Anda di halaman 1dari 8

7 Prinsip HACCP : Daging Kornet

1. Analisis Bahaya
Analisa bahaya dilakukan untuk mengindentifikasi bahaya beserta cara-
cara pencegahan untuk mengendalikannya. Analisa bahaya amat penting untuk
dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi,
penyimpanan produk, dan distribusi, hingga tahap penggunaan oleh konsumen.
Berdasarkan hasil analisis bahaya yang dilakukan, beberapa bahaya yang
yang dapat terjadi bisa berupa kontaminan biologis, kimiawi, maupun kontaminan
fisik. Bahaya ini dapat berasal dari bahan mentah, kemasan, proses, dan
penanganan yang berlangsung dalam rantai makanan ataupun dari lingkungan.
Bahaya biologis dapat muncul dalam bentuk mikroorganisme patogen dan
keberadaannya dalam jumlah besar dapat menimbulkan bahaya terbesar bagi
konsumen.
Bahaya biologis yang dapat terjadi pada produk kornet adalah adanya
patogen vegetatif seperti Salmonella, Listeria monocytogenes. E. coli. Bakteri ini
apabila terkonsumsi dapat menyebabkan infeksi pada tubuh. Tindakan
pengendalian yang dapat dilakukan adalah perlakuan panas, melakukan proses
dan pengujian pemasok yang efektif, adanya sertifikat lulus uji, melakukan
kontrol suhu, kontaminasi silang, kemasan utuh, pengendalian hama, bangunan
yang aman (tidak ada atap bocor, air tanah), terdapat alur proses yang logis
(pemisahan karyawan, pakaian, perlengkapan, dan sebagainya, arah selokan), dan
memperhatikan faktor yang dapat berpengaruh pada pertumbuhan
mikroorganisme seperti suhu, kelembapan, asiditas optimum, dan substrat.
Bahaya kimia yang dapat terjadi pada produk kornet adalah
terkontaminasinya bahan makanan oleh pestisida, residu obat untuk hewan, dan
plastik pada kemasan. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah
membuat spesifikasi yang memuat kepatuhan pemasok terhadap tingkatan
maximum yang dibolehkan hukum, melakukan verifikasi terhadap catatan
pemasok, dan membuat program surveilans tahunan terhadap bahan mentah yang
dipilih. Kemudian bahaya kimia lainnya yang dapat terjadi adalah adalah
terkontaminasinya bahan makanan oleh zat adiktif kimia, seperti nitrat dan nitrit.
Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah membuat spesifikasi dan
surveilans (SQA) jika perlu sebagai zat adiktif, membuat instruksi tertulis proses
produksi dan zat adiktif yang aman, melakukan penyimpanan khusus pada produk
dalam container berlabel yang tertutup, dan melakukan validasi di setiap tingkatan
melalui penggunaan rata-rata, pengambilan sampel, dan pengujian.
Bahaya fisik merupakan zat atau benda asing yang dapat mengkontaminasi
bahan pagan kapan saja selama proses produksi. Bahaya kimia yang dapat terjadi
pada produk kornet adalah terkontaminasinya bahan makanan secara fisik, seperti
terkena kaca, kayu, logam, plastik, dan hama. Tindakan pengendalian yang dapat
dilakukan adalah menyingkirkan semua benda dari kayu seperti pallet, sikat,
pensil, peralatan dari area produk yang terbuka, menyingkirkan semua benda yang
mudah lepas seperti perhiasan, peniti, sekrup, baut, dan peralatan kecil,
menyingkirkan semua bahan plastik yang mudah lepas seperti tutup pena, kancing
pada overall, dan perhiasan, melakukan tindakan pencegahan (desain fasilitas,
menghilangkan semua tempat persinggahan, manajemen limbah), dan melakukan
pemusnahan pada serangga dengan pembunuh serangga bertenaga listrik, racun,
kotak umpan, jebakan, penyemprotan sekeliling bangunan, dan fogging.

2. Penetapan Titik Kendali Kritis (CCP)


Titik kendali kritis (CCP) dapat ditetapkan dengan menggunakan
pengetahuan dari proses dan semua hazard yang berpotensi. Selain itu CCP juga
dapat ditemukan dengan mengikuti setiap pertanyaan-pertanyaan yang ada pada
CCP decision tree.
a. Penerimaan bahan baku
Titik kritis pertama yaitu penerimaan bahan baku berupa daging sapi beku.
Batas kritis fisik yang dikendalikan pada CCP ini yaitu suhu. Persyaratan suhu
daging beku yang diterima yaitu -18 oC. Mikroba patogen yang mungkin terdapat
pada daging sapi diantaranya Clostridium perfringens, Salmonella sp., dan
Escherichia coli. Bila industri menerima daging sapi seperti diatas maka daging
sapi ini akan membawa dampak buruk bagi proses berikutnya dan produk akhir.
Oleh karena itu industri kornet perlu melakukan pemeriksaan secara kuantitatif
dan kualitatif.
Kandungan mikroba patogen pada daging sapi ini dapat berasal dari
peternakan dan rumah potong hewan yang tidak higenis (Mukartini et al. 1995).
Oleh karena itu, sanitasi atau kebersihan lingkungan peternakan maupun rumah
potong hewan perlu diperhatikan. Proses pengolahan daging yang cukup lama
juga dapat menyebabkan terjadinya pencemaran oleh mikroba pada produk
olahannya. Produk olahan daging seperti kornet harus memenuhi syarat mutu
yang sudah ditetapkan. Berdasarkan SNI 01- 3820-1995, cemaran Salmonella
pada sosis daging harus negatif, Clostridium perfringens negatif, dan S. aureus
maksimal 102 koloni/g.
Pengujian kuantitatif dan organoleptik daging dilakukan dengan mengambil
sampel bahan baku daging segar secara acak untuk dilakukan uji mikroorganisme,
fisika dan kimia di laboratorium secara berkala setiap tiga bulan sekali untuk
merk daging yang pernah digunakan. Hasil yang diharapkan dari pengujian
mikroorganisme, fisika dan kimia ini adalah negatif. Sedangkan pengujian
kuantitatif dan organoleptik untuk merk daging baru dilakukan dengan mengambil
5 karton sampel untuk dianalisis. Dokumen-dokumen yang diprasyaratkan dalam
SOP juga diperiksa kelengkapannya. Apabila pada saat pemeriksaan ditemukan
adanya penyimpangan kualitas dan atau tidak dipenuhinya persyaratan yang
ditentukan maka daging ditolak dan bisa dikembalikan setelah adanya
pemberitahuan ke bagian PPIC.
b. Curing
Proses curing atau penggaraman pada pembuatan kornet ditetapkan sebagai
CCP 2. Berdasarkan pedoman SNI dan CODEX batas maksimum penambahan
nitrit yang masih bisa ditoleransi yaitu tidak lebih dari 500 ppm. Nitrit bersifat
toksik bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. Dosis nitrit yang lebih dari 15-20
mg/kg berat badan bisa menyebabkan kematian. Kelebihan nitrit juga
menyebabkan daging menjadi berwarna hijau dan disebut “terbakar nitrit”,
sebaliknya kekurangan nitrit dalam curing dapat menyebabkan warna pucat pada
daging.
Natrium nitrit dapat menghambat pertumbuhan Clostridium botulinum.
Clostridium botulinum merupakan bakteri patogen yang paling berbahaya dan
sangat berbahaya bila mengkontaminasi kornet. Natrium nitrit tidak hanya dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dalam waktu singkat, tetapi juga
dapat digunakan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu segar.
(Anonimus, 2006).
Natrium nitrit menghambat produksi toksin Clostridium botulinum dengan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora dan atau dengan cara
membentuk senyawa penghambat nitrit bila nitrat pada daging dipanaskan.
Keracunan makanan yang disebabkan oleh toksin Clostridium botulinum disebut
Botulisme. Natrium nitrit juga menghambat pertumbuhan Clostridium perfringens
dan Staphylococcus aereus pada kornet.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan atas permasalahan ini adalah
melakukan kalibrasi dengan alat ukur (timbangan) secara berkala dalam ketepatan
jumlah penggunaan nitrit. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sampel
secara acak untuk dilakukan uji nitrit dan kadar garam secara berkala.
Pengawasan jumlah natrium nitrit yang digunakan, dilakukan berdasarkan pada
SOP inspek proses produksi kornet.
Untuk memutuskan tahapan proses ini adalah CCP atau bukan diputuskan
dengan decision tree.
 Apakah proses ini dapat menghilangkan hazard? (Ya, proses ini dapat
menghilangkan hazard)
 Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang dapat diterima? (Ya)
Dari pertanyaan yang diberikan, menyatakan jika tahap pembersihan masuk ke
dalam tahapan CCP.
c. Filling
Pada tahapan filling, bahaya yang mungkin terjadi adalah kemungkinan
bakteri atau spora yang masih hidup. Untuk memutuskan tahapan proses ini
adalah CCP atau bukan diputuskan dengan decision tree.
 Apakah proses ini dapat menghilangkan hazard? (Tidak, namun proses ini
penting untuk mencegah pertumbuhan bakteri atau spora)
 Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang dapat diterima? (Tidak)
 Apakah hazard dapat dikurangi dalam proses berikutnya? (Ya)
Dari pertanyaan yang diberikan, menyatakan jika tahap filling masuk ke
dalam tahapan CCP.
d. Sealling
Pada tahapan ini terjadi proses penutupan kaleng yang telah diisi kornet.
Pada proses penutupan ini terdapat kemungkinan bahaya berasal dari kebocoran
yang dapat merusak produk. Jika terdapat kebocoran pada proses ini akan
mengakibatkan reaksi oksidasi yang akan mengubah produk. Disamping itu
adanya udara di dalam kaleng dapat membuat mikrobiologi tumbuh. Untuk
memutuskan tahapan proses ini adalah CCP atau bukan diputuskan dengan
decision tree.
 Apakah proses ini dapat menghilangkan hazard? (Ya, proses ini dapat
menghilangkan hazard)
 Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang dapat diterima? (Ya)
Dari pertanyaan yang diberikan, menyatakan jika tahap sealling masuk ke
dalam tahapan CCP. Karena dalam proses sealling jika ada kebocoran produk
akan rusak.
e. Sterilisasi
Pada tahapan ini terjadi proses pemanasan untuk menghilangkan segala
jenis hazard khususnya hazard mikrobiologis. Suhu yang digunakan melebihi
suhu titik didih air, hal ini dikarenakan proses sterilisasi bertujuan untuk
membunuh mikrobiologis hingga ke sporanya. Untuk memutuskan tahapan proses
ini adalah CCP atau bukan diputuskan dengan decision tree.
 Apakah proses ini dapat menghilangkan hazard? (Ya, proses ini dapat
menghilangkan hazard)
 Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya?
 Apakah proses ini dapat mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai
level yang dapat diterima? (Ya)
 Apakah bahaya dapat dikurangi dalam proses selanjutnya? (Tidak)
Dari pertanyaan yang diberikan, menyatakan jika tahap sterilisasi masuk
ke dalam tahapan CCP. Karena dalam proses sterilisasi merupakah tahapan paling
utama dalam proses pengalengan. Terdapat satu indikator yang membuat proses
ini berhasil, yaitu tidak ditemukannya koloni maupun spora dari bakteri
Clostridium botulinum.
f. Penyimpanan
Analisis bahaya yang terjadi ialah tumbuhnya kapang dan beberapa
mikroorganisme lain. Hal tersebut jarang terjadi dan memiliki resiko yang tinggi
sehingga dikategotrikan sebagai bahaya signifikan signifikan dan perlu pengajian
kembali apakah tahapan ini merupakan CCP atau bukan dengan menggunakan
decision tree.
 Adakah tindakan pencegahan? (Ya, dengan mengatur kebersihan gudang,
menjaga suhu dan RH ruang penyimpanan)
 Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang dapat diterima? (Ya)
Berdasarkan decision tree tersebut diketahui bahwa tahapan peyimpanan
ialah CCP. Batas kritis ditentukan untuk setiap faktor yang berhubungan dengan
keamanan pada CCP. Berikut ini adalah batas kritis untuk setiap produk jadi.

3. Penetapan Batas Kritis Untuk Suatu CCP


Batas kritis adalah kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan
pencegahan yang diterapkan pada suatu CCP yang memisahkan antara parameter
yang diterima dan parameter yang ditolak. Criteria yang lazim digunakan untuk
batas kritis CCP yaitu fisik (waktu, suhu, kelembaban, aw dan kekentalan), kimia
(pH, kadar asam tertitrasi, konsentrasi pengawet, konsentrasi garam dan residu
klorin bebas) dan mikrobiologi (sedapat mungkin dihindarkan kecuali jika
tersedia rapid test yang spesifik dan sensitif). Penetapan batas kritis oleh tim
HACCP dilakukan dengan survey, mengatur peraturan perundangan, dan
melakukan penelitian dengaan pakar yang ahli dibidangnya.

4. Penetapan Prosedur Pemantauan Batas Kritis


Menurut Bryan (1992), menetapkan sistem atau prosedur untuk memantau
pengendalian control point dan batas kritis termasuk pengamatan, pengukuran,
pengujian dan pencatatan secara terjadwal. Memantau titik pengendalian kritis
merupakan metode untuk menjamin keamanan yang lebih efektif dan ekonomis
dibandingkan dengan pengujian hasil akhir. Tujuan dari tahap ini ialah untuk
medapatkan data/informasi yang mendasari keputusan-keputusan yang dibuat,
early warning, timbulnya masalah dan menyediakan dokumen bahwa produk
telah dihasilkan sesuai dengan rencana HACCP.

5. Penentuan Tindakan Koreksi/Perbaikan


Tindakan koreksi/perbaikan dilakukan untuk setiap penyimpangan yang
terjadi pada batas kritis. Berikut ini adalah tindakan perbaikan yang harus diambil
ketika terjadi penyimpangan pada batas kritis pada produk kaleng.
 Hazard : Terdapat sisa pestisida dan debu pada kornet
Tindakan koreksi : Reprocess dari tahap cleaning
 Hazard : Terdapat cemaran logam dan mikroorganisme
Tindakan Koreksi : 1. Bahan baku diperiksa oleh pihak laboratorium/ quality
control
2. Bila tidak terkontaminasi/tidak melebihi batas toleransi,
maka proses selanjutnya dapat dilakukan
3. Jika kontaminasi melewati batas toleransi produk harus
dibuang.
 Hazard : Terdapat mikroorganisme saat setelah sterilisasi
Tindakan koreksi : 1. Pengecekan suhu dan lama waktu pemanasan
2. Pengecekan oleh quality control
 Hazard : Perubahan tekstur kornet kaleng saat penyimpanan
Tindakan koreksi : 1. Pengecekan RH dan suhu gudang
2. jika perubahan tekstur dapat di toleransi dilakukan
reprocess.
3. Jika perubahan tekstur melewati batas toleransi produk
harus dibuang.

6. Penetapan Prosedur Verifikasi


Untuk memastikan agar sistem HACCP berjalan efektif, ada beberapa hal
yang perlu dilakukan. Hal-hal tersebut adalah:
a. Membuat jadwal untuk pengkalibrasian peralatan.
b. Melakukan audit internal secara berkala dengan menggunakan sistem audit
checklist. Setelah itu, informasi yang tercatat di checklist akan melaporkan
kepada tim HACCP tentang seberapa jauh rencana HACCP diikuti.
c. Menetapkan disiplin kerja dengan cara mengambil tindakan apabila terjadi
pelanggaran berkaitan dengan titik kendali kritis (CCP). Tindakan-tindakan
yang tersebut adalah:
Untuk karyawan yang tidak mencuci tangan, tidak menggunakan sarung
tangan, atau tidak mengenakan standar pakaian kerja yang diinstruksikan. Selain
itu juga apabila karyawan yang tidak membersihkan tempat bahan baku, dan
apabila karyawan bagian laboratorium yang tidak melakukan.

7. Perekaman Data (Dokumentasi)


Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program
HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan
selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai
CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap
penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu
dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika
dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator.

Anda mungkin juga menyukai