Anda di halaman 1dari 10

Muhammad Rijal Senjaya

240210160096
7B

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Praktikum kali ini dilakukan pengujian terhadap sifat fungsional dan
amilografi dari pati, baik produk natural, maupun produk modifikasi. Sampel pati
natural yang digunakan yaitu pati singkong sedangkan sampel pati modifikasinya
yaitu pati singkong HMT, Pati singkong MHT, dan Pati Singkong Annealing.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sifat fungsional merupakan sifat
yang mempengaruhi perilaku komponen tersebut selama persiapan, pengolahan,
penyimpanan dan konsumsi. Sementara sifat amilografi berkaitan dengan
pengukuran viskositas pati dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan
pengadukan. Sifat amilografi adalah sifat-sifat pati atau tepung yang meliputi suhu
gelatinisasi, viskositas maksimum, viskositas balik, dan viskositas dingin.
Pengujian sifat fungsional yang dilakukan dalam praktikum kali ini meliputi
parameter swelling volume dan kelarutannya. Swelling Volume merupakan
perbandingan volume pasta pati terhadap berat keringnya (Collado dan Corke.,
1999). Swelling volume merupakan kemampuan pati untuk mengembang jika
dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu. Sementara parameter kelarutan
menunjukkan karakteristik sifat kelarutan pati setelah dilakukan pemanasan.
Pengukuran swelling volume dapat dilakukan dengan mengetahui perbandingan
antara banyaknya air yang diserap pati dengan berat sampel pati awal. Berikut
persamaannya:
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑢𝑝𝑒𝑟𝑛𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑆𝑤𝑒𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑏𝑘)
Sementara untuk menghitung nilai kelarutan, digunakan persamaan sebagai berikut:
𝑊 𝑠𝑢𝑝𝑒𝑟𝑛𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 𝑋 100%
𝑊 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Pengujian sifat amilografi dilakukan dengan menggunakan alat RVA atau
Rapid Viscosity Analyzer. Dari penggunaan alat tersebut, dapat diketahui parameter-
parameter amilografi yang meliputi viskositas pasta panas dan pasta dingin, suhu
gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas breakdown, dan viskositas setback. Singh
dkk., (2003) menyatakan bahwa sifat amilografi tepung dapat dianalisis
menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). RVA adalah viskometer yang
dilengkapi dengan sistem pemanas dan pendingin untuk mengukur resistensi sampel
pada pengadukan terkontrol (Collado dan Corke, 1999).
Muhammad Rijal Senjaya
240210160096
7B

Percobaan diawali dengan penimbangan sampel terigu sesuai dengan


perhitungan rumus dalam canister yaitu:
(100−𝑀0)
S1 = S0 × (100−𝑀1)

S0 = standar berat sampel (biasanya 3,5 gram)


S1 = berat sampel terkoreksi (di dalam canister)
M0 = standar referensi kadar air sampel (11-14%) (wb)
M1 = % kadar air sebenarnya
Kemudian ditambahkan air sesuai dengan hasil perhitungan menggunakan
rumus yaitu:
W1 = Wo = So – S1
W0 = standar berat air (biasanya 25 mL)
W1 = berat air terkoreksi

4.1 Sifat Fungsional


Berikut merupakan tabel hasil pengamatan terhadap sifat fungsional pati
singkong natural dan modifikasi yang meliputi parameter swelling volume dan
kelarutan.
Tabel 1. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
Sampel Swelling Volume (mL/g) Kelarutan (%)
Pati Singkong Alami 11,429 2,571
Pati Singkong HMT 10,00 25,46
Pati Singkong ANN 27,17 12,11
Pati Singkong MHT 8,571 11,2
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sampel yang memiliki nilai
swelling volume terbesar adalah pati singkong yang dimodifikasi secara annealing
dengan nilai sebesar 27,17 mL/g. Sementara sampel dengan nilai swelling volume
terkecil adalah pati singkong yang dimodofikasi secara MHT dengan nilai sebesar
8,571 mL/g. Sampel lainnya memiliki nilai swelling volume sebesar 10 mL/g untuk
pati singkong HMT dan sebesar 11,429 untuk pati singkong alami.
Muhammad Rijal Senjaya
240210160096
7B

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa telah terjadi penurunan nilai


swelling volume setelah dimodifikasi secara HMT dan MHT, tetapi terjadi kenaikan
nilai setelah dimodifikasi secara annealing. Hal ini disebabkan karena pada
modifikasi secara HMT dan MHT, ikatan-ikatan dalam granula pati saling menguat
dan membuat granula sulit membengkak untuk menyerap air. Menurut Liu, dkk.
(2016), modifikasi pati singkong dengan HMT dapat merubah interaksi antar rantai
pada pati. Hal tersebut diduga disebabkan pula oleh ketersediaan air yang tidak
cukup dan suhunya yang melebihi suhu gelatinisasi. Sementara kenaikan pada pati
modifikasi annealing diduga terdapat kaitan antara penggunaan air yang cukup dan
suhu dibawah gelatinisasi.
Kelarutan paling tinggi dimiliki oleh sampel pati termodifikasi HMT dengan
nilai sebesar 25,46% sedangkan yang paling rendah dimiliki oleh sampel pati
singong alami dengan nilai sebesar 2,57%, Hal ini membuktikan bahwa proses
modifikasi pati dapat meningkatkan kelarutan pati setelah dilakukan pemanasan. Liu,
dkk. (2016) mengemukakan bahwa meningkatnya kelarutan dari pati singkong dapat
diakibatkan oleh perubahan nilai Cold Pasting Viscosity dan Setback. Pinasthi
(2011) juga menyebutkan bahwa HMT dengan gelombang mikro pada pati singkong
memberikan penurunan nilai kelarutan yang tidak berbeda nyata dengan pati
singkong tanpa modifikasi. Dengan kelarutan yang meningkat, maka kualitas pati
semakin menurun karena banyak terjadi degredasi komponen-komponen dari dalam
granula pati, seperti amilosa. Modifikasi pati yang menurunkan kelarutan paling
tinggi yaitu pati HMT dan yang paling rendah yaitu pati MHT.

4.2 Sifat Amilografi


Berikut merupakan tabel hasil pengamatan terhadap sifat amilografi pati dan
tepung natural dan termodifikasi.
Muhammad Rijal Senjaya
240210160096
7B

Tabel 2. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan Termodifikasi
Karakteristik Pasta Pati
Tgel
Sampel VPP
(°C) VP (cP) VPD (cP) VB (cP) VS (cP)
(cP)
Pati Singkong
72.26 3353 2784 2975 595 191
Alami
Pati Singkong
78.23 366 318 467 48 139
HMT
Pati Singkong
72.93 2913 2623 3404 290 781
ANN
Pati Singkong
68.47 1767 1096 1995 671 899
MHT
Keterangan: Tgel = suhu gelatinisasi; VP = viskositas puncak (peak viscosity); VPP
= viskositas pasta panas (hold viscosity); VPD = viskositas pasta dingin (final
viscosity); VB = viskositas breakdown; VS = viskositas setback

Gambar 1. Kurva Amilografi Pati dan Singkong Alami


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Gambar 2. Kurva Amilografi Pati dan Singkong HMT


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Muhammad Rijal Senjaya
240210160096
7B

Gambar 3. Kurva Amilografi Pati dan Singkong Annealing


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Gambar 4. Kurva Amilografi Pati dan Singkong MHT


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, diketahui bahwa proses modifikasi pati
menyebabkan kenaikan gelatinisasi, kecuali pada modifikasi MHT. Suhu gelatinisasi
merupakan suhu dimana terjadinya proses gelatinisasi mula-mula, yakni mulai
masuknya air ke dalam granula pati sehingga terjadi pembengkakan. Semakin rendah
suhu gelatinisasi, maka semakin mudah terjadinya gelatinisasi. Dengan demikian,
modifikasi MHT menyebabkan lebih mudahnya suatu pati untuk tergelatinisasi.
Suhu gelatinisasi yang rendah ini sangat cocok digunakan untuk produk-produk siap
saji dan produk-produk bayi yang menghindari pemanasan tinggi dalam
pembuatannya, misalnya bubur bayi, bubur instan, dan lain sebagainya.
Muhammad Rijal Senjaya
240210160096
7B

Diketahui pula bahwa modifikasi pati menyebabkan penurunan viskositas


puncak, baik modifikasi secara MHT, HMT, maupun annealing. Hal ini dapat
disebabkan oleh tingginya kemampuan pati dalam mengikat air sehingga granula pati
singkong sulit untuk pecah dan viskositas puncaknya cenderung stabil pada jangka
waktu yang cukup lama. (Copeland, dkk., 2009). Annealing menyebabkan viskositas
puncak menurun secara drastis dan paling rendah di antara proses modifikasi
lainnya. Sesuai dengan pernyataan Hormdok dan Noomhorm (2007), yang
menyatakan bahwa penurunan viskositas puncak pada perlakuan HMT dipengaruhi
oleh terbatasnya kapasitas pembengkakan pati. Selain itu, Lewandowicz, dkk. (1997)
melaporkan bahwa efek dari radiasi microwave dalam memodifikasi pati singkong
mampu menurunkan viskositas puncak. Peak viscosity menggambarkan fragilitas
dari granula pati yang mengembang, yaitu pada saat pertama kali mengembang
sampai pecah karena adanya proses pengadukan (Kartikasari dkk., 2016). Menurut
Kartikasari dkk. (2016), ada beberapa faktor yang mempengaruhi viskositas puncak,
yakni semakin tinggi kandungan minor (abu, protein, dan serat), serta rasio amilosa
dan amilopektin, maka waktu (menit) dan suhu (oC) viskositas puncak semakin
tinggi. Sementara menurut Deetae dkk. (2008), peak viscosity dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain kadar amilosa, protein, lemak, dan ukuran granula.
Selain itu, proses modifikasi juga mempengaruhi nilai viskositas pasta panas
dan viskositas pasta dingin. Pada viskositas pasta panas, nilai pada pati termodifikasi
cenderung turun, dengan penurunan tertinggi terjadi pada modifikasi HMT. Begitu
pula pada viskositas pasta dingin, tetapi terjadi peningkatan nilai pada modifikasi
secara annealing.
Viskositas breakdown pada pati yang dimodifikasi juga ikut terpangaruh,
dimana hampir semua perlakuan modifikasi mampu menurunkan viskositas
breakdown, kecuali pada modifikasi secara MHT. Hal tersebut disebabkan oleh
kondisi pati yang lebih stabil terhadap panas, yang mana hal ini juga telah
diungkapkan oleh Adebowale, dkk. (2005), dan Watcharatewinkul, dkk. (2009).
Selain itu, penurunan viskositas breakdown disebabkan oleh meningkatnya
keteraturan matriks kristalin dan pembentukan kompleks amilosa lemak yang
menurunkan kapasitas pembengkakan granula dan memperbaiki stabilitas pasta
selama pemanasan (Pukkahuta, dkk., 2008). Sedangkan, meningkatnya viskositas
Muhammad Rijal Senjaya
240210160096
7B

breakdown pada pati modifikasi MHT bisa jadi dipengaruhi karena modifikasi MHT
menyebabkan meningkatnya kandungan amilosa pada pati singkong. Menurut
Bamforth (2005) Semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas breakdown akan
semakin tinggi. Viskositas breakdown mengindikasikan seberapa mudah struktur
granula pati pecah atau retak (Varavinit dkk., 2003). Menurut Singh dkk. (2011),
viskositas breakdown menunjukkan kestabilan granula pati saat pemanasan dan
pengadukan berlanjut. Tingginya nilai viskositas breakdown tidak diharapkan terjadi
selama tahap pengolahan karena adanya kekentalan yang tidak merata dan
menyebabkan pasta pati menjadi sangat lengket ketika diaduk (Eliason dkk., 2004).
Diketahui pula bahwa dengan adanya proses modifikasi dapat menyebabkan
kenaikan viskositas setback. Hal ini terjadi pada semua tipe modifikasi, baik MHT,
HMT, atau annealing. Peningkatan nilai viskositas setback ANN dan MHT dapat
disebabkan oleh oleh oleh jumlah amilosa yang terlepas, ukuran granula, rigiditas,
dan granula mengembang yang tidak terfragmentasi (Zavareze, dkk., 2010).
Kandungan amilosa yang cukup tinggi memiliki kontribusi yang besar terhadap
kecenderungan terjadinya retrogradasi pasta pati selama fase pendinginan (Lehmann
dkk., 2003). Menurut Bamforth dkk. (2005), semakin tinggi kadar amilosa maka
viskositas setback akan semakin tinggi. Viskositas setback pasta menunjukkan
kecenderungan retrogradasi yang terjadi pada molekul amilosa karena amilosa lebih
mudah terpapar oleh air dan mudah mengalami rekristalisasi dibandingkan
amilopektin. Menurut Eliasson (2004) nilai retrogradasi juga dipengaruhi adanya
komponen minor (lemak, protein, abu, dan serat). Setback merupakan indikator
tekstur produk akhir dan terkait dengan sineresis selama siklus beku-cair (Batey,
2007). Viskositas setback menunjukkan kemampuan suatu cairan untuk
meretrogradasi atau memulihkan terpisahnya ikatan-ikatan amilosa sehingga mampu
bergabung dan membentuk kembali jaring-jaring hingga mengendap setelah
terjadinya penurunan suhu.
Muhammad Rijal Senjaya
240210160096
7B

V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Terjadi penurunan nilai swelling volume setelah dimodifikasi secara HMT
dan MHT, tetapi terjadi kenaikan nilai setelah dimodifikasi secara annealing.
2. Modifikasi pati dapat meningkatkan kelarutan pati setelah dilakukan
pemanasan.
3. Modifikasi pati menyebabkan kenaikan gelatinisasi, kecuali pada modifikasi
MHT.
4. Modifikasi pati menyebabkan penurunan viskositas puncak, baik modifikasi
secara MHT, HMT, maupun annealing.
5. Pada viskositas pasta panas, nilai pada pati termodifikasi cenderung turun,
dengan penurunan tertinggi terjadi pada modifikasi HMT. Begitu pula pada
viskositas pasta dingin, tetapi terjadi peningkatan nilai pada modifikasi secara
annealing.
6. Hampir semua perlakuan modifikasi mampu menurunkan viskositas
breakdown, kecuali pada modifikasi secara MHT
7. Proses modifikasi dapat menyebabkan kenaikan viskositas setback pada
seluruh tipe modifikasi.

5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ke depannya yaitu:
1. Supaya percobaan dilakukan terhadap komoditas yang berbeda sehingga
diketahui perbedaan pati antar komoditas tertentu, baik yang sudah
dimodifikasi, maupun kondisi natural.
2. Supaya parameter pengujian fungsional tidak terbatas hanya pada swelling
volume dan kelarutannya saja, tetapi bisa dilakukan pengukuran terhadap
freeze thaw stability dan lain sebagainya.
Muhammad Rijal Senjaya
240210160096
7B

DAFTAR PUSTAKA

Adebowale, K. O., Afolabi, T. A., & Olu-Owolabi, B. I. 2005. Hydrothermal


Treatments of Finger Millet (Eleusine coracana) Starch. Food
Hydrocolloids, 19, 974–983.

Bamforth, C. H. 2005. Food Fermentation and Microorganisms. By Blacwell


Science Ltd A Blackwell Publishing Company.

Batey, I. L. 2007. Interpretation of RVA Curves Dalam The RVA Handbook

Collado LS, Corke H. 1999. Heat-Moisture Treatment Effects On Sweet Potato


Starches Differing In Amylose Content. Food Chemistry. Vol 65.

Copeland, L., Blazek, J., Salman, H., & Tang, M. C. 2009. Form and Functionality
of Starch. Food Hydrocolloid, 23, 1527-1534.

Hormdok, R. dan Noomhorm, A. 2007. Hydrothermal Treatments Of Rice Starchfor


Improvement Of Rice Noodle Quality. LWT-Food Science and Technology,
40,1723–1731.

Deetae, P., Shobsngob. S., Varanyanond, W., Chinachoti, P., Navikul, O., Vavarinit,
S.2008. Preparation, Pasting Properties and Freeze Thaw Stability Of Dual
Modified Crosslink-Phosphorylated Rice Starch. Carbohyd Poly ,73: 351-
358.

Eliasson, C dan Ann. 2004. Starch In Food (Structure, Fuction and Applications).
Woodhead Publishing Limited, Cambridge England

Kartikasari, S.N., Puspita S., Achmad S. 2016. Karakterisasi Sifat Kimia, Profil
Amilografi (RVA) dan Morfologi Granula (SEM) Pati Singkong
Termodifikasi Secara Biologi.
Lehmann, J., J.P. Silva Jr., C. Steiner, T. Nehls, W. Zech and B. Glaser. 2003.
Nutrient Availability and Leaching In An Archaeological Anthrosol and A
Ferralsol Of The Central Amazon Basin: Fertilizer, Manure and Charcoal
Amendments. Plant and Soil 249: 343–357.

Lewandowicz, G., Fornal, J., & Walkowski, A. 1997. Effect of Microwave Radiation
on Physico-Chemical Properties and Structure of Potato and Tapioca
Starches. Carbohyd. Polym., 34, 213-220.

Liu, Y.F., K. Laohasongkram, dan S. Chaiwanichsiri. 2016. Effects of HeatMoisture


Treatment on Molecular Interactions and Physicochemical Properties of
Tapioca Starch. MOJ Food Processing and Technology 3(3): 304-311.

Pinasthi, W. 2011. Pengaruh Modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) dengan


Radiasi Microwave terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional
Muhammad Rijal Senjaya
240210160096
7B

Tapioka dan Maizena. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian


Bogor, Bogor

Pukkahuta, C., Suwannawat, B., Shobsngob, S., and Varavinit, S. 2008.


Comparativestudy Of Pasting And Thermal Transition Characteristics Of
Osmotic Pressure Andheat– Moisture Treated Corn Starch. Carbohydrate
Polymers, 72, 527–536.

Singh H, Chang Y, Lin J, Singh N, dan Singh N. 2011. Influence Of Heat-Moisture


Treatment and Annealing On Functional Properties Of Sorghum Starch.
Food Research International 44: 2949-2954.

Vavarinit, S., Shobsngob, S.,Varanyanond, W., Chinachoti P dan Naivikul, O. 2003.


Effect Of Amylase Contect On Gelatinisasion, Retrogradasi and Pating
Properties Of Flour From Different Cultivars Of Thai Rice. Starch-Starke, 55
(9): 410-415.

Watcharatewinkul, Y., Puttanlek, C., Rungsardthong, V., & Uttapap, D. 2009.


Pasting Properties of a Heat-Moisture Treated Canna Starch in Relation to
its Structural Characteristics. Carbohydrate Polymers, 75, 505–511.

Zavareze, E. R., Storck, C. R., de Castro, L. A., Schirmer, M. A., & Dias, A. R.
2010. Effect of Heat-Moisture Treatment on Rice Starch of Varying Amylose
Content. Food Chemistry, 121, 358–365.

Anda mungkin juga menyukai