Kelompok 4:
Beauty Azhary 240210160019
Syifa Tsalitsu Muttaharoh 240210160020
Sarah Az Zahra 240210160021
Vika Aulia R 240210160022
Fitri Izzatunisa 240210160023
Nabila N Amalina 240210160024
UNIVERSITAS PADJAJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2018
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pati merupakan sumber utama penghasil energi dari pangan yang dikonsumsi
manusia. Sumber pati dapat berasal dari tanaman sereal, lugume, umbi-umbian,
serta beberapa dari tanaman palm seperti sagu. Pemanfaatan pati masih sangat
terbatas kerena sifat fisik dan kimianya kurang sesuai untuk digunakan secara
komersial.
Pati yang sering digunakan dalam industri makanan terdapat dua macam yaitu
pati alami (native starch) dan pati termodifikasi. Pati dalam bentuk alami (native
starch) adalah pati yang belum mengalami perubahan sifat fisik dan kimia atau
diolah secara kimia-fisika. Pati ini banyak digunakan sebagai bahan pengisi
(filler) dan pengikat (binder) pada industri farmasi dan industri makanan,
walaupun demikian pati ini mempunyai keterbatasan. Pati alami menyebabkan
beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah,
dan ketahanan pasta yang rendah. Untuk memperbaiki dan mensiasati
keterbatasan tersebut, maka dilakukan modifikasi pati baik secara fisik maupun
secara kimia. Pati dapat dimodifikasi melalui cara hidrolisis, oksidasi, cross-
linking dan subtitusi.
Kandungan pati yang cukup tinggi pada ubi jalar, yaitu 20-30% (Siregar,
2014) membuat ubi jalar dapat diolah menjadi produk setengah jadi yaitu
tepung pati yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan berbagai macam
produk. Hingga kini pati ubi jalar alami belum dimanfaatkan secara optimal,
padahal pati memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan secara
luas. Salah satu penyebab kurang optimalnya pemanfaatan ubi jalar adalah pati
ubi jalar alami memiliki beberapa sifat fungsional dan amilografi yang kurang
baik, seperti pembengkakan yang besar, gel yang dihasilkan tidak padat
(Pranoto et.al, 2014) dan tidak stabil terhadap suhu tinggi, asam, dan proses
mekanis (Syamsir, et.al, 2012). Hal ini menyebabkan pemanfaatan pati ubi
jalar alami menjadi terbatas untuk produk pangan. Pati dapat digunakan sebagai
bahan baku maupun bahan tambahan seperti pengental (thickening agent),
pembentuk gel (gelling agent), pembentuk film (filming agent), dan penstabil
(stabilizing agent) (Kusnandar, 2010).
Sifat fungsional dan amilografi pati yang kurang baik dapat diatasi dengan
teknik modifikasi pati. Pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan
tertentu yang bertujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik dari sifat
sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya (Koswara, 2009).
Modifikasi pati terbagi menjadi tiga, yaitu modifikasi secara fisik, kimia, dan
enzimatis. Modifikasi pati secara fisik lebih sering digunakan karena bersifat
lebih aman dibandingkan dengan modifikasi secara kimia dan dapat
meningkatkan sifat fungsional dari patinya (Pranoto, et.al, 2014). Oleh karena
itu, teknik modifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah modifikasi
secara fisik, yaitu dengan menggunakan metode Heat Moisture Treatment
(HMT), Microwave Heat Treatment (MHT), dan Anneling.
Sifat fungsional merupakan sifat fisikokimia yang memperngaruhi perilaku
komponen tersebut selama persiapan, pengolahan, penyimpanan dan konsumsi.
Ada beberapa sifat fungsional seperti swelling volume (kemampuan
mengembang), kelarutan, kapasitas penyerapan air, dan derajat putih. Sifat
amilografi berkaitan pengukuran viskositas pati dengan kosentrasi tertentu selama
pemanasan dan pengadukan. Sifat amilografi tepung dapat di analisis
menggunakan alat Rapid Vosco Analyzer (RVA). Beberapa sifat adonan yang
dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran menggunakan RVA antara lain suhu
awal gelatinisasi atau pasting temperature (PT), yaitu suhu pada saat kurva mulai
naik atau awal terbentuknya viskositas yang menandakan pati mulai menyerap air.
Viskositas puncak atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak
gelatinisasi atau menunjukkan pati tergelatinisasi.
Oleh karena itu, perlulah untuk mengetahui sifat fungsional dan sifat
amilografi pati modifikasi berdasarkan tingkat karakteristik yang paling baik pada
pati singkong alami yang dibandingkan dengan pati singkong modifikasi fisik
yang berbeda.
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka tujuan praktikum kali ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sifat fungsional dari pati singkong baik alami maupun
modifikasi.
2. Mengetahui sifat amilografi dari pati singkong baik alami maupun
modifikasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Amilografi
Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas pati dengan
konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Sifat amilografi da
pat dianalisis menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA) (Singh et al. 2003).
RVA adalah viskometer yang dilengkapi dengan sistem pemanas dan
pendingin untuk mengukur resistensi sampel pada pengadukan terkontrol (Collado
and Corke,1999).
Beberapa sifat adonan yang dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran
menggunakan RVA antara lain suhu awal gelatinisasi atau pasting
temperature (PT), yaitu suhu pada saat kurva mulai naik atau awal terbentuknya
viskositas yang menandakan pati mulai menyerap air. Viskositas puncak
atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak gelatinisasi atau
menunjukkan pati tergelatinisasi. Viskositas pasta panas atau trough
viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 95°C.
Perubahan viskositas selama pemanasan atau breakdown, yaitu selisih
antara PV dengan TV atau menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas.
Viskositas pasta dingin atau final viscosity (FV) yaitu viskositas pada saat suhu
dipertahankan 50°C. Perubahan viskositas selama pendinginan
atau setback, yaitu selisih antara FV dengan TV atau menunjukkan kem
ampuan untuk meretrogradasi.
Suhu gelatinisasi atau suhu pembentukan pasta adalah suhu pada saat
mulai terjadi kenaikan viskositas suspensi pati bila dipanaskan. Suhu tersebut
dinamakan suhu awal gelatinisasi (SAG). Apabila suhu terus meningkat,
akan terjadi peningkatan gelatinisasi maksimum. Peristiwa gelatinisasi terjadi
karena adanya pemutusan ikatan hidrogen sehingga air masuk ke dalam granula
pati dan mengakibatkan pengembangan granula. Suhu awal gelatinisasi
merupakan suhu dimana granula pati mulai menyerap air atau dapat terlihat
dengan mulai meningkatnya viskositas.
Viskositas maksimum merupakan viskositas pasta yang dihasilkan selama
pemanasan. Peningkatan penggelembungan granula oleh pengaruh panas akan
meningkatkan viskositas pasta suspensi pati sampai mencapai tingkat
pengembangan maksimum atau viskositas maksimum yaitu viskositas puncak
pada saat terjadi gelatinisasi sempurna. Makin besar kemampuan mengembang
granula pati maka viskositas pasta makin tinggi dan akhirnya akan menurun
kembali setelah pecahnya granula pati (Deetae et al., 2008). Suspensi pati bila
dipanaskan, granula-granula akan menggelembung karena
menyerap air dan selanjutnya mengalami gelatinisasi dan mengakibatkan
terbentuknya pasta yang ditandai dengan kenaikan viskositas pasta. Kenaikan
viskositas ini disebabkan oleh terjadinya penggelembungan granula pati
khususnya amilosa. Proses ini berlanjut terus hingga viskositas puncak pasta
tercapai, kemudian viskositas menurun akibat gaya ikatan antara granula-granula
pati yang telah mengembang dan tergelatinisasi menjadi berkurang oleh
pemanasan yang tinggi dan pengadukan yang keras. Selain itu struktur granula
pati juga pecah sehingga menyebabkan penurunan viskositas pasta serta
stabilitas viskositas pasta rendah (Deetae et al., 2008).
Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan
dalam RVA dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi rapuh,
pecah dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya
menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Penurunan tersebut terjadi pada
pemanasan suhu suspensi 95˚C yang dipertahankan selama 10 menit.
Breakdown atau penurunan viskositas selama pemanasan menunjukkan kestabilan
pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta yang
terbentuk akan semakin stabil terhadap pana. Breakdown viscosity merupakan
ukuran kemudahan pati yang dimasak untuk mengalami disintegrasi.
Besarnya breakdown viscosity menunjukkan bahwa granula-granula tepung yang
telah membengkak secara keseluruhan bersifat rapuh dan tidak tahan terhadap
proses pemanasan. Semakin rendah breakdown viscosity maka pati semakin stabil
pada kondisi panas dan diberikan gaya mekanis (shear). Nilai kenaikan viskositas
ketika pasta pati didinginkan disebut setback viscosity.
Nilai setback viscosity diperoleh dengan menghitung selisih antara
viskositas pasta pati pada suhu 50˚C dengan viskositas maksimum yang telah
dicapai pada saat pemanasan (Bamforth et al, 2005).
2.2 Sifat Fungsional Pati
3.2 Bahan
• Aquadest
• Pati Singkong Alami
• Pati Singkong Annealing
• Pati Singkong HMT
• Pati Singkong MHT
IV. PROSEDUR
4.1 Swelling Volume dan Kelarutan
1. Sampel disiapkan sebanyak 0,35 gram
2. Sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambahkan 12,5
ml akuades kemudian diamati volume total
3. Sampel divortex selama 30 detik, kemudian dilakukan pemanasan
dengan waterbath pada suhu 80°C selama 30 menit
4. Dilakukan pendinginan selama 1 menit, lalu disentrifugasi pada
kecepatan 3500 rpm selama 30 menit
5. Supernatan diambil dan diamati volume supernatan
6. Cawan kosong ditimbang dan cawan berisi supernatan ditimbang
7. Cawan dikeringkan pada suhu 110°C selama 24 jam, lalu ditimbang
kembali dan diamati
4.2 RVA
1. Sampel disiapkan sebanyak 3,5 gram
2. Sampel ditambahkan akuades sebanyak 25 ml dan dicampurkan
3. RVA dinyalakan, dan flashdisk dimasukkan ke RVA untuk
menyimpan data hasil analisis
4. Canister yang telah berisi sampel ditempatkan di RVA dan dipilih
RUN STD pada suhu 50-95°C dengan v: ± 13°C/menit
5. Ketika suhu mencapai 95°C dipertahankan selama 3 menit
6. Dilakukan pendinginan pada suhu 50°C dengan v: ± 13°C/menit
7. Suhu dipertahankan pada 50°C selama 2 menit
8. Diamati data-data sifat amilografi yang teranalisis
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4
Sifat fungsional yang dianalisis pada praktikum ini adalah swelling volume
dan kelarutan pati singkong. Identifikasi Swelling volume dilakukan untuk
mengetahui kemampuan pati untuk mengembang. Pemanasan yang terus
berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat
dalam granula pati dan molekul pati yang larut air dengan mudah keluar dan
masuk ke dalam sistem larutan (Baah, 2009). Endapan akan terhitung sebagai
swelling volume dan sisanya terhitung sebagai kelarutan.
Pengujian dilakukan dengan menambahkan pati singkong sebanyak 0.35 g
dan akuades sebanyak 12,5 ke dalam tabung sentrifugasi. Kemudian di vortex
selama 30 menit yang bertujuan untuk mencampurkan pati singkong dengan air
hingga merata. Kemudian dilanjutkan dengan pemanasan menggunakan
waterbath pada suhu 80°C selama 30 menit yang bertujuan agar pati singkong
mengalami pembengkakan dan gelatinisasi. Menurut Jacguier., et al (2006),
granula mulai membengkak pada saat menjelang suhu gelatinisasi dan
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4
Hidrolisis parsial menghasilkan fraksi pati dengan berat molekul rendah sehingga
kemampuan mengembangnya terbatas.
Penurunan tingkat kelarutan pati modifikasi HMT disebabkan karena
imbibisi air selama modifikasi HMT menyebabkan adanya pengaturan kembali
molekul amilosa dan amilopektin dalam granula pati yang berdampak pada
terjadinya perubahan sifat fisikokimia pati (Herawati et al. 2010), termasuk
turunnya indeks kelarutan dalam air pati ganyong hasil modifikasi HMT. Menurut
Zavareze dan Dias (2011) penurunan solubility seiring dengan perlakuan HMT
dikarenakan adanya penyusunan kembali granula pati yang menyebabkan
menguatnya ikatan intramolekular, terbentuknya gugus amilopektin yang lebih
teratur dan formasi amilosa-lipid yang kompleks.
Berdasarkan tabel diatas, modifikasi Annealing menurunkan nilai swelling
volume dan kelarutan pati singkong alami. Meningkatnya swelling volume ini
diduga karena hidrokoloid dapat memerangkap dengan erat granula-granula pati
yang tergelatinisasi dan memungkinkan meningkatnya gaya dari granula pati
tersebut untuk mendorong penyerapan air sehingga pembengkakan pati dari
granula menjadi meningkat (Mandala, 2003).
Berdasarkan tabel diatas, modifikasi MHT menurunkan swelling volume
dan meningkatkan kelarutan pati singkong alami. Peningkatan swelling volume
dikarenakan perlakuan panas akan menyebabkan pengaturan kembali molekul pati
yang menyebabkan menurunnya kapasitas pengembangan granula pati (Hormdok
dan Noomhorm, 2007). Kelarutan yang menurun diduga dikarenakan jaringan gel
3 dimensi yang terbentuk, sehingga dapat menghambat sineresis, maka kelarutan
akan semakin menurun (Romadhoni, 2015).
5.2 Karakteristik Amilografi Pati
Sifat amilografi pati dapat dianalisis dengan alat Rapid Viscosity Analyzer
(RVA). RVA merupakan viskometer yang dilengkapi dengan sistem pemanas dan
sistem pendingin untuk mengukur resistensi sampel pada pengadukan terkontrol
(Collado and Corke,1999). Beberapa sifat pati yang dapat dilihat dari kurva hasil
pengukuran menggunakan RVA antara lain suhu awal gelatinisasi atau pasting
temperature (PT), viskositas puncak atau peak viscosity (PV), viskositas pasta
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4
panas atau trough viscosity (TV). Berikut adalah hasil pengamatan sifat amilografi
pati yang terdapat pada tabel 2.
10000 120
8000 100
Viskositas (cP)
Pati Singkong
Suhu (°C)
80 Alami
6000
Pati Singkong
60
HMT
4000 Pati Singkong
40
ANN
2000 20
0 0
-20 180 380 580 780
Gambar 1. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Viskositas pasta panas pati pada grafik diliat ketika mencapai suhu 95°C
yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 95°C Modifikasi HMT dan
Annealing dapat meningkatkan viskositas pasta panas pati singkong alami.
Sedangkan modifikasi MHT menurunkan viskositas pasta panas pati singkong
alami. Sama seperti viskositas pasta panas, modifikasi HMT dan Annealing juga
meningkatkan viskositas pasta dingin pati singkong alami. Sedangkan modifikasi
MHT menurunkan viskositas pasta dingin pati singkong alami. Viskositas pasta
dingin pada grafik dilihat saat mencapai suhu 50°C. Viskositas pasta dingin atau
final viscosity (FV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 50°C. Menurut
Lase et al. (2013), modifikasi HMT meningkatkan viskositas, suhu gelatinisasi,
dan viskositas balik, tetapi menurunkan viskositas dingin pati singkong alami.
Perubahan viskositas selama pemanasan atau breakdown, yaitu selisih
antara PV dengan TV atau menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas.
Modifikasi MHT, Annealing, dan MHT menurunkan viskositas breakdown pati
singkong alami. Breakdown mengindikasikan seberapa mudah struktur granula
pati pecah atau retak (Varavinit et al., 2003). Menurut Eliasson (2004) breakdown
merupakan faktor penting yang memiliki pengaruh pada aplikasi pati dalam
makanan. Ketika granula pati membengkak dan mengalami panas dan geseran,
pati mengalami fragmentasi dan menghasilkan pengurangan viskositas yang
menunjukkan pemecahan pati. Semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas
breakdown akan semakin tinggi (Bamforth, 2005). Breakdown tinggi tidak
diinginkan karena menyebabkan viskositas merata dan juga menghasilkan sifat
kohesif pada pasta pati.
