Anda di halaman 1dari 10

Silvano Jovan

240210180093
Kelompok 6B

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan proses pembuatan tepung dan pati
yang berbahan dasar buah pisang. Meskipun pati dan tepung terlihat mirip jika dilihat
secara visual, pati dan tepung memiliki perbedaan dari berbagai aspek seperti fisik,
sifatnya dan lain- lain. Selain itu, pati dan tepung juga memiliki proses pembuatan yang
berbeda.
Tepung dapat diartikan sebagai partikel padat yang biasanya memiliki bentuk
butiran halus sampai sangat halus tergantung pada proses pembuatannya. Pada
umumnya, tepung digunakan sebagai salah satu bahan baku industri, keperluan
penelitian, dan dipakai sebagai produksi pangan rumah tangga, misalnya dalam
pembuatan kue dan roti. Tepung dapat dibuat dari berbagai jenis bahan nabati yaitu
serealia, umbi-umbian, akar-akaran atau sayur/buah yang memiliki zat tepung atau pati
(Wibowo, 2012).
Pati adalah salah satu bentuk karbohidrat yang sebagain besar tersusun dari amilosa,
amilopektin, dan sedikit material lain seperti protein dan lemak. Dalam pembuatan pati,
secara umum di produksi dengan proses ekstraksi pati dengan cara pengendapan. Hasil
dari proses ekstraksi pati secara keseluruhan belum merupakan pati murni, sehingga
masih mengandung material antara (Banks dan Greenwood, 1975). Pati memegang peran
penting dalam industri pengolahan pangan secara luas juga dipergunakan dalam industri
seperti kertas, lem, tekstil, permen, glukosa, dekstrosa, sirup fruktosa, dan lain-lain
dimodifikasi (Jacobs dan Delcour, 1998).
4.1 Tepung Pisang
Tepung didapatkan dari hasil pengolahan bahan dengan cara pengilingan atau
penepungan. Pembuatan tepung memiliki proses dan metode yang berbeda-beda
tergantung dari jenis bahan apa yang akan dijadikan sebagai bahan dasar tepung. Dilihat
dari sumber bahan baku yang digunakan, tepung dapat digolongkan menjadi 2, yaitu
tepung nabati dan tepung hewani. Tepung nabati merupakan tepung yang berbahan
baku dari padi-padian, umbi-umbian, akar-akaran, atau sayuran yang memiliki zat
tepung atau pati atau kanji. Tepung hewani merupakan tepung yang terbuat dari tulang
dan ikan (Djali dkk., 2019).
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

