Anda di halaman 1dari 30

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jumat, 4 November 2022

Pengoprasian Peralatan Dosen : Ai Imas Faidoh Fatimah,


Industri Pangan S.T.P.,M.P.,M.Sc.
Asisten Dosen : Rainatul Qalbi, A.Md

BLANSIR, PASTEURISASI, DAN HOT FILLING


Kelompok 1/JMP AP-2
No. Nama NIM
1. Astrid Virta Ayu Alzahra J0405221004
2. Giannisa Nabilla J0405221082
3. Anastasya Gabriella J0405221140
4. Nadya Nafilah J0405221163
5. Mir’atul Azizah J0405221203

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pengolahan pangan yang paling umum adalah dengan


menggunakan panas. Terdapat berbagai cara pengolahan pangan melalui
pemanasan termasuk didalamnya adalah dengan cara digoreng, direbus,
dipanggang, dikukus, dibakar dan lain sebagainya. Akan tetapi terutama
dalam skala teratur penggunaan panas tidak sebatas untuk mematangkan
bahan pangan. Kemampuan panas untuk membunuh mikroba dimanfaatkan
untuk menggunakan panas sebagai salah satu metode pengawetan atau
dikenal dengan istilah proses termal.

Proses termal adalah suatu metode pengawetan dengan


menggunakan panas yang bertujuan untuk membunuh mikroba sehingga
umur simpan sautu bahan atau produk pangan dapat diperpanjang. Namun
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses termal. Pada
aplikasinya proses termal harus diatur agar tidak terjadi over process yang
berdampak pada kerusakan bahan atau produk pangan. Sehingga hasil yang
diharapkan adalah bahan atau ptoduk yang bebas mikroba atau jumlah
mikroba berada pada ambang batas yang diizinkan dengan kualitas nutrisi
dan sensori produk yang masih terjaga. Beberapa macam Teknik
pengawetan bahan pangan diantaranya adalah pengeringan. Masalah yang
sering muncul pada produk kering adalah terjadinya penurunan kandungan
gizi yang sangat drastis, reaksi pencoklatan, serta kadar air yang masih
terlalu tinggi yang dapat memungkinkan mikroba tumbuh dengan cepat
merupakan keadaan yang ditentukan perlakuan awal yang diberikan
sebelum bahan dikeringkan. Perlakuan awal yang dibutuhkan untuk
menghindari perubahan yang tidak diinginkan yaitu dengan cara blansir,
pasteurisasi dan hot filling.

Blansir/blansing adalah perlakukan pada makanan menggunakan


panas ringan. Tujuan utama perlakukan blansir adalah untuk meningkatkan
kualitas dari produk makanan yang diawetkan. Blansing dapat
meningkatkan kualitas produk dengan menghilangkan gas yang ada pada
produk makanan, menghaluskan produk atau menonaktifkan enzim yang
lazim ditemukan dalam produk makanan seperti buah dan sayur. Selain itu,
blansing juga dapat mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme
kontaminan (Clark et al. 2014) Blanching dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu pemanasan secara langsung dengan air panas (Hot Water Blancing)
atau dengan menggunakan uap (Steam Blanching). Kedua proses tersebut
mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri tergantung dari bahan yang
akan diblancing.

Pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dengan


tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, virus, protozoa,
kapang, dan khamir. Pasteurisasi juga diartikan sebagai perlakuan panas
yang diberikan pada bahan baku dengan suhu di bawah titik didih. Proses
pasteurisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu yang relatif cukup
rendah (dibawah 100˚C) dengan tujuan untuk menginaktifasi enzim dan
membunuh mikroba pembusuk. Pada suhu dan waktu tertentu, bakteri
patogen akan mati.

Hot Filling merupakan salah satu varian teknologi pengolahan dan


pengawetan dengan panas yang telah terbukti efektif, terutama untuk
produk pangan berasam tinggi (nilai pH < 4.6), mampu menghasilkan
produk yang tetap aman (awet) disimpan pada suhu ruang (Hariyadi 2019).
Sebagaimana ditunjukkan dari namanya, maka teknologi "Hot Filling"
adalah teknik pengolahan dan pengawetan di mana produk diisikan ke
dalam wadah atau kemasan akhir (finished containers) dan kemudian
ditutup pada kondisi produk masih panas, hingga akhirnya didinginkan.
1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh metode dan waktu blansir

2. Untuk mengetahui pengaruh ph, suhu pengisian penambahan pengawet


terhadap produk hot filling.

3. Untuk memenuhi penugasan Penganalan Peralatan Industri Pangan


mengenai Blansir, Pasteurisasi, dan Hot Filling
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.2.1 Alat dan Bahan Pengujian Pengaruh Metoda dan Waktu
Blansir Perebusan
Pada praktikum ini Alat yang digunakan yaitu Panci, kompor,
Thermometer Air Raksa, Mangkuk, Talenan, Pisau, Saringan, Gelas Ukur,
Loyang Alumunium, Food Dehydrator, botol plastik kecil. Bahan yang
digunakan adalah cabai, bawang putih dan air.
2.2.2 Alat dan Bahan Pengujian Pengaruh Metoda dan Waktu
Blansir Pengukusan
Pada Praktikum ini Alat yang digunakan yaitu Piring, Pisau,
Talenan, panci, penjepit besi, food dehydrator, layer stainless, botol plastik
ukuran 100 ml, Thermometer Air Raksa. Bahan yang digunakan adalah
Cabai, Bawang dan air.
2.2.3 Alat dan Bahan Pengujian Pengaruh pH, Suhu Pengisian,
Penambahan Pengawet (CMC) Pada Produk Hot Filling
Pada praktikum ini alat yang digunakan yaitu timbangan analitik,
kompor, panci, cup plastik, mesin cup sealer, termometer air raksa,
sendok, piring kecil, mangkuk. Bahan yang digunakan adalah nata, air,
gula, CMC.
2.2.4 Alat dan Bahan Pengujian Pengaruh pH, Suhu Pengisian,
Penambahan Pengawet (Benzoat dan CMC) Pada Produk Hot Filling
Pada praktikum ini alat yang digunakan yaitu timbangan analitik,
panci, kompor, piring kecil, mangkok , sendok, thermometer , mesin cup
sealer, cup plastik. Bahan yang digunakan adalah nata, air, gula, benzoat,
cmc.
2.2.5 Alat dan Bahan Pengujian Pengaruh pH, Suhu Pengisian,
Penambahan Pengawet (Asam Sitat dan CMC) Pada Produk Hot
Filling
Pada praktikum ini alat yang digunakan yaitu Mangkok stainless
steel, Cup plastik, Sendok, Panci, Kompor, Mesin cup sealer, Timbangan
analitik, Gelas ukur, Piring kecil, Thermometer air raksa, Stopwatch, Alat
tulis. Bahan yang digunakan adalah Gula pasir, Asam sitrat, CMC, Air,
Nata.
2.2.6 Alat dan Bahan Pengujian Pengaruh pH, Suhu Pengisian,
Penambahan Pengawet (Asam Sitrat, Benzoat, dan CMC) Pada Produk
Hot Filling
Pada praktikum ini alat yang digunakan yaitu Panci, Piring kecil
(pisin), kompor, Thermometer, timbangan analitik, sendok, mangkok,
Mesin cup sealer, Cup plastik, stopwatch, gelas ukur, alat ukur. Bahan
yang digunakan adalah Air, Gula, Benzoat, Nata, Asam Sitrat, CMC.

2.2 Cara Kerja


2.2.1 Pengaruh Metoda dan Waktu Blansir
2.2.2 Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan Pengawet Pada
Produk Hot Filling

100 gram Nata Direbus 10 Larutan Medium Direbus 10


menit (90ºC) menit (100ºC)

Hot Filling

Sealing (15 detik)

Pendinginan

Suhu Ruang Suhu Refrigerator


Alat dan bahan disiapkan

100 gram Larutan A Larutan B 1 Larutan C Larutan C


nata 1 L (Gula L (Gula 8%, 1 L (Gula 1 L (Gula
ditambahkan 8%, CMC Benzoat 120 8%, Asam 8%, Asam
air 500 ml 0,01% ppm, CMC Sitrat Sitrat
0,01% 0,01%,C 0,01%,
MC Benzoat
0,01% 120
ppm,CMC
0,01%

Direbus selama 10 menit dengan Direbus selama 10 menit dengan


suhu 90ºC dan diaduk hingga suhu 100ºC dan diaduk hingga
merata merata

Diukur kembali hingga


suhu mencapai 60ºC
Dilakukan proses
pengisian larutan
Dilakukan proses Hot Filing
dalam kondisi panas
ke dua buah
Dilakukan proses sealing
selama 15 detik

Pendinginan dengan penurunan suhu

Disimpan dalam suhu ruang Disimpan dalam suhu


selama beberapa hari refrigerator selama beberapa hari

Diamati lalu dicatat


hasilnya dalam bentuk
laporan
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Hasil Pengaruh Metoda dan Waktu Blansir Perebusan

Metode Blansir Waktu Parameter


Pengamatan Aroma Warna Ukuran Penampakan
Direbus Tanpa Jam 17 Sedikit Warna Sedikit Sedikit
Pengecilan bau lebih terang menyusut kering dan
Ukuran khas dari warna dari sedikit berair
asli ukuran
awal
Jam 10 Sedikit Kecoklatan Menyusut Cukup kering
bau namun dari dan cukup
khas tidak ukuran keriput
menyeluruh awal
Pengecilan Jam 17 Sedikit Warna Sedikit Sedikit layu
Ukuran bau sedikit lebih dan lembut
khas memudar menyusut
atau dari warna dari
hampir asli dan ukuran
tidak sedikit awal
ada kecoklatan
Jam 10 Sedikit Lebih Lebih Lebih kering
bau kecoklatan menyusut dan lebih
khas dan cukup dari keriput
atau menyeluruh ukuran
hampir awal
tidak
ada

3.1.2 Hasil Pengaruh Metoda dan Waktu Blansir Pengukusan

Metode Blansir Waktu Parameter


Pengamatan Aroma Warna Ukuran Penampakan
Dikukus Tanpa Jam 17 Sedikit Sedikit pudar Sedikit Sedikit layu
Pengecilan bau dari warna menyusut dan empuk
Ukuran pedas asli dari
yang ukuran
khas awal
Jam 14 Sedikit Agak Menyusut kering dan
bau kecoklatan dan cukup keras
pedas tapi tidak ukuran
kecil
yang semua
khas permukaan
Pengecilan Jam 17 Pedas Sedikit Sedikit layu
Ukuran yang lebih dan empuk
khas Warna menyusut
sedikit pudar dari
dari asli dan ukuran
sedikit warna awal
kecoklatan
Jam 14 Sedikit Warna Lebih Kering dan
bau kecoklatan menyusut keras
pedas gelap yang dan
yang mendominasi ukuran
khas lebih
kecil

3.1.3 Hasil Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan


Pengawet (CMC) Pada Produk Hot Filling
Larut Pengar Hari Parameter
an uh Pengam Penampa Warna Kekental Endapan Aroma
Suhu atan kan an
Larut Suhu Senin nata de sedikit tidak tidak ada -
an A Ruang coco kekunin terlalu endapan
1L = berada di gan dan kental
Gula bawah sedikit
8%, dan keruh
CMC menyebar
0,01 Rabu nata de sedikit tidak tidak ada -
% coco kekunin terlalu endapan
berada di gan dan kental
bawah sedikit
dan keruh
menyebar
Jum'at nata de kekunin tidak sedikit aroma
coco gan dan terlalu endapan asam
berada di tidak kental seperti
bawah terlalu basi
dan keruh
menyebar
Suhu Senin nata de sedikit tidak tidak ada -
Refriger coco kekunin terlalu endapan
ator berada di gan dan kental
bawah sedikit
dan keruh
menyebar
Rabu nata de sedikit tidak tidak ada -
coco kekunin terlalu endapan
berada di gan dan kental
bawah sedikit
dan keruh
menyebar
Jum'at nata de kekunin tidak sedikit tidak ada
coco gan dan terlalu endapan aroma lain
berada di sangat kental selain nata
bawah keruh de coco
dan
menyebar

