Anda di halaman 1dari 12

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN

APLIKASI EDIBLE COATING PADA PRODUK HORTIKULTURA

Anggota kelompok :

1. Wienanda Trisnani (A1M013037)

2. Nurrachmat Ekapermana (A1M013039)

3. Nurini Cahyaningtyas (A1M013041)

4. Atika Oktaria (A1M013043)

5. Qothrotul Himmah R. (A1M013047)

6. Ahmad Hanif Fajaruddin (A1M013053)

7. Tia Dwi Oktaviani (A1M013055)

8. Amarilla Tri Winjareni (A1M013057)

9. Hesti Sabriani (A1M013061)


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN
TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya


bekerja di bidang pertanian. Saat ini, sektor pertanian dalam negeri mampu
memproduksi berbagai produk hortikultura. Produk hortikultura yang
dihasilkan Indonesia umumnya dikonsumsi untuk kebutuhan dalam negeri dan
kebutuhan ekspor. Produk holtikultura seperti buah dan sayur merupakan
produk yang mudah rusak (perishable). Produk yang telah dipanen mengalami
berbagai macam bentuk stress seperti hilangnya suplai nutrisi, proses panen,
pengemasan dan transportasi yang banyak menimbulkan kerusakan mekanis,
komposisi oksigen dan karbondioksida pada atmosfer yang mempercepat
senesensi, sensitivitas terhadap suhu dan proses transpirasi yang menyebabkan
produk mengalami banyak penyusutan. Iklim di Indonesia juga berkontribusi
mempercepat kerusakan produk buah dan sayur karena kelembaban udara
yang relatif tinggi. Menurut Suhardi (1992), penanganan pascapanen buah dan
sayuran di Indonesia belum mendapat perhatian yang cukup. Hal ini terlihat
dari kerusakan-kerusakan pasca panen sebesar 25 % - 28 %. Oleh sebab itu
agar produk holtikultura terutama buah-buahan dan sayuran dapat sampai ke
tangan konsumen dalam kondisi baik perlu penanganan pascapanen yang
benar dan sesuai. Bila penanganan pasca panen dilakukan dengan baik,
kerusakan-kerusakan yang timbul dapat diperkecil bahkan dihindari, sehingga
kerugian bagi konsumen dapat ditekan.

Penanganan pascapanen dan berbagai teknologi yang mendukung


tercapainya hasil yang diinginkan berupa ketahanan kesegaran produk terus
dikembangkan. Teknologi ini bertujuan untuk memberikan penampilan yang
baik pada produk, kemudahan konsumen untuk memanfaatkan produk,
perlindungan produk dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan.
Berbagai cara penanganan pascapanen buah dan sayuran yang sering
dilakukan adalah pendinginan awal (recooling), sortasi, pencucian,
penghilangan warna hijau (degreening) dan perbaikan warna serta
pengemasan dan penyimpanan. Teknologi pascapanen untuk menjaga
kesegaran hortikultura umumnya dilakukan dengan penyimpanan suhu rendah,
penyimpanan dalam udara termodifikasi dan pelapisan (coating). Pelapisan
yang umum dilakukan adalah pelapisan menggunakan lilin (waxing) dan
pelapisan menggunakan bahan yang layak dimakan (edible coating).

Kesadaran masyarakat yang semakin tinggi untuk


mengkonsumsi produk buah dan sayur segar berdampak pada
meningkatnya permintaan akan produk hortikultura yang
masih segar. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan masyarakat
mengenai kandungan gizi pada produk buah dan sayur segar
yang baik untuk kesehatan. Untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan buah dan sayur segar, diperlukan
penanganan yang tepat dalam menjaga kesegaran produk.
Menurut Ahmad, et al., (2008), konsep dari mempertahankan
umur produk-produk hortikultura adalah dengan menghambat
laju respirasi yang terjadi untuk mencegah degradasi nutrisi-
nutrisi di dalamnya. Oleh karena itu, pelapisan pada
permukaan buah merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk menjaga kesegaran produk. Edible coating
merupakan solusi yang tepat untuk masalah tersebut. Hal ini
dikarenakan edible coating tidak hanya mampu
mempertahankan kesegaran buah, namun bahan pelapis ini
juga layak untuk dikonsumsi bersama produknya. Untuk
melakukan pelapisan menggunkaan edible coating pada buah
dan sayuran, banyak bahan alami yang dapat digunakan,
misalnya dari jenis selulosa, kasein, zein, protein kedelai, dan
citosan. Bahan-bahan pelapis tersebut merupakan bahan
yang layak untuk dimakan. Edible coating merupakan isu
hangat yang terus berkembang. Hingga saat ini, berbagai
variasi bahan pembuatan edible coating dan variasi produk
target telah banyak dikembangkan. Di Indonesia, telah banyak
pula ilmuan dan tenaga ahli yang terus mengembangkannya.
Sayangnya, penggunaan edible coating di Indonesia masih
terasa asing di kalangan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip penggunaan edible coating pada produk hortikultura?
2. Bagaimana edible coating mampu mengurangi proses fisiologis pada
produk hortikultura?
3. Apakah edible coating telah terbukti mampu mempertahankan kesegaran
produk hortikultura?
4. Apa saja bahan organik yang ada di Indonesia yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan edible coating?
C. Tujuan
1. Mengetahui prinsip penggunaan edible coating pada produk hortikultura.
2. Mengetahui bahwa edible coating mampu mengurangi proses fisiologis
pada produk hortikultura.
3. Mengetahui bahwa edible coating mampu mempertahankan kesegaran
produk hortikultura.
4. Mengetahui bahan organik di Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan edible coating.
PEMBAHASAN

Prinsip penggunaan edible coating adalah interaksi rantai polimer


menghasilkan agregat polimer yang lebih besar dan stabil. Agregat polimer yang
lebih besar dan stabil yang terbentuk mampu menutup pori-pori produk
hortikultura sehingga dapat menghambat respirasi dan transpirasi. Proses respirasi
dapat membuat susut bobot produk berkurang. Hal ini dikarenakan reaksi
metabolisme yang terus berlangsung selama proses respirasi. Proses respirasi yang
terus berlangsung mengubah glukosa menjadi air dan karbondioksida sehingga
dapat membuat perubahan warna produk, menurunnya kadar air, menurunkan
flavor dan pembusukan. Selain proses respirasi proses transpirasi juga dapat
terjadi saat pori-pori produk terbuka. Proses transpirasi merupakan penguapan
udara dari dalam produk ke lingkungannya. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai
dengan produk mengakibatkan produk berusaha mencapai stoikiometri dengan
mengeluarkan zat yang ada di dalamnya. Keluarnya air diikuti berbagai zat lain
dari produk hortikultura menyebabkan susut bobot, perubahan warna, tekstur dan
nutrisi yang ada. Hal inilah yang dihambat dengan pengaplikasian edible coating
sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk hortikultura.
Fase cair dari edible coating mempermudah dalam aplikasinya pada
produk hortikultura. Hal ini disebabkan karena produk hortikultura memiliki
permukaan yang tidak beraturan. Beberapa metode untuk aplikasi coating pada
buah dan sayuran antara lain metode pencelupan (dipping), pembusaan (foaming),
penyemprotan (spraying), penuangan (casting) dan aplikasi penetesan terkontrol.
Metode pencelupan atau dipping merupakan metode yang paling banyak
digunakan terutama pada sayuran, buah, daging dan ikan dimana produk
dicelupkan kedalam larutan yang digunakan sebagai coating.
Berdasarkan hasil penelitian Soares, et al. (2011), Penggunaan edible
coating efisien untuk memperpanjang umur simpan jambu biji, mempertahankan
warna hijau pada kulit dan warna pink pada daging buahnya. Edible coating dari
pati singkong ditambahkan kitosan menunjukkan efek antimikroba pada kapang
berfilamen dan khamir. Penggunaan edible coating dengan antimikroba alami
merupakan alternatif yang baik untuk memperpanjang umur simpan buah. Kitosan
yang dapat digunakan sebagai antimikroba dapat disintesis dari kitin yang terdapat
dari limbah kulit udang windu (Penaeus monodon). Konsentrasi optimum untuk
kitosan sebagai edile coating adalah kitosan 2% ditandai dari hasil uji vitamin C,
pH dan uji adsorpsi logam Pb (Marzuki et al., 2013). Hernandez-Munoz, et al.
(2008), Edible coating menggunakan kitosan menunjukkan penundaan senesensi
dan pertumbuhan jamur pada stroberi yang disimpan pada suhu 10oC dan Rh 70
5%. Analisis sensori dari penampilan luar stroberi menunjukan pelapis kitosan
memperlambat senesensi berkaitan dengan perubahan warna dan dehidrasi. Selain
itu, hasil penelitian Marzuki, et al., 2013, kitosan sebagai coating adsorption,
terbukti mampu menurunkan kadar logam Pb yang terdapat pada permukaan buah
stroberi dan mempertahankan kualitasnya sampai hari ke lima.
Hasil penelitian lain yang membuktikan efektifikas edible coating adalah
hasil penelitian Dvila-Avia, et al. (2011), Studi terkini menunjukkan bahwa
pelapisan efektif dalam mempertahankan kualitas tomat. Penggunaan perlakuan
minyak mineral mencegah penurunan kualitas pada tingkat yang paling baik.
Hasil penelitian Nurul Hanani, et al. (2012), aplikasi edible coating dari kitosan-
stearin mampu meningkatkan kualitas dan umur simpan belimbing selama
penyimpanan pada suhu ruang dengan memperkecil susut bobot, mempertahankan
penampilan produk, memperlambat respirasi dan produksi etilen. Perbandingan
kitosan-stearin terbaik adalah (C:S) 1:1. Hasil penelitian Ghavidel, et al. (2013),
menunjukan bahwa edible coatings terbukti mampu memperpanjang umur simpan
potongan apel dengan memperlambat perubahan warna selama penyimpanan.
Selama pengujian, edible coating dari protein whey dan isolate protein kedelai
menunjukkan hasil paling efektif. Penambahan minyak biji bunga matahari pada
edible coating terbukti mampu mempertahankan tekstur apel dengan mencegah
pengurangan air.
Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa edible coating terbukti
mampu memperpanjang umur simpan hasil hortikultura dengan mengurangi
respirasi produk dan mengurangi transpirasi yang berdampak pada ketahanan,
warna, tekstur dan penguapan air yang menurunkan angka susut bobot produk.
Berbagai edible coating yang digunakan juga terbukti mampu memberikan efek
antimikroba yang mencegah kerusakan lebih lanjut pada produk. Bahan yang
digunakan pada pembuatan edible coating pada penelitian-penelian yang telah ada
juga terbukti merupakan bahan yang layak dikonsumsi.
Komponen pelapis edibel dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu
hidrokoloid, lipid dan komponen campurannya. Hidrokoloid yang cocok
diantaranya adalah protein, derivat sellulosa, alginat, pektin, pati dan
polisakaridanya. Lipid yang cocok adalah lilin, asilgliserol dan asam lemak.
Pelapis campuran dapat berbentuk bilayer, dimana lapisan yang satu hidrokoloid
bercampur dalam lapisan hidrofobik.
Edible coating menggunakan bahan dasar polisakarida memiliki
kemampuan bertindak sebagai membran permeable yang selektif terhadap
pertukaran gas CO2 dan O2. Sifat tersebut dapat memperpanjang umur simpan
karena respirasi nuah dan sayuran menjadi berkurang (Krochta et al, 2002). Pati
sagu merupakan salah satu contoh polisakarida yang berpotensi digunakan sebagai
edible coating.
Syarat edible coating yang baik yaitu tidak berbau, tidak berasa, dan tidak
menyebabkan perubahan organoleptic. Pelapisan atau coating tidak hanya
melapisi metal dari korosi, tetapi juga mencegah kontak antara makanan dengan
logam yang dapat menghasilkan warna atau cita rasa yang tidak diinginkan.
Bahan yang digunakan sebagai pelapis adalah oleoresin, zat penolik,
polibutadiena, epon, vinil dan malam (honey wax). Yang paling banyak digunakan
adalah oleoresin dan hampir semua pelapis dibuat dari pelapis buatan (sintetik).
Pelapis yang dibuat dari hidrokoloid mempunyai beberapa kekurangannya
yaitu bungkus dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi
uap air dan bungkus protein biasanya sangat dipengaruhi oleh perubahan pH.
Pelapis edibel dari lipid mempunyai kelebihan yaitu baik digunakan untuk
melindungi produk konfeksioneri. Sedangkan kekurangannya yaitu kegunaannya
dalam bentuk murni sebagai pelapis terbatas, karena cukup banyak kekurangan
integritas dan ketahanannya.
Zat Pemlastis
Plasticizer didefinisikan sebagai bahan non volatil, bertitik didih tinggi
jika ditambahkan pada material lain sehingga dapat merubah sifat material
tersebut. Penambahan plasticizer dapat menurunkan kekuatan intermolekuler dan
meningkatkan fleksibilitas film dan menurunkan sifat barrier film. Gliserol dan
sorbitol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk
mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekuler, plasticizer
ditambahkan pada pembuatan edible coating untuk mengurangi kerapuhan,
meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu
rendah.
Tapioka
Beberapa sifat pati adalah mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut
dalam air dingin tetapi di dalam air panas dapat membentuk gel atau sol yang
bersifat kental. Sifat kekentalannya ini dapat digunakan untuk mengatur tekstur
makanan dan sifat gelnya dapat diubah oleh gula atau asam. Penguraian tidak
sempurna dari pati dapat menghasilkan dekstrin yaitu suatu bentuk oligosakarida.
Tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara
lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan
tepung jagung, kentang, gandum atau terigu, komposisi zat gizi tapioka cukup
baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu
pewarna putih. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan
pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan seperti dalam pembuatan
puding, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging dan industri farmasi.
Tapioka banyak digunakan dalam berbagai industri karena kandungan
patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah membengkak dalam air panas
dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki. Selain itu pemakaian tapioka
disukai karena memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang netral,
warna yang terang dan daya lekatnya yang sangat baik.
Bahan yang Ditambahkan
Bahan baku yang ditambahkan dalam pembuatan edible film antara lain
antimikroba, antioksidan, flavour, pewarna dan plasticizer. Bahan antimikroba
yang umumnya sering digunakan adalah asam benzoat, asam askorbat, kalium
sorbat dan asam propionat. Antioksidan diperlukan untuk melindungi dari reaksi
oksidasi, degradasi dan pemudaran. Antioksidan yang sering digunakan berupa
senyawa asam dan senyawa fenolik. Senyawa asam yang digunakan antara lain
asam sitrat dan asam sorbat. Sedangkan senyawa fenolik yang dipakai adalah
BHA, BHT, propil galat, dan tokoferol. Plasticizer yang dipakai adalah sorbitol.

Penutup
Kesimpulan
Prinsip penggunaan edible coating adalah dengan menutup pori-pori dari
produk hortikultura agar dapat mencegah respirasi dan transpirasi. Proses respirasi
dan transpirasi yang dihambat mampu membuat kesegaran dari produk
hortikultura terjaga dan memperpanjang masa simpan. Bahan baku pembuatan
edible coating dapat diperoleh dari pati sagu, pati singkong, dan kitosan dari kulit
udang.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,Shafeeg;Ade Nurisman;Wahyu Fitrianto; Arif Rahman Hakim; dan Nur


Hidayat. 2008. Edible Coating Dari Gel Lidah Buaya Sebagai Alternatif
Bahan Untuk Mempertahankan Mutu Produk Dengan Aplikasi Spray.
Laporan akhir PKM-P.IPB:Bogor.

Dvila-Avia, Jorge Esteban de Jess, Jos Villa-Rodrguez, Reynaldo Cruz-


Valenzuela, Mariana Rodrguez-Armenta, Miguel Espino-Daz, Jess
Fernando Ayala-Zavala, Guadalupe Isela Olivas-Orozco, Basilio Heredia
and Gustavo Gonzlez-Aguilar. 2011. Effect of Edible Coatings, Storage
Time and Maturity Stage on Overall Quality of Tomato Fruits. American
Journal of Agricultural and Biological Sciences Vol. 6 (1): Hal 162-171.

Ghavidel, Reihaneh Ahmadzadeh, Mehdi Ghiafeh Davoodi, Ahmad Fahim Adib


Asl, Tanaz Tanoor, Zahra Sheykholeslami. 2013. Effect Of Selected Edible
Coatings to Extend Shelf-Life Of Fresh-Cut Apples. Intl J Agri Crop Sci.
Vol., 6 (16): Hal 1171-1178.

Hernandez-Munoz, Pilar, Eva Almenar, Valeria Del Valle a,1, Dinoraz Velez,
Rafael Gavara. 2008. Effect of Chitosan Coating Combined with
Postharvest Calcium Treatment on Strawberry (Fragaria x ananassa)
Quality During Refrigerated Storage. Food Chemistry Vol. 110: Hal 428-
435.

Krochta, J. M, E. A. Baldwin, and M. Nisperos-Carriedo. 2002. Edible Coatings


and Films to Improve Food Quality. CRC Press LLC. Pp 379.

Marzuki, Qosim, Khabibi, Nor Basid A. Prasetya. 2013. Pemanfaatan Limbah


Kulit Udang Windu (Penaeus Monodon) sebagai Edible Coating dan
Pengaruhnya Terhadap Kadar Ion Logam Pb(Ii) pada Buah Stroberi
(Fragaria x ananassa). Chem Info Vol 1 (1): Hal 232-239.

Nurul Hanani, M. Z., Halimahton Zahrah, M. S. and Zaibunnisa, A. H. 2012.


Effect of Chitosan-Palm Stearin Edible Coating on The Post Harvest Life
of Star Fruits (Averrhoa Carambola L.) Stored at Room Temperature.
International Food Research Journal Vol. 19 (4): Hal. 1433-1438.

Soares, Nilda De Ftima Ferreira, Danielle Fabola Pereira Silva, Geany Peruch
Camilloto, Cristiane Patrcia Oliveira, Neuma Maria Pinheiro, Eber
Antonio Alves Medeiros. 2011. Antimicrobial Edible Coating in Post-
Harvest Conservation of Guava. Rev. Bras. Frutic., Jaboticabal - SP
Volume Especial, E: Hal. 281-289.

Suhardi, 1992. Penanganan Pasca Panen Buah dan Sayuran, PAV Pangan dan
Gizi, UGM. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai