Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TEKNOLOGI FERMENTASI MAKANAN DAN MINUMAN

Fermentasi pada Sayuran dan Produk-produk Hasil Fermentasi Sayuran

Kelompok 6 :
Syanara Aulia
Andri Laksono
Ratih Siswanina
Hanni Listia F.
Asti Arya N.
Mahfud Ainun N.

240210120111
240210120112
240210120115
240210120116
240210120117
240210120118

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2015

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sayuran merupakan bahan pangan yang berasal dari tumbuhan yang
memiliki kadar air yang tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau setelah
diolah secara minimal (Anonim, 2015). Kadar air yang terkandung dalam sayuran
mencapai 70-95% (Tjahjadi dkk, 2008). Selain itu, sayuran juga mengandung
banyak vitamin dan mineral, seperti vitamin A, vitamin C, zat besi, kalsium, dan
lain-lain. Karena memiliki kadar air tinggi dan mengandung banyak zat gizi yang
bermanfaat bagi manusia, maka sayuran mudah mengalami kerusakan. Kerusakan
pada sayuran dapat disebabkan oleh mikroorganisme, mekanis, maupun kerusakan
kimiawi. Oleh karena itu, perlu diusahakan beberapa cara pengolahan untuk
memperpanjang umur simpan. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam
pengolahan sayuran adalah dengan cara fermentasi.
Fermentasi merupakan cara tertua selain pengeringan yang dilakukan oleh
manusia dengan tujuan untuk pengawetan dan pengolahan makanan. Pengawetan
bahan pangan dengan metode fermentasi diduga mulai berkembang di Timur jauh
semenjak manusia mulai mengumpulkan dan menyimpan bahan pangan, salah
satunya sayuran. Dalam menyimpan sayuran, mereka menghadapi masalah dalam
hal mempertahankan mutu organoleptik dan nilai gizinya, terutama apabila
disimpan dalam waktu yang relatif lama. Untuk mengatasi masalah tersebut,
dilakukan dengan menambahkan garam atau air laut pada sayuran untuk
memperpanjang masa simpannya (Anonim, 2013).
Fermentasi dapat dideskripsikan sebagai suatu proses perubahan secara
biokimia pada bahan pangan oleh aktivitas mikroorganisme dan metabolit
aktivitas enzim, yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut (Rustan, 2013).
Proses katabolisme memegang peranan penting dalam siklus kehidupan
mikroorganisme. Kemampuan mikroba dalam mengubah karbohidrat melalui
proses katabolisme tersebut menjadi asam laktat, asam asetat, alkohol, dan
senyawa-senyawa lain, menyebabkan mikroorganisme menjadi penting bagi
manusia untuk menghasilkan makanan awet dan bergizi tinggi (Anonim, 2013).
Hampir semua jenis sayuran dapat difermentasi, dengan syarat sayuran
tersebut mengandung cukup gula dan zat gizi lain untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Selain dapat mengawetkan dan memperpanjang umur simpan,

fermentasi pada sayuran juga dapat menghasilkan suatu produk pangan dengan
sifat inderawi yang khas. Berbagai hasil penelitian telah berhasil mengungkapkan
bahwa melalui fermentasi, bahan-bahan makanan akan mengalami perubahan fisik
dan kimia yang menguntungkan seperti terbentuknya flavor dan aroma yang
disukai (Anonim, 2013). Produk-produk hasil fermentasi sayuran yang banyak
diketahui misalnya sauerkraut, acar, kimchi, dan produk-produk lainnya.
1.2. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mempelajari
fermentasi pada sayuran serta mengetahui produk-produk hasil fermentasi pada
sayuran.

II. FERMENTASI PADA SAYURAN DAN PRODUK-PRODUK HASIL


FERMENTASI SAYURAN
2.1. Fermentasi pada Sayuran
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan
pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk
meningkatkan keawetan pangan dengan diproduksinya asam dan/atau alkohol,
untuk menghasilkan produk dengan karekateristik flavor dan aroma yang khas,
atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik (Anonim,
2006). Fermentasi menurut Desrosier (1988) adalah suatu proses oksidasi atau
penguraian karbohidrat dalam kondisi anaerob atau anaerob sebagian. Pada proses

fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau busuk dan menghasilkan gas


karbondioksida selama sel-sel mikroorganisme yang hidup bekerja. Fermentasi
yang normal adalah perubahan karbohidrat menjadi asam. Apabila dalam proses
fermentasi timbul bau busuk, maka fermentasi tersebut mengalami kontaminasi
akibat pertumbuhan mikroorganisme yang menguraikan protein (Desrosier, 1988).
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa keuntungankeuntungan, antara lain sebagai berikut.
Proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi pH dan suhu normal,
sehingga tetap mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai

gizi dan organoleptik produk pangan,


Karakteristik flavor dan aroma produk yang dihasilkan bersifat khas, tidak

dapat diproduksi dengan teknik/metode pengolahan lainnya


Memerlukan konsumsi energi yang relatif rendah karena dilakukan pada

kisaran suhu normal


Modal dan biaya operasi untuk proses fermentasi umumnya rendah
Teknologi fermentasi umumnya telah dikuasai secara turun temurun dengan
baik.
Mikroorganisme sudah terdapat pada bahan pangan secara alami dan dapat

menimbulkan kerusakan apabila tidak diatasi. Seperti yang telah dijelaskan


sebelumnya bahwa proses fermentasi adalah proses yang memanfaatkan jasa
mikroorganisme, maka pengendalian proses fermentasi pada dasarnya adalah
pengendalian pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tersebut. Pengendalian
fermentasi bergantung pada kondisi lingkungan yang ada. Kondisi lingkungan
selama proses fermentasi berlangsung dapat berubah apabila terjadi perubahan
pada faktor-faktor pengendali fermentasi. Faktor-faktor pengendali fermentasi ini
akan sangat menentukan berlangsungnya fermentasi. Faktor-faktor pengendali
selama proses fermentasi berlangsung menurut Desrosier (1988) adalah sebagai
berikut.
pH bahan pangan, kebanyakan bahan pangan segar yang dikonsumsi

bersifat, asam misalnya pH untuk sayuran berkisar antara 4,6 sampai 6,5.
Ketersediaan sumber energi, di mana karbohidrat yang terdapat dalam suatu
bahan pangan akan mempengaruhi mikroorganisme yang dominan tumbuh,
misalnya gula dalam susu adalah laktosa sehingga mikroorganisme yang
dapat memfermentasikan laktosa yang akan dominan tumbuh.

Ketersediaan oksigen, tergantung pada jenis mikroorganisme dan produk


akhir fermentasi yang diinginkan, misalnya fermentasi produk alkohol

menggunakan khamir memerlukan kondisi oksigen yang terbatas.


Suhu, tiap jenis mikroorganisme yang diinginkan dalam fermentasi
memiliki suhu optimum masing-masing sehingga pengaturan suhu substrat

perlu diperhatikan.
Pengaruh natrium klorida, adanya garam dalam substrat dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dengan membatasi jumlah air
yang tersedia.
Fermentasi pada sayuran merupakan fermentasi spontan, yaitu proses

fermentasi tanpa penambahan mikroba (starter) dan terjadi dengan sendirinya


dengan bantuan mikroflora yang terdapat secara alami. Sayuran sebagai
mediumnya selanjutnya dikondisikan sehingga mikroba tertentu yang melakukan
fermentasinya yang dapat tumbuh dengan baik. Fermentasi pada sayuran adalah
metode pengawetan yang mengkombinasikan antara penggaraman untuk
mengendalikan mikroorganisme secara selektif dan fermentasi untuk
memantapkan jaringan yang diawetkan. Garam merupakan salah satu bahan
tambahan pangan yang memegang peranan penting dalam pengawetan pangan dan
biasa digunakan dalam proses fermentasi bahan pangan. Dalam fermentasi, garam
berperan untuk menyeleksi mikroorganisme yang dapat tumbuh (Desrosier, 1988).
Garam dalam larutan suatu substrat bahan pangan dapat menekan aktivitas
pertumbuhan mikroorganisme tertentu, dengan membatasi jumlah air yang
tersedia dan menyebabkan plasmolisis. Setiap ion dari garam yang terionisasi
akan menarik molekul-molekul air di sekitarnya. Makin besar kadar garam, makin
banyak air yang ditarik. Pada titik ini, mikroorganisme tidak dapat tumbuh karena
tidak adanya air bebas yang tersedia bagi pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah
garam yang ditambahkan berpengaruh pada populasi dan jenis mikroorganisme
yang dapat tumbuh dan yang tidak tumbuh, sehingga kadar garam dapat
mengendalikan aktivitas fermentasi apabila faktor-faktor lainnya sama (Desrosier,
1988).