3.1.4 Hasil Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan


Pengawet (Benzoat dan CMC) Pada Produk Hot Filling

Laru Pengar Hari Parameter


tan uh Pengam Penampak Warna Kekental Endapan Aroma
Suhu atan an an
Larut Suhu Senin nata Agak tidak Nata -
an B Ruang mengendap sedikit kental mengendap
1L = dibawah kekunin kebawah
Gula dan gan
8%, menyebar
Benz Rabu nata sedikit tidak Nata -
oat mengendap kekunin kental mengendap
120 dibawah gan kebawah
ppm, dan
CMC menyebar
0,01 Jum'at nata kuning tidak Nata bau
% mengendap kecokla kenal mengendap busuk
dibawah tan kebawah
dan
menyebar
Suhu Senin nata tidak tidak Nata -
Refriger mengendap ada kental mengendap
di bawah
ator dan
perubah kebawah
menyebar an
Rabu nata tidak tidak Nata -
mengendap ada kental mengendap
dibawah perubah kebawah
dan an
menyebar
Jum'at nata sedikit tidak Nata tidak
mengendap kekunin kental mengendap beraroma
dibawah gan kebawah
dan
menyebar

3.1.5 Hasil Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan


Pengawet (Asam Sitat dan CMC) Pada Produk Hot Filling

Laruta Pengar Hari Parameter


n uh Penga Penampak Warna Kekental Endapan Aroma
Suhu matan an an
Larutan Suhu Senin nata agak kental tidak ada -
C 1L = Ruang berjarak sedikit (lebih
Gula dan kurang keruh cair)
8%, menyatu
Asam Rabu nata sangat keruh normal tidak ada -
Sitrat berjarak (sedikit
0,01%, dan tidak cair)
CMC menyatu
0,01% Jum'at nata sangat sangat tidak ada lebih
susunanny keruh kental menyenga
a tidak t (bau
merata kecut)
Suhu Senin nata lebih jernih sedikit tidak ada -
Refriger menyatu kental
ator dan (agak
susunan sedikit
lebih rapat cair)
Rabu nata jernih lebih tidak ada -
susunanny kental
a lebih
rapat
Jum'at nata jernih tidak tidak ada tidak
susunanny kental beraroma
a menyatu
rata

3.1.6 Hasil Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan


Pengawet (Asam Sitrat, Benzoat, dan CMC) Pada Produk Hot
Filling

Larut Pengar Hari Paramete


an uh Penga r
Suhu matan Penampa Warna Kekental Endapan Aroma
kan an
Larut Suhu Senin nata tidak jernih tidak tidak ada -
an D Ruang menyatu agak terlalu endapan
1L = kental
Gula keruh menuju
8%, sedikit encer
Asam Rabu nata tidak jernih agak nata agak -
Sitrat menyatu agak encer mengendap
0,01 keruh ke bawah
%, sedikit
Benzo Jum'at nata tidak agak encer tidak ada Bearoma
at 120 menyatu jernih endapan asam
ppm, seperti
CMC basi
0,01 Suhu Senin nata jernih agak nata -
% Refriger menyatu di agak kental mengendap
ator tengah keruh di tengah
sedikit
Rabu nata tidak agak agak nata agak -
menyatu keruh kental mengendap
ke bawah
Jum'at nata agak keruh agak nata agak tidak
menyatu kental mengendap beraroma
ke bawah

3.2 Pembahasan
3.2.1 Pengaruh Metoda dan Waktu Blansir Perebusan
Cabai (Capsicum annum L.) dan bawang putih merupakan tanaman
sayuran, yang memiliki kadar air yang cukup tinggi. Cabai biasanya
digunakan dalam bentuk segar maupun kering, untuk bahan bumbu
dapur, ramuan obat, kebutuhan industri pangan, dan industri rumah
tangga. Barus (2015) menjelaskan bahwa cabai mudah sekali
mengalami kerusakan. Kerusakan pada cabai dapat berasal dari cabai
sendiri maupun faktor luar dari cabai tersebut. Petani tidak berani ambil
resiko untuk menyimpan hasil panen cabe nya karena sifat cabai yang
mudah rusak.
Kadar air pada cabai merah kering dijadikan dasar untuk
menentukan ketahanan atau lama penyimpanannya. Adawyah (2012)
menjelaskan proses pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air
pada bahan yang akan dikeringkan. Kadar air yang diharapkan yaitu
sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang
dapat menyebabkan kebusukan. Perkembangan mikroorganisme akan
terhambat atau bahkan terhenti sama sekali, sehingga bahan yang
dikeringkan mempunyai waktu simpan lebih lama.
Tahapan pertama yang dilakukan adalah blansir. Blansir adalah
proses perebusan bahan pangan dengan air panas atau uap panas. Blansir
dapat mencegah pencoklatan dengan mekanisme menonaktifkan enzim
penyebab pencoklatan yaitu enzim polifenolase. Blansir dengan
perlakuan 2, 5, dan 10 menit sebelum proses pengeringan cabai merah
menggunakan tunnel dehydrator dengan parameter yang diamati yaitu
aroma, warna, ukuran, dan penampakan.
Cabai yang telah dilakukan perlakuan lalu dihamparkan cabai di atas
rak, dan ditempelkan label kode tiap rak untuk menandai perlakuan pada
cabai. Dehydrator dipersiapkan dengan mengatur suhu pengeringan
yang stabil pada suhu 90°C. Cabai pada rak dimasukkan ke ruang
pengering pada mesin, lalu diperhatikan waktu pengeringannya.
Pengeringan yang dilakukan pada Hari Jumat tanggal November 2022
pukul 15.00 - 17.00 dan pada hari Sabtu tanggal November 2022 pukul
08.00 - 10.00. Parameter yang digunakan yaitu dilihat ada tidaknya
kadar air secara sederhana ditandai dengan mudahnya cabai kering
untuk dipatahkan dan bau cabai dan bawang putih.
Blansing menggunakan media uap panas akan lebih memberikan
retensi zat gizi yang lebih optimum jika dibandingkan dengan air panas.
Air panas dapat menyebabkan hilangnya nutrisi, terutama yang larut
dalam air. Namun penggunaan air lebih mudah digunakan. Blansing
yang terlalu lama dalam air panas cenderung menghasilkan bahan
bertekstur sangat lunak, memudarkan warna, mengurangi flavour, dan
dapat menyebabkan kehilangan nutrien. (Asgar, A. dan D. Musaddad.
2008).
Parameter aroma pada pengamatan bahan tanpa pengecilan
memiliki aroma yang masih sedikit bau khas baik pada pengamatan jam
17.00 dan 10.00. Sedangkan pada bahan yang dikecilkan ukuran
memiliki aroma yang sedikit bau khas bahkan hampir tidak ada baik
pada pengamatan jam 17.00 dan 10.00. Parameter warna pada
pengamatan bahan tanpa pengecilan jam 17.00 memiliki warna yang
lebih terang dari warna asli dan pada jam 10.00 memiliki warna yang
kecoklatan tetapi tidak menyeluruh. Pada bahan yang dikecilkan ukuran
memiliki warna yang memudar dari warna asli dan sedikit kecoklatan
pada pengamatan jam 17.00, sedangkan pengamatan pada jam 10.00
memiliki warna lebih kecoklatan dan menyeluruh. Parameter ukuran
pada sampel tanpa pengecilan memiliki ukuran sedikit menyusut dari
ukuran asli pada jam 17.00, sedangkan pada jam 10.00 memiliki ukuran
yang menyusut dari ukuran asli. Pada sampel yang dikecilkan memiliki
ukuran yang sedikit menyusut dari ukuran aslinya pada jam 17.00,
sedangkan pada jam 10.00 memiliki ukuran yang lebih menyusut dari
ukuran awal.
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan
karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur serta cita rasa dari
produk yang dihasilkan. Selain itu kandungan air dalam makanan juga
ikut menentukan daya tahan dan kesegaran bahan tersebut. Kadar air
dalam suatu bahan makanan perlu ditetapkan karena makin tinggi kadar
air maka makin besar pula kemungkinan makanan tersebut akan rusak,
sehingga tidak tahan lama. (Asgar, A. dan D. Musaddad 2014)
Parameter penampakan pada bahan tanpa pengecilan memiliki
penampakan yang sedikit kering dan berair pada jam 17.00, sedangkan
pada pengamatan jam 10.00 memiliki penampakan cukup kering dan
cukup keriput. Pada pengamatan sampel yang dikecilkan memiliki
penampakan yang sedikit layu dan lembut pada pengamatan jam 17.00,
sedangkan pada jam 10.00 memiliki penampakan lebih kering dan lebih
keriput ditandai dengan bisa tidaknya bahan dipatahkan.
Keberhasilan proses pengeringan dipengaruhi faktor sifat bahan
yang dikeringkan, dan faktor yang berhubungan dengan udara
pengering. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan adalah jenis
dan ukuran bahan, ketebalan bahan yang dikeringkan, temperatur bahan,
serta kandungan air bahan. Sedangkan yang berhubungan dengan udara
pengeringan adalah kelembaban udara, kecepatan aliran udara,
temperatur udara, serta luas permukaan bahan yang berhubungan
dengan udara. (Asgar, A. dan D. Musaddad. 2014)
3.2.2 Pengaruh Metoda dan Waktu Blansir Pengukusan
Pada praktikum pengaruh metode pengukusan dan waktu blansir
yang telah dilakukan kelompok 2. Bahan baku yang dipakai dalam
praktikum adalah bahan baku cabe dan bawang putih, kedua bahan baku
dibagi menjadi 2 metode yaitu dikukus tanpa pengecilan ukuran dan
menggunakan pengecilan ukuran untuk kedua metode diamati dengan
waktu yang bersamaan yaitu pengamatan hari pertama pada jam 15.00-
17.00 dan pada hari kedua jam 12.00-14.00. Hasil pengamatan bahan
baku cabai dan bawang putih pada hari pertama dari pukul 15.00 sampai
17.00 menggunakan metode pengurangan ukuran, aroma yang
ditimbulkan adalah bau yang sedikit pedas yaitu. pedas, warna agak
pudar ciri aslinya. warna, sedikit menyusut. ukuran aslinya, tampilannya
agak pudar dan cukup keras. Melalui metode pengecilan ukuran
menghasilkan aroma pedas yang khas, warna sedikit pudar dan sedikit
kecoklatan, ukuran sedikit lebih kecil dari ukuran aslinya, dan tampilan
sedikit layu dan lembut.
Kemudian hasil pengamatan bahan baku cabai dan bawang putih
pada hari kedua dari jam 12.00 s/d 14.00 dengan menggunakan metode
tanpa pengecilan, aroma berkurang sedikit ciri khas bau pedasnya,
