Anda di halaman 1dari 10

Tanggal Praktikum : 25 Mei 2018

Tanggal Pengumpulan : 04 Juni 2018

Asisten : Tomi Nugraha


LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA,
KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN
Ekstrusi pada Serealia, Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian

Kelompok 1
Gabriella Daviena 240210160005
Elsha Yolanda Pradivta 240210160038
Sampurna Bakti 240210160038

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR, SUMEDANG
2018
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan tanaman. Salah satu jenis tanaman
yang tumbuh subur di Indonesia adalah serealia, kacang, dan umbi-umbian. Serealia,
kacang-kacangan, dan umbi-umbian termasuk dalam komoditas pertanian yang dapat
difermentasi menggunakan mikroorganisme berupa bakteri, kapang, dan khamir
Pengolahan makanan dengan cara fermentasi merupakan jenis pengolahan
makanan yang cukup tua. Secara tradisional banyak dilakukan di tingkat rumah
tangga. Indonesia sangat kaya akan produk-produk pangan hasil proses fermentasi.
Salah satu contohnya tape singkong yaitu hasil olahan fermentasi dari singkong dan
tempe hasil olahan fermentasi dari kacang kedelai

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka tujuan dari praktikum ini adalah:
 Mengetahui proses fermentasi dari tape singkong dan tempe
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan sejak lama
sejak jaman kuno. Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat
menjadi produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan
mikroba. Bioteknologi berbasis fermentasi sebagian besar merupakan proses produksi
barang dan jasa dengan menerapkan teknologi fermentasi atau yang menggunakan
mikroorganisme untuk memproduksi makanan dan minuman seperti: keju, yoghurt,
minuman beralkohol, cuka, sirkol, acar, sosis, kecap, dll (Nurcahyo, 2011).
Waktu fermentasi memberikan pengaruh dalam kualitas produk suatu
produk, produk fermentasi adalah produk yang dapat diterima baik secara
kenampakan, aroma serta nutrisi yang dihasilkan. Fermentasi dibantu oleh
mikroorganisme yang memiliki fase hidu logaritmik. Sehingga untuk mendapatkan
produk fermentasi yang terbaik harus mengetahui fase pertumbuhan optimal dari
mikroorganisme yang dimanfaatkan tersebut (Darajat. 2014).

2.2 Tempe
Menurut Suprapti (2003) dalam Sukardi (2008) Tempe merupakan salah satu
hasil fermentasi kedelai yang sudah cukup dikenal sebagai makanan yang bermanfaat
bagi kesehatan. Tempe mengandung vitamin B12 yang biasanya terdapat dalam
daging dan juga merupakan sumber protein nabati selain sebagai sumber kalori,
vitamin dan mineral (Suprapti, 2003 dalam Sukardi, 2008).
Kata “tempe” diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada masyarakat Jawa
Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi .
Makanan bernama tumpi tersebut terlihat memiliki kesamaan dengan tempe segar
yang juga berwarna putih. Boleh jadi, ini menjadi asal muasal dari mana kata “tempe”
berasal (PUSIDO Badan Standardisasi Nasional, 2012).
Tempe merupakan makanan yang terbuat biji kedelai atau beberapa bahan
lain yang diproses melalui fermentasi dari apa yang secara umum dikenal sebagai
“ragi tempe”. Lewat proses fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses penguraian
menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna (PUSIDO Badan Standardisasi
Nasional, 2012).
Secara umum tahu dan tempe dibuat dari bahan baku kedelai. Sekitar 80%
kedelai dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industry tahu dan tempe sedangkan
sisanya digunakan oleh berbagai macam industry seperti kecap, susu kedelai,
makanan ringan dan sebagainya. Dalam beberapa tahun terakhir produksi kedelai di
Indonesia terus berkurang dan tidak mampu memenehui kebutuhan (Haliza, 2007).
Tempe merupakan olahan kedelai dengan fermentasi kapang Rhizopus.
Kapang yang sering digunakan dalam pembuatan tempe, adalah Rhizopus
microsporus dan R. oryzae. Kedua kapang tersebut mempunyai aktivitas enzim β-
glukosidase berbeda. Aktivitas enzim β-glukosidase R. microsporus var. chinensis
lebih kuat daripada R. oryzae (Purwoko et al., 2001 dalam Purwoko, 2004).
Proses pembuatan tempe dapat terbilang membutuhkan waktu yang cukup
lama. Hingga diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24
jam dan maksimal 72 jam. Lamanya proses pembuatan tempe karena proses
fermentasi. Fermentasi akan berlangsung baik dan cepat bila dibantu dengan kondisi
suhu yang optimal, jumlah ragi yang tepat dan pH yang asam (±4-5) (Widayati, 2002
dalam Lumowa, 2014).

