TEKNOLOGI FERMENTASI
Nama Kelompok:
1. Yuliana Dewi Fatimah (361741333029)
2. Anggi Hasan Achmad (361741333033)
3. Denis Sukma Dewi (361741333034)
4. Himawan Rahandi (361741333044)
5. Siti Alfiyah (361741333050)
Kelas: 3B
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Singkong
Singkong dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, dalam bahasa Inggris
bernama cassava, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga
Euphorbiaceae. Singkong mengandung senyawa yang berpotensi racun
(glukosida sianogenik), jika hadir dalam jumlah yang cukup senyawa ini dapat
menyebabkan keracunan sianida akut dan kematian pada manusia dan hewan bila
dikonsumsi (Tefera dkk, 2014). Singkong biasanya diolah menjadi gaplek, tepung
tapioka, keripik, opak, perkedel, lemet, bacem, puding, kolak dan tape (Rukmana,
1997). Singkong mempunyai komposisi kandungan kimia (per 100 gram) dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kandungan Singkong
Kandungan Kimia Jumlah
Kalori 146 kal
Protein 1,2 gr
Air 62,5 gr
Phospor 40 mg
Karboidrat 38 gr
Lemak 0,3 gr
Hidrat arang 34,7 gr
Kalsium 33 mg
Zat Besi 0,7 mg
Vitamin B1 0,06 mg
Sumber : Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
2.2 Ragi
Ragi tape adalah kultur starter kering dibuat dari campuran tepung beras,
rempah-rempah dan air atau jus tebu/ekstrak (Merican dan QueeLan dalam Azmi
dkk, 2010). Ragi adalah suatu inokulum atau starter untuk melakukan fermentasi
dalam pembuatan produk tertentu. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol
dan CO2 (Rahmawati dalam Berlian dkk, 2016). Assanvo dalam Tetchi, dkk
(2012) menemukan bahwa inokulum adalah sumber utama dari mikroorganisme
aktif dalam adonan fermentasi dan bertanggung jawab untuk kualitas organoleptik
produk tape singkong. Mikroorganisme yang biasa digunakan adalah
2
Saccharomyces cerevisae juga dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi
gula menjadi karbondioksida dan air.
Pada umumnya kisaran suhu pertumbuhan untuk khamir adalah sama
dengan suhu optimum kapang sekitar 25-300C dan suhu maksimum kira-kira 35-
470C. Pertumbuhan khamir pada umumnya lebih baik pada suasana asam dengan
pH 4-4,5 dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali kecuali telah
beradaptasi. Khamir tumbuh pada kondisi aerobik, tetapi yang bersifat fermentatif
dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat (Fardiaz, S., 1992).
2.3 Fermentasi
Proses pembuatan tape menggunakan fermentasi anaerob, yaitu setelah
bahan diragikan, dan dimasukkan kedalam kantong plastik atau dapat juga
menggunakan daun pisang kemudian disimpan ditempat tertutup selama 2-3 hari
pada temperatur 280C. Tape yang melalui fermentasi anaerob ini rasanya akan
lebih manis dibandingkan dengan tape hasil fermentasi aerob, mikroba-mikroba
yang terkandung didalam ragi ini tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan
sempurna (Tarigan, 1998). Fermentasi tipe anaerob menghasilkan sejumlah kecil
energi, karbondioksida, air, dan produk akhir metabolik organik lain seperti asam
laktat, asam asetat, dan etanol serta sejumlah kecil asam organik volatil lainnya,
alkohol dan ester tersebut (Buckle et all., 1985). Pada proses fermentasi anaerob
mula-mula glukosa dipecah menjadi asam piruvat yang melalui lintasan Embden
Meyerhoff Pamas (EMP), setelah itu terjadi dekarboksilasidehida asam piruvat
menjadi asetaldehida. Asetal dehida tereduksi menjadi etanol yaitu menerima
elektron hasil oksidasi asam gliseraldehida 3-phospat. Melalui proses fermentasi
anaerob ini 90% glukosa akan dirubah menjadi etanol dan co2 (Ansori, R., 1989).
