Anda di halaman 1dari 78

Tanggal Praktikum : 10 Desember 2018

Tanggal Penyerahan : 24 Desember 2018


Asisten : Heirza

LAPORAN PRAKTIKUM PATI DAN TEPUNG


Teknologi Pembuatan Pati dan Tepung

Kelompok 4:
Beauty Azhary 240210160019
Syifa Tsalitsu Muttaharoh 240210160020
Sarah Az Zahra 240210160021
Vika Aulia R 240210160022
Fitri Izzatunisa 240210160023
Nabila N Amalina 240210160024

UNIVERSITAS PADJAJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2018
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pati merupakan sumber utama penghasil energi dari pangan yang dikonsumsi
manusia. Sumber pati dapat berasal dari tanaman sereal, lugume, umbi-umbian,
serta beberapa dari tanaman palm seperti sagu. Pemanfaatan pati masih sangat
terbatas kerena sifat fisik dan kimianya kurang sesuai untuk digunakan secara
komersial.
Pati yang sering digunakan dalam industri makanan terdapat dua macam yaitu
pati alami (native starch) dan pati termodifikasi. Pati dalam bentuk alami (native
starch) adalah pati yang belum mengalami perubahan sifat fisik dan kimia atau
diolah secara kimia-fisika. Pati ini banyak digunakan sebagai bahan pengisi
(filler) dan pengikat (binder) pada industri farmasi dan industri makanan,
walaupun demikian pati ini mempunyai keterbatasan. Pati alami menyebabkan
beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah,
dan ketahanan pasta yang rendah. Untuk memperbaiki dan mensiasati
keterbatasan tersebut, maka dilakukan modifikasi pati baik secara fisik maupun
secara kimia. Pati dapat dimodifikasi melalui cara hidrolisis, oksidasi, cross-
linking dan subtitusi.
Kandungan pati yang cukup tinggi pada ubi jalar, yaitu 20-30% (Siregar,
2014) membuat ubi jalar dapat diolah menjadi produk setengah jadi yaitu
tepung pati yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan berbagai macam
produk. Hingga kini pati ubi jalar alami belum dimanfaatkan secara optimal,
padahal pati memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan secara
luas. Salah satu penyebab kurang optimalnya pemanfaatan ubi jalar adalah pati
ubi jalar alami memiliki beberapa sifat fungsional dan amilografi yang kurang
baik, seperti pembengkakan yang besar, gel yang dihasilkan tidak padat
(Pranoto et.al, 2014) dan tidak stabil terhadap suhu tinggi, asam, dan proses
mekanis (Syamsir, et.al, 2012). Hal ini menyebabkan pemanfaatan pati ubi
jalar alami menjadi terbatas untuk produk pangan. Pati dapat digunakan sebagai
bahan baku maupun bahan tambahan seperti pengental (thickening agent),
pembentuk gel (gelling agent), pembentuk film (filming agent), dan penstabil
(stabilizing agent) (Kusnandar, 2010).
Sifat fungsional dan amilografi pati yang kurang baik dapat diatasi dengan
teknik modifikasi pati. Pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan
tertentu yang bertujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik dari sifat
sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya (Koswara, 2009).
Modifikasi pati terbagi menjadi tiga, yaitu modifikasi secara fisik, kimia, dan
enzimatis. Modifikasi pati secara fisik lebih sering digunakan karena bersifat
lebih aman dibandingkan dengan modifikasi secara kimia dan dapat
meningkatkan sifat fungsional dari patinya (Pranoto, et.al, 2014). Oleh karena
itu, teknik modifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah modifikasi
secara fisik, yaitu dengan menggunakan metode Heat Moisture Treatment
(HMT), Microwave Heat Treatment (MHT), dan Anneling.
Sifat fungsional merupakan sifat fisikokimia yang memperngaruhi perilaku
komponen tersebut selama persiapan, pengolahan, penyimpanan dan konsumsi.
Ada beberapa sifat fungsional seperti swelling volume (kemampuan
mengembang), kelarutan, kapasitas penyerapan air, dan derajat putih. Sifat
amilografi berkaitan pengukuran viskositas pati dengan kosentrasi tertentu selama
pemanasan dan pengadukan. Sifat amilografi tepung dapat di analisis
menggunakan alat Rapid Vosco Analyzer (RVA). Beberapa sifat adonan yang
dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran menggunakan RVA antara lain suhu
awal gelatinisasi atau pasting temperature (PT), yaitu suhu pada saat kurva mulai
naik atau awal terbentuknya viskositas yang menandakan pati mulai menyerap air.
Viskositas puncak atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak
gelatinisasi atau menunjukkan pati tergelatinisasi.
Oleh karena itu, perlulah untuk mengetahui sifat fungsional dan sifat
amilografi pati modifikasi berdasarkan tingkat karakteristik yang paling baik pada
pati singkong alami yang dibandingkan dengan pati singkong modifikasi fisik
yang berbeda.

1.2 Tujuan Praktikum

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka tujuan praktikum kali ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sifat fungsional dari pati singkong baik alami maupun
modifikasi.
2. Mengetahui sifat amilografi dari pati singkong baik alami maupun
modifikasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Amilografi
Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas pati dengan
konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Sifat amilografi da
pat dianalisis menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA) (Singh et al. 2003).
RVA adalah viskometer yang dilengkapi dengan sistem pemanas dan
pendingin untuk mengukur resistensi sampel pada pengadukan terkontrol (Collado
and Corke,1999).
Beberapa sifat adonan yang dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran
menggunakan RVA antara lain suhu awal gelatinisasi atau pasting
temperature (PT), yaitu suhu pada saat kurva mulai naik atau awal terbentuknya
viskositas yang menandakan pati mulai menyerap air. Viskositas puncak
atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak gelatinisasi atau
menunjukkan pati tergelatinisasi. Viskositas pasta panas atau trough
viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 95°C.
Perubahan viskositas selama pemanasan atau breakdown, yaitu selisih
antara PV dengan TV atau menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas.
Viskositas pasta dingin atau final viscosity (FV) yaitu viskositas pada saat suhu
dipertahankan 50°C. Perubahan viskositas selama pendinginan
atau setback, yaitu selisih antara FV dengan TV atau menunjukkan kem
ampuan untuk meretrogradasi.
Suhu gelatinisasi atau suhu pembentukan pasta adalah suhu pada saat
mulai terjadi kenaikan viskositas suspensi pati bila dipanaskan. Suhu tersebut
dinamakan suhu awal gelatinisasi (SAG). Apabila suhu terus meningkat,
akan terjadi peningkatan gelatinisasi maksimum. Peristiwa gelatinisasi terjadi
karena adanya pemutusan ikatan hidrogen sehingga air masuk ke dalam granula
pati dan mengakibatkan pengembangan granula. Suhu awal gelatinisasi
merupakan suhu dimana granula pati mulai menyerap air atau dapat terlihat
dengan mulai meningkatnya viskositas.
Viskositas maksimum merupakan viskositas pasta yang dihasilkan selama
pemanasan. Peningkatan penggelembungan granula oleh pengaruh panas akan
meningkatkan viskositas pasta suspensi pati sampai mencapai tingkat
pengembangan maksimum atau viskositas maksimum yaitu viskositas puncak
pada saat terjadi gelatinisasi sempurna. Makin besar kemampuan mengembang
granula pati maka viskositas pasta makin tinggi dan akhirnya akan menurun
kembali setelah pecahnya granula pati (Deetae et al., 2008). Suspensi pati bila
dipanaskan, granula-granula akan menggelembung karena
menyerap air dan selanjutnya mengalami gelatinisasi dan mengakibatkan
terbentuknya pasta yang ditandai dengan kenaikan viskositas pasta. Kenaikan
viskositas ini disebabkan oleh terjadinya penggelembungan granula pati
khususnya amilosa. Proses ini berlanjut terus hingga viskositas puncak pasta
tercapai, kemudian viskositas menurun akibat gaya ikatan antara granula-granula
pati yang telah mengembang dan tergelatinisasi menjadi berkurang oleh
pemanasan yang tinggi dan pengadukan yang keras. Selain itu struktur granula
pati juga pecah sehingga menyebabkan penurunan viskositas pasta serta
stabilitas viskositas pasta rendah (Deetae et al., 2008).
Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan
dalam RVA dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi rapuh,
pecah dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya
menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Penurunan tersebut terjadi pada
pemanasan suhu suspensi 95˚C yang dipertahankan selama 10 menit.
Breakdown atau penurunan viskositas selama pemanasan menunjukkan kestabilan
pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta yang
terbentuk akan semakin stabil terhadap pana. Breakdown viscosity merupakan
ukuran kemudahan pati yang dimasak untuk mengalami disintegrasi.
Besarnya breakdown viscosity menunjukkan bahwa granula-granula tepung yang
telah membengkak secara keseluruhan bersifat rapuh dan tidak tahan terhadap
proses pemanasan. Semakin rendah breakdown viscosity maka pati semakin stabil
pada kondisi panas dan diberikan gaya mekanis (shear). Nilai kenaikan viskositas
ketika pasta pati didinginkan disebut setback viscosity.
Nilai setback viscosity diperoleh dengan menghitung selisih antara
viskositas pasta pati pada suhu 50˚C dengan viskositas maksimum yang telah
dicapai pada saat pemanasan (Bamforth et al, 2005).
2.2 Sifat Fungsional Pati

Aplikasi pati dalam suatu produk dipengaruhi oleh kemampuannya untuk


membentuk karakteristik produk akhir yang diinginkan. Perbedaan karakteristik
kimia seperti bentuk granula, rasio amilosa/ amilopektin, molekuler pati dan
keberadaan komponen lain merupakan penyebab perbedaan sifat fungsionalitas
(Copelan et al., 2009).Variasi sifat fungsional pati di dalam suatu spesies bahan
menyebabkan masalah dalam pengolahan karena inkonsistensi bahan baku.
Karakterisasi sifat kimia dan fungsional teknis pati dalam suatu varietas perlu
dilakukan untuk memprediksi kesamaan dan perbedaan perilakunya pada tahap
aplikasi. Praktikum kali ini dilakukan analisis sifat fisiko-kimia dan amilografi
terhadap pati singkong alami, pati singkong modifikasi HMT, pati singkong
modifikasi MHT, dan pati singkong modifikasi Annealing.
Identifikasi Swelling volume dilakukan untuk mengetahui kemampuan pati
untuk mengembang. Pemanasan yang terus berlangsung akan menyebabkan
granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati
yang larut air dengan mudah keluar dan masuk ke dalam sistem larutan (Baah,
2009). Endapan akan terhitung sebagai swelling volume dan sisanya terhitung
sebagai kelarutan. Kelarutan merupakan jumlah padatan pati yang terlarut dalam
air.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
• Cawan Alumunium
• Cawan Canister
• Gelas Ukur
• Oven
• Rapid Visco Analyzer (RVA)
• Sentrifugasi
• Tabung Sentrifuse
• Timbangan
• Vortex
• Waterbath

3.2 Bahan
• Aquadest
• Pati Singkong Alami
• Pati Singkong Annealing
• Pati Singkong HMT
• Pati Singkong MHT
IV. PROSEDUR
4.1 Swelling Volume dan Kelarutan
1. Sampel disiapkan sebanyak 0,35 gram
2. Sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambahkan 12,5
ml akuades kemudian diamati volume total
3. Sampel divortex selama 30 detik, kemudian dilakukan pemanasan
dengan waterbath pada suhu 80°C selama 30 menit
4. Dilakukan pendinginan selama 1 menit, lalu disentrifugasi pada
kecepatan 3500 rpm selama 30 menit
5. Supernatan diambil dan diamati volume supernatan
6. Cawan kosong ditimbang dan cawan berisi supernatan ditimbang
7. Cawan dikeringkan pada suhu 110°C selama 24 jam, lalu ditimbang
kembali dan diamati
4.2 RVA
1. Sampel disiapkan sebanyak 3,5 gram
2. Sampel ditambahkan akuades sebanyak 25 ml dan dicampurkan
3. RVA dinyalakan, dan flashdisk dimasukkan ke RVA untuk
menyimpan data hasil analisis
4. Canister yang telah berisi sampel ditempatkan di RVA dan dipilih
RUN STD pada suhu 50-95°C dengan v: ± 13°C/menit
5. Ketika suhu mencapai 95°C dipertahankan selama 3 menit
6. Dilakukan pendinginan pada suhu 50°C dengan v: ± 13°C/menit
7. Suhu dipertahankan pada 50°C selama 2 menit
8. Diamati data-data sifat amilografi yang teranalisis
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Aplikasi pati dalam suatu produk dipengaruhi oleh kemampuannya untuk


membentuk karakteristik produk akhir yang diinginkan. Perbedaan karakteristik
kimia seperti bentuk granula, rasio amilosa/ amilopektin, molekuler pati dan
keberadaan komponen lain merupakan penyebab perbedaan sifat fungsionalitas
(Copelan et al., 2009).Variasi sifat fungsional pati di dalam suatu spesies bahan
menyebabkan masalah dalam pengolahan karena inkonsistensi bahan baku.
Karakterisasi sifat kimia dan fungsional teknis pati dalam suatu varietas perlu
dilakukan untuk memprediksi kesamaan dan perbedaan perilakunya pada tahap
aplikasi. Praktikum kali ini dilakukan analisis sifat fisiko-kimia dan amilografi
terhadap pati singkong alami, pati singkong modifikasi HMT, pati singkong
modifikasi MHT, dan pati singkong modifikasi Annealing. Tujuan dari praktikum
ini untuk mengetahui pengaruh modifikasi terhadap sifat amilografi dan fisiko-
kimia dari pati singkong.

5.1 Karakteristik Fungsional Pati

Sifat fungsional yang dianalisis pada praktikum ini adalah swelling volume
dan kelarutan pati singkong. Identifikasi Swelling volume dilakukan untuk
mengetahui kemampuan pati untuk mengembang. Pemanasan yang terus
berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat
dalam granula pati dan molekul pati yang larut air dengan mudah keluar dan
masuk ke dalam sistem larutan (Baah, 2009). Endapan akan terhitung sebagai
swelling volume dan sisanya terhitung sebagai kelarutan.
Pengujian dilakukan dengan menambahkan pati singkong sebanyak 0.35 g
dan akuades sebanyak 12,5 ke dalam tabung sentrifugasi. Kemudian di vortex
selama 30 menit yang bertujuan untuk mencampurkan pati singkong dengan air
hingga merata. Kemudian dilanjutkan dengan pemanasan menggunakan
waterbath pada suhu 80°C selama 30 menit yang bertujuan agar pati singkong
mengalami pembengkakan dan gelatinisasi. Menurut Jacguier., et al (2006),
granula mulai membengkak pada saat menjelang suhu gelatinisasi dan
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4

membengkak dengan cepat setelah suhu gelatinisasi. Kemudian dilakukan


pendinginan selama 1 menit yang bertujuan agar terbentuk ikatan antar polimer-
polimer sehingga terbentuk struktur yang kuat dan kaku. Selanjutnya dilakukan
sentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit yang bertujuan untuk
mengendapkan padatan terlarut sehingga diperoleh endapan dan supernatan.
Supernatan selanjutnya diukur menggunakan gelas ukur, dan ditimbang cawan
kosong dan cawan berisi supernatan. Dilakukan pengeringan cawan pada suhu
110°C selama 24 jam menggunakan oven. Kemudian ditimbang berat cawan dan
supernatan kering. Kemudian ditentukan swelling volume dan kelarutannya
menggunakan rumus berikut.
Tabel 1. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi

Sampel Swelling Volume (g/g) Kelarutan (%)

Pati Singkong Alami 14 2,34

Pati Singkong HMT 10 1,17

Pati Singkong ANN 12.86 8.6

Pati Singkong MHT 7.57 3.8

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Berdasarkan tabel diatas, modifikasi HMT menurunkan swelling volume


dan kelarutan pati singkong alami. Penurunan nilai swelling volume ini
kemungkinan disebabkan oleh proses restruksisasi amilosa pada daerah
amorphous selama HMT menyebabkan molekul inter- dan antarikatan hidrogen
lebih rapat, sehingga molekul air sulit masuk ke dalam granula pati. Syamsir et al.
(2012) menjelaskan bahwa energi yang diserap granula pati selama pemanasan
akan membuka lipatan heliks ganda amilopektin dan memfasilitasi pengaturan
atau pembentukan ikatan-ikatan baru antarmolekul. Semakin lama proses HMT,
semakin banyak amilosa yang mengalami restukturisasi. Selain itu, penurunan
swelling power juga disebabkan oleh hidrolisis parsial yang terjadi selama HMT.
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4

Hidrolisis parsial menghasilkan fraksi pati dengan berat molekul rendah sehingga
kemampuan mengembangnya terbatas.
Penurunan tingkat kelarutan pati modifikasi HMT disebabkan karena
imbibisi air selama modifikasi HMT menyebabkan adanya pengaturan kembali
molekul amilosa dan amilopektin dalam granula pati yang berdampak pada
terjadinya perubahan sifat fisikokimia pati (Herawati et al. 2010), termasuk
turunnya indeks kelarutan dalam air pati ganyong hasil modifikasi HMT. Menurut
Zavareze dan Dias (2011) penurunan solubility seiring dengan perlakuan HMT
dikarenakan adanya penyusunan kembali granula pati yang menyebabkan
menguatnya ikatan intramolekular, terbentuknya gugus amilopektin yang lebih
teratur dan formasi amilosa-lipid yang kompleks.
Berdasarkan tabel diatas, modifikasi Annealing menurunkan nilai swelling
volume dan kelarutan pati singkong alami. Meningkatnya swelling volume ini
diduga karena hidrokoloid dapat memerangkap dengan erat granula-granula pati
yang tergelatinisasi dan memungkinkan meningkatnya gaya dari granula pati
tersebut untuk mendorong penyerapan air sehingga pembengkakan pati dari
granula menjadi meningkat (Mandala, 2003).
Berdasarkan tabel diatas, modifikasi MHT menurunkan swelling volume
dan meningkatkan kelarutan pati singkong alami. Peningkatan swelling volume
dikarenakan perlakuan panas akan menyebabkan pengaturan kembali molekul pati
yang menyebabkan menurunnya kapasitas pengembangan granula pati (Hormdok
dan Noomhorm, 2007). Kelarutan yang menurun diduga dikarenakan jaringan gel
3 dimensi yang terbentuk, sehingga dapat menghambat sineresis, maka kelarutan
akan semakin menurun (Romadhoni, 2015).
5.2 Karakteristik Amilografi Pati

Sifat amilografi pati dapat dianalisis dengan alat Rapid Viscosity Analyzer
(RVA). RVA merupakan viskometer yang dilengkapi dengan sistem pemanas dan
sistem pendingin untuk mengukur resistensi sampel pada pengadukan terkontrol
(Collado and Corke,1999). Beberapa sifat pati yang dapat dilihat dari kurva hasil
pengukuran menggunakan RVA antara lain suhu awal gelatinisasi atau pasting
temperature (PT), viskositas puncak atau peak viscosity (PV), viskositas pasta
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4

panas atau trough viscosity (TV). Berikut adalah hasil pengamatan sifat amilografi
pati yang terdapat pada tabel 2.

10000 120

8000 100
Viskositas (cP)

Pati Singkong

Suhu (°C)
80 Alami
6000
Pati Singkong
60
HMT
4000 Pati Singkong
40
ANN
2000 20
0 0
-20 180 380 580 780

Gambar 1. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Tabel 2. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan


Termodifikasi

Karakteristik Pasta Pati


Tgel
Sampel VP VPP VPD
(°C) VB (cP) VS (cP)
(cP) (cP) (cP)
Pati Singkong
66,75 8000 2828 4011 5172 1183
Alami
Pati Singkong
72,24 8000 4589 5035 3411 446
HMT
Pati Singkong
73,05 8000 5169 6155 2831 986
ANN
Pati Singkong
79,91 4562 2092 3963 2470 1871
MHT
Keterangan: Tgel = suhu gelatinisasi; VP = viskositas puncak (peak viscosity);
VPP = viskositas pasta panas (hold viscosity); VPD = viskositas pasta dingin
(final viscosity); VB = viskositas breakdown; VS = viskositas setback

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


Suhu gelatinisasi pada grafik dilihat pada saat kurva mulai naik atau awal
terbentuknya viskositas yang menandakan pati mulai menyerap air. Berdasarkan
tabel diatas, modifikasi dengan HMT, Annealing, maupun MHT meningkatkan
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4

suhu gelatiniasi pati singkong alami. Disimpulkan bahwa modifikasi


menyebabkan granula pati lebih resisten terhadap panas, sehingga membutuhkan
suhu yang lebih tinggi lagi untuk mulai tergelatinisasi. Selama proses HMT
memungkinkan terbentuknya ikatan baru yang lebih kompleks antara amilosa
pada bagian kristalin dengan amilopektin pada bagian amorphous, sehingga
menghasilkan formasi kristalin baru yang memiliki ikatan lebih kuat dan rapat
(Takahashi et al. 2005). Semakin kuat ikatan antara molekul pati, semakin tinggi
jumlah panas yang dibutuhkan untuk memecah ikatan antar molekul dan oleh
karena itu, semakin tinggi suhu gel (Singh H dan Singh, 2011).
Suhu gelatinisasi pati adalah suhu di mana pati membentuk gel benar-
benar transparan. Gelatinisasi adalah proses pecahnya ikatan antar molekul-
molekul pati dengan adanya air dan panas serta memungkinkan molekul pati
untuk mengikat air lebih banyak. Adanya penetrasi air akan meningkatkan
keacakan dalam struktur pati. Menurut Imaningsih (2012) suhu dan waktu
gelatinisasi dipengaruhi oleh struktur amilopektin, komposisi pati dan arsitektur
granula. Suhu gelatinisasi disamping tergantung ukuran granula juga berkaitan
erat dengan kandungan amilosa (Murtiningrum et al., 2012). Menurut Santoso et
al. (2002) selain granula pati, kandungan amilosa, dan komponen protein juga
mempengaruhi suhu gelatinisasi. Kisaran gelatinisasi tergantung pada perbedaan
tingkat heterogenitas kristal dan granula pati (Gunaratne dan Hoover, 2002).
Viskositas puncak pada grafik dilihat saat gelatinisasi mencapai puncak
yang menunjukkan pati tergelatinisasi. Modifikasi HMT dan Annealing tidak
berpengaruh kepada viskositas puncak pati singkong alami. Sedangkan modifikasi
MHT berpengaruh kepada viskositas puncak pati singkong alami. Peak viskositas
(PV) disebut juga puncak gelatinisasi. Peak viskosity menggambarkan fragilitas
dari granula pati yang mengembang, yaitu pada saat pertama kali mengembang
sampai pecah karena adanya proses pengadukan peak viskosity dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain kadar amilosa, protein, lemak, dan ukuran granula
(Deetae et al., 2008). Menurut Oguntunde (1987) variasi peak viscosity
dipengaruhi oleh kandungan amilosa pada pati. Dikatakan bahwa ikatan asosiatif
dari fraksi amilosa bertanggung jawab untuk struktur dan perilaku pasta dari
granula pati.
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4

Viskositas pasta panas pati pada grafik diliat ketika mencapai suhu 95°C
yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 95°C Modifikasi HMT dan
Annealing dapat meningkatkan viskositas pasta panas pati singkong alami.
Sedangkan modifikasi MHT menurunkan viskositas pasta panas pati singkong
alami. Sama seperti viskositas pasta panas, modifikasi HMT dan Annealing juga
meningkatkan viskositas pasta dingin pati singkong alami. Sedangkan modifikasi
MHT menurunkan viskositas pasta dingin pati singkong alami. Viskositas pasta
dingin pada grafik dilihat saat mencapai suhu 50°C. Viskositas pasta dingin atau
final viscosity (FV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 50°C. Menurut
Lase et al. (2013), modifikasi HMT meningkatkan viskositas, suhu gelatinisasi,
dan viskositas balik, tetapi menurunkan viskositas dingin pati singkong alami.
Perubahan viskositas selama pemanasan atau breakdown, yaitu selisih
antara PV dengan TV atau menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas.
Modifikasi MHT, Annealing, dan MHT menurunkan viskositas breakdown pati
singkong alami. Breakdown mengindikasikan seberapa mudah struktur granula
pati pecah atau retak (Varavinit et al., 2003). Menurut Eliasson (2004) breakdown
merupakan faktor penting yang memiliki pengaruh pada aplikasi pati dalam
makanan. Ketika granula pati membengkak dan mengalami panas dan geseran,
pati mengalami fragmentasi dan menghasilkan pengurangan viskositas yang
menunjukkan pemecahan pati. Semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas
breakdown akan semakin tinggi (Bamforth, 2005). Breakdown tinggi tidak
diinginkan karena menyebabkan viskositas merata dan juga menghasilkan sifat
kohesif pada pasta pati.
Perubahan viskositas selama pendinginan atau setback, yaitu selisih
antara FV dengan TV atau menunjukkan kemampuan untuk meretrogradasi.
Modifikasi HMT dan Annealing menurunkan viskositas setback, sedangkan
modifikasi MHT meningkatkan viskositas setback pati singkong alami. Faktor
lain yang berhubungan dengan viskositas adalah setback yang dikaitkan dengan
retrogradasi pati. Kandungan amilosa yang cukup tinggi memiliki kontribusi yang
besar terhadap kecenderungan terjadinya retrogradasi pasta pati selama fase
pendinginan menurut (Lehmann et al., 2003). Viskositas setback pasta
menunjukkan kecenderungan retrogradasi yang terjadi pada molekul amilosa
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4

karena amilosa lebih mudah terpapar oleh air dan mudah mengalami rekristalisasi
dibandingkan amilopektin. Bamforth et al. (2005) melaporkan bahwa semakin
tinggi kadar amilosa maka viskositas setback akan semakin tinggi. Menurut
Eliasson (2004) nilai retrogradasi juga dipengaruhi adanya kompenen minor
(lemak, protein, abu, dan serat). Setback merupakan indikator tekstur produk akhir
dan terkait dengan sineresis selama siklus beku-cair (Batey, 2007). Setback
merupakan parameter yang dipakai untuk melihat kecenderungan retrogradasi
maupun sineresis dari suatu pasta (Budijanto dan Yuliyanti, 2012).
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah:

• Modifikasi HMT menurunkan swelling volume dan kelarutan pati


singkong alami
• Modifikasi Annealing menurunkan nilai swelling volume dan kelarutan
pati singkong alami
• Modifikasi MHT meningkatkan swelling volume dan menurunkan
kelarutan pati singkong alami
• Modifikasi HMT meningkatkan viskositas pasta panas dan suhu
gelatinisasi, tetapi menurunkan viskositas dingin, breakdown, dan setback
pati singkong alami
• Modifikasi annealing meningkatkan suhu gelatinisasi, viskositas pasta
panas, viskositas pasta dingin tetapi menurunkan viskositas breakdown
dan viskositas setback
• Modifikasi MHT meningkatkan suhu gelatinisai, dan viskositas setback,
tetapu menurunkan viskositas puncak, viskositas pasta panas, viskositas
pasta dingin, viskositas breakdown, dan viskositas setback

5.2 Saran

Sebaiknya pati modifikasi yang digunakan sesuai dengan yang


distandarkan sehingga hasil pengamatan yang diperoleh lebih akurat dan sesuai
dengan literatur
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4

DAFTAR PUSTAKA

Baah, D.F. 2009. Characterization of Water Yam (Dioscorea alata) for Existing
and Potensial Food Products. Faculty of Biosciences Kwame Nkrumah
University. Nigeria

Bamforth, C. H. 2005. Food Fermentation and Microorganisms. By Blacwell


Science Ltd a Blackwell Publishing Company.

Batey, I. L. 2007. Interpretation of RVA Curves dalam The RVA Handbook.

Budijanto, S., Dan Yuliyanti. 2012. Studi Persiapan Tepung Sorgum (Sorghum
Bicolor L. Moench) Dan Aplikasinya Pada Pembuaan Beras Analog.
Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (3): 177-186.

Copeland, L., Blazek, J., Salman, H., Dan Tang, M. C. 2009. Form And
Functionality Of Starch. Food Hydrocolloids, 23: 1527-1534.

Eliasson, C Dan Ann. 2004. Starch In Food (Structure, Fuction And


Applications). Woodhead Publishing Limited, Cambridge England.

Herawati, D., Kusnandar, F., Sugiyono, Thahir, R., Dan Purwani, E.Y. 2010. Pati
Sagu Termodifikasi HMT (Heat Moisture-Treatment) Untuk Peningkatan
Kualitas Bihun Sagu. J. Pascapanen 7(1):7‒15.

Hormdok, R., & Noomhorm, A. 2007. Hydrothermal treatments of rice starchfor


improvement of rice noodle quality. LWT-Food Science and Technology,
40,1723–1731.
Immaningsih, N. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formlasi Tepung-Tepungan
Untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Panel Gizi Makan, 35 (1): 13-22.

Lase, V.A.; Julianti, E.; Dan Lubis, L.M. 2013. Bihon Type Noodles From Heat
Moisture Treated Starch Of Four Varieties Of Sweet Potato. J.Teknol. Dan
Industri Pangan. 24(1):89‒96.
Mandala, I.G., & Bayas, E. 2003. Xanthan Effect On Swelling, Solubility And
Viscosity Of Wheat Starch Dispersions. Food Hydrocolloids, V.18, N.2,
P.191-201. Dalam Budi, Y.P Dan Harijono. 2014. Bihun Dari Pasta
Tepung Uwi Dan Sagu. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, V.2, N.1, P.113-
120
Murtiningrum, Lisangan, M. M Dan Edoway Y. 2012. Pengaruh Preparasi Ubi
Jalar (Ipomoe Batatas) Sebagai Bahan Pengental Terhadap Komposisi
Kimia Dan Sifat Organoleptik Saus Buah Merah (Pandanus Conoideus L).
Jurnal Agrointek, 6 (1).
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4

Romadhoni, Mashita. Harijono. 2015. Karakteristik Pasta Tepung Gembili, Pati


Sagu, Dan Karagenan Serta Potensinya Sebagai Bihun. Jurnal Pangan Dan
Agroindustri Vol.3 No P.53-60.

Singh H, Chang Y, Lin J, Singh N, dan Singh N. 2011. Influence Of Heat-


Moisture Treatment And Annealing On Functional Properties Of Sorghum
Starch. Food Research International 44: 2949-2954

Syamsir, E. Hariyadi, P.,Fardiaz, D. Andarwulan, N., Kusnandar, F. 2012.


Pengaruh Proses Heat Moisture Treatment (Hmt) Terhadap Karakteristik
Fisikokimia Pati. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan. Departemen Ilmu
Dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Vavarinit, S., Shobsngob, S., Varanyanond, W., Chinachoti P Dan Naivikul, O.
2003. Effect Of Amylase Contect On Gelatinisasion, Retrogradasi And
Pating Properties Of Flour From Different Cultivars Of Thai Rice. Starch-
Starke, 55 (9): 410-415.

Zavareze, E. R., and Dias, A. R. G. 2011. Impact Of Heat–Moisture Treatment


And Annealing In Starches: A review. Carbohydrate Polymers, 83, 317–
328.
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Sifat fungsional adalah sekumpulan sifat dari pangan atau bahan pangan
yang mempengaruhi perilaku komponen selama persiapan, pengolahan dan
konsumsi. Faktor yang berperan dalam menentukan sifat fungsional adalah sifat
fisik-kimia protein yang meliputi komposisi asam amino termasuk persentase dan
penyebarannya, ukuran molekul, konformasi, dan ikatan serta gaya yang berperan
dalam struktur molekul tersebut (Muchtadi, et. al., 2010).
Sifat fungsional yang diamati pada praktikum kali ini yaitu sifat amilografi
pati, swelling volume, dan kelarutan. Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk
mengetahui dan membandingkan sifat fungsional serta sifat amilografi dari pati
alami dan pati modifikasi.

A. Swelling Volume dan Kelarutan


Swelling Volume merupakan perbandingan volume pasta pati terhadap
berat keringnya (Collado et al., 1999). Swelling volume merupakan kemampuan
pati untuk mengembang jika dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu. Kelarutan
menunjukkan karakteristif sifat kelarutan pati setelah dilakukan pemanasan. Pada
proses gelatinisasi, air yang ada dalam suspensi pati akan masuk ke dalam daerah
amorphous yang terdiri dari molekul pati amilosa. Proses masuknya air dalam
granula pati ini menyebabkan granula menjadi membengkak sehingga diameter
granula pati bertambah besar. Pemanasan yang terus berlangsung akan
menyebabkan granula pati dan molekul pati yang terlarut air dengan mudah keluar
masuk ke dalam sistem larutan. Molekul pati yang larut dalam air panas (amilosa)
akan ikut keluar bersama air tersebut sehingga terjadi amylose leaching (Chen et
al., 2003). Menurut Tester dan Morrison (1990) Kelarutan adalah amilosa
leaching yang berdifusi, keluar dari pati pada saat membengkak.
Prosedur yang dilakukan yaitu awalnya menggunakan sampel pati
singkong sebanyak 0,35 gram yang kemudian dimasukkan kedalam tabung
sentrifugasi dan ditambahkan akuades sebanyak 12,5 mL. Sampel selanjutnya
divortex selama 30 detik yang bertujuan untuk menghomogenkan sampel. Sampel
dipanaskan diatas waterbath dengan suhu 80oC selama 30 menit yang bertujuan
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020

untuk terjadinya proses gelatinisasi. Sampel kemudian didinginkan selama 1


menit tujuannya agar terbentuk ikatan-ikatan antar polimer yang memberikan
struktur yang kokoh, kuat dan kaku. Sampel disentrifugasi selama 30 menit
dengan menggunakan kecepatan 3500 rpm yang bertujuan agar dapat memisahkan
padatan yang terlarut. Sampel yang sudah terpisah diambil supernatannya dan
hitung volume yang diperoleh. Supernatan yang diperoleh disimpan diatas cawan
kosong dan dikeringkan pada suhu 110oC selama 24 jam. Sampel yang kering
kemudian diamati dan dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus
berikut:

Tabel 1. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan Termodifikasi

Swelling Volume
Sampel Kelarutan (%)
(mL/g)
Pati Singkong Alami 14 2,34
Pati Singkong HMT 10 1,17
Pati Singkong ANN 12.86 8.6
Pati Singkong MHT 7.57 3.8
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan hasil pengamatan diatas nilai swelling volume yang paling
tinggi yaitu dari sampel pati singkong alami yaitu sebesar 14 mL/g, diikuti dengan
sampel pati singkong annealing yaitu sebesar 12,86 mL/g, sampel pati HMT
sebesar 10 mL/g, dan nilai swelling volume yang terkecil yaitu sampel pati MHT
yaitu sebesar 7,57 mL/g. Semakin tinggi nilai swelling volume maka kandungan
amilopektinnya uga akan semakin tinggi (Sasaki & Matsuki,1998). Nilai kelarutan
yang paling tinggi yaitu sampel pati singkong annealing yaitu sebesar 8,6%,
diikuti sampel pati singkong MHT sebesar 3,8%, sampel pati singkong alami
sebesar 2,34% dan yang paling rendah yaitu sampel pati singkong HMT. Semakin
rendah nilai kelarutan maka akan menghasilkan granula pati yang lebih kuat dan
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020

stabil serta dapat menghambat amilosa keluar dari granula pati ketika proses
pemanasan (Tester dan Morrison, 1990) , sehingga dapat meyebabkan ikatan
intramolekular semakin kuat, membentuk struktur gugus amilopektin yang lebih
teratur serta formasi amilosa-lipid yang lebih kompleks (Zavareze & Dias, 2011)
Pati dengan profil gelatinisasi tipe A (pati sagu) biasanya memiliki
swelling volume yang lebih besar dibandingkan dengan pati dengan profil
gelatinisasi tipe B contohnya pati gandum, pati jagung, pati beras dan pati tapioka
(Wattanachant et al., 2002). Pati yang memiliki profil gelatinisasi tipe C
contohnya pati kacang-kacangan memiliki swelling volume yang terbatas atau
sangat rendah jika dibandingkan tipe A (Kim., 1996).

B. Sifat Amilografi
Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas pati dengan
konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Singh et al., (2003)
menyatakan bahwa sifat amilografi tepung dapat dianalisis menggunakan alat
Rapid Visco Analyzer (RVA). RVA adalah viskometer yang dilengkapi dengan
system pemanas dan pendingin untuk mengukur resistensi sampel pada
pengadukan terkontrol (Collado dan Corke, 1999).
Prinsip pengukuran RVA sama dengan Brabender Amilograf hanya saja
waktu pengukurannya lebih singkat (15-20 menit). RVA dapat memberikan
simulasi proses pengolahan pangan dan digunakan untuk mengetahui
pengaruh proses tersebut terhadap karakteristik fungsional struktural dari
campuran tersebut (Copeland, et al., 2009). RVA mengukur apparent viscosity
berdasarkan rasio antara shear stress dan shear rate ( /  ). Apparent viscosity
berubah seiring dengan fungsi temperatur, gesekan, waktu dan jenis sampel. Data
apparent viscosity diperoleh pada tingkat gesekan yang berbeda, berupa jumlah
putaran per menit (rpm). Data ini dapat digunakan untuk mengkarakterisasi sifat
dari larutan pati. 7 Kurva yang dihasilkan oleh RVA memiliki karakteristik yang
sangat khas. Sumbu x pada kurva ini adalah waktu, sedangkan sumbu y adalah
viskositas (mPas). Selama pengukuran, cairan dipanaskan sambil diaduk. Gaya
tahan cairan terhadap baling-baling pemutar diukur sebagai viskositas. Ada fase-
fase dalam pengukuran dengan menggunakan RVA. Pada fase pertama kurva,
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020

suhu masih berada di bawah suhu gelatinisasi pati, sehingga viskositas yang
terukur rendah. Pada fase kedua, suhu lalu ditingkatkan secara perlahan sampai
mencapai suhu gelatinsasi pati, yaitu suhu di mana granula pati mulai
membengkak dan viskositas meningkat. Peningkatan suhu dan viskositas ini
dikenal dengan istilah suhu puncak dan viskositas puncak (peak viscosity). Ketika
sebagian besar granula pati membengkak, terjadi peningkatan yang cepat pada
viskositas. Fase ketiga, saat temperatur-tetap meningkat dan pengadukan terus
dilakukan (holding), granula pati akan pecah dan amilosa keluar dari granula ke
cairan, yang menyebabkan viskositas menurun. Pada fase keempat, campuran
kemudian didinginkan, yang menyebabkan asosiasi kembali antara molekul-
molekul pati (setback), sehingga terbentuklah gel dan viskositas kembali
meningkat hingga mencapai viskositas akhir.
Tabel 1. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan Termodifikasi

Karakteristik Pasta Pati


Sampel Tgel (°C) VP VPP VPD VB VS
(cP) (cP) (cP) (cP) (cP)
Pati Singkong Alami 66,75 8000 2828 4011 5172 1183
Pati Singkong HMT 72,24 8000 4589 5035 3411 446
Pati Singkong ANN 73,05 8000 5169 6155 2831 986
Pati Singkong MHT 79,91 4562 2092 3963 2470 1871
Keterangan: Tgel = suhu gelatinisasi; VP = viskositas puncak (peak viscosity);
VPP = viskositas pasta panas (hold viscosity); VPD = viskositas pasta dingin
(final viscosity); VB = viskositas breakdown; VS = viskositas setback
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Suhu gelatinisasi pati adalah suhu di mana pati membentuk gel benar-benar
transparan. Gelatinisasi adalah proses pecahnya ikatan antar molekul-molekul pati
dengan adanya air dan panas serta memungkinkan molekul pati untuk mengikat
air lebih banyak. Adanya penetrasi air akan meningkatkan keacakan dalam
struktur pati. Semakin kuat ikatan antara molekul pati, semakin tinggi jumlah
panas yang dibutuhkan untuk memecah ikatan antar molekul dan oleh karena itu,
semakin tinggi suhu gel (Imaningsih, 2012). Menurut Imaningsih (2012) suhu dan
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020

waktu gelatinisasi dipengaruhi oleh struktur amilopektin, komposisi pati dan


arsitektur granula. Suhu gelatinisasi disamping tergantung ukuran granula juga
berkaitan erat dengan kandungan amilosa (Murtiningrum et al., 2012). Menurut
Subagio (2006) selain granula pati, kandungan amilosa, dan komponen protein
juga mempengaruhi suhu gelatinisasi. Berdasarkan data yang didapat, sampel
yang paling cepat mencapai suhu gelatinisasi adalah sampel pati alami yaitu
66,75°C, diikuti oleh pati modifikasi HMT yang mencapai suhu gelatinisasi
pada 72,24°C, Annealing 73,05°C dan MHT 79,91°C.
Peak viscosity menggambarkan fragilitas dari granula pati yang
mengembang, yaitu pada saat pertama kali mengembang sampai pecah karena
adanya proses pengadukan peak viscosity dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain kadar amilosa, protein, lemak, dan ukuran granula (Deetae et al., 2008).
Menurut Oguntunde (1987) variasi peak viscosity dipengaruhi oleh kandungan
amilosa pada pati.dari data di atas, didapat hasil bahwa peak viscosity terendah
ada pada sampel pati MHT, sedangkan untuk tiga sampel yang lain nilai peak
viscositynya sama.
Holding viscosity (viskositas pasta panas) merupakan parameter untuk
mengetahui kestabilan pasta terhadap panas dan terhadap gaya gesekan. Dimana
dari data di atas didapat hasil bahwa nilai holding viscosity terendah adalah pada
sampel pati MHT, diikuti oleh pati alami, pati HMT kemudian pati Annealing.
Final viscosity (viskositas pasta dingin) merupakan parameter yang menunjukkan
kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan
atau pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama
pengadukan. Dari data yang didapat, nilai final viscosity terendah adalah pada
sampel pati MHT, diikuti oleh pati alami, pati HMT kemudian pati Annealing.
Jika dilihat dari data, nilai viskositas pasta panas lebih rendah dibandingkan
dengan nilai viskositas pasta dingin. Hal ini menunjukkan bahwa tngkat
kestabilan sampel yang digunakan terhadap panas dan gaya gesekan kurang baik.
Breakdown mengindikasikan seberapa mudah struktur granula pati pecah
atau retak (Varavinit et al., 2003). Menurut Eliasson (2004) breakdown
merupakan faktor penting yang memiliki pengaruh pada aplikasi pati dalam
makanan. Ketika granula pati membengkak dan mengalami panas dan geseran,
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020

pati mengalami fragmentasi dan menghasilkan pengurangan viskositas yang


menunjukkan pemecahan pati. Semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas
breakdown akan semakin tinggi (Bamforth, 2005). Berdasarkan data di atas, nilai
viskositas breakdown terendah didapat oleh sampel pati MHT, diikuti Annealing,
HMT dan kemudian viskositas breakdown tertinggi oleh sampel pati alami.
Breakdown tinggi tidak diinginkan karena menyebabkan viskositas merata dan
juga menghasilkan sifat kohesif pada pasta pati.
Faktor lain yang berhubungan dengan viskositas adalah setback yang
dikaitkan dengan retrogradasi pati. Berdasarkan data yang didapat, nilai setback
terendah adalah pada sampel pati HMT, diikuti sampel pati Annealing, pati
alami, dan yang paling tinggi nilai setbacknya adalah pati MHT. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel pati modifikasi HMT lebih cepat mengalami
retrogradasi dibandingkan dengan sampel yang lainnya. Kandungan amilosa yang
cukup tinggi memiliki kontribusi yang besar terhadap kecenderungan terjadinya
retrogradasi pasta pati selama fase pendinginan menurut (Lehmann et al., 2003).
Viskositas setback pasta menunjukkan kecenderungan retrogradasi yang terjadi
pada molekul amilosa karena amilosa lebih mudah terpapar oleh air dan mudah
mengalami rekristalisasi dibandingkan amilopektin. Bamforth et al. (2005)
melaporkan bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas setback akan
semakin tinggi.
Berdasarkan data di atas, diperoleh grafik sebagai berikut:

Pati Singkong Alami


Viskositas (cP)

Suhu (°C)

Pati Singkong HMT


Pati Singkong ANN
Pati Singkong MHT
Suhu

Waktu (s)

Gambar 2. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan Termodifikasi

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan
• Sampel yang paling cepat mencapai suhu gelatinisasi adalah sampel pati
alami yaitu 66,75°C, diikuti oleh pati modifikasi HMT yang mencapai
suhu gelatinisasi pada 72,24°C, Annealing 73,05°C dan MHT 79,91°C.
• Peak viscosity terendah ada pada sampel pati MHT, sedangkan untuk tiga
sampel yang lain nilai peak viscositynya sama.
• Nilai swelling volume yang paling tinggi yaitu dari sampel pati singkong
alami yaitu sebesar 14 mL/g, diikuti dengan sampel pati singkong
annealing yaitu sebesar 12,86 mL/g, sampel pati HMT sebesar 10 mL/g,
dan nilai swelling volume yang terkecil yaitu sampel pati MHT yaitu
sebesar 7,57 mL/g.
• Nilai kelarutan yang paling tinggi yaitu sampel pati singkong annealing
yaitu sebesar 8,6%, diikuti sampel pati singkong MHT sebesar 3,8%,
sampel pati singkong alami sebesar 2,34% dan yang paling rendah yaitu
sampel pati singkong HMT yaitu sebesar 1,17%.
• Nilai holding viscosity dan final viscosity terendah adalah pada sampel
pati MHT, diikuti oleh pati alami, pati HMT kemudian pati Annealing.
• Nilai viskositas breakdown terendah didapat oleh sampel pati MHT,
diikuti Annealing, HMT dan kemudian viskositas breakdown tertinggi
oleh sampel pati alami.
• Nilai setback terendah adalah pada sampel pati HMT, diikuti sampel pati
Annealing, pati alami, dan yang paling tinggi nilai setbacknya adalah pati
MHT.
• Karakteristik amilografi dari sampel yang diamati memilikinilai yang
beragam, sehingga karakteristik yang didapatkan dapat disesuaikan
dengan jenis produk yang akan dibuat.
6.2 Saran
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020

Praktikan harus lebih berhati-hati dan teliti dalam melakukan


prosedur, karena untuk menghindari atau mengurangi kesalahan-kesalahan
yang dapat timbulkan ketika pengerjaannya.
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020

DAFTAR PUSTAKA
Bamforth, C. H. 2005. Food Fermentation and Microorganisms. By Blacwell
Science Ltd a Blackwell Publishing company.

Chen, D., Diao, L., and Eulenstein, O. 2003. Flipping: A Supertree Construction
Method. In Janowitz., M., Lapoint, F. J., McMorris, F. R., Roberts, F. S.,
eds. Bioconsensus . Vol 61 of DI-MACS Series in Discrete Mathematics
and Theoretical ComputerScience. American Mathematical Society, p. 135-
60.

Collado, L. S., Mabesa, L. B., Oates, C. G., Corke, H. 1999. Bihon Type Noodles
From Heat Moisture Treated Sweet Potato Starch. Journal of Food Science.
66:604-609.

Collado, L. S., Corke, H. 1999. Heat Moisture Treatment Effects on Sweetspotato


Starches Diiffereng in Amylose Content. Journal Food Chemistry. 65:339-
346.

Copeland, L., Blazek, J., Salman, H., dan Tang, M. C. 2009. Form and
functionality of starch. Food Hydrocolloids, 23: 1527-1534.

Deetae, P., Shobsngob. S., Varanyanond, W., Chinachoti, P., Navikul, O.,
Vavarinit, S.2008. Preparation, pasting properties and freeze thaw stability
of dual modified crosslink-phosphorylated rice starch. Carbohyd Poly ,73:
351-358.

Immaningsih, N. 2012. Profil gelatinisasi beberapa formlasi tepung-tepungan


untuk pendugaan sifat pemasakan. Panel Gizi Makan, 35 (1): 13-22.

Kim, S.K. 1996. Instant Noodles. In : J.Kruger, R.Matsuo, J.Dick, editors. Paste
Products : Chemistry and Technology. 195-225. American Assosciation of
Cereal Chemist. St.Paul.Minn

Muchtadi, T. R., Sugiyono, dan F. Ayustaningwarno. 2010. Ilmu Pengetahuan


Bahan Pangan. Alfabeta CV, Bogor.

Murtiningrum, Lisangan, M. M dan Edoway Y. 2012. Pengaruh preparasi ubi jalar


(Ipomoe batatas) sebagai bahan pengental terhadap komposisi kimia dan
sifat organoleptik saus buah merah (Pandanus Conoideus L). Jurnal
Agrointek, 6 (1).

Sasaki dan Matsuki, 1998. Effect Wheat Starch Structure On Swelling Power,
Jurnal cereal chemistry Vol.75 No.4. American.
Singh, N., J. Singh, L. Kaur, N. S. Sodhi, dan B. S. Gill. 2003.
Morphological,thermal and rheological properties of starches from different
botanicalsource. Food Chemistry 81 : 219-231.
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020

Subagio, A. 2006. Ubi Kayu substitusi berbagai tepung-tepungan. Food Review, 1


(3): 18-22.

Teste, R. F. and Morrison, W. R. 1990. Swelling and Gelatinizationof Cereal


Starches. I. Effects of Amylopectin, Amylose, and Lipids. Cereal
Chemistry. 67:551-557.

Vavarinit, S., Shobsngob, S., Varanyanond, W., Chinachoti P dan Naivikul, O.


2003. Effect of amylase contect on gelatinisasion, retrogradasi and pating
properties of flour from different cultivars of thai rice. Starch-Starke, 55 (9):
410-415. Eliasson, C dan Ann. 2004. Starch In Food (Structure, Fuction
And Applications). Woodhead Publishing limited, Cambridge England.

Wattanachant, S., S. K. S. Muhammad., D. M. Hashim and R. Abd. Rahman.


2002. Suistability of Sago Starch as a Base For Dual-Modification.
Songklanakarin J. Sci. Technol. 24(3):431-438.

Zavareze, E. R., and Dias, A. R. G. 2011. Impact Of Heat–Moisture Treatment


And Annealing In Starches: A review. Carbohydrate Polymers, 83, 317–328.
Sarah Az-Zahra
240210160021

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum kali ini dilakukan pengujian sifat fungsional dan karakteristik
pasta pati. Sifat fungsional didefinisikan sebagai sekumpulan sifat dari pangan
atau bahan pangan yang mempengaruhi penggunaannya. Sifat-sifat fungsional
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor fisika atau faktor kimia. Pada
praktikum ini sampel yang digunakan adalah pati alami dan pati termodifikasi.
Setiap jenis pati memiliki karakteristik pasta pati yang khas serta sifat fungsional
yang berbeda.

4.1 Karakteristik Pasta Pati


Karakteristik pasta pati berkaitan dengan pengukuran viskositas pati
dengankonsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Sifat amilogr
afi pati dapat dianalisis menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA) (Singh et
al. 2003). RVA adalah viskometer yang dilengkapi dengan sistem pemanas
dan pendingin untuk mengukur resistensi sampel pada pengadukan terkontrol
(Collado and Corke,1999). Prinsip instrumen tersebut adalah mengukur perubahan
viskositas suspensi pati ketika mengalami pemanasan dan pendinginan dengan
pola tertentu.
Beberapa karakteristik pasta pati yang dapat dilihat dari kurva hasil
pengukuran menggunakan RVA antara lain suhu awal gelatinisasi atau pasting
temperature (PT), yaitu suhu pada saat kurva mulai naik atau awal terbentuknya
viskositas yang menandakan pati mulai menyerap air. Viskositas puncak
atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak gelatinisasi atau
menunjukkan pati tergelatinisasi. Viskositas pasta panas atau trough
viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 95°C. Perubahan
viskositas selama pemanasan atau breakdown, yaitu selisih antara PV dengan TV
atau menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas. Viskositas pasta dingin
Perubahan viskositas selama pendinginan atau setback, yaitu selisih antara FV
dengan TV atau menunjukkan kemampuan untuk meretrogradasi. Data
karakteristik pasta pati singkong alami, pati singkong termodifikasi HMT, pati
Sarah Az-Zahra
240210160021

singkong termodifikasi Annealing, dan pati singkong termodifikasi adalah sebagai


berikut.
Tabel 2. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
Karakteristik Pasta Pati
Tgel
Sampel VP VPP VPD
(°C) VB (cP) VS (cP)
(cP) (cP) (cP)
Pati Singkong
66,75 8000 2828 4011 5172 1183
Alami
Pati Singkong
72,24 8000 4589 5035 3411 446
HMT
Pati Singkong
73,05 8000 5169 6155 2831 986
ANN
Pati Singkong
79,91 4562 2092 3963 2470 1871
MHT
Keterangan: Tgel = suhu gelatinisasi; VP = viskositas puncak (peak viscosity);
VPP = viskositas pasta panas (hold viscosity); VPD = viskositas pasta dingin
(final viscosity); VB = viskositas breakdown; VS = viskositas setback
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Pati Singkong Alami


Viskositas (cP)

Suhu (°C)

Pati Singkong HMT

Pati Singkong ANN

Pati Singkong MHT

Suhu

Waktu (s)
Gambar 3. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.1.1 Suhu Awal Gelatinisasi


Berdasarkan analisis dengan menggunakan RVA, pengamatan suhu awal
gelatinisasi( Tgel) pada pati singkong alami tercapai pada suhu 66,75°C, pati
singkong modifikasi HMT pada suhu 72,24°C, pati singkong modifikasi
Sarah Az-Zahra
240210160021

Annealing pada suhu 73,05°C, dan pati singkong modifikasi MHT pada suhu
79,91°C. Suhu awal gelatinisasi merupakan suhu dimana granula pati mulai
menyerap air atau dapat terlihat dengan mulai meningkatnya viskositas. Pati
modifikasi MHT membutuhkan suhu paling tinggi dibandingkan dengan pati
singkong alami dan modifikasi lain. Rincón dan Padilla (2004) menyebutkan
bahwa suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh ukuran granula, dimana granula dengan
ukuran lebih kecil akan lebih tahan terhadap kerusakan dan gangguan terhadap
susunan molekulnya, sehingga suhu gelatinisasinya menjadi lebih tinggi.
Menurut Imaningsih (2012) suhu dan waktu gelatinisasi dipengaruhi oleh
struktur amilopektin, komposisi pati dan arsitektur granula. Suhu gelatinisasi
disamping tergantung ukuran granula juga berkaitan erat dengan kandungan
amilosa (Murtiningrum et al., 2012). Hal ini menunjukkan bahwa pati dengan
modifikasi MHT memiliki ukuran granula lebih besar daripada pati singkong
alami dan pati singkong modifikasi lain sehingga membutuhkan suhu lebih tinggi.
Murtiningrum et al. (2012) juga melaporkan pati ubi kayu dengan ukuran granula
besar memiliki suhu gelatinisasi lebih tinggi dibandingkan dengan pati yang
memiliki ukuran granula kecil. Granula pati lebih besar memiliki ketahanan tinggi
terhadap perlakuan panas dan air dibandingkan granula pati kecil. Sehingga dapat
diketahui bahwa modifikasi pati baik dengan metode HMT, MHT, dan Annealing
dapat meningkatkan suhu awal gelatinisasi pati singkong. Hal ini dikarenakan
proses modifikasi menyebabkan rekristalisasi komponen granula pati, terjadi
interaksi molekular pada daerah kristalin dan amorf yang membentuk struktur
yang kuat dengan ikatan hidrogen, dan mendorong interaksi antara rantai polimer
amilosa dan amilopektin pada struktur granula yang menghasilkan struktur yang
lebih kompak (Li, et.al, 1995 dikutip oleh Pranoto, et.al, 2014). Modifikasi pati
singkong dengan metode MHT merupakan metode yang paling efektif untuk
meningkatkan suhu awal gelatinisasi pati singkong.

4.1.2 Viskositas Puncak (Peak Viscosity)


Setelah gelatinisasi, viskositas pati meningkat dengan tajam, terutama
disebabkan oleh berkurangnya air yang tersedia. Puncak viskositas merupakan
parameter penting yang membedakan antara pati yang satu dengan yang lain. pati
Sarah Az-Zahra
240210160021

singkong alami, pati singkong HMT, dan pati singkong ANN memiliki nilai yang
sama saat puncak viskositas yaitu 8000cP. Hal ini menunjukkan modifikasi
dengan metode HMT dan ANN tidak berpengaruh pada viskositas puncak pati
singkong. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pranoto, et.al,
(2014), bahwa viskositas puncak pati ubi jalar meningkat dibandingkan pati alami,
tetapi semakin lama Proses HMT mengakibatkan adanya interaksi antara daerah
amorf dan kristalin. Interaksi ini menyebabkan peningkatan kekompakan molekul
pati sehingga terjadi penurunan penetrasi air dan terbatasnya pembengkakan
granula pati yang menyebabkan viskositas puncak menurun. Hasil ini juga sejalan
menurut penelitian Hormdok dan Noomhorm (2007), yang menyatakan bahwa
penurunan viskositas puncak pada pati beras perlakuan HMT dipengaruhi oleh
terbatasnya kapasitas pembengkakan pati.
Modifikasi MHT memiliki nilai viskositas puncak paling kecil yaitu
sebesar 4562cP. Seperti yang dilaporkan oleh Syamsir bahwa penurunan
viskositas puncak pada pati modifikasi MHT diduga karena meningkatnya
keteraturan matriks kristalin dan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang
menurunkan kapasitas pembekakan granula. Peak viskosity menggambarkan
fragilitas dari granula pati yang mengembang, yaitu pada saat pertama kali
mengembang sampai pecah karena adanya proses pengadukan peak viskosity
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kadar amilosa, protein, lemak, dan
ukuran granula (Deetae et al., 2008). Variasi peak viscosity dipengaruhi oleh
kandungan amilosa pada pati.

4.1.3 Viskositas Pasta Panas (Hold Viscosity) dan Breakdown


Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan
dalam RVA dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi rapuh,
pecah dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya
menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Penurunan tersebut terjadi pada
viskositas pasta panas atau holding viscosity, yaitu pemanasan suhu suspensi
95˚C yang dipertahankan selama 10 menit. Parameter viskositas pasta panas dan
breakdown terkait satu sama lain karena breakdown merupakan selisih antara
viskositas puncak dengan viskositas pasta panas. Penurunan viskositas pasta panas
Sarah Az-Zahra
240210160021

umumnya diikuti dengan peningkatan breakdown. Namun demikian, pada kondisi


tertentu penurunan viskositas pasta panas tidak selalu diiringi dengan peningkatan
breakdown. Apabila viskositas pasta panas dan viskositas puncak menurun secara
proporsional maka breakdown akan cenderung tetap (Marta, 2011).
Berdasarkan pada hasil analisis nilai viskositas pasta panas pati singkong
alami adalah 2828 cP sedangkan nilai viskositas puncak pati singkong
termodifikasi HMT, ANN, dan MHT adalah 4589 cP, 5169 cP, dan 2092 cP.
Viskositas pati alami dan pati modifikasi mengalami penurunan selama proses
Holding viscosity. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan modifikasi HMT dan
ANN cenderung dapat meningkatkan viskositas pasta panas namun sebaliknya
perlakuan lama modifikasi MHT dapat menurunkan viskositas pasta panas seiring
dengan meningkatnya lama pemanasan.
Viskositas Breakdown merupakan selisih antara viskositas puncak dengan
viskositas pasta panas. Berdasarkan pada hasil analisis nilai viskositas breakdown
pati singkong alami adalah 5172 cP, sedangkan nilai viskositas breakdown pati
singkong termodifikasi HMT, ANN, dan HMT adalah sebesar 3411 cP, 2831 cP,
dan 2470 cP. Penurunan viskositas breakdown diduga karena meningkatnya
keteraturan matriks kristalin yang menurunkan kapasitas pembengkakan granula
dan memperbaiki stabilitas pasta selama pemanasan (Hoover dkk,1993 dikutip
Pukkahuta dkk,2008). Semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas breakdown
akan semakin tinggi (Bamforth, 2005). Breakdown tinggi tidak diinginkan karena
menyebabkan viskositas merata dan juga menghasilkan sifat kohesif pada pasta
pati.

4.1.4 Viskositas Pasta Dingin (Final Viscosity) dan Viskositas Setback


Viskositas pasta dingin pati singkong termodifikasi HMT dan ANN
cenderung mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan viskositas pasta
dingin pati singkog alami dan pati termodifikasi MHT. Perubahan viskositas pasta
dingin yang terjadi antar perlakuan lama modifikasi HMT dan ANN cenderung
tidak stabil dan membentuk pola yang fluktuatif, namun demikian nilai viskositas
pasta dingin pati termodifikasi HMT dan ANN masih lebih tinggi bila
dibandingkan dengan viskositas pasta dingin pati singkong alami. Berdasarkan
Sarah Az-Zahra
240210160021

pada hasil analisis nilai viskositas pasta dingin pati singkong alami adalah 4011
cP sedangkan nilai viskositas pasta dingin pati singkong termodifikasi HMT
adalah 5035 dan pati singkong termodifikasi ANN adalah 6155cP. Hasil tersebut
menunjukkan pati talas banten termodifikasi HMT dan ANN memiliki nilai
viskositas pasta dingin yang cenderung tinggi. Nilai viskositas pasta dingin
menunjukkan kemampuan pati untuk cepat mengalami retrogradasi. Semakin
meningkat nilai viskositas pasta dingin, maka kecenderungan pati membentuk gel
sangat mudah (Wulandari, 2010).
Pati termodifikasi MHT menunjukkan nilai viskositas pasta dingin yang
menurun, beda halnya dengan pati termodifikasi HMT dan ANN. Nilai viskositas
pati termodifikasi MHT sebesar 3963 cP, nilainya bahkan lebih rendah bila
dibandingkan dengan viskositas pati singkong alami. Hasil tersebut menunjukkan
pati talas banten termodifikasi MHT memiliki nilai viskositas pasta dingin yang
cenderung rendah dan menunjukkan bahwa modifikasi MHT tidak dapat
meningkatkan kecenderungan pati membentuk gel.
Setback atau perubahan viskositas selama pendinginan diperoleh dari
selisih antara viskositas pasta dingin dengan viskositas pasta panas. Semakin
tinggi nilai setback maka menunjukkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk
membentuk gel (meningkatkan viskositas) selama pendinginan. Tingginya nilai
setback menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi
(Marta, 2011). Viskositas setback pati singkong termodifikasi MHT memiliki
nilai viskositas yang paling tinggi bila dibandingkan dengan pati singkong alami,
dan pati singkong termodifikasi HMT dan ANN. Semakin tinggi nilai setback
maka semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel selama
pendinginan (Rahmiati, et al, 2016). Viskositas setback pati singkong
termodifikasi HMT dan ANN cenderung mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan viskositas setback pati singkong alami. Perubahan viskositas setback yang
terjadi antar perlakuan lama modifikasi HMT dan ANN cenderung tidak stabil
dan membentuk pola yang fluktuatif. Berdasarkan pada hasil analisis nilai
viskositas setback pati singkong alami adalah 1183 cP sedangkan nilai viskositas
setback pati singkong termodifikasi HMT dan ANN adalah 446 cP dan 986 cP.
Sarah Az-Zahra
240210160021

Faktor lain yang berhubungan dengan viskositas adalah setback yang


dikaitkan dengan retrogradasi pati. Nilai kenaikan viskositas ketika pasta pati
didinginkan disebut setback viscosity. Nilai setback viscosity diperoleh dengan
menghitung selisih antara viskositas pasta pati pada suhu 50˚C dengan
viskositas maksimum yang telah dicapai pada saat pemanasan. Kandungan
amilosa yang cukup tinggi memiliki kontribusi yang besar terhadap
kecenderungan terjadinya retrogradasi pasta pati selama fase pendinginan.
Viskositas setback pasta menunjukkan kecenderungan retrogradasi yang terjadi
pada molekul amilosa karena amilosa lebih mudah terpapar oleh air dan mudah
mengalami rekristalisasi dibandingkan amilopektin, semakin tinggi kadar amilosa
maka viskositas setback akan semakin tinggi (Bamforth et al, 2005).

4.2 Sifat Fungsional


Sifat fungsional merupakan sifat fisiko-kimia yang mempengaruhi
komponen pati selama persiapan, pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi. Sifat
fungsional pati yang diamati pada praktikum ini adalah swelling volume dan
kelarutan. Swelling volume merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati
selama pengembangan di dalam air. Kelarutan merupakan suatu kemampuan
bahan untuk larut dalam air (Hidayat et al, 2009). Berikut hasil pengamatan sifat
fungsional pati alami dan modifikasi HMT, MHT dan ANN.
Tabel 3. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
Swelling Volume
Sampel Kelarutan (%)
(mL/g)
Pati Singkong Alami 14 2,34
Pati Singkong HMT 10 1,17
Pati Singkong ANN 12.86 8.6
Pati Singkong MHT 7.57 3.8
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Perlakuan modifikasi baik metode HMT, MHT, dan ANN dapat
menurunkan nilai swelling volume dari pati singkong. Owolabi, Afolabi dan
Adebowale (2005), menyatakan bahwa penurunan nilai swelling volume pati
mungkin disebabkan oleh adanya perubahan dalam susunan kristalit pati dan atau
adanya interaksi antar komponen pati pada daerah amorf granula selama
modifikasi. Kurnia (2009), menyatakan bahwa perlakuan modifikasi HMT
Sarah Az-Zahra
240210160021

menyebabkan molekul granula pati tersusun menjadi lebih rapat sehingga


kemampuan granula membengkak (swelling volume) menjadi terbatas atau
mengalami penurunan.
Kelarutan pati terjadi akibat adanya molekul amilosa yang keluar dari
granula (leaching amilosa) selama proses pemanasan dengan air berlebih.
Keluarnya amilosa ini menandakan adanya transisi di dalam granula pati dari
teratur menjadi tidak teratur ketika pati dipanaskan dengan air berlebih.
Berdasarkan hasil pengujian, nilai kelarutan pati singkong alami adalah 2.34%
sedangkan nilai kelarutan pati singkong termodifikasi HMT adalah 1,17%, pati
singkong termodifikasi ANN 8,6%, dan pati singkong termodifikasi MHT 3,8%.
Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan nilai kelarutan dari pati
singkong setelah mengalami modifikasi ANN meskipun perubahan yang terjadi
tidak terlalu jauh sehingga dianggap tidak berbeda nyata dengan pati singkong
alami. Penurunan kelarutan pati modifikasi HMT disebabkan karena terurainya
rantai double helix dalam susunan kristalin dalam granula, serta meningkatnya
interaksi rantai amilosa-amilosa dan amilopektin-amilopektin selama proses
HMT.
Sarah Az-Zahra
240210160021

V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
• Pati singkong termodifikasi dapat meningkatkan suhu gelatinisasi pati .
• Pati singkong alami, HMT, dan ANN memiliki viskositas puncak yang
sama yaitu 8000 cP sedangkan pati singkong MHT memiliki viskositas
puncak lebih rendah.
• Pati modifikasi HMT, ANN, dan MHT lebih stabil dibandingkan pati
alami terhadap pemanasan dan pengadukan ditunjukkan dengan nilai
viskositas breakdown yang lebih rendah.
• Pati modifikasi HMT dan ANN memiliki viskositas dingin lebih tinggi
dibandingkan pati alami. Pati singkong modifikasi MHT memiliki final
viscosity yang lebih rendah dibanding pati alami.
• Pati modifikasi MHT memiliki viskositas setback yang lebih tinggi
dibanding pati alami sedangkan pati HMT dan ANN memiliki viskotitas
setback yang lebih rendah dibanding pati alami.
• Pati alami memiliki tipe gelatinisasi A, pati modifikasi HMT dan ANN
memiliki tipe gelatinisasi B, dan pati modifikasi MHT memiliki tipe
gelatinisasi C.
• Pati singkong modifikasi memiliki swelling volume yang lebih rendah
dibandingkan pati singkong alami.
• Kelarutan pati singkong modifikasi HMT lebih rendah dari pati alami
sedangkan pati modifikasi MHT dan ANN lebih tinggi dibanding pati
alami.

5.2. Saran
Praktikum yang telah dilakukan sudah berjalan lancar terimakasih kepada
asisten praktikum yang telah membimbing semoga pada praktikum selanjutnya
bisa terus berjalan lancar tanpa ada hambatan apapun.
Sarah Az-Zahra
240210160021

DAFTAR PUSTAKA

Adebowale, K. O., T. A. Afolabi, B. I. Owolabi. 2005. Hydrothermal Treatments


Of Finger Millet (Eleusine coracana) starch. Food Hydrocolloids. 19:974-
983. Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Bamforth, C. H. 2005. Food Fermentation and Microorganisms. By Blacwell


Science Ltd a Blackwell Publishing company

Collado L S, Corke H. 1999. Heat Moisture Treatment Effects on Sweetpotato


Starches Differeng in Amylose Content.J Food Chemistry. 65:339- 346.

Deetae, P., Shobsngob. S., Varanyanond, W., Chinachoti, P., Navikul, O.,
Vavarinit, S.2008. Preparation, pasting properties and freeze thaw stability
of dual modified crosslink-phosphorylated rice starch. Carbohyd Poly ,73:
351- 358.

Hidayat, B., Kalsum, N., dan Surfiana. 2009. Karakteristik Tepung Ubi Kayu
Mofidikasi yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatiniasasi Parsial.
Jurna Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 14. No.2.

Hormdok, R., & Noomhorm, A. 2007. Hydrothermal treatments of rice starchfor


improvement of rice noodle quality. LWT-Food Science and Technology,
40,1723–1731.

Immaningsih, N. 2012. Profil gelatinisasi beberapa formlasi tepung-tepungan


untuk pendugaan sifat pemasakan. Panel Gizi Makan, 35 (1): 13-22.

Ramadhan, Kurnia. 2009. Aplikasi Pati SaguTermodifikasi Heat Moisture


Treatment Untuk Pembuatan Bihun Instan. Skripsi Sarjana Ilmu dan
Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor

Marta, H. 2011. Sifat Fungsional dan Reologi Tepung Jagung Nikstamal Serta
Contoh Aplikasinya pada Pembuatan Makanan Pendamping ASI. Sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Murtiningrum, Lisangan, M. M dan Edoway Y. 2012. Pengaruh preparasi ubi jalar


(Ipomoe batatas) sebagai bahan pengental terhadap komposisi kimia dan
sifat organoleptik saus buah merah (Pandanus Conoideus L). Jurnal
Agrointek, 6 (1)

Pranoto, Y., Rahmayuni, Haryadi and Rakshit, S. K. 2014. Physicochemical


properties of heat moisture treated sweet potato starches of selected
Indonesian varieties. International Food Research Journal 21(5): 2031-
2038
Sarah Az-Zahra
240210160021

Pukkahuta C, Suwannawat B, Shobsngob S, Varavinit S. 2008. Comparative


study of pasting and thermal transition characteristic of osmotic pressure
and heat-moisture treated corn starch. Carbohydrate Polymer 72: 527 –
536.

Rahmiati, et al. 2016. Sifat Fisikokimia Tepung dari 10 Genotipe Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz) Hasil Pemuliaan. Jurnal AGRITECH Vol.
46:4(459-466). Institut Pertanian Bogor. Bogor

Singh, B and Upasana (2003) Phase-Transfer-Agent-Aided Polymerization And


graft Copolymerization of Acrylamide. Journal of Applied Polymer
Science. 91, 2364-2375

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramdia Pustaka Utama.
Jakarta.

Wulandari, D. 2010. Karakteristik Fisik Pati Sagu (Metroxylon sp) yang


Dimodifikasi dengan Teknik Heat Moisture Treatment (HMT). Tesis.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini tentang pengujian sifat fungsional dan sifat amilografi
antara pati singkong termodifikasi dengan pati singkong tanpa modifikasi. Pati
singkong yang sebelumnya diberikan perlakuan modifikasi fisik kemudian diuji
swelling volume, kelarutan dan viskositasnya. Metode modifikasi yang telah
digunakan adalah HMT (Heat Moisture Treatment), MHT (Microwave Heat
Treatment) dan Hydrotermal Annaeling. Sampel yang digunakan adalah pati
tepung singkong dan beras. Parameter yang diamati pada praktikum kali ini
swelling volume, kelarutan dan sifat amilografinya
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui karakteritik
perbedaan sifat fungsional (swelling volume dan kelarutan) dan sifat amilografi
antara pati alami dengan pati yang telah dimodifikasi secara fisik. Herawati
(2009) berpendapat bahwa tujuan dilakukannya modifikasi pada pati adalah
untuk menghasilkan sifat pati dan tepung yang lebih baik sehingga dapat
memperbaiki sifat sebelumnya dengan cara merubah beberapa sifat sebelumnya
atau untuk merubah beberapa sifat lainnya. Menurut Wirakartasumah (1989)
bahwa sifat-sifat yang diinginkan setelah dilakukan modifikasi adalah pati yang
memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan rendah, memiliki daya tahan
yang tinggi terhadap gangguan mekanis serta memiliki daya pengental yang
tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi. Modifikasi pati merupakan
suatu metode untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan fungsional dari pati alami.
Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah di ubah lewat
suatu reaksi kimia (acetylasi, esterifikasi, atau oksidasi) atau dengan
mengganggu struktur asal nya. Perlakuan modifikasi pati secara fisik melibatkan
beberapa faktor antaralain : suhu, tekanan, pemotongan dan kadar air pada pati.
Granula pati dapat di ubah secara parsial maupun total. Prinsip modifikasi fisik
secara umum adalah dengan pengemasan. Bila dibandingkan dengan modifikasi
kimia, modifikasi fisik cenderung lebih aman karena tidak menggunakan
berbagai pereaksi kimia (Herawati, 2009).
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
Menurut Collado (2001) bahwa yang dimaksud dengan Heat Moisture
Treatment (HMT) merupakan metode modifikasi pati secara fisik dengan cara
memberikan perlakuan panas pada suhu diatas suhu gelatinisasi (80-120oC)
dengan kondisi kadar air terbatas atau dibawah 35% (umumnya 11 – 28%) pada
waktu yang lama (sampai 16 jam). MHT (Microwave Heat Transfer) merupakan
upaya memodifikasi karakteristik pati dan tepung memalui penggunaan energi
nonionisasi untuk menaikan temperatur dalam media penetrasi.
Menurut Gonzales-Soto et al. (2007) pada annealing, modifikasi dilakukan
dengan menggunakan jumlah air yang banyak (lebih dari 40%) dan dipanaskan
pada suhu di bawah suhu gelatinisasi pati. Proses HMT dilakukan dengan
menggunakan jumlah kandungan air terbatas (18, 21, 24, dan 27%) dan
dipanaskan pada suhu melebihi suhu gelatinisasi.
Menurut Fellows (2000) prinsip kerja microwave adalah dengan cara
memanaskan bahan pangan menggunakan energi dielektrik yang mempengaruhi
kutub positif dan negatif khususnya pada air yang merupakan komponen yang
banyak terkandung dalam bahan pangan. Microwave dapat menciptakan keadaan
dimana energi listrik tercipta yang menyebabkan molekul dipolar secara terus
menerus bergerak sehingga menghasilkan gesekan yang menimbulkan panas.
Kusnandar (2010) menyatakan bahwa secara umum pati alami atau pati
tidak termodifikasi memiliki kekurangan yang sering menghambat aplikasinya
dalam proses pengolahan pangan.Oleh karena itu perlu diadakan upaya untuk
meningkatkan Karakteristik atau sifat-sifat pati dengan melakukan berbagai
modifikasi.
5.1 Sifat Fungsional Pati Singkong Termodifikasi
Menurut Metirukmi (1992) sifat fungsional pati merupakan sifat
fisikokimia pati yang mempengaruhi perilaku pati selama persiapan, pengolahan,
penyimpanan dan konsumsi. Parameter yang diamati adalah swelling volume dan
kelarutan. Sampel yang digunakan adalah pati singkong.
Daya kembang pati atau swelling power didefinisikan sebagai pertambahan
volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air (Balagopalan, 1988).
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
Menurut Hidayat (2009) yang dimaksud dengan kelarutan adalah merupakan
suatu kemampuan bahan untuk larut dalam air. Karakteristik kelarutan dalam
airmenunjukkan jumlah tepung (gram) yang dapat larut pada per mililiter pelarut
(air).
Tabel 1. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi

Swelling Volume
Sampel Kelarutan (%)
(mL/g)
Pati Singkong Alami 14 2,34
Pati Singkong HMT 10 1,17
Pati Singkong ANN 12.86 8.6
Pati Singkong MHT 7.57 3.8
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Hasil pengamatan pati singkong termodifikasi dan pati singkong tanpa
modifikasi menunjukkan bahwa pati singkong alami memiliki nilai swelling
volume tertinggi sedangkan nilai kelarutan tertinggi dimiliki oleh pati singkong
termodifikasi annaeling.
Kemampuan swelling volume pati termodifikasi secara HMT terbatas
karena pembentukan ikatan hidrogen antara air yang berada di luar granula
dengan molekul pati baik amilosa maupun amilopektin menjadi lebih sulit.
Modifikasi HMT menyebabkan berkurangnya leaching amilosa sehingga
kelarutan pati ubi jalar termodifikasi secara HMT menjadi lebih rendah dari
kelarutan pati ubi jalar alami (Collado et al., 2001).
Perlakuan modifikasi HMT dapat menurunkan nilai swelling volume dari
pati murni. Selisih swelling volume antara pati singkong termodifikasi dengan
pati murni adalah sebesar 4 mL/g sementara kelarutan terjadi penurunan sebesar
1,17 mL/g. Owolabi, Afolabi dan Adebowale (2010) menyatakan bahwa
penurunan nilai swelling volume pati mungkin disebabkan oleh adanya
perubahan dalam susunan kristalit pati dan atau adanya interaksi antar komponen
pati pada daerah amorf granula selama modifikasi HMT. Telah dilaporkan terjadi
penurunan nilai swelling power dari pati jagung termodifikasi HMT bila
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
dibandingkan dengan pati jagung alami. Ahmad (2009) menyatakan bahwa
perlakuan modifikasi HMT menyebabkan molekul granula pati tersusun menjadi
lebih rapat sehingga kemampuan granula membengkak (swelling volume)
menjadi terbatas atau mengalami penurunan. Menurut Olayinka, et.al (2008),
penurunan solubility disebabkan karena terurainya rantai double helix dalam
susunan kristalin dalam granula, serta meningkatnya interaksi rantai amilosa-
amilosa dan amilopektin-amilopektin selama proses HMT. Menurut Zavareze
dan Dias (2011), penurunan solubility seiring dengan perlakuan HMT
dikarenakan adanya penyusunan kembali granula pati yang menyebabkan
menguatnya ikatan intramolekular, terbentuknya gugus amilopektin yang lebih
teratur dan formasi amilosa-lipid yang kompleks. Solubility menurun seiring
dengan meningkatnya suhu pemanasan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu
yang digunakan, maka granula pati menjadi lebih kuat karena terjadi penyusunan
kembali antara amilosa dan amilopektin. Peningkatan interaksi antara
amilosaamilopektin atau amilopektin-amilopektin menghasilkan struktur yang
lebih stabil sehingga menghambat amilosa untuk keluar dari granula pati
(Gomes, et.al, 2005). Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Klein, et.al, (2013), dimana terjadi penurunan solubility pada pati beras,
singkong dan pinhao seiring dengan tingginya suhu pemanasan.
Secara umum dilaporkan bahwa HMT dapat menurunkan viskositas
breakdown, viskositas puncak, dan pembengkakan granula pati, meningkatkan
suhu gelatinisasi, serta meningkatkan ketahanan terhadap pemanasan dan
perlakuan mekanis. Hal ini membuat pati termodifikasi HMT memiliki sifat
fungsional dan amilografi yang lebih baik dibandingkan pati alaminya sehingga
dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produk pangan,
salah satunya dapat menjadi bahan sediaan yang akan diaplikasikan menjadi
produk pangan darurat.
Modifikasi pati singkong secara annaeling menunjukkan hasil bahwa
terjadi penurunan nilai swelling volume sebesar 1,14 mL/g tetapi kelarutannya
meningkat. sebesar 6.46 mL/g. Fraksi amilosa yang memiliki bobot molekul
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
rendah dipengaruhi oleh panjang polimer dan sumber patinya. Hal ini
mengakibatkan tidak terjadinya kemampuan pati untuk mengembang lebih besar.
Kautsari dkk (2009) menyatakan bahwa swelling power pati tergantung
komponen amilosanya.
Pati yang tersuspensi dalam media annealing mendukung mikroorganisme
alami dapat tumbuh secara optimal pada media annealing dan menghasilkan
suasana asam. Asam yang dihasilkan diduga mempengaruhi struktur granula pati
yang mengarah terhadap kerusakan dan mengakibatkan air berpenetrasi masuk ke
dalam granula. Modifikasi pati menggunakan metode annealing dilaporkan
dapat menurunkan swelling power dan kelarutan pati, dan menghambat
gelatinisasi (Siswoyo dan Morita, 2010).
Hasil pengamatan pati termodifikasi MHT menunjukkan telah terjadi
penurunan swelling volume sebesar 6,43 mL/g dan kenaikan kelarutan sebesar
1,43 mL/g. Lewandowicz et al. (2000) menyatakan bahwa modifikasi fisik pati
menggunakan microwave dapat menurunkan kristalinitas, menurunkan daya
kembang dan kelarutan granula, meningkatkan absorpsi air dan minyak,
memperbaiki sifat kestabilan gel terhadap freeze-thaw, serta menurunkan
kejernihan pasta pati. Selain itu, pemanasan microwave pada modifikasi HMT
juga terlihat mengubah profil tekstur gel. Irradiasi microwave dapat
memengaruhi struktur pati, yang semula tidak larut berubah menjadi larut.
Semakin banyak molekul amilosa yang keluar dari granula pati maka
kelarutan semakin tinggi. Oleh karena itu, pati dengan kandungan amilosa
yang tinggi pada umumnya memiliki kelarutan yang tinggi pula seperti halnya
pati ubi jalar yang mengandung amilosa 15 – 25%. Namun demikian, kandungan
amilosa tidak selamanya berbanding lurus dengan kelarutan. Keberadaan
kompleks antara amilosa dengan lipid seperti pada kacang-kacangan dapat
mengurangi kelarutan amilosa (Hidayat. 2009).
Pati dengan swelling power tinggi memiliki daya cerna yang tinggi dan
menunjukkan kemampuan pati untuk memperbaiki sifat-sifat makanan
danpenggunaan pati dalam berbagai aplikasi makanan. Pati yang memiliki
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
swelling power tinggi akan baik digunakan untuk produk bakery yang
membutuhkanpengembangan besar, sedangkan tepung dengan swelling power
rendah cocokdigunakan sebagai bahan baku produk yang tidak membutuhkan
pengembangan terlalu besar, contohnya mie (Kusumayanti dkk., 2015).
Keterkaitan antara swelling volume dan kelarutan terkait dengan
kemudahan molekul air untuk berinteraksi dengan molekul dalam granula pati
dan menggantikan interkasi hidrogen antar molekul sehingga granula akan lebih
mudah menyerap air dan mempunyai pengembangan yang tinggi. Pengembangan
granula terjadi ketika granula dipanaskan bersama air dan ikatan hidrogen yang
menstabilisasi struktur double heliks dalam kristal terputus dan digantikan oleh
ikatan hidrogen dengan air. Adanya pengembangan tersebut akan menekan
granula dari dalam sehingga granula akan pecah dan molekul pati terutama
amilosa akan keluar.

5.2 Sifat Amilografi Pati Singkong Termodifikasi


Sifat pasta pada produk tepung atau pati merupakan karakteristik yang perlu
diketahui. Menurut Syafutri (2015) karakterisasi sifat-sifat tersebut sifat tepung
atau pati selama pengolahan, identifikasi set up peralatan pengolahan, dan
identifikasi perubahan respon amilografi akibat perbedaan variabel dan proses.
Syafutri (2015) menambahkan beberapa karakteristik sifat pasta pati meliputi
suhu awal gelatinisasi, suhu gelatinisasi maksimum, waktu dan viskositas
maksimum atau viskositas puncak, viskositas jatuh, viskositas balik, dan
viskositas dingin. Sifat pasta tepung atau pati biasanya disebut dengan sifat
amilograf tepung atau pati.
Praktikum dilakukan dengan menggunakan RVA dan didapat hasil
pengamatan sebagai berikut :
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
Tabel 4. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi

Karakteristik Pasta Pati


Tgel
Sampel VP VPP VPD
(°C) VB (cP) VS (cP)
(cP) (cP) (cP)
Pati Singkong
66,75 8000 2828 4011 5172 1183
Alami
Pati Singkong
72,24 8000 4589 5035 3411 446
HMT
Pati Singkong
73,05 8000 5169 6155 2831 986
ANN
Pati Singkong
79,91 4562 2092 3963 2470 1871
MHT
Keterangan: Tgel = suhu gelatinisasi; VP = viskositas puncak (peak viscosity);
VPP = viskositas pasta panas (hold viscosity); VPD = viskositas pasta dingin
(final viscosity); VB = viskositas breakdown; VS = viskositas setback
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Praktikum dilakukan dengan mengidentifikasi suhu gelatinisasi, viskositas


puncak, viskositas pasta panas, viskositas pasta dingin, viskositas breakdown dan
viskositas seat back.
Suhu awal gelatinisasi merupakan suhu dimana granula pati mulai menyerap
air atau dapat terlihat dengan mulai meningkatnya viskositas (Lestari et al.,2015).
Demikian juga Medikasari et al. (2009) menyatakan bahwa suhu awal
gelatinisasi merupakan kisaran suhu yang mengakibatkan hampir seluruh pati
mencapai pembengkakan maksimal.Pada sampel pati singkong alami memiliki
suhu gelatinisasi pada 66,75°C. dan menunjukkan bahwa perbedaan metode
modifikasi terhadap pati akan memiliki suhu gelatinisasi yang berbeda. Pada
modifikasi pati singkong HMT, Annelling dan MHT berturut-turut memiliki nilai
gelatinisasi sebesar 72,24°C, 73,05°C dan 79,91°C. Menurut Syafutri (2015)
suhu awal gelatinisasi dipengaruhi oleh keadaan media pemanasan, ukuran
granula pati, kadar lemak dan protein pati. Semakin tinggi kadar lemak dan
protein yang terkandung dalam pati maka akan semakin tinggi interaksi antara
protein dan lemak dengan granula pati sehingga akan menghambat pengeluaran
amilosa dari granula dan membutuhkan energi yang lebih banyak untuk
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
melepaskan amilosa tersebut. Hal ini akan menyebabkan suhu awal gelatinisasi
pati juga akan semakin tinggi.
Peak time (waktu puncak) gelatinisasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai nilai viskositas puncak atau terjadinya puncak gelatinisasi (Syafutri,
2015). Sedangkan Kusnandar (2011) menjelaskan bahwa waktu puncak adalah
waktu pada saat RVA membaca nilai maksimum viskositas pada tahap proses
pemanasan. Hal ini ditentukan pada saat nilai viskositas pada RVA mencapai nilai
puncaknya. Viskositas puncak menunjukkan kondisi awal granula pati
tergelatinisasi atau mencapai pengembangan maksimum hingga selanjutnya
pecah. Lestari et al. (2015) menjelaskan bahwa viskositas puncak
mengindikasikan kapasitas pengikatan air dan memiliki korelasi positif dengan
kualitas produk akhir yaitu pengembangan dan jumlah polimer yang lepas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode modifikasi memberikan
pengaruh nyata terhadap viskositas puncak pati modifikasi.Viskositas puncak
tertinggi berasal dari sampel pati alami, pati modifikasi HMT dan pati modifikasi
anneling yaitu sebesar 8000 cP sedangkan pati modifikasi MHT memiliki nilai
viskositas puncak sebesar 4562 cP. Menurut Imam et al. (2014) perbedaan
viskositas puncak antar tepung tapioka disebabkan adanya perbedaan kadar
amilosa dan amilopektin. Sedangkan Nazhrah et al. (2014) menjelaskan nilai
viskositas puncak merefleksikan kemampuan granula untuk mengikat air dan
mempertahankan pembengkakan selama pemanasan. Viskositas puncak yang
tinggi menunjukkan bahwa adanya amilosa yang masih bisa berikatan dengan
molekul pati yang lain sehingga terbentuk struktur heliks ganda melalui ikatan
hidrogen (retrogradasi) dan membentuk pati dengan struktur yang lebih kuat/pati
resisten (Kusnandar, 2011).
Hold viscosity adalah viskositas pada saat temperatur pemanasan
dipertahankan selama beberapa menit. Perubahan viskositas selama pemanasan
pada temperatur konstan ini menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas.
Berdasarkan hasil pengamatan pasta pati, pati singkong annelling memiliki nilai
viskositas pasta panas paling besar yaitu 5169 cP. Dan viskositas pasta panas
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
paling kecil ada pada sampel pati singkong modifikasi HMT yaitu sebesar 2093
cP. Kestabilan panas dihitung dari selisih nilai viskositas sebelum dan setelah
holding pada suhu 950C. Sementara Imanningsih (2012) menyatakan holding
adalah kondisi saat temperatur tetap meningkat dan pengadukan terus dilakukan,
sehingga granula pati akan pecah dan amilosa keluar dari granula ke cairan, yang
menyebabkan viskositas menurun. Menurut Medikasari et al. (2009)
ketidakstabilan pasta merupakan selisih antara viskositas puncak dan awal
pendinginan pasta. Ketidakstabilan pasta menunjukkan kestabilan pasta pati
terhadap pemanasan selama proses pemasakan. Sedangkan Munarso et al. (2004)
menjelaskan bahwa viskositas trough adalah salah satu kriteria yang digunakan
untuk mengetahui kemampuan granula pati dalam mempertahankan diri maupun
viskositasnya selama pemasakan.
Menurut Nazhrah et al. (2014) viskositas akhir atau final viscosity
merupakan nilai viskositas pasta pati setelah tahap pendinginan (akhir holding
pada suhu 500C). Pada tahap ini dapat diketahui kestabilan viskositas pati
terhadap proses pengolahan (pemanasan, pengadukan, dan pendinginan).hasil
pengamatan paling tinggi berasal dari pati annelling yaitu sebesar 6155 cP dan
paling rendah berasal dari pati singkong MHT. Menurut Syafutri (2015) bahwa
viskositas akhir mengindikasikan kemampuan pati untuk membentuk gel setelah
proses pemanasan dan pendinginan. Viskositas akhir juga menunjukkan
ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan. Nilai
viskositas dapat dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin pada pati.
Selanjutnya Budijanto dan Yuliyanti (2012) menyatakan bahwa tepung sorgum
dengan kandungan amilopektin yang tinggi memiliki nilai viskositas yang tinggi,
sebaliknya tepung sorgum dengan kandungan amilosa yang tinggi memiliki nilai
viskositas yang rendeh. Sedangkan Nazhrah et al. (2014) melaporkan bahwa pati
yang dimodifikasi secara fisik (autoclaving) dengan suhu yang lebih rendah
memiliki viskositas akhir yang lebih tinggi dari pada pati yang dimodifikasi
dengan suhu autoclaving yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
tinggi suhu autoclaving maka pati termodifikasi lebih stabil terhadap proses
pengolahan (pemanasan, pengadukan, dan pendinginan).
Breakdown atau penurunan viskositas selama prose pemanasan
menunjukkan kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah
breakdown maka pasta yang terbentuk akan semakin stabil terhadap panas
(Lestari et al., 2015). Berdasarkan tabel hasil pengamatan breakdown viscosity
terbesar berasal dari pati alami yaitu sebesar 5172 cP dan paling rendah berasal
dari pati singkong HMT. Menurut Imam et al. (2014) nilai breakdown yang
tinggi selama proses pemanasan menunjukkan bahwa granula pati yang
seluruhnya telah membengkak memiliki sifat yang rapuh dan tidak tahan
terhadap pemanasan. Sedangkan Lestari et al. (2015) menjelaskan bahwa nilai
breakdown yang diharapkan sebagai bahan baku pembuatan mi adalah yang
memiliki nilai rendah, sehingga menghasilkan mi yang tidak mudah hancur
selama pemasakan.
Setback atau perubahan viskositas selama pendinginan merupakan
pengukuran rekristalisasi dari pati tergelatinisasi selama pendinginan (Lestari et
al., 2015). dari hasil tabel pengamatan nilai setback viscosity paling besar yaitu
pati singkong MHT yaitu sebesar 1871 cP sedangkan paling rendah berasal dari
pati singkong HMT sebesar 44 cP. Lestari et al. (2015) mengatakan bahwa
penurunan nilai setback merupakan karakteristik yang diinginkan pada tepung
jagung sebagai bahan baku mi, untuk memperbaiki karakteristik yaitu
menurunkan tingkat kekerasan mi setelah dimasak. Selanjutnya Imam et al.
(2014) menjelaskan nilai setback menunjukkan kemampuan pati mengalami
retrogradasi. Pati dengan retrogradasi rendah mengindikasikan kemampuan
untuk mempertahankan tekstur selama penyimpanan. Perbedaan nilai setback
antar tepung tapioka dapat terjadi karena adanya kadar amilosa. Semakin tinggi
kadar amilosa pati maka viskositas setback akan semakin tinggi ( Imam et al.,
2014). Syafutri (2015) menyarankan pati yang memiliki viskositas setback yang
tinggi tidak diharapkan.
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
Berikut adalah grafik yang digambarkan dari karakteristik viskositas pasta
pati selama proses dalam RVA.

Pati Singkong Alami


Viskositas (cP)

Suhu (°C)
Pati Singkong HMT

Pati Singkong ANN

Pati Singkong MHT

Suhu

Waktu (s)

Gambar 4. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Dari tabel dapat disimpulkan bahwa viskositas dari semua sampel pati
mengalami perubahan baik kenaikan dan penurunan. Hal ini disebabkan sifat
karakteristik pasta pati dapat berubah karena pemanasan. Selanjutnya Lestari et
al. (2015) mengemukakan pengukuran profil gelatinisasi tepung jagung dapat
menggambarkan sifat tepung jagung untuk disesuaikanpada produk yang akan
diaplikasikan. Sifat profil gelatinisasi diantaranya adalah suhu awal gelatinisasi,
viskositas puncak, kestabilan viskositas selama pemanasan (breakdown), dan
perubahan viskositas selama pendinginan (setback). Penentuan sifat-sifat pasta
pati ini dapat dilakukan dengan menggunakan ravid visco analyzer (RVA).
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
• Perlakuan modifikasi HMT dapat menurunkan nilai swelling volume dari
pati murni. Selisih swelling volume antara pati singkong termodifikasi
dengan pati murni adalah sebesar 4 mL/g sementara kelarutan terjadi
penurunan sebesar 1,17 mL/g.
• Modifikasi pati singkong secara annaeling menunjukkan hasil bahwa
terjadi penurunan nilai swelling volume sebesar 1,14 mL/g tetapi
kelarutannya meningkat. sebesar 6.46 mL/g.
• Hasil pengamatan pati termodifikasi MHT menunjukkan telah terjadi
penurunan swelling volume sebesar 6,43 mL/g dan kenaikan kelarutan
sebesar 1,43 mL/g.
• Suhu gelatinisasi paling besar dari pati singkong MHT sebesar 79,910C
dan paling kecil dari pati singkong alami sebesar 66,750C.
• Viskositas puncak paling tinggi dari pati alami, pati HMT dan pati
annelling sebesar 8000 cP dan paling rendah dari pati MHT sebesar 4562
cP.
• Viskositas pasta panas paling tinggi berasal dari sampel pati singkong
anneling sebesar 5169 cP dan paling rendah dari pati MHT sebesar 2092
cP.
• Viskositas pasta dingin paling besar berasal dari pati singkong annelling
sebesar 6155 cP dan paling rendah berasal dari pati singkong HMT
sebesar 3963 cP.
• Viskositas breakdown paling besar berasal dari pati pati singkong alami
tanpa modifikasi yaitu sebesar 5172 cP dan paling rendah berasal dari pati
annelling sebesar 2831 cP.
• Viskositas setback paling besar berasal dari pati MHT sebesar 1871 cP
dan paling rendah berasal dari pati singkong HMT sebesar 446 cP.
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A

6.2 Saran
Selama praktikum seharusnya praktikan dengan teliti memberi nama atau
kode pada sampel sehingga sampel tidak hilang atau tertukar
Vika Aulia R
240210160022

DAFTAR PUSTAKA
Budijanto, S.Yuliyanto. 2012. Studi persiapan tepung sorgum (Sorghum bicolor
L. Moeuch) dan aplikasi pada pembuatan beras analog. Jurnal Teknologi
Pertanian, 13 (3): 177- 186.

Imam, H.R., Primaniyarta M., Palupi S.N. 2014. Konsistensi mutu pilus
tepungtapioka : Identifikasi parameter utama penentu kerenyahan. Jurnal
Mutu Pangan, 1(2), 91 – 99.

Imanningsih, N. 2012. Gelatinisation profile of several flour formulation for


estimating cooking behavior. Penelitian Gizi Makanan, 35 (1), 13 – 22.

Kusnandar, F. 2011. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat Jakarta,


Indonesia.

Lestari, A.O., Kusnandar, F., Palupi, S.N. 2015. Pengaruh heat moisture treated
(HMT) terhadap profil gelatinisasi tepung jagung. Jurnal Teknologi Pangan
16, (1), 75 – 85.

Munarso, S.J., Muchtadi D., Fardiaz D., Syarief R. 2004. Perubahan sifat
fisikokimia dan fungsional tepung beras akibat proses modifikasi ikat-silang.
Jurnal Pascapanen, 1 (1), 22 – 28.

Medikasari., Nrdjannah S., Yuliana N.,C.S. Naomi, L. 2009. Sifat amilografi


pasta pati sukun termodifikasi menggunakan sodium tripolifospat. Jurnal
Teknologi Industri dan Hasil Pertanian, 14 (2),173 – 177.

Nazhrah, Julianti, E., Masniary, L. 2014. Pengaruh proses modifikasi fisik


terhadap karakteristik pati dan produksi pati resisten dari empat varietas ubi
kayu (Manihot esculenta). Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian, 2 (2),1-9.

Syafutri, M.I. 2015. Sifat fungsional dan sifat pasta pati sagu bangka. Jurnal
Sagu,Maret, 14 (1), 1–5.

Adebowale, K.O., Olu-owolabi, B.I, Olayinka O.O., dan O.S. Lawal. 2010. Effect
of heat moisture treatment and annealing on physicochemical properties of
red shorgum starch. African Journal of Biotechnology 4:928-933.

Siswoyo, T.A. and N. Morita. 2010. Influence Of Annealing On Gelatinization


Properties, Retrogradation And Susceptibility Of Breadfruit Starch (Artocarpus
Communis) International Journal of Food Properties, 13: 553–561.

Collado L S, Corke H. 2001. Heat Moisture Treatment Effects on Sweetpotato


Starches Differeng in Amylose Content.J Food Chemistry. 65:339- 346

Kautsary, K. A., Widya, D.R.P, Endrika W. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama
Annealing terhadap Sifat FisikoKimia Tepung Ubi jalar Oranye (Ipomea
batatas L.) Varietas Beta 2. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang
Vika Aulia R
240210160022

Gonzalez-Soto RA, Mora-Escobedo R, Hernandez- Sanchez H, Sanchez-Rivera


M, Bello-Perez LA. 2007. The influence of time and storage temperature on
resistant starch formation from autoclaved debranched banana starch. Food
Research International. 40(2): 304 310.

Herawati, D. 2009. Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture Treatment
(HMT) dan Aplikasinya dalam Memperbaiki Kualitas Bihun. [Tesis]. Program
Pascasarjana, IPB, Bogor.

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Seri 1. Dian Rakyat,


Jakarta

Suyanti Satuhu, B.Sc. & Ir. Ahmad Supriyadi, 2008. Budidaya Pisang,
Pengolahan dan prospek Pasar. Jakarta. Penebar swadaya.

Wirakartakusumah, M.A., 1989. Pemanfaatan Teknologi Pangan Dalam


Pengolahan Singkong. Buletin Pusbangtepa, 7 : 18. IPB. Bogor.

Lewandowicz, G., T. Jankowski, dan J. Fornal. 2000. Effect of microwave


radiation onphysicochemical properties and structure of cereal starches.
Carbohydrate Polymers 42: 193- 199.

Fellows, P. 2000. Food Processing Technology Principles and Practice 2nd


Edition. Woodhead Pub. Ltd dan CRC Press, Inggris.

Balagopalan, C., Padmaja, G. Nanda, S.K., dan Moorthy, S.N. 1988.Cassava


inFood, Feed, and Industry.CRC Press, Baco Raton, Florida.
Hidayat, Beni., Kalsum Nurbani dan Surfiana. 2009. Karakterisasi Tepung Ubi
Kayu Modifikasi Yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatinisasi
Parsial (Characterization of Modified Cassava Flour Processed THROUGH
Partial Pregelatinisation Method).
Zavareze, E.D.R dan A.R.G. Dias. 2011. Impact of heat- moisture treatment and
annealing in starches: A review. Carbohydrate Polymer 83: 317-328.
Olayinka, O. O., Adebowale, K. O., & OluOwolabi, B. I. 2008. Effect of
heatmoisture treatment on physicochemical properties of white sorghum
starch. Food Hydrocolloids, 22, 225–230
Klein, B., Pinto, V.Z., Vanier, N.L.., Zavareze., E.R., Colussi., R., Evangelho,
J.A., Gutkosko, L.C, and Dias, A.R.G. 2013. Effect of single and dual heat–
moisture treatments on properties ofrice, cassava, and pinhao starches.
Carbohydrate Polymers 98, 1578– 1584
Vika Aulia R
240210160022

Gomes, A. M. M., Silva, C. E. M., & Ricardo, N. M. P. S. 2005. Effects of


annealing on the physicochemical properties of fermented cassava starch
(polvilho azedo). Carbohydrate Polymers, 60, 1–6.
Kusumayanti, H, Handayani, N, A, Santosa, H. 2015. Swelling power and water
solubility of cassava and sweet potatoes flour. Procedia Environmental
Sciences. 23:164-167
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Setiap jenis pati memiliki karakteristik dan sifat fungsional yang berbeda.
Sifat fungsional pati yang terbatas menyebabkan terbatasnya pula aplikasi pati
tersebut untuk produk pangan. Peningkatan sifat fungsional dan karakteristik pati
dapat diperoleh melalui modifikasi pati (Manuel, 1996). Pati termodifikasi adalah
pati yang telah mengalami perlakuan fisik atau kimia secara terkendali sehingga
mengubah satu atau lebih dari sifat asalnya, seperti suhu awal gelatinisasi,
karakteristik selama proses gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman
dan pengadukan, serta kecenderungan retrodegrasi (Kusnandar, 2010). Praktikum
kali ini dilakukan pengamatan terhadap sifat amilograsi dan sifat fungsional pati
singkong alami dan pati singkong hasil modifikasi fisik, seperti Microwave
Heating Treatment (MHT), Heat Moisture Treatment (HMT), dan annealing.

4.1 Sifat Amilografi Pati Singkong


Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas pati dengan
konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Sifat ini dapat diukur
dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). Mekanisme kerja RVA
yaitu dengan mengukur apparent viskositas berdasarkan rasio antara shear stress
dan shear rate. Apparent viskositas berubah seiring dengan fungsi temperatur,
gesekan, waktu, dan jenis sampel. data apparent viskositas diperoleh pada tingkat
gesekan yang berbeda, berupa julah putaran per menit (rpm). Data tersebut
digunakan utnuk megkarakterisasi sifat dari larutan pati. Kurva yang dihasilkan
dari data tersebut terdiri atas sumbu x yaitu waktu dan sumbu y yaitu viskositas
(mpas). Selama pengukuran, cairan dipanaskan sambil diaduk. Gaya tahan cairan
terhadap baling-baling pemutar diukur sebagai nilai viskositas (Singh et al.
2003).
Pengujian sifat amilografi menggunakan alat RVA ini meliputi suhu
gelatinisasi (pasting temperature), viskositas puncak (peak viscosity), viskositas
pasta panas (hot paste viscosity), viskositas breakdown, viskositas pasta dingin
(cold paste viscosity) dan viskositas balik (setback viscosity). Prosedur yang
dilakukan dimulai dengan meninmbang berat sampel pati sebanyak 3,5 gram dan
akuades sebanyak 25 mL, kemudian dicampurkan dan dimasukkan ke dalam
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4

canister yang terdapat pada alat RVA. RVA dinyalakan dan flashdisk
dihubungkan ke RVA untuk menyimpan hasil analisis, serta canister ditempatkan
pada RVA. Kemudian, pilih RUN STD dengan suhu 50-95oC dan kecepatan
13oC/menit. Suhu dipertahankan pada 95oC selama 3 menit. Lalu, sampel
didinginkan hingga suhunya mencapai 50°C dengan v 13oC/menit, dan suhu 50oC
dipertahankan selama 2 menit. Setelah itu data–data yang dibutuhkan untuk
menganalisis sifat amilografi pati seperti suhu gelatinisasi, viskositas puncak,
waktu untuk mencapai viskositas puncak, viskositas pasta panas, viskositas pasta
dingin, breakdown viscosity, dan setback viscosity akan langsung didapatkan
pada alat RVA dan dibuat kurva untuk mengolah datanya. Berikut tabel hasil
pengamatan yang telah dilakukan.

Tabel 5. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan Termodifikasi

Karakteristik Pasta Pati


Tgel
Sampel VP VPP VPD
(°C) VB (cP) VS (cP)
(cP) (cP) (cP)
Pati Singkong
66,75 8000 2828 4011 5172 1183
Alami
Pati Singkong
72,24 8000 4589 5035 3411 446
HMT
Pati Singkong
73,05 8000 5169 6155 2831 986
ANN
Pati Singkong
79,91 4562 2092 3963 2470 1871
MHT
Keterangan: Tgel = suhu gelatinisasi; VP = viskositas puncak (peak viscosity); VPP = viskositas
pasta panas (hold viscosity); VPD = viskositas pasta dingin (final viscosity); VB = viskositas
breakdown; VS = viskositas setback
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa, suhu awal gelatinisai (pasting
temperature) yang paling tinggi dimiliki oleh pati singkong MHT sebesar 79,91oC
dan yang terendah dimiliki oleh pati singkong alami sebesar 66,75oC. Suhu awal
gelatinisasi merupakan suhu dimana granula pati mulai menyerap air atau dapat
terlihat dengan mulai meningkatnya viskositas. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi suhu gelatinisasi, seperti tipe pati, adanya modifikasi terhadap pati
dan penggunaan zat aditif (Zobel, 1984). Sedangkan Charles et al. (2004)
menyatakan kadar amilosa yang terkandung juga akan mempengaruhi suhu
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4

gelatinisasi. Karena, struktur amilosa yang sederhana dapat membentuk interaksi


molecular yang kuat dengan air, sehingga pembentukan ikatan hidrogen lebih
mudah terjadi pada amilosa (Taggart, 2004).
Viskositas puncak (peak viskositas) pati singkong alami, pati singkong HMT,
dan pati singkong ANN memiliki nilai yang sama, yaitu sebesar 8000 cP,
sedangkan nilai pati singkong MHT sebesar 4562 cP. Viskositas puncak
menggambarkan fragilitas dari granula pati yang mengembang, yaitu pada saat
pertama kali mengembang sampai pecah karena adanya proses pengadukan peak
viskosity dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kadar amilosa, protein,
lemak, dan ukuran granula. Viskositas pasta adalah karakteristik penting pati
selama pemanasan suspensi pati dan air. Semakin lama fermentasi maka suhu dan
waktu puncak viskositas menunjukkan nilai yang semakin tinggi karena
kandungan minor (abu, protein dan serat), dan amilopektin semakin meningkat
serta amilosa yang semakin menurun. Kandunga minor, rasio amilosa dan
amilopektin diduga berpengaruh terhadap waktu dan suhu viskositas puncak.
Semakin tinggi kandungan minor, serta rasio amilosa dan amilopektin maka
waktu dan suhu viskositas puncak semakin tinggi. Semakin kecil ukuran
partikelnya, semakin besar dan luas permukaan sehingga penyerapan air semakin
besar dan nilai viskositas puncak meningkat.
Holding viscosity (VPP) adalah fase dimana viskositas semakin menurun
karena granula pati perlahan pecah dan amilosa keluar dari granula ke cairan.
Nilai holding tertinggi dimiliki oleh pati singkong ANN sebesar 5169 cP,
sedangkan nilai terendah dimiliki oleh pati singkong MHT sebesar 2092 cP.
Final viscosity atau viskositas pasta dingin (VPD) menunjukkan dimana pati
mencapai suhu viskositas maksimum. Nilai final viscosity tertinggi dimiliki oleh
pati singkong ANN sebesar 6155 cP, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh pati
singkong MHT sebesar 3963 cP. Viskositas akhir mengindikasikan kemampuan
pati untuk membentuk gel setelah proses pemanasan dan pendinginan. Viskositas
akhir juga menunjukkan ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama
pengadukan. Nilai viskositas dapat dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan
amilopektin pada pati. Final viskosita merupakan parameter yang menunjukkan
kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4

atau pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama
pengadukan. Semakin lama fermentasi nilai final viskositas (FV) pasta semakin
meningkat.
Nilai breakdown tertinggi dimiliki oleh pati singkong alami sebesar 5172 cP
dan terendah dimiliki oleh pati singkong MHT sebesar 2470. Breakdown viscosity
merupakan nilai penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas puncak menuju
viskositas pasta panas (trough viscosity). Nilai breakdown yang tinggi selama
pemasakan menunjukkan bahwa bahwa granula pati yang seluruhnya telah
membengkak memiliki sifat yang rapuh dan tidak tahan terhadap pemanasan.
Breakdown mengindikasikan seberapa mudah struktur granula pati pecah atau
retak. Semakin lama waktu fermentasi maka nilai breakdown semakin menurun.
Breakdown merupakan faktor penting yang memiliki pengaruh pada aplikasi pari
dalam makanan. Ketika granula pati membengkak dan mengalami panas dan
geseran, pati mengalami fragmentasi dan menghasilkan pengurangan viskositas
yang menunjukkan pemecahan pati. Jika semakin tinggi kadar amilosa maka
viskositas breakdown akan semakin tinggi. Semakin rendah breakdown
viscosity, maka pati semakin stabil pada kondisi panas dan diberikan gaya
mekanis (Purwani et a.l, 2006). Oleh karena itu, pati singkong dengan modifikasi
MHT lebih stabil terhadap panas dibandingkan jenis pati singkong yang lain.
Nilai seatback tertinggi dimiliki oleh pati singkong MHT sebesar 1871 cP,
sedangkan nilai terendah dimiliki oleh pati singkong HMT sebesar 446 cP.
Seatback viskocity merupakan nilai kenaikan viskositas ketika pasta pati
didinginkan, hal ini menunjukkan kemampuan untuk meretrogradasi. Semakin
tinggi nilai seatback menunjukkan semakin tinggi kecenderungan untuk
membentuk gel (meningkatkan viskositas) lama pendinginan. Kenaikan viskositas
pati disebabkan oleh retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa
yang berdekatan melalui ikatan hidrogen intermolekuler (Swinkels, 1985).
Perbedaan nilai setback antar sampel terjadi karena adanya perbedaan kadar
amilosa. Semakin tinggi kadar amilosa pati maka viskositas setback akan semakin
tinggi, dengan jumlah nilai tersebut maka pati singkong MHT bisa dikatakan pati
dengan kadar amilosa yang tinggi. Kandungan amilosa yang cukup tinggi
memiliki kontribusi yang besar terhadap kecenderungan terjadinya retrogradasi
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4

pasta pati selama fase pendinginan. Setback merupakan indikator tekstur produk
akhir dan terkait dengan sineresis selama siklus beku-cair, setback juga
merupakan parameter yang dipakai untuk melihat kecenderungan retrogradasi
maupun sineresis dari suatu pasta. Hal ini menandakan bahwa Pati dengan tingkat
retrogradasi rendah mengindikasikan kemampuan untuk mempertahankan tekstur
selama penyimpanan.
Menurut Winarno (2004), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
proses gelatinisasi adalah pH, suhu, konsentrasi pati, penambahan senyawa lain,
ketersedaan air dan lama pemasakan atau pemanasan. Menurut literatur jumlah air
dan panas yang tidak mencukupi membuat pati hanya sebagian mengalami
gelatinisasi. Semakin kental suatu larutan maka proses pembengkakan suatu
granula pati akan semakin lambat.
Data-data yang didapat dari alat RVA memberikan hasil grafik seperti berikut
ini:

Pati Singkong
Viskositas (cP)

Alami
Suhu (°C)

Pati Singkong
HMT
Pati Singkong ANN

Pati Singkong
MHT

Waktu (s)

Gambar 5. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.2 Sifat Fungsional Pati Singkong


Sifat fungsional pati merupakan sifat fisiokimia yang mempengaruhi perilaku
komponen pati selama persiapan, pengolahan, dan komsumsi. Sifat fungsional
pati antara lain kelarutan dan swelling volume, dimana kedua sifat tersebut terjadi
akibat adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati. Swelling volume
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4

didefinisikan sebagai pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami


pati didalam air dan sifat ini dipengaruhi oleh amilopektin (Balagopan et. al.,
1988). Kelarutan dan swelling volume merupakan dua hal yang berkaitan dan
terjadi pada saat gelatinisasi. Menurut Hoover dan Hadziyev (1981), ketika
sejumlah pati dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih, struktur kristalinnya
menjadi terganggu sehingga menyebabkan kerusakan pada ikatan hidrogen
dan molekul hidrogen keluar dari grup hidroksil amilosa dan amilopektin. Hal
ini menyebabkan terjadinya peningkatan swelling. Pemanasan yang terus
berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat
dalam granula pati dan molekul pati yang larut air dengan mudah keluar dan
masuk ke dalam sistem larutan (Baah, 2009).
Prosdur yang dilakukan adalah pertama-tama, pati singkong sebanyak 0,35
gram dimasukkan kedalam tabung sentrifugasi dan ditambahkan akuades
sebanyak 12,5 mL. kemudian, divortex selama 30 detik untuk mencampur air dan
pati tersebut. lalu, dipanaskan dengan waterbath pada suhu 80oC selama 30 menit
agar terjadinya gelatinisasi dan kemudian didinginkan selama 1 menit agar
terbentuk ikatan antar polimer-polimer sehingga terbentuk struktur yang kuat dan
kaku. Setelah itu, disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit
untuk memisahkan padatan yang terlarut, lalu diambil supernatannya dan diamati
volume supernatan yang dihasilkan. Cawan kosong dan supernatan masing-
masing ditimbang, dan dilakukan pengeringan cawan yang berisi supernata pada
suhu 110oC selama 24 jam. Setelah kering, berat yang dihasilkan ditimbang
kembali dan diamati supernatan keringnya. Setelah itu, dilakukan perhitungan
besar swelling volume dan kelarutannya dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.

Berikut pembahasan hasil pengamatan sifat fungsional pati singkong yang


telah dilakukan.
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4

Tabel 6. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan Termodifikasi

Swelling Volume
Sampel Kelarutan (%)
(mL/g)
Pati Singkong Alami 14 2,34
Pati Singkong HMT 10 1,17
Pati Singkong ANN 12.86 8.6
Pati Singkong MHT 7.57 3.8
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa nilai swelling volume pati
singkong alami sebesar 14 ml/g. sedangkan bila dibandingkan dengan pati
singkong yang dimodifikasi, pati singkong HMT menurunkan nilai swelling
volume menjadi 10 ml/g, pati singkong annealing menurunkan nilai swelling
volume menjadi sebesar 12,86 ml/g, dan pati singkong MHT menurunkan nilai
swelling volume menjadi sebesar 7,57 ml/g. Nilai kelarutan pati singkong alami
sebesar 2,34%. Pati singkong modifikasi HMT menurukan angka kelarutan pati
menjadi sebesar 1,17%, sedangkan pati singkong modifikasi annealing dan MHT
menaikkan tingkat kelarutan pati secara berturut-turut menjadi 8,6% dan 3,8%.
Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan Kim (1996) yang menyatakan
bahwa swelling volume yang tinggi memiliki kelarutan pasta pati yang tinggi.
Penurunan tingkat kelarutan pada modifikasi HMT pada pati singkong disebabkan
karena terurainya double helix dalam susunan kristalin dalam granula, dan
meningkatnya interaksi rantai amilosa-amilopektin serta amilopektin-amilopektin
selama proses HMT berlangsung (Olayinka et. al., 2008). Selain itu,bmenurut
Zavareze dan Dias (2011), penurunan tingkat kelarutan seiring dengan perlakuan
HMT dikarenakan adanya penyusunan kembali granula pati yang menyebabkan
menguatnya ikatan intramolekular, terbentuknya gugus amilopektin yang lebih
teratur dan formasi amilosa-lipid yang kompleks.
Kelarutan menunjukkan karakteristik sifat kelarutan pati setelah dilakukan
pemanasan. Pada proses gelatinisasi, air yang ada dalam suspensi pati akan masuk
ke daerah amorphous yang terdiri dari molekul pati amilosa. Proses masuknya air
dalam granula pati ini menyebabkan granula menjadi membengkak sehingga
diameter granula pati bertambah besar. Pemanasan yang terus berlangsung akan
menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4

dan molekul pati yang terlarut air dengan mudah keluar masuk ke dalam sistem
larutan. Molekul pati yang larut dalam air panas (amilosa) akan ikut keluar
bersama air tersebut sehingga terjadi leaching amilosa (Chen et.al, 2003).
Besarnya jumlah komponen amilosa yang keluar ini akan mempengaruhi
viskositas pati. Semakin banyak komponen amilosa yang keluar, viskositas
semakin menurun, akan tetapi, metode modifikasi HMT menyebabkan
berkurangnya leaching amilosa sehingga kelarutan pati ubi jalar termodifikasi
secara HMT menjadi lebih rendah dari kelarutan pati ubi jalar alami.
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
• Pati singkong modifikasi dapat meningkatkan suhu gelatinisasi.
• Pati singkong alami memiliki nilai viskositas puncak sebesar 8000 cP, nilai
viskositas pasta panas sebesar 2828 cP, nilai viskositas pasta dingin sebesar
4011 cP, nilai viskositas breakdown sebear 5172 cP, dan nilai viskositas
seatback sebesar 1183 cP.
• Pati singkong modifikasi HMT memiliki nilai viskositas puncak sebesar 8000
cP, nilai viskositas pasta panas sebesar 4589 cP, nilai viskositas pasta dingin
sebesar 5035 cP, nilai viskositas breakdown sebear 3411 cP, dan nilai
viskositas seatback sebesar 446 cP.
• Pati singkong modifikasi Annealing memiliki nilai viskositas puncak sebesar
8000 cP, nilai viskositas pasta panas sebesar 5169 cP, nilai viskositas pasta
dingin sebesar 6155 cP, nilai viskositas breakdown sebear 2831 cP, dan nilai
viskositas seatback sebesar 986 cP.
• Pati singkong modifikasi MHT memiliki nilai viskositas puncak sebesar 4562
cP, nilai viskositas pasta panas sebesar 2092 cP, nilai viskositas pasta dingin
sebesar 3963 cP, nilai viskositas breakdown sebear 2470 cP, dan nilai
viskositas seatback sebesar 1871 cP.
• Pati singkong modifikasi menurunkan nilai swelling volume pati singkong
alami.
• Pati singkong HMT menurunkan tingkat kelarutan pati singkong alami,
sedangkan pati singkong annealing dan MHT menaikkan nilai kelarutan pati
singkong alami.

5.2 Saran
Tidak ada saran yang dapat diberikan, karena praktikum telah berjalan dengan
baik. Namun, hanya saja penggunaan alat dan setiap perlakuan dilakukan dengan
teliti dan hati-hati, agar diperoleh hasil yang akurat.
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4

DAFTAR PUSTAKA

Baah, D.F. 2009. Characterization of Water Yam (Dioscorea alata) for Existing
and Potensial Food Products. Faculty of Biosciences Kwame Nkrumah
University. Nigeria.

Balagopalan, C. G. Patmaja, S. K. Nanda & S. N. Moorthy. 1988. Cassava in


Food, Feed and Industry. CRC. Press, Inc., Boc Raton Florida.

Charles, A. L., Chang Y-H, Ko W-C, Sriroth K, Huang T-C. 2004. Some Physical
and Chemical Properties of Starch Isolates of Cassava Genotypes.
Starch/Starke 56, p: 413-418.

Chen, S. U. et al., 2003. Effects of cryopreservation on meiotic spindles of


oocytes and its dynamics after thawing: clinical implications in oocyte
freezing--a review article. Mol Cell Endocrinol, 202(1-2), pp. 101-7.

Hoover R., H. Manuel. 1996. The Effect of Heat-Moisture Treatment on


TheStructure and Physicochemical Properties of Normal Maize, Waxy
Maize,Dull Waxy Maize and Amylomaize v Starches. J of Cereal Sci,23:
153-162.

Kim, S.K. 1996. Instant Noodles. In : J.Kruger, R.Matsuo, J.Dick, editors. Paste
Products : Chemistry and Technology. 195-225. American Assosciation of
Cereal Chemist. St.Paul.Minn

Kusnandar, F. 2006. Modifikasi Pati dan Aplikasinya pada Industri Pangan.


didalam majalah Food Review Vol.1 No.3 April 2006.

Manuel, H. J. 1996. The Effect Of heat-moisture treatment on the structure and


physicochemical properties of legume starches. Thesis. Department of
Biochemistry, Memonal University of Newfoundland. Canada.

Olayinka, O. O., Adebowale, K. O., & Olu-Owolabi, B. I. 2008. Effect of


heat-moisture treatment on physicochemical properties of white sorghum
starch. Food Hydrocolloids, 22, 225–230.

Purwani E Y, Widyaningrum, Setiyanto H, Savitri E, Tahir R.


2006.TeknologiPengolahan Mi Sagu. Balai Besar Penelitian dan
PengembanganPasca Panen Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.

Singh, N., J. Singh, L. Kaur, N. S. Sodhi, dan B. S. Gill. 2003.


Morphological,thermal and rheological properties of starches from different
botanicalsource. Food Chemistry 81 : 219-231.

Swinkels J. J. M.. 1985. Sources of Starch, its Chemistry and Physics. In :


StarchConversion Technology. G. M. A.Van Beynum, A. Roels, (editor).
MarcelDekker. New York.
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4

Taggart, P. 2004. Starch as an Ingredients: Manufacture and Applications.


Didalam: Ann Charlotte Eliasson (ed). Starch in Food: Structure, Function,
and Application. CRC Press, Baco Raton. Florida.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Zavareze, E. R., and Dias, A. R. G. 2011. Impact Of Heat–Moisture Treatment


And Annealing In Starches: A review. Carbohydrate Polymers, 83, 317–328.

Zobel H. F. 1984. Gelatinization of Starch and Mechanical Properties of Starch


Pastes. In: R. L. Whistler, J. N. Bemiller, and E. F. Paschall. Starch:
Chemistry and Technology (pp. 285-309). Academic Press, Inc, Orlando.
Florida.
Nabila Nur Amalina
240210160024
Kelompok 4
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Pembuatan suatu produk pangan berbahan dasar pati, perlu memerhatikan
sifat pati yang akan digunakan terutama pada kemampuannya untuk membentuk
karakteristik produk akhir yang diinginkan. Perbedaan bentuk granula, tingkat
gelatinisasi, banyaknya amilosa dan amilopektin, adalah komponen yang
membuat perbedaan dari sifat fungsional macam-macam pati. Praktikum kali ini
dilakukan pengujian sifat fungsional dan sifat amilografi pati. Sifat fungsional
yang diamati meliputi swelling volume dan kelarutan pati, sedangkan sifat
amilografi yang diamati adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak,
viskositas pasta panas, viskositas pasta dingin, viskositas breakdown, dan
viskositas setback. Praktikum ini bertujuan untuk membandingkan sifat
fungsional dan amilografi dari pati singkong alami dengan pati singkong yang
telah dimodifikasi secara fisik melalui Heat Moisture Treatment (HMT),
Microwave Heat Treatment (MHT), dan Annealing.
5.1 Sifat Amilografi Pati
Sifat amilografi dapat didefinisikan sebagai pengukuran suatu viskositas
pati dengan konsentrasi tertentu selama perlakuan pemanasan dan pengadukan.
Pengujian sifat amilografi pada pati ini digunakan dengan alat Rapid Visco
Analyzer (RVA). RVA ini bekerja untuk memonitor perilaku gelatinisasi dan
profil pasta pati. RVA adalah suatu alat viskometer dimana menggunakan metode
pemanasan dan pendinginan sekaligus untuk mengukur resistansi sampel terhadap
penanganan dengan pengadukan terkontrol (Collado and Corke,1999). RVA
digunakan untuk memberikan simulasi proses pengolahan pangan dan untuk
mengetahui pengaruh proses tersebut terhadap karakteristik fungsional struktural
dari campuran pati-air (Rahmiati, et al, 2016).
Cara penggunaan RVA yaitu diawali dengan menyambungkan flashdisk
untuk menyimpan data hasil analisis berupa grafik. Canister yang telah berisi
sampel ditempatkan di RVA. Pilihan RUN STD dipilih dengan pengaturan suhu
50-90°C, lalu pada suhu 95°C dipertahankan selama 3 menit untuk mendapatkan
viskositas pasta panas. Setelah itu dilakukan pendinginan pada suhu 50°C dan
dipertahankan selama 2 menit untuk mendapatkan final viscosity pati.
Karakteristik pati yang terukur dari hasil pengukuran menggunakan RVA yaitu
Nabila Nur Amalina
240210160024

pasting temperature (PT), peak viscosity (PV), trough viscosity (TV), breakdown,
dan setback. Berikut data hasil pengamatan sifat amilografi pati singkong alami
dan pati singkong yang dimodifikasi secara fisik.
Tabel 7. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan Termodifikasi

Karakteristik Pasta Pati


Tgel
Sampel VP VPP VPD
(°C) VB (cP) VS (cP)
(cP) (cP) (cP)
Pati Singkong
66,75 8000 2828 4011 5172 1183
Alami
Pati Singkong
72,24 8000 4589 5035 3411 446
HMT
Pati Singkong
73,05 8000 5169 6155 2831 986
ANN
Pati Singkong
79,91 4562 2092 3963 2470 1871
MHT
Keterangan: Tgel = suhu gelatinisasi; VP = viskositas puncak (peak viscosity);
VPP = viskositas pasta panas (hold viscosity); VPD = viskositas pasta dingin
(final viscosity); VB = viskositas breakdown; VS = viskositas setback
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

9000 120
8000
100
7000
Pati Singkong Alami
Viskositas (cP)

6000 80
Suhu (°C)

Pati Singkong HMT


5000
60 Pati Singkong ANN
4000
3000 40 Pati Singkong MHT

2000 Suhu
20
1000
0 0
-20 180 380 580 780
Waktu (s)

Gambar 6. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan Termodifikasi

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


Berdasarkan data hasil analisis yang ditunjukkan oleh RVA, dapat
diketahui bahwa profil amilografi pati singkong termodifikasi dan pati singkong
alami memiliki hasil yang berbeda. Hasil analisis suhu awal gelatinisasi
menunjukkan pati singkong alami memiliki suhu yang paling rendah
dibandingkan dengan pati termodifikasi. Pati termodifikasi dengan suhu
Nabila Nur Amalina
240210160024

gelatinisasi tertinggi hingga terendah adalah MHT, ANN, dan HMT. Pati
modifikasi MHT memiliki suhu gelatinisasi paling tinggi dapat disebabkan oleh
proses modifikasi MHT menghasilkan interaksi antara rantai polimer amilosa dan
amilopektin pada granula. Interaksi ini dapat meningkatkan stabilitas ikatan antar
molekul dalam granula sehingga dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk
memutuskan ikatan tersebut (Zavareze dan Dias, 2011). Pati modifikasi annealing
memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dari pati alami karena modifikasi
annealing menyebabkan transformasi amorf amilosa menjadi bentuk heliks,
peningkatan interaksi antar rantai amilosa dan perubahan dalam interaksi antar
kristalin dan matriks amorf selama annealing (Singh H dan Singh, 2011).
Modifikasi annealing dapat membuat pati lebih resisten pada saat gelatinisasi
(Marta, et al, 2016). Pati modifikasi HMT juga memiliki suhu awal gelatinisasi
lebih tinggi dari pati alami disebabkan karena proses modifikasi HMT
menyebabkan rekristalisasi komponen granula pati. Proses ini menyebabkan
adanya interaksi molekular pada daerah kristalin dan amorf yang membentuk
struktur yang kuat dengan ikatan hidrogen, dan mendorong interaksi antara rantai
polimer amilosa dan amilopektin pada struktur granula yang menghasilkan
struktur yang lebih kompak. Pati menjadi lebih tahan terhadap panas dan
membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menggelatinisasi (Sunyoto, et al,
2016).
Pati singkong alami, HMT, dan ANN memiliki viskositas puncak yang
sama yaitu 8000 cP sedangkan pati singkong MHT memiliki viskositas puncak
lebih rendah dibandingkan ketiga pati tersebut. Hal ini menunjukkan pati
singkong modifikasi MHT mengalami penurunan kemampuan untuk
mengembang selama pemanasan. Penurunan kemampuan ini dapat disebabkan
karena interaksi rantai amilosa-amilosa dengan rantai amilosa-amilopektin yang
terjadi selama proses modifikasi sehingga ikatan antar molekul menjadi lebih
rapat dan lebih sulit untuk berpenetrasi ke dalam granula. Penurunan viskositas
juga disebabkan oleh meningkatkan ikatan hidrogen karena terbentuknya
kompleks amilosa dengan lemak (Marta, et al, 2016). Menurut Sunyoto, et al
(2016), viskositas pati modifikasi HMT mengalami peningkatan dan penurunan
seiring dengan peningkatan suhu dan lama waktu HMT. Viskositas puncak
Nabila Nur Amalina
240210160024

mengalami peningkatan tetapi semakin lama proses HMT mengakibatkan adanya


interaksi antara daerah amorf dan kristalin. Interaksi ini menyebabkan
peningkatan kekompakan molekul pati sehingga terjadi penurunan penetrasi air
dan terbatasnya pembengkakan granula pati yang menyebabkan viskositas puncak
menurun.
Hasil analisis RVA pada pati modifikasi memiliki viskositas pasta panas
lebih tinggi dibandingkan dengan pati alami. Pati singkong annealing memiliki
nilai viskositas pasta panas paling tinggi. Dari nilai viskositas pasta panas ini
dapat diketahui viskositas breakdown. Viskositas breakdown adalah selisih dari
viskositas pasta panas dengan viskositas puncak. Hasil menunjukkan pati
modifikasi memiliki pasta yang lebih stabil dibanding pati alami. Kestabilan ini
dapat ditunjukkan oleh viskositas breakdown pati HMT, ANN, dan MHT lebih
rendah dibandingkan pati alami. Semakin kecil nilai viskositas breakdown
menunjukkan semakin stabil pati tersebut terhadap proses pemanasan dan
pengadukan. Rendahnya viskositas breakdown disebabkan oleh meningkatnya
keteraturan matriks kristalin dan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang
menurunkan kapasitas pembengkakan granula dan memperbaiki stabilitas pasta
selama pemansan. Tingginya nilai viskositas breakdown tidak diharapkan terjadi
selama proses pengolahan karena adanya kekentalan yang tidak merata dan
menyebabkan pasta pati menjadi sangat lengket ketika diaduk (Sunyoto, et al,
2016).
Pati yang dimodifikasi dengan HMT dan ANN memiliki viskositas dingin
atau final viscosity lebih tinggi dibandingkan pati alami. Pati singkong modifikasi
MHT memiliki final viscosity yang lebih rendah dibanding pati alami. Viskositas
dingin menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel
setelah proses pemanasan dan pendingingan serta ketahanan pasta terhadap haya
geser yang terjadi selama pengadukan. Viskositas dingin berbanding lurus dengan
tingginya kandungan amilosa yang dimiliki pati (Rahmiati, et al, 2016). Pati yang
dimodifikasi dengan MHT memiliki viskositas setback yang lebih tinggi
dibanding pati alami sedangkan pati HMT dan ANN memiliki viskotitas setback
yang lebih rendah dibanding pati alami. Viskositas setback merupakan suatu
parameter yang dipakai untuk melihat kecenderungan retrogradasi dan sinersis
Nabila Nur Amalina
240210160024

suatu pasta pati. Retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah
mengalami gelatinisasi, sedangkan sineresis adalah keluarnya cairan dari suatu gel
pati. Tingginya nilai viskositas setback menunjukkan pati cenderung lebih mudah
mengalami retrogradasi, sehingga semakin cenderung membentuk gel selama
pendinginan. Viskositas setback diperoleh dari selisih antara viskositas pasta
dingin. Semakin tinggi nilai setback maka semakin tinggi pula kecenderungan
untuk membentuk gel selama pendinginan (Rahmiati, et al, 2016).
Tipe gelatinisasi pati dapat digolongkan menjadi empat tipe yaitu A, B, C,
dan D berdasarkan profil yang terbentuknya. Tipe A memiliki ciri kemampuan
pengembangan yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas puncak.
namun akan mengalami penurunan viskositas yang tajam selama pemanasan. Tipe
B memiliki kemampuan pengembangan sedang yang ditunjukkan dengan lebih
rendahnya viskositas puncak dan viskositas mengalami penurunan yang tidak
terlalu tajam selama pemanasan. Tipe C memiliki kemampuan pengembangan
terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas puncak dan viskositas
mengalami penurunan bahkan dapat meningkat selama pemanasan. Tipe D
cenderung tidak memiliki kemampuan untuk mengembang sehingga tidak dapat
membentuk pasta apabila dipanaskan (Rahmiati, et al, 2016).
Grafik karakteristik pasta pati menunjukkan pati singkong alami memiliki
tipe gelatinisasi tipe A yaitu memiliki kemampuan pengembangan yang tinggi
ditunjukkan viskositas puncak sebesar 8000 cP namun ada penurunan viskositas
yang tajam diketahui dari hold viscosity sebesar 2828 cP. Pati singkong
modifikasi HMT dan ANN memiliki tipe gelatinisasi B karena memiliki
kemampuan pengembangan yang sedang dan penurunan yang tidak terlalu tajam
diketahui dari hold viscosity pati HMT 4589 cP dan pati ANN 5169 cP. Pati
singkong modifikasi MHT memiliki tipe gelatinisasi C karena memiliki
kemampuan pengembangan yang terbatas diketahui dari peak viscosity sebesar
4562 cP dan tidak dapat membentuk pasa apabila dipanaskan (Rahmiati, et al,
2016).
5.2 Sifat Fungsional Pati
Sifat fisiko-kimia atau sering disebut sebagai sifat fungsional pati adalah
sifat yang memengaruhi komponen pati selama persiapan, pengolahan,
Nabila Nur Amalina
240210160024

penyimpanan, dan konsumsi. Sifat fungsional pati yang diamati pada praktikum
kali ini adalah swelling volume dan kelarutan. Kenaikan volume dan berat
maksimum pati selama pengembangan di dalam air merupakan definisi dari
swelling volume, sedangkan kelarutan adalah suatu kemampuan bahan untuk larut
dalam air (Hidayat et al, 2009). Berikut merupakan data hasil pengamatan sifat
fungsional pati singkong alami dan pati singkong modifikasi dengan HMT, MHT
dan ANN.
Tabel 8. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan Termodifikasi

Sampel Swelling Volume (mL/g) Kelarutan (%)


Pati Singkong Alami 14 2,34
Pati Singkong HMT 10 1,17
Pati Singkong ANN 12.86 8.6
Pati Singkong MHT 7.57 3.8
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan hasil pengamatan, pati singkong modifikasi memiliki
swelling volume yang lebih rendah dibandingkan pati singkong alami. Pati
modifikasi memiliki swelling volume yang lebih rendah karena perlakuan
pemanasan menyebabkan pengaturan kembali molekul pati yang mengakibatkan
menurunnya kapasitas pengembangan granula pati. Peningkatan interaksi amilosa-
amilopektin, ikatan intramolekular yang menguat, terbentuknya formasi amilosa-
lipid yang kompleks, dan terjadi perubahan susunan kristalin pada pati
menyebabkan penurunan swelling volume pati. Faktor yang mempengaruhi
swelling volume pati adalah suhu dan waktu pemanasan. Semakin lamanya waktu
pemanasan, maka semakin banyak terjadi peningkatan interaksi ikatan molekular
pada pati yang disebabkan karena molekul pati kehilangan formasi double helix
sehingga swelling volume menjadi terbatas. Semakin tinggi suhu pemanasan,
maka semakin banyak terbentuk kristalin baru yang dapat meningkatkan stabilitas
granula dan mengurangi kemampuan pembengkakan granula.
Suhu mempengaruhi perubahan kristalin dan memberikan perubahan pada
kapasitas pembengkakan pati. HMT tidak hanya mengubah daerah kristalin tetapi
juga mengubah daerah amorf. Seiring meningkatnya suhu, maka semakin banyak
terbentuk amilosa-lipid yang kompleks sehingga menurunkan kapasitas
pembengkakan pati (Sunyoto, et al, 2016). Swelling volume pati perlu diketahui
untuk memperkirakan ukuran wadah yang akan digunakan dalam proses
Nabila Nur Amalina
240210160024

pengolahan sehingga ketika pati mengalami pengembangan maka wadah yang


digunakan mampu menampung pati. semakin besar kemampuan swelling volume
pati menunjukkan semakin banyak air yang diserap selama pemasakan dan
semakin tingginya kadar amilosa pada pati (Murillo et al, 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan, kelarutan pati singkong modifikasi HMT
lebih rendah dari pati alami sedangkan pati modifikasi MHT dan ANN lebih
tinggi dibanding pati alami. Penurunan kelarutan pati modifikasi HMT disebabkan
karena terurainya rantai double helix dalam susunan kristalin dalam granula, serta
meningkatnya interaksi rantai amilosa-amilosa dan amilopektin-amilopektin
selama proses HMT. Penurunan kelarutan seiring dengan perlakuan HMT
dikarenakan adanya penyusunan kembali granula pati yang menyebabkan
menguatnya ikatan intramolekular, terbentuknya gugus amilopektin yang lebih
teratur dan formasi amilosa-lipid yang kompleks. Menurut Sunyoto, et al., (2016),
granula pati yang lebih kuat dan stabil dihasilkan dari nilai kelarutan yang rendah,
sehingga menghambat amilosa keluar dari granula pati pada saat pemanasan.
Kelarutan pati ini adalah hasil dari amilosa leaching yang berdifusi keluar dari
granula pati saat membengkak.
Nabila Nur Amalina
240210160024

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan praktium ini dapat
disimpulkan bahwa:
• Pati singkong alami memiliki sifat amilografi yang berbeda dengan pati
singkong modifikasi. Perbedaannya terletak pada suhu awal gelatinisasi
pati alami yang lebih rendah dibandingkan dengan pati termodifikasi,
viskositas puncak, viskositas breakdown, final viscosity, dan setback.
• Viskositas puncak yang sama yaitu 8000 cP dimiliki oleh pati singkong
alami, HMT, dan ANN, sedangkan pati singkong MHT memiliki
viskositas puncak lebih rendah dibandingkan ketiga pati tersebut.
• Pati modifikasi HMT, ANN, dan MHT lebih stabil dibandingkan pati
alami terhadap pemanasan dan pengadukan ditunjukkan dengan nilai
viskositas breakdown yang lebih rendah.
• Pati singkong modifikasi MHT memiliki final viscosity yang lebih rendah
dibanding pati alami. Viskositas dingin pati modifikasi HMT dan ANN
lebih tinggi dibandingkan pati alami.
• Pati modifikasi MHT memiliki viskositas setback yang lebih tinggi
dibanding pati alami, sedangkan pati HMT dan ANN memiliki viskotitas
setback yang lebih rendah dibanding pati alami.
• Tipe gelatinisasi pati singkong alami yaitu termasuk tipe A, pati
modifikasi HMT dan ANN memiliki tipe gelatinisasi B, dan pati
modifikasi MHT memiliki tipe gelatinisasi C.
• Pati singkong modifikasi memiliki swelling volume yang lebih rendah
dibandingkan pati singkong alami dan kelarutan pati singkong modifikasi
HMT lebih rendah dari pati alami sedangkan pati modifikasi MHT dan
ANN lebih tinggi dibanding pati alami.

6.2 Saran
Saran yang pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih teliti dan
rapi dalam praktikum dan sebelum dilakukan praktikum, praktikan perlu
memahami prinsip kerjanya terlebih dahulu agar proses praktikum berjalan lancar.
Nabila Nur Amalina
240210160024

DAFTAR PUSTAKA

Collado L S, Corke H. 1999. Heat Moisture Treatment Effects on Sweetpotato


Starches Differeng in Amylose Content.J Food Chemistry. 65:339- 346.

Hidayat, B., Kalsum, N., dan Surfiana. 2009. Karakteristik Tepung Ubi Kayu
Mofidikasi yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatiniasasi Parsial.
Jurna Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 14. No.2.

Marta, et al. 2016. Sifat Fungsional dan Amilografi Pati Millet Putih (Pennlsetum
glaucum) Termodifikasi secara Heat Moisture Treatment dan Annealing.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 5:3(76-84). Universitas
Padjadjaran. Bandung.

Murillo C. E. C., Wang, Y. J., dan Perez, L. A. B. 2008. Morphological,


Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and
Corn Starches. Starch/Starke Vol. 60:634-645.

Rahmiati, et al. 2016. Sifat Fisikokimia Tepung dari 10 Genotipe Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz) Hasil Pemuliaan. Jurnal AGRITECH Vol.
46:4(459-466). Institut Pertanian Bogor. Bogor

Singh H, Chang Y, Lin J, Singh N, dan Singh N. 2011. Influence Of Heat-


Moisture Treatment And Annealing On Functional Properties Of Sorghum
Starch. Food Research International 44: 2949-2954

Sunyoto, et al. 2016. Kajian Sifat Fungsional Dan Amilografi Pati Ubi Jalar
(Ipomoea batatas L.) Dengan Perlakuan Suhu dan Lama Waktu Heat
Moisture Treatment Sebagai Bahan Sediaan Pangan Darurat. Seminar
Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Denpasar.

Zavareze, E. R., dan Dias, A. R. G. 2011. Impact of Heat Moisture Treatment and
Annealing in Starches: A Review. Carbohydrate Polymers 83:317-328.

Anda mungkin juga menyukai