2.1 Tapai Singkong


Tapai adalah salah satu makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia dan merupakan hasil fermentasi singkong atau beras ketan.
Mutu tape yang baik ditandai dengan aroma yang harum, enak, legit, dan tidak
menyengat karena terlalu tinggi kadar alkoholnya (Tarigan 1988). Penamaan tape di
berbagai daerah berbeda-beda, misalnya penamaan tape singkong, yaitu tape ubi
(Malaysia), peuyeum (Jawa Barat) dan tape ketan, yaitu tape pulut (Malaysia) dan
Lao-Chao (Cina) (Hidayat et al. 2006).
Fermentasi tape dipengaruhi oleh mikroorganisme yang terdapat pada ragi
yang ditambahkan ke dalam singkong atau beras ketan. Ragi tape mengandung
konsorsium mikroba seperti kapang, khamir, dan bakteri (Barus 2013). Proses
fermentasi tape diawali dengan hidrolisis pati oleh enzim amilase yang dihasilkan
oleh kapang, khamir, atau bakteri yang bersifat amilolitik (Finalika dan Widjanarko
2015). Selama proses fermentasi tape, mikroorganisme yang hadir akan
memetabolisme senyawa nutrisi yang terdapat pada singkong dan beras ketan. Pada
umumnya kapang akan menghidrolisis pati menjadi gula sederhana yang selanjutnya
akan difermentasi menjadi alkohol dan komponen flavor lainnya oleh khamir (Djien
1972). Tape ketan memiliki kandungan alkohol hampir mencapai 5% (Ardhana dan
Fleet 1989), sementara pH normal pada tape ketan yaitu sebesar 4.0- 4.2 (Nuraida dan
Owens 2014). Tape singkong pada umumnya memiliki kandungan alkohol sebesar
3%, karbohidrat sebesar 40.2%, dan pH sekitar 4.38-4.75 (Hidayat et al. 2006). Mutu
tape dipengaruhi oleh kualitas bahan baku, metode preparasi dan mikroorganisme
dalam starter (Barus 2013). Starter tape (ragi) terbuat dari campuran antara tepung
beras, rempah-rempah, dan air (atau air tebu). Berbagai jenis kapang dan khamir
dilaporkan terdapat pada ragi (Ardhana dan Fleet 1989). Jenis bakteri asam laktat
yang terdapat pada ragi tape yaitu Pediococcus (Saono 1982). Pertumbuhan bakteri
asam laktat lainnya juga terdapat pada tape, yaitu Weisella spp., Pediococcus
pentosaceus, dan Enterococcus spp. yang dilaporkan tumbuh secara konsisten selama
fermentasi, dan Lactobacilllus spp., yang pertumbuhannya berkurang setelah 24 jam
fermentasi (Sujaya et al. 2010). Bakteri lain yang juga dilaporkan hadir pada produk
tape singkong atau ketan adalah Acetobacter spp. yang dapat memetabolisme etanol
menjadi asam asetat dan dapat berasosiasi dengan khamir dalam fermentasi alkohol,
serta Bacillus spp. yang terlihat dari spora yang biasanya terdapat pada serealia dan
dapat bertahan selama proses pengolahan (Nuraida dan Owens 2014). Bacillus
memproduksi protease yang penting untuk hidrolisis protein menjadi asam amino
yang penting untuk pertumbuhan mikroorganisme (Sujaya et al. 2010). Bakteri asam
laktat dapat memproduksi inhibitor lain selain asam organik yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembusuk, 2 seperti bakteriosin, H2O2,
dan diasetil (Rahayu 1996). BAL merupakan bakteri yang hadir dalam jumlah besar
pada tape, namun belum diketahui peranannya dalam membentuk citarasa tape atau
pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Pada penelitian ini akan
dilakukan analisis keberadaan dan densitas BAL serta mikroorganisme lainnya pada
tape dan dilakukan analisis korelasi antara komposisi mikroorganisme dengan
komposisi kimia tape.
III. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
 Baskom
 Kompor
 Panci
 Pisau
 Sarung tangan

3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
 Air
 Daun pisang
 Kedelai
 Ragi
 Singkong

3.2 Prosedur
3.2.1 Pembuatan Tempe
1. Kedelai dicuci bersih
2. Kedelai direndam selama 13-18 jam
3. Kulit ari kedelai dipisahkan dengan biji kedelai dengan cara diberikan tekanan
4. Kedelai dibilas hingga kulit ari yang masih tertinggal larut terbawa air
5. Kedelai kemudian direbus pada suhu 100°C selama 15 menit.
6. Kedelai ditiriskan pada suhu 25°C
7. Kedelai ditambahkan ragi sebanyak 3%
8. Kedelai yang sudah ditambah dicampur ragi kemudian dibungkus
menggunakan daun pisang
9. Kedelai yang sudah dibungkus ditaruh pada suhu ruang selama 24 jam
10. Sifat organoleptik dari tempe dicatat.

3.2.2 Pembuatan Tape Singkong


1. Singkong yang telah disiapkan dikupas
2. Singkong dipotong hingga panjangnya 10-15 cm
3. Singkong direbus pada suhu 100°C selama 20 menit.
4. Singkong ditaburi ragi sebanyak 1 butir
5. Singkong yang sudah dibungkus daun pisang kemudian dimasukan dalam
toples dan ditaruh pada suhu ruang selama 24 jam
6. Sifat organoleptik dari tempe dicatat.
DAFTAR PUSTAKA

Ardhana dan Fleet. 1989. The microbial ecology of tape ketan fermentation.
International Journal of Food Microbiology. 9(1989) : 157-165.

Barus T dan Wijaya N. 2011. Mikrobiota dominan dan perannya dalam cita rasa tape
singkong. Biota. 16 (2) : 354-361.

Djien K. 1972. Tape fermentation. Applied and Environmental Microbiology. 23 :


976-978.

Finalika E, Widjanarko SB. 2015. Penetuan nilai maksimum respon rendemen dan
gula reduksi brem padat tape ubi kayu (Manihot esculenta). Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 3 (2) : 670 – 680.

Haliza, Winda. 2007. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Pemanfaatan


Kacang-Kacangan Lokal Sebagai Substitusi Bahan Baku Tempe dan Tahu. Vol.
3

Hidayat N, Padaga MC, Suhartini S. 2006. Mikriobiologi Industri. Yogyakarta (ID):


Penerbit Andi.

Lumowa, Sonja V. T. 2014. Jurnal EduBio Tropika. Pengaruh Perendaman Biji


Kedelai (Glycine Max, L. Merr) Dalam Media Perasan Kulit Nanas (Ananas
Comosus (Linn.) Merrill) Terhadap Kadar Protein Pada Pembuatan
Tempe.Vol. 2 No. 2.

Nuraida L, Owens JD. 2014. Sweet, sour, alcoholic solid substrate fungal
fermentations. Di dalam: Owens JD, editor. Indigenous Fermented Foods of
Southeast Asia. Boca Raton : CRC Press.

Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta: Universitas Negeri


Yogyakarta

Purwoko, Tjahjadi. 2004. Kandungan Isoflavon Aglikon pada Tempe Hasil


Fermentasi Rhizopus microsporus var. oligosporus: Pengaruh
Perendaman. Vol. 6 No.2.

PUSIDO Badan Standardisasi Nasional, 2012. Tempe Persembahan Indonesia Untuk


Dunia. Jakarta: BSN
Rahayu ES, Djaafar TF, Wibowo D, Sudarmadji S. 1996. Lactic acid bacteria from
indigenous fermented foods and their microbial activity. Indonesian Food and
Nutrition Progress. 3(2) : 21-28.

Saono. 1982. Peranan Mikroba dalam Ragi Tape. Bandung (ID) : Institut Teknologi
Bandung.

Sukardi, dkk. 2008. Jurnal Teknologi Pertanian. Tempeh Inoculum Application Test
of Rhizopus oryzae with Rice and Cassava Flour as Substrate at Sanan Tempeh
Industries eh - Kodya Malang Vol. 9 No. 3.

Tarigan J. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta (ID) : Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jendral Perguruan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai