Anda di halaman 1dari 17

Sampurna Bakti

240210160038

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Praktikum kali ini membahas tentang teknologi modifikasi pati dan tepung
dengan metode fisik. Umumnya metode modifikasi pati bermacam-macam,
diantaranya modifikasi fisik, kimia, dan enzimatis. Modifikasi fisik dirasa paling
aman karena tidak meninggalkan residu bahan kimia. Modifikasi fisik adalah
pemberian perlakuan terhadap pati tanpa merusak granula pati itu sendiri,beberapa
metode yaitu modifikasi fisik pati dan tepung dengan metode heat moisture
treatment (HMT), Modifikasi Fisik Pati dan Tepung dengan Metode Annealing
(ANN), Modifikasi Fisik Pati dan Tepung dengan Metode Microwave Heating
Treatment (MHT)
Pati alami atau pati yang belum termodifikasi (native starch) yang terdapat
di alam memiliki karakteristik yang beragam. Meskipun demikian, seringkali
karakteristik ini tetap saja tidak sesuai dengan apa yang diinginkan . Pati alami
memiliki kekurangan yang sering menghambat aplikasi fungsinya di dalam proses
pengolahan pangan (Pomeranz, 1985). Pertama, pada umumnya pati
menghasilkan suspensi pati dengan viskositas dan kemampuan membentuk gel
yang tidak seragam. Hal ini disebabkan profil gelatinisasi pati alami sangat
dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis tanaman, sehingga jenis pati yang
sama belum tentu memiliki sifat fungsional yang sama.
Kedua, kebanyakan pati alami tidak tahan pada suhu tinggi. Dalam proses
gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati
(viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam
proses pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan dalam
produk sterilisasi), maka akan dihasilkan kekentalan produk yang tidak sesuai.
Ketiga, pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami
hidrolisis pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya.
Misalnya, apabila pati digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka
akan terjadi penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan
oleh hidrolisis pati.
Keempat, pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati
akan menurun dengan adanya proses pengadukan atau pemompaan. Kelima,
kelarutan pati terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk membentuk tekstur
Sampurna Bakti
240210160038

yang kental dan gel akan menjadi masalah apabila dalam proses pengolahan
diinginkan konsentrasi pati yang tinggi namun tidak diinginkan kekentalan dan
struktur gel yang tinggi.
Keenam, gel pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari
struktur gelnya) akibat terjadinya retrogradasi pati, terutama selama penyimpanan
dingin. Retrogradasi terjadi karena kecenderungan terbentuknya ikatan hidrogen
dari molekul-molekul amilosa dan amilopektin selama pendinginan sehingga air
akan terpisah dari struktur gelnya. Sineresis ini akan menjadi masalah apabila pati
alami digunakan pada produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah
(pendinginan / pembekuan). Beberapa di antaranya adalah, mudahnya pati
teretrogradasi, tingginya titik gelatinisasi, dan kestabilan pasta yang rendah.
Modifikasi pati dilakukan untuk memperbaiki karakteristik pati agar sesuai
keinginan.
5.1. Modifikasi Fisik Pati dan Tepung dengan Metode Heat
Moisture Treatment (HMT)
Heat Moisture Treatment merupakan metode modifikasi pati dengan
pemanasan tinggi pada kadar air terbatas (<35%) (Putri dan Zubaidah, 2017).
Modifikasi terjadi karena energi yang diterima oleh pati selama pemanasan
berlangsung memungkinkan pelemahan ikatan hidrogen inter- dan intramolekul
amilosa dan amilopektin dalam granula pati. Kondisi ini memberikan peluang
kepada air untuk mengimbibisi granula pati. Jumlah air yang terbatas
menyebabkan pergerakan maupun pembentukan interaksi antara air dan molekul
amilosa atau amilopektin juga terbatas sehingga tidak terjadi adanya peningkatan
kelarutan pati di dalam air selama pemanasan berlangsung (Putri dan Zubaidah,
2017).
Perubahan sifat fisik yang terjadi pada pati termodifikasi HMT antara lain:
perubahan profil amilografi pati, perubahan karakteristik termal melalui pengujian
Differential Scanning Calorymetry (DSC), perubahan volume pembengkakan
granula pati, dan perubahan kelarutan. Sementara itu perubahan kimia yang terjadi
pada pati termodifikasi HMT antara lain: terjadinya peningkatan fraksi pati yang
memiliki berat molekul pendek. Modifikasi HMT dapat merubah karakteristik pati
karena selama proses modifikasi terbentuk kristal baru atau terjadi kristalisasi dan
Sampurna Bakti
240210160038

