Anda di halaman 1dari 19

PENGETAHUAN BAHAN HASIL PERTANIAN

SIFAT FISIOLOGIS TELUR

Disusun Oleh :

Kharisma Wulan L.N 132182008

Lukman Sahrul Kamal 132182010

Rizal Ainur Ichsan 132182014

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

TANGERANG SELATAN

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai
gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh manusia seperti protein dengan asam amino yang lengkap, lemak,
vitamin, mineral, serta memiliki daya cerna yang tinggi. Telur merupakan
bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Hal ini ditandai dengan rendahnya
zat yang tidak dapat diserap setelah telur dikonsumsi. Akan tetapi disamping
bernilai gizi tinggi, telur juga mempunyai sifat yang kualitasnya mudah rusak.
Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu tindakan atau usaha-usaha bidang
teknologi kualitas dan penanganan pasca produksi telur. Tindakan ini penting
agar produksi telur yang dicapai dengan segala usaha ini dapat sampai ke
konsumen dengan kualitas yang masih tetap baik.
Penurunan kualitas telur antara lain disebabkan masuknya
mikroba-mikroba perusak ke dalam isi telur melalui pori-pori kerabang telur,
menguapnya air dan gas karena pengaruh suhu lingkungan. Ruang penyimpan
yang mlembab akan menyebabkan kerabang berjamur. Daya simpan telur
sangat pendek. Jika dilakukan penyimpanan dalam suhu ruangan lebih dari
dua minggu telur akan mengalami kerusakan yang ditandai dengan kocaknya
isi telur, bila pecah isinya tidak menggumpal lagi dan putih telurnya menjadi
lebih encer. Hal ini disebabkan masuknya mikroba ke dalam telur melalui
pori-pori kulit telur.
Telur yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia umumnya
berasal dari unggas yang diternakkan. Jenis telur yang banyak dikonsumsi
adalah telur ayam, telur puyuh dan telur bebek. Telur ayam lebih banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena mudah diolah dan
dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia seperti sebagai bahan pencampur
makanan, bahan pembuatan roti, obat, dan sebagainya. Telur ayam
mempunyai bentuk fisik bulat sampai lonjong dengan ukuran yang berbeda-
beda, tergantung jenis hewan, umur dan sifat genetiknya. Telur tersusun atas
tiga bagian yaitu kulit telur, putih telur dan kuning telur.
Kuning telur merupakan bagian telur terpenting, karena
didalamnya terdapat bahan makanan untuk perkembangan embrio . Telur yang
segar kuning telumya terletak ditengah-tengah, bentuknya hula dan warnanya
kuning sampai jingga Beberapa pendapat mengatakan bahwa makanan
berpengamh langsung terhadap warm kumng telur (mengandung pigmen
kuning). Kuning telur memiliki komposisi gizi yang lebih lengkap
dibandingkan puith telur, yang terdiri dari air, protein, lemak karbohidrat,
vitamin dan mineral.
Putih telur terdiri 40% berupa bahan pada yang terdiri dan empat
lapisan yaitu : lapisan putih telur tipis, lapisan tebal, lapisan tipis bagian dalam
clan lapisan "Chalaziferous". Kekentalan putih telur yang semakin tinggi
dapat ditandai dengan tingginya putih telur kental Hal ini menunjukkan bawa
telur kondisinya masih segar, karena putih telur banyak mengandung air, maka
bagian ini lebih mudah cepat rusak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fisiologi telur ayam?
2. Perubahan apa saja yang terjadi pada telur selama penyimpanan?
3. Bagaimana cara membedakan telur yang segar dengan yang busuk?
4. Bagaimana cara penyimpanan telur yang baik untuk menghindari
kerusakan?

C. Tujuan
1. Mengetahui fisiologi telur ayam.
2. Mengetahui perubahan yang terjadi pada telur selama penyimpanan.
3. Mengetahui perbedaan telur segar dan telur busuk melalui sifat
fisiologisnya.
4. Mengetahui penyimpanan telur yang baik untuk menghindari kerusakan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Struktur Telur Ayam

Gambar 1. Gambar struktur telur.