Buah pisang adalah salah satu buah yang memiliki gizi tinggi dan banyak
dikonsumsi masyarakat. Meskipun baik untuk dikonsumsi, buah ini merupakan buah
yang mudah rusak dan mengalami perubahan mutu jika didiamkan dalam keadaan segar.
Kerusakan ini disebabkan karena pisang memiliki kandungan air tinggi dan memiliki
aktivitas proses metabolismenya meningkat setelah di panen (Histifarina, 2012). Oleh
karena itu, salah satu solusi menghadapi permasalahan ini adalah mengolah pisang segar
ini menjadi tepung dan pati karena dapat memperpanjang daya simpan pisang tanpa
mengurangi kandungan gizi nya. Dalam pembuatan tepung, sebagian besar kadar air
dikurangi dengan cara pengeringan sehingga umur simpan dapat meningkat dan
memperluas pemanfaatan. Faktor yang mempengaruhi kadar air dalam tepung antara lain
sifat dan jenis atau asal bahan baku pembuatan tepung, perlakuan yang telah dialami oleh
tepung, kelembaban udara, tempat penyimpanan dan jenis pengemasan (Nurani, 2014).
Pada praktikum ini, digunakan pisang kapas sebagai bahan baku pembuatan tepung.
Pisang yang digunakan adalah pisang yang memiliki tingkat kematangan ¾ matang
dengan kulit yang masih hijau dan daging buah masih keras karena masih memiliki
kandungan pati yang tinggi dan kandungan air yang rendah (Prahasta, 2009). Jenis pisang
yang lebih baik dijadikan tepung adalah dari jenis plantain., salah satunya adalah pisang
kapas. Pisang jenis plantain memiliki kadar pati yang lebih tinggi dan kadar gula yang
lebih rendah (Palupi, 2012).
Pisang yang digunakan pada praktikum ini pertama ditimbang dulu untuk
mengetahui bobot yang akan digunakan. Setelah itu, pisang disortasi sebelumnya, yaitu
dipilih pisang yang baik secara fisik tanpa ada cacat atau kerusakan yang berarti sehingga
tidak mengurangi kualitas produk. Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan sortasi ini
adalah berdasarkan kebersihan bahan baku, ukuran, bobot, warna, tingkat kematangan
dan lainnya. Setelah dilakukan proses sortasi, pisang dicuci bersih dengan air mengalir
agar tidak ada kotoran yang menempel pada kulit pisang seperti sisa tanah dan debu.
Setelah pisang sudah selesai dibersihkan semua, dilakukan proses pengupasan kulit
pisang. Pengupasan ini dilakukan untuk mempermudah proses pengolahan selanjutnya
(Baliwati, 2004). Pisang dapat dipisahkan dari kulitnya menggunakan mesin pengupas
atau peeling machine atau menggunakan alat sederhana seperti pisau.
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

Setelah selesai dilakukan pengupasan, pisang ini yang ada diolah menjadi tepung.
Langkah pertama dalam pengolahan adalah pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran
dilakukan dengan memotong bahan baku menjadi bagian yang lebih kecil. Proses
pengecilan ukuran bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat pengeringan.
Semakin kecil ukuran bahan semakin cepat bahan pangan tersebut kering (Apriyantono,
1989). Umumnya, pada skala lab, Langkah selanjutnya pembuatan tepung adalah
dilakukan perendaman bahan baku dengan larutan natrium metabisulfite selama 15 menit,
tetapi dalam praktikum ini tidak dilakukan langkah ini. Pada skala industry, tidak
dilakukan perendaman larutan metabisulfit karena proses dilakukan dengan cepat
sehingga tidak terjadi pencoklatan yang besar. Larutan ini dapat menghambat
pencoklatan dikarenakan natrium metabisulfit akan berinteraksi dengan gugus karbonil
sehingga mengikat melanoidin yang merupakan senyawa penyebab terjadinya
pencoklatan (Syarief dan Irawati, 1988). Opsi lain dalam menghambat pencoklatan
menurut Winarno (2012) adalah dengan melakukan perendaman dengan larutan garam
yang dapat mencegah pencoklatan karena Na akan berikatan dengan gugus fenol (-OH)
sehingga tidak terbentuk senyawa kuinon yang biasanya dapat menyebabkan
pencoklatan.
Tahap selanjutnya dalam pembuatan tepung pisang ini adalah proses pengeringan,
Pengeringan ini dilakukan untuk mengurangi kandungan air dalam bahan sehingga
aktivitas mikrobiologi dalam makanan berkurang dan memperpanjang umur simpan
(Mayor & Sereno, 2004). Pisang yang sudah dikecilkan ukurannya dikeringkan
menggunakan oven cabinet selama 24 jam dengan suhu 50oC. Pengeringan dengan oven
kabinet pada dasarnya memanaskan udara melalui sumber panas ke dalam ruangan yang
berisi bahan yang akan dikeringkan sehingga pengeringan dapat dikontrol dan waktu
pengeringan bisa lebih cepat dan tidak tergantung oleh cuaca. Pengeringan dengan oven
dianggap lebih menguntungkan disbanding pengeringan dengan sinar matahari karena
pengurangan kadar air lebih efektif dengan jumlah pengurangan yang besar dalam waktu
yang singkat (Muller et al, 2006). Suhu yang digunakan untuk mengeringan ini tidak
terlalu tinggi karena suhu tinggi dapat menyebabkan kegosongan pada produk dan
mengurangi nilai gizinya. Kadar air tepung yang berlebih dapat mempersingkat daya
simpan produk karena kadar air yang banyak mendukung tumbuhnya jamur (Suyanti dan
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

