Anda di halaman 1dari 5

Buletin Veteriner Udayana Volume 12 No.

2: 150-154
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2020
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2020.v12.i02.p08
Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti
No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018

Uji Residu Antibiotika dalam Paru-Paru Sapi Bali dari Beberapa Pasar di
Provinsi Bali
(ANTIBIOTIC RESIDUAL TEST IN LUNGS OF BALI COWS FROM SOME MARKETS IN
BALI PROVINCE)

Maria Elysabet Pane1*, Siswanto2, I Wayan Sudira3


1
Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Udayana, Jln. PB. Sudirman Denpasar Bali;
2
Laboratorium Fisiologi Veteriner Fakultas Keokteran Hewan, Universitas Udayana
Jalan. PB Sudirman, Denpasar-Bali;
3
Laboratorium Farmakologi Veteriner Fakultas Keokteran Hewan, Universitas Udayana
Jalan. PB Sudirman, Denpasar-Bali.
*Email: alexyath33@gmail.com

Abstrak
Penggunaan antibiotika pada peternakan sapi yang tidak tepat misalnya dosis yang berlebihan, dan
tidak memperhatikan masa henti obat (withdrawal time) dapat menimbulkan residu antibiotika pada
daging dan juga organ dalam ternak. Waktu henti obat adalah kurun waktu dari saat pemberian obat
yang terakhir hingga ternak boleh dipotong atau produknya daging dan organ dalam dapat dikonsumsi.
Paru paru merupakan salah satu organ dalam yang terdistribusi antibiotika yang bila tidak
memperhatikan waktu henti obat sebelum pemotongan maka pada organ paru paru akan masih terdapat
zat aktif dari antibiotika tersebut sehingga menyebabkan adanya residu antibiotika. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui adanya residu antibiotika dalam paru paru sapi bali dari beberapa pasar di
provinsi Bali. Sampel paru sebanyak 30 diambil dari beberapa pasar di lima kabupaten yaitu Tabanan,
Gianyar, Buleleng, Jembrana dan Karangasem kemudian diuji menggunakan metode bioassay di Balai
Besar Veteriner Denpasar. Hasil pengujian tersebut menunjukkan dari 30 sampel paru paru tidak
mengandung residu antibiotika dari golongan penisilin, aminiglikosida, tetrasiklin dan makrolida.
Kata kunci: residu antibiotika; paru-paru; sapi bali; provinsi Bali.

Abstract
The use of antibiotics in inappropriate cattle ranches, for example, excessive doses, and no regard
for drug withdrawal can cause antibiotic residues in the flesh and also the organs in livestock. The
withdrawal time is the period from the last drug delivery to the livestock before the animal can be
slaughtered so the meat and internal organs can be consumed. The lung is one of the internal organs
distributed antibiotics that when not pay attention to the time of stopping the drug at the time of cutting
the lung organ will still contain active substances from these antibiotics that cause the presence of
antibiotic residues. This study aims to determine the presence of antibiotic residues in the lungs of bali
cattle from several markets in Bali province. 30 lung samples were taken from several markets in five
districts of Tabanan, Gianyar, Buleleng, Jembrana, and Karangasem and then tested using the bioassay
method at Balai Besar Veteriner Denpasar. The results showed that 30 lung samples did not contain
antibiotic residues of the penicillin, aminoglycoside, tetracycline, and macrolide groups.
Keywords: Residue antibiotics; pulmonary lung; bali cattle; Bali province.

PENDAHULUAN Pusat Statistik (2012) menunjukkan


konsumsi daging sapi dan jeroan
Ternak sapi potong di Indonesia, salah
masyarakat Indonesia sebesar 2,14
satunya adalah sapi merupakan salah satu
Kg/kapita/tahun. Adapun pasokan jeroan
sumber pangan yang sangat dibutuhkan
sapi yang dikonsumsi masyarakat mencapai
(Besung et al., 2019. Menurut data Badan

150
Buletin Veteriner Udayana Pane et al.

78.000 ton. Konsumsi daging sapi yang dan juga ekskresi dari antibiotika tersebut.
terus meningkat dan kebiasaan masyarakat Menurut Murtidjo (2007), pada umumnya
Indonesia yang gemar mengkonsumsi antibiotika bersifat mudah larut dalam
jeroan sapi membuat kebutuhan akan lemak dan dapat dengan mudah melewati
ternak sapi kian meningkat (Kussoy et al., membran-membran sel atau jaringan
2019). sehingga dengan cepat didistribusikan ke
Produksi ternak yang terus menerus ini seluruh jaringan tubuh, termasuk ke paru
harus diimbangi dengan pemeliharaan paru, hati dan ginjal. Pengeluaran
kesehatan ternak yang baik. Dalam antibiotika terjadi melalui proses
mempertahankan kesehatan sapi, beberapa biotransformasi dan ekskresi yang
peternak memberikan antibiotika baik berlangsung lama sehingga pada waktu
untuk pengobatan maupun pemotongan jika tidak memperhatikan
mempertahankan kesehatan. Antibiotika waktu henti obat yang benar dan tepat maka
adalah bahan alami atau semi sintetis yang antibiotika yang telah diberikan masih
memiliki daya kerja untuk membunuh tersisa dalam bentuk metabolit dan
(bakterisidal) atau menghambat menimbulkan residu pada produk asal
pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). hewan, salah satunya adalah organ paru-
Antibiotika yang sering digunakan dalam paru.
peternakan antara lain golongan penisilin Kesadaran akan bahaya residu
(prokain penisilin G dan kalium penisilin antibiotika dalam produk peternakan masih
G), golongan tetrasiklina (tetrasiklin, kurang mendapatkan perhatian, karena
oksitetrasiklin dan klortetrasiklin), pengaruhnya memang tidak terlihat secara
golongan aminoglikosida (gentamisin langsung akan tetapi akan membahayakan
sulfat, neomisin dan dihidrostreptomisin kesehatan manusia, apabila produk
sulfat) dan golongan makrolida peternakan yang mengandung residu
(eritromisin) (Phillips et al., 2004) dikonsumsi secara terus menerus setiap
Menurut Nugroho et al. (2002), hari. Dampak negatif dari pemakaian
pemantauan residu antibiotika di tiga antibiotika adalah reaksi alergi, toksisitas,
provinsi (Sumatera Barat, Riau dan Jambi) mempengaruhi flora usus, respon imun,
dari tahun 1998-2002 yaitu total positif resistensi terhadap mikroorganisme,
residu antibotika penilisin mencapai 0,18%, pengaruh terhadap lingkungan dan
tetrasiklin 1,84%, aminoglikosida 3,95% ekonomi.
dan sulphonamida 3,76%. Ini menunjukkan
tingginya penggunaan antibiotika yang METODE PENELITIAN
tidak tepat sehingga menyebabkan residu Sampel
antibiotika Paru-paru sapi bali sebanyak 30 sampel
Penggunaan antibiotika yang tidak tepat diperoleh dari masing-masing dua pasar
misalnya, dosis yang berlebihan, dan tidak tradisional di lima kabupaten di Bali yaitu
memperhatikan masa henti obat Tabanan, Gianyar, Buleleng, Jembrana dan
(withdrawal time) dapat menimbulkan Karangasem. Di setiap pasar diambil
residu antibiotika pada daging dan juga masing-masing tiga sampel dengan berat
organ dalam ternak (Maron et al., 2013; 100 gram.. Penentuan lokasi pengambilan
Chattopadhyay, 2014). Waktu henti obat sampel dilakukan secara acak.
adalah kurun waktu dari saat pemberian
obat yang terakhir hingga ternak boleh Pengujian residu antibiotika
dipotong atau produknya daging dan organ Sampel paru-paru ditimbang sebanyak
dalam dapat dikonsumsi. Waktu henti 10 gram, kemudian ditambahkan 20 ml
antibiotika tidak sama tergantung daripada dapar fosfat pH 7,0 dan disentrifugasi
jenis antibiotika, cara pemberiannya dan dengan kecepatan 3000 rpm selama 10
juga dipengaruhi oleh arbsorbsi, distribusi menit, selanjutnya diambil supernatannya.

151
Buletin Veteriner Udayana Volume 12 No. 2: 150-154
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2020
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2020.v12.i02.p08

Sementara itu kultur media agar disiapkan jangka sorong. Sampel dinyatakan positif
untuk masing-masing kelompok mengandung residu antibiotik apabila
antibiotika. Selanjutnya kertas cakram terbentuk zona bening (daerah hambatan)
steril diletakkan di atas permukaan kultur minimal 2 mm lebih besar dari diameter
media. Sampel diambil 75 μl lalu diteteskan kertas cakram. Golongan penisilin
pada kertas cakram. Larutan bakteri uji dinyatakan positif maka harus dilakukan uji
sesuai dengan jenis antibiotika yang akan ulang dengan menggunakan enzim
diuji di teteskan pada kertas cakram sebagai penisilinase sebagai peneguhan. Hasil
baku pembanding kontrol positif, dan negatif harus tidak membentuk zona
larutan dapar fosfat sebagai kontrol negatif. hambatan. Konsentrasi antibiotika yang
Setiap cawan petri berisi 5 kertas cakram, berada dalam sampel dapat ditentukan
yang terdiri dari 3 kertas cakram dari secara semi kuantitatif. Apabila zona
sampel paru paru yang berbeda, 1 kertas hambatan di sekitar kertas indikator
cakram untuk larutan baku pembanding semakin luas maka semakin tinggi
sebagai kontrol positif, dan 1 kertas untuk konsentrasi residu antibiotika dalam
larutan dapar fosfat sebagai kontrol negatif. sampel.
Biakan tersebut diinkubasikan ke dalam
inkubator dengan suhu yang berbeda untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
setiap antibiotika (grup tetrasiklin suhu Hasil pengujian dari kandungan residu
inkubator 30 ºC, grup makrolida dan antibiotika golongan penisilin, makrolida,
aminoglikosida 36 ºC, dan grup penisilin 55 aminoglikosida, dan tetrasiklin pada paru-
ºC) selama 18 sampai 24 jam. paru sapi bali yang berasal dari beberapa
Analisis data pasar tradisional di lima kabupaten/kota
Diameter daerah hambatan yang Provinsi Bali sebanyak 30 sampel dengan
terbentuk di sekeliling kertas cakram masing masing enam sampel setiap
diamati dan diukur dengan menggunakan kabupaten dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil residu antibiotika pada paru-paru sapi bali di provinsi Bali
Jenis Antibiotika
Kabupaten Jumlah
No Penisilin Tetrasiklin Aminoglikosida Makrolida
1 Gianyar 6 Negatif Negatif Negatif Negatif
2 Tabanan 6 Negatif Negatif Negatif Negatif
3 Buleleng 6 Negatif Negatif Negatif Negatif
4 Jembrana 6 Negatif Negatif Negatif Negatif
5 Karangasem 6 Negatif Negatif Negatif Negatif

Berdasarkan pengamatan yang sudah memperhatikan masa henti obat dan


dilakukan pada 5 lokasi pengambilan dosis yang tepat (Donkor et al., 2011).
sampel menunjukkan bahwa 100% paru- Hasil tersebut juga dapat terjadi karena
paru negatif atau tidak mengandung residu penggunaan antibiotika sebagai imbuhan
antibiotika. Hal ini dibuktikan dengan tidak pakan tidak digunakan pada peternakan
terbentuknya zona hambatan pertumbuhan sapi bali di provinsi Bali. Tidak seperti
bakteri pada media agar masing masing peternakan ayam yang masih menggunakan
antibiotika. Tidak ditemukannya residu antibiotika sebagai growth promotor yang
antibiotika dari golongan penisilin, ditambahkan pada imbuhan pakan karena
aminoglikosida, tetrasiklin, dan makrolida jika dilakukan terus menerus dapat
pada seluruh sampel yang diuji dapat memperbesar hasil residu antibiotika.
disebabkan oleh karena pemahaman Hasil tersebut juga dapat terjadi karena
peternak dalam penggunaan antibiotika penggunaan antibiotika sebagai imbuhan

152
Buletin Veteriner Udayana Pane et al.

pakan tidak digunakan pada peternakan residu antibiotik golongan makrolida pada
sapi bali di Provinsi Bali. Menurut sampel daging sapi sebanyak 4 sampel atau
Masrianto (2013), gambaran ini 7.27% (4/55) dan tidak ditemukan
menunjukkan beragamnya penggunaan keberadaan residu antibiotik golongan
antibiotik di setiap daerah. Dilapangan, apapun pada sampel daging ayam.
penggunaan antibiotik lebih sering Perbedaan dari hasil tersebut dapat
digunakan pada peternakan-peternakan dipengaruhi dari penggunaan dosis
ayam, dan sapi perah. Dalam peternakan antibiotika yang tidak tepat dan tidak
ayam digunakannya antibiotik ditujukan memperhatikan waktu henti obat.
untuk preventif infeksi bakteri dan Secara umum dampak negatif residu
sekaligus sebagai perangsang pertambahan antibiotika pada produk hewan adalah
berat badan. Sedangkan di peternakan sapi dampak kesehatan (bahaya toksikologik,
perah antibiotik sering digunakan untuk mikrobiologik dan imunopatologi) dan
anti mastitisJika pakan yang dicampur dampak ekonomi. Bahaya toksikologik
antibiotika secara terus menerus, maka diantaranya adalah mutagenik (terjadinya
residu antibiotika tersebut akan perubahan genetik), teratogenik (terjadinya
terakumulasi di dalam jaringan dengan cacat lahir), karsinogenik (pemicu kanker),
konsentrasi yang bervariasi antara organ bahaya mikrobiologis (resistensi
tubuh (Bahri et al., 2005) dan akan pengobatan antibiotika dan gangguan
memperbesar kemungkinan terjadinya pertumbuhan flora normal usus) dan
residu dan juga karena farmakokinetika bahaya imunopatologi (reaksi alergis).
obat pada fase farmakokinetika yaitu, Residu antibiotika juga berdampak negatif
arbsorpsi, transpor, biotransformasi, bagi ekonomi karena dapat mengakibatkan
distribusi dan ekskresi. penolakan produk terutama bila produk
Residu dari semua jenis obat hewan tersebut di ekspor ke negara yang konsisten
paling tinggi terdapat dihati dan ginjal dan serius dalam menerapkan sistem
dibandingkan pada jaringan otot. Hal ini keamanan pangan (Dewi et al., 1997)
dikarenakan organ hati berfungsi sebagai Menurut Martel et al. (2006),
tempat akumulasi. Kadar residu antibiotik pencegahan cemaran antibiotika juga dapat
yang terakumulasi di hati dan semua obat dilakukan melalui penggunaan obat hewan
akan di transfer ke hati untuk mengalami yang harus sesuai dengan ketentuan yang
metabolisme. Hati mempunyai banyak berlaku dengan memperhatikan antara lain
tempat pengikatan senyawa- senyawa yang waktu henti dan kesesuaian dosis. Selain
tidak bisa di detoksikasi atau tidak bisa di itu, penyimpanan obat hewan juga harus
ekskresikan. Keadaan tersebut mengikuti petunjuk yang ada. Dengan
menyebabkan kadar residu obat termasuk memperhatikan waktu henti obat, pada saat
antibiotik dalam hati juga menjadi lebih memotong membuat keberadaan residu
tinggi dibandingkan dengan kadar residu antibiotika dalam paru-paru dapat
pada jaringan lain (Doul’s, 1996) dihindari. atau telah berada dibawah batas
Penelitian residu antibiotika dalam maksimum residu (BMR) sehingga produk
produk pangan asal hewan di Bali belum ternak aman dikonsumsi. Menurut Komisi
begitu banyak dilakukan, namun beberapa Obat Hewan Departemen Pertanian,
provinsi di Indonesia sudah banyak pemerintah memperbolehkan penggunaan
melakukan penelitian mengenai ini. antibiotika pada ternak dengan ketentuan,
Menurut Balai Pengujian Mutu Produk antibiotika yang digunakan pada manusia
Peternakan (BPMPP) pada tahun 2009 dan tidak boleh digunakan pada ternak,
2010 yaitu ditemukan residu makrolida antibiotika yang digunakan harus aman
pada sampel daging sapi. Data yang bagi manusia, hewan, lingkungan dan
diperoleh dari hasil uji BPMPP pada tahun memiliki efikasi yang bagus dan bermutu
2009 dan 2010, ditemukan keberadaan

153
Buletin Veteriner Udayana Volume 12 No. 2: 150-154
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2020
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2020.v12.i02.p08

baik, khususnya untuk mencegah resisitensi pada daging dan telur ayam di Bali.
bakteri pada manusia. Buletin Vet., 10(51): 9-14.
Donkor ES, Newman MJ, Tay SCK, Dayie
SIMPULAN DAN SARAN NTKD, Bannerman E, Olu-Taiwo M.
Simpulan 2011. Investigation into the risk of
Berdasarkan hasil dari penelitian dapat exposure to antibiotic residues
disimpulkan bahwa dari 30 sampel paru- contaminating meat and egg in Ghana.
paru yang diperoleh dari beberapa pasar Food Cont., 22(6): 869-873.
tradisional di Provinsi Bali tidak ditemukan Doul’s C. 1996. Toxycology The Basic
adanya residu antibiotika dari golongan Science of Poisons Curtis D. Klaassen.
penisilin, makrolida, tetrasiklin, dan 5th Ed. Health Profesion Division. Mc.
aminoglikosida. Graw- Hill. New York
Katzung BG. 2007. Basic and Clinical
Saran Pharmacology. 10th Ed. United States:
Tetap perlu dilakukan pemantauan Lange Medical Publications.
(monitoring) residu antibiotika produk Kussoy VFM, Kundre R, Wowiling F.
pangan asal hewan baik organ dalam 2019. Kebiasaan makan makanan tinggi
maupun daging sapi secara teratur agar purin dengan kadar asam urat di
produk pangan asal hewan yang beredar di puskesmas. J. Keperawatan, 7(2): 1-7.
pasar-pasar wilayah Bali semakin aman Maron, DF, Smith, TJ, Nachman, KE.
untuk dikonsumsi 2013. Restrictions on antimicrobial use
in food animal production: an
UCAPAN TERIMAKASIH international regulatory and economic
Penulis mengucapkan terimakasih survey. Glob. Health, 9(48): 1-11.
kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Martel AC, Zeggane S, Drajnudel P,
Universitas Udayana yang telah Faucon JP, Aubert M. 2006.
memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini. Tetracycline residues in honey after
hive treatment. Food Additives Cont.,
DAFTAR PUSTAKA 23(3): 265-273.
Bahri S, Masbulan E, Kusumaningsih A. Masrianto, Fakhrurrazi, Azhari. 2013. Uji
2005. Proses praproduksi sebagai faktor residu antibiotik pada daging sapi yang
penting dalam menghasilkan produk dipasarkan di pasar tradisional Kota
ternak yang aman untuk manusia. J. Banda Aceh. J. Med. Vet. 7(1): 13-18.
Litbang. Pertanian, 24(1): 27-35. Murtidjo BA. 2007. Pengendalian dan
Besung INK, Watiniasih NL, Mahardika Hama Penyakit Ayam. Kanisius:
GNK, Agustina KK, Suwiti NK. 2019. Yogyakarta. Pp. 24-26.
Mineral levels of bali cattle (Bos Nugroho RH, Yulfitria HB. Dannoviarti S.
javanicus) from four different type of 2002. Cemaran residu antibiotika dalam
land in different rearing areas. bahan pangan asal hewan di wilayah
Biodiversitas, 20(10): 2931-2936. kerja BPPV Regional II Bukittinggi.
Chattopadhyay MK. 2014. Use of Periode 1997-2002. Bulletin Inform.
antibiotics as feed additives: a burning Kes. Hewan. 4(64): 1-4.
question. Front. Microbiol., 5(334): 1- Phillips I, Casewell M, Cox T, Groot B,
3. Friis C, Jones R, Nightingale C, Preston
Dewi AAS, Agustini NLP, Dharma DMN. R, Waddell J. 2004. Does the use of
1997. Survei residu obat perparat sulfa antibiotics in food animals pose a risk
to human health? J. Antimicrob.
Chemotherapy, 53: 28-52.

154

Anda mungkin juga menyukai