PENDAHULUAN
Hot Filling
Pendinginan
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pengaruh Metoda dan Waktu Blansir Perebusan
Cabai (Capsicum annum L.) dan bawang putih merupakan tanaman
sayuran, yang memiliki kadar air yang cukup tinggi. Cabai biasanya
digunakan dalam bentuk segar maupun kering, untuk bahan bumbu
dapur, ramuan obat, kebutuhan industri pangan, dan industri rumah
tangga. Barus (2015) menjelaskan bahwa cabai mudah sekali
mengalami kerusakan. Kerusakan pada cabai dapat berasal dari cabai
sendiri maupun faktor luar dari cabai tersebut. Petani tidak berani ambil
resiko untuk menyimpan hasil panen cabe nya karena sifat cabai yang
mudah rusak.
Kadar air pada cabai merah kering dijadikan dasar untuk
menentukan ketahanan atau lama penyimpanannya. Adawyah (2012)
menjelaskan proses pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air
pada bahan yang akan dikeringkan. Kadar air yang diharapkan yaitu
sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang
dapat menyebabkan kebusukan. Perkembangan mikroorganisme akan
terhambat atau bahkan terhenti sama sekali, sehingga bahan yang
dikeringkan mempunyai waktu simpan lebih lama.
Tahapan pertama yang dilakukan adalah blansir. Blansir adalah
proses perebusan bahan pangan dengan air panas atau uap panas. Blansir
dapat mencegah pencoklatan dengan mekanisme menonaktifkan enzim
penyebab pencoklatan yaitu enzim polifenolase. Blansir dengan
perlakuan 2, 5, dan 10 menit sebelum proses pengeringan cabai merah
menggunakan tunnel dehydrator dengan parameter yang diamati yaitu
aroma, warna, ukuran, dan penampakan.
Cabai yang telah dilakukan perlakuan lalu dihamparkan cabai di atas
rak, dan ditempelkan label kode tiap rak untuk menandai perlakuan pada
cabai. Dehydrator dipersiapkan dengan mengatur suhu pengeringan
yang stabil pada suhu 90°C. Cabai pada rak dimasukkan ke ruang
pengering pada mesin, lalu diperhatikan waktu pengeringannya.
Pengeringan yang dilakukan pada Hari Jumat tanggal November 2022
pukul 15.00 - 17.00 dan pada hari Sabtu tanggal November 2022 pukul
08.00 - 10.00. Parameter yang digunakan yaitu dilihat ada tidaknya
kadar air secara sederhana ditandai dengan mudahnya cabai kering
untuk dipatahkan dan bau cabai dan bawang putih.
Blansing menggunakan media uap panas akan lebih memberikan
retensi zat gizi yang lebih optimum jika dibandingkan dengan air panas.
Air panas dapat menyebabkan hilangnya nutrisi, terutama yang larut
dalam air. Namun penggunaan air lebih mudah digunakan. Blansing
yang terlalu lama dalam air panas cenderung menghasilkan bahan
bertekstur sangat lunak, memudarkan warna, mengurangi flavour, dan
dapat menyebabkan kehilangan nutrien. (Asgar, A. dan D. Musaddad.
2008).
Parameter aroma pada pengamatan bahan tanpa pengecilan
memiliki aroma yang masih sedikit bau khas baik pada pengamatan jam
17.00 dan 10.00. Sedangkan pada bahan yang dikecilkan ukuran
memiliki aroma yang sedikit bau khas bahkan hampir tidak ada baik
pada pengamatan jam 17.00 dan 10.00. Parameter warna pada
pengamatan bahan tanpa pengecilan jam 17.00 memiliki warna yang
lebih terang dari warna asli dan pada jam 10.00 memiliki warna yang
kecoklatan tetapi tidak menyeluruh. Pada bahan yang dikecilkan ukuran
memiliki warna yang memudar dari warna asli dan sedikit kecoklatan
pada pengamatan jam 17.00, sedangkan pengamatan pada jam 10.00
memiliki warna lebih kecoklatan dan menyeluruh. Parameter ukuran
pada sampel tanpa pengecilan memiliki ukuran sedikit menyusut dari
ukuran asli pada jam 17.00, sedangkan pada jam 10.00 memiliki ukuran
yang menyusut dari ukuran asli. Pada sampel yang dikecilkan memiliki
ukuran yang sedikit menyusut dari ukuran aslinya pada jam 17.00,
sedangkan pada jam 10.00 memiliki ukuran yang lebih menyusut dari
ukuran awal.