Gambar 1. Garam
(Anonima, 2012)

Walau awalnya terjadi secara tidak disengaja, fermentasi sayuran dapat


mengawetkan sayuran tersebut dan menghasilkan produk dengan aroma dan cita
rasa yang khas. Pada produk fermentasi sayuran, mikroba yang melakukan
fermentasi adalah dari jenis bakteri penghasil asam laktat. Larutan garam tersebut
menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang dapat tumbuh. Adanya garam
menjadikan air dan zat gizi seperti gula tertarik keluar secara osmosis dari sel-sel
sayuran. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam
laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang
berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Kondisi yang anaerobik mutlak
diperlukan agar fermentasi berjalan dengan baik. Suhu selama proses fermentasi
juga sangat menentukan jenis mikroba dominan yang akan tumbuh. Umumnya
diperlukan suhu 30C untuk pertumbuhan mikroba (Prasetya, 1985 dikutip
Rustan, 2013).

2.2. Produk-produk Hasil Fermentasi Sayuran


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa fermentasi pada sayuran dapat
mengawetkan sayuran tersebut dan menghasilkan produk dengan aroma dan cita
rasa yang khas.Selain menghasilkan produk dengan karakteristik flavor dan aroma
yang khas, fermentasi pada sayuran juga menghasilkan pangan dengan mutu dan
nilai yang lebih baik.Proses fermentasi pada sayuran dapat dikatakan ini sangat
sederhana.Setelah dicuci dan dipotong-potong, sayuran direndam dalam air garam
atau ditaburkan garam sebanyak 2,5-6% dari berat sayuran. Penggunaan garam
akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Pada proses ini juga kontak
udara sebisa mungkin dikurangi dengan cara menutup rapat wadah fermentasi dan
air rendaman dibiarkan penuh sehingga tidak ada ruang udara tersisa. Dengan
demikian kondisi fermentasi dapat bersifat anerobik. Terdapat beberapa produkproduk fermentasi dari sayuran yang terkenal adalah acar, sayur asin dan lain-lain.

Berikut ini adalah beberapa produk-produk fermentasi sayuran yang terdapat pada
tabel 1.
Tabel 1. Produk Fermentasi Sayuran
Produk
Negara Asal
Bahan Utama
Daun mustard,
Burong mustasa
Filipina
garam

Mikroorganisme
L. brevis

Ca muoi

L. pentosus

Vietnam

Terong

Pediococcus cerevisiae
L. fermentum
L. brevis

Dakguadong

Thailand

Dhamuoi

Vietnam

Dua muoi

Vietnam

Gundruk

Nepal, India

Inziangsang

India

Daun mustard,
garam
Kubis
Mustard atau
bit, garam, gula
Kubis, lobak,
mustard, kol
Daun mustard

L. plantarum
Leuconostoc mesenteroides
L. plantarum
L. fermentum
Pediococcus
Lactobacillus spp.
L. plantarum
L. brevis
Pediococcus acidilactici
Weissella cibaria
W. hellenica

Jiang-gua

Taiwan

Timun, garam

L. plantarum
Leuconostoc lactis

Khalpi

Nepal

Kimchi

Korea

Timun

Kubis, lobak,
garam

Enterococcus casseliflavus
L. plantarum
P. pentosaceus
Leuconostoc mesenteroides
L. brevis
L. plantarum

Nozawana-Zuke

Jepang

Turnip
Daun mustard,

L. sakei
L. curvatus
L. brevis

Pak-Gard-Dong

Thailand

larutan garam

P. cerevisiae

Pak-sian-dong

Thailand

dan gula
Daun Pak-sian

L. plantarum
L. brevis

(Gynadropsis

P. cerevisiae

pentaphylla),
brine

L. plantarum
L. pentosus

Kubis, seledri,
Paocai

Cina

timun, lobak,
garam, gula

L. plantarum
L. mesenteroides
L. brevis
L. lactis
L. fermentum
Lactobacillus pobuzihii

Pobuzihi

Taiwan

Cummingcordia
, garam

L. plantarum
W. cibaria
W. paramesenteroides
P. pentosaceus
Leuconostoc mesenteroides

Sauerkraut

Jerman

Kubis, garam

L. plantarum
L. brevis
L. rhamnosus
L. mesenteroides

Sayur asin

Indonesia

Sawi, kubis,
garam

L. confuses
L. plantarum
P. pentosauces
L. plantarum

Sinki

India, Nepal,
Bhutan

L. brevis
Lobak

L. fermentum
L. fallax
P. pentosauces
L. brevis

Soidon

Suan-tsai
Sunki

India

Bamboo shoot

L. fallax

Kubis cina,

L. lactis
P. pentosaceus

Taiwan

kubis, daun

Tetragenococcus

Jepang

mustard, garam
Otaki-turnip

halophilus
L. plantarum
L. brevis
P. pentosauces

Bacillus coagulans
L. plantarum
Zaitun

Spanyol,
Italia

L. brevis
Zaitun, garam

L. pentosus
P. cerevisiae
L. mesenteroides

Sumber : Swain dkk (2014)

Sawi asin merupakan suatu produk yang mempunyai cita rasa khas yang
dihasilkan melalui fermentasi spontan bakteri asam laktat. Sawi asin merupakan
salah satu alternatif dalam mengatasi resiko kerusakan pada sawi. Fermentasi sawi
pahit selain bertujuan untuk mengawetkan sawi pahit juga untuk memberikan
perubahan rasa, warna, dan bentuk yang menarik.Jenis sawi yang digunakan
adalah sawi pahit/sawi jabung/sawi hijau/Chinese mustard (Brassica juncea (L.)
Czernjaew).Sawi pahit memiliki kandungan yang tinggi pada serat, vitamin (B1,
B2, B6, C, dan E), karoten, klorofil, dan mangan. Komposisi nutrisi dalam 100
gram sawi pahit dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Nutrisi Dalam 100 Gram Sawi Pahit
Komponen
Jumlah
Kalori (kal)
21,0
Air (g)
92,2
Protein (g)
1,8
Serat (g)
0,7
Lemak (g)
0,3
Karbohidrat (g)
3,9
Abu (g)
0,9
Kalsium (mg)
39
Fosfor (mg)
33
Besi (mg)
2,9
Vitamin A (SI)
6460,0
Vitamin B1 (mg)
0,09
Vitamin C (mg)
102,0
Bagian yang dapat dimakan (%)
87,0
Sumber : Anonim (2011)

Hasil dari fermentasi sawi pahit berupa sawi asin. Sawi asin dikenal juga
sebagai sayur asin. Beberapa jenis sawi asin lainnya disebut suan-tsai atau fu-tsai
(Taiwan), kiam chai (Thailand), kiam chaye (Malaysia), dan Pak-Gard-Dong
(Thailand). Setiap negara memiliki perbedaan dalam pembuatan sayur asin
meliputi bahan yang digunakan, cara pembuatan, atau waktu fermentasi.

Gambar 2. Sawi Asin


(Anonimb, 2012)

Tahapan proses pembuatan sawi asin meliputi sortasi, pencucian, pelayuan,


peremasan, pengisian dalam wadah, penutupan, dan fermentasi.Fermentasi pada
pembuatan sawi asin merupakan fermentasi spontan, karena tidak dilakukan
penambahan mikroorganisme tertentu secara sengaja.Mikroorganisme yang
muncul dapat berasal dari permukaan sawi pahit, udara, bahan perendam,
peralatan, atau bahan-bahan lain yang digunakan. Mikroorganisme yang terlibat
dalam fermentasi sawi asin biasanya didominasi oleh bakteri asam laktat (BAL).
Hal ini berkaitan dengan kemampuan bakteri asam laktat dalam menggunakan
berbagai macam gula, menghasilkan asam laktat dan berbagai jenis asam lainnya
(Hutkins, 2006dikutip Anonim, 2011).
Pada mulanya sawi asin dibuat dengan menggunakan larutan gula dan
garam sebagai bahan perendam. Selanjutnya pembuatan sawi asin berkembang
dengan menambahkan air tajin (air rebusan beras pada pembuatan nasi) atau
tepung beras. Hal ini dilakukan untuk mempercepat waktu fermentasi, di mana
waktu yang diperlukan untuk fermentasi sawi asin umumnya adalah 3-4 minggu.
Penambahan garam pada bahan perendam diduga sebagai penyeleksi
mikroorganisme halotoleran. Bakteri asam laktat yang bersifat halotoleran mampu
hidup dan mendominasi populasi pada fermentasi sawi asin. Berdasarkan sistem
osmosis, kandungan garam lingkungan (bahan perendam) yang lebih tinggi akan
mengakibatkan air dari dalam sel-sel sawi asin keluar. Hal ini dilanjutkan dengan
penurunan aktivitas air (aw), sehingga bakteri pembusuk tidak dapat hidup di
dalam jaringan sawi asin (Anonim, 2011).
Zat dalam bahan perendam lain adalah tepung beras atau gula pasir
berfungsi substrat awal bagi pertumbuhan bakteri asam laktat dalam fermentasi.
Kedua zat ini digunakan bakteri asam laktat sebagai substrat yang mudah

dimetabolisme untuk pertumbuhan awal sebelum mendegradasi struktur yang


lebih kompleks seperti selulosa sawi pahit. Selain itu, menurut Sadek et al.
(2009)dikutip Anonim (2011), penambahan air tajin yang dikombinasikan dengan
3% garam akan menghasilkan sawi asin dengan mutu organoleptik lebih baik
dibanding tanpa penambahan air tajin. Selain itu, sawi asin akan memiliki
penampakan warna hijau muda, berasa asin, beraroma khas sawi asin, dan
bertekstur renyah.

III.KESIMPULAN

Sayuran merupakan bahan pangan yang memiliki kadar air tinggi dan

mengandung banyak zat gizi sehingga mudah mengalami kerusakan.


Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pengolahan sayuran adalah

dengan cara fermentasi.


Fermentasi merupakan suatu proses perubahan secara biokimia pada bahan
pangan oleh aktivitas mikroorganisme dan metabolit aktivitas enzim yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut.

Fermentasi pada sayuran dilakukan dengan mengkombinasikan antara

penggaraman dan fermentasi.


Selain dapat mengawetkan dan memperpanjang umur simpan, fermentasi
pada sayuran juga menghasilkan suatu produk pangan dengan sifat inderawi

yang khas.
Produk-produk hasil fermentasi sayuran yang banyak diketahui misalnya

sawi asin dankimchi.


Sawi asin merupakan produk fermentasi sawi pahit yang mempunyai cita

rasa khas.
Tahapan proses pembuatan sawi asin meliputi sortasi, pencucian, pelayuan,
peremasan, pengisian dalam wadah, penutupan, dan fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Proses dan Produk Fermentasi Pangan. Terdapat pada :
https://labfpuwg.files.wordpress.com/2010/02/proses-dan-produkmakanan-fermentasi.pdf (diakses pada tanggal 4 Maret 2015)
Anonim. 2011. Sawi Asin: Produk Sawi Fermentasi Indonesia. Terdapat pada :
http://mafrikhul.bio.staff.ipb.ac.id/2011/03/17/sawi-asin/ (diakses pada
tanggal 6 Maret 2015)
Anonima. 2012. Beda Garam Dapur dan Garam Meja. Terdapat pada :
http://assets.kompas.com/data//photo/2012/05/17/1536438p.jpg (diakses
pada tanggal 6 Maret 2015)

Anonimb. 2012. Sawi Asin. Terdapat pada :


http://montalialim.blogspot.com/2012/06/sawi-asin-bikin-sendiri-sawiasin-lebih.html (diakses pada tanggal 8 Maret 2015)
Anonim. 2013. Teknologi Fermentasi Sayuran. Terdapat pada :
http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/TEKNOLOGIFERMENTASI-SAYURAN.pdf (diakses pada tanggal 4 Maret 2015)
Anonim. 2015. Sayuran. Terdapat pada : http://id.wikipedia.org/wiki/Sayuran
(diakses pada tanggal 6 Maret 2015)
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah : Muchji
Muljoharjo. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta
Rustan, I. R. 2013. Studi Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari
Fermentasi Cabai Rawit (Capsicum frutencens L.) [Skripsi]. Fakultas
Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar
Swain, M. R., M. Anandharaj, R. C. Ray, dan R. P. Rani. 2014. Fermented Fruits
and Vegetables of Asia:A Potential Source of Probiotics. Biotechnology
Research International. Volume 2014 : 1-19
Tjahjadi, C., H. Marta, dan Y. Cahyana. 2008. Bahan Ajar Penanganan
Pascapanen Sayur, Buah, dan Biji-bijian Volume 1 : Penanganan
Pascapanen Sayur dan Buah. Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran, Bandung

Anda mungkin juga menyukai