Ahmad, 2008). Kadar air maksimal pada tepung umumnya adalah 12%. Kadar air yang
sesuai untuk tepung berkisar 4 – 11% (Depkes RI, 1989).
Setelah ini dilakukan proses penggilingan menggunakan grinder sampai menjadi
bubuk yang halus. Penggilingan ini dilakukan untuk mengecilkan ukuran sesuai yang
diinginkan (Purwantana, 2008). Pengecilan ini dilakukan dengan seragam menggunakan
mesin grinder. Umumnya, pengecilan ukuran ini dilakukan pada ukuran 80 mesh. Setelah
dilakukan pengecilan ukuran, tepung yang sudah jadi dikemas agar tidak tercemar oleh
kotoran di luar. Pengemasan ini biasa dilakukan dengan plastik PP yang didalamnya ada
silica gel. Silica gel digunakan untuk menghindari terjadi kelembapan yang berlebih.
Penggunaan plastik PP bertujuan agar pati tahan terhadap air dan tahan terhadap bahan
kimia, serta penggunaan silika gel berfungsi untuk mempertahankan kadar air pati agar
tetap stabil (Mujiarto, 2005).
Tepung pisang yang berkualitas baik memiliki warna putih atau krem, aroma dan
rasanya khas pisang, teksturnya halus, tahan disimpan 9-12 bulan, tidak ditumbuhi jamur
dan kutu, tidak berbau apek, tidak menggumpal, dan memiliki kadar air sekitar 9-11%.
4.2 Pati Pisang
Kandungan utama pati adalah amilosa dan amilopektin. Umumnya, pati
mengandung amilopektin yang lebih tinggi dibanding amilosa, dengan rasio 79-83%
amilopektin dan 17-21% amilosa. Rasio dari amilosa dan amilopektin ini dapat
mempengaruhi sifat pati seperti tekstur pati dan lain- lain (Dziedzic dan Kearsley, 1995).
Sama seperti tepung, pembuatan pati pisang bertujuan selain untuk memperpanjang umur
simpan tanpa mengurangi nilai gizi pisang, juga untuk mempermudah dan memperluas
pengembangan pemanfaatan pisang sebagai bahan makanan seperti untuk kue, keripik,
mie dan roti.
Pati memiliki karakteristik yang berbeda dari tepung. Umumnya pati diperoleh dari
proses ekstraksi sehingga lebih murni dibandingkan dengan tepung. Tahapan proses
pengambilan pati yang secara umum dilakukan meliputi pemarutan, penyaringan dengan
penambahan air, pengendapan, pengeringan, dan penggilingan (Radley, 1954).
Pada pembuatan pati pisang digunakan pisang yang sama seperti pada pembuatan
tepung yaitu pisang kapas dengan tingkat kematangan ¾ matang agar memiliki kualitas
dan kandungan yang optimal. Langkah awal pembuatan pati pisang ini sama dengan
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