Perubahan viskositas selama pendinginan atau setback, yaitu selisih
antara FV dengan TV atau menunjukkan kemampuan untuk meretrogradasi.
Modifikasi HMT dan Annealing menurunkan viskositas setback, sedangkan
modifikasi MHT meningkatkan viskositas setback pati singkong alami. Faktor
lain yang berhubungan dengan viskositas adalah setback yang dikaitkan dengan
retrogradasi pati. Kandungan amilosa yang cukup tinggi memiliki kontribusi yang
besar terhadap kecenderungan terjadinya retrogradasi pasta pati selama fase
pendinginan menurut (Lehmann et al., 2003). Viskositas setback pasta
menunjukkan kecenderungan retrogradasi yang terjadi pada molekul amilosa
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4
karena amilosa lebih mudah terpapar oleh air dan mudah mengalami rekristalisasi
dibandingkan amilopektin. Bamforth et al. (2005) melaporkan bahwa semakin
tinggi kadar amilosa maka viskositas setback akan semakin tinggi. Menurut
Eliasson (2004) nilai retrogradasi juga dipengaruhi adanya kompenen minor
(lemak, protein, abu, dan serat). Setback merupakan indikator tekstur produk akhir
dan terkait dengan sineresis selama siklus beku-cair (Batey, 2007). Setback
merupakan parameter yang dipakai untuk melihat kecenderungan retrogradasi
maupun sineresis dari suatu pasta (Budijanto dan Yuliyanti, 2012).
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Baah, D.F. 2009. Characterization of Water Yam (Dioscorea alata) for Existing
and Potensial Food Products. Faculty of Biosciences Kwame Nkrumah
University. Nigeria
Budijanto, S., Dan Yuliyanti. 2012. Studi Persiapan Tepung Sorgum (Sorghum
Bicolor L. Moench) Dan Aplikasinya Pada Pembuaan Beras Analog.
Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (3): 177-186.
Copeland, L., Blazek, J., Salman, H., Dan Tang, M. C. 2009. Form And
Functionality Of Starch. Food Hydrocolloids, 23: 1527-1534.
Herawati, D., Kusnandar, F., Sugiyono, Thahir, R., Dan Purwani, E.Y. 2010. Pati
Sagu Termodifikasi HMT (Heat Moisture-Treatment) Untuk Peningkatan
Kualitas Bihun Sagu. J. Pascapanen 7(1):7‒15.
Lase, V.A.; Julianti, E.; Dan Lubis, L.M. 2013. Bihon Type Noodles From Heat
Moisture Treated Starch Of Four Varieties Of Sweet Potato. J.Teknol. Dan
Industri Pangan. 24(1):89‒96.
Mandala, I.G., & Bayas, E. 2003. Xanthan Effect On Swelling, Solubility And
Viscosity Of Wheat Starch Dispersions. Food Hydrocolloids, V.18, N.2,
P.191-201. Dalam Budi, Y.P Dan Harijono. 2014. Bihun Dari Pasta
Tepung Uwi Dan Sagu. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, V.2, N.1, P.113-
120
Murtiningrum, Lisangan, M. M Dan Edoway Y. 2012. Pengaruh Preparasi Ubi
Jalar (Ipomoe Batatas) Sebagai Bahan Pengental Terhadap Komposisi
Kimia Dan Sifat Organoleptik Saus Buah Merah (Pandanus Conoideus L).
Jurnal Agrointek, 6 (1).
Beauty Azhary
240210160019
Kelompok 4
Tabel 1. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan Termodifikasi
Swelling Volume
Sampel Kelarutan (%)
(mL/g)
Pati Singkong Alami 14 2,34
Pati Singkong HMT 10 1,17
Pati Singkong ANN 12.86 8.6
Pati Singkong MHT 7.57 3.8
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan hasil pengamatan diatas nilai swelling volume yang paling
tinggi yaitu dari sampel pati singkong alami yaitu sebesar 14 mL/g, diikuti dengan
sampel pati singkong annealing yaitu sebesar 12,86 mL/g, sampel pati HMT
sebesar 10 mL/g, dan nilai swelling volume yang terkecil yaitu sampel pati MHT
yaitu sebesar 7,57 mL/g. Semakin tinggi nilai swelling volume maka kandungan
amilopektinnya uga akan semakin tinggi (Sasaki & Matsuki,1998). Nilai kelarutan
yang paling tinggi yaitu sampel pati singkong annealing yaitu sebesar 8,6%,
diikuti sampel pati singkong MHT sebesar 3,8%, sampel pati singkong alami
sebesar 2,34% dan yang paling rendah yaitu sampel pati singkong HMT. Semakin
rendah nilai kelarutan maka akan menghasilkan granula pati yang lebih kuat dan
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020
stabil serta dapat menghambat amilosa keluar dari granula pati ketika proses
pemanasan (Tester dan Morrison, 1990) , sehingga dapat meyebabkan ikatan
intramolekular semakin kuat, membentuk struktur gugus amilopektin yang lebih
teratur serta formasi amilosa-lipid yang lebih kompleks (Zavareze & Dias, 2011)
Pati dengan profil gelatinisasi tipe A (pati sagu) biasanya memiliki
swelling volume yang lebih besar dibandingkan dengan pati dengan profil
gelatinisasi tipe B contohnya pati gandum, pati jagung, pati beras dan pati tapioka
(Wattanachant et al., 2002). Pati yang memiliki profil gelatinisasi tipe C
contohnya pati kacang-kacangan memiliki swelling volume yang terbatas atau
sangat rendah jika dibandingkan tipe A (Kim., 1996).
B. Sifat Amilografi
Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas pati dengan
konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Singh et al., (2003)
menyatakan bahwa sifat amilografi tepung dapat dianalisis menggunakan alat
Rapid Visco Analyzer (RVA). RVA adalah viskometer yang dilengkapi dengan
system pemanas dan pendingin untuk mengukur resistensi sampel pada
pengadukan terkontrol (Collado dan Corke, 1999).
Prinsip pengukuran RVA sama dengan Brabender Amilograf hanya saja
waktu pengukurannya lebih singkat (15-20 menit). RVA dapat memberikan
simulasi proses pengolahan pangan dan digunakan untuk mengetahui
pengaruh proses tersebut terhadap karakteristik fungsional struktural dari
campuran tersebut (Copeland, et al., 2009). RVA mengukur apparent viscosity
berdasarkan rasio antara shear stress dan shear rate ( / ). Apparent viscosity
berubah seiring dengan fungsi temperatur, gesekan, waktu dan jenis sampel. Data
apparent viscosity diperoleh pada tingkat gesekan yang berbeda, berupa jumlah
putaran per menit (rpm). Data ini dapat digunakan untuk mengkarakterisasi sifat
dari larutan pati. 7 Kurva yang dihasilkan oleh RVA memiliki karakteristik yang
sangat khas. Sumbu x pada kurva ini adalah waktu, sedangkan sumbu y adalah
viskositas (mPas). Selama pengukuran, cairan dipanaskan sambil diaduk. Gaya
tahan cairan terhadap baling-baling pemutar diukur sebagai viskositas. Ada fase-
fase dalam pengukuran dengan menggunakan RVA. Pada fase pertama kurva,
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020
suhu masih berada di bawah suhu gelatinisasi pati, sehingga viskositas yang
terukur rendah. Pada fase kedua, suhu lalu ditingkatkan secara perlahan sampai
mencapai suhu gelatinsasi pati, yaitu suhu di mana granula pati mulai
membengkak dan viskositas meningkat. Peningkatan suhu dan viskositas ini
dikenal dengan istilah suhu puncak dan viskositas puncak (peak viscosity). Ketika
sebagian besar granula pati membengkak, terjadi peningkatan yang cepat pada
viskositas. Fase ketiga, saat temperatur-tetap meningkat dan pengadukan terus
dilakukan (holding), granula pati akan pecah dan amilosa keluar dari granula ke
cairan, yang menyebabkan viskositas menurun. Pada fase keempat, campuran
kemudian didinginkan, yang menyebabkan asosiasi kembali antara molekul-
molekul pati (setback), sehingga terbentuklah gel dan viskositas kembali
meningkat hingga mencapai viskositas akhir.
Tabel 1. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan Termodifikasi
Suhu (°C)
Waktu (s)
Gambar 2. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan Termodifikasi
DAFTAR PUSTAKA
Bamforth, C. H. 2005. Food Fermentation and Microorganisms. By Blacwell
Science Ltd a Blackwell Publishing company.
Chen, D., Diao, L., and Eulenstein, O. 2003. Flipping: A Supertree Construction
Method. In Janowitz., M., Lapoint, F. J., McMorris, F. R., Roberts, F. S.,
eds. Bioconsensus . Vol 61 of DI-MACS Series in Discrete Mathematics
and Theoretical ComputerScience. American Mathematical Society, p. 135-
60.
Collado, L. S., Mabesa, L. B., Oates, C. G., Corke, H. 1999. Bihon Type Noodles
From Heat Moisture Treated Sweet Potato Starch. Journal of Food Science.
66:604-609.
Copeland, L., Blazek, J., Salman, H., dan Tang, M. C. 2009. Form and
functionality of starch. Food Hydrocolloids, 23: 1527-1534.
Deetae, P., Shobsngob. S., Varanyanond, W., Chinachoti, P., Navikul, O.,
Vavarinit, S.2008. Preparation, pasting properties and freeze thaw stability
of dual modified crosslink-phosphorylated rice starch. Carbohyd Poly ,73:
351-358.
Kim, S.K. 1996. Instant Noodles. In : J.Kruger, R.Matsuo, J.Dick, editors. Paste
Products : Chemistry and Technology. 195-225. American Assosciation of
Cereal Chemist. St.Paul.Minn
Sasaki dan Matsuki, 1998. Effect Wheat Starch Structure On Swelling Power,
Jurnal cereal chemistry Vol.75 No.4. American.
Singh, N., J. Singh, L. Kaur, N. S. Sodhi, dan B. S. Gill. 2003.
Morphological,thermal and rheological properties of starches from different
botanicalsource. Food Chemistry 81 : 219-231.
Syifa Tsalitsu Muttaharoh
240210160020
Suhu (°C)
Suhu
Waktu (s)
Gambar 3. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Annealing pada suhu 73,05°C, dan pati singkong modifikasi MHT pada suhu
79,91°C. Suhu awal gelatinisasi merupakan suhu dimana granula pati mulai
menyerap air atau dapat terlihat dengan mulai meningkatnya viskositas. Pati
modifikasi MHT membutuhkan suhu paling tinggi dibandingkan dengan pati
singkong alami dan modifikasi lain. Rincón dan Padilla (2004) menyebutkan
bahwa suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh ukuran granula, dimana granula dengan
ukuran lebih kecil akan lebih tahan terhadap kerusakan dan gangguan terhadap
susunan molekulnya, sehingga suhu gelatinisasinya menjadi lebih tinggi.
Menurut Imaningsih (2012) suhu dan waktu gelatinisasi dipengaruhi oleh
struktur amilopektin, komposisi pati dan arsitektur granula. Suhu gelatinisasi
disamping tergantung ukuran granula juga berkaitan erat dengan kandungan
amilosa (Murtiningrum et al., 2012). Hal ini menunjukkan bahwa pati dengan
modifikasi MHT memiliki ukuran granula lebih besar daripada pati singkong
alami dan pati singkong modifikasi lain sehingga membutuhkan suhu lebih tinggi.
Murtiningrum et al. (2012) juga melaporkan pati ubi kayu dengan ukuran granula
besar memiliki suhu gelatinisasi lebih tinggi dibandingkan dengan pati yang
memiliki ukuran granula kecil. Granula pati lebih besar memiliki ketahanan tinggi
terhadap perlakuan panas dan air dibandingkan granula pati kecil. Sehingga dapat
diketahui bahwa modifikasi pati baik dengan metode HMT, MHT, dan Annealing
dapat meningkatkan suhu awal gelatinisasi pati singkong. Hal ini dikarenakan
proses modifikasi menyebabkan rekristalisasi komponen granula pati, terjadi
interaksi molekular pada daerah kristalin dan amorf yang membentuk struktur
yang kuat dengan ikatan hidrogen, dan mendorong interaksi antara rantai polimer
amilosa dan amilopektin pada struktur granula yang menghasilkan struktur yang
lebih kompak (Li, et.al, 1995 dikutip oleh Pranoto, et.al, 2014). Modifikasi pati
singkong dengan metode MHT merupakan metode yang paling efektif untuk
meningkatkan suhu awal gelatinisasi pati singkong.
singkong alami, pati singkong HMT, dan pati singkong ANN memiliki nilai yang
sama saat puncak viskositas yaitu 8000cP. Hal ini menunjukkan modifikasi
dengan metode HMT dan ANN tidak berpengaruh pada viskositas puncak pati
singkong. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pranoto, et.al,
(2014), bahwa viskositas puncak pati ubi jalar meningkat dibandingkan pati alami,
tetapi semakin lama Proses HMT mengakibatkan adanya interaksi antara daerah
amorf dan kristalin. Interaksi ini menyebabkan peningkatan kekompakan molekul
pati sehingga terjadi penurunan penetrasi air dan terbatasnya pembengkakan
granula pati yang menyebabkan viskositas puncak menurun. Hasil ini juga sejalan
menurut penelitian Hormdok dan Noomhorm (2007), yang menyatakan bahwa
penurunan viskositas puncak pada pati beras perlakuan HMT dipengaruhi oleh
terbatasnya kapasitas pembengkakan pati.
Modifikasi MHT memiliki nilai viskositas puncak paling kecil yaitu
sebesar 4562cP. Seperti yang dilaporkan oleh Syamsir bahwa penurunan
viskositas puncak pada pati modifikasi MHT diduga karena meningkatnya
keteraturan matriks kristalin dan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang
menurunkan kapasitas pembekakan granula. Peak viskosity menggambarkan
fragilitas dari granula pati yang mengembang, yaitu pada saat pertama kali
mengembang sampai pecah karena adanya proses pengadukan peak viskosity
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kadar amilosa, protein, lemak, dan
ukuran granula (Deetae et al., 2008). Variasi peak viscosity dipengaruhi oleh
kandungan amilosa pada pati.
pada hasil analisis nilai viskositas pasta dingin pati singkong alami adalah 4011
cP sedangkan nilai viskositas pasta dingin pati singkong termodifikasi HMT
adalah 5035 dan pati singkong termodifikasi ANN adalah 6155cP. Hasil tersebut
menunjukkan pati talas banten termodifikasi HMT dan ANN memiliki nilai
viskositas pasta dingin yang cenderung tinggi. Nilai viskositas pasta dingin
menunjukkan kemampuan pati untuk cepat mengalami retrogradasi. Semakin
meningkat nilai viskositas pasta dingin, maka kecenderungan pati membentuk gel
sangat mudah (Wulandari, 2010).
Pati termodifikasi MHT menunjukkan nilai viskositas pasta dingin yang
menurun, beda halnya dengan pati termodifikasi HMT dan ANN. Nilai viskositas
pati termodifikasi MHT sebesar 3963 cP, nilainya bahkan lebih rendah bila
dibandingkan dengan viskositas pati singkong alami. Hasil tersebut menunjukkan
pati talas banten termodifikasi MHT memiliki nilai viskositas pasta dingin yang
cenderung rendah dan menunjukkan bahwa modifikasi MHT tidak dapat
meningkatkan kecenderungan pati membentuk gel.
Setback atau perubahan viskositas selama pendinginan diperoleh dari
selisih antara viskositas pasta dingin dengan viskositas pasta panas. Semakin
tinggi nilai setback maka menunjukkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk
membentuk gel (meningkatkan viskositas) selama pendinginan. Tingginya nilai
setback menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi
(Marta, 2011). Viskositas setback pati singkong termodifikasi MHT memiliki
nilai viskositas yang paling tinggi bila dibandingkan dengan pati singkong alami,
dan pati singkong termodifikasi HMT dan ANN. Semakin tinggi nilai setback
maka semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel selama
pendinginan (Rahmiati, et al, 2016). Viskositas setback pati singkong
termodifikasi HMT dan ANN cenderung mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan viskositas setback pati singkong alami. Perubahan viskositas setback yang
terjadi antar perlakuan lama modifikasi HMT dan ANN cenderung tidak stabil
dan membentuk pola yang fluktuatif. Berdasarkan pada hasil analisis nilai
viskositas setback pati singkong alami adalah 1183 cP sedangkan nilai viskositas
setback pati singkong termodifikasi HMT dan ANN adalah 446 cP dan 986 cP.
Sarah Az-Zahra
240210160021
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
• Pati singkong termodifikasi dapat meningkatkan suhu gelatinisasi pati .
• Pati singkong alami, HMT, dan ANN memiliki viskositas puncak yang
sama yaitu 8000 cP sedangkan pati singkong MHT memiliki viskositas
puncak lebih rendah.
• Pati modifikasi HMT, ANN, dan MHT lebih stabil dibandingkan pati
alami terhadap pemanasan dan pengadukan ditunjukkan dengan nilai
viskositas breakdown yang lebih rendah.
• Pati modifikasi HMT dan ANN memiliki viskositas dingin lebih tinggi
dibandingkan pati alami. Pati singkong modifikasi MHT memiliki final
viscosity yang lebih rendah dibanding pati alami.
• Pati modifikasi MHT memiliki viskositas setback yang lebih tinggi
dibanding pati alami sedangkan pati HMT dan ANN memiliki viskotitas
setback yang lebih rendah dibanding pati alami.
• Pati alami memiliki tipe gelatinisasi A, pati modifikasi HMT dan ANN
memiliki tipe gelatinisasi B, dan pati modifikasi MHT memiliki tipe
gelatinisasi C.
• Pati singkong modifikasi memiliki swelling volume yang lebih rendah
dibandingkan pati singkong alami.
• Kelarutan pati singkong modifikasi HMT lebih rendah dari pati alami
sedangkan pati modifikasi MHT dan ANN lebih tinggi dibanding pati
alami.
5.2. Saran
Praktikum yang telah dilakukan sudah berjalan lancar terimakasih kepada
asisten praktikum yang telah membimbing semoga pada praktikum selanjutnya
bisa terus berjalan lancar tanpa ada hambatan apapun.
Sarah Az-Zahra
240210160021
DAFTAR PUSTAKA
Deetae, P., Shobsngob. S., Varanyanond, W., Chinachoti, P., Navikul, O.,
Vavarinit, S.2008. Preparation, pasting properties and freeze thaw stability
of dual modified crosslink-phosphorylated rice starch. Carbohyd Poly ,73:
351- 358.
Hidayat, B., Kalsum, N., dan Surfiana. 2009. Karakteristik Tepung Ubi Kayu
Mofidikasi yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatiniasasi Parsial.
Jurna Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 14. No.2.
Marta, H. 2011. Sifat Fungsional dan Reologi Tepung Jagung Nikstamal Serta
Contoh Aplikasinya pada Pembuatan Makanan Pendamping ASI. Sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Rahmiati, et al. 2016. Sifat Fisikokimia Tepung dari 10 Genotipe Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz) Hasil Pemuliaan. Jurnal AGRITECH Vol.
46:4(459-466). Institut Pertanian Bogor. Bogor
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramdia Pustaka Utama.
Jakarta.
Swelling Volume
Sampel Kelarutan (%)
(mL/g)
Pati Singkong Alami 14 2,34
Pati Singkong HMT 10 1,17
Pati Singkong ANN 12.86 8.6
Pati Singkong MHT 7.57 3.8
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Hasil pengamatan pati singkong termodifikasi dan pati singkong tanpa
modifikasi menunjukkan bahwa pati singkong alami memiliki nilai swelling
volume tertinggi sedangkan nilai kelarutan tertinggi dimiliki oleh pati singkong
termodifikasi annaeling.
Kemampuan swelling volume pati termodifikasi secara HMT terbatas
karena pembentukan ikatan hidrogen antara air yang berada di luar granula
dengan molekul pati baik amilosa maupun amilopektin menjadi lebih sulit.
Modifikasi HMT menyebabkan berkurangnya leaching amilosa sehingga
kelarutan pati ubi jalar termodifikasi secara HMT menjadi lebih rendah dari
kelarutan pati ubi jalar alami (Collado et al., 2001).
Perlakuan modifikasi HMT dapat menurunkan nilai swelling volume dari
pati murni. Selisih swelling volume antara pati singkong termodifikasi dengan
pati murni adalah sebesar 4 mL/g sementara kelarutan terjadi penurunan sebesar
1,17 mL/g. Owolabi, Afolabi dan Adebowale (2010) menyatakan bahwa
penurunan nilai swelling volume pati mungkin disebabkan oleh adanya
perubahan dalam susunan kristalit pati dan atau adanya interaksi antar komponen
pati pada daerah amorf granula selama modifikasi HMT. Telah dilaporkan terjadi
penurunan nilai swelling power dari pati jagung termodifikasi HMT bila
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
dibandingkan dengan pati jagung alami. Ahmad (2009) menyatakan bahwa
perlakuan modifikasi HMT menyebabkan molekul granula pati tersusun menjadi
lebih rapat sehingga kemampuan granula membengkak (swelling volume)
menjadi terbatas atau mengalami penurunan. Menurut Olayinka, et.al (2008),
penurunan solubility disebabkan karena terurainya rantai double helix dalam
susunan kristalin dalam granula, serta meningkatnya interaksi rantai amilosa-
amilosa dan amilopektin-amilopektin selama proses HMT. Menurut Zavareze
dan Dias (2011), penurunan solubility seiring dengan perlakuan HMT
dikarenakan adanya penyusunan kembali granula pati yang menyebabkan
menguatnya ikatan intramolekular, terbentuknya gugus amilopektin yang lebih
teratur dan formasi amilosa-lipid yang kompleks. Solubility menurun seiring
dengan meningkatnya suhu pemanasan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu
yang digunakan, maka granula pati menjadi lebih kuat karena terjadi penyusunan
kembali antara amilosa dan amilopektin. Peningkatan interaksi antara
amilosaamilopektin atau amilopektin-amilopektin menghasilkan struktur yang
lebih stabil sehingga menghambat amilosa untuk keluar dari granula pati
(Gomes, et.al, 2005). Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Klein, et.al, (2013), dimana terjadi penurunan solubility pada pati beras,
singkong dan pinhao seiring dengan tingginya suhu pemanasan.
Secara umum dilaporkan bahwa HMT dapat menurunkan viskositas
breakdown, viskositas puncak, dan pembengkakan granula pati, meningkatkan
suhu gelatinisasi, serta meningkatkan ketahanan terhadap pemanasan dan
perlakuan mekanis. Hal ini membuat pati termodifikasi HMT memiliki sifat
fungsional dan amilografi yang lebih baik dibandingkan pati alaminya sehingga
dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produk pangan,
salah satunya dapat menjadi bahan sediaan yang akan diaplikasikan menjadi
produk pangan darurat.
Modifikasi pati singkong secara annaeling menunjukkan hasil bahwa
terjadi penurunan nilai swelling volume sebesar 1,14 mL/g tetapi kelarutannya
meningkat. sebesar 6.46 mL/g. Fraksi amilosa yang memiliki bobot molekul
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
rendah dipengaruhi oleh panjang polimer dan sumber patinya. Hal ini
mengakibatkan tidak terjadinya kemampuan pati untuk mengembang lebih besar.
Kautsari dkk (2009) menyatakan bahwa swelling power pati tergantung
komponen amilosanya.
Pati yang tersuspensi dalam media annealing mendukung mikroorganisme
alami dapat tumbuh secara optimal pada media annealing dan menghasilkan
suasana asam. Asam yang dihasilkan diduga mempengaruhi struktur granula pati
yang mengarah terhadap kerusakan dan mengakibatkan air berpenetrasi masuk ke
dalam granula. Modifikasi pati menggunakan metode annealing dilaporkan
dapat menurunkan swelling power dan kelarutan pati, dan menghambat
gelatinisasi (Siswoyo dan Morita, 2010).