warna sedikit kecoklatan, tetapi tidak menyeluruh, ukurannya mengecil
dan kecil serta kering dan agak keras penampilannya. Metode
pengecilan ukuran menghasilkan aroma khas sedikit pedas, warna
coklat tua mendominasi, ukuran lebih kecil dari aslinya, dan hasil akhir
kering dan keras.
Dalam melakukan blansir harus optimal agar tidak menimbulkan
kerusakan atau kerugian. Blansing yang berlebihan menyebabkan
produk menjadi matang dan kehilangan aroma, warna dan nutrisinya
karena rusaknya komponen tersebut atau larut dalam media pemanas
(dengan air panas atau uap dalam proses blansing). Sebaliknya, jika
waktu bleaching tidak cukup atau tidak tepat, maka akan meningkatkan
aktivitas enzim perusak dan lebih merusak kualitas produk
dibandingkan tanpa bleaching (Nafisafallah, 2015). Sinha et al. (2015)
juga mengemukakan bahwa pemanasan menyebabkan inaktivasi enzim
dan perubahan komposisi pada buah dan sayuran, yang dapat mengubah
seluruh profil fitokimia dan komponen buah dan sayuran.
Komposisi makanan kering sangat dipengaruhi oleh komponen,
sifat fisikokimia dan mikrostruktur bahan makanan. Secara umum,
perlakuan panas mengurangi nilai struktural dinding sel buah dan
sayuran. Proses bleaching dapat menyebabkan hilangnya sebagian
padatan terlarut akibat rusaknya membran sel dan mengurangi kekakuan
dan turgiditas jaringan dinding sel serta kekerasan bahan makanan.
Proses blansing dengan cara mengeringkan irisan apel memberikan
kekerasan yang lebih rendah dibandingkan tanpa blansing. Peningkatan
waktu bleaching berpengaruh terhadap penurunan nilai kekerasan (Xiao
et al., 2017; Wang et al., 2018)
3.2.3 Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan Pengawet
(CMC) Pada Produk Hot Filling
Nata de coco dalam sirup merupakan kelompok pangan yang
diasamkan yang memiliki pH kesetimbangan 3.3-3.9. Dengan demikian,
tahapan yang penting dalam proses produksinya yaitu proses termal.
Proses pasteurisasi dapat diterapkan untuk membunuh mikroba patogen
dan pembusuk untuk menghasilkan produk pangan yang aman
dikonsumsi dan memperpanjang umur simpannya. (Hafizalman et al
2014)
Nata de coco dalam kemasan dapat dikategorikan sebagai
pangan yang diasamkan, karena pada tahapan prosesnya terdapat proses
perebusan. Keasaman mengacu pada makanan asam rendah yang asam
atau makanan asam lainnya telah ditambahkan sedemikian rupa
sehingga pH kesetimbangan akhir dari produk adalah 0,85. (FDA 2013)
Spora Clostridium botulinum tidak dapat berkecambah atau
tumbuh pada kondisi tersebut, sehingga perlakuan panas untuk
pasteurisasi menggunakan sistem batch waterbath sudah cukup. Proses
pasteurisasi dapat dilakukan dengan air panas di bawah 100°C waktu
tertentu (Heldman dan Singh 2013). Selain pasteurisasi, perlakuan panas
yang digunakan dalam pembuatan minuman nata de coco adalah
teknologi hot filling. Teknologi pengisian panas adalah salah satu
teknologi pemrosesan yang paling banyak digunakan di industri.
Teknologi isi panas (hot filling) merupakan salah satu teknologi
pengolahan yang banyak diaplikasikan di industri. Teknologi isi-panas
atau “hot fill” merupakan salah satu varian teknologi pengolahan dan
pengawetan dengan panas yang telah terbukti efektif, terutama untuk
produk pangan berasam tinggi (nilai pH < 4.6), mampu menghasilkan
produk yang tetap aman (awet) disimpan pada suhu ruang (Hariyadi
2019).
Nata de coco dalam kemasan dibuat dengan penambahan sirup
gula dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan (BTP)
yang diizinkan. Pada praktikum pembuatan minuman Nata de coco kali
ini dibuat larutan dengan menggunakan air 1 liter yang ditambah gula
8% dan CMC 0,01% sebagai bahan tambahan pangan (BTP). CMC
adalah salah satu jenis hidrokoloid atau bahan pengental yang dapat
meningkatkan viskositas dan tekstur produk pangan (Sitti et al. 2017)
yang secara khusus digunakan untuk membentuk tekstur dari makanan
menjadi kokoh dan adonan menjadi lebih padat (Siskawardani et al,
2013). Pada industri pengolahan pangan, CMC juga digunakan sebagai
stabilizer, thickener, adhesive dan emulsifier (Devi et al, 2018). CMC
juga lebih banyak mengikat air daripada lemak, hal ini menyebabkan
CMC yang ditambahkan lebih banyak tetapi tidak mempengaruhi
kandungan lemak . Hal ini ditunjukkan oleh CMC yang tidak larut
dalam lemak, tetapi berikatan dengan protein (Saputro et al, 2018).
Berdasarkan Tabel 3.1.3 diamati lima parameter yaitu
kenampakan, warna, kekentalan, pengendapan dan bau pada minuman
Nata de Coco selama 7 hari. Berdasarkan informasi tersebut, diketahui
bahwa tampilan Nata tidak berubah dari waktu ke waktu, yakni nata de
coco turun dan berserakan pada hari senin dan rabu ada warna yaitu agak
kekuningan dan agak mendung dan pada hari Jumat. Warna cairan
menjadi kekuningan dan keruh dan tidak ada perubahan ketebalan dari
hari pengamatan pertama hingga akhir pengamatan yang tidak terlalu
tebal. Tidak ada endapan pada nata de coco pada hari Senin dan Rabu,
tetapi sedikit pada hari Jumat. Sedangkan pada hari senin dan rabu tidak
ada pengamatan aroma nata de coco, karena produk masih dalam proses
pemantauan lebih lanjut pada hari jum'at ketika ditemukan aroma nata
de coco pada nata de coco keharuman tidak ada aroma di lemari es
kecuali nata de coco itu sendiri, sedangkan nata de coco yang disimpan
di suhu ruang berbau asam seperti tengik.
3.2.4 Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan Pengawet
(Benzoat dan CMC) Pada Produk Hot Filling
Hot filling pada dasarnya adalah proses pengemasan saat suhunya
hangat. Proses hot filling dimulai dengan mencetak paket yang
ditentukan. Kemasan biasanya terbuat dari kaca, kaleng, karton berlapis
atau plastik. Bersamaan dengan itu, siapkan produk kemasan, setelah itu
minuman dituangkan melalui tabung dan dipanaskan hingga 135 °C
selama 20 detik, kemudian dimasukkan ke dalam kemasan dan
dibiarkan hingga suhu turun menjadi 90 °C dan proses sterilisasi.
Dimulai dari kemasan, setelah itu kemasan yang berisi produk ditutup
dan dibalik sehingga leher dan tutup botol bersentuhan dengan produk
yang panas dan menjadi steril. (Nuri 2016)
Nata merupakan makanan organik dengan kandungan serat yang
tinggi berkat fermentasi air kelapa oleh Acetobacter xylinum. Whey
tinggi selulosa, bebas kolesterol dan rendah lemak, sehingga produk
whey tergolong serat. Nata telah ditemukan untuk mengontrol berat
badan dan melindungi tubuh terhadap divertikulosis, kanker usus besar
dan dubur (Mesomya 2006).
Dalam latihan ini, pengaruh pH, suhu pengisian, penambahan
bahan pengawet pada produk nata dan pengaruh bahan plastik dalam
proses pengisian panas. Tingkat pH produk nat dari bakteri Acetobacter
xylinum adalah sekitar 5,79-6,41, sedangkan bakteri Acetobacter sp.
menunjukkan penurunan pH sekitar 4,0-6,0 (Suharjono et al. 2011).
Awalnya, 100 gram kago dimasak selama 10 menit pada suhu 90°C.
Larutan medium (gula 8%, natrium benzoat 120 ppm, CMC 0,01%)
kemudian direbus selama 10 menit pada suhu 100 °C. Setelah krim asam
dan larutan sedang mendidih, kedua bahan tersebut digabungkan dalam
kemasan plastik pp. Setelah itu, kemasan plastik ditutup dan diamati
deformasi pada kemasan gelas plastik PP yang berisi nat dan larutan
media. Temperatur pengisian campuran nat dan larutan medium saat
dimasukkan ke dalam kemasan plastik adalah 90°C. Kemasan plastik pp
memiliki bentuk yang sedikit berubah bentuk dan sedikit mengecil,
tepatnya di bagian atas cup plastik pp.
Parameter lain untuk pengamatan ini adalah sedimen,
kekentalan, aroma, kenampakan dan warna. Dalam hal ini, kotak
penyimpanan Nata yang dikemas dalam plastik menonjol karena
penataannya. Paket 1 diletakkan pada suhu ruangan, paket 2 pada suhu
refrigerator, sedangkan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik
leleh bahan. Pembekuan adalah penyimpanan makanan di atas titik beku
bahan, yaitu -2 sampai 10 °C. Biasanya pendinginan harian di dalam
lemari es adalah 5-8 °C (Winarno 1993). Diketahui bahwa pada hari ke-
2 setelah pengisian panas yang berlangsung pada suhu ruang yaitu krim
mengendap, larutan yang disimpan tidak mengental karena penambahan
CMC, karena pengaruh CMC sebagai pengental. / stabilisator. Warna
larutannya putih muda. Setelah itu pada hari ke-3 tidak terjadi perubahan
curah hujan, kekentalan dan warna, tetapi terjadi perubahan
kenampakan yaitu muncul beberapa gelembung udara, karena bahan
dalam larutan mulai terurai. Pada hari keenam sedimen, ketebalan dan
warna tidak berubah. Namun pada suhu ruang aromanya berubah, yang
awalnya berbau tidak sedap, hal tersebut dikarenakan pada suhu ruang
bahan campuran pelarutnya tidak dingin sehingga tidak tahan lama.
Awalnya tidak hanya ada gelembung udara, tapi juga ada gelembung
udara. Pada hari ke 6, gelembung udara semakin banyak karena bahan
terdekomposisi dalam campuran larutan.
Kemudian pada suhu refrigerator pada hari ke 2 krim
mengendap, larutan tidak kental karena bahan campuran larutan mulai
terurai dan warnanya agak kekuningan, hal ini mungkin karena BTP
(gula 8%, natrium 120 ppm benzoat). , CMC 0,01%) lebih sedikit
dibandingkan kelompok lain yang memiliki BTP lebih banyak. Pada
hari keempat pengendapan, kekentalan dan kenampakan tidak
mengalami perubahan, namun terjadi perubahan warna yang awalnya
agak kekuningan menjadi kuning kecoklatan, karena produk tidak
disimpan pada suhu yang sesuai. Warna adalah indera pertama yang
dilihat konsumen atau panelis. Warna nata dipengaruhi oleh jumlah
bakteri yang digunakan karena mempengaruhi ketebalan nata,
sedangkan ketebalan nata mempengaruhi warna yang dihasilkan.
Semakin tebal benangnya, semakin gelap warnanya. Selain itu, warna
krim asam dipengaruhi oleh warna asli bahan baku yang digunakan
dalam pembuatan krim tersebut. Warna terbaik adalah bahan baku alga
dengan warna krem transparan (Negara et al. 2016). Dan pada hari
keenam tetap ada curah hujan,ketebalan, kenampakan dan warna. Dan
aroma pada suhu kulkas normal karena tidak banyak pembusukan
karena pada suhu dingin.
Kombinasi suhu dan waktu yang digunakan dalam pengemasan
mempengaruhi pigmen makanan. Hal ini disebabkan rusaknya jaringan
pigmen yang rusak akibat kontaminasi mikroorganisme dan perubahan
struktur jaringan. (Nur 2014)
3.2.5 Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan Pengawet
(Asam Sitat dan CMC) Pada Produk Hot Filling
Faktanya, banyak minuman memiliki nilai pH dan lt; .6.
Untuk minuman, teknologi hot filling merupakan salah satu
teknologi pengolahan yang banyak digunakan dalam industri.
Teknologi pengisian panas atau "hot filling" adalah salah satu
teknologi pengolahan dan pilihan thermal storage yang telah terbukti
efektif terutama untuk makanan yang sangat asam (pH value and
lt;.6) mampu menghasilkan stabil aman (tahan) disimpan pada suhu
ruang (Hariyadi 2019).
Seperti namanya teknik pengisian panas adalah teknik
penanganan dan penyimpanan dimana produk dibotolkan dalam
wadah atau wadah siap saji kemudian disegel saat produk masih
panas, hingga akhirnya dingin. Pada latihan ini dilakukan
pengamatan dengan larutan medium (gula 8%, asam sitrat 0,01%,
cmc 0,01%) dan nata de coco yang dituangkan ke dalam cawan
berisi panas kemudian ditutup rapat, cawan uji berisi 2 .nata Solvo
de coco, yang kami uji pada suhu kamar dan di lemari es. Awalnya
kami merebus 100 gram nata de cacao dengan 500 ml air dan 500
ml larutan sedang. Kami menunggu hingga nata de coco mencapai
90 °C dan menunggu 10 menit. Seperti larutan antara, kita tunggu
sampai suhu mencapai 100 °C dan setelah itu kita lanjutkan selama
10 menit. Setelah 10 menit kita matikan api dan diamkan sebentar,
lalu kita masukkan nata de coco dan larutan mediumnya ke dalam 2
gelas yang sudah ada, dimana proses ini disebut hot filling. Direbus
sebentar agar cup tidak meleleh, karena cup sendiri memiliki batas
ketahanan panas. Setelah panas diisi, cawan ditutup rapat selama 25
detik untuk mencegah kontaminasi nata dari larutan kelapa. Lalu ada
yang di sampel yang kita simpan di suhu ruangan dan ada yang di
lemari es. Kami juga melakukan observasi selama 3 hari yaitu Senin,
Rabu dan Jumat. Teramati curah hujan, kenampakan, warna,
kekentalan dan bau yang hanya dapat diamati pada hari terakhir
yaitu Jumat. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui
bahwa penyimpanan pada suhu ruang dan di dalam lemari pendingin
berbeda. Nata de Coco yang disimpan setiap hari pada suhu ruang
akan menunjukkan tanda-tanda pembusukan, yaitu air keruh,
konsistensi Nata de Coco tidak merata, dan aroma tajam atau asam.
Sebaliknya, air dalam lemari es nata de coco jernih, nata de coco
dikemas rapat, dan tidak ada aroma yang tidak biasa. Hal ini
membuktikan bahwa pendinginan pada suhu dingin dapat
meningkatkan umur simpan.

3.2.6 Pengaruh pH, Suhu Pengisian, Penambahan Pengawet


(Asam Sitrat, Benzoat, dan CMC) Pada Produk Hot
Filling
Minuman sari kelapa ( nata de coco ) memiliki kandugan
diantaranya gula, air, garam, sari kelapa, asam sitrat, benzoat dll.
Tentunya ditambahkan bahan tambahan pangan dalam pembuatan
produk ini untuk memperpanjang umur simpan dan membuat produk
sesuai dengan yang diinginkan, tingkat konsentrasi BTP tidak hanya
mempengaruhi suhu dan penyimpanan tetapi juga mempengaruhi
penampilan fisik dari nata de coco yaitu warna, viskositas, aroma dan
endapannya.
Tahapan awal dari pengolahan produk sari kelapa (nata de
coco) adalah dengan menentukan formula, lalu pengolahan, pengisian
produk (filling), dan tahap akhir adalah pengemasan dan penyimpanan
(Irawan, 2016). Pengawet yang sering ditambahkan saat pembuatan
nata de coco yaitu pengawet Natrium benzoat untuk memperpanjang
umur simpan. Asam benzoat mengandung antioksidan yang dapat
mencegah pembusukan produk dan mencegah pertumbuhan bakteri
dan ragi yang biasanya hidup di air bebas pada konsentrasi 0,90 dan
0,88. Berdasarkan hasil praktikum menggunakan sampel nata de coco
slices yang ditambah dengan pengawet tambahan 120 ppm benzoat,
asam sitrat 0,01%, gula 8% dan penstabil CMC (karboksimetil
selulosa) 0,01%.
Sampel minuman nata de coco diamati selama 1 minggu selama
3 kali pemeriksaan, praktikum dilakukan pada hari jum'at dan
dilakukan pemeriksaan pada hari senin, rabu dan pada hari jum'at
berikutnya. Sampel menunjukkan perubahan sifat dari segi warna,
aroma dan juga tekstur meskipun dibuat dengan komposisi bahan yang
sama tetapi perlakuannya saat disimpan berbeda.
Teknik hot filling biasanya dilakukan pada suhu 85-90°C (Food
Review, 2014), hasil penelitian Juniarti dan Desideria (2015) juga
menjelaskan bahwa jika digunakan teknik filling produk minuman
kemasan cup yang benar maka umur simpan dapat diperpanjang.
Pengisian atau filling dengan teknik hot filling yang dipadukan dengan
pasteurisasi selama 30 menit dapat memperpanjang umur simpan
produk dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Blansir adalah proses perebusan bahan pangan dengan air panas atau
uap panas. Blansir dapat mencegah pencoklatan dengan mekanisme
menonaktifkan enzim penyebab pencoklatan yaitu enzim polifenolase.
Keberhasilan proses pengeringan dipengaruhi faktor sifat bahan yang
dikeringkan, dan faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Faktor
yang berhubungan dengan sifat bahan adalah jenis dan ukuran bahan,
ketebalan bahan yang dikeringkan, temperatur bahan, serta kandungan air
bahan. Sedangkan yang berhubungan dengan udara pengeringan adalah
kelembaban udara, kecepatan aliran udara, temperatur udara, serta luas
permukaan bahan yang berhubungan dengan udara. (Asgar, A. dan D.
Musaddad. 2014)
Proses bleaching dapat menyebabkan hilangnya sebagian padatan
terlarut akibat rusaknya membran sel dan mengurangi kekakuan dan
turgiditas jaringan dinding sel serta kekerasan bahan makanan. Proses
blansing dengan cara mengeringkan irisan apel memberikan kekerasan yang
lebih rendah dibandingkan tanpa blansing. Peningkatan waktu bleaching
berpengaruh terhadap penurunan nilai kekerasan (Xiao et al., 2017; Wang
et al., 2018)
Teknologi isi panas (hot filling) merupakan salah satu teknologi
pengolahan yang banyak diaplikasikan di industri. Teknologi isi-panas atau
“hot fill” merupakan salah satu varian teknologi pengolahan dan
pengawetan dengan panas yang telah terbukti efektif, terutama untuk
produk pangan berasam tinggi (nilai pH < 4.6), mampu menghasilkan
produk yang tetap aman (awet) disimpan pada suhu ruang (Hariyadi 2019).
Nata merupakan makanan organik dengan kandungan serat yang
tinggi berkat fermentasi air kelapa oleh Acetobacter xylinum. Whey tinggi
selulosa, bebas kolesterol dan rendah lemak, sehingga produk whey
tergolong serat. Nata telah ditemukan untuk mengontrol berat badan dan
melindungi tubuh terhadap divertikulosis, kanker usus besar dan dubur
(Mesomya 2006).
Penyimpanan pada suhu ruang dan di dalam lemari pendingin
berbeda. Nata de Coco yang disimpan setiap hari pada suhu ruang akan
menunjukkan tanda-tanda pembusukan, yaitu air keruh, konsistensi Nata de
Coco tidak merata, dan aroma tajam atau asam. Sebaliknya, air dalam lemari
es nata de coco jernih, nata de coco dikemas rapat, dan tidak ada aroma yang
tidak biasa. Hal ini membuktikan bahwa pendinginan pada suhu dingin
dapat meningkatkan umur simpan.

4.2 Saran
Sebelum dilakukan proses pengolahan bahan pangan perlu
dilakukan proses blansing untuk mencegah pencoklatan. Supaya
mendapatkan produk yang awet dan tahan lama maka pada saat pengisian
menggunakan teknologi hot filling terutama pada produk yang berasam
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Balkhis, Putri dkk. 2015. PENGOLAHAN PRODUK FERMENTASI “NATA DE


COCO”. [Laporan]. Dilihat pada 18 November 2022. Dapat diakses pada
: https://www.scribd.com/document/262811918/Laporan-Pengolahan-
Nata-De-Coco

Devi Silsia, Zulman Efendi dan Febri Timotius. 2018. Karakterisasi Karboksimetil
Selulosa (Cmc) Dari Pelepah Kelapa Sawit. Jurnal Agroindustri. Vol. 8 No.
1, Mei 2018: 53-61.

[FDA] Food and Drug Administration. 2013. DrafGuidance


for Industry: Acidified Food. Dilihat Pada 18 November 2022. Dapat
diarises pada : http ://www.fda.gov/ food!guidanceregulationl
guidancedocumentsregulatoryinformationlacidifiedlacf/ucm222618.htm

Hafizalman et al. 2013. Evaluasi Kecukupan Panas Proses Pasteurisasi


Nata de Coco Dalam Kemasan Plastik Polietilen. Jurnal Mutu Pangan, Vol.
1(1):33-39,2014ISSN 2355-5017

Hariyadi, Purwiyatno. 2020. Teknoloji Isi Panas Efektif untuk Produk Minuman.
[Jurnal]. Dilihat pada 18 November 2022. Dapat diakses pada
: http://phariyadi.staff.ipb.ac.id/files/2020/06/HariyadiP.-2020-Teknologi-
Isi-Panas-Efektif-untuk-Produk-Minuman-FRI-2_2020_FINAL.pdf

Heldman DR, Singh RP. 2013. Introduction to Food


Engineering. Edisi 5. London: Academic Press. Dilihat pada 18 November
2022. Dapat diakses pada : rSBN13-9780123985309

Karboksimetil Selulosa (Cmc) Dari Pelepah Kelapa Sawit. Jurnal Agroindustri.


Vol. 8 No. 1, Mei 2018: 53-61.
Koswara, Ir. Sutrisno dkk. 2017. Produksi Pangan untuk Industri Rumah Tanga :
Nata de Coco Dalam Kemasan. [Jurnal]. Dilihat pada 18 November 2022.
5e04477c00d3003970580. pdf

Negara, J. K., Sio, A. K., Rifkhan, R., Arifin, M., Oktaviana, A. Y., Wihansah, R.
R.S., & Yusuf, M. (2016). Aspekmikrobiologis, serta Sensori (Rasa,Warna,
Tekstur, Aroma) Pada Dua Bentuk Penyajian Keju yang Berbeda.[diakses
pada 2022 November 18] Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, 4(2): 286-290.

Pratama RA.2020. Pengolahan dengan suhu dingin.[diakses 2022 November 18]


Saputro Dwiyanto, Agustini T W dan Rianingsih L. 2018. Pengaruh
Penambahan Keragenen Terhadap Sifat Fisikokimia Otak-otak Ikan Lele
Dumbo. Jurnal Ilmu Pangan dan Hasil Pertanian. Vol. 2 No.1.

Pujantoro, Lilik dkk. 2010. Optimasi Proses dan Modifikasi Desain Bak
Pasteurisasi dan Bak Pendingin Produk Minuman di PT. Triteguh
Manunggal Sejati. Tangerang. [Jurnal]. Dilihat pada 18 November Dapat
diakses pada : https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/61867
#:~:text=Secara%20umum%20proses%20pasteurisasi%20adalah,awet%20
beberapa%20hari%20(seperti%20produk

Putri SNY, Syaharani WF, Utami CVB, Safitri DR, Arum ZN, Prihastari ZS, Sari
AR.2021. Pengaruh mikroorganisme, bahan baku, dan waktu inkubasi pada
karakter nata: review. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 14(1):62-74.
doi: https://doi.org/10.20961/jthp.v14i1.47654

Septiana E.2021. Proses pengemasan sirup carica (carica pubescens) di cv.


gemilang kencana. [diakses 2022 November 18]

Siskawardani, D., D., K. Nur dan B., H. Mohammad. 2013. Pengaruh Konsentrasi
Na-Cmc (Natrium– Carboxymethyle Cellulose) Dan Lama Sentrifugasi
Terhadap Sifat Fisik Kimia Minuman Asam Sari Tebu (Saccharum
Officinarum L ). Skripsi. Jurusan Keteknikan Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

Sitti Sumarnil, Zakir Muzakkar dan Tamrin. 2017. Pengaruh Penambahan Cmc
(Carboxy Methyl Cellulose) Terhadap Karakteristik Organoleptik, Nilai
Gizi Dan Sifat Fisik Susu Ketapang (Terminallia Catappal.). J. Sains dan
Teknologi Pangan. Vol. 2, No.3, P. 604-614.

Suharjono, S., Ardyati, T., Zubaidah, E.,Munawaroh, M., & Pradani, C. (2011).
Produksi Selulosa Bakterial Dari Air Buah Kelapa Dalam Berbagai
Konsentrasi Sukrosa Dan Urea (Production of Bacterial Cellulose From
Coconut Fruit Water.[diakses pada 2022 November 18]. In Proceeding
Biology Education Conference: Biology, Science, Environmental, and
Learning8(1):124-128.
LAMPIRAN PRAKTIKUM

Gambar 1. Alat dan Bahan Gambar 2. Proses menunggu suhu


blansir

Gambar 3. Proses Perebusan Gambar 4. Hasil Perebusan

Gambar 5. Hasil Perebusan Gambar 6. Pengecilan Ukuran


Gambar 7. Hasil Pengecilan Bahan Gambar 8. Proses Pengeringan
Menggunakan Dehydrator

Gambar 9. Hasil Pengeringan 15.00-17.00 Gambar 10. Hasil Pengeringan


08.00-10.00

Gambar 11. Hasil Akhir

Anda mungkin juga menyukai