1. Kulit Telur
Kulit telur merupakan lapisan terluar dari telur. Kulit telur
berfungsi untuk melindungi semua bagian telur dari kerusakan. Meskipun
terlihat keras dan menutupi seluruh isi telur, kulit telur memiliki pori
(porous). Hal ini yang menyebabkan bau telur, uap basah (moisture), dan
gas (terutama karbon dioksida) dapat keluar menembus kulit telur.
Warnanya terdiri atas cokelat maupun putih, ini berdasarkan dari
perkembangbiakan ayam. Ayam dengan bulu putih dan cuping merah
menghasilkan telur dengan kulit putih. Sedangkan, ayam dengan bulu
berwarna merah dan cuping merah akan menghasilkan telur dengan kulit
kecokelatan.
Warna coklat pada telur ayam sejatinya dipengaruhi oleh faktor
genetik yaitu adanya zat warna phorpyrin di saluran reproduksi ayam
bukan karena makanan atau obat. Jadi setiap unggas (ayam, itik atau
burung), telah ditentukan warna telurnya baik putih, biru atau coklat.
Namun dalam pembentukan warna kulit telur dipengaruhi oleh asupan
nutrisi atau obat tertentu. Kondisi lingkungan & penyakit juga bisa
berpengaruh terhadap optimal tidaknya pewarnaan kulit telur.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pewarnaan kulit telur yaitu :
a. Kandungan kalsium dalam ransum
Kadar kalsium dalam ransum harus sesuai dengan kebutuhan ayam,
jika kadar kalsium rendah atau tidak cukup maka sekresi phorpyrin
saat pengecatan kerabang telur akan berkurang akibatnya warna kulit
telur menjadi lebih putih.
b. Heat stress
Ketika suhu lingkungan menjadi panas, konsumsi ransum menurun
dan kecukupan energi menjadi faktor pembatas utama bagi ayam
petelur. Ketidakcukupan konsumsi ransum menyebabkan asupan asam
amino, kalsium, fosfor, vitamin D dan nutrien-nutrien lainnya
berkurang sehingga menyebabkan produksi telur terhambat dan
mempengaruhi kualitas telur.
c. Pemakaian obat dengan dosis berlebihan
Pemakaian obat dari golongan sulfonamide dan koksidiostat yang
mengandung nicarbazin dengan dosis melebihi aturan pakai pada ayam
masa produksi, dapat berpengaruh terhadap pewarnaan kulit telur
d. Infeksi penyakit seperti IB, ND, EDS atau AI
Adanya infeksi penyakit tersebut dapat menyebabkan kualitas telur
menurun.

Gambar 2. Gambar struktur kulit telur.


Bila dilihat dengan mikroskop, maka kulit telur terdiri dari 4 lapisan,
yaitu:
a. Lapisan Kutikula
Lapisan kutikula merupakan protein transparan yang melapisi
permukaan kulit telur. Lapisan ini melapisi pori-pori pada kulit telur,
tetapi sifatnya masih dapat dilalui gas sehingga keluarnya uap air dan
gas CO2.
b. Lapisan Busa
Lapisan ini merupakan bagian terbesar dari lapisan kulit telur. Lapisan
busa terdiri dari protein dan lapisan kapur (kalsium karbonat, kalsium
fosfat, magnesium karbonat, dan magnesium fosfat).
c. Lapisan Mamilary
Lapisan ini merupakan lapisan ketiga dari kulit telur. Terdiri dari
lapisan yang berbentuk kerucut dengan penampang bulat atau lonjong.
Lapisan mamilary sangat tipis dan terdiri dari anyaman protein dan
mineral.
d. Lapisan membran
Merupakan bagian lapisan kulit telur yang terdalam. Terdiri dari dua
lapisan selaput yang menyelubungi seluruh isi telur. Memiliki
ketebalan sekitar 65 mikron.

2. Putih Telur
Nama lain dari putih telur adalah albumen telur. Putih telur
terdiri sepenuhnya oleh protein & air. Dibandingkan dengan telur
kuning, telur putih memiliki rasa (flavor) & warna yang sangat rendah.
Putih telur atau albumen mempunyai proporsi yang tinggi dalam
komposisi telur mencapai 60% dari total berat telur. Putih telur
bersifat lebih alkalis dengan pH sekitar 7,6. Komponen utama dari putih
telur adalah protein, sedangkan lemak terdapat dalam jumlah kecil.
Protein putih telur utama terdiri dari ovalbumin, conalbumin, ovomucoid,
lizozime, dan globulin. Senyawa antimikroba yang terdapat pada telur
adalah lizozime, conalbumin, dan ovoinhibitor yang berfungsi untuk
membantu memperlambat proses kerusakan telur.
Putih telur terdiri dari protein ovalbumin, konalbumin, ovomukid,
lisosim, ovidin, avoglobulin, dan ovomukin. Ovalbumin adalah protein
terbesar yang menyusun putih telur. Ovalbumin merupakan protein dalam
putih telur yang mengandung empat gugus-SH (Sulfihidril), tiga
diantaranya reaktif terhadap p-khloromerkuribensoat dan satunya reaktif
dalam denaturasi protein. S-ovalbumin merupakan turunan dari ovalbumin
akibat penyimpanan yang meningkatkan pH. Jika kandungan s-ovalbumin
meningkat maka tirisan buih akan meningkat, sehingga stabilitas buih
putih telur akan menurun.
Ovomukin merupakan glikoprotein yang mempunyai struktur
seperti gel, berwarna putih, lentur dan berserat. Terdapat di dalam lapisan
putih telur kental empat kali lebih banyak daripada yang terdapat di dalam
lapisan putih telur encer, oleh karena itu ovomukin inilah yang
memberikan struktur kental pada putih telur. Ovomukin berfungsi
menstabilkan struktur buih. Pada pengocokan yang berlebihan akan
mengakibatkan penggumpalan sebagian ovomucin dan memperkecil
elastisitas gelombang buih.
Ovoglobulin merupakan protein putih telur yang mengandung tiga
fraksi protein yaitu G1, G2, dan G3. Ovoglobulin ini berperan dalam
stabilitas buih putih telur. Protein telur, terdistribusi di dalam putih telur
dan kuning telur secara komplet dengan unsur asam amino yang seimbang.
Albumen atau putih telur menyusun kira-kira 60% dari berat telur
total. Albumen terdiri dari 4 fraksi yaitu, lapisan chalaziferous (lapisan
kental dalam), lapisan encer dalam (inner thin layer), lapisan kental luar
(firm gel-like layer), dan lapisan encer luar (outher thin layer).
a. Lapisan Chalaziferous
Lapisan putih telur tebal daerah ujung-ujung telur mengalami
differensiasi membentuk benang-benang mucin. Benang-benang mucin
ini akan berputar membelit seperti tali yang menuju ke arah ujung telur
dan disebut chalaza. Chalaza ini sangat penting untuk menjaga
kedudukan kuning telur dan embrionya selama pengeraman. Lapisan
ini menyusun 3% albumen. Lapisan ini sangat kental tetapi sangat
tipis, mengelilingi yolk dengan rapat pada sisi yang berlawanan
dengan yolk, lanjutan dari selaput ini bercabang ke arah kedua ujung
telur sebagai chalaza. Chalaza tampak seperti pintalan tali yang
berwarna keputihan. Chalaza membantu menstabilkan yolk pada posisi
sentris dan menghambat naiknya atau menempelnya yolk ke cangkang
bila telur berada dalam keadaan istirahat.
b. Lapisan Putih Telur Encer Dalam
Lapisan ini menyusun 21% (kisaran 1-40%) albumen yang
mengelilingi lapisan chalaziferous.
c. Lapisan Putih Telur Kental Luar
Lapisan ini menyusun 55% (kisaran 30-80%) albumen yang
mengalilingi lapisan putih telur encer dalam dan berperan sebagai
pembungkus lapisan putih telur encer dalam dan yolk.
d. Lapisan Putih Telur Encer Luar
Lapisan ini menyusun 21% (kisaran 10-60%) albumen. Lapisan ini
terletak di sebelah dalam membran kulit telur, kecuali pada bagian
ujung telur yang putih kentalnya melekat pada ujung telur. Prosentase
albumen kental dan encer dalam telur bervariasi pada strain, individu,
kesegaran, kondisi, dan waktu penyimpanan.

3. Kuning Telur
Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air dengan berat
kering sebesar 50% yang terdiri atas 65% lipid, 31% protein, dan 4%
karbohidrat, vitamin, dan mineral. Protein pada kuning telur dapat
dipisahkan menjadi 2 fase yakni granula dan plasma.
Kuning telur mengandung protein berupa LDL, HDL, phosvitin,
livetin dan protein lainnya. LDL atau low density lipoprotein merupakan
protein mayor pada kuning telur yakni 65% dari total protein yang ada.
Livetin pada kuning telur adalah protein yang larut air. Lemak yang berada
dalam kuning telur adalah trigliserida, phospolipid, sterol dan cerebrosida.
Asam lemak dominan pada trigliserida ini adalah asam oleat (18:1),
linoleat (18:2), asam stearat (18:0) dan asam palmitat (16:0).
Asam lemak yang mempunyai atom C lebih dari 12 mempunyai
sifat tidak larut dalam air dingin maupun air panas. Pada telur, asam lemak
yang dominan mempunyai asam lemak lebih dari 12 atom C, sehingga
asam lemak pada telur mempunyai sifat yang tidak larut air. Phospolipid
merupakan komponen penting pada lipoprotein kuning telur. Phospolipid
merupakan ester asam lemak dan gliserol yang mengandung ion fosfat.
Phospolipid ini terdiri dari gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Oleh
karena itu, phospolipid menunjukkan sifat emulsifier.
Kuning telur merupakan emulsifier alami yang baik dan digunakan
secara luas dalam industri pangan. Fosfolipid kuning telur terdiri dari
fosfatidil kolin 73,00%, fosfatidiletanolamin 15,00%, lysofosfatidil kolin
5,80%, spingomyelin 2,50%, lysofasfatidil etanolamin 2,10%,
plasmalogen 0,90% dan inositol fosfolipid 0,60%. Lesitin, kolesterol,
lipoprotein dan protein adalah komponen penstabil emulsi pada kuning
telur. Lesitin mempunyai bagian yang larut dalam minyak dan bagian yang
mengandung PO43- (polar) yang larut dalam air. Oleh karena itu, lesitin
dapat digunakan sebagai emulsifier. Lesitin akan menstabilkan emulsi
minyak dalam air, sedangkan kolesterol cenderung menstabilkan emulsi
air dalam minyak, sehingga karena kadar lesitin lebih besar daripada
kolesterol dengan perbandingan 4,73 : 1 , maka kuning telur lebih mudah
Kuning telur terdiri dari 3 bagian, yaitu membran vitelin, germinal
disc, dan kuning telur.
a. Membran Vitelin
Kuning telur dibungkus oleh membran vitelin setebal 6--11 mm, terdiri
dari 4 lapis, yaitu plasma membran, inner layer, continous membrane,
dan outer layer. Membran vitelin sebagian terbentuk di ovarium, dan
lainnya dibentuk di oviduct, beratnya sekitar 50 mg. Plasma membran
dan inner layer dibentuk di ovarium, continous membrane serta outer
layer kemungkinan dibentuk di infundibulum. Plasma membran terdiri
dari 90% air, dan dari bagian padatnya 80--90% protein serta 3%
lemak.
b. Germinal Disc
Germinal disc adalah bagian kecil dari ovum yang setelah terjadi
ovulasi mengandung inti diploid zygote, dan jika tidak dibuahi adalah
sisa dari haploid pronucleus betina. Germinal disc ini terbentuk dari
sitoplasma, oocyte, dan mengandung cytoplasmic inclusions yang
penting untuk aktivitas metabolisme normal dari perkembangan
embrio. Germinal disc ini disebut blastoderm jika dibuahi dan
blastodisc jika belum dibuahi oleh sperma.
c. Kuning Telur
Kuning telur dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu germinal disc yang
mengapung pada masa berbentuk kerucut, secara kimiawi berbeda
dengan bagian lainnya dan disebut white yolk atau latebra, sedangkan
bagian lainnya terang kekuningkuningan disebut yellow yolk. Latebra
berdiameter sekitar 5 mm terletak di tengah-tengah ovum, dan
merupakan 1--2% dari total kuning telur.
Warna kuning pada kuning telur ditentukan oleh kandungan
xantophyl dalam ransum, juga menimbulkan warna kuning pada kaki.
Salah satu indikator yang dapat menentukan kualitas telur adalah warna
kuning telur. Skor warna kuning telur dapat dinilai secara visual dengan
mengunakanyolk colour fan dengan skala 1-15. Kisaran warna kuning
telur mulai dari kuningpucat hinga kuning jinga tua. Semakin tingi skor
warna kuning telur makasemakin baik kualitas telur tersebut.

B. Perubahan pada Telur Selama Penyimpanan


Semakin lama waktu penyimpanan telur, mutu telur akan semakin
menurun karena terjadinya perubahan sifat fisik telur yang dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan tempat telur berada. Perubahan-perubahan yang terjadi
selama penyimpanan telur adalah perubahan bobot, perubahan internal telur,
perubahan fisikokimia telur dan perubahan yang disebabkan oleh mikrobia.
Berikut ini uraian mengenai perubahan-perubahan yang terjadi pada telur
selama penyimpanan.
1. Perubahan Umum (Fisik dan Kimia)
Selama penyimpanan telur akan mengalami perubahan isi terus
menerus sehingga kualitas telur akan menurun. Kecepatan penurunan ini
dipengaruhi oleh kualitas awal, kondisi penyimpanan, suhu lingkungan,
dan kelembaban. Perubahan telur bisa dilihat dari luar seperti warna kulit
telur agak keruh dan pada per-mukaannya akan timbul bintik-bintik hitam.
Perubahan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan jamur dan penyebaran
air yang tidak merata pada kulit telur. Perubahan yang umum antara lain
penguapan air dan CO2, pembesaran ruang udara, penurunan berat telur,
penurunan berat jenis, pemecahan protein dalam telur, terjadi perubahan
dan pergerakan posisi kuning telur, pengendoran selaput pengikat kuning
telur, kenaikan pH putih telur, dan penurunan kekentalan putih dan kuning
telur. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya bau busuk karena
pertumbuhan bakteri pembusuk, timbulnya bintik-bintik berwarna karena
pertumbuhan bakteri pembentuk warna (bintik-bintik hijau, hitam, dan
merah), dan bulukan yang disebabkan oleh kapang.
Pengurangan berat akibat lama penyimpanan mengakibatkan
terjadinya penurunan berat jenis telur karena volume telur yang tetap dan
bertambah besarnya rongga udara dalam telur pengurangan berat
disebabkan oleh pengapan air terutama dari putih telur dan hilangnya gas-
gas seperti CO2, NH3, N2 dan H2S. Senyawa tersebut merupakan hasil
pemecahan senyawa organik. Penguapan air dapat menurunkan berat telur.
Kecepatan pengurangan berat telur dipengaruhi oleh sifat permebilitas
kulit telur, semakin permeable kulit telur maka penguapan air akan
semakin mudah. Selain itu, suhu sekitar penyimpanan juga mempengaruhi
hilangnya air dalam telur. Semakin tinggi suhu udara sekeliling maka
kecepatan penguapan air semakin besar.
Penyimpanan dapat meningkatkan nilai pH telur. Meningkatnya
nilai pH telur terjadi karena penguraian senyawa NaHCO3 menjadi NaOH
dan CO2. NaOH yang dibentuk akan diurai menjadi Na+ dan OH-
sedangkan CO2 yang dibentuk akan menguap, sehingga meningkatkan pH
putih telur. Hilangnya CO2 disebabkan karena adanya pori – pori pada
telur. Pori – pori merupakan jalan pertukaran gas, sehingga udara dari
dalam telur ditarik keluar dan menyebabkan CO2 berkurang. Peningkatan
pH tersebut akan membentuk ikatan kompleks ovomucin-lysozym yang
menyebabkan kondisi putih telur menjadi encer pH putih telur yang naik
menyebabkan serabut protein yang berbentuk jala yakni ovomukin rusak,
sehingga air dari protein telur keluar dan mengakibatkan pengenceran
putih telur. Pengenceran putih telur ini akan mempengaruhi kuning telur.
Air yang terlepas dari protein putih telur akan bergerak menuju kuning
telur, sehingga kuning telur membesar dan terjadi perubahan bau dan
aroma.
Selain itu, selama penyimpanan telur juga terjadi migrasi lemak
dari kuning telur ke putih telur. Kuning telur yang sebelumnya cembung
menjadi agak datar, karena berat jenis air yang lebih besar membuat
kuning telur telur kehilangan daya cembung. Indeks kekuningan pada telur
berkurang karena penetralan warna karena bercampurnya air dengan
kuning telur tersebut.
Pada telur segar posisi kuning telur ditengah, makin lama
penyimpanan posisi kuning telur akan bergeser ke pinggir, bahkan
semakin lama telur disimpan kuning telur akan pecah yang disebabkan
pecahnya membran vitelin karena penurunan elastisitasnya dan penurunan
kekentalan putih telur. Telur apabila disimpan terlalu lama akan melayang
dalam air, hal ini disebabkan karena meningkatnya ukuran kantung udara.
Pengaruh kantung udara terhadap mutu telur adalah semakin besar
kantung udara maka kulaitas telur semakin buruk. Pada metode spesifik
graviti telur bisa mengambang karena berdasarkan perbedaan gravitasi
antara berat jenis telur dengan berat jenis larutan garam, serta perbedaan
kantung udara.
2. Perubahan Mikrobiologis
Telur yang baru dikeluarkan oleh induknya cukup steril.
Kontaminan mikrobia terjadi akibat penanganan telur. Apabila bakteri
dapat menetrasi ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur dan mampu
hidup dan mencapai kuning telur maka dapat mengakibatkan pembusukan
isi telur tersebut. Aktivitas bakteri tersebut dapat menyebabkan protein
terhidrolisa menjadi asam-asam amino, hidrolisa lebih lanjut memberikan
hasil berupa basa, asam, N2 dan CO2. Hidrolisa atau oksidasi akan
menghasilkan asam lemak dengan bentuk aldehyd dan keton. Bakteri
Aeromonas liquefaciens, Certain enterobacters, Serratia marcescens dan
Pseudomonas fluorescens menghasilkan enzim lesitinase yang mampu
menghidrolisis lesitin kuning telur.
Salah satu mikroba yang sering mengkontaminasi telur adalah
Salmonella. Kontaminasi Salmonella di dalam telur, terutama oleh
Salmonella pullorum, dapat dimulai dari ovari, dimana bakteri ini masuk
ke dalam ovum atau kuning telur pada waktu ovulasi. Kontaminasi
Salmonella yang lebih sering terjadi pada telur adalah penetrasi dari
kotoran unggas melalui kulit telur ketika proses bertelur. Jika telur
kemudian tidak disimpan pada suhu rendah, bakteri ini dapat tumbuh dan
berkembang biak di dalam membran kulit, dan akan mengkontaminasi isi
telur sewaktu telur dipecahkan untuk diolah. Endotoksin yang merupakan
bagian lipopolisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut
diduga merupakan penyebab dari timbulnya gejala demam pada penderita
salmonellosis dan demam tifus.

C. Peyimpanan Telur yang Baik


Penyimpanan telur pada dasarnya dilakukan untuk mencegah terjadinya
penguapan air. Misalnya penyimpanan telur dapat dilakukan dengan jalan
merendam telur dalam air kapur (ciran kalsium hidroksida) dan dalam air kaca
(cairan natrium silikat). Penyimpanan telur dengan cara ini pori-pori pada
kulit telur akan tertutup dan pH larutan yang tinggi akan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.
Selain itu penyimpanan telur juga dapat dilakukan melalui pembekuan
atau pengeringan. Cara penyimpanan ini lebih mudah dan telur lebih tahan
lama asalkan disimpan di tempat penyimpanan yang suhunya selalu di bawah
20oC. Telur yang disimpan pada udara terbuka dan pada lemari pendingin
terdapat perbedaan. Telur yang diletakkan pada lemari pendingin warna yang
didapat lebih gelap daripada warna yang didapat pada telur di udara terbuka.
Keamanan telur pada lemari pendingin lebih baik dibanding dengan di udara
terbuka. Telur ayam mempunyai mekanisme alamiah pencegah bakteri
Salmonella agar tidak berkembang biak. Namun, enzim pencegah ini hanya
bertahan pada 10 hari pertama. Meningkatnya suhu tempat penyimpanan dan
rendahnya kelembaban, maka semakin cepat pula enzim pencegah ini
kehilangan fungsinya. Maka, simpanlah telur dalam lemari pendingin, karena
Salmonella akan berkembang lambat.
Penyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama memang dibutuhkan
kebersihan dari kulit. Oleh karena itu, pencucian boleh dilakukan, asal tidak
berlebihan. Setelah dicuci, sebaiknya telur dicelupkan kedalam minyak parafin
cair (600C) atau dengan cara telur dicelupkan ke dalam air mendidih sebentar
saja (5 detik). Kedua cara ini membentuk lapisan tipis pada kulit telur bagian
dalam maupun luar dari lapisan parafin maupun koagulan putih telur. Lapisan
tersebut berfungsi menutup pori-pori kulit telur. Simpan telur di dalam rak dan
balik setiap 2 hari sekali. Ini untuk menjaga kualitas telur tetap baik dan
kuning telur tetap di tengah.
Namun telur yang biasa didapatkan biasanya kulitnya kotor. Penghilangan
kotoran pada kulit dapat dibersihkan dengan cara pencucian. Pencucian dapat
menimbulkan masalah seperti penipisan kulit telur sehingga kulit mudah
pecah dan pelebaran pori – pori telur. Pelebaran pori-pori telur menyebabkan
percepatan penguapan yang menyebabkan transfer air, perubahan derajat
keasama, perubahan bobot, dan penghilangan zat – zat yang berguna bila
dikonsumsi. Penyerapan aroma ke dalam telur apabila berdekatan dengan
bahan beraroma tajam (terasi dan bawang). Bakteri mudah masuk sehingga
merusak telur. Jadi, umumnya telur yang kotor akan lebih awet daripada yang
telah dicuci.
D. Penyimpangan pada Telur
Telur yang dibentuk dalam tubuh induk dapat mengalami penyimpangan-
penyimpangan yang disebabkan oleh berbagai faktor. Penyimpangan secara
fisik baik pada bagian dalam telur ataupun bagian luar telur yang dapat
terdeteteksi antara lain :
1. Telur dengan dua kuning telur, terjadi jika dua kuning telur dilepaskan
pada saat yang bersamaan atau satu buah kuning telur masuk pada saluran
telur dibungkus bersama dengan kuning yang dilepaskan pada hari
berikutnya.
2. Telur tanpa kuning, biasanya terjadi karena sebagian ovari atau oviduct
terkupas. Kupasan jaringan tersebut merangsang sekresi glandula yang
melepaskan bagian putih telur sehingga dihasilkan telur tanpa kuning.
3. Telur dalam telur terjadi jika ada pembalikan arah telur oleh dinding
oviduct. Tersebut akan ditambahkan pada hari berikutnya dan dibungkus
bersama-sama.
4. Telur bernoda darah (bloodspots) disebabkan oleh pecahnya sebagian
darah pada saat ovulasi.
5. Noda daging, terjadinya seperti pada noda darah, tetapi disebabkan oleh
reaksi kimia atau terlepasnya jaringan alat reproduksi induk.
6. Penyimpangan warna kuning telur, disebabkan oleh bahan-bahan yang ada
dalam pakan. Warna burik (mottling) disebabkan oleh nikarbasin, asam
tanat, asam galat atau karena keturunan. Warna platinum disebabkan oleh
kekurangan vitamin A atau xantofil, bakteri atau infeksi oleh cacing.
7. Penyimpangan flavor (off-flavor), disebabkan oleh penyakit atau flavor
dalam pakan.
8. Kulit telur lunak, terjadi karena dikeluarkan premature sehingga waktu
untuk deposit bahan-bahan kulit kurang. Dapat juga disebabkan oleh
bahan kimia misalnya pestisida dan estrogen, penyakit hewan serta
kekurangan kalsium atau vitamin D.
9. Kulit telur tipis, hal ini dapat disebabkan oleh kekurangan pakan, penyakit
tertentu atau keturunan.
10. Kulit berkapur dan mengkilap (glassy and chalky shelled eggs) disebabkan
oleh kurang berfungsinya uterus. Keadaan “glassy” mencerminkan kulit
tersebut kurang berpori dan biasanya tidak dapat menetas, tetapi biasanya
lebih tahan terhadap penurunan kualitas.
11. Bentuk yang tidak normal (menyimpang dari biasanya), disebabkan oleh
serangan penyakit pernafasan pada induk ayam, dan dapat juga oleh
perlakuan penyinaran dengan sinar –X.
Mutu telur terkait dengan kulit yang harus kuat agar aman ketika
ditelurkan, dipungut dan ditangani. Retakan sehalus rambutpun akan
memudahkan kerusakan dan infeksi bakteri Salmonella, E. coli dll. Kekuatan
kulit telur terkait ketebalannya. Ketebalan kulit telur 25 mikro meter (µm)
atau lebih tipis sangat mudah mengalami pecah dalam penanganan,
sedangkan yang 35 µm ke atas umumnya kuat menjalani penanganan
komersial. Pengaruh genetis turunan terhadap ketebalan kulit telur dan
mutunya mencapai 30%, selebihnya tergantung pakan dan nutrisi ayam
petelur, suhu lingkungan atau sangkar ketika ayam bertelur, dan penyakit
yang dikandung ayam petelur. Suhu tinggi menjadi salah satu tantangan di
kawasan tropis karena menyebabkan kulit telur yang dihasilkan lebih tipis.
Ketebalan kulit telur menjadi penentu utama kekuatan kulit telur, lainnya
adalah porositas, kandungan kimianya, ketebalan selaput (membrane) telur,
dan ketebalan matriks protein. Komponen kimia utama penguat kulit telur
adalah kalsium, posfor dan vitamin D.

E. Fungsi Bagian-Bagian Telur


Fungsi dari bagian-bagian telur tersebut yaitu:
1. Cangkang Telur berfungi sebagai pelindung utama telur. Bagian ini
memiliki pori-pori untuk keluar-masuknya udara.
2. Membran cangkang merupakan selaput tipis di dalam cangkang telur. Pada
salah satu ujung telur, selaput ini tidak menempel pada cangkang sehingga
membentuk rongga udara.
3. Rongga udara berfungsi sumber oksigen bagi embrio.
4. Keping germinal (zigot/sel embrio) merupakan calon individu baru.
5. Kuning telur (yolk) adalah cadangan makanan bagi embrio.
6. Putih telur (albumin) berfungsi sebagai pelindung embrio dari goncangan
dan sebagai cadangan makanan dan air.
7. Kalaza (tali kuning telur) berfungsi untuk menahan kuning telur agar tetap
pada tempatnya dan menjaga embrio agar tetap berada di bagian atas
kuning telur.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Fisiologi pada telur ayam meliputi bagian-bagian dari telur ayam, yaitu kulit
telur, putih telur, dan kuning telur yang masing masing tersusun ddari
komposisi yang berbeda beda dan dapat menjadi parameter kerusakan suatu
telur.
2. Perubahan yang umum antara lain penguapan air dan CO2, pembesaran ruang
udara, penurunan berat telur, penurunan berat jenis, pemecahan protein dalam
telur, terjadi perubahan dan pergerakan posisi kuning telur, pengendoran
selaput pengikat kuning telur, kenaikan pH putih telur, dan penurunan
kekentalan putih dan kuning telur. Selain itu kerusakan juga bisa terjadi akibat
kontaminasi bakteri terutama Salmonella.
3. Dengan mengetahui sifat fisiologis telur selama penyimpanan, telur busuk
dapat dibedakan dengan telur segar berdasarkan perubahan fisik yang terjadi
akibat kerusakan yaitu bau tidak sedap yang timbul, mengapung di air,
cangkang yang berubah menjadi kusam, putih telur yang tercampur dan
tingkat kekuningan telur yang menurun.
4. Penyimpanan telur sebaiknya dilakukan di suhu dingin untuk menghambat
pertumbuhan bakteri Salmonella dan di letakkan pada rak agar posisi kuning
telur tetap berada di tengah. Hindari mencuci telur ketika hendak
menyimpannya dalam jangka waktu panjang, karena akan membuat pori pori
telur terbuka, di cuci ketika saat itu hendak digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

K.A Buckle, K.A, et al. 2013. Food Science. Terjemahan : Hari Purnomo Adiono.
Jakarta : UI Press.
Muchtadi, Tien R dan Sugiyono. 2014. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan.
Bandung : Alfabeta.
B. Sarwono, Bambang A. Murtidjo, dan Ani Daryanto, 1985. Telur, pengawetan,
dan manfaatnya. Jakarta : Panebar Swadaya.
Utari, Ghina Rizky, dkk. 2012. Pengetahuan Bahan Pangan Telur. Universitas
Pasundan. Bandung.
Kurtini, T., K. Nova., dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Hardini SYPK. 2000. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Konsumsi
dan Telur Biologis Terhadap Kualitas Interior Telur Ayam Kampung.
Abstrak Universitas Terbuka. Fakultas MIPA.
Kusnadi. 2007. Sifat Listrik Telur Ayam Kampung Selama Penyimpanan.
Departemen Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam:
Institut Pertanian Bogor.
Muharlien. 2010. Meningkatkan Kualitas Telur Melalui Penambahan Teh Hijau
Dalam Pakan Ayam Petelur. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak
Vol.5 No.1: 32-37.

Anda mungkin juga menyukai