Anda di halaman 1dari 11

Annisa Puteri Widanti

240210140067

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan
pangan. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara
pengolahan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan
menjadi lebih lunak, lebih enak, dan lebih awet. Pemberian suhu tinggi pada
pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa
pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan
menginaktifkan enzim, selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun
tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium
botulinum.
Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan,
meskipun disimpan dalam wadah tertutup. Lamanya pemberian panas dan
tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh sifat dan jenis bahan makanan serta
tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan memerlukan pemanasan yang berbeda
untuk mematikan mikroba yang terdapat didalamnya, misalnya untuk susu
dilakukan pasteurisasi yaitu pemanasan sekitar 620C selama 30 menit.
Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba. Efek yang
ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan. Makin
tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan
untuk mematikan mikroba, pada umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak
mencakup pemasakan, penggorengan, maupun pemanggangan.
Pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan
manusia harus dimatikan
2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan
3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
Dalam praktikum pengolahan pangan dengan suhu tinggi, dilakukan
beberapa proses pembuatan bahan pangan dengan suhu tinggi seperti blansing,
pemasakan, dan sterilisasi. Proses pengolahan tersebut yakni pembuatan saos tomat
dengan 2 perlakuan, yaitu perbedaan konsentrasi maizena (1 dan 2%), lalu
penyaringan dengan kain saring dan alat saring, serta pembuatan saos cabe.
Annisa Puteri Widanti
240210140067

4.1. Saus Tomat


Saus tomat adalah produk yang dihasilkan dari campuran bubur tomat atau
pasta tomat atau padatan tomat yang diperoleh dari tomat yang masak, yang diolah
dengan bumbu- bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan
bahan tambahan pangan yang diijinkan (SNI, 2004). Menurut Muchtadi (2013) saus
tomat merupakan produk pangan yang terbuat dari pasta tomat mengandung air
dalam jumlah besar tetapi mempunyai daya simpan yang panjang karena
mengandung asam, gula, garam dan pengawet.
Penggunaan suhu tingi pada pembuatan saus tomat adalah saat proses
blansing dan pemasakan. Blansing pada tomat dilakukan selama 3 menit dengan
suhu di bawah 100 C. Menurut Estiasih (2009), blansing adalah perlakuan panas
singkat air mendidih atau uap air yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim-
enzim oksidatif dalam buah dan sayuran sebelum pengolahan lebih lanjut. Blansing
juga berfungsi menghilangkan gas dalam jaringan, meningkatkan suhu produk,
pencucian, dan melemaskan tekstur, pada tomat adanya blansing akan melemaskan
tekstur sehingga mempermudah proses pengelupasan kulit dan mempercepat proses
penghancuran. Blansing juga dapat mempertahankan warna merah tomat agar saus
tomat yang dihasilkan berwarna merah cerah walaupun tanpa pewarna.
Tomat yang sudah dihancurkan lalu disaring sehingga diperoleh bubur
tomat. Bubur tomat tersebut ditambahkan gula 9%, garam 1%, dan maizena 1% dan
2%. Bahan-bahan tersebut selain berfungsi sebagai penambah rasa, juga memiliki
fungsi-fungsi yang lebih spesifik yaitu, garam berfungsi sebagai pengawet, gula
menyempurnakan rasa asam dan citarasa lainnya dan juga memberi kekentalan,
daya larut yang tinggi dari gula, kemampuan mengurangi kelembaban relatif dan
daya mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam proses
pengawetan bahan pangan (Buckle, et al., 1987).
Pemanasan pertama dimaksudkan untuk menguapkan sebagian besar air
agar didapatkan produk dengan konsistensi atau kekentalan yang tepat. Dalam
penyiapan pasta untuk saus tomat pada umumnya dibuat pada suhu 60-65C
(Cruess, 1958). Pemanasan ini baik untuk menginaktifkan enzim sehingga pektin
tidak rusak, dan untuk ekstraksi pektin dari kulit, biji, dan pasta sehingga produk
akan mempunyai konsistensi yang baik (Luh, 1975). Menurut Desrosier (1969),
Annisa Puteri Widanti
240210140067

pektin adalah golongan substansi yang galakturonat yang terdapat dalam sari buah
yang membentuk koloidal dalam air dan berasal dari perubahan protopektin selama
pemasakan buah. Pektin dapat membentuk gel sehingga mampu menahan cairan.
Hal ini dapat menentukan konsistensi produk saus tomat (Luh, 1975)
Setelah pemanasan kemudian pasta disaring untuk memisahkan kulit dan
biji tomat. Pada tahap ini pulp siap untuk dilakukan pemasakan akhir dengan
penambahan bahan-bahan lain atau bumbu (Luh, 1975). Pemasakan tersebut
bertujuan untuk mengatur konsistensi produk dengan cara menguapkan air sehingga
diperoleh produk akhir dengan viskositas tertentu dan untuk mencampur berbagai
bahan yang ditambahkan (Cruess, 1958).
Penyaringan dilakukan dengan 2 perlakuan yaitu alat saring dan kain saring.
Bubur tomat diambil sari dan dibuang ampasnya untuk kemudian ditambahkan
bumbu lain dan dilakukan pemasakan kedua hingga bubur tomat menjadi benar-
benar kental, selain untuk mengentalkan, proses pemasakan ini juga berfungsi
membuat bumbu rempah yang dimasukkan lebih meresap ke dalam bahan, setelah
menjadi kental, diperoleh saos tomat.
Saus tomat selanjutnya dikemas dalam botol, untuk pengemasannya botol
perlu disterilisasi terlebih dahulu selama 30 menit. Sterilisasi bertujuan untuk
membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan yang dapat tumbuh dalam bahan
pangan (Muchtadi, 2013). Botol yang sudah disterilisasi, didinginkan untuk
kemudian diisi dengan saus tomat yang diperoleh. Hasil pengamatan pada
pembuatan saus tomat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Saus Tomat


Kel Warna Aroma Rasa Konsistensi Gambar
1B
Maizena Bau Asam dan
1% Merah tua rempah khas Kental +++
Kain kuat rempah
Saring
2B Bau
Kayu
Maizena rempah Tidak ada
Merah tua manis, Kental ++++
2% kain dan dokumentasi
asam tomat
saring tomat
Merah, Aroma
Asam Tidak ada
3B agak tomat Kental +
manis dokumentasi
oranye dan
Annisa Puteri Widanti
240210140067

Maizena aroma
1%, alat asam
saring
4B Khas
Maizena tomat Asam
Merah tua Kental ++++
2%, alat dan tomat
saring rempah
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Saus tomat yang diperoleh memiliki karakteristik berwarna merah-tua,


beraroma asam manis khas saus, rasa asam manis, kekentalan serta konsistensi
cukup kuat hal ini karena pengaruh pemasakan dimana umunya terjadi perubahan
tekstur pada bahan pangan karena sebagian air telah menguap (Buckle, 1987).
Tepung maizena yang berasal dari jagung ini digunakan sebagai bahan
tambahan dalam pembuatan saus. Tepung maizena berfungsi sebagai pengikat dan
perekat antara satu bahan dengan bahan yang lain. Kualitas tepung maizena yang
digunakan sebagai bahan makanan sangat berpengaruh terhadap makanan yang
dihasilkan (Suprapti, 2000).
Hasil pengamatan menunjukkan semakin tinggi konsentrasi maizena, maka
semakin kental saus tomat yang dihasilkan. Jika dikombinasikan dengan
penggunaan alat saring maka saus tomat yang dihasilkan seharusnya lebih kental
lagi sebab banyak padatan yang tak tersaring sehingga akan meningkatkan
konsistensi dari saus. Penggunaan kain saring akan menghasilkan sari tomat yang
lebih murni dibandingkan dengan alat saring sebab kerapatannya lebih baik
dibandingkan dengan alat saring.
Rasa asam berasal dari aroma tomat, sedangkan rasa manis yang timbul dari
saus tomat dikarenakan adanya gula. Penggunaan suhu dan waktu pemanasan
sangat mempengaruhi tekstur dan kekentalan saus. Tekstur lembut pada saus tomat
dikarenakan terjadinya penyaringan bubur tomat sehingga dihasilkan suspensi
tomat yang halus dan pengelupasan kulit tomat yang dapat memberikan tekstur
kasar pada tomat.
Tomat yang memiliki pH rendah dapat membuat saus tomat memiliki umur
simpan yang lebih panjang karena pada pH asam, mikroorganisme yang tidak tahan
asam tidak akan tumbuh, begitupun dengan mikroorganisme yang tahan terhadap
asam akan hancur karena akan fokus memproduksi H+ untuk menyesuaikan diri
Annisa Puteri Widanti
240210140067

dengan lingkugannya yang asam dan akhirnya dinding sel nya akan hancur. Proses
exhausting yang benar dan steril sangat mempengaruhi pada masa simpan saus
tomat.
Pada proses pengolahan saus tomat maka penggunaan suhu dan waktu
pemanasan menentukan saus yang dihasilkan. Menurut Desrosier ( 1999), suhu
yang digunakan dibawah titik didih, dilakukan pengadukan yang kontinu atau terus
menerus agar tidak terjadi karamel yang mempengaruhi warna saus yang
dihasilkan. Selama proses pemanasan dilakukan pengamatan terhadap keasaman
saus yanng dihasilkan, untuk memenuhi persyaratan keasaman saus maka dapat
ditambahkan asam organik atau asam sintetik yang diperbolehkan oleh Departemen
Kesehatan. Kerusakan saus tomat terjadi karena adanya aktivitas mikroba selama
penyimpanan yang disebabkan karena saus kurang asam atau pH masih tinggi,
kadar air relatif tinggi atau lebih dari 40 % yang ditunjukkan saus masih encer, atau
pengemasan kurang steril sehingga wadah dan saus terkontaminasi mikroba. Untuk
menghindari kerusakan selama penyimpanan tersebut maka pH saus dapat
diturunkan dengan menambahkan asam, kekentalan saus ditingkatkan dengan
menambahkan bahan pengisi dan kontaminasi mikroba dapat dihindari dengan
menggunakan wadah steril dan dituang ke dalam wadah saat masih panas ( > 80 0
C).

4.2. Saus Cabe


Saus cabe adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabe (Capsicum
sp) yang baik, yang diolah dengan penambahan bumbu-bumbu dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (SNI
01-2976-2006).
Saos cabe merupakan salah satu bahan penyedap masakan dan penambah
rasa pada makanan. Bahan baku utama saus cabe adalah cabe, selain itu
ditambahkan pula bahan-bahan lain seperti bahan pengganti, bumbu, pengawet, dan
pengasam. Masing-masing bahan tersebut mempunyai fungsi tersendiri. Sebagai
produk yang berfungsi sebagai penyedap dan penambah citarasa, maka rasa
menjadi faktor yang penting (Hartuti, 1996).
Annisa Puteri Widanti
240210140067

Proses pembuatan saus cabe menggunakan cabe yang sudah di curing


sebelumnya selama 1 minggu untuk mengawetkan cabe tersebut dengan fermentasi
asam laktat. Fungsi curing adalah untuk menghasilkan karakteristik warna dan
tekstur yang diinginkan dari saus cabe.
Cabe kemudian digiling sambil ditambahkan bawang putih yang sudah
diblansing selama 1 menit dan larutan gula 10%. Suhu pemanasan dalam
pembuatan saus cabe sangat berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan. Cabe di
hancurkan untuk memperluas permukaan, kemudian dicampur oleh bahan lain
hingga homogen. Bahan lain yang digunakan untuk pembuatan saos cabe ini adalah
bawang putih. Bawang putih digunakan untuk memperkaya rasa saos dan
memberikan aroma pada saos cabe. Penambahan gula 10% selain digunakan untuk
pemberi rasa manis dan gurih pada saos, dapat juga digunakan sebagai pengawet.
Garam digunakan sebagai pemberi citarasa asin, selain itu juga digunakan sebagai
pengawet alami (Muchtadi, 2013).
Saos cabe dikemas dengan jar/botol yang telah dilakukan sterilisasi.
Sebelum dikemas, botol perlu distelisasi dan diexhausting terlebih dahulu.
Exhausting adalah proses untuk mengeluarkan udara yang terdapat pada head space
(ruang antara tutup botol dengan permukaan isi) wadah seperti botol atau kaleng.
Adonan saus cabe yang masih panas segera dimasukkan ke dalam botol yang masih
paas (baru selesai disterilisasi) hingga mengisi 99% dari volume yang tersedia.
Botol berisi produk disterilisasi selama 30 menit. Proses ini akan mengeluarkan
udara yang masih tertinggal di dalam botol kemasan agar tidak menimbulkan
gangguan terhadap produk, setelah exhausting botol berisi produk diangkat dan
ditutup rapat (Muchtadi, 2013). Hasil pengamatan pada pembuatan saus cabe dapat
dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Saus Cabai


Kel Warna Aroma Rasa Konsistensi Gambar

Khas Manis Kental


5B Merah cerah
cabe sedikit asin ++

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)


Annisa Puteri Widanti
240210140067

Saus cabe yang diperoleh memiliki karakteristik berwarna orange merah-


keorangean, beraroma khas cabe, rasa manis asam pedas, kekentalan serta
konsistensi cukup kuat hal ini karena pengaruh pemasakan dimana umunya terjadi
perubahan tekstur pada bahan pangan karena sebagian air telah menguap (Buckle,
1987).
Warna yang menarik pada cabe disebabkan adanya pigmen karatenoid di
dalamnya. Karatenoid berdasarkan daya kelarutannya dalam pelarut organik
digolongkan dalam dua kelompok pigmen yaitu karatenoid dan xanthofil (Apandi,
1984).
Karatenoid yang terdapat pada buah cabe digolongkan pada xantofil yang
mempunyai gugus hidroksil yang biasa disebut capsathin. Capsathin merupakan
karatenoid dengan rumus C40H56O3, bersifat larut dalam lemak dan mudah
teroksidasi selama penyimpanan (Winarno dan Aman, 1980).
Zat yang menyebabkan cabe terasa pedas adalah capsaicin yang tersimpan
dalam urat putih cabe, tempat biji cabe melekat. Capsaicin cabe bersifat stomakik,
dan mampu merangsang produksi hormon endorphin yang membangkitkan sensasi
kenikmatan (Gobel, 2010)
Zat capsaicin yang menimbulkan rasa pedas menghalangi aktivitas otak
untuk menerima sinyal rasa sakit, bila kepala pusing ketika mengonsumsi masakan
yang mengandung cabe pedas. Untuk mengurangi rasa pedas cabe, biasanya
dibuang bijinya dan urat putihnya (Gobel, 2010)
Penambahan gula dalam produk bukanlah untuk menghasilkan rasa manis
saja meskipun sifat ini penting. Jadi gula bersifat menyempurnakan rasa asam dan
cita rasa lainnya dan juga memberikan kekentalan, daya larut yang tinggi dari gula,
kemampuan mengurangi kelembaban relatif dan daya mengikat air adalah sifat-sifat
yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan (Buckle, 1987)
Pengemasan saus dalam jar disisakan ruang antara bahan dengan tutup dari
jar yang disebut head space. Headspace adalah ruang kosong antara permukaan
produk dengan tutup. Fungsinya sebagai ruang cadangan untuk pengembangan
produk selama sterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan
terjadinya gelembung. (Adawyah, 2007).
Annisa Puteri Widanti
240210140067

Sterilisasi dilakukan diiringi dengan exhausting yaitu pengeluaran udara


yang dilakukan dengan cara membuka sedikit tutup botol ketika sterilisasi
berlangsung. Tujuan penghampaan yaitu untuk memperoleh keadaan vakum dalam
wadah yaitu dengan jalan mengeluarkan udara terutama oksigen (O2) yang ada
dalam head space.
Annisa Puteri Widanti
240210140067

V. KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan dapat diambil kesimpulan
dan saran antara lain :
5.1 Kesimpulan
Saus tomat yang diperoleh memiliki karakteristik berwarna merah-oranye
beraroma asam manis khas saus, rasa asam manis, kekentalan serta
konsistensi cukup kuat.
Saus cabe yang diperoleh memiliki karakteristik berwarna merah-
keorangean, beraroma cabe, rasa asam pedas, kekentalan serta konsistensi
cukup kuat.
Semakin tinggi konsentrasi tepung maizena, maka semakin kental saus
tomat yang dihasilkan
Penggunaan kain saring akan menghasilkan tekstur saus tomat yang lebih
encer karena berkurangnya padatan

5.2 Saran
Sebelum praktikum, praktikan baiknya memahami prosedur yang harus
dilakukan.
Mempelajari prinsip-prinsip pengolahan dengan suhu tinggi terlebih dahulu
agar dapat diimplementasikan saat pratikum.
Annisa Puteri Widanti
240210140067

DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Apandi, M, 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Penerbit Alumni, Bandung.

BSN (Badan Standarisasi Nasional) (2004). SNI 01-6993-2004 Tentang Bahan


Tambahan Pangan Pemanis Buatan Persyaratan Penggunaan dalam Produk
Pangan. Badan Standarisasi Nasional. Hal. 1-42, Jakarta.

Buckle, K.A.,R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.


Penerjemah : Hari Purnomo dan Andiono. Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press), Jakarta.

Cruess, 1998. Commercial Fruit and Vegetable Product, Mc Graw Hill Book, Co,
Inc, New York.

Departemen Kesehatan, 1998, Standard Industri Indonesia, Dep. Kes, jakarta.

Desrosier, 1999. Food Preservation, Mc Graw Hill Book, Co, Inc, New York.

Estiasih, Tati. Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta.

Hartuti, N. 1996. Penanganan Panen dan Pascapanen Cabai Merah. Teknologi


Produksi Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian
Dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian, Bandung.

Luh, Bor, S., Woodroof, J.G., 1975. Commercial Vegetable Processing. The Avi
Publishing Company, Inc. Connecticut.

Muchtadi, Tien R. Sugiyono. 2013. Prinsip dan Proses Teknologi Pangan. Penerbit
Alfabeta, Bandung.

Suprapti, L. 2000. Membuat Saus Tomat. Trubus Agrisana. Surabaya

Winarno, F. G. dan Aman, A. 1980. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Sastra. Hudaya
of Press Limited.
Annisa Puteri Widanti
240210140067

JAWABAN PERTANYAAN

1. Apa yang dimaksud dengan exhausting dan apa kegunaannya?


Jawab :
Exhausting adalah proses untuk mengeluarkan udara yang terdapat pada
head space (ruang antara tutup botol dengan permukaan isi) wadah seperti botol
atau kaleng. Proses exhausting yaitu : Memanaskan botol/kaleng beserta isinya
dalam air mendidih, sehingga mencapai cold point, yaitu titik terlambat
menerima panas mencapai 70C; Setelah itu, botol langsung ditutup rapat.
Kegunaannya untuk mencegah terjadinya perubahan warna, maupun
kontaminasi mikroba aerob, memperkecil terjadinya korosi pada kaleng dan
menghilangkan kontaminasi.

2. Mengapa pada saat filling dengan larutan gula atau garam, botol tidak diisi
sampai penuh?
Jawab :
Pengisian bahan jangan terlalu penuh dan harus disisakan tempat kosong di
bagian atas wadah ( head space ). Gunanya head space adalah agar saat
proses sterilisasi masih ada tempat untuk pengembangan isi.

3. Mengapa botol untuk mengemas saos tomat harus disterilkan sebelum diisi,
sedangkan pada saus apel tidak perlu dilakukan?
Jawab :
Pada pengemasan saus tomat, botol yang digunakan harus disterilisasi
terlebih dahulu sebelum diisi, tetapi pada saus buah apel hal ini tidak perlu
dilakukan karena buah apel memiliki asam malat yang menyebabkan matinya
bakteri-bakteri pembusuk. Saus tomat tidak mengandung asam malat sehingga
botolnya perlu disterilisasi, agar tidak ditumbuhi jamur dalam penyimpanan.

Anda mungkin juga menyukai