Hasil pengamatan pati termodifikasi MHT menunjukkan telah terjadi
penurunan swelling volume sebesar 6,43 mL/g dan kenaikan kelarutan sebesar
1,43 mL/g. Lewandowicz et al. (2000) menyatakan bahwa modifikasi fisik pati
menggunakan microwave dapat menurunkan kristalinitas, menurunkan daya
kembang dan kelarutan granula, meningkatkan absorpsi air dan minyak,
memperbaiki sifat kestabilan gel terhadap freeze-thaw, serta menurunkan
kejernihan pasta pati. Selain itu, pemanasan microwave pada modifikasi HMT
juga terlihat mengubah profil tekstur gel. Irradiasi microwave dapat
memengaruhi struktur pati, yang semula tidak larut berubah menjadi larut.
Semakin banyak molekul amilosa yang keluar dari granula pati maka
kelarutan semakin tinggi. Oleh karena itu, pati dengan kandungan amilosa
yang tinggi pada umumnya memiliki kelarutan yang tinggi pula seperti halnya
pati ubi jalar yang mengandung amilosa 15 – 25%. Namun demikian, kandungan
amilosa tidak selamanya berbanding lurus dengan kelarutan. Keberadaan
kompleks antara amilosa dengan lipid seperti pada kacang-kacangan dapat
mengurangi kelarutan amilosa (Hidayat. 2009).
Pati dengan swelling power tinggi memiliki daya cerna yang tinggi dan
menunjukkan kemampuan pati untuk memperbaiki sifat-sifat makanan
danpenggunaan pati dalam berbagai aplikasi makanan. Pati yang memiliki
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
swelling power tinggi akan baik digunakan untuk produk bakery yang
membutuhkanpengembangan besar, sedangkan tepung dengan swelling power
rendah cocokdigunakan sebagai bahan baku produk yang tidak membutuhkan
pengembangan terlalu besar, contohnya mie (Kusumayanti dkk., 2015).
Keterkaitan antara swelling volume dan kelarutan terkait dengan
kemudahan molekul air untuk berinteraksi dengan molekul dalam granula pati
dan menggantikan interkasi hidrogen antar molekul sehingga granula akan lebih
mudah menyerap air dan mempunyai pengembangan yang tinggi. Pengembangan
granula terjadi ketika granula dipanaskan bersama air dan ikatan hidrogen yang
menstabilisasi struktur double heliks dalam kristal terputus dan digantikan oleh
ikatan hidrogen dengan air. Adanya pengembangan tersebut akan menekan
granula dari dalam sehingga granula akan pecah dan molekul pati terutama
amilosa akan keluar.
Suhu (°C)
Pati Singkong HMT
Suhu
Waktu (s)
Gambar 4. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
Dari tabel dapat disimpulkan bahwa viskositas dari semua sampel pati
mengalami perubahan baik kenaikan dan penurunan. Hal ini disebabkan sifat
karakteristik pasta pati dapat berubah karena pemanasan. Selanjutnya Lestari et
al. (2015) mengemukakan pengukuran profil gelatinisasi tepung jagung dapat
menggambarkan sifat tepung jagung untuk disesuaikanpada produk yang akan
diaplikasikan. Sifat profil gelatinisasi diantaranya adalah suhu awal gelatinisasi,
viskositas puncak, kestabilan viskositas selama pemanasan (breakdown), dan
perubahan viskositas selama pendinginan (setback). Penentuan sifat-sifat pasta
pati ini dapat dilakukan dengan menggunakan ravid visco analyzer (RVA).
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
• Perlakuan modifikasi HMT dapat menurunkan nilai swelling volume dari
pati murni. Selisih swelling volume antara pati singkong termodifikasi
dengan pati murni adalah sebesar 4 mL/g sementara kelarutan terjadi
penurunan sebesar 1,17 mL/g.
• Modifikasi pati singkong secara annaeling menunjukkan hasil bahwa
terjadi penurunan nilai swelling volume sebesar 1,14 mL/g tetapi
kelarutannya meningkat. sebesar 6.46 mL/g.
• Hasil pengamatan pati termodifikasi MHT menunjukkan telah terjadi
penurunan swelling volume sebesar 6,43 mL/g dan kenaikan kelarutan
sebesar 1,43 mL/g.
• Suhu gelatinisasi paling besar dari pati singkong MHT sebesar 79,910C
dan paling kecil dari pati singkong alami sebesar 66,750C.
• Viskositas puncak paling tinggi dari pati alami, pati HMT dan pati
annelling sebesar 8000 cP dan paling rendah dari pati MHT sebesar 4562
cP.
• Viskositas pasta panas paling tinggi berasal dari sampel pati singkong
anneling sebesar 5169 cP dan paling rendah dari pati MHT sebesar 2092
cP.
• Viskositas pasta dingin paling besar berasal dari pati singkong annelling
sebesar 6155 cP dan paling rendah berasal dari pati singkong HMT
sebesar 3963 cP.
• Viskositas breakdown paling besar berasal dari pati pati singkong alami
tanpa modifikasi yaitu sebesar 5172 cP dan paling rendah berasal dari pati
annelling sebesar 2831 cP.
• Viskositas setback paling besar berasal dari pati MHT sebesar 1871 cP
dan paling rendah berasal dari pati singkong HMT sebesar 446 cP.
Vika Aulia R
240210160022
Kelompok 4A
6.2 Saran
Selama praktikum seharusnya praktikan dengan teliti memberi nama atau
kode pada sampel sehingga sampel tidak hilang atau tertukar
Vika Aulia R
240210160022
DAFTAR PUSTAKA
Budijanto, S.Yuliyanto. 2012. Studi persiapan tepung sorgum (Sorghum bicolor
L. Moeuch) dan aplikasi pada pembuatan beras analog. Jurnal Teknologi
Pertanian, 13 (3): 177- 186.
Imam, H.R., Primaniyarta M., Palupi S.N. 2014. Konsistensi mutu pilus
tepungtapioka : Identifikasi parameter utama penentu kerenyahan. Jurnal
Mutu Pangan, 1(2), 91 – 99.
Lestari, A.O., Kusnandar, F., Palupi, S.N. 2015. Pengaruh heat moisture treated
(HMT) terhadap profil gelatinisasi tepung jagung. Jurnal Teknologi Pangan
16, (1), 75 – 85.
Munarso, S.J., Muchtadi D., Fardiaz D., Syarief R. 2004. Perubahan sifat
fisikokimia dan fungsional tepung beras akibat proses modifikasi ikat-silang.
Jurnal Pascapanen, 1 (1), 22 – 28.
Syafutri, M.I. 2015. Sifat fungsional dan sifat pasta pati sagu bangka. Jurnal
Sagu,Maret, 14 (1), 1–5.
Adebowale, K.O., Olu-owolabi, B.I, Olayinka O.O., dan O.S. Lawal. 2010. Effect
of heat moisture treatment and annealing on physicochemical properties of
red shorgum starch. African Journal of Biotechnology 4:928-933.
Kautsary, K. A., Widya, D.R.P, Endrika W. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama
Annealing terhadap Sifat FisikoKimia Tepung Ubi jalar Oranye (Ipomea
batatas L.) Varietas Beta 2. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang
Vika Aulia R
240210160022
Herawati, D. 2009. Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture Treatment
(HMT) dan Aplikasinya dalam Memperbaiki Kualitas Bihun. [Tesis]. Program
Pascasarjana, IPB, Bogor.
Suyanti Satuhu, B.Sc. & Ir. Ahmad Supriyadi, 2008. Budidaya Pisang,
Pengolahan dan prospek Pasar. Jakarta. Penebar swadaya.
canister yang terdapat pada alat RVA. RVA dinyalakan dan flashdisk
dihubungkan ke RVA untuk menyimpan hasil analisis, serta canister ditempatkan
pada RVA. Kemudian, pilih RUN STD dengan suhu 50-95oC dan kecepatan
13oC/menit. Suhu dipertahankan pada 95oC selama 3 menit. Lalu, sampel
didinginkan hingga suhunya mencapai 50°C dengan v 13oC/menit, dan suhu 50oC
dipertahankan selama 2 menit. Setelah itu data–data yang dibutuhkan untuk
menganalisis sifat amilografi pati seperti suhu gelatinisasi, viskositas puncak,
waktu untuk mencapai viskositas puncak, viskositas pasta panas, viskositas pasta
dingin, breakdown viscosity, dan setback viscosity akan langsung didapatkan
pada alat RVA dan dibuat kurva untuk mengolah datanya. Berikut tabel hasil
pengamatan yang telah dilakukan.
Tabel 5. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan Termodifikasi
atau pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama
pengadukan. Semakin lama fermentasi nilai final viskositas (FV) pasta semakin
meningkat.
Nilai breakdown tertinggi dimiliki oleh pati singkong alami sebesar 5172 cP
dan terendah dimiliki oleh pati singkong MHT sebesar 2470. Breakdown viscosity
merupakan nilai penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas puncak menuju
viskositas pasta panas (trough viscosity). Nilai breakdown yang tinggi selama
pemasakan menunjukkan bahwa bahwa granula pati yang seluruhnya telah
membengkak memiliki sifat yang rapuh dan tidak tahan terhadap pemanasan.
Breakdown mengindikasikan seberapa mudah struktur granula pati pecah atau
retak. Semakin lama waktu fermentasi maka nilai breakdown semakin menurun.
Breakdown merupakan faktor penting yang memiliki pengaruh pada aplikasi pari
dalam makanan. Ketika granula pati membengkak dan mengalami panas dan
geseran, pati mengalami fragmentasi dan menghasilkan pengurangan viskositas
yang menunjukkan pemecahan pati. Jika semakin tinggi kadar amilosa maka
viskositas breakdown akan semakin tinggi. Semakin rendah breakdown
viscosity, maka pati semakin stabil pada kondisi panas dan diberikan gaya
mekanis (Purwani et a.l, 2006). Oleh karena itu, pati singkong dengan modifikasi
MHT lebih stabil terhadap panas dibandingkan jenis pati singkong yang lain.
Nilai seatback tertinggi dimiliki oleh pati singkong MHT sebesar 1871 cP,
sedangkan nilai terendah dimiliki oleh pati singkong HMT sebesar 446 cP.
Seatback viskocity merupakan nilai kenaikan viskositas ketika pasta pati
didinginkan, hal ini menunjukkan kemampuan untuk meretrogradasi. Semakin
tinggi nilai seatback menunjukkan semakin tinggi kecenderungan untuk
membentuk gel (meningkatkan viskositas) lama pendinginan. Kenaikan viskositas
pati disebabkan oleh retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa
yang berdekatan melalui ikatan hidrogen intermolekuler (Swinkels, 1985).
Perbedaan nilai setback antar sampel terjadi karena adanya perbedaan kadar
amilosa. Semakin tinggi kadar amilosa pati maka viskositas setback akan semakin
tinggi, dengan jumlah nilai tersebut maka pati singkong MHT bisa dikatakan pati
dengan kadar amilosa yang tinggi. Kandungan amilosa yang cukup tinggi
memiliki kontribusi yang besar terhadap kecenderungan terjadinya retrogradasi
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4
pasta pati selama fase pendinginan. Setback merupakan indikator tekstur produk
akhir dan terkait dengan sineresis selama siklus beku-cair, setback juga
merupakan parameter yang dipakai untuk melihat kecenderungan retrogradasi
maupun sineresis dari suatu pasta. Hal ini menandakan bahwa Pati dengan tingkat
retrogradasi rendah mengindikasikan kemampuan untuk mempertahankan tekstur
selama penyimpanan.
Menurut Winarno (2004), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
proses gelatinisasi adalah pH, suhu, konsentrasi pati, penambahan senyawa lain,
ketersedaan air dan lama pemasakan atau pemanasan. Menurut literatur jumlah air
dan panas yang tidak mencukupi membuat pati hanya sebagian mengalami
gelatinisasi. Semakin kental suatu larutan maka proses pembengkakan suatu
granula pati akan semakin lambat.
Data-data yang didapat dari alat RVA memberikan hasil grafik seperti berikut
ini:
Pati Singkong
Viskositas (cP)
Alami
Suhu (°C)
Pati Singkong
HMT
Pati Singkong ANN
Pati Singkong
MHT
Waktu (s)
Gambar 5. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
Tabel 6. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan Termodifikasi
Swelling Volume
Sampel Kelarutan (%)
(mL/g)
Pati Singkong Alami 14 2,34
Pati Singkong HMT 10 1,17
Pati Singkong ANN 12.86 8.6
Pati Singkong MHT 7.57 3.8
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa nilai swelling volume pati
singkong alami sebesar 14 ml/g. sedangkan bila dibandingkan dengan pati
singkong yang dimodifikasi, pati singkong HMT menurunkan nilai swelling
volume menjadi 10 ml/g, pati singkong annealing menurunkan nilai swelling
volume menjadi sebesar 12,86 ml/g, dan pati singkong MHT menurunkan nilai
swelling volume menjadi sebesar 7,57 ml/g. Nilai kelarutan pati singkong alami
sebesar 2,34%. Pati singkong modifikasi HMT menurukan angka kelarutan pati
menjadi sebesar 1,17%, sedangkan pati singkong modifikasi annealing dan MHT
menaikkan tingkat kelarutan pati secara berturut-turut menjadi 8,6% dan 3,8%.
Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan Kim (1996) yang menyatakan
bahwa swelling volume yang tinggi memiliki kelarutan pasta pati yang tinggi.
Penurunan tingkat kelarutan pada modifikasi HMT pada pati singkong disebabkan
karena terurainya double helix dalam susunan kristalin dalam granula, dan
meningkatnya interaksi rantai amilosa-amilopektin serta amilopektin-amilopektin
selama proses HMT berlangsung (Olayinka et. al., 2008). Selain itu,bmenurut
Zavareze dan Dias (2011), penurunan tingkat kelarutan seiring dengan perlakuan
HMT dikarenakan adanya penyusunan kembali granula pati yang menyebabkan
menguatnya ikatan intramolekular, terbentuknya gugus amilopektin yang lebih
teratur dan formasi amilosa-lipid yang kompleks.
Kelarutan menunjukkan karakteristik sifat kelarutan pati setelah dilakukan
pemanasan. Pada proses gelatinisasi, air yang ada dalam suspensi pati akan masuk
ke daerah amorphous yang terdiri dari molekul pati amilosa. Proses masuknya air
dalam granula pati ini menyebabkan granula menjadi membengkak sehingga
diameter granula pati bertambah besar. Pemanasan yang terus berlangsung akan
menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4
dan molekul pati yang terlarut air dengan mudah keluar masuk ke dalam sistem
larutan. Molekul pati yang larut dalam air panas (amilosa) akan ikut keluar
bersama air tersebut sehingga terjadi leaching amilosa (Chen et.al, 2003).
Besarnya jumlah komponen amilosa yang keluar ini akan mempengaruhi
viskositas pati. Semakin banyak komponen amilosa yang keluar, viskositas
semakin menurun, akan tetapi, metode modifikasi HMT menyebabkan
berkurangnya leaching amilosa sehingga kelarutan pati ubi jalar termodifikasi
secara HMT menjadi lebih rendah dari kelarutan pati ubi jalar alami.
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4
5.2 Saran
Tidak ada saran yang dapat diberikan, karena praktikum telah berjalan dengan
baik. Namun, hanya saja penggunaan alat dan setiap perlakuan dilakukan dengan
teliti dan hati-hati, agar diperoleh hasil yang akurat.
Fitri Izzatunisa
240210160023
Kelompok 4
DAFTAR PUSTAKA
Baah, D.F. 2009. Characterization of Water Yam (Dioscorea alata) for Existing
and Potensial Food Products. Faculty of Biosciences Kwame Nkrumah
University. Nigeria.
Charles, A. L., Chang Y-H, Ko W-C, Sriroth K, Huang T-C. 2004. Some Physical
and Chemical Properties of Starch Isolates of Cassava Genotypes.
Starch/Starke 56, p: 413-418.
Kim, S.K. 1996. Instant Noodles. In : J.Kruger, R.Matsuo, J.Dick, editors. Paste
Products : Chemistry and Technology. 195-225. American Assosciation of
Cereal Chemist. St.Paul.Minn
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
pasting temperature (PT), peak viscosity (PV), trough viscosity (TV), breakdown,
dan setback. Berikut data hasil pengamatan sifat amilografi pati singkong alami
dan pati singkong yang dimodifikasi secara fisik.
Tabel 7. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan Termodifikasi
9000 120
8000
100
7000
Pati Singkong Alami
Viskositas (cP)
6000 80
Suhu (°C)
2000 Suhu
20
1000
0 0
-20 180 380 580 780
Waktu (s)
Gambar 6. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan Termodifikasi
gelatinisasi tertinggi hingga terendah adalah MHT, ANN, dan HMT. Pati
modifikasi MHT memiliki suhu gelatinisasi paling tinggi dapat disebabkan oleh
proses modifikasi MHT menghasilkan interaksi antara rantai polimer amilosa dan
amilopektin pada granula. Interaksi ini dapat meningkatkan stabilitas ikatan antar
molekul dalam granula sehingga dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk
memutuskan ikatan tersebut (Zavareze dan Dias, 2011). Pati modifikasi annealing
memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dari pati alami karena modifikasi
annealing menyebabkan transformasi amorf amilosa menjadi bentuk heliks,
peningkatan interaksi antar rantai amilosa dan perubahan dalam interaksi antar
kristalin dan matriks amorf selama annealing (Singh H dan Singh, 2011).
Modifikasi annealing dapat membuat pati lebih resisten pada saat gelatinisasi
(Marta, et al, 2016). Pati modifikasi HMT juga memiliki suhu awal gelatinisasi
lebih tinggi dari pati alami disebabkan karena proses modifikasi HMT
menyebabkan rekristalisasi komponen granula pati. Proses ini menyebabkan
adanya interaksi molekular pada daerah kristalin dan amorf yang membentuk
struktur yang kuat dengan ikatan hidrogen, dan mendorong interaksi antara rantai
polimer amilosa dan amilopektin pada struktur granula yang menghasilkan
struktur yang lebih kompak. Pati menjadi lebih tahan terhadap panas dan
membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menggelatinisasi (Sunyoto, et al,
2016).
Pati singkong alami, HMT, dan ANN memiliki viskositas puncak yang
sama yaitu 8000 cP sedangkan pati singkong MHT memiliki viskositas puncak
lebih rendah dibandingkan ketiga pati tersebut. Hal ini menunjukkan pati
singkong modifikasi MHT mengalami penurunan kemampuan untuk
mengembang selama pemanasan. Penurunan kemampuan ini dapat disebabkan
karena interaksi rantai amilosa-amilosa dengan rantai amilosa-amilopektin yang
terjadi selama proses modifikasi sehingga ikatan antar molekul menjadi lebih
rapat dan lebih sulit untuk berpenetrasi ke dalam granula. Penurunan viskositas
juga disebabkan oleh meningkatkan ikatan hidrogen karena terbentuknya
kompleks amilosa dengan lemak (Marta, et al, 2016). Menurut Sunyoto, et al
(2016), viskositas pati modifikasi HMT mengalami peningkatan dan penurunan
seiring dengan peningkatan suhu dan lama waktu HMT. Viskositas puncak
Nabila Nur Amalina
240210160024
suatu pasta pati. Retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah
mengalami gelatinisasi, sedangkan sineresis adalah keluarnya cairan dari suatu gel
pati. Tingginya nilai viskositas setback menunjukkan pati cenderung lebih mudah
mengalami retrogradasi, sehingga semakin cenderung membentuk gel selama
pendinginan. Viskositas setback diperoleh dari selisih antara viskositas pasta
dingin. Semakin tinggi nilai setback maka semakin tinggi pula kecenderungan
untuk membentuk gel selama pendinginan (Rahmiati, et al, 2016).
Tipe gelatinisasi pati dapat digolongkan menjadi empat tipe yaitu A, B, C,
dan D berdasarkan profil yang terbentuknya. Tipe A memiliki ciri kemampuan
pengembangan yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas puncak.
namun akan mengalami penurunan viskositas yang tajam selama pemanasan. Tipe
B memiliki kemampuan pengembangan sedang yang ditunjukkan dengan lebih
rendahnya viskositas puncak dan viskositas mengalami penurunan yang tidak
terlalu tajam selama pemanasan. Tipe C memiliki kemampuan pengembangan
terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas puncak dan viskositas
mengalami penurunan bahkan dapat meningkat selama pemanasan. Tipe D
cenderung tidak memiliki kemampuan untuk mengembang sehingga tidak dapat
membentuk pasta apabila dipanaskan (Rahmiati, et al, 2016).
Grafik karakteristik pasta pati menunjukkan pati singkong alami memiliki
tipe gelatinisasi tipe A yaitu memiliki kemampuan pengembangan yang tinggi
ditunjukkan viskositas puncak sebesar 8000 cP namun ada penurunan viskositas
yang tajam diketahui dari hold viscosity sebesar 2828 cP. Pati singkong
modifikasi HMT dan ANN memiliki tipe gelatinisasi B karena memiliki
kemampuan pengembangan yang sedang dan penurunan yang tidak terlalu tajam
diketahui dari hold viscosity pati HMT 4589 cP dan pati ANN 5169 cP. Pati
singkong modifikasi MHT memiliki tipe gelatinisasi C karena memiliki
kemampuan pengembangan yang terbatas diketahui dari peak viscosity sebesar
4562 cP dan tidak dapat membentuk pasa apabila dipanaskan (Rahmiati, et al,
2016).
5.2 Sifat Fungsional Pati
Sifat fisiko-kimia atau sering disebut sebagai sifat fungsional pati adalah
sifat yang memengaruhi komponen pati selama persiapan, pengolahan,
Nabila Nur Amalina
240210160024
penyimpanan, dan konsumsi. Sifat fungsional pati yang diamati pada praktikum
kali ini adalah swelling volume dan kelarutan. Kenaikan volume dan berat
maksimum pati selama pengembangan di dalam air merupakan definisi dari
swelling volume, sedangkan kelarutan adalah suatu kemampuan bahan untuk larut
dalam air (Hidayat et al, 2009). Berikut merupakan data hasil pengamatan sifat
fungsional pati singkong alami dan pati singkong modifikasi dengan HMT, MHT
dan ANN.
Tabel 8. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan Termodifikasi
6.2 Saran
Saran yang pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih teliti dan
rapi dalam praktikum dan sebelum dilakukan praktikum, praktikan perlu
memahami prinsip kerjanya terlebih dahulu agar proses praktikum berjalan lancar.
Nabila Nur Amalina
240210160024
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, B., Kalsum, N., dan Surfiana. 2009. Karakteristik Tepung Ubi Kayu
Mofidikasi yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatiniasasi Parsial.
Jurna Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 14. No.2.
Marta, et al. 2016. Sifat Fungsional dan Amilografi Pati Millet Putih (Pennlsetum
glaucum) Termodifikasi secara Heat Moisture Treatment dan Annealing.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 5:3(76-84). Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Rahmiati, et al. 2016. Sifat Fisikokimia Tepung dari 10 Genotipe Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz) Hasil Pemuliaan. Jurnal AGRITECH Vol.
46:4(459-466). Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sunyoto, et al. 2016. Kajian Sifat Fungsional Dan Amilografi Pati Ubi Jalar
(Ipomoea batatas L.) Dengan Perlakuan Suhu dan Lama Waktu Heat
Moisture Treatment Sebagai Bahan Sediaan Pangan Darurat. Seminar
Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Denpasar.
Zavareze, E. R., dan Dias, A. R. G. 2011. Impact of Heat Moisture Treatment and
Annealing in Starches: A Review. Carbohydrate Polymers 83:317-328.