Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN SEMINAR USULAN PENELITIAN

Nama
NPM
Judul

: Silfie Sabila
: 240210120121
: Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Karakteristik Pikel Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.) pada Penyimpanan Suhu Ruang (25 2C)
Pembimbing : 1. Dr. Ir. Mohamad Djali, M.S
2. Indira Lanti Kayaputri, S.Pt., M.Si.
Penelaah
: Dr. Tita Rialita, S.Si., M.Si.
I.
I.1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang cukup strategis di Indonesia mengingat fungsinya sebagai bahan utama bumbu dasar
masakan Indonesia. Bawang merah merupakan sayuran yang hampir digunakan dalam
seluruh menu makanan di Indonesia. Permintaan bawang merah sangat tinggi, bahkan
cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Utami, 2009).
Bawang merah merupakan salah satu produk pertanian yang berguna sebagai bahan
obat-obatan dan bahan penyedap rasa. Bawang merah banyak di budidayakan oleh para
petani di daerah Brebes, Jawa Tengah. Tahun 2004, konsumsi bawang merah penduduk
Indonesia mencapai 725 ton, dan terus meningkat sekitar 5% setiap tahunnya sejalan dengan
pertumbuhan jumlah penduduk dan berkembangnya industri makanan (Kementan, 2006).
Penanganan teknologi pasca panen bawang merah oleh petani masih dilaksanakan secara
tradisional sehingga kehilangan hasil cukup tinggi. Penanganan pasca panen tersebut
menghasilkan mutu dan kuantitas yang rendah dibandingkan dengan bawang merah impor
(Mutia, 2015).
Bawang merah dapat melimpah pada waktu-waktu tertentu (saat panen raya) dan
menyebabkan harga bawang merah relatif murah, begitu pun sebaliknya pada waktu di luar
musim harganya cukup tinggi. Keadaan produksi yang melimpah menyebabkan petani
berusaha menyimpannya selama mungkin, namun umbi bawang merah tidak tahan disimpan
lama karena umbi tersebut dapat mengalami pembusukan ataupun pertunasan dini. Kondisi
seperti ini tidak menguntungkan sebab dapat menurunkan kualitas dan tidak dikehendaki
untuk bahan konsumsi (Widiawati, 2014).
Bawang merah harus segera dijemur setelah panen untuk melayukan dan menguapkan
air pada daun dan umbi serta mengeringkan tanah yang melekat pada umbi agar mudah
terlepas untuk selanjutnya disimpan di gudang. Bawang merah sering dianggap komoditi
kering, namun kadar air umbi relatif tinggi, yakni 65%. Umbi perlu diawetkan atau diolah
untuk mengurangi kerusakan serta penganekaragaman produk. Pengeringan hendaknya
mencapai kadar air di bawah 14%, hal ini untuk memperpanjang masa simpan (Hartuti dan
Histifariana, 1997).
Indonesia menerapkan kebijakan impor yang membuat penjualan bawang merah di
pasaran semakin menurun. Akibatnya stok bawang merah mengalami penumpukan dan dapat
mengalami berbagai macam kerusakan, baik kerusakan fisik maupun kimia (Kementan,
2006). Umbi yang keriput dan rusaknya jaringan pelindung pada bawang merah disebabkan

karena penjemuran dilakukan pada sinar matahari langsung (Widiawati, 2014).


Perkembangan organisme dan kegiatan enzim dapat menyebabkan pembusukan pada bawang
merah yang memiliki kadar air tinggi (Nugraheni, 2004).
Upaya untuk meningkatkan nilai jual bawang merah dan untuk menghindari
kerusakan saat penyimpanan adalah dengan mengolah bawang merah menjadi suatu produk
makanan, contohnya adalah produk fermentasi sayuran yang biasa disebut pikel. Pikel
menurut Jacob (1951), yaitu sejenis makanan padat yang berasal dari sayuran atau buah
buahan atau daging yang diawetkan dengan menggunakan asam. Asam yang digunakan
dalam pembuatan pikel berasal dari proses fermentasi yang terjadi pada cairan sayur dan
buah itu sendiri atau dengan penambahan asam dari luar dalam bentuk cuka makan.
Pikel adalah produk makanan hasil perendaman dalam larutan garam 6-10 % sehingga
mengalami fermentasi asam laktat. Gula dalam bahan yang difermentasi akan diubah
menjadi asam laktat dalam waktu tertentu sampai kadar asam mencapai 1% (Bender, 2002).
Fermentasi pikel berlangsung secara selektif dan spontan. Fermentasi spontan perlu
memperhatikan kondisi lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba pada bahan
organik yang sesuai (Potter, 1980).
Pikel mengalami penurunan tingkat kekerasan, tingkat kecerahan, serta penurunan
penerimaan terhadap rasa, aroma dan penampakan saat penyimpanan. Selain itu juga terjadi
penurunan total asam (Noviawati, 2002). Upaya dalam mencegah penurunan kualitas fisik
maupun kimiawi pikel adalah dengan cara mengemasnya ke dalam kemasan yang sesuai.
Risfaheri (1988), mengatakan bahwa kemasan yang digunakan untuk produk pikel harus
memenuhi persyaratan terutama tahan terhadap asam, kadar garam tinggi dan panas. Menurut
Desroiser (2008), tingkat asam pikel bervariasi dari 0,8 1,5% yang dinyatakan sebagai asam
laktat. Menurut Codex Alimentarius (2007), nilai pH pikel buah dan sayuran adalah dibawah
4,6. Kemasan yang digunakan harus tahan pada suhu 100 oC karena perlakuan sterilisasi pada
kemasan. Kemasan yang mungkin digunakan adalah kemasan gelas dan plastik.
Pengemasan digunakan untuk membatasi kontak antara bahan pangan dengan udara
normal sekelilingnya untuk menunda kerusakan. Belum ada penelitian untuk mengungkapkan
karakteristik pikel dipengaruhi oleh jenis kemasan selama penyimpanan pada suhu dan waktu
tertentu, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh jenis kemasan terhadap
karakteristik pikel bawang merah selama penyimpanan dalam suhu ruang.
I.2

I.3

Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan yang erat antara lama penyimpanan dengan karakteristik
pikel bawang merah yang dikemas dengan berbagai kemasan selama penyimpanan
pada suhu ruang.
2. Jenis kemasan apa yang sesuai untuk mengemas pikel bawang merah sehingga
dihasilkan pikel dengan karakteristik yang terbaik selama penyimpanan pada suhu
ruang.

Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan terhadap
perubahan karakteristik pikel bawang merah selama penyimpanan pada suhu ruang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis kemasan yang tepat untuk pikel
bawang merah, sehingga dapat mempertahankan karakteristik pikel bawang merah selama
penyimpanan pada suhu ruang.
I.4

Kegunaan Hasil Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk pengawetan
komoditi bawang merah dan juga dapat memberikan informasi bagi industri pengolahan
makanan serta masyarakat umumnya mengenai pemilihan kemasan yang tepat untuk
mempertahankan karakteristik dan umur simpan produk yang terbaik.
II.

KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

II.1

Kerangka Pikiran
Pikel bawang merah adalah produk makanan hasil perendaman dalam larutan garam

6-10% sehingga mengalami

fermentasi

asam

laktat.

Gula

dalam

bahan

yang

difermentasi akan diubah menjadi asam laktat dalam waktu tertentu sampai kadar asam
mencapai 1% (Bender, 2002).
Fermentasi asam laktat pada pembuatan pikel biasanya merupakan fermentasi alamiah
yang disebut sebagai fermentasi spontan. Mikroba yang berperan akan berkembang biak
secara spontan karena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya (Ludong,
1990). Menurut Buckle et al. (1985), bakteri asam laktat umumnya menghasilkan sejumlah
besar asam laktat dari hasil fermentasi substrat karbohidrat. Bakteri yang tumbuh secara
anaerobik cenderung memfermentasikan substrat karbohidrat untuk menghasilkan etanol
bersama sedikit produk akhir lainnya.
Proses fermentasi akan mengakibatkan perubahan kimia maupun fisik pada bahan
pangan. Perubahan kimia yang terjadi adalah merubah gula menjadi asam laktat, sedang
perubahan fisik yang terjadi adalah bahan pangan menjadi lebih mudah dicerna (Dahlan dan
Handono, 2005).
Umur simpan pikel dapat mudah terlihat dari karakteristik organoleptiknya, seperti
tekstur, warna dan kejernihan larutan pikel. Karakteristik organoleptik pikel agar tetap dalam
keadaan baik maka diperlukan wadah atau kemasan untuk menyimpannya. Wadah atau
kemasan memiliki peranan penting dalam memperpanjang masa simpan
bahan pangan, yaitu untuk melindungi produk terhadap kontaminasi dari
luar dan melindungi bahan terhadap kerusakan yang lain. Persyaratan
bagi kemasan untuk produk pangan yang perlu dipertimbangkan adalah
harus dapat ditutup secara hermetis, yaitu tidak dapat dimasuki oleh
udara, uap air dan mikroba. Di samping itu kemasan yang digunakan

harus tidak menyebabkan penyimpangan warna produk, tidak bereaksi


dengan bahan sehingga tidak merusak bahan maupun cita rasa (bahan
kemasan tidak mudah teroksidasi atau bocor), mudah pengemasannya
dan harganya murah (Winarno dan Laksmi, 1974).
Risfaheri (1988), menambahkan bahwa kemasan yang digunakan
untuk produk pikel harus memenuhi persyaratan terutama tahan terhadap
asam, kadar garam tinggi dan panas. Kemasan yang mungkin digunakan
adalah kemasan gelas kaca dan plastik. Kemasan yang digunakan untuk
mengemas pikel bawang merah dalam penelitian ini adalah kemasan jar
kaca,

plastik

HDPE

(High

Density

Polyethylene),

dan

plastik

PP

(Polypropylene).
Syarief dkk. (1989), menyatakan bahwa plastik memiliki sifat-sifat
yang menguntungkan, seperti mudah dibentuk, mempunyai adaptasi
yang cukup tinggi terhadap produk, tidak korosif serta mudah dalam
penanganan. Selain itu dibandingkan dengan jenis etilen lainnya, HDPE
memiliki sifat paling kuat, paling kokoh (rigid) dengan tingkat kejernihan
yang cukup tinggi, oleh karena itu secara fisik bersifat transparan dan
memiliki sifat permeabilitas yang rendah terhadap uap air dan gas.
Pikel jahe dengan penambahan bahan pengawet natrium benzoat
selama penyimpanan dengan kemasan HDPE mengalami penggembungan
terutama pada penyimpanan suhu 40oC namun tidak menyebabkan
kebocoran. Terjadinya penggembungan ini mengindikasikan adanya reaksi
kimia yang sedang berlangsung. Reaksi kimia yang terjadi adalah reaksi
hidrolisis, yaitu antara natrium benzoat dan air (Rahasti, 2008). Menurut
Gaman dan Sherrington (1992), setiap garam yang berasal dari gabungan
asam kuat dan basa lemah, basa kuat dan asam lemah, basa kuat dan
asam kuat serta asam lemah dan basa lemah bila bertemu dengan air
akan terjadi reaksi hidrolisis.
Menurut Robertson (1993), polipropilen memiliki densitas yang
rendah, yaitu 0,90 g/cm3. Polipropilen memiliki titik leleh tinggi, yaitu suhu
140-150oC, sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan dapat digunakan
untuk produk yang harus disterilisasi. Polipropilen bereaksi dengan
benzene, silikon, toluene, terpektin, dan asam nitrat kuat pada suhu

tinggi. Polipropilen sangat rentan terhadap sinar ultraviolet dan oksidasi


pada suhu tinggi. PP (polypropylene) adalah pilihan terbaik untuk bahan
plastik

terutama

untuk

yang

berhubungan

dengan

makanan

dan

minuman. Karakteristiknya adalah transparan, tidak jernih atau berawan,


dan cukup mengkilap. Polipropilen kuat dan ringan dengan daya tembus
uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap
suhu tinggi.
Nurminah dan Julianti (2007), menyebutkan kelebihan penggunaan
kaca dalam kemasan sebagai berikut: kedap terhadap air, gas, bau-bauan
dan mikroorganisme; inert dan tidak dapat bereaksi atau bermigrasi ke
dalam bahan pangan; kecepatan pengisian hampir sama dengan kemasan
kaleng; sesuai untuk produk yang mengalami pemanasan dan penutupan
secara hermetis; dapat didaur ulang; dapat ditutup kembali setelah
dibuka; transparan sehingga isinya dapat diperlihatkan dan dapat dihias;
dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk dan warna; memberikan nilai
tambah bagi produk; dan rigid (kaku), kuat dan dapat ditumpuk tanpa
mengalami kerusakan.
Percobaan pendahuluan terdiri dari 2 tahapan yaitu penentuan
konsentrasi larutan garam dan penentuan lama fermentasi. Penentuan
konsentrasi larutan garam dilakukan dengan membuat pikel bawang
merah pada konsentrasi yang berbeda, yaitu 0%, 3%, 6%, 9%, 12%, dan
15%

dengan jangka waktu fermentasi 2 minggu. Hasil pengamatan

menunjukkan pH larutan garam berbeda setiap konsentrasinya dan yang


memenuhi standar Codex Alimentarus (2007), yaitu pikel bawang merah
dengan konsentrasi larutan garam 6% dan 9% yang masing-masing
memiliki pH 4,3 dan 4,49 dengan karakteristik renyah, asin dan berwarna
putih kemerahan.
Selanjutnya penentuan lama fermentasi menggunakan konsentrasi
larutan garam 6% dan 9% dengan lama fermentasi 2 dan 3 minggu. Hasil
pengamatan menunjukkan nilai pH larutan garam sudah memenuhi
standar Codex Alimentarus (2007). Pada lama fermentasi 2 minggu, nilai
pH untuk konsentrasi larutan garam 6% sebesar 4,39 dan 4,35 untuk
konsentrasi larutan garam 9%. Pada lama fermentasi 3 minggu nilai pH

untuk konsentrasi larutan garam 6% sebesar 4,59 dan 4,52 untuk


konsentrasi larutan garam 9%. Karakteristik organoleptik pada konsentrasi
larutan garam 6% memiliki rasa asin yang lebih diterima dibandingkan
dengan konsentrasi larutan garam 9% (hasil dilampirkan pada lampiran
1). Berdasarkan uraian di atas maka akan dilakukan penelitian utama
untuk menentukan jenis kemasan yang paling sesuai untuk mengemas
pikel

bawang

merah

dengan

karakteristik

yang

baik

dengan

menggunakan konsentrasi larutan garam 6% dengan lama fermentasi 14


hari.
II.2

Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang erat antara lama penyimpanan dengan karakteristik pikel
bawang merah yang dikemas dengan berbagai kemasan selama penyimpanan pada
suhu ruang.
2. Jenis kemasan kaca yang paling sesuai untuk mengemas pikel bawang merah
sehingga dihasilkan pikel dengan karakteristik yang terbaik selama penyimpanan pada
suhu ruang.

III.
III.1

BAHAN DAN METODE PENELITIAN


Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Kimia
Pangan, Laboratorium Penilaian Sensori Pangan, dan Laboratorium Teknologi Pengolahan
Pangan Departemen Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran pada bulan April-Juli 2016.
III.2 Bahan dan Alat Percobaan
III.2.1 Bahan Percobaan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah: bawang merah varietas
Sumenep yang diperoleh dari salah satu perkebunan di Ciparay, CaCl2, garam NaCl, dan
akuades. Sebagai bahan analisis yang digunakan adalah aquades, NaOH 0,1 N, buffer pH 4
dan 7, fenolftalin, media MRS, dan media NA.
III.2.2 Alat Percobaan
Alat-alat produksi yang digunakan adalah: jar kaca dengan tutupnya, plastik PP
(Polypropylene), plastik HDPE (High Density Polyethylene), sealer, gunting, kantong plastik

hitam, panci, kompor gas, timbangan, termometer, pH meter, kertas saring, dan corong. Alatalat analisis yang digunakan adalah: cawan petri, erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, dan
buret.
III.3

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental (Explanatory
Research) dengan analisis deskriptif, dilanjutkan dengan analisis regresi dan korelasi. Pada
penelitian ini akan dilakukan penyimpanan pikel bawang merah yang dibuat dengan
konsentrasi larutan garam 6% yang dikemas dengan kemasan jar kaca, plastik HDPE (High
Density Polyethylene), dan plastik PP (Polypropylene) pada berbagai waktu penyimpanan,
Bahan baku
yaitu:
X1 = lama penyimpanan 4 hari
X2 = lama penyimpanan 8 hari
X3 = lama penyimpanan 12 hari
sortasi
X4 = lama penyimpanan 16 hari
X5 = lama penyimpanan 20 hari
Air bersih
Air kotor
pencucian
X6 = lama penyimpanan 24 hari
X7 = lama penyimpanan 28 hari
penimbangan
Variabel (x) adalah lama penyimpanan
sedangkan variabel terikat (y) adalah hasil
pengamatan utama berupa perubahan karakteristik warna, rasa, aroma, tekstur, TPC dan uji
Larutan
CaCl2
0,2 Data
% hasil penelitian dianalisis secara regresi korelasi kemudian disajikan
bakteri
halofilik.
Perendaman
dalam bentuk grafik.
(t = 10 menit, T = 252 oC)
Larutan garam 6%

penirisan

Pengisian ke dalam kemasan


penyaringan
III.4 Pelaksanaan Penelitian
Exhausting
(t = 3 menit, T=82oC)
Fermentasi
(t = 14 hari, T = 252 oC)
Pikel bawang merah

Analisis
Uji hedonik
pH
Total asam
Kadar garam

Larutan CaCl2 0,2 %

Total bakteri asam laktat


Total bakteri halofilik

Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Pikel Bawang Merah


(Modifikasi Suryani dkk., 2004)
III.5 Kriteria Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi :
1. Pengukuran larutan dan pikel bawang merah setelah fermentasi
a. Nilai pH dengan pH meter (AOAC, 1995)
b. Total asam tertitrasi (% asam laktat) (AOAC, 1995)
c. Kadar garam dengan refraktometer salinaty (Vedca, 2009)
2. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan (hedonik) terhadap warna,
tekstur, rasa dan aroma pikel bawang merah (Soekarto, 1985)
3. Perhitungan jumlah bakteri asam laktat dengan metode cawan (Fardiaz, 1989)
Perhitungan jumlah bakteri halofilik dengan metode cawan (Fardiaz, 1992)

Anda mungkin juga menyukai