Anda di halaman 1dari 88

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi Sarjana

2019

Analisis Kandungan Residu Antibiotik


pada Ayam Ras Broiler Serta
Penggunaan Antibiotik pada Peternak di
Kecamatan Tambusai Provinsi Riau
Tahun 2018

Lubis, Nurjannah
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/15080
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK PADA
AYAM RAS BROILER SERTA PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK PADA PETERNAK DI
KECAMATAN TAMBUSAI
PROVINSI RIAU
TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh

NURJANNAH LUBIS
NIM : 141000128

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK PADA
AYAM RAS BROILER SERTA PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK PADA PETERNAK DI
KECAMATAN TAMBUSAI
PROVINSI RIAU
TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURJANNAH LUBIS
NIM : 141000128

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kandungan

Residu Antibiotik pada Ayam Ras Broiler serta Penggunaan Antibiotik pada

Peternak di Kecamatan Tambusai Provinsi Riau Tahun 2018” beserta seluruh

isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan

atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang

berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap

menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau

klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2019

Nurjannah Lubis

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 15 Januari 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M.

Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya S, M.Si.

2. dr. Surya Dharma, M.P.H.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstrak

Penggunaan antibiotik yang tidak memperhatikan masa henti obat, akan


menimbulkan residu antibiotik pada produk pangan hewan. Residu antibiotik
dalam pangan asal hewan dapat mengancam kesehatan masyarakat. Ancaman
tersebut berupa alergi, keracunan, gagalnya pengobatan karena resistensi bakteri
dan gangguan jumlah mikroflora dalam saluran pencernaan pada manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pemberian antibiotik, serta
tindakan peternak dan pekerja terhadap penggunaan antibiotik dan residu
antibiotik pada daging ayam di peternakan Kecamatan Tambusai. Residu
antibiotik golongan penisilin, makrolida, aminoglikosida, dan tetrasiklin pada
daging ayam diperiksa dengan metode uji uji tapis (screening test) secara
bioassay. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif, objek
penelitiannya adalah daging ayam broilerbagian paha dan hati yang diambil pada
umur 28 hari. Hasil pemeriksaan mengacu pasa SNI 01-6366-2000. Penentuan
sampel responden dilakukan dengan cara accidental sampling. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa residu antibiotik pada 5 sampel daging bagian paha dan hati
tidak terdeteksi mengandung residu antibiotik. Hanya terdapat 1 sampel hati ayam
broiler di peternakan Desa Rantau Panjang yang positif mengandung residu
antibiotik golongan makrolida dengan diameter zona hambat 14,5 mm, artinya
diameter zona hambat yang terbentuk melebihi batas maksimum residu yang
ditetapkan SNI 01-6366-2000 yaitu maksimum 0,1 ppm (diameter zona hambat
<13 mm) sehingga hati tidak layak di konsumsi. Sebagian besar pemilik dan
pekerja berada pada kategori tindakan kurang baik (62,5%). Disarankan kepada
pemilik dan pekerja untuk lebih teliti dengan penggunaan antibiotik dengan cara
mematuhi dosis pemberian dan waktu henti penggunaan antibiotik yaitu 5 hari
sebelum masa panen.

Kata kunci : Residu antibiotik, Daging ayam broiler

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstract

The use of antibiotics that do not pay attention to the drug's stopping period, will
cause antibiotic residues in animal food products. antibiotic residues in food of
animal origin can threaten public health. The threat is in the form of allergies,
poisoning, failure of treatment due to bacterial resistance and disruption of the
number of microflora in the digestive tract in humans.This research was aims to
recognize how to manage antibiotics, and the actions of farmers and workersto
the use of antibiotics and antibiotic residues in chicken in the farm in Tambusai
District. Penicillin, macrolide, aminoglycoside, and tetracycline antibiotic
residues in chicken were examined by bioassay screening method (screening test).
This type of research was a descriptive survey, the object of research was boiler
chicken meat, thigh and liver parts taken at 28 days. The examination results refer
to SNI 01-6366-2000. Determination of respondents' samples is done by
accidental sampling. The results of the study showed that antibiotic residues in
the 5 samples of uncovered thigh and liver parts contained antibiotic residues.
There is only 1 sample of boiler chicken liver at Rantau Panjang village farm
which positively contains macrolide antibiotic residues with inhibitory zone
diameter of 14.5 mm, meaning the inhibition zone diameter formed exceeds the
maximum residual limit set by SNI 01-6366-2000 which is a maximum of 0, 1 ppm
(inhibition zone diameter <13 mm) so that the liver is not suitable for
consumption. Most of the owners and workers are in the category of bad actions
(62.5%). It is recommended for owners and workers to be more careful with the
use of antibiotics by adhering to the administration dose and downtime for
antibiotic use, which is 5 days before the harvest period.

Keywords: Antibiotic residues, broiler chicken meat.

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kata Pengantar

Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT, atas berkat dan

anugerah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis

Kandungan Residu Antibiotik pada Ayam Ras Broiler serta Penggunaan

Antibiotik pada Peternak di Kecamatan Tambusai Provinsi Riau Tahun 2018”

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam pelaksanaan

penyusunan penulisan ini banyak mengalami kesulitan-kesulitan dan hambatan,

namun penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai

pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum. Selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M., selaku Ketua Departemen Kesehatan

Lingkungan FKM USU, sekaligus Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran dan

petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

4. Ir. Indra Chahaya S, M.Si., selaku Dosen penguji I yang telah memberikan

saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. dr. Surya Dharma, M.P.H., selaku Dosen penguji II yang telah memberikan

saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Prof. Dr. Ir. Evawani Yunita Aritonang, M.Si., selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang memberikan dukungan dan saran-saran serta membimbing

selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Kakak Dian Afriyanti, Amd., selaku staf Departemen Kesehatan Lingkungan

yang telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan berkas-berkas

penelitian dengan tepat waktu.

8. Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan ilmu kepada

penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

9. Ibu Eji, selaku Kepala Laboratorium Balai Veteriner Medan yang telah

memberikan izin memperoleh data – data yang mendukung penulis dalam

menyelesaikan penelitian.

10. Bapak Marwan, selaku kepala KTU yang telah memeberikan izin dalam

penggunaan Laboratorium Balai Veteriner Medan dalam menyelesaikan

penelitian.

11. Teristimewa untuk kedua orang tua saya ayahanda Syamsuddin dan ibunda

saya tercinta Nuraini yang telah memberi dukungan, semangat dan doa

kepada penulis selama ini, adik-adik saya, serta seluruh keluarga yang telah

memberikan dukungan dan semangat dalam penulisan ini.

12. Terkhusus buat teman-teman LKP FKM USU di Bappeda (Siti Sarah, Sharah

Nur Fitri Lubis, Vita Zulfani, Musda ) yang tiada hentinya memberikan

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
semangat, dukungan dan doa, yang selalu mendampingi dalam suka duka dan

membantu dalam penulisan skripsi ini.

13. Sahabat-sahabat saya Latifa Hannum, Elidawati Siregar, Putri Henti, Finta

Gustina pohan, Desi Novita, dan Siti Maryam Pohan.

14. Teman-teman PBL FKM USU di desa Simpang Tiga Pekan yaitu bang Aldi,

Via, Vhony, Ria, Desika, Ayu.

15. Seluruh anak peminatan dari jururan kesehatan lingkungan yang telah

banyak memberikan dukungan dan bantuan serta kritikan yang menambah

semangat penulis dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu-

persatu, penulis mengucapkan terima kasih.

Dalam penyelesaian skripsi ini, masih banyak kekurangan, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan skripsi ini. Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala

kesalahan dan kekurangan penulis mohon maaf. Semoga skripsi ini bermanfaat

bagi penulis dan pembaca.

Medan, Januari 2019

Nurjannah Lubis

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Isi

Halaman

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi i


Halaman Pengesahan ii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Riwayat Hidup xiv

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 5
Tujuan umum 5
Tujuan khusus 5
Manfaat Penelitian 6
Manfaat aplikatif 6
Manfaat teoritis 6

Tinjauan Pustaka 7
Definisi Pangan 7
Bahan pangan hewani 7
Keamanan pangan 9
Bahaya pangan asal ternak yang tercemar 9
Imbuhan Pakan Ayam Broiler 10
Kegunaan bahan tambahan imbuhan pakan 12
Antibiotik 12
Penggolongan Antibiotik 12
Golongan Penisilin 15
Golongan Tetrasiklin 16
Golongan Makrolida 17
Golongan Aminoglikosida 18
Antibiotik yang Digunakan pada Ayam 19
Residu Antibiotik pada Ternak 20
Toksisitas antibiotik 21
Dampak residu antibiotik terhadap kesehatan 22

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengertian Ayam Broiler 23
Faktor Pendukung Terjangkitnya Penyakit 24
Penyakit yang banyak dikenal di peternakan ayam broiler 26
Hygiene Sanitasi Kandang Ternak 28
Pengertian dan Klarifikasi Perilaku 29
Tindakan 30
Landasan Teori 31
Kerangka Konsep 31

Metode Penelitian 32
Jenis Penelitian 32
Lokasi dan Waktu Penelitian 32
Populasi dan Sampel 32
Variabel dan Definisi Operasional 33
Metode Pengumpulan Data 33
Metode Pengukuran 38
Metode Analisis Data 40

Hasil Penelitian 41
Gambaran Lokasi Peternakan Ayam di Kecamatan Tambusai 41
Karakteristik Peternak 42
Antibiotik yang diberikan pada Ayam 42
Tindakan Pemilik dan Peternak 46
Hasil Pemeriksaan Residu Antibiotik pada Daging Ayam Broiler 48

Pembahasan 50
Cara Pemberian Antibiotik pada Ayam Ras Broiler 50
Karakteristik Responden 52
Tindakan Pemilik dan Pekerja di Peternakan Ayam 52
Broiler Terhadap Penggunaan Antibiotik di Kecamatan
Tambusai Tahun 2018
Keberadaan Residu Antibiotik pada Daging Ayam Broiler 53

Kesimpulan Dan Saran 59


Kesimpulan 59
Saran 59

Daftar Pustaka 61
Daftar Lampiran

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Daftar Imbuhan Pakan yang Diizinkan Beredar di Indonesia 11

2 Antibiotik Golongan Penisilin 16

3 Beberapa Sifat Tetrasiklin dan Obat-obat Segolongan 17

4 Karakteristik Aminoglikosida 19

5 Kandungan Gizi Daging Broiler 24

6 Distribusi Pemilik dan Pekerja pada Peternakan Ayam terhadap


Pemeliharaan Ayam Broiler yang Berada di Peternakan Ayam
Kecamatan Tambusai 42

7 Antibiotik yang Diberikan pada Ayam Broiler 43

8 Frekuensi (Rentan Waktu), Dosis dan Waktu Henti Pemberian


Antibiotik 45

9 Distribusi Tindakan Pemilik dan Pekerja terhadap


Penggunaan Antibiotik pada Daging Ayam Broiler di Peternakan
Ayam Kecamatan Tambusai 47

10 Hasil Pemeriksaan Residu Antibiotik Golongan Penisilin,


Tetrasiklin, Aminoglikosida, dan Makrolida pada Daging
dan Hati Ayam Broiler 49

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Landasan Teori 31

2 Kerangka Konsep Penelitian 31

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuisioner 64

2 Surat Izin Penelitian 66

3 Surat Selesai Penelitian 67

4 Lembaran Hasil Pengujian 68

5 Dokumentasi Penelitian 70

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Riwayat Hidup

Penulis bernama Nurjannah Lubis berumur 22 tahun, dilahirkan di Rantau

Kayu Kuning pada tanggal 16 Desember 1996. Penulis beragama Islam, anak

pertama dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Syamsuddin Lubis dan Ibu

Nuraini Siregar.

Pendidikan formal dimulai di SD Negeri 011 Tambusai tahun 2003-2008,

sekolah menengah pertama di MTs Pondok Pesantren Modern Baharuddin tahun

2009-2011, sekolah menengah atas di MAS Pondok Pesantren Modern

Baharuddin tahun 2012-2014, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di

Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Medan, Januari 2019

Nurjannah Lubis

xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pendahuluan

Latar Belakang

Menurut UU RI No. 18 Tahun 2012 bahwa pangan adalah segala sesuatu

yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,

perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah

yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,

termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang

digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan / atau pembuatan makanan

dan minuman.

Ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat, residu antibiotik dalam pangan

asal hewan dapat mengancam kesehatan masyarakat. Ancaman kesehatan

masyarakat akibat residu antibiotik antara lain alergi, keracunan, gagalnya

pengobatan karena resistensi bakteri dan gangguan jumlah mikroflora dalam

saluran pencernaan pada manusia. Dampak ancaman ekonomi yang ditimbulkan

dari adanya residu antibiotik dalam pangan asal ternak, berupa penolakan produk

terutama bila produk tersebut di ekspor ke negara yang konsisten dan serius dalam

menerapkan sistem keamanan pangan. Upaya yang dapat dilakukan untuk

mendeteksi keberadaan residu antibiotik pada daging ayam broiler agar aman

dikonsumsi yaitu melalui pengujian secara rutin dan monitoring atau surveilans

residu antibiotik secara terkoordinasi (Murdiati, 1997).