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan
karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur serta cita rasa dari
produk yang dihasilkan. Selain itu kandungan air dalam makanan juga
ikut menentukan daya tahan dan kesegaran bahan tersebut. Kadar air
dalam suatu bahan makanan perlu ditetapkan karena makin tinggi kadar
air maka makin besar pula kemungkinan makanan tersebut akan rusak,
sehingga tidak tahan lama. (Asgar, A. dan D. Musaddad 2014)
Parameter penampakan pada bahan tanpa pengecilan memiliki
penampakan yang sedikit kering dan berair pada jam 17.00, sedangkan
pada pengamatan jam 10.00 memiliki penampakan cukup kering dan
cukup keriput. Pada pengamatan sampel yang dikecilkan memiliki
penampakan yang sedikit layu dan lembut pada pengamatan jam 17.00,
sedangkan pada jam 10.00 memiliki penampakan lebih kering dan lebih
keriput ditandai dengan bisa tidaknya bahan dipatahkan.
Keberhasilan proses pengeringan dipengaruhi faktor sifat bahan
yang dikeringkan, dan faktor yang berhubungan dengan udara
pengering. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan adalah jenis
dan ukuran bahan, ketebalan bahan yang dikeringkan, temperatur bahan,
serta kandungan air bahan. Sedangkan yang berhubungan dengan udara
pengeringan adalah kelembaban udara, kecepatan aliran udara,
temperatur udara, serta luas permukaan bahan yang berhubungan
dengan udara. (Asgar, A. dan D. Musaddad. 2014)
3.2.2 Pengaruh Metoda dan Waktu Blansir Pengukusan
Pada praktikum pengaruh metode pengukusan dan waktu blansir
yang telah dilakukan kelompok 2. Bahan baku yang dipakai dalam
praktikum adalah bahan baku cabe dan bawang putih, kedua bahan baku
dibagi menjadi 2 metode yaitu dikukus tanpa pengecilan ukuran dan
menggunakan pengecilan ukuran untuk kedua metode diamati dengan
waktu yang bersamaan yaitu pengamatan hari pertama pada jam 15.00-
17.00 dan pada hari kedua jam 12.00-14.00. Hasil pengamatan bahan
baku cabai dan bawang putih pada hari pertama dari pukul 15.00 sampai
17.00 menggunakan metode pengurangan ukuran, aroma yang
ditimbulkan adalah bau yang sedikit pedas yaitu. pedas, warna agak
pudar ciri aslinya. warna, sedikit menyusut. ukuran aslinya, tampilannya
agak pudar dan cukup keras. Melalui metode pengecilan ukuran
menghasilkan aroma pedas yang khas, warna sedikit pudar dan sedikit
kecoklatan, ukuran sedikit lebih kecil dari ukuran aslinya, dan tampilan
sedikit layu dan lembut.
Kemudian hasil pengamatan bahan baku cabai dan bawang putih
pada hari kedua dari jam 12.00 s/d 14.00 dengan menggunakan metode
tanpa pengecilan, aroma berkurang sedikit ciri khas bau pedasnya,
warna sedikit kecoklatan, tetapi tidak menyeluruh, ukurannya mengecil
dan kecil serta kering dan agak keras penampilannya. Metode
pengecilan ukuran menghasilkan aroma khas sedikit pedas, warna
coklat tua mendominasi, ukuran lebih kecil dari aslinya, dan hasil akhir
kering dan keras.
Dalam melakukan blansir harus optimal agar tidak menimbulkan
kerusakan atau kerugian. Blansing yang berlebihan menyebabkan
produk menjadi matang dan kehilangan aroma, warna dan nutrisinya
karena rusaknya komponen tersebut atau larut dalam media pemanas
(dengan air panas atau uap dalam proses blansing). Sebaliknya, jika
waktu bleaching tidak cukup atau tidak tepat, maka akan meningkatkan
aktivitas enzim perusak dan lebih merusak kualitas produk
dibandingkan tanpa bleaching (Nafisafallah, 2015). Sinha et al. (2015)
juga mengemukakan bahwa pemanasan menyebabkan inaktivasi enzim
dan perubahan komposisi pada buah dan sayuran, yang dapat mengubah
seluruh profil fitokimia dan komponen buah dan sayuran.
Komposisi makanan kering sangat dipengaruhi oleh komponen,
sifat fisikokimia dan mikrostruktur bahan makanan. Secara umum,
perlakuan panas mengurangi nilai struktural dinding sel buah dan
sayuran. Proses bleaching dapat menyebabkan hilangnya sebagian
padatan terlarut akibat rusaknya membran sel dan mengurangi kekakuan
dan turgiditas jaringan dinding sel serta kekerasan bahan makanan.
Proses blansing dengan cara mengeringkan irisan apel memberikan
kekerasan yang lebih rendah dibandingkan tanpa blansing. Peningkatan
waktu bleaching berpengaruh terhadap penurunan nilai kekerasan (Xiao
et al., 2017; Wang et al., 2018)
3.2.3 Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan Pengawet
(CMC) Pada Produk Hot Filling
Nata de coco dalam sirup merupakan kelompok pangan yang
diasamkan yang memiliki pH kesetimbangan 3.3-3.9. Dengan demikian,
tahapan yang penting dalam proses produksinya yaitu proses termal.
Proses pasteurisasi dapat diterapkan untuk membunuh mikroba patogen
dan pembusuk untuk menghasilkan produk pangan yang aman
dikonsumsi dan memperpanjang umur simpannya. (Hafizalman et al
2014)
Nata de coco dalam kemasan dapat dikategorikan sebagai
pangan yang diasamkan, karena pada tahapan prosesnya terdapat proses
perebusan. Keasaman mengacu pada makanan asam rendah yang asam
atau makanan asam lainnya telah ditambahkan sedemikian rupa
sehingga pH kesetimbangan akhir dari produk adalah 0,85. (FDA 2013)
Spora Clostridium botulinum tidak dapat berkecambah atau
tumbuh pada kondisi tersebut, sehingga perlakuan panas untuk
pasteurisasi menggunakan sistem batch waterbath sudah cukup. Proses
pasteurisasi dapat dilakukan dengan air panas di bawah 100°C waktu
tertentu (Heldman dan Singh 2013). Selain pasteurisasi, perlakuan panas
yang digunakan dalam pembuatan minuman nata de coco adalah
teknologi hot filling. Teknologi pengisian panas adalah salah satu
teknologi pemrosesan yang paling banyak digunakan di industri.
Teknologi isi panas (hot filling) merupakan salah satu teknologi
pengolahan yang banyak diaplikasikan di industri. Teknologi isi-panas
atau “hot fill” merupakan salah satu varian teknologi pengolahan dan
pengawetan dengan panas yang telah terbukti efektif, terutama untuk
produk pangan berasam tinggi (nilai pH < 4.6), mampu menghasilkan
produk yang tetap aman (awet) disimpan pada suhu ruang (Hariyadi
2019).
Nata de coco dalam kemasan dibuat dengan penambahan sirup
gula dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan (BTP)
yang diizinkan. Pada praktikum pembuatan minuman Nata de coco kali
ini dibuat larutan dengan menggunakan air 1 liter yang ditambah gula
8% dan CMC 0,01% sebagai bahan tambahan pangan (BTP). CMC
adalah salah satu jenis hidrokoloid atau bahan pengental yang dapat
meningkatkan viskositas dan tekstur produk pangan (Sitti et al. 2017)
yang secara khusus digunakan untuk membentuk tekstur dari makanan
menjadi kokoh dan adonan menjadi lebih padat (Siskawardani et al,
2013). Pada industri pengolahan pangan, CMC juga digunakan sebagai
stabilizer, thickener, adhesive dan emulsifier (Devi et al, 2018). CMC
juga lebih banyak mengikat air daripada lemak, hal ini menyebabkan
CMC yang ditambahkan lebih banyak tetapi tidak mempengaruhi
kandungan lemak . Hal ini ditunjukkan oleh CMC yang tidak larut
dalam lemak, tetapi berikatan dengan protein (Saputro et al, 2018).
Berdasarkan Tabel 3.1.3 diamati lima parameter yaitu
kenampakan, warna, kekentalan, pengendapan dan bau pada minuman
Nata de Coco selama 7 hari. Berdasarkan informasi tersebut, diketahui
bahwa tampilan Nata tidak berubah dari waktu ke waktu, yakni nata de
coco turun dan berserakan pada hari senin dan rabu ada warna yaitu agak
kekuningan dan agak mendung dan pada hari Jumat. Warna cairan
menjadi kekuningan dan keruh dan tidak ada perubahan ketebalan dari
hari pengamatan pertama hingga akhir pengamatan yang tidak terlalu
tebal. Tidak ada endapan pada nata de coco pada hari Senin dan Rabu,
tetapi sedikit pada hari Jumat. Sedangkan pada hari senin dan rabu tidak
ada pengamatan aroma nata de coco, karena produk masih dalam proses
pemantauan lebih lanjut pada hari jum'at ketika ditemukan aroma nata
de coco pada nata de coco keharuman tidak ada aroma di lemari es
kecuali nata de coco itu sendiri, sedangkan nata de coco yang disimpan
di suhu ruang berbau asam seperti tengik.
3.2.4 Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan Pengawet
(Benzoat dan CMC) Pada Produk Hot Filling
Hot filling pada dasarnya adalah proses pengemasan saat suhunya
hangat. Proses hot filling dimulai dengan mencetak paket yang
ditentukan. Kemasan biasanya terbuat dari kaca, kaleng, karton berlapis
atau plastik. Bersamaan dengan itu, siapkan produk kemasan, setelah itu
minuman dituangkan melalui tabung dan dipanaskan hingga 135 °C
selama 20 detik, kemudian dimasukkan ke dalam kemasan dan
dibiarkan hingga suhu turun menjadi 90 °C dan proses sterilisasi.
Dimulai dari kemasan, setelah itu kemasan yang berisi produk ditutup
dan dibalik sehingga leher dan tutup botol bersentuhan dengan produk
yang panas dan menjadi steril. (Nuri 2016)
Nata merupakan makanan organik dengan kandungan serat yang
tinggi berkat fermentasi air kelapa oleh Acetobacter xylinum. Whey
tinggi selulosa, bebas kolesterol dan rendah lemak, sehingga produk
whey tergolong serat. Nata telah ditemukan untuk mengontrol berat
badan dan melindungi tubuh terhadap divertikulosis, kanker usus besar
dan dubur (Mesomya 2006).
Dalam latihan ini, pengaruh pH, suhu pengisian, penambahan
bahan pengawet pada produk nata dan pengaruh bahan plastik dalam
proses pengisian panas. Tingkat pH produk nat dari bakteri Acetobacter
xylinum adalah sekitar 5,79-6,41, sedangkan bakteri Acetobacter sp.
menunjukkan penurunan pH sekitar 4,0-6,0 (Suharjono et al. 2011).
Awalnya, 100 gram kago dimasak selama 10 menit pada suhu 90°C.
Larutan medium (gula 8%, natrium benzoat 120 ppm, CMC 0,01%)
kemudian direbus selama 10 menit pada suhu 100 °C. Setelah krim asam
dan larutan sedang mendidih, kedua bahan tersebut digabungkan dalam
kemasan plastik pp. Setelah itu, kemasan plastik ditutup dan diamati
deformasi pada kemasan gelas plastik PP yang berisi nat dan larutan
media. Temperatur pengisian campuran nat dan larutan medium saat
dimasukkan ke dalam kemasan plastik adalah 90°C. Kemasan plastik pp
memiliki bentuk yang sedikit berubah bentuk dan sedikit mengecil,
tepatnya di bagian atas cup plastik pp.
Parameter lain untuk pengamatan ini adalah sedimen,
kekentalan, aroma, kenampakan dan warna. Dalam hal ini, kotak
penyimpanan Nata yang dikemas dalam plastik menonjol karena
penataannya. Paket 1 diletakkan pada suhu ruangan, paket 2 pada suhu
refrigerator, sedangkan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik
leleh bahan. Pembekuan adalah penyimpanan makanan di atas titik beku
bahan, yaitu -2 sampai 10 °C. Biasanya pendinginan harian di dalam
lemari es adalah 5-8 °C (Winarno 1993). Diketahui bahwa pada hari ke-
2 setelah pengisian panas yang berlangsung pada suhu ruang yaitu krim
mengendap, larutan yang disimpan tidak mengental karena penambahan
CMC, karena pengaruh CMC sebagai pengental. / stabilisator. Warna
larutannya putih muda. Setelah itu pada hari ke-3 tidak terjadi perubahan
curah hujan, kekentalan dan warna, tetapi terjadi perubahan
kenampakan yaitu muncul beberapa gelembung udara, karena bahan
dalam larutan mulai terurai. Pada hari keenam sedimen, ketebalan dan
warna tidak berubah. Namun pada suhu ruang aromanya berubah, yang
awalnya berbau tidak sedap, hal tersebut dikarenakan pada suhu ruang
bahan campuran pelarutnya tidak dingin sehingga tidak tahan lama.
Awalnya tidak hanya ada gelembung udara, tapi juga ada gelembung
udara. Pada hari ke 6, gelembung udara semakin banyak karena bahan
terdekomposisi dalam campuran larutan.
Kemudian pada suhu refrigerator pada hari ke 2 krim
mengendap, larutan tidak kental karena bahan campuran larutan mulai
terurai dan warnanya agak kekuningan, hal ini mungkin karena BTP
(gula 8%, natrium 120 ppm benzoat). , CMC 0,01%) lebih sedikit
dibandingkan kelompok lain yang memiliki BTP lebih banyak. Pada
hari keempat pengendapan, kekentalan dan kenampakan tidak
mengalami perubahan, namun terjadi perubahan warna yang awalnya
agak kekuningan menjadi kuning kecoklatan, karena produk tidak
disimpan pada suhu yang sesuai. Warna adalah indera pertama yang
dilihat konsumen atau panelis. Warna nata dipengaruhi oleh jumlah
bakteri yang digunakan karena mempengaruhi ketebalan nata,
sedangkan ketebalan nata mempengaruhi warna yang dihasilkan.
Semakin tebal benangnya, semakin gelap warnanya. Selain itu, warna
krim asam dipengaruhi oleh warna asli bahan baku yang digunakan
dalam pembuatan krim tersebut. Warna terbaik adalah bahan baku alga
dengan warna krem transparan (Negara et al. 2016). Dan pada hari
keenam tetap ada curah hujan,ketebalan, kenampakan dan warna. Dan
aroma pada suhu kulkas normal karena tidak banyak pembusukan
karena pada suhu dingin.
Kombinasi suhu dan waktu yang digunakan dalam pengemasan
mempengaruhi pigmen makanan. Hal ini disebabkan rusaknya jaringan
pigmen yang rusak akibat kontaminasi mikroorganisme dan perubahan
struktur jaringan. (Nur 2014)
3.2.5 Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan Pengawet
(Asam Sitat dan CMC) Pada Produk Hot Filling
Faktanya, banyak minuman memiliki nilai pH dan lt; .6.
Untuk minuman, teknologi hot filling merupakan salah satu
teknologi pengolahan yang banyak digunakan dalam industri.
Teknologi pengisian panas atau "hot filling" adalah salah satu
teknologi pengolahan dan pilihan thermal storage yang telah terbukti
efektif terutama untuk makanan yang sangat asam (pH value and
lt;.6) mampu menghasilkan stabil aman (tahan) disimpan pada suhu
ruang (Hariyadi 2019).
Seperti namanya teknik pengisian panas adalah teknik
penanganan dan penyimpanan dimana produk dibotolkan dalam
wadah atau wadah siap saji kemudian disegel saat produk masih
panas, hingga akhirnya dingin. Pada latihan ini dilakukan
pengamatan dengan larutan medium (gula 8%, asam sitrat 0,01%,
cmc 0,01%) dan nata de coco yang dituangkan ke dalam cawan
berisi panas kemudian ditutup rapat, cawan uji berisi 2 .nata Solvo
de coco, yang kami uji pada suhu kamar dan di lemari es. Awalnya
kami merebus 100 gram nata de cacao dengan 500 ml air dan 500
ml larutan sedang. Kami menunggu hingga nata de coco mencapai
90 °C dan menunggu 10 menit. Seperti larutan antara, kita tunggu
sampai suhu mencapai 100 °C dan setelah itu kita lanjutkan selama
10 menit. Setelah 10 menit kita matikan api dan diamkan sebentar,
lalu kita masukkan nata de coco dan larutan mediumnya ke dalam 2
gelas yang sudah ada, dimana proses ini disebut hot filling. Direbus
sebentar agar cup tidak meleleh, karena cup sendiri memiliki batas
ketahanan panas. Setelah panas diisi, cawan ditutup rapat selama 25
detik untuk mencegah kontaminasi nata dari larutan kelapa. Lalu ada
yang di sampel yang kita simpan di suhu ruangan dan ada yang di
lemari es. Kami juga melakukan observasi selama 3 hari yaitu Senin,
Rabu dan Jumat. Teramati curah hujan, kenampakan, warna,
kekentalan dan bau yang hanya dapat diamati pada hari terakhir
yaitu Jumat. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui
bahwa penyimpanan pada suhu ruang dan di dalam lemari pendingin
berbeda. Nata de Coco yang disimpan setiap hari pada suhu ruang
akan menunjukkan tanda-tanda pembusukan, yaitu air keruh,
konsistensi Nata de Coco tidak merata, dan aroma tajam atau asam.
Sebaliknya, air dalam lemari es nata de coco jernih, nata de coco
dikemas rapat, dan tidak ada aroma yang tidak biasa. Hal ini
membuktikan bahwa pendinginan pada suhu dingin dapat
meningkatkan umur simpan.
4.2 Saran
Sebelum dilakukan proses pengolahan bahan pangan perlu
dilakukan proses blansing untuk mencegah pencoklatan. Supaya
mendapatkan produk yang awet dan tahan lama maka pada saat pengisian
menggunakan teknologi hot filling terutama pada produk yang berasam
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Devi Silsia, Zulman Efendi dan Febri Timotius. 2018. Karakterisasi Karboksimetil
Selulosa (Cmc) Dari Pelepah Kelapa Sawit. Jurnal Agroindustri. Vol. 8 No.
1, Mei 2018: 53-61.
Hariyadi, Purwiyatno. 2020. Teknoloji Isi Panas Efektif untuk Produk Minuman.
[Jurnal]. Dilihat pada 18 November 2022. Dapat diakses pada
: http://phariyadi.staff.ipb.ac.id/files/2020/06/HariyadiP.-2020-Teknologi-
Isi-Panas-Efektif-untuk-Produk-Minuman-FRI-2_2020_FINAL.pdf
Negara, J. K., Sio, A. K., Rifkhan, R., Arifin, M., Oktaviana, A. Y., Wihansah, R.
R.S., & Yusuf, M. (2016). Aspekmikrobiologis, serta Sensori (Rasa,Warna,
Tekstur, Aroma) Pada Dua Bentuk Penyajian Keju yang Berbeda.[diakses
pada 2022 November 18] Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, 4(2): 286-290.
Pujantoro, Lilik dkk. 2010. Optimasi Proses dan Modifikasi Desain Bak
Pasteurisasi dan Bak Pendingin Produk Minuman di PT. Triteguh
Manunggal Sejati. Tangerang. [Jurnal]. Dilihat pada 18 November Dapat
diakses pada : https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/61867
#:~:text=Secara%20umum%20proses%20pasteurisasi%20adalah,awet%20
beberapa%20hari%20(seperti%20produk
Putri SNY, Syaharani WF, Utami CVB, Safitri DR, Arum ZN, Prihastari ZS, Sari
AR.2021. Pengaruh mikroorganisme, bahan baku, dan waktu inkubasi pada
karakter nata: review. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 14(1):62-74.
doi: https://doi.org/10.20961/jthp.v14i1.47654
Siskawardani, D., D., K. Nur dan B., H. Mohammad. 2013. Pengaruh Konsentrasi
Na-Cmc (Natrium– Carboxymethyle Cellulose) Dan Lama Sentrifugasi
Terhadap Sifat Fisik Kimia Minuman Asam Sari Tebu (Saccharum
Officinarum L ). Skripsi. Jurusan Keteknikan Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Sitti Sumarnil, Zakir Muzakkar dan Tamrin. 2017. Pengaruh Penambahan Cmc
(Carboxy Methyl Cellulose) Terhadap Karakteristik Organoleptik, Nilai
Gizi Dan Sifat Fisik Susu Ketapang (Terminallia Catappal.). J. Sains dan
Teknologi Pangan. Vol. 2, No.3, P. 604-614.
Suharjono, S., Ardyati, T., Zubaidah, E.,Munawaroh, M., & Pradani, C. (2011).
Produksi Selulosa Bakterial Dari Air Buah Kelapa Dalam Berbagai
Konsentrasi Sukrosa Dan Urea (Production of Bacterial Cellulose From
Coconut Fruit Water.[diakses pada 2022 November 18]. In Proceeding
Biology Education Conference: Biology, Science, Environmental, and
Learning8(1):124-128.
LAMPIRAN PRAKTIKUM