Anda di halaman 1dari 11

Silvano Jovan

240210180093
Kelompok 6B

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Pati yang digunakan dalam industry pangan dapat dibagi menjadi dua, yaitu pati
alami dan pati modifikasi. Pati alami adalah pati yang belum mengalami perubahan sifat
fisik dan kimia yang disebabkan karena rekayasa manusia. Pati modifikasi adalah pati
alami yang sudah di rekaya sifat fisik dan kimia nya agar memiliki sifat yang diinginkan
dalam pengolahan pangan. Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah
diubah lewat suatu reaksi kimia (esterifikasi atau oksidasi), dapat pula dengan
mengganggu struktur asalnya (Fleche, 1985). Pati alami memiliki beberapa kekurangan
seperti retrogradasi, kestabilan rendah, ketahanan pasta yang rendah, dan apabila
dimasak pati membutuhkan waktu yang lama sehingga butuh energi tinggi, dan lain-
lain (Kusnandar, 2006). Hal ini akan menghambat aplikasi penggunaan pati dalam
proses pengolahan panagn (Pomeranz,1985)
Modifikasi pati menjadi cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki
kekurangan- kekurangan ini. Modifikasi sifat dan perkembangan teknologi di bidang
pengolahan pati dan tepung dapat merubah struktur molekul pati secara kimia, fisik,
dan enzimatis (Wirakartakusuma, dkk, 1989). Modifikasi fisik pati dapat dilakukan
dengan pemberian perlakuan panas atau thermal treatment pada sampel yaitu dengan
metode heat moisture treatment (HMT), microwave heating treatment, dan hydrothermal
annealing. Modifikasi fisik ini dilakukan untuk mengubah struktur granul pati dan
mengubah pati alami untuk dapat mengembang di dalam air dingin (Cui, 2005).
Hydrothermal treatment didefinisikan sebagai bentuk modifikasi pati secara fisik yang
mengkombinasikan kondisi kelembaban serta pemanasan yang dapat mempengaruhi
karakteristik pati tanpa merubah visualisasi granula pati (Putri dan Zubaidah, 2017).
Industri pengguna pati biasanya menginginkan pati yang mempunyai kekentalan yang
saybil baik pada suhu tinggi maupun rendah, ketahanan baik terhadap perlakuan
mekanis, memiliki ketahanan terhadap asam dan suhu tunggu, memiliki kecerahan yang
lebih tinggi dari pati alami, gel lebih jernih dan teksturnya yang lembek, dan waktu dan
suhu gelatinisasi yang singkat. Jika karakteristik ini terpenuhi, maka secara ekonomi,
industri juga bisa meningkatkan nilai ekonomi lewat perlakuan fisik, kimia, maupun
kombinasi keduanya (Liu et al, 2005)
Proses modifikasi pati dipengaruh oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel,
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

temperatur, waktu reaksi, dan perbandingan berat air terhadap pati. Masing- masing
karakteristik ini akan sangat berpengaruh pada hasil modifikasi yang dihasilkan. Oleh
karena itu perlu diperhatikan semua kandungan sampel, dan perlakuan yang diterapkan
agar hasil modifikasi pati bisa sesuai dengan keinginan peneliti dan memberi nilai
tambah pada industry (Sampurno, 2006)
Pada praktikum ini dilakukan modifikasi fisik terhadap pati. Metode yang
digunakan adalah metode HMT (Heat Moisture Treatment) dan Hydrotermal annealing.
Sampel pati yang di modifikasi adalah pati pisang kapas yang sudah dibuat pada
praktikum sebelumnya. Berdasarkan SNI 01-3841-1995, kadar air (b/b) pati pisang
maksimal 5% dan persentase lolos ayakan 60 mesh yaitu minimum 95%.
4.1 Heat Moisture Treatment (HMT)
Modifikasi pati menggunakan metode HMT ini adalah Teknik yang
menggunakaan perlakuan panas dan pengaturan kadar air pada sampel pati. Modifikasi
pati secara HMT dapat meningkatkan ketahanan pati terhadap panas, perlakuan
mekanis dan pH asam (Taggart, 2004). Hal ini bisa dicapai dengan meningkatkan suhu
gelatinisasi dan menurunkan kapasitas pembengkakan granula (Jacobs dan Delcour,
1988). Perlakuan biasa dilakukan pada suhu 840C–1200C dan kondisi sampel semi
kering yaitu kadar air yang lebih rendah dibandingkan syarat terjadinya gelatinisasi
yaitu kurang dari 35% air, w/w. Biasanya dalam modifikasi ini perlu dilakukan
penyeragaman kadar air pada sampel yang akan dimodifikasi dengan penyemprotan dan
pengadukan manual.
Langkah pertama dalam praktikum ini yaitu dilakukan penimpangan sampel.
Penimbangan ini dilakukan untuk mengetahui rendemen sampel yang akan dihasilkan
dari modifikasi ini. Setelah itu, dilakukan penyeimbangan kadar air menjadi 30% agar
pati tidak tergelatinasi tetapi hanya mengalami perubahan konformasi molekul dan
karakterisasinya (Collado dan Corke, 1999). Setelah itu disemprotan akuades dan
dilakukan pengadukan. Jumlah akuades yang ditambahan dihitung menggunakan
prinsip kesetimbangan massa. Perhitungan dapat didapatkan menggunakan rumus:
(100% - ka1) x BP1 = (100% - ka2) x BP2
Keterangan :
Ka1 : kadar air kondisi awal (100%)
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

Ka2 : kadar air pati yang


diinginkan (%bb) BP1 : bobot
pati kondisi awal
BP2 : bobot pati setelah mencapai ka2 (BP1 + BP2)
Penambahan ini dilakukan secara perlahan dan dilakukan pengadukan secara
berkala untuk menghindari terjadinya penggumpalan pati karena penambahan air yang
tidak merata. Pengaturan ini sangat penting karena dapat meningkatan suhu gelatinisasi
pati, dan menurunkan kelarutan. Air menjadi aspek penting yang mempengaruhi
perubahan isothermal pada patu yang dimodifikasi (Putri dan Zubaidah, 2017).
Pengaturan kadar air HMT hingga 25-30% mampu memberikan pati termodifikasi HMT
dengan suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dan stabilitas termal yang lebih baik terhadap
pengaruh pemanasan dan pengadukan (Zondag, 2003)
Setelah itu, campuran pati dan air dimasukan ke dalam kemasan plastic nylon dan
di kunci (sealing) dan dibungkus dengan alumium foil untuk mencegah masukknya air
dari lingkungan dan mengganggu kadar air pati yang sudah diseragamkan sebelumnya.
Aluminium foil adalah kemasan yang baik karena memiliki sifat kedap air, dan bisa
melindungi sampel dari kerusakan yang menurunkan kualitas dan kuantitas sampel
(Rahmawati, 2013). Kemasan ini kemudian diseimbangkan pada suhu 4 - 5oC selama 24
jam pada Loyang untuk penyeimbangan kadar air lagi. Dilakukan penyeimbangan selama
24 jam karena waktu ini lah yang optimal untuk penyeimbangan kadar air sampel.
Setelah pati diatur dan diratakan kadar arinya, dipastikan sampel sudah
dimasukan ke aluminium foil secara merata dengan ketebalan yang sama di
permukaannya. Aluminium foil ini kemudian di lakban kertas agar tidak ada udara atau
air yang bisa keluar dari pati. Setelah siap, sampel di panaskan dengan oven kabinet pada
suhu 100oC selama 12 jam. Langkah ini adalah perlakuan pemberian panas atau HMT.
Pemanasan selama 16 jam dapat meningkatkan suhu gelatinisasi pati, menurunkan
viskositas puncak, dan meningkatkan viskositas setback. Pemanasan ini bertujuan untuk
melemahkan ikatan hidrogen inter dan intramomlekular senyawa amilosa dan
amilopektin dalam pati, selain itu pemanasan ini juga dapat menghasilkan pati
termodifikasi dengan karakteristik yang lebih baik bila dibandingkan dengan pati alami
(Ahmad, 2009).
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

Setelah itu dilakukan pengeringan dengan oven blower pada suhu 50oC selama 24
jam. Pada pengeringan ini, aluminium foil yang menutupi sampel dilepas. Tujuan
pengeringan ini adalah menurunkan kadar air dan memperpanjang umur simpan
(Martunis, 2012). Tujuan dari pengeringan ini adalah mengurangi kadar air bahan sampai
batas dimana mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusuhan
akan terhenti, dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan
yang lebih lama (Dewayani et al., 2019). Pemanasan dan pengeringan menggunakan oven
yang berbeda karena memiliki tujuan yang berbeda sehingga prinsip oven yang berbeda
juga diperlukan. Pada pemanasan, aluminium foil membantu membuat sampel
tergelatinisasi awal dan kadar air yang keluar dijaga agar tidak berkurang atau bertambah
lagi. Pada proses pengeringan, penggunaan alumium foil tidak dilakukan karena
tujuannya adalah untuk pengurangan kadar air sampel pati.
Tahap selanjutnya adalah pengecilan ukuran dengan grinder. Pengecilan ukuran
didefinisikan sebagai penghancuran dan pemotongan mengurangi ukuran bahan padat
dengan kerja mekanis, yaitu membaginya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil
(Earle, 1969). Ayakan yang digunakan adalah 100 mesh untuk mendapatkan ukuran
partikel yang seragam (Widyotomo, 2002). Semakin kecil ayakan maka lubang ayakan
yang digunakan semakin besar. Pemisahan ini biasa dilakukan di atas ayakan berupa plat
berlubang atau anyaman kawat yang dapat meloloskan material. Material yang terlalu
besar disebut sebagai material minus atau undersize (Prabowo, 2010). Hasil dari
pengecilan ini kemudian dikemas dengan plastic nylon dan ditimbang lagi untuk
mengetahui jumlah rendemen, yang didapatkan. Plastik nylon digunakan karena kemasan
ini memiliki kerapatan yang tinggi sehingga uap air dan udara tidak mudah masuk. Hasil
rendemen ini diamati warna dan kadar airnya dan dibandingkan dengan pati alami.
Rendemen sampel dapat dihitung menggunakan rumus:
Rendemen = Berat akhir sampel / berat awal sampel x 100%
Pada pengukuran warna pati, dapat digunakan alat chromameter. Chromameter
adalah alat pengukur yang di desain untuk mengevaluasi warna suatu objek terutama
objek yang memiliki kondisi permukaan dan bertekstur tidak rata. Parameter yang dapat
diamati dalam menggunakan alat ini adalah nilai chroma, derajat hue, nilai a*, nilai b*,
dan kecerahan (McGuire, 1992). Tetapi pada pengujian ini, tidak dilakukan dengan
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

chromameter tetapi hanya dilakukan secara evaluasi visual. Hasil dari pengolahan HMT
ini ada dua yaitu perubahan sifat fisik yaitu perubahan profil amilografi pati, perubahan
karakteristik termal melalui pengujian Differential Scanning Calorymetry (DSC),
perubahan volume pembengkakan granula pati, dan perubahan kelarutan. Sementara itu
perubahan kimia yang terjadi antara lain: terjadinya peningkatan fraksi pati yang memiliki
berat molekul pendek.
4.2 Annealing
Perlakuan annealing ini memiliki perbedaan dengan perlakuan HMT. Perbedaan
ini terletak pada jumlah penambahan air dan pemanasan yang dilakukan. HMT dilakukan
pada kadar air rendah yaitu 30% dan suhu gelatinisasi mencapai 120oC selama 60 menit
sedangkan annealing adalah proses modifikasi dengan memanaskan suspense pati dalam
waktu tertentu dengan kadar air berkisar 40% hinggal >60% b/b. Pada modifikasi ini,
proses dilakukan pada suhu di atas suhu transisi gelas, tetapi di bawah suhu
gelatinisasinya (Jayakody dan Hoover, 2008).
Sama seperti modifikasi HMT, modifikasi ini dilakukan untuk menghasilkan
produk yang stabil terhadap pemasan, proses mekanik, dan tahan terhadap asam
(Oktaviani dan Putri, 2015). Kelebihan dari modifikasi ini yaitu pati yang dihasilkan
memiliki solubilitas kecil, adanya peningkatan suhu gelatinisasi dan bisa
mempertahankan sifat fungsional, sehingga karakteristik fisik dan kimia pati lebih baik
lagi dan akhirnya bisa digunakan oleh industry untuk pengolahan berbagai macam produk
pangan. Modifikasi tepung/pati menggunakan metode annealing dilaporkan dapat
menurunkan swelling power dan kelarutan pati, dan menghambat gelatinisasi (Siswoyo
dan Morita, 2010).
Langkah yang dilakukan dalam proses modifikasi ini mula- mula sampel
ditimbang beratnya. Tujuan penimbangan ini adalah untuk mengetahui berapa banyak
rendemen yang akan dihasilkan dari proses modifikasi ini. Setelah itu dilakukan
pengondisian kadar air pati dengan penambahan akuades. Penambahan akuades
dilakukan dengan prinsip kesetimbangan massa yang sudah dipaparkan pada pembahasan
modifikasi HMT. Campuran pati dan akuades ini kemudian diaduk perlahan hingga
terbentuk suspensi.
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

Setelah ditambahkan akuades sampai kadar air mencapai 65%, dilakukan


pemanasan sampel menggunakan waterbath. Mula- mula sampel dimasukan dulu ke
dalam labu Erlenmeyer lalu ditutup dengan cling wrap dan aluminium foil dan di ikat
dengan karet. Pengemasan ini dilakukan agar air tidak menguap dari wadah labi
erlenmeyer. Sampel kemudian dipanaskan dengan waterbath pada suhu 55oC selama 12
jam dengan pengadukan konstan. Pemanasan menggunakan waterbath dilakukan untuk
membuat suspensi pati dengan proses gelatinisasi pati. Suhu 55oC digunakan karena suhu
ini adalah suhu diatas suhu transisi gelas tetapi masih dibawah suhu gelatinisasi dari pati
(Yao et al, 2008). Gelatinisasi dapat terjadi karena ada kenaikan temperatur lewat
pemasakan bertekanan, perebusan dalan air mendidih. Menurut Marta dkk (2016),
pembuatan suspensi pati dapat dilakukan pada pemanasan di suhu 500C selama 24 jam
untuk proses modifikasi annealing. Pengadukan di dalam alat waterbath dilaukan untuk
mencegah terjadinya hidrasi pada pati.
Setelah itu sampel di sentrifugasikan dengan kecepatan 3000 rpm selama 15
menit. Sentifugasi ini bertujuan untuk memisahkan padatan pati dari larutan air.
Pemisahan ini bisa terjadi karena adanya gaya sentrifugal pada kecepatan tinggi saat
sampel dimasukan ke alat sehingga padatan akan mengendap di bagian bawah larutan
(Yuwono, 2008). Air sisa pengendapan ini dapat dibuang karena tidak digunakan lagi
untuk proses selanjutnya. Sampel yang sudah terpisah ini kemudian diletakan pada
Loyang yang sudah diberi alumium foil dan dikeringkan menggunakan oven cabinet pada
suhu 50oC selama 24 jam. Pengeringan ini dilakukan untuk mengurangi kadar air pada
pati, mencegah terjadinya pertumbuhan jamur, dan mencegah terjadinya fermentasi
(Gunasekaran dkk, 2012). Setelah itu pati yang sudah sedikit kadar airnya dikecilkan
ukurannya menggunakan grinder agar partikel menjadi kecil dan seragam. Ayakan yang
digunakan adalah 100 mesh. Terakhir setelah selesai, dilakukan penimbangan rendemen
yang dihasilkan. Rendemen dapat dihitung juga dengan rumus yang sudah tertera pada
modifikasi HMT
Hasil pati yang sudah dimodifikasi ini kemudian diamati perubahan warnanya dan
kadar airnya. Pengamatan warna bisa dilakukan secara visual dan alat chromameter.
Untuk kadar air bisa dilakukan secara gravimetri. Prinsip gravimetri ini adalah
membandingkan pengurangan bobot yang terjadi selama proses modifikasi karena
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