Menurut data statistik peternakan dan kesehatan hewan tahun (2017)

populasi ternak unggas secara nasional pada tahun 2016 dibandingkan dengan

populasi pada tahun 2015 mengalami peningkatan, populasi ayam ras pedaging di

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

Indonesia saat ini mencapai 1,6 milyar ekor (peningkatan sebesar 6,82%) dari

populasi tahun 2015 sebanyak 1,53 milyar ekor. Sedangkan konsumsi daging

ayam ras per kapita tahun 2016 sebesar 5,110 kg, mengalami peningkatan sebesar

6,52% dari konsumsi tahun 2015 sebesar 4,797 kg. Keberadaan peternakan ayam

pedaging dapat menjadi solusi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan protein

hewani yang dibutuhkan masyarakat, dengan masa pertumbuhan yang relatif

lebih cepat dan memiliki masa panen yang singkat (Septiani et al., 2016).

Ayam pedaging atau yang disebut juga ayam broiler adalah ayam hasil

budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri

khas sebagai penghasil daging. Pertumbuhannya cepat dengan konversi makanan

yang irit, dan siap dipotong pada usia yang relatif muda, yaitu hanya 5-6 minggu

sudah bisa dipanen, dengan berat badan antara 1,2 – 1,9 kg/ekor. ayam pedaging

yang baik yaitu ayam yang sehat, berbulu baik, berkualitas baik, perbandingan

antara tulang dan daging seimbang (proporsional).

Antibiotik adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme atau membunuh mikroorganisme. Antibiotik telah lama

digunakan dalam pakan ternak untuk mencegah penyakit dan meningkatkan

pertumbuhan. Antibiotik kekuatannya berbeda-beda, ada yang kuat dan dapat

membunuh banyak bibit penyakit, tetapi ada juga yang lemah. Antibiotik yang

terkenal seperti Chlortetra cycline dan Ocytetra cycline merupakan antibiotik

yang banyak dijual di toko-toko unggas. Penggunaannya sangat mudah, dapat

diberikan dalam air minum, dicampur dalam pakan, atau injeksi. Antibiotik yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

kuat atau berspektrum luas sebaiknya dipilih sebagai alternatif terakhir (Kaleka,

2015).

Contoh antibiotika yang digunakan adalah golongan tetrasiklin yang

berfungsi sebagai antibakteri yang bekerja secara bakteriostatik dan dapat

mencegah penyakit yang ditimbulkan baik oleh bakteri gram positif maupun

negatif (Castellari & Regueiro 2003). Tetrasiklin yang ditambahkan dalam pakan

ayam pedaging dapat menimbulkan residu dalam daging ayam.

Untuk memastikan produk pangan aman untuk dikonsumsi, Badan

Standarisasi Nasional (BSN) menetapkan Batas Maksimum Residu (BMR) yang

tercantum dalam SNI 01- 6366- 2000 yang menetapkan bahwa batas maksimum

residu golongan makrolida pada produk hewan ternak yaitu spiramisin sebesar

0,05 mg/kg pada daging dan 0,05 mg/kg pada telur, eritromisin yaitu sebesar 0,1

mg/kg pada daging dan 0,1 mg/kg pada telur.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menentukan residu antibiotika

didalam daging ayam (Oramahi, dkk., 2004), hasil pengujian residu antibiotika

terhadap 65 sampel hati ayam yang diperoleh dari pasar tradisional di Yogyakarta

mengandung residu antibiotika golongan penisilin sebesar 29,23%, golongan

makrolida 36,92%, golongan aminoglikosida sebesar 1,54% dan golongan

tetrasiklin sebesar 26,19%. Selain itu, studi yang dilakukan di Kota Semarang dari

47 sampel yang diambil, yaitu 33 sampel dari pasar tradisional dan 14 sampel dari

pasar modern, terbukti 3 sampel dari pasar tradisional positif mengandung residu

Oksitetrasiklin, masing-masing 0,869 ppm (Pasar Johar), 0,271 (Pasar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Sampangan) dan 0,366 (Pasar Dammar) yang melebihi Batas Maksimum Residu

(BMR) yaitu lebih dari 0,1 ppm (Faizah, 2011).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan dari ketiga peternakan yang berada

dua peternakan di Desa Rantau Panjang dan satu peternakan di Desa Suka Maju

yang berada di Kecamatan Tambusai. Dua peternakan yang berada di Desa

Rantau Panjang memiliki 6000 dan 5000 ekor ayam broiler, masing-masing

memiliki 2 orang pekerja, peternakan ayam tersebut memberikan antibiotik

golongan tetrasiklin dan golongan makrolida yang dicampurkan pada air minum,

antibiotik diberikan pada ayam yang terserang penyakit CRD dan digunakan

untuk meningkatkan bobot ayam dengan cepat. Sedangkan peternakan ayam

yang berada di Desa Suka Maju juga memiliki 5000 ekor ayam broiler dengan 1

orang pekerja. Peternakan tersebut juga memberikan antibiotik salah satunya

antibiotik golongan makrolida, antibiotik diberikan untuk menaikkan bobot ayam

dengan cepat dan waktu panen yang singkat dan antibiotik digunakan untuk

pengobatan penyakit CRD.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian

tentang “ Analisis Kandungan Residu Antibiotik pada Ayam Ras Broiler serta

Penggunaan Antibiotik pada Peternak di Kecamatan Tambusai Provinsi Riau

Tahun 2018”.

Perumusan Masalah

Peternakan ayam broiler yang terletak di Desa Rantau Panjang dan Desa

Suka Maju merupakan salah satu peternakan ayam yang ada di Kecamatan

Tambusai. Masing- masing peternakan tersebut memiliki 5000 dan 6000 ekor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

ayam, ketiga peternakan tersebut diketahui menggunakan antibiotik golongan

tetrasiklin dan golongan makrolida untuk mengobati penyakit infeksi saluran

pernafasan pada ayam dan untuk meningkatkan berat badan ayam dengan cepat

untuk mendapatkan hasil panen yang singkat. Ketiga peternakan tersebut

diketahui tidak memberikan dosis yang sesuai dalam pemberian antibiotik

golongan makrolida dan tidak mematuhi waktu henti penggunaan antibiotik

tersebut. Daging ayam yang mengandung antibiotik tersebut tidaklah aman untuk

dikonsumsi secara terus menerus.

Berdasarkan permasalahan diatas, penulis ingin mengetahui kandungan

residu antibiotik pada daging ayam serta tindakan, terhadap penggunaan residu

antibiotik pada daging ayam yang berada di peternakan ayam tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dapat dibagi menjadi dua, tujuan umum dan tujuan

khusus.

Tujuan umum. Untuk mengetahui kandungan residu antibiotik pada

ayam ras broiler serta penggunaan antibiotik pada peternak di Kecamatan

Tambusai Provinsi Riau tahun 2018.

Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis karakteristik peternak ayam ras broiler dari segi umur, jenis

kelamin, dan pendidikan di Kecamatan Tambusai Provinsi Riau.

2. Menganalisis kandungan residu antibiotik pada ayam ras broiler di

Kecamatan Tambusai Provinsi Riau.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

3. Menganalisis tindakan peternak terhadap penggunaan antibiotik pada ayam

ras broiler di Kecamatan Tambusai Provinsi Riau.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat dibagi menjadi dua, manfaat aplikatif dan

manfaat teoritis.

Manfaat aplikatif. Manfaat aplikatif terdiri dari :

1. Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait, dalam hal ini Dinas Peternakan

mengenai keberadaan residu antibiotik yang ada pada ayam ras broiler.

2. Sebagai informasi dan masukan bagi peternak ayam ras broiler tentang

bahaya kandungan residu antibiotik bagi kesehatan konsumen.

Manfaat teoritis. Manfaat teoritis terdiri dari :

1. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat mengenai ada tidaknya residu

antibiotik pada ayam ras broiler, sehingga masyarakat lebih teliti lagi dalam

memilih dan mengkonsumsi ayam pedaging.

2. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan dan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian

selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


TinjauanPustaka

Definisi Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau

minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk bahan tambahan pangan, bahan

baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,

pengolahan, dan / atau pembuatan makanan dan minuman (Indrati dan Gardjito,

2014).

Berdasarkan cara perolehannya pangan dapat dibagi menjadi 3 (Saparianto

et al, 2006) :

1. Pangan Segar

Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan

segar dapat dikonsumsi langsung maupun tidak langsung.

2. Pangan Olahan

Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan

dengan cara ataupun metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan

makanan.

3. Pangan Olahan Tertentu

Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi

kelompok tertentu dalam upaya memelihara atau meningkatkan kualitas

kesehatan.

Bahan pangan hewani. Protein hewani sangat dibutuhkan dalam

pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan manusia Indonesia. peran ternak sebagai

7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8

sumber pangan hewani bagi manusia memberikan kontribusi sangat besar

terhadap pemenuhan protein yang sangat diperlukan oleh manusia selama masa

pertumbuhannya.

Jenis- jenis bahan pangan hewani adalah sebagai berikut:

1. Daging adalah salah satu komoditi yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan tubuh terhadap zat-zat gizi protein daging mengandung susunan

asam amino yang lengkap.

2. Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat,

mudah dicerna, dan bergizi tinggi.

3. Ikan merupakan sumber protein hewani yang potensial karena mengandung

asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai

biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan pengikatnya sedikit sehingga

mudah dicerna.

4. Susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui

anaknya (mamalia). Air susu merupakan bahan makanan utama bagi makhluk

yang baru lahir, baik bagi hewan maupun manusia (Nugraheni, 2013).

Kualitas bahan pangan asal ternak harus memperhatikan asas Aman, Sehat,

Utuh dan Halal (ASUH). Aman berarti bahan pangan tersebut tidak mengandung

bahan biologik, kimia dan fisik yang dapat menyebabkan penyakit serta

mengganggu kesehatan manusia. Sehat berarti memiliki unsur-unsur yang

dibutuhkan dan berguna bagi kesehatan serta pertumbuhan tubuh. Utuh berarti

tidak bercampur dengan bagian lain dari hewan dan sesuai dengan deskripsi yang

ada pada label produk. Sedangkan halal berarti bahwa bahan pangan tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

berasal dari ternak yang dipotong dan ditangani sesuai dengan syariat agama

islam (Ditjen Peternakan, 2007).

Keamanan pangan. Keamanan pangan merupakan masalah kompleks

sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiolologi, toksisitas kimiawi dan

status gizi. Hal ini mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya

menimbulkan masalah terhadap status gizinya (Seto, 2001).

Toksin yang terdapat dalam bahan pangan, antara lain dalam hasil

tanaman, hasil peternakan dan hasil perairan, seperti zat antinutrisi, alergen,

histamin dan sebagainya. Selama produksi dapat terjadi juga kontaminasi, atau

akibat penggunaan bahan tambahan yang berbahaya, seperti insektisida, bahan

kemasan seperti migrasi polimer, atau toksin yang muncul karena proses

pemanasan yang berlebihan, atau turunnya nilai gizi dan sebagainya. Selama

distribusi dan penyajian dapat juga terjadi rekontaminasi mikroba patogen atau

kontaminasi toksin mikroba, atau penggorengan yang berulang-ulang.

Keamanan pangan dipengaruhi oleh segala proses yang terjadi dalam mata

rantai produksi. Kontaminasi dapat terjadi pada setiap proses mulai dari

peternakan, saat panen/pemotongan, pemerahan susu, industri pengolahan,

transportasi, pengecer dan konsumen (Thahir et al., 2005).

Bahaya pangan asal ternak yang tercemar. Pangan asal ternak termasuk

dalam kategori yang tercemar adalah apabila pangan tersebut mengandung :

a. bahan beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan jiwa manusia.

b. cemaran bio-fisik-kimiawi yang melampaui ambang batas yang telah

ditetapkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

c. bahan yang dilarang digunakan dalam proses produksi pangan asal ternak,

serta

d. bahan kotor, busuk, tengik, terurai atau mengandung bahan nabati atau

hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan

pangan tidak layak dikonsumsi manusia. Produk hewani yang sudah

kadaluarsa juga termasuk dalam kriteria pangan yang tercemar (Wiradarya,

2005). Jika suatu bahan pangan telah tercemar, berarti bahan pangan tersebut

sudah tidak memenuhi kriteria ASUH.

Imbuhan Pakan Ayam Broiler

Menurut (Kaleka 2015) Pakan merupakan campuran dari beberapa bahan

baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang

disusun secara khusus untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya.

Sedangkan bahan baku pakan adalah bahan-bahan hasil pertanian, perikanan,

peternakan atau bahan-bahan lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan,

baik yang telah diolah maupun yang belum diolah.

Pakan mempunyai fungsi sebagai penghasil energi. Energi yang terbentuk

melalui proses metabolisme pada ternak akan menghasilkan zat-zat gizi yang akan

dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok ternak tersebut seperti

memelihara jaringan tubuh, untuk kebutuhan fisiologis, serta produksi telur,

daging, dan proses reproduksi. Pakan bagi ayam berfungsi untuk

memenuhikebutuhan pokok dalam membentuk sel dan jaringan tubuh yang rusak,

serta untuk keperluan produksi (daging dan telur), dan reproduksi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Imbuhan pakan yang telah diizinkan beredar di Indonesia dibedakan atas

kelompok antibiotika dan kelompok non antibiotika. Dari kelompok antibiotika

berdasarkan SK Dirjen Peternakan tertanggal 23 Juli 1991, telah terdaftar

sebanyak 19 jenis dan dari kelompok non antibiotika terdaftar sebanyak 25 jenis

(Infovet, 1994).