pembuatan tepung, yaitu mula-mula ditimbang sampel pisang sesuai bobot yang
diperlukan. Kemudian sampel di sortasi untuk mencegah penggunaan pisang yang
terkontaminasi bahan lain yang tidak dibutuhkan saat pengolahan berlangsung. Setelah
itu pisang di cuci dengan air mengalir sampai bersih untuk menghilangkan kotoran yang
mungkin ada pada bahan seeprti tanahm residu, fungisida, insektidia, debu, dan lain- lain.
Setelah itu pisang dikupas menggunakan mesin pengupas atau peeling machine pada
skala lab atau menggunakan alat sederhana seperti pisau, karena yang digunakan pada
pembuatan pati ini hanya daging pisang saja.
Setelah itu, daging pisang dikecilkan ukurannya menggunakan pisau dengan cara
dipotong dan dihancurkan menggunakan blender. Tujuan pengecilan ukuran yaitu untuk
menyeragamkan ukuran, memudahkan pengolahan, dan mempertinggi reaktivitas bahan
(Pratama, 2013). Pisang yang sudah dipotong dengan pisau mula- mula direndam dulu
pada air dengan rasio perbandingan bahan dan air sebanyak 1:3 sebelum dihancurkan
menggunakan blender. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan
pada pisang yang akan diproses. Pisang dihancurkan dengan blender selama 3 menit
dengan cara basah. Hasil dari proses ini adalah pisang akan berbentuk seperti bubur.
Pisang dihancurkan agar jaringan dinding sel terpecah sehingga kandungan pati pada
pisang dapat lebih mudah keluar.
Bubur pisang ini lalu di ekstraksi atau di saring menggunakan kain satu lapis untuk
memisahkan cairan dengan ampas dan padatan lain yang tidak larut saat proses
penghancuran. Sisa ampas yang tersisa kemudian disaring lagi dengan diberi penambahan
air 1:1 dengan ampas menggunakan kain 2 lapis. Penyaringan dilakukan 2 kali agar filtrat
yang kandungan pektin dan pati pada pisang benar- benar terpisah. Cairan yang sudah
tidak mengandung ampas sama sekali ini menjadi filtrat pati yang digunakan untuk
pembuatan pati. Ampas sisa penyaringan dapat dibuang.
Hasil filtrat pati ini kemudian di endapkan atau di dekantasi selama 1 malam penuh
agar memberi hasil yang maksimal. Proses ini dilakukan untuk memisahkan pati murni
dari bagian lain seperti ampas dan materi lain yang mungkin masih terdapat pada filtrat
pati. Proses pengendapan ini juga dapat mempengaruhi kualitas pati yang dihasilkan
seperti nilai pH menjadi lebih rendah karena terbentuknya asam organik akibat fermentasi
oleh bakteri (Radley, 1976). Hasil endapan yang muncul dari proses ini bukan merupakan
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

pati murni dan dapat dibuang karena tidak digunakan lagi selanjutnya. Setelah itu, hasil
filtrat di sentifugasi menggunakan sentrifugator selama 15 menit dengan kecepatan 3000
rpm untuk memastikan filtrat sudah murni dan memisahkan fraksi pati dari komponen
lain yang tidak dibutuhkan.
Setelah benar- benar dipisahkan, filtrat dicuci menggunakan air akuades minimal 3
kali pencucian sampai pati berubah menjadi warna jernih. Pencucian pati ini betujuan
untuk memisahkan komponen pati dari ampas atau bahan – bahan lain, sehingga hasil
yang didapatkan merupakan pati murni.
Proses selanjutnya adalah pengeringan. Pati dipindahkan ke loyang dan diratakan
terlebih dahulu. Pengeringan dilakukan menggunakan oven kabiner pada suhu 50℃
selama 24 jam untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam pati. Pengeringan
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pati dan memperpanjang umur simpan, karena
kadar air yang rendah dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Pengeringan tidak
dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi agar pati tidak gosong yang akan mengurangi
kualitas pati. Pengeringan yang baik adalah pengeringan sampai kadar air pati dibawah
14%.
Pati yang sudah kering kemudian digiling dengan menggunakan grinder dengan
ayakan 100 mesh. Penggilingan ini dilakukan untuk memperhalus dan mengecilkan
ukuran pati serta membuat pati memiliki ukuran seragam. Setelah digiling, bubuk pati
dikemas menggunakan plastic PP yang diberi silica gel. Silica gel digunakan untuk
mencegah kelembapan berlebih pada kemasan pati.
Pati pisang yang baik memiliki tekstur yang berbentuk serbuk, ukurannya sangat
halus, berwarna putih atau sedikit kekuningan, dan tidak berbau. Dilihat dari warnanya,
pati memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan tepung. Pati pisang mengandung
kadar tanin yang tinggi dan sulit dihilangkan (Winarno, 1993). Pati pisang juga masih
mempunyai aroma khas pisang karena masih adanya senyawa ester yang terkandung
dan tidak sepenuhnya menguap pada saat proses pengeringan.
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan praktikum diatas, kesimpulan yang dapat diambil dari
praktikum ini yaitu:
• Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran sangat halus dan memiliki
karakteristik kadar air yang sangat rendah
• Pati merupakan karbohidrat yang tersusun dari amilosa, amilopektin, dan material
antara seperti protein dan lemak.
• Pembuatan pati dan tepung memiliki perbedaan pada tahap penghancuran baham,
penyaringan, pengendapan dan pencucian yang dilakukan pada pati tetapi tidak
pada tepung.
• Pisang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pati dan tepung dengan
baik
5.2 Saran
Sebelum menonton video pembuatan pati dan tepung pisang, praktikan sebaiknya
membaca modul dan memperhatikan video dengan serius agar informasi yang tersedia
terserap sepenuhnya.
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, R. (2020). Pengembangan Makanan Tambahan Berbasis F100 Dengan
Substitusi Tepung Labu Kuning Dan Tepung Pisang. Journal of Nutrition College,
9(2), 121–128. https://doi.org/10.14710/jnc.v9i2.27033
Apriyantono, Anton, dkk, 1989. Analisis Pangan Pusbangtepa. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Baliwati,Y.F, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya Host
defence at the wound site of harvested crops. Jour.Phytopath 79 (12):1381-138.
Banks W dan Greenwood CT. 1975. Starch and Its Components. Helsted Press, John
Willey and Sons, New York.
Budi, N. S., Praptiningsih, Y., & Maryanto. (2019). KARAKTERISTIK CAKE YANG
DIBUAT DENGAN SUBTITUSI CAMPURAN TEPUNG PISANG BATU (
Musa balbisiana colla ) DAN UBI JALAR KUNING ( Ipomea batatus L .). Berkala
Ilmiah Pertanian, 2(2), 56–60.
Depkes R.I 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta
Djali, M., Yana, C., Heni, R. A. 2019. Penuntun Praktikum Teknologi Pati dan Tepung.
Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Dziedzic, S. Z. dan M. W. Kearsley. 1995. The Technology of Starch Production. Di
dalam S.Z. Dziedzic dan M.W. Kearsley (eds). Handbook of Starch Hydrolysis
Product and Their Derivatives. Blackie Academic and Professional, London.
Greenwood, C.T. dan D.N. Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam R.J. Priestley, ed.
Effects of Heat on Foodstufs. Applied Science Publ. Ltd., London.
Harefa, W., & Pato, U. (2017). Evaluasi Tingkat Kematangan Buah terhadap Mutu
Tepung Pisang Kepok yang Dihasilkan. Jom Faperta, 4(2), 1–12.
https://media.neliti.com/media/publications/203489-evaluasi-tingkat-kematangan-
buah-terhada.pdf
Herawati, D. 2009. Modifikasi pati sagu dengan teknik heat moisture treatment (HMT)
dan aplikasinya dalam memperbaiki kualitas bihun. Tesis. Institut Pertanian Bogor
Histifarina, D., Adetiya R., Rahadian, D., Sukmaya. 2012. Teknologi pengeolahan
tepung dari berbagai jenis pisang menggunakan cara pengeringan matahari dan
mesin pengering. Agrin 16(2).
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