3
BAB III METODOLOGI
4
BAB 4
PEMBAHASAN
5
Sedikit
3 Asam Sedikit
Kuning Manis Tape Atos Menarik suka
Sangat
4
Kuning Manis Tape Empuk Menarik Suka
Empuk,
1 Manis tidak Sangat
Kuning asam Tape lembek Menarik suka
Sangat
2
6 Kuning Manis Tape Empuk Menarik Suka
3 Kuning Asam Tape Empuk Menarik Tidak suka
Sedikit Empuk
4 Asam , sedikit Sedikit
Kuning Manis Tape lembek Menarik suka
Empuk,
1 Manis tidak Sangat
Kuning asam Tape lembek Menarik suka
Kuning
2
7 Pucat Manis Tape Empuk Menarik Suka
3 Kuning Asam Tape Empuk Menarik Tidak suka
Sedikit Empuk
4 Asam , sedikit Sedikit
Kuning Manis Tape lembek Menarik suka
Empuk,
1 Manis tidak Sangat
Kuning asam Tape lembek Menarik suka
2 Kuning Manis Tape Empuk Menarik Suka
8
3 Kuning Asam Tape Empuk Menarik Tidak suka
Sedikit Empuk
4 Asam , sedikit Sedikit
Kuning Manis Tape lembek Menarik suka
Empuk,
1 Manis tidak Sangat
Kuning asam Tape lembek Menarik suka
2 Kuning Manis Tape Empuk Menarik Suka
9
3 Kuning Asam Tape Empuk Menarik Tidak suka
Sedikit Empuk
4 Asam , sedikit Sedikit
Kuning Manis Tape lembek Menarik suka
10 Empuk,
1 Manis tidak Sangat
Kuning asam Tape lembek Menarik suka
Manis
2
Kuning Asam Tape Empuk Menarik Suka
3 Kuning Asam Tape Empuk Menarik Tidak suka
4 Kuning Sedikit Tape Empuk Menarik Sedikit
Asam , sedikit suka
6
Manis lembek
4.2 Pembahasan
Tape merupakan hasil dari proses fermentai dari bahan-bahan yang
mengandung karbohidrat seperti beras ketan dan ubi kayu. Proses fermentasi
melibatkan aktifitas mikroorganisme, sehingga terjadi proses pengubahan
karbohidrat menjadi etanol yang menyebabkan bahan makanan hasil fermentasi
menjadi lebih enak rasanya (Sutanto, 2006). Praktikum pembuatan tape singkong
dibagi menjadi 4 kelompok. Setiap kelompok mendapat perlakuan yang berbeda-
beda terhadap singkong. Kelompok 1 perlakuan yang diberikan ialah 0% gula
dengan ragi sebanyak 2,5%. Kelompok 2 pemberian gula 2,5% dengan ragi 2,5%.
Kelompok 3 pemberian 0% gula dan ragi 5%, sedangkan pada kelompok 4
pemberian gula 5% dan ragi sebanyak 5%. Kami kelompok 2 yang artinya
mendapat perlakuan pemberian gula sebanyak 2,5% dengan ragi 2,5%. Singkong
yang kami gunakan sebanyak 355 gram, sehingga berat ragi dan gula yang
dibutuhkan ialah 8,875 gram. Organoleptik tape dilakukan setelah singkong
difermentasi selama 1 minggu. Warna, aroma, rasa, tekstur, kenampakan, dan
kesukaan merupakan parameter yang digunakan untuk organoleptik tape
singkong.
Warna yang dihasilkan dari tape singkong untuk semua perlakuan rata-rata
berwarna kuning. Warna kuning yang terdapat pada tape singkong disebabkan
karena didalam singkong terdapat senyawa beta karoten yang merupakan salah
satu pigmen atau zat warna, selama fermentasi mengalami perubahan fisik dan
biokimiawi oleh adanya aktifitas mikroorganisme. Menurut Bambang Admadi
Harsojuwono dalam Arixs (2005) daging singkong yang berwarna kuning bukan
hanya lebih enak tetapi mempunyai kandungan vitamin A yang cukup tinggi.
Warna memiliki arti penting bagi makanan, warna yang menarik membuat
konsumen lebih tertarik untuk mengonsumsi.
Rasa yang dihasilkan dari tape singkong dengan 4 perlakuan memiliki rasa
yang berbeda-beda. Tape singkong pemberian ragi 2,5% dengan gula 0%
memiliki rasa rata-rata manis dan manis asam, rasa tape singkong pemberian gula
dan ragi masing-masing 2,5% memiliki rasa manis, tape singkong dengan gula
0% dan ragi 5% memiliki rasa sedikit asam manis dan asam, sedangkan rasa
7
manis dan sedikit asam manis dimiliki oleh tape singkong dengan pemberian gula
5% dan ragi 5%. Rasa yang dihasilkan dipengaruhi oleh pemberian gula dan ragi
yang berbeda-beda, rasa asam dihasilkan oleh proses fermentasi ragi yang
menghasilkan etanol sehingga berasa asam. Rasa manis karena adanya tambahan
gula dan hasil fermentasi pada tape singkong yang mana singkong mengandung
pati (glukosa) sehingga berasa manis. Ciri khas tape adalah citarasa yang unik
yaitu adanya kombinasi rasa manis, asam dan sedikit beralkohol (Astawan, 2004).
Tape singkong memiliki aroma tape atau khas tape yang sedikit beraroma
alkohol. Pemberian ragi dalam jumlah banyak maka akan berpengaruh terhadap
pembentukan alkohol. Dosis ragi yang berbeda menunjukkan kadar etanol yang
berbeda, semakin tinggi dosis ragi yang diberikan maka semakin tinggi kadar
etanol yang dihasilkan, hal ini menyebabkan kandungan khamir semikin banyak
(Berlian, dkk., 2016). Aroma khas tape disebabkan karena selama proses
fermentasi, gula yang terbentuk akan diubah menjadi alkohol oleh aktivitas
Saccharomyces cerevisiae. Alkohol akan diubah menjadi asam organik oleh
bakteri pedioccus melalui proses oksidasi alkohol, sebagian asam organik akan
bereaksi dengan alkohol membentuk eter yang memberi citarasa tape sehingga
menghasilkan bau khas tape (Astawan, 2004).
Tekstur tape singkong rata-rata ialah empuk, namun ada beberapa yang
keras atau atos. Tekstur yang empuk dipengaruhi oleh lama fermentasi,
konsentrasi pemberian ragi, dan penutupan saat fermentasi yang kurang rapat
sehingga adanya oksigen yang masuk dan menyebabkan bakteri tidak bekerja
secara optimal dan membuat tekstur tape singkong menjadi atos atau keras.
Semakin lunak atau empuk tekstur tape singkong maka semakin baik dan enak.
Rata-rata untuk nilai kenampakan yang diberikan oleh 10 panelis ialah menarik.
Kenampakan berpengaruh terhadap minat atau ketertarikan konsumen terhada
produk yang dibuat. Kenampakan berkolerasi positif dengan warna yang
dihasilkan oleh suatu produk. 10 panelis menilai rata-rata tingkat kesukaan
terhadap tape singkong adalah suka. Tingkat kesukaan seseorang terhadap produk
dipengaruhi oleh warna, rasa, tekstur, aroma dan kenampakan, jika semuanya
memiliki nilai yang baik maka kesukaan yang diberikan terhadap produk juga
baik.
8
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum pembuatan tape singkong ini adalah tape
singkong yang dihasilkan cukup baik karena memiliki rasa yang manis, tekstur
empuk, aroma khas tape, warna kuning yang menarik, dan kebanyakan dari
panelis suka terhadap tape singkong yang dibuat. Organoleptik setiap orang
berbeda-beda tergantung kepekaan indra perasa, penglihatan dan penciuman
setiap individu. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam fermentasi
tape singkong diantaranya ialah: jenis bahan yang digunakan, jenis khamir/ragi
yang dipakai, lama fermentasi, ada atau tidaknya oksigen, konsentrasi ragi yang
diberikan, dan suhu fermentasi.
9
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, Made. 2004. Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. Surakarta :
Tiga Serangkai.
Azmi, A. S., Ngoh, G.C., Mel, M. & Hasan, M. 2010. Ragi Tapai and
Saccharomyces cerevisiae as Potential Coculture in Viscous Fermentation
Medium for Ethanol Production. African Journal of Biotechnology,
9(42):7122-7127.
Berlian, Z., Aini, F., & Ulandari, R. 2016. Uji Kadar Alkohol pada Tapai Ketan
Putih dan Singkong melalui Fermentasi dengan Dosis Ragi yang Berbeda.
Jurnal Biota, 2(1):106-111.
Buckle, K.A., et all. 1985. Ilmu pangan. Jakarta: UI-Press. Hal 31, 92, 93, dan 96.
Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. 2005. Ketela Pohon/Singkong (Manihot
utilissima Pohl). http://www.bebas.vslm.org/v13/Data?
budidayapertanian/PANGAN/SINGKONG.PDF. Diakses 21 Desember
2019.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: PT. Gramedia Utama Pustaka.
Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu Budidaya dan Pascapanen. Jakarta: Kanisius.
Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi Umum, Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Tefera, T., Ameha, K., & Biruhtesfa, A. 2014. Cassava Based Foods: Microbial
Fermentation by Single Starter Culture Towards Cyanide Reduction, Protein
Enhancement and Palatability. Inter. Food Research Journal, 21(5):1751-
1756.
Tetchi, F.A., Solomen, O.W., Celah, K.A., & Georges, A.N. 2012. Effect of
Cassava Variety and Fermentation Time on Biochemical and
Microbiological Characteristics of Raw Artisanal Starter for Attiéké
Production. Innovative Romanian Food Biotechnology, 10:40-47.
10
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan
11