Anda di halaman 1dari 10

Nama Asisten: Resti Restiana

Tanggal Praktikum: 30 November 2020


Tanggal Pengumpulan: 14 Desember 2020

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PATI DAN


TEPUNG
Teknologi Pembuatan Pati dan Tepung

Kelompok 6B:

Silvano Jovan 240210180093


Lintang Haqni Rafi Adela 240210180094
Yunita Meiyanasari 240210180095
Alda Marsha Maheswari 240210180096
Nyssa Alda S 240210180097
Happy Easter Paskalia 240210180098

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2020
I. PENDAHULUAN
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara pengilingan atau
penepungan. Tepung memiliki kadar air yang rendah, hal tersebut berpengaruh terhadap
keawetan tepung. Jumlah air yang terkandung dalam tepung dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain sifat dan jenis atau asal bahan baku pembuatan tepung, perlakuan yang
telah dialami oleh tepung, kelembaban udara, tempat penyimpanan dan jenis
pengemasan. Tepung juga merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi
yang dianjurkan, karena akan lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dibentuk dan lebih
cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Cara yang paling
umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan
penjemuran atau dengan alat pengering biasa (Nurani dan Yuwono, 2014).
Tepung dibuat dengan kadar air sangat rendah sekitar 2-10%. Hal ini menunjukan
bahwa tepung memiliki daya simpan yang lebih lama (Subagio, 2006). Pembuatan tepung
memiliki proses dan metode yang berbeda-beda tergantung dari jenis bahan apa yang
akan dijadikan sebagai bahan dasar tepung, bisa dari gandum, buah-buahan seperti
pisang, umbi, bahkan sampai tulang hewan bisa dijadikan sebagai tepung. Tahapan proses
pengolahan tepung pada umumnya terdiri dari pemilihan bahan, pembersihan, pengecilan
ukuran, pengeringan, penggilingan/ penepungan, dan penyaringan (Suryanti, 2011).
Pati merupakan karbohidrat kompleks yang berwujud putih, tawar, dan tidak larut
dalam air. Pati merupakan bagian utama tumbuhan hasil dari proses penyimpanan
glukosa berlebih dalam jangka panjang (Kurniawati, 2006). Pati umumnya mengandung
15-30% amilosa, 70-85% amilopektin dan 5-10% material antara. Menurut Greenwood
dan Munro (1979) sekitar 80% kebutuhan energi manusia di dunia dipenuhi oleh
karbohidrat. Karbohidrat ini dapat dipenuhi dari sumber seperti biji-bijian (jagung, padi,
gandum), umbi-umbian (ubi kayu, ubi jalar, kentang) dan batang (sagu) sebagai tempat
penyimpanan pati yang merupakan cadangan makanan bagi tanaman.
Sifat-sifat pati ditentukkan oleh sumber pati tersebut. Faktor yang mempengaruhi
sifat pati tersebut, diantaranya adalah gelatinisasi (Pudjiastuti, 2010). Pati diperoleh
melalui proses ekstraksi karbohidrat yaitu setelah dilakukan pengecilan ukuran melalui
grinding (pemarutan) kemudian ekstrak dengan memakai pelarut (biasanya air) untuk
mengeluarkan kandungan patinya dengan cara sendimentasi atau pengendapan yang
selanjutnya dikeringkan pada suhu dengan lama waktu tertentu untuk mendapatkan pati
yang siap digunakan. Keuntungan pengeringan bahan (pati) menurut Muchtadi (1997)
bahwa pati menjadi lebih awet.Pati memegang peranan penting dalam industri
pengolahan pangan secara luas juga dipergunakan dalam industri seperti kertas, lem,
tekstil, lumpur pemboran, permen, glukosa, dekstrosa, sirop fruktosa, dan lain-lain.
Pati pisang merupakan pati dengan rendemen yang paling rendah dibandingkan
dengan sampel lain. Rendemen pati pisang hanya 0,08%. Hal ini disebabkan karena
pisang mengandung amilosa dan amilopektin yang rendah sehingga rendemen pati nya
pun rendah. Menurut literatur, rendemen pati pisang berkisar antara 10-12% tergantung
varietas pisang (Saragih, 2013).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tepung
Tepung adalah partikel padat yang umumya berbetuk butiran halus. Tepung
diguakan untuk berbagai keperluan seperti kebutuhan rumah tangga, bahan baku industry,
dan penelitian. Tepung sendiri dihasilka dari penggiligan bahan yang telah dikeringkan
terlebih dahulu. Tepung dapat berasal dari serealia, ubi-ubian, buah-buahan, telur, daging,
kacang-kacangan, dan bahan lainya. Tepung yang paling sering ditemukan dan palig
sering digunakan adalah tepung terigu dari gandum. Tepung gadum diguanka untuk
membuat roti, mie, kue, pasta, crackers, dan berbagai jenis makana lainnya (Subandoro
et al., 2013). Tepung dari gandum memiliki kelebihan yaitu mengandung protein gluten
yang sangat dibutuhkan ketika membuat mie dan roti agar dihasilkan adonan yang elastis
dan dapat mengembang.
Tepung terigu sendiri terbagi atas 3 jenis, yaitu tepung terigu dengan protein
tinggi, sedang, dan rendah. Tepung dengan protein tinggi memiliki kandungan protein
diatas 11%. Tepung protein tinggi berhubungan erat dengan kandungan gluten. Makadari
itu, tepung dengna protein tinggi umumnya digunakan untuk membuat roti dan mie.
Tepung protein sedang memiliki kandungan protein 10-11%. Tepung ini juga disebut
sebagai tepung serba guna karena dapat digunakan untuk banyak hal mulai dari membuat
jajanan pasar, membuat adonan pancake, membuat cookies, dan lainnya. Tepung protein
rendah memiliki kandungan protein 8-9%. Kandungan protein yang rendah membuat
tepung ini cocok untuk dijadihan bahan membuat cake agar dihasilkan cake yang ringan
dan tidak chewy.
Tepung local atau tepug selain dari tepung gandum pada umumnya tidak
mengadung glute atau hanya mengandung sedikit gluten. Tepung local dapat
meningkatkan nilai gizi dari produk karena mengandung nilai tambah masing-masing,
seperti tepung ubi jalar ungu memiliki nilai antosianin yang relative tinggi, dan tepung
jagung rendah karbohidrat dibandingkan dengan tepung terigu pada umumnya. Sehingga
tepung tersebut dapat digunakan untuk meingkatkan nilai gizi serta meningkatkan
penampilan produk agar terlihat lebih menarik dengan adanya warna.
Salah satu tepung local yang sering ditemukan adalah tepung pisang. Pisang
menjadi salah satu bahan yang cocok untuk dijadikan tepung karena memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi yaitu sebesar 17,2-38% dan juga mengandung pati yang tinggi
sehingga dapat dihasilkan juga tepung yang berwarna putih sehingga lebih menarik dan
diterima oleh masyarakat (Harefa & Pato, 2017). Kandungan dari tepung pisang sendiri
tergantung pada tingkat kematanga pisang ketika diolah menjadi tepung. Pada pisang
yang sudang matang, kandungan karbohidrat atau gula lebih tinggi dari pisang yang
belum masak namun pisang yang sudah terlalu matang pada umumnya tidak diolah
menjadi tepung karena menghasilkan tepung yang berwarna lebih gelap dan bertekstur
lembek sehingga lebih sulit untuk diolah (Morton, 1987). Pisang yang sudah matang
dapat mengandung14-23% pati (Mota et al., 2000). Seperti pada tepung local pada
umumnya, tepung pisang tidak megandung gluten sehingga jika digunaka utuk membuat
produk makanan masih diperlukan utuk dicampur dengan tepung gandum untuk
mendapatkan tekstur produk sesuai dengan yang diinginkan (Ambarwati, 2020; Budi et
al., 2019).
2.2 Pati
Pati atau amilum merupakan karbohidrat kompleks yang memiliki karakteristik
tidak larut dalam air. Pati secara umum memiliki karakteristik berupa bubuk berwarna
putih yang memiliki rasa tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia menjadikan pati sebagai sumber
energi yang penting. Pati dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun
buah-buahan. Sumber alami pati antara lain adalah jagung, labu, kentang, ubi jalar,
pisang, barley, gandul, beras, sagu, amaranth, ubi kayu, ganyong, dan sorgum (Herawati,
2011). Bentuk asli pati secara alami merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut
granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu
digunakan untuk identifikasi. Di alam lebih banyak ditemukan pati berstruktur
amilopektin, yaitu 80-90% sedangkan sisanya 10-20% merupakan pola amilosa. Kedua
tipe tersebut dapat dipisahkan dengan melarutkannya di dalam air mendidih, amilosa akan
mengendap sedangkan amilopektin membentuk koloid yang kalau dibiarkan akan
menarik air dan terbentuk pasta (Jacobs dan Delcour 1998).
Pati merupakan karbohidrat yang termasuk ke dalam golongan polimer glukosa,
dan terdiri atas amilosa dan amilopektin (Jacobs dan Delcour 1998).

Gambar 1. Struktur amilosa dan amilopektin


(Jacobs dan Delcour 1998).

Pati secara umum dapat diperoleh dari biji - bijian, umbi-umbian, sayuran,
maupun buah-buahan. Sumber bahan baku yang dapat menghasilkan pati secara alami
antara lain adalah jagung, labu, kentang, ubi jalar, pisang, barley, gandul, beras, sagu,
amaranth, ubi kayu, ganyong, dan sorgum. Pemanfaatan pati asli masih sangat terbatas
karena sifat fisik dan kimianya kurang sesuai untuk digunakan secara luas. Oleh karena
itu, pati akan meningkat nilai ekonominya jika dimodifikasi sifat-sifatnya melalui
perlakuan fisik, kimia, atau kombinasi keduanya (Liu et al. 2005)
III. METODOLOGI
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:
1. Baskom
2. Blender
3. Grinder
4. Loyang
5. Oven kabinet
6. Pisau
7. Saringan 100 mesh
8. Sentrifugator

3.2 Bahan
1. Air
2. Pisang kapas
3. Plastik PP

3.3 Prosedur
3.3.1 Perlakuan Pendahuluan
1. Sampel pisang dikupas.
2. Sampel dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil.
3.3.2 Pembuatan Tepung
1. Sampel yang telah diberi perlakuan pendahuluan direndam dalam air.
2. Sampel dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC selama 24 jam.
3. Sampel digiling dengan grinder sampai halus.
4. Sampel diayak menggunakan saringan berukuran 100 mesh.
5. Sampel yang sudah menjadi tepung dikemas dengan plastik PP.

3.3.3 Pembuatan Pati


1. Sampel yang telah diberi perlakuan pendahuluan direndam menggunakan air.
2. Sampel dihancurkan menggunakan blender hingga menjadi bubur.
3. Sampel yang telah hancur disaring dan diperas dengan kain saring sebanyak 2x, lalu
diperoleh filtrat dan ampas.
4. Filtrat didekantasi selama semalam.
5. Endapan pati hasil dekantasi dipisahkan lagi menggunakan alat sentrifugasi.
6. Sebelum dikeringkan, endapan pati dicuci minimal sebnayak 3x.
7. Pati dipindahkan ke loyang dan dikeringkan dengan menggunakan oven kabinet
dengan suhu 50oC selama 24 jam.
8. Pati kering digiling menggunakan grinder hingga halus.
9. Pati diayak menggunakan ayakan 100 mesh.
10. Pati dikemas dengan plastik PP.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, R. (2020). Pengembangan Makanan Tambahan Berbasis F100 Dengan
Substitusi Tepung Labu Kuning Dan Tepung Pisang. Journal of Nutrition College,
9(2), 121–128. https://doi.org/10.14710/jnc.v9i2.27033
Budi, N. S., Praptiningsih, Y., & Maryanto. (2019). KARAKTERISTIK CAKE YANG
DIBUAT DENGAN SUBTITUSI CAMPURAN TEPUNG PISANG BATU (
Musa balbisiana colla ) DAN UBI JALAR KUNING ( Ipomea batatus L .). Berkala
Ilmiah Pertanian, 2(2), 56–60.
Greenwood, C.T. dan D.N. Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam R.J. Priestley, ed.
Effects of Heat on Foodstufs. Applied Science Publ. Ltd., London.
Harefa, W., & Pato, U. (2017). Evaluasi Tingkat Kematangan Buah terhadap Mutu
Tepung Pisang Kepok yang Dihasilkan. Jom Faperta, 4(2), 1–12.
https://media.neliti.com/media/publications/203489-evaluasi-tingkat-kematangan-
buah-terhada.pdf
Herawati, D. 2009. Modifikasi pati sagu dengan teknik heat moisture treatment (HMT)
dan aplikasinya dalam memperbaiki kualitas bihun. Tesis. Institut Pertanian Bogor
Jacobs, H. dan J.A.Delcour. 1998. Modifications of granular starch, with retention of the
granular structure : a review. J. Agric. Food Chem. 46(8):2895-2905.
Kurniawati, R.D. (2006). Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal Pembuatan
Mi Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten Meal (CGM).
Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Liu Q. 2005. Carbohydrates: Chemistry, Physical Properties and Applications. Cui
SW(editor). RC Taylor & Francis. Boca Ratn FL.
Morton, J., 1987. Banana. In: Fruits of warm climates. Florida Flair Books, Miami
Mota, R. V, Lajolo, F. M., Ciacco, C., Cordenunsi, B. R., & Brazil, S. P. (2000).
Mota_et_al-2000-Starch_-_St-rkeComposition and Functional Properties of
Banana Flour from Different Varieties. Starch, 52(2–3), 63–68.
Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi. IPB, Bogor.
Murtiningsih, Suryanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya. Agro.
Media Pustaka. Jakarta.
Nurani, S. Yuwono, S.S. 2014. Malang. “Pemanfaatan tepung kimpul (Xanthosoma
sagittifolium) sebagai bahan baku cookies (kajian proporsi tepung dan penambahan
margarin)”. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 2 p. 50-58. Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang.
Pudjiastuti I. 2010. Pengembangan proses inovatif kombinasi reaksi hidrolisis asam dan
reaksi photokimia UV untuk produksi pati termodifikasi dari tapioka. Tesis
Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro, Semarang.
Saragih. B. 2013. Analisis Mutu Tepung Bonggol Pisang dari Berbagai Variretas dan
Umur Panen yang Berbeda. Jurnal TIBBS Teknologi Industri Boga dan Busana.
Subagio, A. 2006. Ubi Kayu: Subtitusi Berbagai Tepung-Tepungan. Gramedia, Jakarta.
Subandoro, R. H., Basito, & Atmaka, W. (2013). PEMANFAATAN TEPUNG MILLET
KUNING DAN TEPUNG UBI JALAR KUNING SEBAGAI SUBTITUSI
TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES TERHADAP
KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK DAN FISIKOKIMIA. Jurnal Teknosains
Pangan Vol 2 No 2 April 2013, 2(4), 68–74.

Anda mungkin juga menyukai