Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRATIKUM SATUAN OPERASI

“Produksi Pati Dari Bahan Berkarbohidrat”

Disusun Oleh :

Nama : Windi Tama Damanik


NPM : E1G020031
Shift : Selasa, jam 08.00 WIB
Kelompok :4
Dosen : 1. Ir. Marniza, M.Si.
2. Drs. Bosman Sidebang, M.Si
Ko- Ass : 1. Ria Ropiani, S.TP.
2. Iman Darmatama, S.T.
3. Sunandar, S.TP.
4. Trio Putra Setiawan, S.TP.
5. Deddy Muladi Togatorop, S.TP.

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pati merupakan polimer karbohidrat yang paling banyak mendapat perhatian karena
kegunaannya yang luas. Selain sumber kalori utama untuk dikonsumsi, Pati saat ini telah
dipergunakan secara luas, baik di industri pangan maupun nonpangan.
Pati termasuk polisakarida dalam kelompok karbohidrat, merupakan nutrisi sebagai
sumber energi utama bagi manusia maupun makhluk hidup lain, selain lemak dan protein. Pati
alami (native starch) mempunyai banyak kelemahan, salah satu kelemahannya adalah daya
serap terhadap air rendah dan memerlukan waktu relatif lama. Sehingga untuk melarutkan pati
alami diperlukan energi panas dan waktu, terutama pada proses pelarutan dan pencampuran
pati dengan bahan lain selama proses pengolahan pangan. Seperti pada pembuatan berbagai
bahan campuran kue, roti, jelly, candy dan bahan pengental susu, pengental sirup. Oleh sebab
itu diperlukan modifikasi pati alami menjadi pati termodifikasi, agar dapat meningkatkan
penggunaan pati.
Pemanfaatan pati mulai banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non
pangan seperti industri farmasi. Pada industri pengolahan pangan, dan industri farmasi, pati
yang akan dipergunakan sebagai bahan baku diperlukan modifikasi agar sifat pati asli yang
sulit larut dalam air dingin dapat mudah larut. Dengan melakukan modifikasi terhadap pati,
diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatannya secara luas dan meningkatkan nilai
fungsional pati dari kelompok umbi-umbian, sesuai dengan tujuan aplikasi tertentu baik pada
industri pangan maupun pada industri non pangan.
Pada praktikum kali ini, kami akan melakukan produksi pati melalui bahan umbi talas.

1.2. Tujuan
1. Memproduksi pati dari bahan berkarbohidrat
2. Mengidentifikasi unit operasi yang terlibat dalam produksi pati
3. Menghitung persentase hasil pemisahan (ampas kering, pati kering, pati halus dan pati
kasar)
4. Membuat dan menghitung neraca bahan pada setiap unit operasi
5. Menghitung rendemen pati
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman talas mengandung proteinyang tinggi, lemak, karbohidrat, vitamindan


mineral, selain itu pada sebagian talas mengandung kristal kalsium oksalat yang
menyebabkan rasa gatal (Ekowati, dkk., 2015).
Umbi talas memiliki kandungan flavonoid, terpenoid, tanin, saponin, alkaloid, tarin
(lektin). Flavonoid 7yang terkandung dalam umbi talas adalah isoorientin,orientin,luteolin-
7-O-rutinoside, vitexin, danisovitexin(Li et al., 2014).
Talas (Colocasia esculenta) merupakan bahan pangan yang telah dikenal secara luas di
Indonesia. Tanaman talas terutama ditanam untuk umbinya sebagai sumber karbohidrat yang
cukup penting, terutama di beberapa daerah di Indonesia dimana padi tidak dapat tumbuh.
Talas merupakan salah satu tanaman yang mengandung kadar pati tinggi pada
umbinya. Kadar pati dalam umbi talas lebih tinggi dibandingkan dengan kadar pati umbi
singkong. Kadar pati dalam 100 gram umbi talas sebesar 67,42 % terdiri atas amilosa sebesar
2,25% dan amilopektin sebesar 65,17% (Noviana dkk., 2015).
Umbi talas dapat menunjang berbagai macam industri, baik indutri kecil,
menengah, maupun industri berteknologi tinggi, misalnya pati talas dapat dimodifikasi dan
digunakan sebagai bahan alternatif pengganti gelatin, yang dapat bersifat substitusi sebagian
ataupun seluruhnya untuk produk pangan.
Pati adalah salah satu bahan penyusun yang paling banyak dan luas terdapat di alam
yang merupakan karbohidrat cadangan pangan pada tanaman. Sebagian besar pati di simpan
dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, kentang, dll), biji (jagung, padi, gandum), batang (sagu) dan
buah. Disamping itu pati merupakan zat gizi penting dalam kehidupan sehari-hari, dimana
dalam tubuh manusia kebutuhan energi hampir 80 % dipenuhi dari karbohidrat.
Masalah yang timbul sebagai akibat semakin meningkatnya jumlah penduduk adalah
bertambahnya kebutuhan akan bahan pangan. Masalah pangan merupakan kebutuhan dasar
manusia yang penting di samping papan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Ketergantungan
terhadap bahan pangan tertentu misalnya beras dan gandum dapat menyebabkan ketahanan
pangan nasional menjadi rapuh. Masih banyak potensi sumber pangan yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Dengan memanfaatkan potensi sumber bahan pangan lokal
seperti umbi-umbian, Indonesia dapat menciptakan ketahanan pangan yang tangguh
(Koswara, 2014)
Pati adalah bahan baku yang sangat penting untuk industri makanan. Fungsi dari pati
sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat granular serta molekul pati, kondisi pengolahan dan
modifikasi struktur. Pengembangan produk berbahan dasar pati membutuhkan wawasan yang
luas agar dapat menghasilkan variasi pati yang diinginkan. (Zuhra dkk 2016).
Di Indonesia, berbagai jenis talas mudah diperoleh dan telah dikenal oleh masyarakat
sebagai bahan makanan tambahan ataupun pokok. Iklim di Indonesia sangat cocok sebagai
habitat tanaman talas sehingga talas dapat tumbuh secara alami (Astuti, 2017).
Talas merupakan salah satu tanaman yang mengandung kadar pati yang tinggi pada
bagian umbinya. Kadar pati pada umbi talas lebih tinggi dibandingkan dengan kadar pati yang
terdapat pada umbi singkong (Suhery dkk., 2015).
Di antara berbagai jenis varietas talas dengan keunggulan yang dimiliki, tanaman talas
Colocasia esculenta L. adalah jenis talas yang jarang dimanfaatkan karena memiliki
kandungan kalsium oksalat yang cukup tinggi sehingga menyebabkan rasa gatal pada bagian
mulut (Kumoro dkk., 2014).
Kajian mengenai sifat fungsional pati talas alami yang meliputi swelling power,
kelarutan, serta daya serap air telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Namun, hasil yang
diperoleh dari penelitian sebelumnya belum memenuhi sifat fungsional yang diinginkan
(Ariyanti dkk., 2014).
Kandungan amilopektin yang tinggi pada pati talas merupakan salah satu alasan
mengapa pati talas dijadikan sebagai bahan baku pembuatan perekat. Dibandingkan dengan
pati lain pati talas mempunyai kelebihan diantaranya ketersediaannya berlimpah dan harganya
lebih murah di banding dengan pati lain yang mempunyai kadar amilopektin yang tinggi
seperti ketan yang mempunyai kadar amilosa 0,56% dan amilopektin 62,75% ataupun tepung
tapioka yang mempunyai kadar amilosa 5,26% dan amilopektin 60% (Imanningsih, 2012).
Berdasarkan kelemahan yang dimiliki oleh pati talas alami, maka dilakukan
modifikasi pati talas untuk memperoleh hasil yang lebih optimum. Beberapa penelitian
modifikasi pati talas pernah dilakukan antara lain modifikasi pati talas dengan asetilasi
menggunakan asam asetat (Saputro dkk., 2012).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1.Alat dan Bahan


Alat : Bahan :
1. Baskom/ember 1. Ubi jalar
2. Pisau 2. Talas
3. talenan 3. Ubi singkong
4. Parutan 4. Jagung
5. Mortal 5. Kentang
6. Plastik PP
7. Ayakan 80 mesh
3.2. Cara Kerja
1. Menimbang bahan
2. Melakukan pembersihan pada bahan dengan cara mengupas kulit bagian luar dan
menyeleksi bahan yang tidak digunakan
3. Menimbang bahan yang telah bersih dan mencuci bahan tersebut sampai keadaan
bersih
4. Memarut bahan yang telah bersih dengan menggunakan parutan
5. Menimbang kembali bahan yang telah diparut dan menambahkan air ke dalam hasil
parutan sebanyak 3:1 (b:b) (secara bertahap)
6. Mencampurkan bahan dengan air sampai homogen
7. Menyaring bahan tersebut dengan menggunakan kain halus
8. Mengeringkan ampas dari hasil penyaringan selama 12-24 jam dan kemudian
menimbang ampas tersebut
9. Mengendapkan hasil saringan (bahan yang tersuspensi dalam air) selama semalam
(12-24 jam).
10. Memisahkan air dengan pati secara perlahan-lahan dan menimbang pati tersebut
11. Mengeringkan pati ke dalam oven selama 2 jam dengan suhu 800C
12. Menimbang pati yang telah kering dan menghaluskan pati tersebut menggunakan
mortal
13. Pati yang telah dihaluskan kemudian melakukan pengayakan dengan menggunakan
mesh 80
14. Menimbang pati yang halus (lolos) dan pati yang kasar (tertahan) dari ayakan
15. Menghitung rendemen pati
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1. Tabel Pengamatan Shift Selasa, Jam 10.00


4.1.1 Penampakan Bahan pada Setiap Unit Operasi

Unit operasi Penampakan Berat bagian

Pengecilan Ukuran

902,4 gr

Pencampuran 853,1 gr

Ektraksi 214,15 gr

Pengeringan 324,74 gr

Penyaringan 360,9 gr

4.1.2 Identifikasi Rendemen dalam Produksi Pati

Parameter Berat Berat Rendemen


Awal Akhir

Ampas Kering 853,1 gr 324,74 gr 38,07%

Pati Kering 853,1 gr 209,68 gr 24,58 %

Pati Halus 853,1 gr 179,81 gr 21,08 %


Pati Kasar 853,1 gr 2,08 gr 0,24 %
berat bahan kering 209,68 gr
Rendemen pati : x 100 % = x 100 %=24,58 %
berat bahan segar 85 3 ,1 gr

4.1.3 Neraca Massa dari Komoditi Talas

Talas
(1044,4 gr)

Pengupasan Kulit talas


(902,4 gr) (138,2 gr)`

Pemarutan
(853,1 gr)

Air 2.500 ml Pencampuran


(853,1 gr)

Penyaringan Ampas
3.353,1 gr (360,9 gr)

Pengendapan 24 jam Air


(2.992,2 gr) (360,8 ml)

Pati sebelum dikeringkan (214,15 gr)


Pati setelah dikeringan (209,68 gr)

Pati halus (179,81 gr)


Pati kasar (2,08 gr)

Rendemen pati
(24,58 % ¿
4.2 Tabel Pengamatan Shift Rabu, Jam 08.00
“Belum Mengumpulkan Lapsem”

4.3 Tabel Pengamatan Shift Rabu, Jam 10.00


4.3.1 Penampakan Bahan Pada Setiap Unit Operasi

Unit operasi Penampakan Berat Bagian

Bahan terpakai :
892,05 gr
Pengecilan ukuran Bahan tidak
terpakai : 100,01
gr

Berat air : 2600 gr


Pencampuran Berat bahan :
824,2 gr

Berat Pati : 295,33


gr
Ekstraksi
Berat Wadah :
212,87 gr

Pengeringan 207,51 gram

Berat bahan halus :


153,43 gr
Penyaringan
Berat bahan kasar :
41,44 gr
4.3.2 Identifikasi Rendemen Dalam Produksi Pati

Parameter Berat Awal Berat Akhir Rendemen


Ampas Kering 892,05 gr 322,9 gr 36,1 %
Pati Kering 892,05 gr 207,51 gr 23,2%
Pati Halus 892,05 gr 153,43 gr 17,1%
Pati Kasar 892,05 gr 41,44 gr 4,6%
berat bahan kering 725,28 gr
Rendemen pati : x 100 % = x 100 %=81,3 %
berat bahan segar 892,05 gr

4.4 Tabel Pengamatan Shift Rabu, Jam 14.00


4.4.1 Penampakan Bahan Pada Setiap Unit Operasi

Unit Operasi Penampakkan Berat Bagian Persentase


Berat
Pengecilan 680 gr 680%
Ukuran

pencampuran - - -
Ekstraksi 146,6 gr 146,6%

Pengeringan 134 gr 134%

Penyaringan 62 gr 62%

4.4.2 Identifikasi Rendemen Dalam Produksi Pati

Parameter Berat Awal Berat Akhir Rendemen


Ampas Kering 243 gr 201 gr 82,7%

Pati Kering 146 gr 134 gr 91,7%

Pati Halus 134 gr 75 gr 55,9%

Pati Kasar 134 gr 62 gr 46,%

4.5 Tabel Pengamatan Shift Sabtu, Jam 14.00


4.5.1 Penampakan Bahan Pada Setiap Unit Operasi

Unit operasi Penampakan Berat bagian Persentase


berat
Pengecilan Ukuran 265,64 gr 73,79%

Pencampuran 796,92 gr 221,37%

Ektraksi 63,48 gr 17,63%

Pengeringan 52,68 gr 14,63%


Penyaringan Bahan Kasar : Bahan Kasar:
15,56 4,32%

Bahan Halus : Bahan Halus :


35,57 9,88%

4.5.2 Identifikasi Rendemen Dalam Produksi Pati

Parameter Berat Awal Berat Akhir Rendemen


Ampas Kering 92,11 gr 52,67 gr 57,18%
Pati Kering 63,38 gr 52,68 gr 83,12%
Pati Halus 52,68 gr 35,57 gr 67,57%
Pati Kasar 52,68 gr 15,56 gr 29,53%

BAB V
PEMBAHASAN

Pada pelaksanaan praktikum kali ini kami melakukan pengamatan tentang produksi
pati dari bahan berkabohidrat kami menggunakan komoditi talas. Pada kesempatan praktikum
kali ini merupakan praktikum dengan menggunakan satuan operasi paling lengkap yang telah
kami lakukan sebelumya seperti meliputi pengecilan ukuran, pencampuran, pengeringan, dan
penyaringan. Sebelum melaksanakan praktikum kali ini praktikan diharuskan untuk
menerapkan kembali cara kerja dari praktikum sebelumnya. Setelah itu praktikan dituntut
untuk mengerti apa yang dimaksud dengan pati dan penggunaannya pada industri pangan. Pati
adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, terdiri atas amilosa dan amilopektin.
Pemanfaatan pati asli masih sangat terbatas karena sifat fisik dan kimianya kurang
memungkinkan untuk dimanfaatkan secara luas.
Tahap pertama yang kami lakukan pada praktikum ini yaitu pengecilan ukuran
menggunakan alat yang sederhana yaitu parutan. Seperti yang sudah diketahui bahwa
Pengecilan ukuran adalah proses penghancuran atau pemotongan suatu bentuk padatan
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil oleh gaya mekanik, sesuai dengan litelatur
(Sabariman, 2012). Menjelaskan bahwa pengecilan ukuran adalah proses atau sistem operasi
dalam teknologi pangan yang mengubah ukuran bahan pangan dari bentuk yang besar ke
bentuk atau ukuran yang lebih kecil. Bentuk akhir setelah bahan mengalami proses pengecilan
ukuran dapat berupa tepung/bubuk, butiran, irisan atau potongan bahan sesuai dengan
pengecilan ukuran yang diinginkan. Contoh alat-alat yang digunakan untuk proses pengecilan
ukuran adalah mesin penggiling, parutan, mesin atau alat pengiris. Sebelum pemarutan
dilakukan kami sudah memisahkan bagian daging talas dengan bagian yang terpakai yaitu
kulit karena masih menggunakan alat pengecilan yang masih sederhana seperti parutan pada
tahap ini kami membutuhkan waktu yang lama. Berat awal sebelum pemisahan bahan yang
tidak terpakai yang kami gunakan yaitu sebesar 1 kg dan setelah pemarutan kami mengetahui
pengurangan bahan menjadi 902,4 gram.
Tahap kedua yang kami lakukan yaitu pencampuran. Pencampuran adalah sebagai
proses dimana dua atau lebih komponen dalam kondisi campuran terpisah atau kasar
diperlakukan sedemikian rupa sehingga setiap partikel dari salah satu bahan terletak sedekat
mungkin dengan partikel bahan atau komponen lain. Pada tahap yang kedua ini kami
mencampurkan talas yang sudah diparut dengan air. Berat talas sebesar 902,4 gram dan berat
air sebesar 2.500 ml dan setelah pencampuran dengan air kami melakukan ekstraksi atau
penyaringan untuk memisahkan ampas dengan rendeman air pati talas. Kami mendapatkan
hasil bahwa berat ampas sebesar 360,9 gram dan berat air rendemen pati kentang sebesar
2.992,2 gram.
Tahap ketiga yang kami lakukan setelah pencampuran dan ekstraksi/penyaringan yaitu
pengendapan. Pengendapan bertujuan yaitu untuk memisahkan bagian atau komponen air
dengan asta. Air dibagian atas endapan dipisahkan dengan endapan, air tersebut disimpan di
wadah yang lain. Tahap pengendapan ini kami lakukan selama 24 jam. Setelah pengendapan
kami melakukan pemisahan pati yang telah mengendap dengan air rendemen dan kami
mendapatkan pati yang masih basah sebesar 214,15 gram. Setelah mendapatkan pati kentang
yang masih basah kami melakukan pengeringan dengan menggunakan oven dengan suhu 80o
C selam 60 menit. Setelah pengovenan selama 60 menit kami mendapatkan penurunan pada
pati menjadi 360,9 gram.
Tahap yang terakhir yang kami lakukan pada praktikum kali ini yaitu penyaringan pati
menggunakan 80 mesh. Tahap penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan pati kasar dan
pati yang halus. Setelah melakukan penyaringan kami mendapatkan berat pati halus 179,81
gram dan pati kasar 2,08 gram.

BAB IV
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
1. Unit operasi yang digunakan dalam produksi pati yaitu meliputi pengecilan ukuran,
pecampuran, ekstraksi, peneringan dan penyaringan.
2. Pati yang kami dapatkan dari proses produksi pada talas sebanyak 1 kg didapatkan
ampas kering 324,74 gram, pati kering 209,68 gram, pati halus 179,81 gram, dan pati
kasar 2,08 gram.
3. Perhitungan proses pemasukan dan pengeluaran bahan pada neraca di setiap unit
operasi
4. Dalam menghitung rendemen pati menggunakan rumus
berat bahan kering
Rendemen= x 100 %
berat bahan segar
6.1 Saran
Dalam melaksanakan praktikum, saran saya agar semua praktikan dapat melakukan
praktikum dengan serius, tetap menjaga kebersihan laboratorium dan menjaga protokol
kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, D., Budiyati, C.S., dan Kumoro, A.C. 2014. Modifikasi Tepung Umbi Talas
Bogor (Colocasia esculentum (L) Schott) Dengan Teknik Oksidasi Sebagai
Bahan Pangan Pengganti Tepung Terigu. Reaktor, vol. 15, no. 1, hal. 1-9.

Astuti, Santi Dwi., Andarwulan, Nuri., Fardiaz, Dedi., Purnomo, Eko Hari. 2017.
Karakteristik Tepung Talas Varietas Bentul Dan Satoimo Hasil Fermentasi
Terkendali Dengan Inokulum Komersial. Jurnal Teknologi & Industri Pangan . 28
(2) : 180-193.

Imanningsih, N. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepungan untuk


Pendugaan Sifat Pemasakan. Panel Gizi Makan, 35 (1):13-22.
Koswara, S. 2014. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian Bgian 1 : Pengolahan Umbi
Talas. UNSAID. Bogor.

Kumoro, Andri Cahyo., Diah Susetyo Retnowati., Catarina Sri Budiyati. 2011. Removal of
Cyanides from Gadung (Dioscorea hispida Dennst.) Tuber Chips using Leaching
and Steaming Techniques. Journal of Applied Sciences Research, 7(12): 2140
2146.

Saputro, M. A., Kurniawan, A., & Retnowati, D. S. (2012). Modifikasi pati talas dengan
asetilasi menggunakan asam asetat. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 1(1),
258-263.

Suhery, W. N., Anggraini, D., & Endri, N. 2015. Pembuatan Dan Evaluasi Pati Talas
(Colocasia esculenta Schoot) Termodifikasi dengan Bakteri Asam Laktat
(Lactobacillus sp). Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(2), 207-214.

Wira Noviana Suhery, Deni Anggraini & Novtafia Endri. 2015. Pembuatan Dan Evaluasi
Pati Talas (Colocasia esculenta Schoot) Termodifikasi dengan Bakteri Asam
Laktat (Lactobacillus sp). Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(2), 207-214.

LAMPIRAN

Pemarutan bahan
Pengupasan bahan
Pencampuran bahan Penyaringan bahan

Anda mungkin juga menyukai