Disusun oleh:
Monica Talenta 18.I1.0012
Olivia Octaviana 18.I1.0048
Elisabeth Priscilla 18.I2.0031
Agnes Wijaya 18.I2.0035
2020
1
DAFTAR ISI
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
i. Mengetahui pengaruh pemasakan pasta omat terhadap kandungan
warna.
ii. Mengetahui pengaruh pemasakan pasta tomat terhadap kandungan
Vitamin.
iii. Mengetahui pengaruh pemasakan pasta tomat terhadap flavor.
BAB II ISI
Pasta tomat dapat dibuat dengan melakukan metode blanching atau pemanasan
terhadap buah tomat yang dilanjutkan dengan penghalusan/penghancuran. Dari
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh seorang peneliti terhadap pemanasan
(blanching) yang telah dilakukan terhadap warna dari pasta tomat yang dihasilkan
menghasilkan hasil data dari pasta tomat ini ternyata berpengaruh terhadap hasil
warna yang menjadi cerah. Menurut Laksmi (1972) tujuan blanching adalah untuk
menonaktifkan enzim-enzim yang terkandung dalam buah tomat yang
menyebabkan perubahan warna yang tidak diinginkan pada hasil olahannya..
Proses blanching dapat memperbaiki penampakan dan menjadi mudah tersusun
secara kompak dalam wadah pengemas (Sjaifullah et al., 1989). Tergantung dari
panas yang diberikan, proses pemanasan atau blanching ini dapat mematikan
beberapa mikroba (Winarno, 1980). Sehingga tanpa melalui proses pemanasan ini,
enzim-enzim dan mikroba akan dapat mendegradasi likopen sehingga warna
menjadi cepat pudar.
Menurut Hok et al (2017), pada proses pemanasan dalam pembuatan pasta tomat
akan menyebabkan kandungan vitamin pada tomat semakin menurun. Hal ini
terjadi karena beberapa kandungan vitamin yang tidak tahan panas pada tomat
menurun seperti vitamin C dan B1 akan terdegradasi pada suhu tinggi. Karena
pada suhu tinggi molekul-molekul penyusun pada vitamin terputus ikatannya
sehingga vitamin terurai dan rusak. Selain suhu, lamanya pemanasan juga
mempengaruhi kandungan vitamin pada pasta tomat, semakin lama waktu
pemanasan maka konsentrasi kandungan vitamin pada pasta tomat akan semakin
menurun . Hal ini disebabkan semakin tinggi suhu maka konstanta kecepatan
reaksi semakin besar. Fenomena ini sesuai dengan persamaan Arrhenius yang
menyatakan bahwa konstanta kecepatan reaksi (k) berbanding lurus dengan suhu
(T) sehingga semakin tinggi suhu maka konstanta kecepatan reaksi akan semakin
besar sehingga vitamin yang terdegradasi akan semakin banyak. Menurut
Sumardino et al (2009), vitamin C yang dipanaskan akan teroksidasi membentuk
asam dehidroaskorbat. Penurunan kandungan vitamin juga dapat disebabkan
karena adanya penguapan atau difusi air dan sifat vitamin C yang mudah larut air.
Menurut Mukaromah et al (2010), vitamin yang terdapat dalam bahan akan lebih
mudah larut ddengan pemanasanm karena tanpa pemanasan vitamin akan masi
tertinggal pada ampas. Cara memasak (pengukusan dan perebusan),suhu, lama
waktu pemanasan, cara pemotongan, dan volume air akan berpengaruh terhadap
kerusakan vitamin C. Sehingga apabila ingin membuat pasta tomat dengan
kandungan vitamin tertentu perlu diperhatikan kadar vitamin yang hilang
sehingga dapat dilakukan penambahan vitamin pada saos tomat agar kadar
vitamin yang diinginkan dapat diperoleh dan perlu diperhatikan stabilitas dari
masing-masing vitamin.
2.3. Pengaruh Pemasakan Pasta Tomat Terhadap Flavor
Pada pembuatan pasta tomat merupakan berbahan dasar tomat murni / puree yang
sebelum diolah harus dilembutkan terlebih dahulu. Pasta tomat memiliki rasa
manis hingga asam sama sperti dengan tomat murni karena tidak menggunakan
bahan tambahan atau bumbu-bumbu yng menambah asin, dan manis. Pembuatan
pasta tomat didalam industri Menurut Marpaung (1997), salah satunya harus
memiliki kadar asam yang tinggi, penambahan tepung maizena dan asam sitrat
sebagai pengental dan penstabil. Namun jika semakin banyak tepung maizena
yang digunakan akan mempengaruhi rasa yang menjadi lebih asam, hal ini
umumnya tidak disukai oleh konsumen. Selain itu pembuatan pasta tomat tidak
diberikan tambahan bumbu yang lain seperti halnya pembuatan saus tomat.
Sehingga rasa dapat terpengaruh dengan mudah. Tidak hanya tepung maizena
namun penggunaan asam sitrat bertujuan sebagai penguat rasa, pengawet,
pencegah kerusakan warna dan aroma, dan yang utama untuk pengatur pH yang
dapat berdampak pada rasa dan pertumbuhan mikroba yang dapat sebabkan
kerusakan bahan pangan (Winarno, 2002). Menurut peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, pH < 4,3 untuk asam sitrat digunakan dalam
pembuatan pasta tomat. Semakin tinggi konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan
semakin rendah pH pasta tomat dan semakin lama penyimpanan semakin tinggi
nilai pH. lamanya penyimpanan pasta tomat dari rasa asam yang khas akan
berubah menjadi rasa asam yang tidak disukai hal ini sesuai dengan teori Buckle
(1985), selama penyimpanan terjadi kenaikan pH akibat aktifitas khamir dan
kapang yang dapat memberikan rasa lain.
DAFTAR PUSTAKA