Anda di halaman 1dari 6

Sampurna Bakti

240210160038

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Praktikum kali ini membahas mengenai pengujian kekentalan dan
pemasakan gula. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mengaplikasikan
pengaruh suhu pemanasan kembang gula terhadap pembuatan kembang gula
Praktikum ini dilakukan dengan memanaskan atau melelehkan 200 gram
gula pasir di atas kompor sampai suhunya mencapai 105ᵒC, 115ᵒC, 122ᵒC, 138ᵒC
dan 154ᵒC.. Kemudian, lelehan gula diteteskan ke dalam wadah berisi air dingin
dan diremas menggunakan jari tangan untuk melihat plastisitas produk yang
dihasilkan.
Umumnya pada industri kembang gula variasi suhu pemanasan yang
digunakan akan mempengaruhi jenis produk yang dibuat contohnya : dengan
pemanasan pada suhu 105ᵒC akan menghasilkan produk sirup, suhu 115ᵒC akan
menghasilkan produk fondant; fudge; dan penuche, suhu 122ᵒC menghasilkan
produk divinity;marsmallow, suhu 138ᵒC akan menghasilkan produk
butterscotch; taffies dan suhu 154ᵒC akan menghasilkan produk brittle; glace
Suhu kembang gula diukur menggunakan termometer candyHasil pengamatan
mengenai praktikum ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel . Hasil Pengamatan Pengujian Kekentalan Kembang Gula
Suhu Warna Rasa Aroma Tekstur Gambar
105 o C Putih Manis - Keras, Kasar
Keemasan

115 o C Putih Manis + - Keras, Kasar


Keemasan

122 o C Emas Manis ++ - Keras, Kasar


Keputihan

138 o C Coklat Manis - Keras, Halus


Bening +++

154 o C Coklat Manis Sedikit Keras, Halus


Bening sedikit Gosong
Gosong
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2018

Berdasarkan data hasil praktikum di atas, dapat dilihat bahwa produk hasil
pemasakan gula dengan berbagi suhu memiliki karakteristik yang berbeda, baik
Sampurna Bakti
240210160038

dari segi warna, tekstur, aroma, rasa, serta bentuk gumpalan. Selain itu, waktu
pemanasan juga berbeda-beda.
Warna produk yang dihasilkan juga berbeda-beda satu sama lain. Hal
tersebut dikarenakan tingkat karamelisasi yang terjadi juga beda tergantung pada
suhu dan waktu pemasakan. Karamelisasi merupakan suatu proses pencoklatan
non enzimatis yang meliputi degradasi gula-gula tanpa adanya asam-asam amino
atau protein. Bila gula dipanaskan di atas titik leburnya, warnanya berubah
menjadi coklat disertai perubahan cita rasa Eskin, et al., (1971). Karamelisasi
menyebabkan warna produk menjadi coklat tua, sebagaimana pendapat Buckle et
al. (2007), yang menyatakan bahwa proses pemasakan pada suhu tinggi dan waktu
yang lama dapat menyebabkan terjadinya karamelisasi gula sehingga
menimbulkan warna kecoklatan pada produk. Hal ini disebabkan karena
terjadinya reaksi karamelisasi dari gula dengan adanya pemanasan dan terjadinya
dehidrasi membentuk warna coklat (Sularjo 2010).
Produk hasil pemasakan dengan suhu dibawah 122 ºC masih memiliki
warna putih . Hal tersebut menunjukkan gula belum mengalami proses
karamelisasi dengan sempurna, karena proses karamelisasi menyebabkan produk
berwarna coklat tua, sedangkan warna produk tersebut hanya mencapai putih
keemasan. Tidak terjadinya proses karamelisasi diperkirakan karena suhu yang
digunakan terlalu rendah.
Tekstur produk yang dihasilkan secara keseluruhan adalah keras dan kasar.
Hal tersebut dikarenakan ketika produk panas terkena air dingin maka terjadi
perubahan suhu yang drastis, sehingga tekstur yang awalnya kental dan lunak
menjadi keras dan kasar. Hasil pemasakan paling keras adalah pemasakan sampai
suhu 122 ºC dan 154 ºC. Hal tersebut dikarenakan waktu pemasakan yang lama
dan suhu yang sangat tinggi. Kedua hal tersebut menyebabkan kontak antara gula
dengan panas lama dan dengan intensitas yang besar, sehingga ketika terjadi
kontak antara gula panas dengan air dingin akan membentuk gumpalan yang
sangat keras.
Aroma yang dihasilkan ada yang mengeluarkan bau dan ada yang
mengeluarkan aroma gosong. Proses karamelisasi yang dilakukan dengan suhu
yang berbeda seharusnya menghasilkan bau yang berbeda pula. Terciumya aroma
Sampurna Bakti
240210160038

gosong gosong dikarenakan suhu pemasakan yang terlalu tinggi serta waktu
pemasakan yang terlalu lama. Kedua hal tersebut dapat dipengaruhi oleh besarnya
api yang digunakan selama proses pemasakan. Selain itu, wadah yang digunakan
untuk pemasakan juga dapat mempengaruhi karakteristik gula karamel.
Rasa yang dihasilkan juga berbeda-beda, ada yang manis dan ada yang
pahit. Karamel dengan rasa paling manis adalah karamel dengan suhu pemasakan
138 ºC karena proses karamelisasi berada pada fase paling optimum, dan paling
pahit adalah karamel dengan suhu pemasakan 154 ºC karena proses karamelisasi
yang terjadi berlebih, sehingga menyebabkan gosong dan rasa menimbulkan rasa
pahit.
Bentuk gumpalan karamel yang terbentu ketika dimasukkan ke dalam air
dingin juga bermacam-macam. Semakin rendah suhu yang digunakan semakin
membentuk gumpalan yang berbentuk kristal besar, dan sebaliknya semakin
tinggi suhu yang digunakan gula akan bersifat lebih cair. Kristal besar pada
karamel dengan suhu pemasakan 105 ºC dan 115 ºC dikarenakan masih terdapat
butiran gula pasir yang belum meleleh karena suhu pemasakan terlalu rendah.
Reaksi yang terjadi bila gula mulai hancur atau terpecah-pecah tidak
diketahui pasti, namun menurut Winarno (1997) menyebutkan bahwa pada proses
karamelisasi mula-mula sukrosa pecah menjadi glukosa dan fruktosan (fruktosa
yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan satu
molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadi glukosan yang kemudian
dilanjutkan dengan dehidrasi polimerisasi dan beberapa jenis asam yang timbul di
dalamnya.
Karamelisasi disebabkan oleh reaksi gula pereduksi dengan gugus amina
primer atau pemakaian suhu tinggi pada sukrosa. Pencoklatan ini sengaja dibuat
untuk menimbulkan bau dan cita rasa yang dikehendaki. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi karamelisasi yaitu (Sari, et. al., 2015):
1. Suhu
Suhu karamelisasi berbeda untuk setiap jenis gula, karena setiap jenis
gula memiliki titik lebur yang berbeda
Sampurna Bakti
240210160038

2. Waktu
Semakin lama waktu pemanasan maka semakin pekat warna cokelat yang
dihasilkan.
3. Tingkat Keasaman Lingkungan (pH)
Reaksi karamelisasi peka terhadap tingkat keasaman lingkungan. Dengan
mengontrol tingkat keasaman (pH), laju reaksi (atau suhu di mana reaksi
mudah terjadi) dapat berubah. Tingkat karamelisasi terendah pada umumnya
pada tingkat keasaman netral (pH sekitar 7), dan dapat mengalami percepatan
ketika tingkatan keasaman tinggi (terutama pH di bawah 3), serta pada
suasana basa (terutama pH di atas 9)
Sampurna Bakti
240210160038

VI. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum uji kekentalan dan
pemasakan gula adalah:
 Pemanasan pada gula akan mempengaruhi kualitas gula yaitu : warna,
aroma, tekstur, rasa, dan bentuk gumpalan
 Pemanasan yang dilakukan pada gula akan menimbulkan reaksi
karamelisasi pada gula
 Karamelisasi pada gula dipengaruhi oleh beberapa factor seperti : suhu
pemanasan, waktu pemanasan, dan pH
 Tekstur yang dihasilkan pada proses karamelisasi adalah keras dan kasar
 Semakin lama dan semakin tinggi waktu yang digunakan dalam proses
pemanasan gula akan menyebabkan warna yang semakin gelap
 Semakin lama dan semakin tinggi waktu yang digunakan dalam proses
pemanasan gula akan menyebabkan bentuk yang semakin cair
 Rasa karamel paling manis adalah karamel dengan suhu pemasakan 138 ºC.
dan yang paling pahit adalah karamel dengan suhu pemasakan 154 ºC.
 Pemasakan pada suhu 154 ºC menyebabkan timbulnya aroma sedikit gosong

5.2 Saran
 Sebaiknya praktikan mengerjakan setiap prosedur yang diujikan
Sampurna Bakti
240210160038

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., and Wootton, M. 2007. Ilmu Pangan.
Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono, Universitas Indonesia, Jakarta.
Eskin, N.A.M., H.M Henderson. (1971) Biochemistry of Food. Academic Press,
New York.
Sari, N., E. B. Yuliana, A. S. Hanifa, I. Alfulaili, dan I. S. Hadi. 2015.
Karamelisasi. Available at http://documentslide.com, (diakses pada 16
November 2016)
Sularjo. 2010. Pengaruh Perbandingan Gula Pasir dan Daging Buah Pepaya
Terhadap Kualitas Permen Pepaya. Magistra No. 74 Th. XXII Desember
2010, ISSN 0215-9511. Klaten.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi, Cetakan ke-8. PT. Gramedia,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai