Disusun oleh :
Kelompok 2
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Standarisasi Saus Cabai” dapat selesai pada waktunya. Penyusunan makalah ini
merupakan salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan mata kuliah
Pengawasan Mutu dan Undang-undang Pangan program Strata-1 (S-1) di Program
Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas
Padjadjaran.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Hj. Een Sukarminah, MS. selaku dosen mata kuliah Pengawasan
Mutu dan Undang-undang Pangan
2. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung
sehingga terselesaikannya penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa terkadang terjadi kesalahan dalam hal isi
maupun teknik penyusunannya, tetapi demikian penulis berharap makalah ini
akan berguna bagi pembaca pada umumnya dan bagi pihak yang membutuhkan
informasi-informasi yang terkait dengan isinya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
Daftar Tabel.............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1 Cabai Merah..............................................................................................2
2.2 Komposisi Buah Cabai..............................................................................2
2.3 Manfaat Cabai untuk Kesehatan................................................................3
2.4 Definisi Saus Cabai...................................................................................5
2.5 Bahan.........................................................................................................5
2.6 Cara Pembuatan Saus Cabai......................................................................5
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................6
3.1 Keadaan.....................................................................................................7
3.1.1 Bau.............................................................................................................7
3.1.2 Rasa...........................................................................................................7
3.2 Jumlah Padatan Terlarut............................................................................7
3.3 Mikroskopis...............................................................................................7
3.4 pH..............................................................................................................8
3.5 Bahan Tambahan Pangan..........................................................................8
3.5.1 Pewarna.....................................................................................................8
3.5.2 Pengawet...................................................................................................8
3.5.3 Pemanis Buatan.........................................................................................8
3.6 Cemaran Logam........................................................................................9
3.6.1 Timbal (Pb)..............................................................................................11
3.6.2 Tembaga (Cu)..........................................................................................12
3.6.3 Seng (Zn).................................................................................................13
3.6.4 Timah (Sn)...............................................................................................14
2
3.6.5 Raksa (Hg)...............................................................................................14
3.7 Cemaran Arsen (As)................................................................................15
3.8 Cemaran Mikroba....................................................................................17
3.8.1 Angka Lempeng Total.............................................................................17
3.8.2 Bakteri Koliform.....................................................................................17
3.8.3 Kapang.....................................................................................................17
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................18
Daftar Pustaka.........................................................................................................iv
3
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Nilai Gizi Cabai Merah Segar (per 100 gr)
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui kriteria syarat
mutu dan uji standarisasi produk saus cabai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Selain mengandung senyawa-senyawa di atas, cabai juga mengandung gizi
berupa protein dan vitamin yang berguna bagi tubuh, seperti yang terlihat pada
tabel di bawah ini (Wiryanta, 2008).
Tabel 2.1. Nilai Gizi Cabai Merah Segar (per 100 gr)
No. Zat Gizi Nilai Gizi
1. Kalori 31,0 kal
2. Protein 1,0 g
3. Lemak 0,3 g
4. Karbohidrat 7,3 g
5. Kalsium 29,0 mg
6. Fosfor 24,0 mg
7. Besi 0,5 mg
8. Vitamin A 470 (SI)
9. Vitamin C 18,0 mg
10. Vitamin B1 0,05 mg
11. Vitamin B2 0.03 mg
12. Niasin 0,02 mg
13. Kapsaikin 0,1-1,5%
14. Pektin 2,33%
15. Pentosan 8,57%
16. Pati 0,8-1,4%
(Sumber: Departemen Pertanian RI)
3
Cabai memiliki begitu banyak khasiat disebabkan oleh senyawa kapsaikin
yang terkandung dalam buah cabai. Kapsaikin merupakan unsur aktif pokok yang
terdiri dari lima komponen nordihidro kapsaikin, kapsaikin, dihidro kapsaikin,
homo kapsaikin, dan homo dihidro kapsaikin. Senyawa-senyawa tersebut bisa
dijadikan obat untuk pengobatan sirkulasi darah yang tidak lancar di kaki, tangan,
dan jantung (Wijoyo, 2009).
Bagi orang yang sudah terbiasa mengonsumsi makanan yang pedas,
biasanya nafsu makanannya akan menjadi berkurang bila tidak ada sambal atau
cabai yang menyertai makanannya. Hal ini dikarenakan kapsaikin cabai memang
bersifat stomatik, yakni dapat meningkatkan nafsu makan. Kapsaikin juga
merangsang produksi hormon endorfin sehingga bisa membangkitkan sensasi
kenikmatan, hormon endorfin berperan dalam mengurangi rasa sakit. Oleh karena
itu, sering dijumpai orang yang mengalami gejala sakit kepala akan segera
sembuh setelah mengonsumsi sesuatu yang rasanya pedas. Hal ini karena rasa
pedas yang ditimbulkan oleh kapsaikin dapat menghalangi aktivitas otak ketika
menerima sinyal rasa sakit dari pusat sistem saraf. Pada saat yang bersamaan,
kapsaikin akan mengencerkan lendir sehingga dapat melonggarkan penyumbatan
pada tenggorokan dan hidung. Hal ini pula yang membuat makanan yang bercita
rasa pedas dapat meringankan orang yang mengidap penyakit hidung dan
tenggorokan seperti pilek, batuk, bahkan sinusitis (Suyanti, 2007).
Kapsaikin bersifat antikoagulan sehingga bisa mencegah seseorang
terserang stroke dan jantung koroner. Cara kerjanya dengan menjaga darah tetap
encer dan mencegah terbentuknya kerak lemak pada pembuluh darah. Oleh karena
itu, kegemaran makan cabai bisa memperkecil kemungkinan seseorang menderita
penyumbatan pembuluh darah /aterosklerosis. Kegunaan lain dari cabai adalah
dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan parem kocok. Kapsaikin cabai
juga bersifat antiradang. Oleh karena itu, bila tubuh merasa sangat kedinginan
sehingga menyebabkan kaki mengeriput atau terasa membeku, oleskan cabai pada
kaki dan disela-sela jemari. Cara yang sama bisa digunakan untuk mengobati
bengkak atau bisul (Hariana, 2005).
4
2.4 Definisi Saus Cabai
Saus cabai adalah saus yang diperoleh dari pengolahan bahan utama cabai
(Capsium sp.) yang matang dan baik dengan atau tanpa penambahan bahan
makanan lain dan digunakan sebagai penyedap makanan. Dalam proses
pemanasan, dua faktor yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba
patogen.
2. Jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi
dan cita rasa makanan.
2.5 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain: cabai merah 1 kg, gula pasir 1 ons,
garam, penyedap rasa secukupnya, kecap inggris 3 sendok, minyak wijen 3
sendok, bawang putih 7 siung, cuka secukupnya dan natrium benzoat 0,5 gram.
5
BAB III
PEMBAHASAN
6
3.1 Keadaan
3.1.1 Bau
Bau yang dipersyaratkan oleh SNI 01-2976-2006 adalah normal. Bau
normal di sini memiliki arti saus cabai tidak memiliki aroma yang menyimpang
dari bahan dasar yang digunakan dalam pembuatannya, yaitu cabai. Pada saus
cabai dapat juga ditemukan bau selain cabai yang muncul dari penggunaan
rempah-rempah dalam proses pembuatannya. Bau yang tidak normal atau
menyimpang dapat menjadi indikasi dari kerusakan bahan pangan, baik bahan
dasar yang digunakan ataupun produk akhir berupa saus cabai.
3.1.2 Rasa
Rasa yang diatur oleh SNI 01-2976-2006 mengenai saus cabai adalah
normal. Sama seperti bau, hal ini memiliki arti bahwa rasa dari saus cabai tidak
menyimpang dari rasa bahan dasar yang digunakan serta tidak mengindikasikan
kerusakan pada bahan dasar atau produk saus cabai itu sendiri.
3.3 Mikroskopis
Menurut SNI 01-2976-2006, karakteristik mikroskopis saus cabai harus
memiliki nilai positif cabai. Berdasarkan sumber yang sama, prosedur yang
dilakukan adalah mengamati preparat yang dibuat dengan membasahi cuplikan
saus di atas mikroskop. Kemudian dibandingkan dengan cabai asli. Menurut
Suyanti (2007), proses pembuatan saus cabai dilakukan dengan menghaluskan
cabai dengan menggunakan metode kukus dan blending. Perlakuan ini
meminimalisir terjadi perubahan struktur kimia pada cabai, sehingga karakteristik
mikroskopis saus cabai yang baik seharusnya sama dengan karakteristik
mikroskopis dari cabai utuh.
7
3.4 pH
Nilai pH yang dipersyaratkan untuk saus cabai maksimal 4 (SNI, 2006).
Dengan demikian, produk saus cabai digolongkan sebagai bahan pangan asam.
Produk saus cabai memiliki pH yang rendah karena telah dilakukan penambahan
asam asetat ke dalamnya. Penambahan asam asetat berfungsi untuk menghambat
pertumbuhan mikroba terutama bakteri, sehingga produk akan menjadi lebih awet
(Syarifudin, 2003). Selain penambahan asam, pengawet juga ditambahkan ke
dalam saus cabai. Pengawet yang digunakan adalah natrium benzoat. Pengawet ini
memiliki pH optimum pada 2.5-4 karena pada pH tersebut pengawet masih berada
dalam kondisi yang belum terdisosiasi.
8
mempunyai daya simpan yang panjang walaupun mengandung air yang cukup
tinggi. Demikian juga dengan asam cuka/asam asetat berfungsi sebagai pengawet
dan pengatur keasaman.
9
tanah. Selanjutnya semua tanaman yang tumbuh di atas tanah yang telah tercemar
akan mengakumulasikan logam-logam tersebut pada bagian akar, batang, daun,
dan buah. Gayatri (1994) logam akan terakumulasi pada jaringan tubuh dan dapat
menimbulkan keracunan pada manusia, hewan, dan tumbuhan apabila melebihi
batas toleransi. Di Indonesia, kadar residu pestisida yang terkandung dalam bahan
pangan sayuran, seperti wortel, kentang, sawi, bawang merah, cabai merah, dan
kubis dari berbagai tempat budidaya sayuran di Jawa Barat dan Jawa Tengah pada
tahun 1992 diketahui mengandung residu yang melampaui batas maksimum.
Logam digolongkan ke dalam dua katagori, yaitu logam berat dan logam ringan.
Logam berat ialah logam yang mempunyai berat 5 g atau lebih untuk setiap cm 3,
dengan sendirinya logam yang beratnya kurang dari 5 g setiap cm 3 termasuk
logam ringan (Darmono, 1995).
Logam berat sejatinya unsur penting yang dibutuhkan setiap makhluk
hidup. Sebagai trace element, logam berat yang esensial seperti tembaga (Cu),
selenium (Se), Besi (Fe), dan Zink (Zn) penting untuk menjaga metabolisme
tubuh manusia dalam jumlah yang tidak berlebihan, jika berlebihan akan
menimbulkan toksik pada tubuh. Logam yang termasuk elemen mikro merupakan
kelompok logam berat nonesensial yang tidak mempunyai fungsi sama sekali
dalam tubuh. Logam tersebut bahkan sangat berbahaya dan dapat menyebabkan
keracunan (toksik) pada manusia yaitu: timbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As),
dan dancadmium (Cd).
Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang
tidak dapat didegradasi ataupun dihancurkan dan merupakan zat yang berbahaya
karena dapat terjadi bioakumulasi. Bioakumulasi adalah peningkatan konsentrasi
zat kimia dalam tubuh mahluk hidup dalam waktu yang cukup lama dibandingkan
dengan konsentrasi zat kimia yang terdapat di alam (Arsentina Panggabean,
2008). Logam berat menjadi bahaya disebabkan oleh sistem bioakomulasi.
Masuknya logam berat dalam tubuh seperti timbal (Pb), mercuri (Hg), arsen (As),
dan kadmium (Cd) akan memberikan dampak yang sangat negatif dalam tubuh
karena tubuh akan mengalami gangguan (Darmono, 1995)
Pencemaran logam berat pada tanaman sumbernya bisa didapat dari
pupuk, pestisida, air yang dipakai untuk menyiram, atau bahkan dari udara sekitar.
10
Masih banyak pemakaian pupuk organik (sintetis) yang mengandung logam berat
cadmium (Cd), walau jumlahnya tidak banyak. Jika tanah secara rutin diberi
pupuk serupa, tentu saja kadar kadmiumnya akan terakumulasi dan diserap oleh
sayuran yang tumbuh di lahan tersebut. Sementara itu kadmium dalam ekosistem
air dapat terakumulasi dalam kupang, tiram, udang, udang laut, dan ikan.
Kepekaan terhadap kadmium dapat sangat bervariasi antara organisme air.
Organisme air asin diketahui lebih resisten terhadap keracunan kadmium daripada
organisme air tawar.
11
normal sekitar 0,3 miligram per hari) menyebabkan penurunan kecerdasan
intelektual (IQ) di bawah 80. Kelainan fungsi otak terjadi karena timbal secara
kompetitif menggantikan peranan mineral-mineral utama seperti seng, tembaga,
dan besi dalam mengatur fungsi sistem syaraf pusat sehingga pada gilirannya
akan mengurangi peluang bagi anak untuk berhasil dalam sekolahnya. Dampak
lebih jauh, bila tidak ada pengendalian polusi udara di perkotaan, suatu saat nanti
anak-anak di desa akan lebih pintar daripada anak-anak yang dibesarkan di kota-
kota besar.
12
maka akan terjadi peristiwa “biomagnifikasi” terhadap biota perairan. Peristiwa
biomagnifikasi dapat diidentifikasi melalui akumulasi Cu dalam tubuh biota
perairan tersebut. Akumulasi dapat terjadi sebagai akibat dari terjadinya konsumsi
Cu dalam jumlah berlebihan, sehingga tidak mampu dimetabolisme oleh tubuh.
Gejala yang timbul pada manusia yang keracunan Cu akut adalah: mual, muntah,
sakit perut, hemolisis, netrofisis, kejang, dan akhirnya mati. Pada keracunan
kronis, Cu tertimbun dalam hati dan menyebabkan hemolisis. Hemolisis terjadi
karena tertimbunnya H2O2 dalam sel darah merah sehingga terjadi oksidasi dari
lapisan sel yang mengakibatkan sel menjadi pecah. Defisiensi suhu dapat
menyebabkan anemia dan pertumbuhan terhambat (Darmono, 1995).
Cemaran maksimum tembaga pada saus cabai adalah 5,0 mg/kg. hal ini
dimaksudkan agar konsumen tidak mendapatkan efek negatif dari cemaran
tembaga ini. Cara uji tembaga mengacu pada SNI 01-2896-1998.
13
kalkulirenalis, dan proteinuria. Keracunan Zinkum sering dijumpai bersamaan
dengan keracunan Kadmium secara kronis.
Cemaran maksimum seng pada saus cabai adalah 40,0 mg/kg. hal ini
dimaksudkan agar konsumen tidak mendapatkan efek negatif dari cemaran eng
ini. Cara uji seng mengacu pada SNI 01-2896-1998.
14
akan membentuk garam yang biasanya berwujud padatan putih. Merkuri (Hg)
terdapat di udara dari deposit mineral dan dari area industri. Logam Hg yang ada
di air dan tanah terutama berasal dari deposit alam, buangan limbah, dan akitivitas
vulkanik. Logam Hg dapat pula bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa
Hg organik. Manusia telah menggunakan merkuri oksida (HgO) dan merkuri
sulfida (HgS) sebagai zat pewarna dan bahan kosmetik (krim pemutih), diduga
juga untuk pewarna bibir dan krim antiseptik, serta digunakan secara meluas
dalam produk lampu neon, baterai, thermometer, industri pembuatan cat,
pembuatan gigi palsu, peleburan emas, pembasmi serangga (racun tikus), dan
lain-lain.
Berkaitan dengan kesehatan, merkuri merupakan logam berat berbahaya
yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan tersebut dapat
digolongkan sebagai berikut: Gangguan sistem syaraf, kerusakan fungsi otak,
kerusakan DNA dan kromosom, reaksi alergi, menghasilkan ruam kulit, kelelahan
dan sakit kepala, serta efek negatif reproduksi seperti kerusakan sperma,
kecacatan pada bayi, dan keguguran. Kerusakan fungsi otak dapat menyebabkan
penurunan kemampuan belajar, perubahan personaliti, temor/gemetaran,
gangguan penglihatan, ketulian, gangguan kordinasiotot, dan kehilangan memori.
Cemaran maksimum raksa pada saus cabai adalah 0,03 mg/kg. Hal ini
dimaksudkan agar konsumen tidak mendapatkan efek negatif dari cemaran raksa
ini. Cara uji raksa mengacu pada SNI 01-2896-1998.
15
Arsen banyak ditemukan di dalam air tanah. Hal ini disebabkan arsen
merupakan salah satu mineral yang memang terkandung dalam susunan batuan
bumi. Arsen dalam air tanah terbagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk tereduksi dan
bentuk teroksidasi. Bentuk tereduksi terbentuk dalam kondisi anaerobik dan
sering disebut arsenit. Bentuk teroksidasi terjadi pada kondisi aerobik, umum
disebut sebagai arsenat. Arsenik sudah dikenal sejak lama dan sangat beracun
banyak digunakan sebagai racun pembunuh. Arsen banyak digunakan dalam
industri metalurgi, pabrik gelas, produksi bahan warna ( pigmen), dan industri
yang memproduksi bahan kimia arsen.
Berdasarkan SNI 7387:2009, arsen merupakan salah satu elemen yang
paling toksik dan merupakan racun akumulatif. Arsen anorganik bersifat lebih
toksik dibandingkan arsen organik. Manusia terpapar arsen melalui makanan, air
dan udara. Tanaman lebih mudah menyerap arsen, sehingga memungkinkan arsen
berada dalam pangan pada konsentrasi tinggi dalam bentuk organik dan
anorganik. Konsentrasi arsen anorganik 300 µg/kg - 30.000 µg/kg dalam makanan
atau minuman menyebabkan iritasi perut dan usus disertai dengan gejala mual,
muntah, dan diare. Tertelan arsen menyebabkan penurunan produksi sel darah
merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Maksimum cemaran arsen pada
saus cabai adalah 1,0 mg/kg.
Cara uji arsen mengacu pada SNI 01-4866-1998. Ada 3 metode yang
diuraikan dalam SNI ini yaitu:
a. Metode spektrofotometri – cara I (metode biru molybdenum)
b. Metode spektrofotometri – cara II (metode perak dietiltiokarbamat).
c. Metode spektrofotometer serapan atom (AAS)
Kontiminasi arsenik diduga dapat menyebabkan berbagai pengaruh
kesehatan seperti iritasi usus dan lambung, penurunan produktivitas sel darah
putih dan darah merah, perubahan kulit, dan iritasi paru-paru. Disebut-sebut
arsenik juga memberikan kesempatan kanker berkembang lebih cepat terutama
perkembangan kanker kulit, kanker paru-paru, kanker liver, dan kanker limpa.
Lebih lanjut dikatakan kontak arsenik dengan kadar tinggi dapat menyebabkan
kemandulan dan keguguran pada wanita. Gangguan lainnya adalah gangguan
kulit, penurunan daya tahan terhadap infeksi, gangguan jantung dan kerusakan
16
otak pada laki-laki maupun perempuan. Akhirnya, arsenik pun dapat merusak
DNA.
17
BAB IV
KESIMPULAN
Saus cabai memilik syarat mutu bau dan rasa yang normal, jumlah padatan
terlarut minimal 20% (b/b), mikroskopis cabai positif, pH maksimal 4, dan bahan
tambahan pangan yang terdiri dari pewarna, pengawet, dan pemanis buatan sesuai
peraturan yang berlaku. Saus cabai yang sesuai standar memiliki cemaran logam
maksimal yaitu pada timbal 2,0 mg/kg, seng 5,0 mg/kg, tembaga 40,0 mg/kg,
timah 40,0 mg/kg dan yang dikemas dalam kaleng 250,0 mg/kg, dan raksa 0,03
mg/kg. Cemaran arsen maksimal 1,0 mg/kg. Cemaran mikroba dengan maksimal
ALT 1x104 koloni/g, bakteri koliform < 3, dan kapang 50 koloni/g.
18
DAFTAR PUSTAKA
Allow, B.J. 1990. Heavy Metalin Soils. JhonWilleyand Sons Inc, New York.
Aqil, M., A.H. Talanca, dan Zubachtirodin. 2013. Highlight Hasil Penelitian Balai
Penelitian Tanaman Serealia Tahun 2013. Badan Litbang Pertanian,
Puslitbangtan. 51 p.
Arsentina, P. 2008. Logam Berat Pb(Timbal)Pada Jeroan Sapi, Prosiding PPI
Standardisasi
Badan Standardisasi Nasional SNI 01-2976-2006 tentang Saus Cabe. Jakarta
Badan Standardisasi Nasional SNI 01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan
Makanan. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional SNI 01-4480-1998 tentang Cabe Merah Segar.
Jakarta.
Darmono,1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI Press, Jakarta.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Fardiaz. 1996. Analis Bahaya dan Pengendalian titik Kritis (HACCP). Makalah
disampaikan pada Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan
bagi Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Gayatri dan Riza VT. 1994. Bunga Rampai Residu Pestisida dan Alternatifnya.
PAN Indonesia, Jakarta.
Hariana, Arief. 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pitojo, S. 2003. Benih Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta
Prajnanta, F. 1998. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta
Setiadi. 2004. Bertanam Cabai. Penear Swadaya. Jakarta
Suyanti. 2007. Membuat Aneka Olahan Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syarifudin A. 2003. Aplikasi hazard analysis critical control point (HACCP) pada
saus cabai di PT Heinz ABC Indonesia, Karawang [skripsi]. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Wijoyo, M. Padmiarso. 2009. Tak Tik Jitu Menanam Cabai di Musim Hujan. Bee-
Media Indonesia. Jakarta
Wiryanta, Bernardius W.T. 2008. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. Agromedia
Pustaka. Jakarta.