Tabel 1
Daftar Imbuhan Pakan yang diizinkan Beredar di Indonesia
Golongan non antibiotika Golongan antibiotika

Aklomide Zink Basitrasin


Amprolium Virginiamisin
Butinorat Flavomisin
Klopidol Higromisin
Dequinate Monensin
Etopabate Salinomisin
Levamisole Spiramisin
Piperasin basa Kitasamisin
Piperasin sitrat Tiamulin hidrogen fumarat
Tetramisol Tilosin
Robenidin Lasalosid
Roksarson Avilamisin
Sulfaklopirasin Avoparsin
Sulfadimetoksin Envamisin
Sulfanitran Kolistin hidroklorida
Sulfaquinoksaline Maduramisin
Buquinolate Narasin
Nitrofurason Nastatin
Furasolidon
Phenotiasin
Halquinol
Pirantel tatrat
Olaquindoks
Alumunium silikat
Nitrovina
Sumber : INFOVET, 1994

Kegunaan bahan tambahan imbuhan pakan. Menurut fathul dkk.

(2013), pakan aditif yaitu suatu substansi yang ditambahkan kedalam ransum

dalam jumlah yang relatif sedikit untuk meningkatkan nilai kandungan zat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

makanan tersebut untuk memenuhi kebutuhan khusus. Manfaat pemberian pakan

aditif atau suplemen dari segi fisiologis adalah:

1. Ternak terhindar dari defisiensi vitamin (avitaminosis) dan defisiensi mineral,

yang kemungkinan berupa kelumpuhan, otot kejang, milk fever

(paresispuerperalis), pertumbuhan jaringan epitel yang kurang baik, dan

mudah terkena infeksi.

2. Ternak terhindar malnutrisi misalkan kekurusan pada musim kemarau yang

panjang karena kualitas ransum menurun.

3. Mempertahankan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas.

Antibiotik

Sesuai dengan namanya, obat-obatan dalam kelompok ini sifatnya

menghambat dan membunuh perkembangan bibit-bibit penyakit di dalam tubuh

ayam. Antibiotika yang diperoleh secara alami dari mikroorganisme disebut

antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di laboratorium disebut antibiotika

sintesis. Antibiotika yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan dimodifikasi di

laboratorium dengan menambahkan senyawa kimia disebut antibiotika

semisintesis (Subronto dan Tjahajati, 2001).

Penggolongan antibiotik. Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk

mengatasi infeksi bakteri. Antibiotik bisa bersifat bakterisid (membunuh bakteri)

atau bakteriostatik (mencegah berkembangbiaknya bakteri).

Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

1. menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam

(penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase,

basitrasin, dan vankomisin)

2. memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosid,

kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azidromisin, klaritromisin,

klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.

3. menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya

trimetoprim dan sulfonamid.

4. mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon,

nitrofurantoin.

Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja:

1. Obat yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri

a. Antibiotik Beta-Laktam

Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang

mempunyai struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin,

monobaktam, karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat

antibiotik beta-laktam umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar

efektif terhadap organisme Gram -positif dan negatif. Antibiotik beta-

laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan

menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu

heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel

bakteri.

b. Basitrasin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Basitrasin digunakan dalam ransum ayam atau dalam campuran air

minumnya. Umumnya digunakan untuk pencegahan saat ayam terkena

stres akibat cuaca atau perlakuan lain seperti vaksinasi atau perpindahan

kandang.

c. Vankomisin

Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama

aktif terhadap bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan

untuk infeksi yang disebabkan oleh S. aureus yang resisten terhadap

metisilin (MRSA). Semua basil Gram-negatif dan mikobakteria resisten

terhadap vankomisin. Vankomisin diberikan secara intravena, dengan

waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya adalah reaksi

hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat),

serta gangguan pendengaran dan nefrotoksisitas pada dosis tinggi.

2. Obat yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein

Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid,

tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),

klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.

3. Obat antimetabolit yang menghambat enzim-enzim esensial dalam

metabolisme folat

a. Sulfonamide

Fungsi obat ini untuk menghambat peran para-amino benzoic acid

(PABA) dan untuk mensintesis asam folik hingga mengurangi

penggandaan sel. Obat ini lebih bersifat bakteriostatik dari pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

bakteriosidal. Umumnya, digunakan untuk mengobati penyakit yang

disebabkan oleh kelompok salmonella.

4. Obat yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat

a. Kuinolon

1) Asam nalidiksat

Asam nalidiksat menghambat sebagian besar Enterobacteriaceae.

2) Fluorokuinolon

Golongan fluorokuinolon meliputi norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin,

moksifloksasin, pefloksasin, levofloksasin, dan lain-lain. Fluorokuinolon

bisa digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella,

E. coli, Salmonella, Haemophilus, Moraxella catarrhalis serta

Enterobacteriaceae dan P. aeruginosa.

b. Nitrofuran

kelompok obat ini untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh

salmonella dan untuk mengobati kasus Vibrionic hepatitis.

Golongan Penisilin

Penisilin merupakan antibiotik yang telah lama kita kenal dan sudah lama

pula digunakan di Indonesia. Penggunaannya dalam dosis pencegahan dilakukan

melalui ransum dan campuran air minum. Untuk kasus-kasus penyakit individual,

kerap kali penisilin digunakan sebelum oxytetracycline. Oleh karena itu, penisilin

lebih terkenal sebagai obat suntik dari pada perannya di dalam campuran vitamin

dan mineral. Walaupun begitu, ada merek dagang tertentu yang menggunakan

penisilin sebagai campuran vitamin-mineral untuk pencegahan stres.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Golongan penisilin diklasifikasikan berdasarkan spektrum aktivitas

antibiotiknya.

Tabel 2
Antibiotik Golongan Penisilin
Golongan Contoh Aktivitas
Penisilin G dan Penisilin G dan Sangat aktif terhadap kokus Gram-
penisilin V penisilin V positif, tetapi cepat dihidrolisis
oleh penisilinase atau beta-
laktamase, sehingga tidak efektif
terhadap S. aureus.
Penisilin yang metisilin, nafsilin, Merupakan obat pilihan utama
resisten terhadap oksasilin, untuk terapi S. aureus yang
beta-laktamase/ kloksasilin, dan memproduksi penisilinase.
penisilinase dikloksasilin Aktivitas antibiotik kurang poten
terhadap mikroorganisme yang
sensitif
terhadap penisilin G.
Aminopenisilin ampisilin, Selain mempunyai aktivitas
amoksisilin terhadap bakteri Gram-positif, juga
mencakup mikroorganisme Gram-
negatif, seperti Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, dan
Proteus mirabilis. Obat-obat ini
sering diberikan bersama inhibitor
beta- laktamase (asam klavulanat,
sulbaktam, tazobaktam) untuk
mencegah hidrolisis oleh beta-
laktamase yang semakin banyak
ditemukan pada bakteri Gram-
negatif ini.
Karboksipenisilin karbenisilin, Antibiotik untuk Pseudomonas,
tikarsilin Enterobacter, dan Proteus.
Aktivitas antibiotik lebih rendah
dibanding ampisilin terhadap kokus
Gram- positif, dan kurang aktif
dibanding piperasilin dalam
melawan Pseudomonas. Golongan
ini dirusak oleh beta-laktamase.
Ureidopenislin mezlosilin, azlosilin, Aktivitas antibiotik terhadap
dan piperasilin Pseudomonas, Klebsiella, dan
Gram- negatif lainnya. Golongan
ini dirusak oleh beta-laktamase.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

Golongan Tetrasiklin

Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tetrasiklin,

doksisiklin, oksitetrasiklin, minosiklin, dan klortetrasiklin. Antibiotik golongan ini

mempunyai spektrum luas dan dapat menghambat berbagai bakteri Gram-positif,

Gram-negatif, baik yang bersifat aerob maupun anaerob, serta mikroorganisme

lain seperti Ricketsia, Mikoplasma, Klamidia, dan beberapa spesies mikobakteria.

Tabel 3
Beberapa Sifat Tetrasiklin dan Obat-obat Segolongan
Obat Cara Pemberian Waktu Paruh Ikatan Protein
yang Disukai Serum (jam) Serum (%)
Tetrasiklin HCl Oral, i.v. 8 25-60
Klortetrasiklin Oral, i.v. 6 40-70
HCl
Oksitetrasiklin Oral, i.v. 9 20-35
HCl
Demeklosiklin Oral 12 40-90
HCl
Metasiklin HCl Oral 13 75-90
Doksisiklin Oral, i.v. 18 25-90
Minosiklin HCl Oral, i.v. 16 70-75

Golongan Makrolida

Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat

menghambat beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian besar

Gram-negatif aerob resisten terhadap makrolida, namun azitromisin dapat

menghambat Salmonela. Azitromisin dan klaritromisin dapat menghambat H.

influenzae, tapi azitromisin mempunyai aktivitas terbesar. Keduanya juga

aktif terhadap H. pylori.

Makrolida mempengaruhi sintesis protein bakteri dengan cara berikatan

dengan subunit 50s ribosom bakteri, sehingga menghambat translokasi peptida.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

1. Eritromisin dapat digunakan dalam campuran ransum, campuran air minum,

atau injeksi. Untuk injeksi, tentu ada kemasan tersendiri. Sementara itu, untuk

campuran air minum, umumnya dicampur dalam vitamin dan mineral.

2. Azitromisin lebih stabil terhadap asam jika dibanding eritromisin.

Sekitar 37% dosis diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya makanan.

Obat ini dapat meningkatkan kadar SGOT dan SGPT pada hati.

3. Klaritromisin. Absorpsi per oral 55% dan meningkat jika diberikan bersama

makanan. Obat ini terdistribusi luas sampai ke paru, hati, sel fagosit, dan

jaringan lunak.

4. Roksitromisin

Roksitromisin mempunyai waktu paruh yang lebih panjang dan aktivitas yang

lebih tinggi melawan Haemophilus influenzae. Obat ini diberikan dua kali

sehari.

Roksitromisin adalah antibiotik makrolida semisintetik. Obat ini memiliki

komposisi, struktur kimia dan mekanisme kerja yang sangat mirip dengan

eritromisin, azitromisin atau klaritromisin. Roksitromisin mempunyai spektrum

antibiotik yang mirip eritromisin, namun lebih efektif melawan bakteri gram

negatif tertentu seperti Legionella pneumophila.

Golongan Aminoglikosida

Spektrum aktivitas: Obat golongan ini menghambat bakteri aerob Gram-

negatif. Obat ini mempunyai indeks terapi sempit, dengan toksisitas serius pada

ginjal dan pendengaran, khususnya pada pasien anak dan usia lanjut. Efek

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

samping : Toksisitas ginjal, ototoksisitas (auditorik maupun vestibular),

blokade neuromuskular (lebih jarang).

Tabel 4
Karakteristik Aminoglikosida
Obat Waktu Paruh Kadar Terapeutik Kadar Toksik
(jam) Serum (µg/ml) Serum (µg/ml)
Streptomisin 2-3 25 50
Neomisin 3 5-10 10
Kanamisin 2,0-2,5 8-16 35
Gentamisin 1,2-5,0 4-10 12
Tobramisin 2,0-3,0 4-8 12
Amikasin 0,8-2,8 8-16 35
Netilmisin 2,0-2,5 0,5-10 16

Antibiotik yang digunakan pada ayam

Pada umumnya antibiotik yang saat ini beredar dipasaran broad spectrum

(spektrum luas) dan dapat digunakan untuk mengatasi penyakit pernafasan

maupun pencernaan pada ayam yang disebabkan oleh agen bacterial. Akan tetapi,

antibiotik yang memiliki spektrum spesifik terhadap penyakit tertentu akan

memberikan daya kerja yang lebih optimal. Untuk mengatasi penyakit pernafasan

pada anak ayam dapat digunakan produk antibiotik seperti Doxytin, Erysuprim,

Neo Meditril, Proxan-S, Trimeyn, Sulfamix Tetrachlor, limoxin, Duracol-D.

1. Doxytin

a. Komposisi : Setiap Kg mengandung

Doxycycline HCL 50 g

Colistin sulfat 50.000.000 IU

b. Dosis : 1 gram per 2 liter air minum selama 5-7 hari selama berturut-

turut.

c. Waktu Henti 3 hari sebelum unggas di sembelih.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

2. Duracol-D

a. Komposisi : Setiap Kg mengandung Doxycycline 50 g, Colistin Sulfat

50.000.000 IU

b. Dosis unggas : 1 gram untuk 2 liter air minum selama 5-7 hari

c. Waktu Henti 5 hari sebelum unggas di sembelih.

3. Limoxin, Injeksi Oksitetrasiklin

a. Komposisi : Setiap ml mengandung Oxytetracycline base 50 mg

b. Dosis : Ayam 0,5 – 1 ml

4. Trimeyn

a. Komposisi : Setiap Kg mengandung Sulfadiaine, Trimethoprim

b. Dosis : 1 gram tiap 1-2 liter air minum atau 0,1-0,2 gram tiap kg

diberikan selama 3-5 hari berturut-turut

c. Waktu Henti 5 hari sebelum unggas di sembelih.

5. Tetrachlor

a. Komposisi : Tetracycline HCL 50 mg, Erythromycin 10 mg, Vitamin B1

1 mg, Vitamin B2 2 mg, Vitamin C 10 mg, Potassium Chloride 50 mg,

Sodium Sulfate 25 mg

b. Dosis :

Umur 4 minggu : sehari 1 kali ½ kapsul

Umur 4-8 minggu : sehari 2 kali ½ kapsul

Umur 8 minggu lebih : sehari 2 kali 1 kapsul

Obat diminumkan 4-5 hari secara berturut-turut

c. Waktu Henti 3 hari sebelum unggas di sembelih.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Residu Antibiotik pada Ternak

Residu antibiotik adalah sisa dari antibiotik atau metabolitnya dalam

jaringan atau organ hewan/ternak setelah pemakaian obat hewan

(Rahayu,2009).Penggunaan antibiotika saat ini adalah untuk pengobatan dan juga

pemacu pertumbuhan. Penggunaan antibiotika yang tidak memperhatikan masa

henti obat, akan menimbulkan residu antibiotika pada produk pangan hewan

(Murdiati dan Bahri, 1991).

Berkaitan dengan hal tersebut, maka pengawasan residu dalam pangan asal

hewan sangat penting terutama dalam kaitannya dengan perlindungan kesehatan

dan keamanan konsumen. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah

dengan melakukan monitoring dan surveilans residu secara teratur.

Menurut (Ley dan Kleven, 2003), (Glisson, dkk, 2003), (Blackall dan Soriano,

2003). Penyebab penyakit lainnya yaitu penyakit pernafasan kronis (Mycoplasma

gallisepticum) dengan gejala unggas mendengkur kolera unggas (Pasteurella

multocida) dengan gejala diare kehijauan, rontok bulu, jengger dan muka bengkak

dan penyebab penyakit korisa (Avibacterium Paragallinarum) dengan gejala

adanya lendir atau kotoran hidung seperti nanah, muka bengkak, mata berair lalu

menutup, dan diare.

Toksisitas antibiotik. Antibiotika dapat mempengaruhi kesehatan

manusia secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, efek

penggunaan antibiotik yang kurang tepat, dapat menimbulkan resistensi terhadap

mikroorganisme. Semakin lama waktu bakteri terpapar dengan antibiotik maka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

akan semakin tinggi kesempatan terjadinya mutasi, sehingga menimbulkan strain

yang kurang sensitif terhadap antibiotik tersebut.

Akibatnya, pengobatan menjadi lebih kompleks, proses penyembuhan

lebih lama, dan penyakit menjadi semakin parah, bahkan pada beberapa kasus

menimbulkan kematian. Sedangkan secara tidak langsung, antibiotik pada

manusia dapat memiliki efek samping yang cukup serius, yaitu seperti penekanan

aktivitas sumsum tulang yang berakibat pada gangguan pembentukan sel-sel

darah merah. Kondisi ini dapat menyebabkan aplastik anemia yang secara

potensial berakibat fatal (Dewi, dkk, 2014).

Dampak residu antibiotik terhadap kesehatan. Penggunaan antibiotik

berakibat buruk bagi ternak, karena resistensi ternak terhadap jenis-jenis

mikroorganisme patogen tertentu. selain itu, residu dari antibiotik akan terbawa

dalam produk-produk unggas seperti daging dan telur yang berbahaya bagi

konsumen.

Residu adalah bahan induk atau metabolit yang terakumulasi atau

tersimpan dalam sel atau jaringan. Secara umum dampak negatif residu

antibiotika pada produk hewan adalah dampak kesehatan (bahaya toksikologi,

mikrobiologi, imunopatologi) dan dampak ekonomi.

1. Bahaya Toksikologi:

a. Mutagenik dimana residu antibiotik dapat menyebabkan terjadinya

perubahan genetik

b. Teratogenik dimana residu antibiotika dapat menyebabkan terjadinya

cacat lahir/cacat bawaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

c. Karsinogenik dimana residu antibiotika dapat menyebabkan timbulnya

sel-sel kanker atau pemicu tumbuhnya kanker

2. Bahaya Mikrobiologis: Resistensi pengobatan antibiotika, gangguan

pertumbuhan flora normal usus.

3. Bahaya Imunopatologi: Reaksi alergis.

Residu antibiotik juga berdampak negatif bagi ekonomi karena dapat

mengakibatkan penolakan produk terutama bila produk tersebut di ekspor ke

negara yang konsisten dan serius dalam menerapkan sistem keamanan pangan

(Dewi et al 2014).

Pengertian Ayam Broiler

Ayam pedaging atau yang disebut juga ayam broiler adalah ayam hasil

budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri

khas sebagai penghasil daging. pertumbuhannya cepat dengan konversi makanan

yang irit, dan siap dipotong pada usia yang relatif muda, yaitu hanya 5-6 minggu

sudah bisa dipanen, dengan berat badan antara 1,2 – 1,9 kg/ekor. ayam pedaging

yang baik yaitu ayam yang sehat, berbulu baik, berkualitas baik, perbandingan

antara tulang dan daging seimbang (proporsional) Mulyantini (2011).

Jenis ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari

bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam

memproduksi daging ayam. Ayam ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-

an, dan telah dikembangkan dengan sangat pesat di setiap negara. di Indonesia,

usaha ternak ayam pedaging juga sudah dapat dijumpai hampir di setiap provinsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Pada waktu hewan hidup faktor penentu kualitas daging adalah cara

pemeliharaan, meliputi pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan

perawatan kesehatan, sedangkan setelah dipotong kualitas daging dipengaruhi

oleh perdarahan pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi mikroba (Murtidjo

2003).

Ciri-ciri daging ayambroiler yang baik menurut (SNI 01-4258-2010)

antara lain adalah sebagai berikut:

a. warna daging putih-kekuningan cerah (tidak gelap, tidak pucat, tidak

kebiruan, tidak terlalu merah),

b. warna kulit ayam putih-kekuningan, cerah, mengkilat dan bersih.

c. bau spesifik daging (tidak ada bau menyengat, tidak berbau amis, tidak

berbau busuk).

d. konsistensi otot dada dan paha kenyal, elastis (tidak lembek).

Menurut (SNI 01-4258-2010), kandungan gizi yang terdapat dalam setiap 100

gr daging broiler dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 5
Kandungan Gizi Daging Broiler
Komponen nutrisi Per 100 gram daging
Air 74%
Protein 22%
Kalsium (Ca) 13 mg
Fosfor (P) 190 mg
Zat besi (Fe) 1,5 mg
Vitamin A, C dan E < 1%

Faktor Pendukung Terjangkitnya Penyakit

Menurut (Rasyaf, 2004) sebenarnya bibit-bibit penyakit sudah berada di

sekitar ayam, bahkan ada yang sudah terdapat di dalam tubuh ayam. Bibit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

penyakit akan membuat masalah bagi ayam bila terjadi beberapa kondisi berikut

ini :

1. Perubahan kelembapan dan temperatur lingkungan

Kelembapan di Indonesia (apalagi di dataran tinggi) membuat masalah dalam

tata laksana peternakan. Misalnya, bahan litter yang terlalu basah atau sulit

kering, kandang yang bau dan sumpek. Hal ini dapat menyebabkan daya

tahan ayam melemah dan bibit penyakit tumbuh (berkembang biak) lebih dari

biasanya. Musim kemarau, apalagi di dataran rendah, akan menyebabkan

ayam kehausan dan mengurangi konsumsi ransum.

2. Perubahan musim

Misalnya musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya merupakan

kesempatan bibit penyakit untuk menyerang ayam. Perubahan tersebut

membuat ayam kembali tercekam dan daya tahannya melemah. Mengatasi

segala masalah di musim hujan ada kaitannya dengan bentuk kandang dan

tata air di sekitar kandang.

3. Kebersihan kandang dan peralatan

Kandang yang kotor, bau, peralatan yang kotor, lumutan, kandang berdebu,

dan lain sebagainya merupakan kesempatan bagi penularan penyakit dan bibit

penyakit tumbuh dengan subur.

4. Keadaan ayam

Ada penyakit tertentu yang memang diturunkan oleh induknya. Jadi bila

menerima anak ayam atau membeli anak ayam berumur satu hari (DOC)

hendaknya pembibit yang bersangkutan telah terbukti menjual anak ayam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

yang berkualitas baik. Selain itu ada pula bibit ayam yang lemah, untuk

menghadapi hal ini maka usaha pencegahan harus benar-benar dilakukan dan

perlu ditanyakan kepada sesama peternak mengenai keadaan bibit ayam

tertentu yang pernah dipelihara.

5. Kualitas ransum

Kualitas ransum berkaitan dengan penyakit karena kekurangan atau kelebihan

gizi. Di samping itu dapat pula menyebabkan penyakit lain ikut serta

mendampingi penyakit kekurangan unsur gizi ini, akibat dari daya tahan

tubuh ayam yang lemah.

Penyakit yang banyak dikenal di peternakan ayam broiler

Berikut ini beberapa penyakit yang dikenal di peternakan ayam broiler di

Indonesia.

1. Cronic respiratory disease

Penyakit ini menyerang ayam broiler pada masa pertumbuhannya (antara

umur 3-5 minggu). Sebenarnya tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat

menyebabkan morbiditas. Bila penyakit ini telah terjadi maka obat yang dapat

digunakan adalah bacitracin, erythromycin, tylosin, spectinomycin, dan

lincomycin. Namun yang terbaik untuk mengobati CRD ini adalah bacitracin

dan tylocin. Obat- obatan itu diberikan melalui suntikan, air minum, atau

pakan.

2. Coryza

Coryza juga merupakan penyakit yang sering terjadi di peternakan ayam

broiler dan ayam petelur. Coryza atau pilek ayam bila menyerang kadang kala

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

diikuti oleh penyakit lainnya antara lain fowl pox, CRD, dan kekurangan

vitamin A.

3. Newcastle disease (ND atau tetelo)

Penyakit yang disebabkan oleh virus dan hingga kini belum ada obatnya.

Namun, untuk pencegahannya sudah ada vaksin. Di Indonesia, tetelo terkenal

ganas dan menyerang banyak bangsa burung, antara lain ayam (baik ayam

negeri maupun ayam kampung), kalkun, dan burung hiasan. Pada ayam

pedaging, selain mengurangi produksi daging ayam akibat ayam mati, juga

mengurangi kualitas daging.

4. Penyakit gumboto

Penyakit ini termasuk penyakit yang baru yang dalam bahasa asingnya dikenal

dengan infectious bursal disease (IBD). Penyakit ini disebabkan oleh virus

dan belum banyak diketahui seluk-beluknya. Penyakit gumboro sering

menyerang ayam dalam masa pertumbuhan. Kemungkinan serangan terbesar

terjadi pada anak ayam umur 20-60 hari.

5. Penyakit berak darah

Penyakit ini biasanya terjadi pada saat ayam berumur 4-5 minggu. Penyakit

yang disebabkan oleh protozoa yang termasuk dalam kelas Coccodia yang

spesifik menimbulkan warna merah pada tinja yang dibuang ayam.

Pengobatan dapat dilakukan dengan preparat sulfa, sulfaqui moxaline,

amprolium.

Beberapa usaha pencegahan umum yang dapat dilakukan sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

a. Lingkungan kandang harus bersih. Semua rumput yang tinggi dan alang-

alang dibabat. Air parit yang tergenang dialirkan sehingga nyamuk dan

sebangsanya tidak berkembang biak disekitar kandang.

b. Kebersihan ayam di dalam kandang dijaga. Kandang yang kotor

mengundang penyakit yang dapat merusak kesehatan ayam.

c. Tamu anda tidak perlu masuk ke dalam kandang dan bila harus masuk

sebaiknya tamu disemprot dulu dengan obat antikuman dan pakaian tamu

diganti dengan pakaian kandang.

d. Bila ada ayam mati di dalam kandang segera disingkirkan.

e. Ayam yang menunjukkan tanda-tanda terkena penyakit yang ringan,

segera disingkirkan dari kelompoknya.

f. Ransum sebaiknya dibeli dari pabrik yang memang dikenal kualitas

ransumnya. Jangan membeli ransum yang kualitasnya buruk, walaupun

banyak bujukan tentang itu.

Hygiene Sanitasi Kandang Ternak

Sanitasi kandang adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh peternak

untuk kebersihan kandang dan lingkungannya. Kegiatan ini penting karena

dengan keadaan kandang serta lingkungan yang bersih, maka kesehatan ternak

maupun pemiliknya menjadi terjamin. Kebersihan kandang bisa diatur sesuai

dengan kebutuhan sehingga lingkungan menjadi sejuk, nyaman, tidak berbau

maupun lembab.

Persyaratan kandang yang baik diantaranya adalah menggunakan bahan

bangunan yang ekonomis, tahan lama, awet, mudah didapat dan tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

menimbulkan refleksi panas terhadap ternak yang dipelihara; memberikan

kenyaman bagi ternak dan pemiliknya; memiliki ventilasi yang cukup untuk

pergantian udara; mudah dibersihkan dan kelihatan bersih; tidak ada gangguan

baik didalam maupun disekitar kandang. Kandang yang akan dibangun harus kuat,

memenuhi syarat kesehatan, mudah dibersihkan, mempunyai drainase yang baik,

sirkulasi udara yang bebas dan dilengkapi tempat makan dan minum ayam serta

bak desinfektan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2000).

Penjaminan higiene dan sanitasi dilaksanakan untuk melindungi

masyarakat dari bahaya yang dapat mengganggu kesehatan akibat mengkonsumsi

pangan asal hewan (foodborne disease).

Pengertian dan Klarifikasi Perilaku

Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa

perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar). Dengan demikian perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus

terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori

skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons.

Oleh sebab itu perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan

menjadi dua, yakni:

1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Oleh sebab itu

perilaku ini disebut perilaku sehat (Healthy behavior), yang mencakup

perilaku-perilaku (overt dan covert behavior) dalam mencegah atau

menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau penyebab masalah

kesehatan (perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

meningkatnya kesehatan (perilaku promotif). Contoh: makan dengan gizi

seimbang, olahraga teratur, tidak merokok dan minum-minuman keras,

menghindari gigitan nyamuk, menggosok gigi setelah makan, dan

sebagainya.

2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk

memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Oleh

sebab itu perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan

(health seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang

diambil seseorang atau anaknya bila sakit atau terkena masalah kesehatan

untuk memperoleh kesembuhan atau terlepasnya dari masalah kesehatan

tersebut. Tempat pencarian kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas

pelayanan kesehatan, baik fasilitas atau pelayanan kesehatan tradisional

(dukun, sinshe, atau paranormal), maupun modern atau profesional.

Tindakan. Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu faktor lain, antara lain adanya fasilitas atau sarana dan

prasarana. Tindakan terbagi atas 3 tingkatan, yaitu

a. Praktik terpimpin (guided response), diartikan apabila seseorang telah

melakukan seseuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau panduan.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism), apabila subjek atau seseorang telah

melakukan atau mempraktikan sesuatu hal secara otomatis.

c. Adopsi (adoption), merupakan suatu tindakan atau praktik yang sudah

berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau

mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Landasan Teori

Residu Antibiotik

Ayam Ras Broiler

Frekuensi Dosis Waktu Henti

Gambar 1.Landasanteori

Kerangka Konsep

Ayam Ras Broiler


Pemberian antibiotika :
- Frekuensi
- Dosis
Pemeriksaan Laboratorium
- Waktu henti
Residu Antibiotik
 Memenuhi syarat
 Tidak memenuhi
syarat
- Tindakan Sesuai dengan SNI No. 01-
responden 6366-2000

Karakteristik Peternak
-Umur
-Jenis Kelamin
-Pendidikan

Gambar 2. Kerangkakonsep

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk

mengetahui keberadaan residu antibiotik pada ayam ras broiler dengan

menggunakan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dengan metode bioassay

serta tindakan peternak di Kecamatan Tambusai Provinsi Riau tahun 2018.

Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini dilakukan di 3 peternakan ayam

ras broiler

1. Dua peternakan di Desa Rantau Panjang

2. Satu peternakan di Desa Suka Maju

Waktu penelitian. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus –

Desember 2018.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dalam penelitian ini diambil dari 3 peternakan ayam

ras broiler di Kecamatan Tambusai yaitu 2 Peternakan ayam di Desa Rantau

Panjang yang masing-masing memiliki 2 orang pekerja, dan 1 pemilik.

Peternakan ayamdi Desa Suka Maju memiliki 1 orang pekerja dengan 1 pemilik.

Sampel. Sampel dalam penelitian ini diambil dari 3 peternak ayam yang

ada di Desa Rantau Panjang dan Desa Suka Maju, jumlah sampel keseluruhannya

adalah 6 sampel, pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Balai Veteriner

Medan.

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33

Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah 6 ayam ras broiler yang ada di peternakan

tersebut dan yang diambil dagingnya.

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan

peternak ayam dengan menggunakan kuesioner, dan data juga diperoleh dari hasil

pemeriksaanresidu antibiotik di Laboratorium Balai Veteriner Medan.

Variabel dan Defenisi operasional

1. Ayam pedaging atau yang disebut juga ayam broiler adalah ayam hasil

budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan

ciri khas sebagai penghasil daging.

2. Pemberian antibiotika merupakan cara pemberian antibiotika pada ayam ras

broiler.

3. Frekuensi (penggunaan antibiotika) merupakan berapa kali antibiotik itu

harus diberikan dalam sehari atau dalam jangka waktu tertentu.

4. Dosis merupakan takaran antibiotik yang menimbulkan efek farmakologi

(khasiat) yang tepat dan aman bila diberikan pada ayam ras broiler.

5. Waktu henti adalah kurun waktu dari saat pemberian obat terakhir hingga

ternak boleh dipotong atau produknya dapat dikonsumsi.

6. Umur adalah lamanya hidup responden yang dihitung sejak lahir sampai

ulang tahun terakhir.

7. Jenis kelamin adalah gender yang membedakan responden.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

8. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan atau

ditamatkan oleh responden.

9. Tindakan adalah sesuatu yang dilakukan responden terhadap ayam ras broiler

10. Hasil pemeriksaan laboratorium adalah apabila hasil laboratorium

menunjukkan “ 0,1 mg/kg” maka daging ayam tersebut memenuhi syarat

kesehatan, tetapi jika hasil pemeriksaan menujukkan hasil “ > 0,1 mg/kg”

maka daging ayam tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan.

11. Pemeriksaan laboratorium secara kualitatif : Pemeriksaan laboratorium untuk

mengetahui keberadaan residu antibiotik pada daging ayam yang beredar di

Kecamatan Tambusai Provinsi Riau.

Pengambilan Sampel Daging Ayam

Sampel daging ayam yang digunakan pada penelitian ini diambil langsung

dari beberapa peternakan ayam di Kecamatan Tambusai, sampel diambil pada

umur ayam 28 hari pada saat ayam siap panen. Sampel diambil menggunakan

metode pengambilan sampel secara acak Sampel yang diambil dimasukkan

kedalam kantong plastik dan diberi tanda kemudian diletakkan dalam cooling bag

yang berisi es, selanjutnya disimpan di laboratorium dalam lemari pembeku suhu -

20°C dan akan stabil sampai 8 bulan bila disimpan pada suhu dibawah -75°C.

Cara Pengujian Residu Antibiotik Pada Daging Ayam

Alat, Bahan dan Media

Alat. Alat yang diperlukan untuk pengujian residu antibiotik adalah

sebagai berikut :

1. Cawan petri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

2. Tabung reaksi

3. Tabung sentrifus

4. Labu ukur

5. Gelas ukur

6. Erlenmeyer

7. Botol timbang

8. Pipet volumetric

9. Pipet graduasi

10. Botol media

11. Pengocok tabung

12. Sentrifus 3.000 rpm

13. Penangas air

14. Lemari steril

15. Homogenizer

16. Autoklaf

17. Lemari pendingin

18. Freezer

19. Timbangan analitik

20. Incubator

21. Magnet pengaduk

22. pH meter

23. Pipet mikro

24. Jangka sorong

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

25. Burner

26. Pinset gunting

Bahan. Bahan yang diperlukan untuk pengujian residu antibiotik adalah

sebagai berikut :

1. daging ayam

2. baku pembandingNatrium penisilin untuk golongan Penisilin

3. baku pembanding Oksitetrasiklin hidroklorida untuk golongan Tetrasiklin

4. baku pembanding Kanamisin sulfat untuk golongan Aminoglikosida

5. baku pembanding Tilosin-tartrat untuk golongan Makrolida

6. KH₂PO₄ (Kalium dihidrogen fosfat)

7. Na₂HPO₄ (Dinatrium hidrogen fosfat)

8. HᴣPO₄ (Asam fosfat)

9. NaOH (Natrium hidroksida)

10. K₂HPO₄ (Dikalium hidrogen fosfat)

11. HCI (Asam klorida)

12. NaCl (Natrium klorida)

13. Kertas Cakram (paper disk)

Media. Media yang diperlukan untuk pengujian residu antibiotik adalah

sebagai berikut :

1. Spora Bacillus Cereus ATCC 11778 untuk golongan tetrasiklin

2. Spora Bacillusstearothermophilus ATCC 7953 untuk golongan penisilin

3. Spora Bacillus subtillis ATCC 6633 untuk golongan aminoglikosida

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

4. Vegetatif Kocuria rizophila (Micrococcus luteus) ATCC 9341 untuk

golongan makrolida

5. Media agar Bacillus Cereusyeast extract, beef extract, peptone, bacto agar

6. Media agar Bacillusstearothermophilus: yeast extract, peptone, bacto agar,

dextrose

7. Media agar B. subtilis : beef extract, peptone, bacto agar

8. Media agar Kocuria rizophila : yeast extract, beef extract, peptone, bacto

agar, glucose

9. Media cair HIB

Pelaksanaan Pengujian

1. Cairkan media agar yang telah dibuat dengan pemanasan, kemudian letakkan

pada penangas air hingga temperature mencapai 55°C ± 1°C.

2. Pipet 1 ml biakan kuman uji vegetative atau spora, dan campurkan kedalam

100 ml media yang telah dicairkan hingga merata.

3. Kemudian pipet 8 ml media yang telah mengandung kuman uji atau spora ke

dalam setiap cawan petri sesuai dengan jenis golongan antibiotik yang akan

diuji.

4. Setiap jenis golongan antibiotika menggunakan minimal 3 cawan petri

(triplo).

5. Tempatkan cawan petri pada bidang yang datar sampai media membeku.

6. Teteskan terlebih dahulu masing- masing larutan baku pembanding yang

telah disiapkan kedalam kertas cakram yang sejenisnya sebanyak 75 µl

(diameter 88 mm) atau 100 µl (diameter 10 mm) dan biarkan sampai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

menyerap seluruhnya sebelum diletakkan pada media cawan petri. Teteskan

juga larutan baku pembanding sebagai control positif dan larutan dapar

sebagai control negative.

7. Tempatkan masing- masing cawan petri pada bidang datar dalam ruangan

dengan temperatur kamar selama 1 jam.

8. Inkubasikan dalam inkubatur selama 16 jam sampai 18 jam untuk golongan

makrolida dan aminoglikosida pada temperature 36°C ± 1°C, golongan

tetrasiklin pada temperatur 30°C ± 1°C, dan golongan penisilin pada

temperatur 55°C ± 1°C.

Cara Menyatakan Hasil

1. Amati dan ukur diameter daerah hambatan yang terbentuk di sekeliling kertas

cakram atau yang sejenis dengan menggunakan alat ukur yang sesuai.

2. Kontrol positif harus membentuk daerah hambatan dari tepi kertas cakram

atau yang sejenis.

3. Kontrol negatif harus tidak membentuk daerah hambatan.

4. Secara berkala laboratorium harus menentukan kurva baku untuk mengetahui

linearitas metode pengujian.

5. Diameter hambatan yang terbentuk pada contoh sebaiknya berada dalam

kisaran/range kurva baku, apabila diameter hambatan yang terbentuk

melebihi nilai kurva baku maka contoh harus diencerkan.

Aspek Pengukuran

Aspek skala pengukuran variabel penelitian terhadap tindakan peternak

ayam tentang residu antibiotik yang diukur melalui wawancara dengan kuesioner.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Variabel tindakan

Tindakan responden diukur berdasarkan jawaban dari pertanyaan-

pertanyaan yang terdapat pada kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 10

pertanyaan dengan total skor maksimal adalah 20. Adapun ketentuan pemberian

skor adalah sebagai berikut :

1. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 2,3,4,8,9

a. jawaban a diberi skor = 2

b. jawaban b diberi skor = 1

c. jawaban c diberi skor = 0

2. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 5,6,7,10

a. jawaban a diberi skor = 0

b. jawaban b diberi skor = 2

3. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 1

a. jawaban a diberi skor = 2

b. jawaban b diberi skor = 0

Berdasarkan total nilai yang diperoleh, selanjutnya tingkat tindakan

responden dikategorikan berdasarkan skala likert sebagai berikut:

1. Baik: Bila total nilai yang diperoleh responden ≥ 15%

(dengan rentang 16-20)

2. Kurang Baik: Bila total nilai yang diperoleh responden ≤ 15%

(dengan rentang 1-15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Metode Analisis Data

Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Data dianalisis secara deskriptif kemudian

disajikan dalam bentuk tabel, untuk menjelaskan kandungan residu antibiotik pada

ayam ras broiler berdasarkan yang dibandingkan denganStandar Nasional

Indonesia (SNI 01- 6366- 2000).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil Penelitian

Gambaran Lokasi Peternakan Ayam di Kecamatan Tambusai

Kecamatan Tambusai merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten

Rokan Hulu Provinsi Riau, yang mempunyai luas wilayah ± 1.759,25 km².

Kecamatan Tambusai memiliki jumlah penduduk ± 41.799 jiwa dengan kepadatan

penduduk dengan rata-rata 37 jiwa / KM². Sedangkan batas – batas wilayah

kecamatan Tambusai adalah :

1. Sebelah utara berbatas dengan Kecamatan Tambusai Utara

2. Sebelah selatan berbatas dengan Kecamatan Rambah Hilir dan Kecamatan

Bangun Purba

3. Sebelah timur berbatas dengan Kecamatan Kepenuhan

4. Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Huta Raja Tinggi Kabupaten

Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara.

Tiga peternakan ayam broiler terletak 2 di Desa Rantau Panjang dan 1 di

Desa Suka Maju. Peternakan ayam yang ada di Desa Rantau Panjang tersebut

letaknya jauh dari pemukiman penduduk, kandang ayam (ternak 01) memiliki

lebar 8 meter dan panjang 120 meter untuk ayam yang berjumlah 6000 ekor, dan

untuk (ternak 02) memiliki kandang dengan lebar 7 meter dan panjang 90 meter

untuk ayam yang berjumlah 5000 ekor , sedangkan peternakan ayam yang berada

di Desa Suka Maju, memiliki panjang 80 meter dan lebar 7 meter untuk ayam

yang berjumlah 5000 ekor, letaknya jauh dari pemukiman penduduk.

41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42

Karakteristik Peternak

Karakteristik responden berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan jenis

kelamin. Hasil disajikan pada tabel dibawah ini:

Tabel 6
Distribusi Pemilik dan Pekerja Pada Peternakan Ayam Terhadap Pemeliharaan
Ayam Broiler yang Berada di Peternakan Ayam Kecamatan Tambusai
Karakteristik Responden n %
Umur (tahun)
21 – 25 2 25
26 – 30 0 0
31 – 35 3 37,5
36 – 40 2 25
41 – 45 1 12,5
Tingkat Pendidikan
SMP 2 25
SMA 5 62,5
PT 1 12,5
Jenis Kelamin
Laki-laki 5 62,5
Perempuan 3 37,5

Dari tabel 6. Dapat diketahui dari 8 responden diperoleh bahwa umur

responden terbanyak pada usia 31-35 tahun sebanyak 3 orang (37,5%). Untuk

tingkat pendidikan dari 8 responden diperoleh bahwa tingkat pendidikan

responden terbanyak adalah SMA yaitu sebanyak 5 orang (62,5%), dan untuk

jenis kelamin dari 8 responden diperoleh bahwa jenis kelamin responden

terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 5 orang (62,5%).

Antibiotik yang Diberikan Pada Ayam

Dari hasil wawancara di peternakan tersebut diketahui peternak

memberikan antibiotik golongan makrolida dan antibiotik golongan tetrasiklin,

dengan tujuan untuk mencegah penyakit dan meningkatkan pertumbuhan ayam

broiler. Antibiotik dapat memberikan keseimbangan bakteri di dalam saluran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

pencernaan dengan membunuh pertumbuhan bakteri patogen dan meningkatkan

populasi bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan. Antibiotik

makrolida dihasilkan oleh beberapa bakteri: Eritromisin berasal dari Streptomyces

erythreus, Saccharopolyspora erythraea dan Sarcina lutea. Antibiotik makrolida

bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis bakteri dan kadar obat

makrolida. Golongan antibiotic ini efektif untuk mengatasi bakteri Gram (+) dan

Mycoplasma. Antibiotik yang diberikan pada ayam didapatkan dari peternakan

ayam dan komposisi dari antibiotik diketahui dari toko peternakan.

Tabel 7
Antibiotik yang Diberikan pada Ayam Broiler
Lokasi Desa Nama Antibiotik
Desa Rantau Panjang A.Tetrachlor
(Ternak 01) Komposisi : Tetracycline HCL 50 mg,
Erythromycin 10 mg, Vitamin B1 1 mg,
Vitamin B2 2 mg, Vitamin B6 1 mg,
Vitamin B12 3 mg, Vitamin C 10
mg,Potassium Chloride 50 mg, Sodium
Sulfate 25 mg. Dosis : Umur 4 minggu : sehari
1 kali ½ kapsul, Umur 4-8 minggu : sehari 2
kali ½ kapsul, Umur 8 minggu lebih :
sehari 2 kali 1 kapsul, Obat diminumkan
4-5 hari secara berturut- turut Waktu Henti 3
hari sebelum unggas di sembelih.
B.Doxerin+
Komposisi : Doxycycline Hydrochloride 10%,
Erythromycine thiocyanate 20%. Dosis : 1
gram/ 2 liter air minum (kebutuhan air minum
per hari) setara 100 mg Doxerin plus/kg BB
selama 3-5 hari berturut-turut. Waktu Henti : 5
hari sebelum ternak dipotong.
C.Tycotil
Komposisi : Tylosin tartrate dan Colistin
sulfate.Dosis : 0,1 gram per kg berat badan
atau 1 gram per 2 liter air minum, diberikan
sampai 3-5 hari berturut-turut. Waktu Henti : 5
hari sebelum unggas dipotong.

(Bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Tabel 7
Antibiotik yang Diberikan pada Ayam Broiler
Lokasi Desa Nama Antibiotik
Desa Rantau Panjang A. Tetrachlor
(Ternak 02) Komposisi : Tetracycline HCL 50 mg,
Erythromycin 10 mg, Vitamin B1 1 mg,
Vitamin B2 2 mg, Vitamin B6 1 mg,
Vitamin B12 3 mg, Vitamin C 10
mg,Potassium Chloride 50 mg, Sodium
Sulfate 25 mg. Dosis : Umur 4 minggu : sehari
1 kali ½ kapsul, Umur 4-8 minggu : sehari 2
kali ½ kapsul, Umur 8 minggu lebih :
sehari 2 kali 1 kapsul, Obat diminumkan
4-5 hari secara berturut- turut Waktu Henti 3
hari sebelum unggas di sembelih.
B. Doxerin+
Komposisi : Doxycycline Hydrochloride 10%,
Erythromycine thiocyanate 20%. Dosis : 1
gram/ 2 liter air minum (kebutuhan air minum
per hari) setara 100 mg Doxerin plus/kg BB
selama 3-5 hari berturut-turut. Waktu Henti : 5
hari sebelum ternak dipotong.
C. Tycotil
Komposisi : Tylosin tartrate dan Colistin
sulfate.Dosis : 0,1 gram per kg berat badan
atau 1 gram per 2 liter air minum, diberikan
sampai 3-5 hari berturut-turut. Waktu Henti : 5
hari sebelum unggas dipotong.
Desa Suka Maju (Ternak A. Doxerin+
03) Komposisi : Doxycycline Hydrochloride 10%,
Erythromycine thiocyanate 20%. Dosis : 1
gram/ 2 liter air minum (kebutuhan air minum
per hari) setara 100 mg Doxerin plus/kg BB
selama 3-5 hari berturut-turut. Waktu Henti : 5
hari sebelum ternak dipotong.
B. Tycotil
Komposisi : Tylosin tartrate dan Colistin
sulfate.Dosis : 0,1 gram per kg berat badan
atau 1 gram per 2 liter air minum, diberikan
sampai 3-5 hari berturut-turut. Waktu Henti : 5
hari sebelum unggas dipotong.
Cara pemberian antibiotik pada ayam yang terdapat pada peternakan ayam

di Desa Rantau Panjang dan Desa Suka Maju, dilihat dari hasil wawancara ke

peternak tersebut disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Tabel 8
Frekuensi (Rentan Waktu), Dosis dan Waktu Henti Pemberian Antibiotik
Pemberian Desa Rantau Desa Rantau Desa Suka Standar
Antibiotik Panjang Panjang Maju penggunaan
(Ternak 01) (Ternak 02) (Ternak 03) antibiotik
Frekuensi 3 kali sehari 2 kali sehari 2 kali sehari 2 kali sehari

Dosis 6 gram / 10 5 gram / 10 5 gram /10 1 gram/ 2 liter


liter air liter air liter air air minum
minum minum minum (kebutuhan air
minum per
hari)
Waktu 2 hari 2 hari 3 hari 5 hari sebelum
henti sebelum sebelum sebelum ternak
masa panen masa panen masa panen dipotong
Antibiotik Negatif Negatif Negatif 0,1 ppm
di paha (diameter zona
hambat <13
mm)
Antibiotik Positif Negatif Negatif 0,1 ppm
di hati mengandung (diameter zona
antibiotik hambat <13
golongan mm)
makrolida
Berdasarkan tabel 8. Dapat dilihat bahwa peternakan ayam di Desa Rantau

Panjang (Ternak 01) diketahui memberikan obat antibiotik dengan pola

pemberian yaitu 3 kali sehari, pelarutan antibiotik ke-1 untuk dikonsumsi pagi

sampai siang hari (pukul 07.00 - 11.00) pelarutan antibiotik ke-2 untuk

dikonsumsi sore hari (pukul 15.00 – 17.00 ) dan pelarutan antibiotik ke-3 untuk

dikonsumsi malam hari (pukul 22.00 – 00.00 ), Desa Rantau Panjang (Ternak 02)

dan Desa Suka Maju (Ternak 03) diketahui memberikan obat antibiotik dengan

pola pemberian yang sama yaitu 2 kali sehari, pelarutan antibiotik ke-1 untuk

dikonsumsi pagi sampai siang hari (pukul 07.00 – 12.00) dan pelarutan antibiotik

ke-2 untuk dikonsumsi siang sampai sore hari (pukul 12.00 – 18.00). Hal ini dapat

berpengaruh pada pertambahan bobot, sehingga pada saat proses pemberian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

antibiotik perlu diperhatikan dan di kontrol secara ketat antara perkembangan

kondisi kesehatan ayam, konsumsi pakan dan pertambahan bobotnya.

Kekurangan pakan akan mengerem laju pertumbuhan sehingga bobot jual

dicapai lebih lama. Pemilihan pakan yang berkualitas tentunya akan

meningkatkan keuntungan peternak karena biaya pakan akan semakin efisien

sebagai dampak konversi pakan yang baik, waktu yang lebih singkat karena

pertumbuhan ayam yang cepat, dan sehat karena mendapatkan nutrisi yang

seimbang.Setiap kali menyusun pakan harus memperhatikan tiga faktor utama

yang akan mempengaruhi pemilihan bahan baku dalam rangka menjaga kualitas

dan kuantitas pakan tersebut. Ketiga hal tersebut adalah harga bahan baku pakan,

ketersediaan bahan baku pakan di daerah peternakan setempat, dan kandungan

nutrien bahan baku pakan serta kebutuhan nutrisi ayam broiler (Tamaluddin,

2014).

Pemberian antibiotik pada peternakan di Desa Rantau Panjang 2 hari

sampai menjelang ternak dipotong, sedangkan di Desa Suka Maju 3 hari sebelum

masa panen. Dosis dalam pemberian antibiotik peternakan yang berada di Desa

Rantau Panjang (Ternak 01) yaitu Dosis dalam pemberian antibiotik pada ayam

tidak mematuhi batas pemberian antibiotik, antibiotik diberikan dengan dosis 6

gram / 10 liter air minum, Desa Rantau Panjang (Ternak 02) dan Desa Suka Maju

(Ternak 03) diketahui memberikan dosis yang sama yaitu Dosis dalam pemberian

antibiotik pada ayam mematuhi batas pemberian antibiotik, dengan dosis 5 gram /

10 liter air minum. Jangan menggunakan antibiotik untuk pencegahan bila di

dalam ransum atau campuran vitamin-mineral yang biasa anda gunakan terdapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

antibiotik. Antibiotik harus diberikan dengan dosis yang tepat supaya dapat

bekerja dengan efektif dan dapat mengurangi perkembangan bakteri yang resisten.

Tindakan Pemilik dan Peternak

Tindakan pemilik dan peternak yaitu kemampuan dalam hal pemahaman

terhadap penggunaan antibiotik pada ayam broiler. Distribusi tindakan responden

dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 9
Distribusi Tindakan Pemilik dan Pekerja Terhadap Penggunaan Antibiotik Pada
Daging Ayam Broiler di Peternakan Ayam Kecamatan Tambusai
Tindakan Responden Jumlah (orang) Persentase (%)
Adakah pemberian antibiotik adalam
peternakan ayam?
ada 8 100
tidak 0 0
Cara pemberian antibiotik?
dicampurkan pada minum 8 100
disuntikkan 0 0
tidak tahu 0 0
Suntikkan antibiotik diberikan pada
bagian apa ?
dada 0 0
paha 6 75
tidak tahu 2 25
Jika dicampurkan pada minum,
kapan waktu pemberiannya?
setiap 2-3 kali dalam sehari 8 100
saat ayam terkena penyakit 0 0
pernafasan
tidak tahu 0 0
Setiap ayam apakah berbeda daerah
suntikannya?
iya 0 0
tidak 8 100
Pernahkah saudara mendapatkan
penyuluhan sebelumnya ?
iya 2 25
tidak 6 75

(Bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Tabel 9
Distribusi Tindakan Pemilik dan Pekerja Terhadap Penggunaan Antibiotik Pada
Daging Ayam Broiler di Peternakan Ayam Kecamatan Tambusai
Tindakan Responden Jumlah (orang) Persentase (%)
Adakah dampak buruk setelah
diberikan antibiotik ?
ada 0 0
tidak 8 100
Manfaatnya penggunaan antibiotik ?
bobot ayam cepat bertambah 7 87,5
tidak terkena penyakit 1 12,5
pernafasan
tidak tahu 0 0
Berapa dosis yang diberikan ?
tidak sesuai petunjuk yang 2 25
terdapat pada kemasan
sesuai petunjuk yang terdapat 4 50
pada kemasan
tidak tahu 2 25
Pengalaman beternak ayam broiler ?
1-5 tahun 7 87,5
>5 tahun 1 12,5

Berdasarkan tabel 9. Diketahui bahwatindakan pemilik dan pekerja

mengenai penggunaan antibiotik kurang baik, karena dari hasil; kuesioner pemilik

dan peternak menggunakan antibiotik tidak mematuhi waktu henti penggunaan

antibiotik. Hal ini dapat dilihat dari salah satu pertanyaan seperti pertama kali

pemberian antibiotik75% responden menjawab 1 hari setelah bibit ayam masuk,

selain itu dapat dilihat tentang manfaat dari penggunaan antibiotik 87,5%

responden menjawab untuk meningkatkan berat badan ayam. Tindakan responden

juga dapat dilihat dari waktu henti pemberian antibiotik yaitu 75 % responden

menjawab 2 hari sebelum masa panen.

Hasil Pemeriksaan Residu Antibiotik pada Daging Ayam Broiler

Pemeriksaan residu antibiotik golongan tetrasiklin, makrolida,

aminoglikosida, dan penisilin pada 6 sampel yaitu 3 daging ayamdan 3 hati ayam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

yang ada pada peternakan ayam di Kecamatan Tambusai. Sampel diambil pada

saat ayam berumur 28 hari dengan waktu henti pemberian antibiotik 2 hari

sebelum masa panen, dan 3 hari sebelum masa panen. Pemeriksaan dilakukan

dengan metode uji tapis (screening test) secara bioassay. Sampel tersebut dibawa

ke Laboratorium Balai Veteriner Medan untuk dilakukan pemeriksaan untuk

mengidentifikasi residu antibiotik pada daging ayam. Hasil pemeriksaan residu

antibiotik Golongan Tetrasiklin, Makrolida, Aminoglikosida, dan Penisilin pada

daging dan hati ayam dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 10
Hasil Pemeriksaan Residu Antibiotik Golongan Penisilin, Tetrasiklin,
Aminoglikosida, dan Makrolida pada Daging dan Hati Ayam Broiler
Residu Antibiotik
Kode Gol. Gol. Gol. Gol. Makrolida
Sampel Penisilin Tetrasiklin Aminoglikosida
Paha 01 Negatif Negatif Negatif Negatif
Paha 02 Negatif Negatif Negatif Negatif
Paha 03 Negatif Negatif Negatif Negatif
Hati 01 Negatif Negatif Negatif Positif
Hati 02 Negatif Negatif Negatif Negatif
Hati 03 Negatif Negatif Negatif Negatif
Berdasarkan tabel 10. dapat dilihat bahwa hasil uji residu antibiotik

golongan penisilin, tetrasiklin, aminoglikosida, dan makrolida pada 6 sampel

daging dan hati ayam broileryang diambil dari 3 peternakan di Desa Rantau

Panjang dan Desa Suka Maju, terdapat 5 sampel yang tidak terdeteksi

mengandung residu antibiotik. Hanya 1 sampel dengan kode hati 01 yang positif

mengandung residu antibiotik golongan makrolida dengan diameter zona

hambat14,5 mm,artinya diameter zona hambat yang terbentuk melebihi batas

maksimum residu yang ditetapkan SNI 01- 6366- 2000 yaitu maksimum 0,1 ppm

(diameter zona hambat <13 mm) sehingga hati tidak layak untuk di konsumsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Pembahasan

Cara Pemberian Antibiotik Pada Ayam Ras Broiler

Pola pemberian antibiotik pada peternakan ayam di Desa Rantau Panjang

(Ternak 01) diketahui memberikan obat antibiotik dengan pola pemberian yaitu 3

kali sehari, pelarutan antibiotik ke-1 untuk dikonsumsi pagi sampai siang hari

(pukul 07.00 - 11.00) pelarutan antibiotik ke-2 untuk dikonsumsi sore hari (pukul

15.00 – 17.00 ) dan pelarutan antibiotik ke-3 untuk dikonsumsi malam hari (pukul

22.00 – 00.00 ), Desa Rantau Panjang (Ternak 02) dan Desa Suka Maju (Ternak

03) diketahui memberikan obat antibiotik dengan pola pemberian yang sama yaitu

2 kali sehari, pelarutan antibiotik ke-1 untuk dikonsumsi pagi sampai siang hari

(pukul 07.00 – 12.00) dan pelarutan antibiotik ke-2 untuk dikonsumsi siang

sampai sore hari (pukul 12.00 – 18.00). Hal ini dapat berpengaruh pada

pertambahan bobot, sehingga pada saat proses pemberian antibiotik perlu

diperhatikan dan di kontrol secara ketat antara perkembangan kondisi kesehatan

ayam, konsumsi pakan dan pertambahan bobotnya.

Dosis dalam pemberian antibiotik peternakan yang berada di Desa Rantau

Panjang (Ternak 01) yaitu Dosis dalam pemberian antibiotik pada ayam tidak

mematuhi batas pemberian antibiotik, antibiotik diberikan dengan dosis 6 gram /

10 liter air minum, Desa Rantau Panjang (Ternak 02) dan Desa Suka Maju

(Ternak 03) diketahui memberikan dosis yang sama yaitu Dosis dalam pemberian

antibiotik pada ayam mematuhi batas pemberian antibiotik, dengan dosis 5 gram /

10 liter air minum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Cara pemberian antibiotik bias dilakukan melalui oral maupun suntikan

(subkutan atau intramuskuler). Hanya saja jika diberikan melalui oral sebaiknya

memperhatikan kandungan logam Ca2+, Mg2+, dan Al3+ karena dapat

menurunkan daya serap saat berada di usus. Feed supplement yang mengandung

mineral sebaiknya diberikan pada waktu yang berbeda dengan pemberian

antibiotik, misalnya pemberian antibiotik pada pagi hari hingga sore hari dan

supplement pada malam hari atau setelah pengobatan berakhir.

Pada unggas (ayam, kalkun), untuk pencegahan CRD tetrasiklin diberikan

dengan dosis 100-200 mg/gallon air minum, sedangkan untuk pengobatan CRD

dan air sacculitis, hexamitiasis dan bleucomb, sinusitis, dan sinivovitis, tetrasiklin

diberikan dengan dosis 200-400 mg/gallon air minum (subronto, 2001). Dibidang

peternakan, selain untuk tujuan terapetik, antibiotik juga dipakai sebagai imbuhan

pakan untuk merangsang pertumbuhan pada ternak (Bahri, 2008).

Beberapa antibiotik ditambahkan pada pakan unggas dengan level rendah

secara terus – menerus untuk memperbaiki pertumbuhan dan konversi pakan. Di

beberapa negara, hal ini tidak diperbolehkan, karena hubungannya dengan

perkembangan bakteri yang resisten. Di beberapa negara lain, pelarangan

pemberian antibiotik hanya terbatas pada jenis antibiotik tertentu, misalnya

avoparcin, vancomycin, spiramycin, tylosin, virginiamycin, dan chinoxalis.

Hingga kini masih ada beberapa antibiotik yang diizinkan penggunaannya dalam

pakan ternak (Mulyantini, 2011).

Beberapa contoh antibiotika yang dapat dipakai untuk mengatasi penyakit

pada ayam broiler diantaranya adalah salynomycin, Sulfonamida, Tetracycline,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Nitrofuran, Quinolon, Aminocilycoside, Betalactam, Macrolide, dan

Cloramphenicol. Pemberian obat secara umum dapat dilakukan melalui tiga cara,

yaitu melalui air minum, melalui pakan, dan melalui suntikan (Fadilah, 2007).

Pada hasil penelitian pada kuesioner diketahui pemberian antibiotic pada ayam

diberikan dengan cara dicampurkan pada air minum.

Karakteristik Responden

Hasil analisis data menunjukkan bahwa karakteristik responden peternak

yaitu sebagian besar berada pada umur responden terbanyak yaitu pada usia 31-

35 tahun sebanyak 3 orang (37,5%). Untuk tingkat pendidikan dari 8 responden

diperoleh bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SMA yaitu

sebanyak 5 orang (62,5%). Dan untuk jenis kelamin, dari 8 responden diperoleh

bahwa jenis kelamin responden terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 5 orang

(62,5%).

Tindakan Pemilik dan Pekerja Di Peternakan Ayam Broiler Terhadap

Penggunaan Antibiotik di Kecamatan Tambusai Tahun 2018

Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang

dilakukan oleh peneliti dengan 3 orang pemilik dan 5 orang pekerja peternakan

ayam broiler di Kecamatan Tambusai diketahui bahwa tindakan responden

mengenai penggunaan antibiotik memiliki tindakan yang kurang baik terhadap

penggunaan antibiotik sebanyak 5 orang (62,5%).

Hasil penelitian ini diketahui bahwa tindakan responden tentang

penggunaan antibiotik yang kurang baik, karena responden memberikan antibiotik

tidak sesuai dengan kebutuhan ayam yaitu pada saat ayam mulai terkena penyakit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

pernafasan, tapi responden memberikan antibiotik ini juga untuk meningkatkan

bobot ayam dengan cepat sehingga memiliki waktu panen yang singkat yaitu 28

hari. Responden juga tidak mematuhi waktu henti penggunaan antibiotik sehingga

menyebabkan tertinggalnya residu pada daging ayam, responden juga tidak

pernah mendapat penyuluhan tentang penggunaan antibiotik.

Dampak yang ditimbulkan jika banyak konsumen yang mengkonsumsi

daging ayam broiler responden tidak mengetahuinya karena kurangnya informasi

tentang hal itu, responden hanya memikirkan bagaimana menaikkan bobot ayam

dengan cepat dengan waktu panen yang singkat dan dengan biaya yang relatif

murah.

Keberadaan Residu Antibiotik pada Daging Ayam Broiler

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa berdasarkan hasil uji

laboratorium yang dilakukan untuk menganalisis keberadaan residu antibiotik

pada daging dan hati ayam yang ada di 3 peternakan ayam yang berada di Desa

Rantau Panjang dan Desa Suka Maju didapatkan hasil bahwa dari 6 sampel

penelitian pada daging ayam dan hati ayam, 5 dari sampel tersebut tidak

terdeteksi mengandung residu antibiotik golongan tetrasiklin, penisilin,

aminoglikosida, dan makrolida. Tidak terdapat residu antibiotik pada ayam

broiler disebabkan oleh farmakokinetika obat yaitu perjalanan obat mulai sejak

diminum hingga keluar melalui organ ekskresi.

Sejalan dengan penelitian Martaleni 2007 mengatakan tidak ditemukannya

residu antibiotik pada karkas, organ dan kaki ayam pedaging, dimungkinkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

karena fase farmakokinetika yaitu absorpsi, transpor, biotransformasi, distribusi

dan ekskresi.

a. Absorpsi

Antibiotika yang diberikan secara oral masuk ke dalam lambung,

kemudian di usus hancur menjadi molekul kecil dan menembus dinding usus

halus. Penyerapan obat dari usus ke sirkulasi darah melalui filtrasi, difusi atau

transfor aktif, kecepatan resorpsi tergantung pada pemberian, cara pemberian

dan sifat fisikokimiawi obat. Disini kecepatan larut partikel obat (dissolution

rate) mempunyai peranan yang penting, semakin halus obat semakin cepat

larut dan resorpsi obat. Contohnya sulfonamida dan khloramfenikol

(Mutchler, 1999 dan Phillips et al., 2004) .

b. Transpor

Agar transpor obat ke target sasaran tercapai dalam organ tubuh, zat aktif

diolah menjadi suatu bentuk pemberian. Bentuk utama transpor yaitu, secara

lokal (intranasal, intraokuler, intra vaginal, intrapulmonal dan kulit) dan

sistemis (oral, sublingual, injeksi, inplantasi subkutan dan rektal). Molekul zat

kimia melintasi membran semipermeabel berdasarkan adanya perbedaan

konsentrasi seperti, melintasi dinding pembuluh ke ruang antar jaringan

(interstitium) (Adam, 2002). Mekanisme transpor terbagi dua secara pasif dan

aktif, transpor pasif tidak memerlukan energi dan menggunakan cara filtrasi

melalui pori-pori kecil dari 38membran dan difusi zat larut dalam lapisan

lemak dari membran sel. Sedangkan transfor aktif memerlukan energi, tidak

tergantung konsentrasi obat dan dilakukan dengan mengikat zat hidrofil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

(makromolekul dan ion) pada suatu protein pengangkut spesifik yang berada di

membran sel (carrier), setelah membran dilintasi obat dibebaskan kembali

(Tjay dan Raharja, 2005).

c. Biotransformasi

Tubuh akan berupaya merombak obat yang masuk menjadi metabolit

yang tidak aktif dan bersifat lebih hidrofil agar memudahkan proses ekskresi di

ginjal. Di dalam hati metabolit yang tidak aktif lagi mengalami proses

detoksifikasi atau bioinaktivasi (first pass effect). Reaksi transformasi di dalam

hati dilakukan oleh enzim mikrosomal dengan reaksi biokimia yakni, reaksi

oksidasi oleh enzim oksidatif cytochrom P 450 dan reaksi reduksi. Kecepatan

biotransformasi bertambah bila konsentrasi obat meningkat, fungsi hati, umur,

faktor genetis dan penggunaan obat lain (Focosi, 2003; Tjay dan Raharja,

2005).

d. Distribusi

Melalui peredaran darah secara merata ke seluruh tubuh (kapiler dan

cairan ekstra sel) diangkut ke dalam sel (cairan intra sel) organ atau otot

sasaran. Distribusi obat juga dapat terjadi tidak merata akibat gangguan

(rintangan) darah ke otak (cerebro spinal barrier), terikatnya obat pada protein

darah atau jaringan lemak. Antibiotika seperti penisilin, khloramfenikol dan

tetrasiklin dapat melintasi rintangan ini dengan dosis besar, bila diberikan

injeksi intra vena. Sebagian obat di dalam darah diikat secara reversibel pada

protein plasma. Zat bersifat asam terikat pada albumin, zat basa mengikat diri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

pada glikoprotein asam seperti globulin contoh, doksisiklin (Phillips et al.,

2004).

e. Eskresi

Organ tubuh yang paling berperan dalam proses eliminasi obat adalah

ginjal, obat dikeluarkan dalam bentuk yang tidak berubah (parent drug) atau

dalam bentuk metabolit (setelah mengalami biotransformasi) dan kebiasaannya

berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan utuh seperti,

penisilin dan terasiklin. Obat yang diekskresi secara aktif tidak terpengaruh

oleh pengikatan, seperti benzilpenisilin persentase pengikatan sampai 50%

hampir diekskresi seluruhnya dengan cepat. Selain itu obat dapat dieliminasi

melalui sistem empedu masuk ke dalam usus kecil dan dieliminasi melalui

feces. Eliminasi melalui jalur ini, obat atau metabolitnya masih dapat

mengalami resorpsi (memasuki siklus enterohepatik) (Prescott dan Baggot,

1997)

Hanya terdapat 1 sampel hati ayam broiler peternakan Desa Rantau

Panjang yang positif mengandung residu antibiotik golongan makrolida dengan

diameter zona hambat 14,5 mm, artinya diameter zona hambat yang terbentuk

melebihi batas maksimum residu yang ditetapkan SNI 01- 6366- 2000 yaitu

maksimum 0,1 ppm (diameter zona hambat <13 mm) sehingga hati tidak layak

untuk di konsumsi. Pemeriksaan dalam penelitian ini menggunakan metode

bioassay. Hati ayam yang mengandung antibiotik makrolida dibuktikan dengan

terbentuknya zona hambatan pertumbuhan bakteri Kocuria rizophila

(Micrococcus luteus) pada media agar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

Terdapatnya antibiotik golongan makrolida dalam sampel hati ayam

tersebut disebabkan karena peternak ayam tidak mematuhi waktu henti

penggunaan antibiotik yaitu 5 hari sebelum masa panen, sehingga antibiotik masih

terakumulasi di dalam daging ayam tersebut.

Residu antibiotik dalam makanan dan minuman kemungkinan merupakan

salah satu penyebab resistensi kuman terhadap antibiotik sebagai bahan

pengobatan dan tambahan pakan ternak saat ini masih banyak dilakukan. Adanya

residu dalam daging ayam disebabkan ayam tersebut telah dipotong sebelum

dicapai waktu henti (withdrawal time) yakni lima hari. Sedangkan tempat

pemotongan ayam saat memasuki bulan ramadhan menerima banyak pesanan

ayam potong sehingga peternak memaksimalkan pendistribusian ayam dari

peternakan. Dikarenakan kebutuhan ayam dalam jumlah banyak di waktu yang

singkat, maka peternak tidak memperhatikan peraturan penghentian pemberian

obat atau pakan dengan tambahan antibiotika tetrasiklin. Kadar residu obat yang

melewati batas maksimum tersebut akan menyebabkan produk pangan tidak aman

dikonsumsi karena dapat mengakibatkan reaksi alergis, keracunan, ataupun

resistensi mikroba tertentu (Suryani, 2009).

Pemakaian antibiotik perlu memperhatikan waktu henti obat, setelah

waktu henti obat dapat dilewati diharapkan residu tidak ditemukan lagi atau telah

berada dibawah batas maksimum residu (BMR) sehingga produk ternak aman

dikonsumsi. Menurut Komisi Obat hewan Departemen Pertanian, pemerintah

memperbolehkan penggunaan antibiotik pada ternak dengan ketentuan, antibiotik

yang digunakan pada manusia tidak boleh digunakan pada ternak, antibiotik yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

digunakan harus aman bagi manusia, hewan, lingkungan, memiliki efikasi yang

bagus dan bermutu baik, khususnya untuk mencegah resistensi bakteri pada

manusia.

Tuntutan konsumen terhadap pangan asal hewan yang sehat, aman dan

terbebas dari residu antibiotik semakin meningkat. Upaya yang dilakukan untuk

menghilangkan residu antibiotik antara lain penggunaan alternatif pengganti

antibiotik seperti, probiotik dan prebiotik, imunomodulator, asam-asam organik,

minyak esensial, herbal dan enzim.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menekan bahaya potensial

yang diakibatkan residu pada manusia adalah dengan melakukan pemasakan

jaringan hewan apabila hendak dikonsumsi. Hal ini akan menurunkan konsentrasi

dari beberapa mikroba antara lain penisilin dan tetrasiklin. Beberapa antibiotik

seperti kloramfenikol dan streptomisin bersifat lebih stabil terhadap panas

(Crawford dan Franco, 1994).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Karakteristik responden peternak sebagian besar berada pada usia 31-35

tahun sebanyak 3 orang (37,5%), tingkat pendidikan responden terbanyak

adalah SMA yaitu sebanyak 5 orang (62,5%), dan untuk jenis kelamin

responden terbanyak adalah laki-laki sebanyak 5 orang (62,5%).

2. Hasil pemeriksaan 6 sampel penelitian pada daging ayam dan hati ayam, 5

dari sampel tersebut tidak terdeteksi mengandung residu antibiotik

golongan tetrasiklin, penisilin, aminoglikosida, dan makrolida. Hanya

terdapat 1 sampel hati ayam broiler peternakan Desa Rantau Panjang yang

positif mengandung residu antibiotik golongan makrolida dengan diameter

zona hambat 14,5 mm, artinya diameter zona hambat yang terbentuk

melebihi batas maksimum residu yang ditetapkan SNI 01- 6366- 2000 yaitu

maksimum 0,1 ppm (diameter zona hambat <13 mm) sehingga hati tidak

layak untuk di konsumsi.

3. Tingkat pengetahuan responden tentang penggunaan antibiotik pada ayam

broiler berada pada kategori kurang baik yaitu 5 orang (62,5%).

Saran

1. Sebaiknya peternak lebih meningkatkan pengetahuan, tentang penggunaan

antibiotik, dan bagaimana cara penggunaannya yang benar/tepat dalam

pemberiannya kepada ayam broiler yang ada di peternakan dan waktu

henti pemberian antibiotik sebelum panen yaitu 5 hari sebelum ayam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

dipanen. Sehingga agar tidak ada lagi residu yang tertinggal pada daging

ayam yang akan di konsumsi.

2. Penelitian selanjutnya juga dapat dilakukan pada pangan asal hewan lainnya

seperti telur, susu, dan lain-lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Daftar Pustaka

Anjarsari, B. (2010). Pangan hewani fisiologis pasca mortem dan teknologi.


Bandung: Graha Ilmu.
Anggitasari, S, dkk. (2016). Pengaruh beberapa jenis pakan komersial terhadap
kinerja produksi kuantitatif dan kualitatif ayam pedaging. Buletin
Peternakan,40 (3), 187-196. Oktober 2016, ISSN-0126-4400.
Badan Standarisasi Nasional. (2000). Batas maksimum cemaran mikroba dan
batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan. Jakarta:
Anonim.
Badan Standarisasi Nasional. (2008).Metode uji tapis (screening test) residu
antibiotika pada daging, telur dan susu secara bioassay. Jakarta: Anonim.
Badan Standarisasi Nasional. (2010). Ayam Broiler. Jakarta: Anonim.
Blackall, Pat J. & E, V Soriano. (2003). Infectious coryza and related bacterial
infection. in: Disease of Poultry.Saif, Y.M. (Edisi ke-11). Chapter 20:
789. Iowa: Iowa State Press.
Castellari M & Reguiero, J. A. G. (2003), HPLC determination of tetracycline in
lambmuscle using an RP-C18 monolithic type column. Chromatographia
(58), 789-792.
Dewi, A. N., & Dharma. (1997). Survei residu obat perparat sulfa pada daging
dan telur ayam di bali. Buletin Veteriner 10 (51) ; 9-14.
D.H Ley & S.H Kleven. (2003). Mycoplasmosis. in: Disease of Poultry. Saif,
Y.M. (Edisi ke - 11). Chapter 21: p 811. Iowa: Iowa State Press.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian,
(2017). Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta: Anonim.
Direktorat Jenderal Peternakan, (2000). Pedoman budidaya sapi potong yang baik
(Good Farming Practices). Jakarta : Anonim.
Direktorat Jenderal Peternakan, (2006). Mengatasi keresahan masyarakat dengan
beredarnya daging tidak asuh menjelang hari raya idul fitri 1428 H.
Makalah Disampaikan pada Rapim Departemen Pertanian, Oktober 2007.
Fadilah, R., A., S.A., & E. Parwanto. (2007). Sukses Beternak Ayam Broiler.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Faizah, E. (2011). Survei kandungan oksitetrasiklin pada daging ayam ras broiler
yang dijual di pasar tradisional dan pasar modern di Kota Semarang.
(Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro,
Semarang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Fathul, F.S, T.L., & Purwaningsih N. (2013). Pengetahuan pakan dan formulasi
ransum. Bandar Lampung : Universitas Lampung.
Glisson J.R, dkk. (2003). Fowl cholera. in: Disease of Poultry.Saif, Y.M. (Edisi
ke - 11). Iowa: Iowa State Press.
Indrati, R., & Gardjito, M. (2014). Pendidikan konsumsi pangan aspek
pengolahan dan keamanan. Jakarta: Kencana.
Infovet. (1994). Kronologi ketentuan penggunaan feed addictive di Indonesia.
Invofet. Jakarta : Anonim.
Kaleka, N. (2015). Beternak ayam kampung super ayam jawa super tanpa
bau.Yogyakarta: Arcitra.
Mulyantini, NGA. (2011). Produksi ternak unggas. Bogor: IPB Press.
Murtidjo, B.A. (2003). Pemotongan dan penanganan daging ayam. Yogyakarta :
Kanisius.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nugraheni, M. (2013). Pengetahuan bahan pangan hewani. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Oramahi, R., Yudhabuntara, D., & Budiharta. S. (2004). Kajian residu antibiotik
pada hati ayam di Kota Yogyakarta Hal 287-291 (Tesis). Sekolah
Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.2406/Menkes/Per/XII/2011.
Tentang pedoman umum penggunaan antibiotik. Jakarta: Anonim.
Rahayu, I. (2009). Prinsip pengobatan. Malang : Universitas Muhammadyah
Malang.
Saparianto, C. & Hidayati, D. (2006). Bahan tambahan pangan. Yogyakarta :
Kanisius.
Seto, S. (2001). Pangan dan gizi ilmu teknologi industri dan perdagangan
internasional. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Shobirin, W., & Nimas M.S., S. (2013). Studi kelayakan ternis dan finansial
dalam perancangan unit pengolahan feed additive ruminansia skala UKM
di kecamatan kandangan Kabupaten Kediri (Skripsi). Laporan Penelitian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
Subronto, & Tjahjati. (2001). Pedoman pengobatan pada hewan ternak. Bentang
Pustaka.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

Suryani, D. (2009). Validasi metode analisis residu antibiotic tetrasiklin dalam


daging ayam pedaging secara kromatografi cair kinerja tinggi. Bogor :
FMIPA-IPB.
Thahir, R., Munarso, S.J., & Usmiati, S. (2005). Review hasil-hasil penelitian
keamanan pangan produk peternakan. Prosiding Lokakarya Nasional
Keamanan Pangan Produk Peternakan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal: 18-26.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.
Wiradarya, T. R. (2005). Keamanan pangan produk peternakan ditinjau dari
aspek pascapanen: permasalahan dan solusi (ulasan). Prosiding lokakarya
Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Yuningsih. (2004), Keberadaan residu antibiotika dalam produk peternakan (susu
dan daging), Di Dalam: Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk
Peternakan. Bogor: Balai Penelitian Veteriner, 48-55.
Yuningsih. T.B., Murdiarti, & Juariah, S. (2004). Keberadaan residu antibiotika
tilosin (golongan makrolida) dalam daging ayam asal daerah Sukabumi,
Bogor, dan Tanggerang. Bogor: Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUISIONER PENELITIAN

ANALISIS KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK PADA AYAM RAS


BROILER SERTA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA
PETERNAK DI KECAMATAN TAMBUSAI
PROVINSI RIAU TAHUN 2018

Lampiran 1 : Daftar kuisioner penelitian

1. Nama Responden :
2. Umur :...............(tahun)
3. Jenis Kelamin :
4. Kecamatan :
5. Pendidikan Terakhir : 1. Tidak Tamat SD
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Perguruan Tinggi

6. Status Pekerjaan : 1. Peternak


2. Pegawai / karyawan
3. Pedagang
4. Wiraswasta
5. Pensiunan
6. Petani

A. Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik Tetrasiklin


1. Apakah saudara memberikan antibiotik dalam peternakan ayam?
a. ada
b. tidak
2. Cara pemberian antibiotik ?
a. dicampurkan pada minum
b. disuntikkan
c. tidak tahu
3. Suntikkan antibiotik diberikan pada bagian apa ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

a. dada
b. paha
c. tidak tahu
4. Jika dicampurkan pada minum, kapan waktu pemberiannya ?
a. setiap 2-3 kali dalam sehari
b. saat ayam terkena penyakit pernafasan
c. tidak tahu
5. Setiap ayam apakah berbeda daerah suntikkannya ?
a. iya
b. tidak
6. Pernahkah saudara mendapatkan penyuluhan sebelumnya ?
a. iya
b. tidak
7. Adakah dampak buruk setelah diberikan antibiotik ?
a. ada
b. tidak
8. Manfaatnya penggunaan antibiotik ?
a. bobot ayam cepat bertambah
b. tidak terkena penyakit pernafasan
c. tidak tahu
9. Berapa dosis yang diberikan ?
a. tidak sesuai petunjuk yang terdapat pada kemasan
b. sesuai petunjuk yang terdapat pada kemasan
c. tidak tahu
10. Pengalaman beternak ayam broiler ?
a. 1-5 tahun
b. >5 tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

Lampiran 4. Lembaran Hasil Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Kandang ternak ayam ras broiler

Gambar 2. Ayam ras broiler pada umur 12 hari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

Gambar 3. Wawancara dengan pemilik dan pekerja ternak ayam ras broiler

Gambar 4. Pengujian residu antibiotik pada sampel ayam ras broiler

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai