Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH LINGKUNGAN DAN BANGUNAN PERTANIAN

TENTANG
LINGKUNGAN PENYIMPANAN TOMAT (Lypersicon esculentum Mill.)

OLEH :
KELOMPOK III
1. DIAH PUSPITA (J1B116003)
2. WASGINA (J1B116010)
3. SANDI WIBOWO (J1B116014)
4. PASKAH BIMA SAKTI (J1B116019)
5. AKMALIA (J1B116024)
6. ADE PEBRYANSYAH LUBIS (J1B116030)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatnya sehingga
kami dapat menyusun makalah tentang “Lingkungan Penyimpanan Tomat” dengan
sebaik-baiknya. Terima kasih kepada dosen mata kuliah Lingkungan dan Bangunan
Pertanian Ibu Nurfaijah S.TP, M.P karena telah memberikan kami tugas makalah
ini, dan juga terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu memberi
masukan dan mendukung dalam penulisan makalah ini sehingga selesai tepat pada
waktunya.
Meskipun penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal, namun tidak
menutup kemungkinan masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
bagi pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun penulis sendiri.

Jambi, Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................ 2
1.3 Manfaat ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1 Suhu dan Kelembaban ................................................................................ 3
2.2 Lama Simpan ............................................................................................. 4
2.3 Penyimpanan Buah Tomat ......................................................................... 5
2.4 Teknik Penyimpanan Tomat ....................................................................... 6
2.5 Laju Respirasi............................................................................................ 10
2.6 Teknik Pencampuran Gas ......................................................................... 11
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 13
3.2 Saran .......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tomat adalah salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi dan berpotensi untuk diekspor. Produksi tomat pada tahun 2006 mencapai
629.744 ton dan pada tahun 2005 sebesar 647.020 ton. Secara nasional, rata-
rata produksi mencapai 12,64 ton/ha dan khusus di Jawa 19,96 ton/ha serta luar
jawa 8,37 ton/ha. Bila dibandingkan dengan produksi di Amerika Serikat dan
Eropa dapat mencapai 100 ton/ha. Rendahnya produksi tomat di Indonesia
kemungkinan disebabkan varietas yang ditanam tidak cocok, kultur teknis yang
kurang baik atau pemberantasan hama/penyakit yang kurang efisien. Untuk
meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Produksi adalah salah satu sifat akhir yang penampilannya dikendalikan
oleh faktor genetik dan atau lingkungan maupun gabungan ke dua faktor
tersebut. Dalam arti luas, pengertian lingkungan mencakup faktor-faktor intra
maupun ekstra selluler yang dapat mempengaruhi perwujudan genotipa. Itu
berarti, produksi sebagai sifat akhir merupakan wujud akhir atau seringkali
disebut penampilan. Sifat yang ada pada tomat dapat langsung dilihat seperti
warna bunga, warna daun, dan bentuk biji (berkerut atau tidak), namun ada juga
yang memerlukan pengamatan dan pengukuran seperti tinggi tanaman, jumlah
anakan, dan produksi. Selanjutnya sifat yang memerlukan pengukuran dikenal
sebagai sifat kuantitatif dan keberadaannya ditentukan oleh faktor genetik dan
sangat tergantung pada faktor lingkungan.
Penyimpanan tomat pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas enzim
dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan
mikroba. Tujuan penyimpanan suhu rendah (10 0C) adalah untuk mencegah
kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti
pembusukan.
Sebagian besar perubahan fisikokimia buah pascapanen berhubungan
dengan respirasi seperti proses pematangan, pembentukan aroma dan

1
kemanisan, pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Sebagai buah
klimaterik, kenaikan pola respirasi buah tomat dapat digunakan sebagai acuan
untuk waktu simpan dan pematangan. Respirasi erat kaitannya dengan suhu
lingkungan penyimpanan, dengan demikian produsen buah tomat dapat
memperkirakan batas toleransi penyimpanan yang tepat agar buah tomat
seragam dan berada dalam karakteristik mutu yang baik.
Berdasarkan hal diatas, maka perlu dilakukan pembuatan makalah
mengenai lingkungan penyimpanan tomat, sehingga dapat memperpanjang
umur simpan dan mempertahankan mutu buah tomat, dengan demikian
diharapkan dapat membantu para petani produsen maupun pedagang buah
tomat, terutama pada saat puncak panen tomat, sehingga kontinuitas
ketersediaan produk dapat sedikit teratasi dan harganya cukup baik bagi para
petani produsen tomat.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lingkungan
penyimpanan tomat agar dapat mempertahankan mutu dan meningkatkan
kualitas tomat.

1.3 Manfaat
Manfaat penulisan ini adalah agar penulis dan pembaca mengetahui
lingkungan penyimpanan tomat yang baik agar dapat mempertahankan mutu
dan meningkatkan kualitas tomat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Suhu dan Kelembaban


Suhu yang rendah akan memperlambat terjadinya proses respirasi, aktivitas
mikroorganisme dan enzim. Kerusakan buah dan sayuran setelah dipanen terutama
diakibatkan karena proses respirasi yang berjalan dengan cepat.

Tabel 1. Pengaruh suhu dan tingkat kematangan terhadap susut bobot

Dari tabel dapat diketahui bahwa pada hari ke 5, 10, 15 dan ke 20 secara
mandiri suhu dan tingkat kematangan buah tidak berpengaruh nyata terhadap susut
bobot buah tomat, tetapi terjadi peningkatan susut bobot buah tomat dari hari ke 5
sampai hari ke 20. Hal ini menunjukkan bahwa buah tomat, seperti halnya sayuran
dan buahbuahan lainnya, setelah dipanen masih melakukan proses pernafasan atau
kelembaban udara rata-rata 90,52%. Selama percobaan berlangsung suhu ratarata
pagi hari 23,00 oC dan sore hari ratarata 25,10 oC, dengan kelembaban ratarata pagi
hari 89,47% dan sore hari 91,57%. Hal ini menunjukkan bahwa buah tomat, seperti
halnya sayuran dan buahbuahan lainnya, setelah dipanen masih melakukan proses
pernafasan atau respirasi. Proses respirasi ini akan menyebabkan komoditi
mengalami susut bobot. Kehilangan air pada bahan tidak hanya mengurangi susut
bobot, tetapi juga akan menurunkan mutu.
Temperatur penyimpanan bagi buah tomat yang telah berwarna merah
sebaiknya 10°C dengan kelembaban 85%-90%, apabila buah-buah tomat tampak

3
belum merah sempurna temperatur tempat penyimpanannya dikendalikan agar
antara 11,5°C -12°C. Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi
metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 10°C, kecepatan reaksi
akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Oleh karena itu penyimpanan dapat
memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena
keaktifan respirasi menurun.
Suhu yang direkomendasikan pada penyimpanan dingin tomat matang
adalah 7-10 °C. Penyimpanan tomat matang pada suhu 7-10 °C dengan kelembaban
85-90 % dapat mempertahankan mutu buah tomat matang pink selama 10-14 hari.
Penyimpanan pada suhu 10°C dapat mempertahankan mutu buah tomat matang
yang masih keras (firm ripe fruit) selama 35 hari. Suhu minimum penyimpanan
tomat bervariasi dan menurun sejalan dengan pematangan bahan. Secara umum
pendinginan dilakukan pada suhu 2,2-15,5 °C tergantung kepada masing-masing
bahan yang disimpannya.

2.2. Lama Simpan


Pengaruh interaksi antara suhu dengan tingkat kematangan buah tomat
terhadap lama simpan buah tomat.

Tabel 2. Pengaruh interaksi Suhu dan tigkat kematangan terhadap lama


simpan buah tomat

Dari tabel menunjukkan bahwa pada tingkat kematangan buah tomat


matang hijau, perlakuan suhu 20 oC memberikan lama simpan yang panjang, yaitu
22,67 hari (22 hari dan 16 jam) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada
tingkat kematangan pecah warna, perlakuan suhu 20 oC memberikan lama simpan

4
yang panjang dan berbeda nyata dengan suhu 29oC, tetapi tidak berbeda nyata
dengan suhu 10 oC. Pada tingkat kematangan matang, perlakuan suhu 10 oC
memberikan lama simpan yang panjang, yaitu 14,00 hari dan berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya. Pada taraf suhu 10 oC, perlakuan tingkat kematangan matang
hijau memberikan lama simpan yang panjang dan berbeda nyata dengan tingkat
kematangan matang tetapi tidak berbeda nyata dengan tingkat kematangan pecah
warna. Pada taraf suhu 20 oC, perlakuan tingkat kematangan matang hijau
memberikan lama simpan yang panjang dan berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya. Pada taraf suhu 29 oC, perlakuan tingkat kematangan matang hijau
memberikan lama simpan yang panjang dan berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya.
Lama simpan yang baik diperoleh pada perlakuan suhu 20 oC pada tingkat
kematangan matang hijau, yaitu 22,67 hari (22 hari dan 16 jam). Perbedaan ini
disebabkan adanya perlakuan suhu, yang memberikan efek perlindungan atau
menghambat terhadap proses laju respirasi. Laju respirasi buah dan sayuran
dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. faktor-faktor luar yang
mempengaruhi laju respirasi diantaranya adalah suhu, konsentrasi CO2 dan O2,
etilen, zat-zat pengatur tumbuh, kerusakan karena infeksi mikroorganisme dan
kerusakan oleh serangga. faktor dalam dipengaruhi oleh ukuran produk (buah),
tingkat pertumbuhan, pelapisan alamiah (kulit) dan jenis jaringan (Apandi, 1984).
Perlakuan pascapanen buah tomat dengan menggunakan mengatur suhu
penimpanan secara nyata menghambat pematangan buah tomat. Penundaan
kematangan pada tomat yang saat hijau matang dapat menunda kematangan selama
8 – 10 hari. Pengaruh terhadap kematangan terlihat dari penurunan laju
respirasinya, terhambatnya klimaterik dan penundaan perubahan warna.

2.3 Penyimpanan Buah Tomat


Pada saat penyimpanan, keasamaan buah juga berubah bervariasi menurut
jenis buahnya, kematangan, dan suhu penyimpanannya. Asam malat akan
berkurang lebih dahulu dibandingkan dengan asam sitrat. Hal ini diduga karena
adanya katabolisme sitrat melalui malat pada Siklus Kreb. Asam askorbat
umumnya akan lebih cepat berkurang jumlahnya pada suhu penyimpanan yang

5
semakin tinggi. Setelah dipetik, buah-buahan akan kehilangan suplai air dari pohon
induknya, sedangkan proses respirasi masih terus berlangsung. Dengan kadar air
yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 75-95%. Buah-buahan akan cepat layu dan
berkeriput pada suhu ruang. Untuk mengatasai hal tersebut dapat dilakukan usaha
pencegahan dengan penggunaan pengemasan dan penyimpanan suhu rendah.
Penyimpanan di bawah suhu 15°C dan di atas titik beku bahan dikenal sebagai
penyimpanan dingin (chilling storage). Penyimpanan dingin merupakan salah satu
cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, disamping pengaturan kelembaban
dan komposisi udara serta penambahan zat-zat pengawet kimia.
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme,
dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 10°C, kecepatan reaksi akan
berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Oleh karena itu penyimpanan dapat
memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena
keaktifan respirasi menurun. Beberapa faktor lingkungan yang perlu diperhatikan
dalam penyimpanan produk antara lain adalah suhu, kelembaban dan komposisi
udara. Suhu penyimpanan yang lebih rendah dari suhu optimal produk akan
menyebabkan chilling injury, sebaliknya di atas suhu optimal akan mengurangi
umur simpan produk.

Suhu yang direkomendasikan pada penyimpanan dingin tomat matang


adalah 7-10 °C. Penyimpanan tomat matang pada suhu 7-10 °C dengan kelembaban
85-90 % dapat mempertahankan mutu buah tomat matang pink selama 10-14 hari.
Suhu minimum penyimpanan tomat bervariasi dan menurun sejalan dengan
pematangan bahan. Jadi, penyimpanan dingin adalah sebagai proses pengawetan
bahan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu bekunya. Secara umum
pendinginan dilakukan pada suhu 2,2-15,5 °C tergantung kepada masing-masing
bahan yang disimpannya.

2.4 Teknik Penyimpanan Tomat

Pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan


komoditi segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya
tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen
akhir dengan nilai pasar yang tetap tinggi. Pengemasan dapat melindungi komoditi

6
dari kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis selama
pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran.

Data laju respirasi pada berbagai komposisi gas sangat diperlukan dalam
perancangan sistem pengemasan secara atmosfer termodifikasi (modifield
atmosphere packaging, MAP) maupun penyimpanan secara atmosfer terkndali
(controlled atmosphere storage, CAS). Penyimpanan produk segar hortikultura
dengan sistem MAP dialakukan dalam bentuk kemasan menggunakan plastik film
yang mempunyai nilai permeabilitas terhadap O2 dan CO2 tertentu tanpa melakukan
monitoring terhadap komposisi gas selama penyimpanan. Komposisi gas di dalam
kemasan MAP ditentukan dari komposisi gas awal yang terdapat dalam kemasan,
laju respirasi produk (laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2), nilai permeabilitas
plastik film kemasan dan suhhu penyimpanan. Tahapan perancangan pengemasan
sistem MAPadalah sebagai berikut:

1. Menentukan komposisi gas optimum dari produk yang akan dikemas. Pada
komposisi gas yang optimum mutu produk dapat dipertahankan sehingga
masa simpannya menjadi lebih lama. Konsentrasi O2 (x1) dan CO2 (x2) yang
optimum berbeda-beda untuk setiap jenis komoditas.
2. Menguku laju respirasi produk pada komposisi gas optimum tersebut,
meliputi laju konsumsi O2 (R1) dan laju produksi CO2 (R2).
3. Memilih jenis plastik film kemasan yang sesuai nilai permeabilitasnya,baik
permeabilitas terhadap O2 (P1) maupun terhadap CO2 (P2).
4. Menetapkan ketebalan (b) dan luas permukaan (A) dari plastik film
kemasan serta berat produk yang akan dikemas (W), sedemikian rupa
sehingga memenuhi persamaan model matematika sistem pengemasan
MAP pada kondisi kesetimbangan.
5. Apabila data respirasi tidak tersedia maka dilakukan simulasi dengan
mengubah—bah nilai W, b dan A sehingga menghasilkan komposisi gas
didalam kemasan mendekati komposisi optimum yang direkomendasikan.

7
Model matematik untuk pengemasan sistem atmosfer termodifikasi (MAP)
dinyatakan dalam persamaan berikut (Mannapperuma et al., 1989):

Dimana:

W = berat produk dalam kemasan (kg)

R = laju respirasi (ml / kg-jam)

P = permeabilitas film kemasan (ml mm / m2-jam-atm)

A = luas permukaan plastik (m2)

c = konsentrasi gas udara lingkungan

x = konsentrasi gas dalam kemasan

b = tebal film kemasan (mm)

subskrip 1dan 2 masing-masing menyatakan O2 dan CO2

Apabila persamaan (1) dan (2) digabungkan maka akan diperoleh:

Dimana 𝛽 adalah rasio permeabilitas CO2 terhadap O2 yang merupakan


parameter penting dalam merancang pengemasan sistem MAP. Persamaan (3)
menghasilkan garis lurus dengan kemiringan 1/ 𝛽 pada grafik hubungan
konsentrasi O2 - CO2.

8
Gambar 1. Grafik hubungan konsentrasi gas oksigen dan karbondioksida
yang untuk pengemasan buah-buahan/sayuran secara MAP.

Contoh soal:

Kemasan polietilen densitas rendah pada suhu 5 oC

Diketahui:

Konsentrasi O2 (%) : 4-6

Kosentrasi CO2 (%) : 4-6

Laju respirasi O2 (ml/kg.jam) : 4,12

Laju respirasi CO2 (ml/kg.jam) : 4,33

Permeabilitas O2 (ml.mil/m2.jam) : 1002

Permeabilitas CO2 (ml.mil/m2.jam) : 3600

Tebal kemasan (mil) : 2,35

Luas kemasan (m2) : 0,0357

Konsentrasi O2 4% dan 6%

9
Dari perhitungan diatas, maka berat buah yang dapat dikemas adalah
berkisar antara 0,554 kg sampai 0,628 kg pada kemasan dengan luas 0,0357 m2.

2.5 Laju Respirasi


Buah Tomat Berdasarkan dari hasil pengamatan, laju respirasi buah tomat
dalam dua jenis kemasan pada penyimpanan atmosfir termodifikasi selama proses
penyimpanan.

Gambar 2. Laju respirasi penyimpanan tomat

Jenis kemasan berpengaruh terhadap laju respirasi buah tomat. Laju


respirasi cendrung mengalami kenaikan baik pada kemasan plastik Wrap maupun
plastik Polypropilen. Pada penyimpanan dalam plastik Wrap nilai respirasi lebih
rendah dibandingkan dalam kemasan plastik Polypropilen. Plastik Polypropilen
memiliki densitas dan tingkat lunak yang tinggi dan plastik Wrap memiliki daya
tembus yang lebih besar sehingga kehilangan udara juga lebih besar. Husna, 2008,
menyatakan bahwa tingginya nilai respirasi dipengaruhi oleh meningkatnya suplai
oksigen yang diterima produk. Dimana jika jumlah oksigen lebih dari 20%
respirasi, maka hanya sedikit yang berpengaruh terhadap umur simpan dan bila
konsentrasi CO2 tinggi dapat memperpanjang masa simpan produk. Pada akhir
penyimpanan terlihat bahwa laju respirasi buah tomat cendrung semakin menurun,

10
hal ini disebabkan karena cadangan energi dari tomat yang disimpan telah sedikit
atau dengan kata lain proses metabolisme sedang menuju fase kebusukan. Jenis
kemasan pada laju respirasi tidak berpengaruh terhadap umur simpan buah tomat.
Prinsip pengukuran laju respirasi metode sistem terbuka secara skematik
diperlihatkan pada gambar 2. Udara masuk (inlet) dengan komposisi oksige X1 %,
karbondioksida X2 % dan nitrogen X3 % dialirkan dengan laju aliran tertentu (Q
ml/jam) ke dalam stoples berisi produk dengan berat tertentu (W). Proses respirasi
dari produk di dalam stoples tersebut akan mengeluarkan gas CO2 dan menyerap
gas O2. Sehingga udara keluar (outlet) akan memiliki komposisi gas yang berbeda,
yakni menjadi Y1 %, Y2 % dan Y3 % berturut-turut untuk O2, CO2 dan N2.
Mannaperuma dan signh (1990) menentukan laju respirasi pada metoda
sistem terbuka berdasarkan kesetimbangan massa O2 dan CO2. Sedangkan
kesetimbangan massa N2 digunakan untuk meghitung laju aliran gas masuk.
Persamaaan kesetimbangan massa tersebut ditunjukan dalam peresamaan berikut:

Dimana:
R = laju respirasi (m/kg – jam)
G = laju aliran gas masuk (ml/jam)
Q = laju aliran keluar (ml/jam)
X = kosentrasi gas masuk
Y = kosentrasi gas keluar

2.6 Teknik Pencampuran Gas


Teknik pencampuran gas dapat dibedakann dalam sistem statik dan sistem
dinamik (kader, 1992). Dalam sistem statik pencampuran dapat dilakukan
berdasarkan perbandingan berat (prosedur gravimetrik), volume atau tekanan.
Pencampuran gas berdasarkan tekanan dapat dilakukan dalam cara stoples atau
ruangan divakum terlebih dahulu hingga tekanan mencapai 30 mmHg. Kemudian
gas–gas CO2, O2 dan N2 diinjiksikan dan kosentrasiya dikendalikan secara
manometrik. Kosentrasi gas dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:

11
Dimana:
K = kosentrasi gas (%)
V = volume (ml)
P = tekanan (mmHg)

Gambar 2. Skematik sistem pengukuran laju respirasi metoda sitem terbuka


Dalam sistem dinamik, gas dialirkan secara kontinyu berdasarkan
perbandingan volume (pada tekanan suhu konstan). Teknik pencampuran dilakukan
dengan pengatur laju aliran dari masing – masing gas menggunakan klep ulir.
Teknik lain adalah dengan mengendalikan aliran gas menggunakan pipa kapiler
dari bahan gelas dengan diameter dan panjang tertentu. Penggunaan pipa kapiler
menghasilkan aliran lebih konstan, namun sangat sensitif terhadap kontaminasi
debu, kotoran atau uap air. Untuk mempertahankan aliran gas pada tekanan konstan
digunakan barostat, yaitu dengan mengalirkan gas ke dalam kolom air pada
ketinggalan tertentu.

12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Tomat yang disimpan pada suhu dingin akan mengalami penurunan mutu
yang lebih lambat dibandingkan pada suhu ruang, sedangkan tomat yang diberikan
perlakuan pendahuluan gas N2 atau CO2 lebih kecil penurunan mutunya
dibandingkan dengan tomat yang tanpa perlakuan pendahuluan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi lingkungan penyimpanan tomat yaitu suhu dan kelembaban,
respirasi, transpirasi dan komposisi gas.

3.2 Saran
Disarankan untuk melakukan pengkajian lebih lanjut mengenai lingkungan
penyimpanan tomat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Bandung.


Hasbullah, R.2008.Teknik Pengukuran Laju Respirasi Produk Hortikultura pada Kondisi
Atmosfer Terkendali. Jurnal Keteknikan Pertanian Bogor. Vol.22, No.01
Kader, AA. 1992. Post harvest Technology of Horticultural Crops University of
California. Division of Agriculture and National Resources. Marcel Dekker. Inc.,
New York.
Kusumayati, N.2015. Tingkat Keberhasilan Pembentukan Buah Tiga Varietas Tanaman
Tomat pada Lingkungan yang Berbeda. Vol. 3, No. 8, Desember 2015, hlm: 683 –
688
Mannapperuma, J.D. and Singh, R.P.1990.Modeling of gas exchange in Polymeric
Packages of Fresh Fruits and Vegetables, Paper for ASAE Winter Meeting,
Chicago, December 1990.
Saiduna dan Oktap R. M.2013. Pengaruh Suhu dan Tingkat Kematangan Buah terhadap
Mutu dan Lama Simpan Tomat. Vol.01, No.01

14

Anda mungkin juga menyukai