Jacobs, H., and J. A. Delcour. 1998. Hidrotermal Modifications of Granular Starch,


with Retention of the Granular Structure: a Review. Journal of Agriculture. Food
Chemistry. 46(8), pp. 2895-2905
Kurniawati, R.D. (2006). Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal Pembuatan
Mi Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten Meal (CGM).
Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Liu Q. 2005. Carbohydrates: Chemistry, Physical Properties and Applications. Cui
SW(editor). RC Taylor & Francis. Boca Ratn FL.
Mayor, L. and Sereno, A.M. 2004. Modelling Shrinkage During Convective Drying Of
Food Materials: A Review. J. Food Eng., 61, 373-386.
Morton, J., 1987. Banana. In: Fruits of warm climates. Florida Flair Books, Miami
Mota, R. V, Lajolo, F. M., Ciacco, C., Cordenunsi, B. R., & Brazil, S. P. (2000).
Mota_et_al-2000-Starch_-_St-rkeComposition and Functional Properties of
Banana Flour from Different Varieties. Starch, 52(2–3), 63–68.
Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi. IPB, Bogor.
Mujiarto. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif. Nomor 02.
Volume 3. Edisi Desember 2005.
Muller, J., dan Heindl. 2006. Drying Of Medical Plants In R.J. Bogers, L.E. Cracer, and
D> Lange (eds), Medical and Aromatic Plant, Spinger. The Netherland. p.237-252
Murtiningsih, Suryanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya. Agro.
Media Pustaka. Jakarta.
Nurani, S. dan S. S. Yuwono. 2014. Pemanfaatan Tepung Kimpul (Xanthosoma
sagittifolium) sebagai Bahan Baku Cookies (Kajian Proporsi Tepung dan
Penambahan Margarin). Jurnal Pangan dan Argoindustri. Vol. 2 No. 2, 50-58.
Palupi, H. 2012. Pengaruh Jenis Pisang dan bahan Perendaman Terhadap Karakteristik
Tepung Pisang (Musa spp.). Jurnal Teknologi Pangan Vol. 4 No.1.
Prahasta, A. 2009. Agribisnis Pisang. CV Pustaka Grafika, Bandung.
Silvano Jovan
240210180093
Kelompok 6B

Pratama, D. 2013. Evaluasi Mutu Tepung Pisang Raja dan Pisang Ambon. Skripsi.
Universitas Andalas, Sumatera Barat.
Pudjiastuti I. 2010. Pengembangan proses inovatif kombinasi reaksi hidrolisis asam dan
reaksi photokimia UV untuk produksi pati termodifikasi dari tapioka. Tesis
Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro, Semarang.
Purwantana, B. 2008. Kajian Kinerja Mesin Ekstraksi Tipe Ulir Pada Proses Pembuatan
Pati Aren (Arenga pinnata Merr).
Radley, J. A. 1976. Starch Production Technology. Applied Science Publisher ltd,
London.
Saragih. B. 2013. Analisis Mutu Tepung Bonggol Pisang dari Berbagai Variretas dan
Umur Panen yang Berbeda. Jurnal TIBBS Teknologi Industri Boga dan Busana.
Subagio, A. 2006. Ubi Kayu: Subtitusi Berbagai Tepung-Tepungan. Gramedia, Jakarta.
Subandoro, R. H., Basito, & Atmaka, W. (2013). PEMANFAATAN TEPUNG MILLET
KUNING DAN TEPUNG UBI JALAR KUNING SEBAGAI SUBTITUSI
TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES TERHADAP
KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK DAN FISIKOKIMIA. Jurnal Teknosains
Pangan Vol 2 No 2 April 2013, 2(4), 68–74.
Suyanti & Supriyadi, Ahmad. 2008. Pisang, Budidaya, Pengolahan & Prospek Pasar.
Penebar Swadaya, Jakarta
Syarief; R. dan Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta: M
ediyatama Sarana Perkasa.
Wibowo, D. 2012. Uji Coba Pembuatan Cookies Dengan Tepung Kulit Telur Ayam
Sebagai Pengganti Tepung Terigu. Universitas Bina Nusantara. Jakarta.
Winarno, F.G. 1993. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai