Anda di halaman 1dari 4

Menurut Koswara (2011) Tahu susu sapi memiliki karakteristik yang hampir sama

dengan tahu kedelai pada umumnya. Karakteristik tahu susu sapi yang baik adalah memiliki
kenampakan yang utuh bersih dan halus, teksturnya kenyal yaitu tidak terlalu lunak dan tidak
terlalu keras, rasa yang gurih. Faktor yang mempengaruhi mutu tahu adalah cara
penggilingan, pemilihan bahan baku, bahan penggumpal, keadaan sanitasi dan proses
pengolahan pada umumnya. Pembuatan tahu susu pada prinsipnya adalah sama dengan
pembuatan tahu dari kacang kedelai, bahkan lebih singkat waktu pengolahanya (Astawan dan
Astawan, 2011). Susu yang digunakan dalam pembuatan tahu susu ini adalah susu sapi segar.
Susu sapi segar adalah hasil pemerahan ambing sapi secara langsung tanpa penambahan zat-
zat lain dan belum mengalami pengolahan (Herudiyanto, M., 2008).
Proses pembuatan tahu susu meliputi proses pasteurisasi, penambahan bahan

penggumpal, penyaringan, pengepresan, dan pengukusan (Sulistyowati et al., 1990 dalam

Saliyah, 1990). Pasteurisasi adalah proses pemanasan susu pada kisaran 70 0C. Tujuannya

adalah membunuh bakteri pathogen, meningkatkan inaktifitas enzim-enzim yang dapat

merusak susu dan menimbulkan cita rasa yang menarik (Hadiwiyoto, 1983). Koagulasi

protein terjadi karena asam enzim proteolitik, alkohol serta dapat dipercepat dengan panas

(Warner, 1976 dalam Trianasih, 1993). Kerja enzim proteolitik biasanya terjadi dalam tiga

tahap, yaitu : (1). penyerapan enzim ke dalam partikel-partikel kasein; (2). diikuti dengan

perubahan keadaan partikel kasein itu sebagai akibat kerja enzim dan (3). mengendapnya

kasein yang telah berubah sebagai garam kalsium atau garam komplek. Adanya ion-ion

kalsium dalam susu diperlukan untuk proses pengendapan (Buckle et al., 1987).

Gumpalan yang terbentuk dipisahkan dari whey dengan cara penyaringan. Kira-kira

0,5 sampai 0,7 persen dari bahan protein yang dapat larut tertinggal dalam whey yaitu protein

laktalbumin dan laktoglobulin (Buckle et al., 1987). Proses penyaringan menggunakan kain,

untuk memisahkan gumpalan yang telah terjadi dari cairannya (Sulistyowati et al., 1990

dalam Saliyah, 1990). Bagian yang cair (whey) dibuang sedangkan bagian yang padat dipres

dengan menggunakan alat pengepres (Wahyuni dan Astawan, 1987 dalam Trianasih, 1993).
Hasil pengepresan tahu susu kemudian dikukus selama 30 menit (Sulistyowati et al.,

1990 dalam Saliyah, 1990). Pengolahan dengan pemanasan dalam beberapa keadaan dapat

menambah nilai gizi makanan dan mengawetkan, seperti pada pengukusan. Pengukusan

bertujuan bukan untuk merusak mikroba tetapi menginaktifkan enzim yang merusak warna,

rasa, dan gizi yang tidak dikehendaki, maka pengukusan bermanfaat untuk memperpanjang

umur simpan terhadap susut oksidatif dan susut cahaya. Suhu pengukusan harus lebih tinggi

dari 660C tetapi kurang dari 820C, pengukusan dalam waktu lama pada suhu rendah hasilnya

sama dengan pengukusan suhu lebih tinggi dalam waktu relatif singkat (Robert, 1989;

Dwiningsih, 1989 dalam Priyono, 1993). Berikut ini diagram alir pembuatan susu tahu.

SusuSapi 80% (800 mL)

Pemanasan
m 1 sdt, mentega 1 sdt, asamcuka 4 sdt (setelahsusupanas, saatapimati)

Penggumpalan 1 jam

Penyaringan Whey

Pengepresan

Pengukusan 30 menit

TahuSusu

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tahu Susu


(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017)
Produk Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
Tahu susu Putih Bau asam tajam Agak lembek ++Asin sedikit
(tidak kokoh) asam
Tidak pecah saat
di tumpahkan
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017)

Berdasarkan tabel hasil pengamatan yang diperoleh tahu susu yang dihasilkan
berwarna putih. Warna putih yang dihasilkan dikarenakan tidak adanya penambahan bahan
yang dapat mempengaruhi warna pada tahu susu. Warna putih terjadi didukung pula dari susu
sapi yang digunakan sebagai bahan baku, dimana susu sapi digunakan 80% dari total bahan
yang digunakan.
Aroma yang dihasilkan pada tahu susu ini bau asam yang tajam. Bau asam ini
disebabkan oleh penambahan cuka yang terlalu banyak. Pada tahu susu normal umumnya
aroma yang dihasilkan adalah aroma khas tahu. Menurut Sutrisno (2003) salah satu faktor
yang mempengaruhi aroma tahu susu adalah lemak. Lama perebusan menyebabkan lemak
yang terkandung didalam susu mengalami proses pemecahan akibat dari proses perebusan,
maka semakin lama proses perebusan aroma tahu susu semakin meningkat.

Tekstur yang dihasilkan dari tahu susu yang diperoleh agak lembek ++ (tidak kokoh)
dan tidak pecah saat di tumpahkan. Besarnya kadar air dipengaruhi oleh bahan penggumpal
yang dipakai pada saat pembuatan tahu. Bahan penggumpal asam mengasilkan tahu dengan
kadar air lebih tinggi dibanding garam kalsium, meskipun kadar protein perberat kering tahu
hampir tak berbeda(Lu dkk,1980). Selain dipengaruhi oleh jenis bahan penggumpal, tekstur
tahu juga dipengaruhi oleh suhu penggumpalan. Kenaikan suhu penggumpalan dapat
menurunkan kadar air tahu dan menaikkan teksturnya (Wang,1984).

Rasa yang diperoleh pada tahu susu yaitu rasa asin sedikit asam. Menurut Daulay
(1991).Rasa tahu susu dihasilkan oleh asam amino pada protein susu yang menggumpal
akibat enzim proteolitik yang merupakan kombinasi dari beberapa rasa seperti rasa agak
manis dihasilkan oleh asam amino glisin, alanin, prolin, serin, dan treonin, sedangkan leusin,
isoleusin, phenilalanin, triptofan, arginin, histidin, lisin, methionin mempunyai rasa agak
pahit atau sangat pahit. Asam glutamat mempunyai rasa gurih seperti kaldu, sistein
menimbulkan rasa seperti karat, sedangkan tirosin hampir tidak mempunyai rasa. Daulay, D.
1991. Monografi Fermentasi Keju. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Menurut Mustafa (2006) beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan


mikrobiologis pada tahu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu adanya bakteri yang tahan
panas seperti golongan pembentuk spora dan bersifat termodurik, adanya bakteri kontaminan
yang mencemari tahu pada saat proses pembuatan tahu sampai selesai, suhu penyimpanan,
adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh jenis mikroba tertentu, yang dapat
menghidrolisis lemak tahu (Mustafa, 2006).

Anda mungkin juga menyukai