penyempurnaan struktur kristalin pada granula pati. Proses HMT juga dapat
meningkatkan asosiasi rantai antara amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin
pada zona amorphous, memisahkan fraksi amilosa dan amilopektin,
meningkatkan kekompakan material di dalam granula akibat adanya tekanan dan
interaksi, serta merubah derajat kristalinisasi pati (Putri dan Zubaidah, 2017).
HMT dapat merubah karakteristik fisikokimia tepung tanpa merusak
granula pati. HMT diketahui dapat meningkatkan suhu gelatinisasi, menurunkan
viskositas puncak, pengembangan granula, dan pelepasan amilosa, viskositas
breakdown, dan viskositas setback, sehingga dapat meningkatkan stabilitas
granula terhadap panas dan pengadukan (Putri dan Zubaidah, 2017).
Langkah pertama yang dilakukan dalam modifikasi pati MHT ini adalah
dengan menimbang sampel sebanyak 100 gram kemudian dilakukan pengaturan
kadar air 30% dan penyeimbangan kadar air selama 24 jam pada suhu 4-5°C
dalam refrigerator. Pengaturan kadar air dilakukan dengan cara penyemprotan
dan pengadukan secara manual bertujuan untuk penyeragaman kadar air pada
proses Heat-Moisture Treatment (HMT). Pengaturan kadar air pada persiapan
sampel dilakukan dengan estimasi penambahan jumlah air menggunakan prinsip
kesetimbangan massa. Menurut Napitupulu (2011) rumus kesetimbangan massa
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
(100% - KA1) x BP1 = (100% - KA2) x BP2
Keterangan: KA1 = Kadar air kondisi awal (%bb)
KA2 = Kadar air pati yang diinginkan (%bb)
BP1 = Bobot pati pada kondisi awal
BP2 = Bobot pati setelah mencapai KA2
Proses penambahan kadar air dilakukan secara perlahan diikuti dengan
pengadukan secara manual untuk mencegah penggumpalan pati akibat distribusi
air yang tidak merata. Analisis kadar air dilakukan pada pati basah yang telah
disetimbangkan selama semalam pada suhu refrigerator. Hal ini disebabkan
persiapan pati basah yang dilakukan pada wadah terbuka memungkinkan
terjadinya penguapan sehingga kadar air sebenarnya lebih kecil dari kadar air
target (Lewandowicz et al, 1997).
Sampurna Bakti
240210160038

Pati dikemas dengan alumunium foil tertutup rapat bertujuan untuk


menjaga kadar air 30%. Pemanasan dilakukan pada suhu 110°C selama waktu
yang telah ditetapkan sesuai dengan perlakuan untuk proses modifikasi Heat-
Moisture Treatment (HMT). Pemanasan dilakukan dengan menggunakan oven
kabinet. Digunakan oven kabinet dalam pemanasan, karena penggunaannya cocok
untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran seperti tepung, dan sering
digunakan untuk produk yang jumlahnya tidak terlalu besar. Waktu pengeringan
yang dibutuhkan (1-6 jam) tergantung dari dimensi alat yang digunakan dan
banyaknya bahan yang dikeringkan, sumber panas dapat berasal dari steam boiler
(Napitupulu, 2011)
Adanya pengaruh interaksi waktu dan suhu modifikasi HMT terhadap
karakteristik pati termodifikasi dilaporkan oleh Ahmad (2009). Modifikasi yang
dilakukan pada suhu pemanasan 110°C selama 16 jam dengan kadar air sebesar
26% dapat menghasilkan pati termodifikasi dengan karakteristik gelatinisasi tipe
C yaitu pati yang cenderung dapat mempertahankan viskositasnya selama
pemanasan dan pengadukan. Selain mempunyai profil gelatinisasi tipe C, pati
tersebut juga mempunyai kelarutan yang lebih rendah dan kekuatan gel yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan pati yang dimodifikasi pada kombinasi waktu
dan suhu yang berbeda.
Menurut Jacobs dan Delcour (1998) untuk mendapatkan kadar air awal
yang diingingkan sebesar 30% pemanasan yang dilakukan harus selama 10 jam
pada suhu 100°C untuk pati singkong, sedangkan pada pati beras hanya butuh
waktu 3 jam dan suhu 120 menit untuk kadar air 25%. Perbedaan kondisi pada
praktikum dengan literature bisa mempengaruhi hasil akhir pati modifikasi yang
dihasilkan.
Pati yang telah diberi perlakuan pemanasan selanjutnya dibuka untuk
dikeringkan. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat
pada pati sampai kadar air sebesar 12% ± 2 dan dilakukan pada suhu 50°C selama
4 jam. Pengeringan menggunakan oven blower karena pada oven blower terdapat
kipas dan permukaan tempatnya yang luas sehingga bisa mempercepat
pengeringan.
Sampurna Bakti
240210160038

Pati yang telah dikeringkan selanjutnya digiling untuk memperkecil


ukuran dan memudahkan proses pengayakan sehingga didapatkan pati dengan
ukuran yang seragam. Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan
grinder. Pati yang telah digiling kemudian diayak dengan menggunakan ayakan
100 mesh untuk mendapatkan ukuran partikel lolos 100 mesh. Pati modifikasi
diamati kadar air, rendemen, dan warnanya menggunakan alat chromameter baik
pada metode MHT dan Annealing.
Prinsip alat ini adalah mengukur parameter atau tristimulus warna XYZ
menggunakan tiga buah filter X (merah), Y (hijau), dan Z (biru). Selain tiga buah
filter, chromameter memiliki beberapa komponen penting antara lain adalah
sumber cahaya, sensor, penguat, pengolah data dan display. Chromameter
merupakan alat yang digunakan untuk mengukur warna dari permukaan suatu
objek. Prinsip dasar dari alat ini ialah interaksi antara energi cahaya diffus dengan
atom atau molekul dari objek yang dianalisis. Alat ini terdiri atas ruang
pengukuran dan pengolah data. Ruang pengukuran berfungsi sebagai tempat
untuk mengukur warna objek dengan diameter tertentu. Setiap kromameter
dengan tipe berbeda memiliki ruang pengukuran dengan diameter yang berbeda
pula. Sumber cahaya yang digunakan yaitu lampu xenon. Lampu inilah yang akan
menembak permukaan sampel yang kemudian dipantulkan menuju sensor
spektral. Selain itu, enam fotosel silikon sensitifitas tinggi dengan sistem sinar
balik ganda akan mengukur cahaya yang direfleksikan oleh sampel (Papadakis et
al. 2000).
Analisis warna bahan pangan umumnya menggunakan unit warna CIE
L*a*b* atau CIELab yang diperkenalkan oleh Commision Internationale
d’Eclairage (CIE) pada tahun 1976 sebagai standar internasional bagi ukuran
warna (Oleari 2008). Notasi L* menunjunkan nilai pencahayaan dan memilik
rentang 0 (hitam) sampai 100 (putih). Notasi a* menunjukkan jenis warna hijau-
merah, dimana nilai negatif menunjukkan warna hijau dan nilai positif
menunjukkan warna merah, sedangkan notasi b* menunjukkan warna biru-
kuning, dimana nilai negatif menunjukkan warna biru dan nilai positif
menunjukkan warna kuning. Notasi a* dan b* memiliki rentang nilai dari -120
Sampurna Bakti
240210160038

sampai +120 (Papadakis et al. 2000). Nilai L*a*b bisa ditransformasi ke derajat
putih dimana rumusnya adalah sebagai berikut.
Derajat Putih = 100- √(100 − 𝐿)2 + (𝑎2 + 𝑏 2 )
Modifikasi secara fisik yaitu heat moisture treatment (HMT) dipilih untuk
memperbaiki sifat fungsional tersebut dikarenakan proses yang dilakukan dapat
menghasilkan pati yang lebih aman dan alami. Berikut adalah hasil
pengamatannya.

Tabel 1. Modifikasi Fisik Pati dan Tepung Menggunakan Metode Heat


Moisture Treatment (HMT)
Karakteristik Kenampakan
Warna Kadar
Sampel Rendemen Air
Gambar
(%) ∆L* ∆a* ∆b* ∆E*ab Akhir
(%)
Pati Beras 88 81,95 6,95 22,84 85,36 8,6

Tepung
44 76,15 8,71 26,68 81,16 <10
Beras

Pati
60 88,01 4,38 22,78 95.01 9,2
Singkong

Tepung
68 92,65 0,93 5,72 92,83 8,8
Singkong

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


Berdasarkan hasil pengamatan diatas dihasilkan rendemen tepung
singkong modifikasi sebesar 68%. Menurut Badan Litbang Pertanian (2011) yang
menyebutkan bahwa rendemen tepung ubikayu alami sebesar 20-22% artinya
modifikasi pati HMT ini menghasilkan rendemen tepung ubi kayu/singkong yang
lebih banyak. Kemudian terjadi penurunan kadar air menjadi 8,8%. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar air tepung yang dihasilkan telah memenuhi
persyaratan mutu tepung ubi kayu SNI 01-2997-1992 sebesar maksimum 12%.
Penurunan kadar air tepung ubi kayu sangat diperlukan, mengingat kadar
air dapat mempengaruhi proses penyimpanan tepung. Menurut Amin (2006),
penurunan kadar air pada pembuatan tepung ubi kayu dipengaruhi oleh proses
Sampurna Bakti
240210160038