penguapan. Hasil kadar air ini bisa menjadi patokan tentang kualitas dari sampel pati
modifikasi.
Berdasarkan pengamatan modifikasi HMT dan annealing terdapat beberapa
perbedaan. Modifikasi HMT dilakukan pada kadar air rendah, yaitu 30% dan pemanasan
dilakukan dengan oven cabinet yang temperaturnya mencapai suhu 120oC. Pada
modifikasi annealing, proses modifikasi dilaukan pada kadar air berkitar 40->60% b.b.
Pemanasan juga dilakukan pada suhu yang lebih rendah yaitu 55oC menggunakan
waterbath. Kedua modifikasi ini sama- sama bisa meningkatkan sifat fisika dan kimia
dari pati sehingga memiliki ketahanan panas yang lebih baik, dan adanya rekayasa
viskositas sampel.
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada praktikum ini, kesimpulan yang bisa ditarik adalah
sebagai berikut:
• Pati modifikasi adalah pati yang sudah di rekayasa ssifat aslinya yaitu sifat fisika
dan kimia nya. Tujuan modifikasi ini adalah untuk merubah karakteristik pati sesuai
kebutuhan
• Modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) adalah modifikasi dengan
memanaskan pati di suhu tinggi, diatas suhu gelatinisasi pati (80-120oC) dengan
kadari air terbatas yaitu dibawah 35%. Pati hasill modifikasi memiliki daya cerna
yang tinggi, merekayasa fase viskositas pati agar dapat meningkatkan nilai guna
pati
• Annealing adalah modifikasi dengan penambahan air berlebih yaitu >65% w/w atau
air sedang (40-45% w/w) dan pemanasan di bawah suhu gelatinisasi pati
• Kedua metode ini dapat menambah nilai guna pati tetapi hanya cara modifikasi nya
yang berbeda yaitu metode HMT dilakukan pemanasan dengan oven, dan annealing
dilakukan pemasan menggunakan waterbath.
5.2 Saran
Dari hasil praktikum yang dilakukan, sebaiknya praktikuan benar- benar membaca
modul praktikum terlebih dahulu agar lebih mengerti dan bisa melakukan
modifikasi fisik pati dengan baik. Selain itu, sebaiknya, hasil pati modifikasi di
amati lagi karakteristik nya baik secara fisik maupun kimia.
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, L. 2009. Modifikasi Fisik Pati Jagung dan Aplikasinya Untuk Perbaikan Kualitas
Mi Jagung. Thesis. Pacasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Standardisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia SNI 01-3841-1995
Tentang Pati Pisang. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Cahyono. 2002. Pisang Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. 1 :
78.
Collado, 1999. Heat moisture treatment effects on sweet potato starch differing in
amylose content. Food Chem 65:339-346. America chem society
Cui, S. W. 2005. Food Carbohidrates Chemistry, Physical Properties, and Aplications.
CRC Press, Boca Raton, London, New York, Singapore
Dewayani, W., Syamsuri, R., & Septianti, E. (2019). Pengaruh Varietas Bima Brebes
Dan Maja Cipanas, Jenis Pengering Dan Bahan Pengisi Pada Bubuk Bawang.
Gorontalo Agriculture Technology Journal, 2(1), 38.
https://doi.org/10.32662/gatj.v2i1.483
Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. PT. Sastra Hudaya. Jakarta.
Eliasson, A. C. 2004. Starch in Food : Structure, Function, and Application. CRC Press.
North America.
Fleche, G. 1985. Chemical modifikation and degradation of starch. Di dalam G.M.A. Van
Beynum dan J.A. Roels, ed. Starch conversion technology. Applied Science Publ.,
London.
Gunasekaran K, Shanmugan, V and Suresh, P. 2012. Modelling and Analytical
Experimental Study of Hybrid Solar Dryer Integrated with Biomass Dryer for
Drying Coleus Forskohlii Stems. IPCSIT 28: 28-32.
Herawati, D. 2009. Modifikasi pati sagu dengan teknik heat moisture treatment (HMT)
dan aplikasinya dalam memperbaiki kualitas bihun. Tesis. Institut Pertanian Bogor
Jacobs, H., dan Delcour, J. A. 1998. Hidrotermal Modifications of Granular Starch with
Retention of The Granular Structure: A Review. Journal of Agriculuture. Food
Chemistry. 46(8) pp 2895-2905
Jayakody, L., Hoover R. 2008. Effect of Annealing on the Molecular Structure and
Physicochemical Properties of Starches from Different Botanical Origins – A
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

review. Carbohydrate Polymer 74:691-703


Kusnandar, F. 2006. Modifikasi Pati dan Aplikasinya dalam Industri Pangan. Food
Review Indonesia
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat, Jakarta.
Liu, Z., L. Peng, and J.F. Kennedy. 2005. Thetechnology of molecular manipulation
andmodification assisted by microwaves asapplied to starch granules.
CarbohydratePolymers 61: 374−378
Manuel, H. J. 1996. The Effect Of heat-moisture treatment on the structure and
physicochemical properties of legume starches. Thesis. Department of
Biochemistry, Memonal University of Newfoundland, Canada.
Marta, H. (2016). Sifat Fungsional dan Amilografi Pati Millet Putih (Pennisetum
glaucum) Termodifikasi secara Heat Moisture Treatment dan Annealing. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan, 5(3), 76–84.
https://doi.org/10.17728/jatp.175
Martunis. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kuantitas dan
Kualitas Pati dan Kentang Varietas Granola. Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia. 4(3): 26-31.
McGuire, R. G. (1992). Reporting of objective color mea-surements. Hortscience27:
1254-1255.
Oktaviani dan putri. 2015. Pengaruh Modifikasi Fisik Annealing terhadap
KarakteristikTepung Ubi Jalar. Jurnal Pangan dan Ari Industri. Vol 3 no 2.
Pomeranz,Y. 1985. Functional Properties of Food Components. Academic Press Inc,
Washington DC.
Prabowo, Bimo. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Millet Kuning dan Tepung
Millet Merah. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Putri, W.D.R., Zubaidah, E., Ningtyas, D. W. 2014. Effect of heat moisture treatment on
functional properties and microstructural profiles of sweet potato flour. Advance
Journal of Food Science and Technology 6(5) : 655-659. ISSN : 2042-4868.
Putri, W. D. R. dan E. Zubaidah. 2017. Pati, Modifikasi dan Karakterisasinya. Malang:
UB Media.
Rahmawati, F. 2013. Pengemasan dan Pelabelan. Tersedia di :
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132296048/pengabdian/pengemasan-dan-
pelabelan.pdf
Sampurno, R. B. 2006. Aplikasi Polimer dalam Industri Kemasan. Jurnal Sains Materi
Indonesia. Edisi Khusus Oktober 2006, hal: 15-22.
Siswoyo, T.A. and N. Morita. 2010. Influence Of Annealing On Gelatinization Properties,
Retrogradation And Susceptibility Of Breadfruit Starch (Artocarpus Communis)
International Journal of Food Properties
Smith P.S. 1982. Starch Derivatives and Their Use in Foods in Food Carbohydrates.
Lineback DR, Inglet GE, editor. Wesport, Connecticut : AVI Publ. Co. Inc.
Taggart, P. 2004. Starch as in Ingridient: Manufacture and Application. CRCPress.
Boca Raton. Florida. 363-392 pp
Widyotomo, S. 2002. Pengaruh Penggilingan Terhadap Perubahan Partikel Tepung Iles-
iles. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarno, (1992), Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wirakartakusuma, M. A., R. Syarief, dan D. Syah. 1989. Pemanfaatan Teknologi Pangan
Dalam Pengolahan Singkong. Buletin Pusbangtepa, 7: 18.
Wurzburg, O. B. 1989. Modified starches: properties and uses. CR Press, Inc., Boca Raton
Florida.
Yao, T., Sui, Z., & Janaswamy, S. (2018). Physical Modifications of Starch. Shanghai:
Srinivas Publisher.
Yuwono, T. 2008. Biologi Molekuler. Erlangga, Jakarta.
Zondag, M.D. 2003. Effect of Microwave Heat-Moisture and Annealing Treatments
on Buckwheat Starch Characteristics. Research Paper, University of Wisconsin.

Anda mungkin juga menyukai