and Shelf Life, vol. 30, p. 100742, Dec. 2021, doi:
10.1016/j.fpsl.2021.100742.
[13] A. Elik, D. K. Yanik, Y. Istanbullu, N. A. Guzelsoy, A. Yavuz, and F. Gogus,
“Strategies to reduce post-harvest losses for fruits and vegetables,” Strategies, vol. 5,
no. 3, pp. 29–39, 2019.
[14] S. M. Yahaya and A. Y. Mardiyya, “Review of post-harvest losses of fruits and
vegetables,” Biomed. J. Sci. Tech. Res, vol. 13, no. 4, pp. 10192–10200, 2019.
[15] K. A. Athmaselvi, P. Sumitha, and B. Revathy, “Development of Aloe vera based
edible coating for tomato,” International Agrophysics, vol. 27, no. 4, 2013, Accessed:
Jun. 29, 2022. [Online]. Available:
http://agro.icm.edu.pl/agro/element/bwmeta1.element.agro-96c0d3b5-96fb-48b6-82d5-
d763b9dc8220
[16] S. Y. Wang and H. Gao, “Effect of chitosan-based edible coating on antioxidants,
antioxidant enzyme system, and postharvest fruit quality of strawberries (Fragaria x
aranassa Duch.),” LWT-Food Science and Technology, vol. 52, no. 2, pp. 71–79, 2013.
[17] Z. Guo et al., “Antifungal properties of Schiff bases of chitosan, N-substituted chitosan
and quaternized chitosan,” Carbohydrate Research, vol. 342, no. 10, pp. 1329–1332,
Jul. 2007, doi: 10.1016/j.carres.2007.04.006.
[18] N. L. Vanden Braber et al., “Antifungal whey protein films activated with low
quantities of water soluble chitosan,” Food Hydrocolloids, vol. 110, p. 106156, Jan.
2021, doi: 10.1016/j.foodhyd.2020.106156.
[19] S. Bautista-Baños et al., “Chitosan as a potential natural compound to control pre and
postharvest diseases of horticultural commodities,” Crop Protection, vol. 25, no. 2, pp.
108–118, Feb. 2006, doi: 10.1016/j.cropro.2005.03.010.
[20] A. Riaz, R. M. Aadil, A. M. O. Amoussa, M. Bashari, M. Abid, and M. M. Hashim,
“Application of chitosan‐based apple peel polyphenols edible coating on the
preservation of strawberry ( Fragaria ananassa cv Hongyan) fruit,” J Food Process
Preserv, vol. 45, no. 1, Jan. 2021, doi: 10.1111/jfpp.15018.
[21] O. A. Olajide, O. M. Kolawole, I. B. Bada-Siyede, O. O. Ayanda, and M. M. Suleiman,
“Characterization of bacteria isolates colonizing the throat of hospitalized patients at
Sobi Specialist Hospital, Ilorin, Nigeria and in vitro antimicrobial effects of Citrus
aurantifolia and Alum on the isolates,” African Journal of Clinical and Experimental
Microbiology, vol. 23, no. 3, pp. 290–300, 2022.
[22] S. Nafisa, G. F. Swandiny, E. Gangga, and Y. A. Zaenudin, “Antimicrobial Activity
and Phytochemical Screening of Citrus aurantifolia Leaves Ethanolic Extract,”
JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, vol. 19, no. 2, pp. 287–291, 2022.
[23] L. Galovičová et al., “The Potential Use of Citrus aurantifolia L. Essential Oils for
Decay Control, Quality Preservation of Agricultural Products, and Anti-Insect
Activity,” Agronomy, vol. 12, no. 3, p. 735, Mar. 2022, doi:
7
10.3390/agronomy12030735.