pengepresan dan pengeringan, karena dengan proses pengeringan diharapkan


semakin mempermudah penguapan air. Hal yang sama dinyatakan oleh Herawati
(2002) bahwa semakin lama waktu pemanasan maka pemecahan komponen-
komponen bahan semakin meningkat yang berakibat jumlah air terikat yang
terbebaskan semakin banyak. Akibatnya tekstur bahan semakin lunak dan berpori
sehingga menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan semakin
mudah.
Berdasarkan pengamatan diketahui nilai L*a*b tepung singkong berturut-
turut 93,46; 0,83; 5,85. Semakin mendekati nilai 100 nilai L maka semakin cerah
tepung yang dihasilkan. Tepung singkong yang dihasilkan memiliki tingkat
kecerahan yang tinggi karena nilai L yang dihasilkan mendekati 100. Nilai derajat
putih yang telah ditransformasi berdasarkan rumus yang ada diketahui tepung
singkong memiliki derajat putih 91,22%. Hal tersebut sudah sesuai dengan SNI
01-2997-1992 tentang syarat mutu tepung singkong yang mempersyaratkan
derajat putih tepung singkong min 85%.
Berdasarkan tabel 1 diketahui rendemen modifikasi pati singkong yang
dihasilkan adalah 60%. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mustafa (2015)
rendemen yang dihasilkan dari 2,007 kg ubi kayu pada pembuatan tepung tapioka
alami adalah 18, 744 % sangat sedikit apabila dibandingkan dengan rendemen pati
singkong hasil modifikasi. Modifikasi pati yang dilakukan sudah baik dan sesuai
dengan yang diinginkan yaitu menghasilkan rendemen yang banyak.
Kadar air yang dihasilkan adalah 9,2%. Hal ini sudah sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh SNI 01-3451-1994 tentang mutu tepung tapioka yang
menyebutkan kadar air maksimal 15%.
Berdasarkan derajat keputihan, maka semakin putih tepung tapioka
mutunya juga semakin baik. Hal ini terdapat di dalam SNI 01-3451-1994 yang
membagi tepung tapioka menjadi tiga kelas berdasarkan derajat keputihan.
Derajat putih pati singkong hasil praktikum adalah sebesar 70,54% sehingga
masuk kedalam mutu III karena nilainya kurang dari 92%. Rahman (2007)
menyatakan bahwa derajat putih sangat dipengaruhi kemurnian proses ekstraksi
pati. Ketidakmurnian pati yang terekstrak dapat disebabkan oleh tingginya
kandungan serat dan pengotor lainnya sehingga pati terlihat kurang cerah
Sampurna Bakti
240210160038

(Rahman 2007; Mboungeng et al. 2008). Semakin lama waktu pemanasan maka
derajat putih semakin menurun. Pemanasan selama modifikasi mendorong
terjadinya reaksi browning yang dipicu oleh adanya komponen non karbohidrat
(lemak, protein, dan enzim polifenolase) (Sabrina 1990). Reaksi browning
menyebabkan pati termodifikasi menjadi lebih gelap.
Berdasarkan tabel 1 hasil rendemen tepung beras yang dimodikasi
menggunakan HMT memiliki rendemen 44%. Berdasarkan penelitian menurut
Astuti (1992) dilaporkan bahwa rendemen tepung beras putih alami sebanyak 45-
51%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tepung modifikasi memiliki nilai
rendemen yang hampir sama antara tepung alami dengan tepung modifikasi.
Derajat putih dari tepung beras modifikasi sebesar 64,22% dan agak berwarna
coklat, namun tidak dijelaskan secara rinci syarat nilai dalam SNI. SNI hanya
mempersyaratkan untuk warna tepung beras adalah putih. Kadar air tepung beras
yang dihasilkan pada praktikum <10%, hal tersebut telah sesuai dengan SNI
Tepung Beras 3549:2009 yang mensyaratkan kadar air maksimal 13%.
Berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa tepung beras kurang cocok apabila
menggunakan perlakuan HMT karena menghasilkan rendemen yang sedikit dan
warna tepung agak coklat.
Berdasarkan tabel 1, nilai derajat putih dari pati beras adalah 70.89% dan
berwarna coklat muda. Hasil tersebut tidak sesuai dengan karakteristik tepung/pati
pada umumnya yang berwarna putih. Pati beras yang dihasilkan memiliki kadar
air 8,6%. Apabila dibandingkan dengan SNI Tepung Tapioka, kadar air tersebut
masih sesuai dengan syarat mutu. Pati beras tidak ada syarat khusus dalam SNI
sehingga perbandingannya dengan SNI tepung Tapioka. Rendemen pati yang
dihasilkan cukup banyak yiatu 88%.

5.2. Modifikasi Fisik Pati dan Tepung dengan Metode Microwave Heating
Treatment (MHT)
Microwave Heating Treatment adalah modifikasi fisik dengan
memanaskan pati pada kondisi semi kering dengan menggunakan microwave
yang mampu meningkatkan tingakt kristalinitas dan pati resisten (Zhang,dkk
,2008)
Sampurna Bakti
240210160038

Modifikasi pati dengan menggunakan microwave tidak lazim dilakukan.


Namun beberapa penelitian telah dilakukan untuk membandingkan sifat-sifat pati
dalam menggunakan pemanasan microwave seperti yang dikatakan Zylema et al
(1985), yang tidak menemukan perbedaan dalam pembengkakan granula saat
dipanaskan menggunakan microwave atau konduksi pada pemanasan yang sama
menilai.
Menurut Lewandowicz et al. (1997), yang telah melakukan studi tentang
efek radiasi gelombang mikro pada sifat fisikokimia dan struktur kentang dan
tepung tapioka dan mereka melaporkan itu radiasi gelombang mikro ditemukan
mempengaruhi sifat-sifatnya, struktur dan perilaku kedua pati. Beberapa
penelitian telah melaporkan efek pemanasan microwave pada sifat fisikokimia
pati. Namun, penelitian perbandingan perlakuan kelembaban panas di bawah ini
suhu gelatinisasi menggunakan microwave dan pemanasan konvensional
menggunakan tingkat kelembaban 30% (b / v) pada 50ºC dan 60ºC masih sangat
terbatas.
Penggunaan microwave 180 watt selama 5 menit yang diikuti dengan
pengeringan menggunakan oven kabinet selama 12 jam bertujuan agar
pengeringan lebih optimal. Penggunaan alumunium foil saat pemanasan berfungsi
agar menghasilkan panas yang maksimal dan stabil. Sedangkan pada saat
pengeringan alumunium foil harus dibuka agar uap air yang keluar dari sampel
tidak tertahan oleh alumunium foil sehingga dapat mempengaruhi kadar air
sampel
Tabel 2. Modifikasi Fisik Pati dan Tepung Menggunakan Metode Microwave
Heating Treatment (MHT)
Karakteristik Kenampakan
Sampel Rendemen Warna Kadar Air
Gambar
(%) ∆L* ∆a* ∆b* ∆E*ab Akhir (%)
Tepung -
96 93,16 7,59 93,47 8,1
Beras 0,09
Pati -
94 96,80 9,97 96,85 8,3
Singkong 0,35

Tepung
104 93,46 0,83 5,85 93,65 10,35
Singkong

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


Sampurna Bakti
240210160038

Berdasarkan hasil pengamatan tabel 2, rendemen tepung singkong


modifikasi yang dihasilkan adalah 104%, sedangkan untuk rendemen tepung beras
adalah 96%. Menurut Suismono (2003), rendemen tepung singkong adalah 25-
30%. Menurut penelitian Arief dan Asnawi (2010), tepung singkong yang dibuat
dari varietas Manado memiliki rendemen 37,80%. Banyaknya rendemen pada
singkong ditentukan oleh varietasnya dan kompnen-komponen lain seperti serat.
Menurut Astuti (1992) dalam penelitiannya, tepung beras putih menghasilkan
rendemen 45-51%. Rendemen pati singkong modifikasi yang dihasilkan adalah
94%. Menurut Pratiwi (2008) dalam penelitiannya, rendemen pati singkong
adalah 70,58%. Adapun factor-faktor yang menyebabkan hasil rendemen tepung
singkong yang mencapai 104% dapat dipengaruhi oleh penggunaan alat pengering
,tingkat kematangan pada singkong, kontaminasi, ataupun terdapat sisa tepung
pada ayakan yang ikut tertimbang.
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 2 pengukuran warna dengan
menggunakan chromameter didapatkan hasil nilai warna pada tepung singkong L*
= 98,53, a* = -0,225, dan b* = 2,245, sedangkan pada tepung beras L* = 93,16,
a* = -0,09, dan b* = 7,59. Warna pada pati singkong L* = 95,74, a* = -0,265, dan
b* = 9,965. Diketahui perbedaan nilai a* dan nilai b* nilai L* disebabkan oleh
penggunan kombinasi suhu dan tekanan yang tinggi juga waktu perlakuan yang
lama yang dapat mempercepat terjadinya reaksi Mailard pada tepung dan pati
(Gunal et al., 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 2 dapat diketahui bahwa kadar air
tepung singkong termodifikasi dengan MHT adalah 10,35%, sedangkan kadar air
tepung beras termodifikasinya adalah 8,1%. Menurut SNI 01-2997-1996 kadar air
maksimum tepung singkong adalah 12%. Menurut SNI 3549-2009 mengenai
kadar air maksimum tepung beras adalah 13%. Kadar air akhir pati singkong
termodifikasi adalah 8,3%. Menurut SNI (1994) mengenai standar umum tepung
tapioka, kadar air maksimum pati adalah 15%.Tepung dan beras singkong
termodifikasi menunjukkan nilai yang memenuhi standar mutu yang telah
ditetapkan.
Sampurna Bakti
240210160038

5.3. Modifikasi Fisik Pati dan Tepung dengan Metode Annealing (ANN)
Modifikasi pati annealing merupakan perlakuan fisik terhadap granula pati
dengan air berlebih (>65% w/w) atau air sedang (40-55% w/w) pada suhu
dibawah suhu gelatinisasi pada waktu yang telah ditentukan (Hoover dan
Vasanthan, 1994). Peningkatan kadar air dilakukan dengan cara menghitung
dengan rumus sebagai berikut:
(100% - KA1) × BP1= (100% - KA2) × BP2 (1)
Keterangan : KA1 = kadar air tepung/pati pada kondisi awal
KA2 = kadar air tepung yang diinginkan
BP1 = bobot tepung pada kondisi awal
BP2 = bobot tepung setelah mencapai KA2
Pemanasan dilakukan dengan mengunakan waterbath dengan suhu 55oC
selama 12 jam. Pemanasan dengan waterbath pada suhu suhu 55oC selama 12
jam ini bertujuan untuk memecah ikatan-ikatan dari molekul pati, namun tidak
sampai menyentuh titik gelatinisasinya. Menurut Radley (1976). Pemanasan
dengan suhu dibawah gelatinisasi akan menyebabkan suspensi pada ikatan primer
yang menyusun molekul dalam suatu struktur yang kompak akan pecah karena
terjadinya hidrasi granula.
Penggunaan setrifugator setelah dilakukan pemanasan bertujuan untuk
memisahkan air dan pati, sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 3000 rpm
selama 30 menit.Menurut Fertiyuna (2016) sentrifugasi akan memisahkan
komponen pati dan non pati dengan menggunakan gaya sentrifugal pada tabung
yang berputar, semakin besar gaya sentrifugal semakin banyak komponen yang
terpisahkan.
Pengeringan dengan suhu 50oC selama 24 jam bertujuan untuk mengurangi
kandungan kadar air pada pati yang akan menghambat laju pertumbuhan
mikroorganisme dan inaktivasi enzim tertentu. Penggunaan suhu 50oC
dikarenakan suhu tersebut dinggap bukan suhu gelatinisasi, namun dianggap
efisien karena apabila kurang dari tersebut pengeringan akan berjalan dengan
lambat.
Sampel kemudian sampel diperkecil ukurannya menggunakan grinder.
Setelah itu sampel kemudian diayak menggunakan ayakan ukuran 100 mesh agar
Sampurna Bakti
240210160038

ukurannya menjadi seragam. Berikut adalah karakteristik pati dan tepung


termodifikasi ANN yang dibuat dari singkong dan beras:
Tabel 3. Modifikasi Fisik Pati dan Tepung Menggunakan Metode Annealing
Karakteristik Kenampakan
Warna Kadar
Sampel Rendemen Air
Gambar
(%) ∆L* ∆a* ∆b* ∆E*ab Akhir
(%)
-
Pati Beras 87 99,17 2,71 99,21 <10
0,28
Tepung -
72 95,16 5,09 95,30 9,8 -
Beras 0,09
Pati
92 95,45 0,03 3,01 95,50 <10
Singkong

Tepung -
80 96,29 6,27 96,50 8,8
Singkong 0,69
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan tabel 3, dapat diamati 3 parameter yaitu rendemen, warna, dan
kadar air . Warna memegang peranan penting terhadap karakteristik bahan
maupun produk pangan. Warna menjadi salah satu perameter mutu suatu produk
pangan dan juga bahan bakunya. Warna dapat ditentukan dengan instrument
maupun uji sensoris. Instrumen yang umumnya digunakan ialah chromameter.
Parameter yang dapat diamati diantaranya nilai chroma, derajat hue, nilai a*, b*
dan kecerahan (McGuire, 1992). Pada alat chromameter menghasilkan nilai L,
a*(+), dan b*(+). Nilai L menunjukkan kecerahan warna, a*(+) ; merah, b*(+) ;
kuning, semakin tinggi nilai L (Lightning) menunjukkan semakin cerah, semakin
tinggi nilai b*(+) warna tepung semakin kuning, semakin tinggi nilai a*(+) warna
tepung semakin merah.(Nurali dkk, 2012). Tabel 3 menunjukkan data yang
mempunyai nilai terbesar adalah data L disusul dengan nilai b dan nilai a .
Sehingga dapat diartikan bahwa proses modifikasi ANN dapat menimbulkan
karakteristik warna yang paling dominan adalah cerah diikuti warna kekuningan,
dan kemerahan
Kadar air merupakan salah satu komponen penting pada bahan pangan
karena air dalam bahan pangan mempengaruhi daya awet suatu bahan pangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air dari pati singkong dan pati beras
Sampurna Bakti
240210160038

termodifikasi ANN sebesar kurang dari 10%, sementara kadar air tepung beras
termodifikasi ANN sebesar 9.8% dan kadar air akhir tepung singkong
termodifikasi ANN sebesar 8.8%. Pengukuran dilakukan menggunakan grain
moisture meter sehingga hasil yang didapat mungkin tidak akurat. Adapun Syarat
mutu Tepung Tapioka menurut SNI 01-3451-1994 adalah tidak melebihi 15% ,
sedangkan SNI tepung beras menetapkan kadar air tepung beras (tepung yang
diperoleh dari penggilingan atau penumbukkan beras dari tanaman padi (Oryza
sativa)) adalah kurang dari 13% (Badan Standardisasi Nasional, 2009). Dengan
demikian, dapat disimpulan bahwa pati beras dan singkong memiliki kadar air
yang memenuhi standar mutu SNI . Seperti yang kita ketahui bahwa kadar air
awal modifikasi annealing menurut Hoover dan Vasanthan (1994) adalah (40-
65% w/w), namun setelah dilakukan modifikasi kadar air menurun dan mencapai
standart nasional Indonesia.
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 3 bahwa persentase rendemen yang
dihasilkan tepung dan pati beras (secara berturut-turut adalah 72%, dan 87%) jauh
lebih kecil dibandingkan dengan tepung dan pati singkong (secara berturut-turut
80%, dan 92%). Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran partikel tepung beras dan
pati beras yang mengalami aglomerasi selama proses modifikasi berlangsung
sehingga memberikan ukuran partikel yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
tepung dan pati beras yang alami (Dias, et al., 2010).
Apabila dibandingkan bobot sampel sesudah dan sebelum diakukan
modifikasi .Sampel yang sudah termodifikasi mengalami penurunan bobot yang
akan berpengaruh pada perhitungan rendemen. Hal ini dikarenakan adanya
perubahan amilosa, kelarutan, dan kadar air Menurut Haryanti et al (2014),
semakin lama pemanasan akan mengakibatkan proses amilosa yang meluruh
memiliki berat molekul rendah. Hal tersebut juga sejalan dengan Southgate (1991)
yang menyatakan Semakin lama pemanasan, kelarutan pati meningkat.
Peningkatan lama pemanasan suspensi pati menghasilkan pati tinggi amilosa
dengan berat molekul yang rendah.
Sampurna Bakti
240210160038

DAFTAR PUSTAKA

Arief, R.W. dan R. Asnawi. 2010. Analisis mutu dan nilai tambah tepung
kasava dari beberapa varietas ubikayu. Jurnal Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian (JPPTP) 13(3): 199–205.
Astuti, Juli. 1992. Pengaruh Pembuatan Tepung Beras Kaya Protein
terhadap Sifat Fisik, Kandungan Zat Gizi, Serat Kasar, dan Serat Makanan.
Skripsi. IPB, Bogor.
BSN. 1994. Standar Mutu Pati Singkong. SNI 01-3451-1994. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
BSN. 1996. Standar Mutu Tepung Singkong. SNI 01- 2997-1996. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
BSN. 2009. Standar Mutu Tepung Beras. SNI 01-3549-2009. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Fertiyuna., Marsetio., dan Roofi Lintang P. 2016. Pengaruh Lama
Modifikasi Heat-Moisture Treatment (HMT) Terhadap Sifat Fungsional dan Sifat
Amilografi Pati Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch). Jurnal Penelitian
Pangan Volume 1.1, Agustus 2016, P - ISSN: 2528-3537; E - ISSN: 2528-5157.
G. Lewandowicz, J. Fornal, and A. Walkowski. 1997. Effect of microwave
radiation on physic-chemical properties and structure of potato and tapioca
starches. Carbohydrate Polymers, 34, 213-220,
Gunal, Hikmet, Buket Yetgin Uz, dan Sabit Ersahin. 2008. Use of
Chromatometer-Measured Color Parameters in Estimating Color-Related Soil
Variables. Taylor and Francis Informa Ltd., London.
Haryanti, P., Retno Setyawati., dan Rumpoko Wicaksono. 2014. Effect of
Temperature and Time of Heating of Starch and Butanol Concentration on the
Physicochemical Properties of High-Amylose Tapioca Starch. AGRITECH, Vol.
34, No. 3, Agustus 2014.
Hoover, R and T. Vasanthan. 1994. The effect of heat moisture treatment on
the structure and physico-properties of cereals, tuber and legume starches.
Carbohydrat. Rec. 252 : 33-53.
Huang, C. G., Shang, Y. J., Zhang, J., Zhang, J. R., Li, W. J. & Jiao, B. H.,
2008, Hypouricemic Effects of Phenylpropanoid Glycosides Acteoside of
Scrophularia ningpoensis on Serum Uric Acid Levels in Potassium Oxonate-
Pretreated Mice, The American Journal of Chinese Medicine, 36 (1), 149-157.
Ismullah, Sarah & Pratiwi Astri. 2011. Mie Instan,Sakit Instan. Yogyakarta :
Pustaka Rama.
McGuire, M & Beerman, K.A. (2011) Nutritional sciences: From
fundamentals to food, 2nd edition. Wadsworth Cengage Learning, Belmont.
Sampurna Bakti
240210160038

Nurali. Erny, Djarkasi. G, Sumual. M dan Lalujan E. 2012. The Potential of


Goroho Plantain As a Source of Functional Food. Final Report Tropical Plant
Curriculum Project in Cooperation with USAID-TEXAS A&M University
Pomeranz. 1985. Functional Properties of Food Component. Academic
Press, Inc.
Pratiwi R. 2008. Modifiksi Pati Garut Perlakuan Siklus Pemanasan Suhu
TinggiPendingininan untuk Menghasilkan Pati Resisten Tipe 3. [skripsi]-Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Radley, J.A. 1976. Starch Production Technology. Applied Science Publ.,
London.
Suismono. 1995. Kajian teknologi pembuatan tepung ubi jalar (Ipomoea
batatas) dan manfaatnya untuk produk ekstrusi mie basah [tesis]. Bogor: Pasca
Sarjana, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sampurna Bakti
240210160038

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan
1. Modifikasi fisik pati dan tepung dapat dilakukan dengan metode Heat
Moisture Treatment (HMT), Annealing (ANN), atau menggunakan
microwave (Microwave Heating Treatment/MHT).
2. Pati beras termodifikasi HMT merupakan rendemen sebanyak 88%
berwarna merah terang kecoklatan dengan kadar air 8,6%.
3. Tepung beras termodifikasi HMT merupakan rendemen sebanyak 44%
berwarna coklat dengan kadar air kurang dari 10%.
4. Pati singkong termodifikasi HMT merupakan rendemen sebanyak 60%
berwarna coklat dengan kadar air 9,2%.
5. Tepung singkong termodifikasi HMT merupakan rendemen sebanyak 68%
berwarna coklat terang dengan kadar air 8,8%.
6. Pati beras termodifikasi ANN merupakan rendemen sebanyak 87%
berwarna putih dengan kadar air kurang dari 10%.
7. Tepung beras termodifikasi ANN merupakan rendemen sebanyak 72%
berwarna putih dengan kadar air kurang dari 9,8%.
8. Pati singkong termodifikasi ANN merupakan rendemen sebanyak 92%
berwarna putih dengan kadar air kurang dari 10%.
9. Tepung singkong termodifikasi ANN merupakan rendemen sebanyak 80%
berwarna putih dengan kadar air 8,8%.
10. Tepung beras termodifikasi MHT merupakan rendemen sebanyak 96%
berwarna putih dengan kadar air kurang dari 8,1%.
11. Pati singkong termodifikasi MHT merupakan rendemen sebanyak 94%
berwarna putih dengan kadar air kurang dari 8,3%.
12. Tepung singkong termodifikasi MHT merupakan rendemen sebanyak
104% berwarna putih dengan kadar air 10,35%.
6.2. Saran
Sebaiknya parameter pengujian modifikasi fisik pati dan tepung tidak
hanya warna; rendemen; dan kadar air, namun mengikuti sifat fungsional seperti
amilografi viskositas dan lainya.
Sampurna Bakti
240210160038

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Menurut Saudara, apa tujuan dilakukan modifikasi fisik pada pati dan
tepung?
Jawab:
Modifikasi fisik dilakukan untuk mendapatkan sifat fungsional,
amilografi, serta struktur pati yang tidak mungkin didapatkan dari pati non
modifikasi.
2. Apa fungsi tahapan penyeimbangan kadar air pada modifikasi fisik?
Jawab:
Modifikasi fisik memiliki prinsip pemanasan suhu tinggi pada kadar air
rendah (HMT) atau suhu rendah pada kadar air tinggi (ANN). Apabila
kadar air tidak diseimbangkan atau tidak sesuai prinsip di atas, kegagalan
modifikasi dapat terjadi. Kegagalan modifikasi ini misalnya, terjadinya
gelatinisasi atau tidak berubahnya struktur pati. Kegagalan modifikasi
menyebabkan sifat-sifat yang diinginkan menjadi tidak tercapai.
3. Apa yang menyebabkan perbedaan warna pada pati modifikasi yang anda
lakukan?
Jawab:
Beberapa pati warnanya semakin gelap, hal ini dapat disebabkan adanya
komponen-komponen yang rentan panas yang mudah berubah warna.
Penyebab lainnya juga terdapatnya gula pereduksi dan protein sehingga
ketika pemanasan terjadi reaksi pencoklatan non-enzimatis (reaksi
maillard).

Anda mungkin juga menyukai