Anda di halaman 1dari 45

Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur

1
Secara Bioassay

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan produk pangan asal hewan terus meningkat disebabkan
oleh pertumbuhan penduduk, peningkatan pengetahuan, pergeseran gaya
hidup dan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin membaik. Kontribusi
terbesar dalam penyediaan daging secara nasional umumnya berasal dari ternak
unggas dan sapi potong. Produksi daging sejak tahun 2000 sampai dengan
tahun 2005 rata-rata sekitar 59,96% berasal dari ternak unggas dan 21,29%
berasal dari ternak sapi potong. Berbagai penelitian telah di lakukan dalam
rangka peningkatan efisiensi dan produktifitas peternakan, salah satunya
adalah penggunaan antibiotika untuk pengobatan penyakit dan pemacu
pertumbuhan. Kebutuhan antibiotika untuk pakan dan pengobatan tahun
2001 sebesar 502,27 ton, kemudian meningkat menjadi 5.574,16 ton pada
tahun 2005 . Dengan meningkatnya penggunaan antibiotika tersebut, maka
meningkat pula manfaat dan resiko yang mungkin ditimbulkan. Resiko ini
berupa residu antibiotika pada hasil-hasil ternak (daging, susu dan telur) akibat
penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dengan dosis atau tidak memperhatikan
waktu henti obat (withdrawal time).
Hampir semua pabrik pakan menambahkan antibiotika ke dalam
pakan komersial, sehingga sebagian besar pakan komersial yang beredar di
Indonesia mengandung antibiotika. Penggunaan antibiotika yang kurang
tepat ini dimungkinkan berkaitan dengan pola pemasaran obat hewan di
lapangan, dimana 30,80% peternak ayam pedaging skala kecil dan 33,30%
peternak ayam petelur skala kecil yang tidak mempunyai dokter hewan
untuk mengawasinya, mendapat obat langsung dari distributor sehingga
dikhawatirkan penggunaan obat-obatan tersebut tidak mengikuti aturan yang
benar. Selain itu peternak kurang memahami waktu henti suatu obat
sehingga mengakibatkan munculnya residu pada produk ternak.

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
2
Secara Bioassay

Antibiotika tidak boleh dicampur dalam pakan dan tidak


boleh dikombinasikan dengan vitamin, mineral dan asam amino yang
dipakai melalui air minum kecuali, sesuai Surat Keputusan Menteri
Pertanian nomor 806/Kpts/TN.260/12/94 tentang Klasifikasi obat
hewan. Peraturan ini telah beberapa kali ditambah dan disempurnakan, jenis
antibiotika yang direkomendasi sebagai bahan tambahan dalam pakan hewan
yaitu, avilamisina, avoparsina, bacitrasin zink, enramisina, flavomycin
(bambermisin), kitasamisin, kolistin sulfate, lasalosid, maduramisina, lincom
isin HCl, monensin natrium, narasina, salinomisin (Na), spiramisin
(embonate), virginiamisin.
Keberadaan residu antibiotika dalam bahan pangan asal hewan, dari
aspek kesehatan masyarakat veteriner perlu mendapat perhatian, bahaya
yang dapat ditimbulkannya terhadap kesehatan konsumen, seperti reaksi
hipersensitifitas mulai dari yang ringan sampai parah, keracunan dan yang
terpenting adalah peningkatan resistensi beberapa mikroorganisme patogen
yang akan menimbulkan masalah besar dalam bidang kesehatan manusia
maupun hewan.

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
3
Secara Bioassay

B. Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat kadar residu antibiotika pada sampel daging dan telur ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kadar residu antibiotika yang terdapat pada sampel daging
dan telur.

D. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah
tentang adanya residu antibiotika pada daging dan telur serta penentu kebijakan
dalam pengawasan keamanan pangan asal hewan yang dimulai dari
peternakan terutama berkaitan dengan residu antibiotika pada daging dan
telur.

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
4
Secara Bioassay

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bioassay adalah suatu metode yang mengukur tanggap suatu organisme hidup
untuk menentukan keberadaan atau konsentrasi bahan kimia pada suatu contoh
(Sriyani, 2008). Bioassay, dibandingkan dengan metode lain tes (misalnya kimia atau
uji fisik) kurang akurat, kurang rumit, lebih sulit, lebih sulit dan lebih mahal. Namun,
bioassay adalah satu-satunya metode assay jika; 1) prinsip mengaktifkan obat tidak
diketahui atau tidak dapat dipisahkan, misalnya insulin, ekstrak hipofisis posterior,
dan lain-lain. 2) metode kimia yang baik tidak tersedia atau jika tersedia, itu terlalu
rumit dan sensitif atau membutuhkan dosis yang lebih tinggi misalnya insulin,
asetilkolin. 3) Komposisi kimia tidak diketahui, misalnya lamanya stimulan tiroid
beraktifitas. 4) Komposisi kimia berbeda obat tetapi memiliki tindakan farmakologis
sama dan sebaliknya, misalnya glikosida jantung, katekolamin, dll. (Goyal, 2008).
Tujuan dari uji hayati adalah untuk memastikan potensi obat dan karena itu
berfungsi sebagai bagian kuantitatif dari setiap prosedur skrining (penelitian). Tujuan
lain dari bioassay adalah untuk menstandarisasi persiapan sehingga masing-masing
memiliki keseragaman aktivitas farmakologi. Dengan cara ini, ia berfungsi sebagai
petunjuk dalam produksi komersial obat saat tes kimia tidak tersedia atau tidak cukup
(Goyal, 2008).
Tidak semua metode bioassay dapat merangkum evaluasi aktivitas
antimikroba dari sampel. Oleh karena itu, proses evaluasi umumnya melibatkan
penggunaan sejumlah metode bioassay dan teliti dalam membandingkan semua data
agar mencapai kesimpulan yang tepat. Ada tiga metode utama untuk pengujian
antimikroba: (a) metode difusi agar, (b) metode agar pengenceran, (c) metode
bioautografik (Rahman, 2005).
Uji bioassay secara in vitro jauh lebih menguntungkan dibanding dengan cara
in vivo karena pengerjaannya lebih sederhana, cepat, lebih sensitif, lebih murah, dan
membutuhkan sampel yang lebih sedikit. Salah satu uji bioassay secara in vitro

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
5
Secara Bioassay

adalah dengan menggunakan sel murine leukemia P-388 sebagai upaya untuk
mencari senyawa penuntun antikanker (Erwin, 2014).
Mikroorganisme terdapat di mana - mana, seperti pada tanah, debu, udara, air,
makanan ataupun permukaan jaringan tubuh kita. Keberadaan mikroorganisme
tersebut ada yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi banyak pula yang
merugikan manusia misalnya dapat menimbulkan berbagai penyakit atau bahkan
dapat menimbulkan kerusakan akibat kontaminasi. Di dalam semua ruangan akan
selalu didapatkan mikroorganisme yang tersuspensikan dengan udara dan dapat
mengendap bersama debu pada berbagai macam permukaan seperti pakaian, meja,
lantai dan benda - benda lain. Ukuran sel mikroorganisme yang sedemikian kecil dan
ringan menyebabkan mudah terhembuskan oleh aliran udara. Keberadaan
mikroorganisme dapat menyebabkan kontaminasi, hal ini sangat berpengaruh pada
ruang yang seharusnya terjaga keseterililanya misal ruang operasi, laboratorium dan
lainya. Dalam nrimgan labortorium sering ditemukan mikroorganisme kontaminan
yang dapat ikut tumbuh dalam suatu media nutrient agar. Bakteri kontaminan yang
sering ditemukan diantaranya adalah Bacillus sp, Streptococcus sp, Staphylococcus,
Pseudomonas dan Sarcina. Dari mikroorganisme tersebut, yang paling sering
menyebabkan kontaminasi adalah Bacillus subtilis (Ariyadi, 2009).
Bacillus subtilis adalah bakteri antagonis yang dapat ditemukan di air, tanah,
udara, dan residu tanaman yang telah membusuk. Beberapa spesies dari Bacillus sp.
diketahui berpotensi sebagai agens hayati. Bacillus sp. dilaporkan efektif terhadap
Puccinia pelargoniizonalis penyebab penyakit karat pada pelargonium (Abidin,
2015).
Berdasarkan komposisi kimiawi komponen penyusun medium, maka medium
dibedakan menjadi 2 kategori yaitu medium kompleks (complex) dan sintetik
(defined). Medium kompleks tersusun atas bahan-bahan dengan macam dan
komposisi tidak semua diketahui dengan pasti. Contoh medium kompleks adalah
Nutrien Agar (NA) yang mengandung beef extract dan pepton. Medium sintetik

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
6
Secara Bioassay

tersusun atas bahan-bahan kimia murni dengan macam dan komposisinya diketahui
dengan pasti (Rakhmawati, 2012).
Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri
dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya
atau kadar hambat minimalnya. Sedangkan multiple drugs resistance didefinisikan
sebagai resistensi terhadap daua atau lebih obat maupun klasifikasi obat. Sedangkan
cross resistance adalah resistensi suatu obat yang diikuti dengan obat lain yang belum
pernah dipaparkan. Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal
yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan
lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi (Utami, 2012).
Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia
terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Di negara berkembang 30-80%
penderita yang dirawat di rumah sakit mendapat antibiotik. Dari persentase tersebut
20-65% penggunaannya dianggap tidak tepat. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat
dapat menimbulkan masalah resistensi dan efek obat yang tidak dikehendaki
(Febrianto, 2013).
Mekanisme kerja obat anti infeksi terhadap mikroorganisme dapat berupa 1)
Menghambat sintesa metabolit-metabolit yang esensial, protein dan asam nukleat, 2)
Menghambat sintesa dinding sel atau membran plasma, 3) Merusak dinding sel atau
membran plasma (Gondo, 2007).
Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya infeksi.
Pada dasarnya suatu infeksi dapat ditangani oleh sistem pertahanan tubuh namun
adakalanya sistem ini perlu ditunjang oleh penggunaan antibiotik. Keberadaan residu
antibiotik dalam makanan asal hewan erat kaitannya dengan penggunaan antibiotik
untuk pencegahan dan pengobatan penyakit serta penggunaan sebagai imbuhan
pakan. Pencampuran bahan baku imbuhan pakan dalam ramuan yang dilakukan
sendiri di tempat peternakan yang kurang dapat dijamin ketepatan takarannya dapat
menyebabkan residu pada pangan asal hewan (Masrianti, 2013).

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
7
Secara Bioassay

Kanamycin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang bekerja


menghambat proses sintesis protein mikroorganisme. Sebagai antibiotika
berspektrum luas kanamycin mampu berikatan dengan bakteri gram negatif maupun
positif. Kanamycin ditemukan pertama kali di Jepang pada tahun 1957 oleh
Umezawa dari filtrat kultur Streptomyces kanamyceticus. Senyawa kanamycin sulfat
merupakan antibiotik bakterisidal yaitu antibiotik yang bersifat membunuh
mikroorganisme. Kanamycin digunakan untuk pengobatan infeksi, jika penisilin
ataupun obat yang kurang toksik lainnya tidak dapat digunakan (Widyasari, 2013).

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
8
Secara Bioassay

BAB III
METODE KERJA

A. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 29 Desember 2016,
Pukul 08.00-11.30 WITA. Bertempat di Laboratorium Farmasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Halu Oleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
- Autoclave - Ose Bulat
- Batang pengaduk - Ose Lurus
- Botol Media - pH meter
- Bunsen - Pipet Mikro
- Cawan Petri - Pipet Tetes
- Erlenmeyer 100 ml, 250 - Pinset
ml, 500 ml - Rak Tabung
- Gelas Kimia 100 ml, 500 - Sentrifuge
ml - Spatula
- Gelas Ukur 10 ml, 25 ml, - Spoit 3 ml, 5 ml, 10 ml
50 ml - Tabung Reaksi
- Hot Plate - Tabung sentrifuge
- Inkubator - Timbangan analitik
- Labu Takar 25 ml, 100 ml, - Vial
1000 ml - Vortex
- LAF (Laminar Air Flow) - Waterbath
- Lumpang dan Alu

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
9
Secara Bioassay

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
- Agar - KH2PO4
- Alkohol 70% - NaCl
- Aluminium foil - NaCl fisiologis
- Aquades - Na2HPO4
- Daging Ayam - NaOH
- Daging Kambing - Paper Disk
- Daging Sapi - Pepton
- Ekstrak Beef - Spiritus
- HCl - Telur Ayam Kampung
- Injeksi Kanamisin - Telur Ayam Ras
- Kapas - Telur Bebek
- Kassa - Tissue

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
10
Secara Bioassay

C. Uraian Bahan
1. Agar (Ditjen POM, 1979 : 74)
Nama Resmi : Agar
Nama Lain : Agar-agar
Pemerian : Tidak berbau atau bau lemah, berasa musilago
pada lidah
Kelarutan : Tidak larut dalam air dingin, dan larut dalam air
mendidih
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Bahan pemadat medium
2. Aquades (Ditjen POM, 1979 : 96)
Nama Resmi : Aqua Destillata
Nama Lain : Aquades, Air Suling
Rumus Molekul : H2O
Gambar Struktur :

Berat Molekul : 18,02


Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
Kegunaan : Pelarut
3. Ekstrak Beef (Ditjen POM, 1995 : 1152)
Nama Resmi : Beef Extract
Nama Lain : Kaldu nabati, kaldu hewani, ekstrak beef
Pemerian : Berbau dan berasa pada lidah. Kaldu daging sapi
konsentrat diperoleh dengan mengekstraksi daging
sapi segar tanpa lemak, dengan cara merebus

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
11
Secara Bioassay

dalam air dan menguapkan kaldu pada suhu rendah


dalam hampa udara sampai terbentuk residu kental
berbentuk pasta. Massa berbentuk pasta, berwarna
coklat kekuningan sampai coklat tua, bau dan rasa
seperti daging, sedikit asam.
Kelarutan : Larut dalam air dingin
Penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus
cahaya
Kegunaan : Sumber protein untuk pertumbuhan
mikroorganisme
4. Etanol (Ditjen POM, 1979 : 65)
Nama Resmi : Aethanolum
Nama Lain : Alkohol, etanol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,07
Gambar Struktru :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap


dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P,
dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api
Kegunaan : Antiseptik

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
12
Secara Bioassay

5. Pepton (Ditjen POM, 1995 : 1191)


Nama Resmi : Pepton
Pemerian : Serbuk, kuning kemerahan sampai coklat, bau
khas tidak busuk
Kelarutan : Larut dalam air, memberikan larutan berwarna
coklat kekuningan yang bereaksi asam.
6. Natrium Klorida (Ditjen POM, 1979 : 257)
Nama resmi : Natrii Chloridum
Nama lain : Natrium klorida
RM/BM : NaCl / 58,44

Gambar Struktur :
Pemerian : Hablur putih, berbentuk kubus atau berbentuk prisma,
tidak berbau, rasa asin, mantap di udara.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pelarut
7. Kalium Dihidrogen Fosfat (Ditjen POM, 1979 : 687)
Nama Lain : Kalium Bisolfat, Kalium Fosfat Monobasa
RM/BM : KH2PO4/136,086 g/mol
Gambar Struktur :

Pemerian : Serbuk hablur putih


Kelarutan : Mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai bahan pembuat pepton

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
13
Secara Bioassay

8. Dinatrium Hidrogen Fosfat (Ditjen POM, 1979 : 227)


Nama Resmi : Dinatrii Hydrogenphosphas
Nama Lain : Dinatrium Hidrogen Fosfat, Natrium Fosfat
RM/BM : Na2HPO4 . 12H2O / 358,14
Gambar Struktur :

Pemerian : Hablur, tidak berwarna, tidak berbau, rasa asin


Kelarutan : Larut dalam 5 bagian air, sukar larut dalam etanol
(95%)P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai bahan pembuat medium pepton

9. Natrium Hidroksida (Ditjen POM, 1979 : 412)

Nama Resmi : Natrii Hydroxydum

Nama Lain : Natrium Hidroksida

RM/BM : NaOH/40,00 g/mol

Gambar Struktur :

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping,


kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan
hablur; putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis
dan korosif. Segera menyerap karbondioksida.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%) P.

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
14
Secara Bioassay

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

10. Asam Klorida (Ditjen POM, 1979 : 53)


Nama Resmi : Acidum Hydrochloridum
Nama Lain : Asam Klorida
RM/BM : HCl/36,46 g/mol

Gambar Struktur :
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika
diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau hilang.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat tambahan

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
15
Secara Bioassay

D. Uraian Obat
1. Kanamisin Sulfat Injeksi (Kanamycini Sulfatis Injection) (Ditjen POM, 1979
;334-335)
Kandungan : Injeksi kanamisin sulfat mengandung
kanamisin sulfat. C18H36N4O11
H2SO4tidak kurang dari 90,0% dan
tidak lebih dari jumlah yang tertera
pada etiket.
Struktur Kimia :

Pemerian : Larutan jernih; tidak berwarna hingga


kuning pucat
Indikasi : Menurut Identifikasi A yang tertera
pada Kanamysin sulfat, menggunakan
sejumlah larutan (l) yang dibuat
sebagai berikut : Encerkan sejumlah
volume injeksi dengan air secukupnya
hingga kadar 2 % b/v.
Keasaman-Kebasahan : pH 4,5 sampai 6,0
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal,
terlindung dari cahaya.
Kanamisin termasuk dalam golongan aminoglikosida.14 Tersusun atas
tiga unit senyawa, yaitu 6-D-glukosamina, 1,3-diamino-4,5,6-trihidroksi
sikloheksana, dan 3-D-glukosamina. Kanamisin memiliki aktivitas

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
16
Secara Bioassay

antimikroba untuk gram negatif yang aerob. Kanamisin aktif terhadap


Neisseria sp., Shigella, P. aeruginosa, E.coli, Proteus, dan lain sebagainya.
Kanamisin bersifat sangat polar sehingga sulit diabsorbsi dalam
saluran cerna, sehingga pemberian kanamisin sebaiknya diberikan secara
parenteral melalui intramuskuler. Kerja dari antibiotik tersebut menghambat
sintesa protein. Resistensi terhadap kanamisin dapat dikarenakan kegagalan
penetrasi obat ke dalam kuman, rendahnya afinitas obat pada ribosom atau
inaktivasi obat oleh enzim kuman. Kanamisin memiliki ikatan protein yang
rendah dan efek samping, yaitu ototoksik dan nefrotoksik.

E. Uraian Mikroba
1. Klasifikasi Bacillus subtilis (Graumann, 2007)
Kingdom : Eucaryotae
Divisi : Schizophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacterials
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus subtilis

2. Morfologi Bacillus subtilis


Bergerak, flagel peritrik. Endospora ditengah atau diujung
sporangium, menghasilkan antibiotik basitrasin dan subtilin. Bentuk batang
(tebal maupun tipis), rantai maupun tunggal. Bersumber dari tanah, air, udara,
dan materi tumbuhan yang terdekomposisi. Termasuk bakteri gram positif dan
penghasil endospora. Suhu optimum pertumbuhan 250-350C, dan pH optimum
pertumbuhan 7-8 (Graumann, 2007).
Bacillus subtilis merupakan salah satu bakteri yang banyak
dikembangkan sebagai agen hayati untuk mengendalikan patogen tanaman. B.
subtilis termasuk bakteri gram positif, berbentuk batang, dapat tumbuh pada

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
17
Secara Bioassay

kondisi aerob dan anaerob. Bakteri tersebut dapat membentuk endospora dan
dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama pada kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan untuk pertumbuhannya (Khaeruni, 2013).

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
18
Secara Bioassay

F. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Media Pertumbuhan
a. Pembuatan Media Spora Bacillus subtilis

Pepton

- Ditimbang 5,0 gram,


- Dimasukkan dalam erlenmeyer
- Ditambahkan beef extract 3,0 gram
- Dilarutkan dalam sebagian air suling
- Ditambahkan bacto agar
- Ditambahkan air sulinng sehingga volume keseluruhan
menjadi 1.000 ml.
- Disesuaikan pada pH 8,5 + 0,1 dan dididihkan sampai
bacto agar tersebut larut.
- Disterilkan dalam autoklaf pada temperature 121 oC + 1
o
C, tekanan 15 Psi atau 1,03421 x 105 Pascal selama 15
menit.

Hasil Pengamatan

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
19
Secara Bioassay

b. Pembuatan Media Uji

Pepton

- Ditimbang 5 g
- Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan beef extract sebanyak 3 g
- Dilarutkan dalam sebagian air suling
- Ditambahkan bacto agar sebanyak 15 g sampai dengan 18 g
- Ditambahkan air suling hingga volume keseluruhan menjadi
1000 ml
- Disesuaikan pada pH 8,5 ± 0,1 dan dididihkan sampai bacto
agar tersebut larut
- Disterilkan dalam autoklaf pada temperatur 1210C ± 10C
dengan tekanan 15 Psi atau 1,03421 x 105 selama 15 menit
- Ditambahkan media spora Bacillus subtilis yang sudah
diinkubasi selama 7 hari.
Hasil Pengamatan

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
20
Secara Bioassay

2. Pembuatan Spora Bacillus subtilis ATCC 6633

Media Agar

- Dibuat media agar miring nomor 1 dalam botol media sebanyak


100 ml
- Diinokulasikan kuman B. Subtilis ATCC 6633 ke dalam botol-
botol yang telah berisi media agar nomor 1 tersebut dengan cara
melakukan goresan dengan menggunakan ose
- Diinkubasikan selama 1 minggu dalam inkubator dengan
temperatur 360C dan diamati pertumbuhannya setiap hari

Biakan Bakteri
- Dipanen dengan cara mengerok permukaan media yang
ditumbuhi kuman dengan kawat steril
- Dimasukkan ke dalam larutan NaCl fisiologis steril 20 ml
sebanyak 4 tabung sentrifus (tergantung pada banyaknya hasil
panen spora)
- Dipanaskan larutan tersebut dalam penangas air pada temperatur
650C selama 30 menit, lalu disentrifus dengan kecepatan 3000
rpm selama 10 menit, dan dibuang supernatannya (lapisan atas)
- Ditambahkan larutan NaCl fisiologis steril secukupnya kemudian
dikocok
- Dimasukkan ke dalam refrigerator dengan temperatur 40C
sampai dengan 80C selama 18-24 jam
- Dipanaskan kembali larutan tersebut dalam penangas air pada
temperatur 650C selama 30 menit
- Disentrifuse kembali dengan kecepatan 1000 rpm selama 5 menit
- Diambil supernatannya (lapisan atas)
- Disimpan hasilnya dalam refrigerator sebagai spora

Hasil Pengamatan

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
21
Secara Bioassay

3. Pembuatan Dapar Fosfat


a) Pembuatan Dapar Fosfat Nomor 2

KH2PO4 Na2HPO4

- Ditimbang 6,4 g - Ditimbang 18,9 g


- Dilarutkan dengan - Dilarutkan dengan
sedikit aquades sedikit aquades

- Dicampurkan
- Ditambahkan aquades hingga 1000 ml
- Diatur pH menjadi 7,0 ± 0,1
- Disterilkan dengan autoklaf pada temperatur
1210C ± 10C dengan tekanan 15 Psi atau
1,03421 x 105 Pascal selama 15 menit

Hasil Pengamatan

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
22
Secara Bioassay

b) Pembuatan Dapar Fosfat Nomor 3

KH2PO4 Na2HPO4

- Ditimbang 3,5 g - Ditimbang 3 g


- Dilarutkan dengan - Dilarutkan dengan
sedikit aquades sedikit aquades

- Dicampurkan
- Ditambahkan aquades hingga 1000 ml
- Diatur pH menjadi 6,0 ± 0,1
- Disterilkan dengan autoklaf pada temperatur
1210C ± 10C dengan tekanan 15 Psi atau
1,03421 x 105 Pascal selama 15 menit

Hasil Pengamatan

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
23
Secara Bioassay

4. Pembuatan Larutan Baku Pembanding


Baku Pembanding untuk Kanamisin

Kanamisin

- Dilarutkan sejumlah baku pembanding kanamisin dalam


larutan dapar nomor 3 sehingga di dapat konsentrasi 1.000
µg/ml.
Kanamisin
- A
- Dipipet 2 ml larutan stok baku kanamisin, diencerkan sampai
dengan 20 ml dengan dapar nomor 2
- Dihomogenkan agar diperoleh larutan baku kerja 100 µg/ml.
- Dilakukan pengenceran serial hingga diperoleh konsentrasi
1,0 µg/ml.

Larutan Baku Pembanding

5. Preparasi Sampel
a) Preparasi Sampel Daging

Daging Kambing
- Ditimbang sebanyak 10 gram
- Dipotong kecil-kecil
- Ditambahkan pelarut dapar fosfat nomor 2 sebanyak 20 ml
- Dihomogenkan dengan menggunakan alat homogenizer
- Disentrifus 3.000 rpm selama 10 menit.
- Diambil supernatant dan siap untuk digunakan sebagai larutan
uji
- Dilakukan hal yang sama pada daging sapi dan daging ayam

Larutan Uji

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
24
Secara Bioassay

b) Preparasi Sampel Telur

Telur Ayam Kampung

- Ditimbang contoh telur (putih dan/atau kuning telur)


sebanyak 10 gram
- Ditambahkan pelarut dapar fosfat nomor 2 sebanyak 20
ml
- Dihomogenkan dengan menggunakan alat homogenizer
- Disentrifus 3.000 rpm selama 10 menit
- Diambil supernatant dan siap untuk digunakan sebagai
larutan uji
- Dilakukan hal yang sama pada telur bebek, dan telur
ayam ras

Larutan Uji

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
25
Secara Bioassay

6. Pengujian Mikrobiologi

Media Cair

- Dimasukkan spora sebanyak 5 ml


- Dihomogenkan
- Dituang media kedalam cawan petri sebanyak 10 ml
- Didiamkan hingga memadat
Media- Padat
- Disiapkan larutan baku, larutan uji (daging kambing, daging sapi,
daging ayam, telur ayam kampung, dan telur bebek), kontrol
positif (+) (kanamisin), kontrol negatif (-) (larutan dapar no 2),
kertas cakram
- Direndah kertas cakram dalam larutan baku, didiamkan beberapa
menit,
- Diambil kertas cakram dari larutan baku dengan pinset yang telah
dipanaskan
- Didiamkan selama 1 jam kemudian dimasukkan kedalam
inkubator
- Diinkubasi selama 24 jam

Hasil Pengamatan

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
26
Secara Bioassay

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan Pertumbuhan Bacillus subtilis ATCC 6633
Kelompok Kelompok
Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan
I I

Hari ke 1 Hari ke 5

Hari ke 2 Hari ke 6

Hari ke 3 Hari ke 7

Hari ke 4

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
27
Secara Bioassay

Kelompok Kelompok
Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan
II II

Hari ke 1 Hari ke 5

Hari ke 2 Hari ke 6

Hari ke 3 Hari ke 7

Hari ke 4

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
28
Secara Bioassay

Hasil Hasil Hasil Hasil


Kelompok Kelompok
Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan
III & IV III & IV
Kel. III Kel. IV Kel. III Kel. IV

Hari ke 1 Hari ke 5

Hari ke 2 Hari ke 6

Hari ke 3 Hari ke 7

Hari ke 4

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
29
Secara Bioassay

Kelompok Kelompok
Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan
V V

Hari ke 1 Hari ke 5

Hari ke 2 Hari ke 6

Hari ke 3 Hari ke 7

Hari ke 4

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
30
Secara Bioassay

Kelompok Hasil Kelompok Hasil


VI Pengamatan VI Pengamatan

Hari ke 1 Hari ke 5

Hari ke 2 Hari ke 6

Hari ke 3 Hari ke 7

Hari ke 4

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
31
Secara Bioassay

2. Tabel Pengamatan Pengujian Mikrobiologi


a. Larutan Pembanding

Diameter Zona Hambat (cm)


No. Cawan Petri
Kontrol Positif (+) Kontrol Negatif (-) Sampel

1. - - -

2. - - -

3. - - -

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
32
Secara Bioassay

b. Daging Ayam

Diameter Zona Hambat (cm)


No. Cawan Petri
Kontrol Positif (+) Kontrol Negatif (-) Sampel

1. 0,6 - -

2. 2,3 - 0,1

3. 0,7 0,33 0,4

c. Daging Kambing

Diameter Zona Hambat (cm)


No. Cawan Petri
Kontrol Positif (+) Kontrol Negatif (-) Sampel

1. 2,43 - -

2. 1 - -

3. 1,2 - -

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
33
Secara Bioassay

d. Daging Sapi

Diameter Zona Hambat (cm)


No. Cawan Petri
Kontrol Positif (+) Kontrol Negatif (-) Sampel

1. 1,76 - -

2. 1,66 - -

3. 1,76 - -

e. Telur Ayam Ras

Diameter Zona Hambat (cm)


No. Cawan Petri
Kontrol Positif (+) Kontrol Negatif (-) Sampel

1 2,43 - -

2 2,2 - -

3 1,36 0,36 -

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
34
Secara Bioassay

f. Telur Ayam Kampung

Diameter Zona Hambat (cm)


No. Cawan Petri
Kontrol Positif (+) Kontrol Negatif (-) Sampel

1. 1,13 - -

2. 0,83 - -

3. 1,9 - -

g. Telur Ayam Bebek

Diameter Zona Hambat (cm)


No. Cawan Petri
Kontrol Positif (+) Kontrol Negatif (-) Sampel

1. 1 - -

2. 1,2 1,2 -

3. 0,9 0,23 -

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
35
Secara Bioassay

B. Pembahasan
Bioassay adalah suatu test atau uji yang menggunakan organisme hidup
untuk mengetahui efektifitas suatu bahan hidup ataupun bahan organik dan
anorganik terhadap suatu organisme hidup. Senyawa bioaktif hampir selalu toksik
pada dosis tinggi, oleh karena itu daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap
organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang
mempunyai bioaktivitas dan juga memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan
pemurnian. Resistensi merupakan zona hambat antibiotik yang terjadi terhadap
bakteri, sedangkan sensitifitas merupakan zona hambat yang tidak terjadi pada
antibiotik terhadap bakteri.
Secara garis besar, uji tapis (Screening Test) ialah cara untuk
mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan
atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang
mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita. Jadi,
tes untuk uji tapis tidak dimaksudkan untuk mendiagnosa sehingga pada hasil tes
uji tapis yang positif harus dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif untuk
menentukan apakah yang bersangkutan memang sakit atau tidak kemudian bagi
yang diagnosisnya positif dilakukan pengobatan intensif agar tidak
membahayakan bagi dirinya maupun lingkungannya, khusus bagi penyakit-
penyakit menular. proses uji tapis terdiri dari dua tahap yang pertamanya
melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai
resiko tinggi menderita penyakit dan bila hasil tes negative maka dianggap orang
tersebut tidak menderita penyakit. Bila hasil tes positif maka dilakukan
pemeriksaan tahap kedua yaitu pemeriksaan diagnostik yang bial hasilnya positif
maka dianggap sakit dan mendapat pengobatan, tetapi bila hasilnya negative
maka dianggap tidak sakit. Bagi hasil pemeriksaan yang negatif dilakukan
pemeriksaan ulang secara periodik. Ini berarti bahwa proses uji tapis adalah
pemeriksaan pada tahap pertama.

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
36
Secara Bioassay

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak
antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun
dalam praktek sehari-hari antibiotik sintetik yang tidak diturunkan dari produk
mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai
antibiotik.
Bedasarkan mekanisme kerja, antibiotik dibagi menjadi 5 jenis, yaitu
Penghambatan sintetis dinding bakteri, Penghambat membran sel, Penghambatan
sintetis protein di ribosom, Penghambatan sintetis asam nukleat, Penghambatan
metabolik (antagonis folat). Dari masing-masing golongan terdapat mekanisme
kerja, farmakokintetik, farmakodinamik, serta aktivitas antimikroba yang
berbeda-beda. Perbedaan inimenyebabkan perbedaan kegunaan di dalam klinik
Karena perbedaan ini jugamaka mekanisme resisistensi dari masing-masing
golongan juga mengalami perbedaan.
Residu antibiotik adalah senyawa asal dan/atau metabolitnya yang
terdapat dalam jaringan produk hewani dan termasuk residu hasil uraian lainnya
dari antibiotik tersebut, sehingga residu dalam bahan makanan (terutama jaringan
ternak untuk konsumsi) meliputi senyawa asal yang tidak berubah (non-altered
parent drug), metabolit dan/atau konjugat lainnya. Beberapa metabolit obat
diketahui bersifat kurang/tidak toksik dibandingkan dengan senyawa asalnya,
namun beberapa diketahui lebih toksik. Sesuai dengan petunjuk teknis Standar
Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum
Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal
Hewan, residu obat atau bahan kimia adalah akumulasi obat atau bahan kimia dan
atau metabolitnya dalam jaringan atau organ hewan setelah pemakaian obat atau
bahan kimia untuk tujuan pencegahan atau pengobatan atau sebagai imbuhan
pakan untuk pemacu pertumbuhan.
Kanamycin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang bekerja
menghambat proses sintesis protein mikroorganisme. Sebagai antibiotika

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
37
Secara Bioassay

berspektrum luas kanamycin mampu berikatan dengan bakteri gram negatif


maupun positif. Kanamycin ditemukan pertama kali di Jepang pada tahun 1957
oleh Umezawa dari filtrat kultur Streptomyces kanamyceticus. Senyawa
kanamycin sulfat merupakan antibiotik bakterisidal yaitu antibiotik yang bersifat
membunuh mikroorganisme. Kanamycin digunakan untuk pengobatan infeksi,
jika penisilin ataupun obat yang kurang toksik lainnya tidak dapat digunakan.
Kanamisin (kanamycin) bekerja dengan cara mengikat secara ireversibel sub unit
30s dari ribosom prokariotik bakteri sehingga menghambat sintesa protein yang
pada akhirnya menghambat pertumbuhan bakteri.
Resisten adalah dalam konsentrasi antimikroba yang sangat besar atau
dalam konsentrasi berapa pun, ia tidak dapat menghambat ataupun membunuh
mikroorganisme. Ada tiga metode utama tes sensitivitas antimikroba atau
antibiotic yaitu Broth Dilution (pengenceran medium), Agar Dilution
(pengenceran agar), Agar diffusion (difusi agar/disc difusion), dan dalam
percobaan ini yang dilakukan adalah menggunakan metode agar difusion dimana
metode ini didasarkan pada difusi antibiotik dari paper disk yang diletakkan di
atas media dalam cawan petri sehingga mikroba yang ditambahkan dihambat
pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau zona yang disekeliling paper
disk yang berisi larutan antibiotik.
Metode cakram kertas (paper disk plate) merupakan metode yang biasa
digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba suatu antibiotik terhadap
mikroorganisme patogen penyebab penyakit. Metode ini lebih dikenal dengan
metode Kirby-Bauer. Metode cakram kertas dapat juga dilakukan menggunakan
suatu silinder tidak beralas atau sumuran dan diisi dengan antibiotik dalam jumlah
tertentu, disebut agar well diffusion. Kepekaan mikroorganisme patogen terhadap
antibiotik terlihat dari ukuran zona bening yang terbentuk. Metode ini digunakan
dalam penelitian karena mudah mengidentifikasi aktivitas antimikroba, mudah
dilakukan, dan pengerjaan yang tidak terlalu rumit. Selain itu, metode ini relatif
murah dan tidak perlu keahlian khusus dalam pengerjaannya.

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
38
Secara Bioassay

Zona Hambat merupakan tempat dimana bakteri terhambat


pertumbuhannya akibat antibakteri atau antimikroba. Zona hambat adalah daerah
untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar oleh
antibiotik. Contohnya: tetracycline, erytromycin, streptomycin, dan kanamycin.
Kanamycin merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara luas. Antibiotik yang digunakan
dalam penentuan zona hambat dalam percobaan ini adalah kanamycin dan
mikroba yang digunakan dalam percobaan ini adalah Bacillus subtilis.
Bacillus subtilis merupakan bakteri gram-positif yang berbentuk batang,
dan secara alami sering ditemukan di tanah dan vegetasi. Bacillus subtilis juga
telah berevolusi sehingga dapat hidup walaupun di bawah kondisi keras dan lebih
cepat mendapatkan perlindungan terhadap situasi stress seperti kondisi pH rendah
(asam), kondisi osmosa, atau kondisi oksidatif, dan kondisi panas. Bakteri ini
hanya memiliki satu molekul DNA yang berisi seperangkat sel kromosom.
Bacillus subtilis mempunyai kemampuan untuk membentuk endospora yang
protektif yang memberi kemampuan bakteri tersebut mentolerir keadaan yang
ekstrim. Bakteri Bacillus subtilis sering digunakan dalam penelitian karena
walaupun bersifat patogen dan dapat mencemari makanan, tetapi jarang
menyebabkan keracunan. Hal ini disebabkan adanya enzim proteolytic yang
berfungsi untuk memasak makanan. Selain itu, bakteri ini mampu memanipulasi
genetik yang dihasilkan dari sporanya. Pada percobaan ini, digunakan bakteri
Bacillus subtilis karena selain jarang menyebabkan keracunan, bakteri ini juga
berperan besar dalam pembusukan daging.
Tidak terjadinya zona hambat di daerah sekitar paper disk pada cawan
petri disebabkan karena bakteri tersebut memiliki resistensi terhadap paper disk
yang ditanam pada media yang sama. Jadi bakteri tersebut dapat tumbuh
walaupun terdapat media di sekitarnya karena memiliki sifat resistensi yaitu
kemampuan untuk bertahan hidup. Sebab lain yang menyebabkan tidak adanya
zona hambat pada media tersebut dikarenakan oleh kesalahan dalam proses

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
39
Secara Bioassay

pengujian sensitivitasnya. Pada saat memasukkan paper disk, keadaan paper disk
masih sangat panas dan medium juga masih belum terlalu memadat sehingga
mengakibatkan medium mengalami kerusakan.
Berkembangnya bakteri di cawan petri terjadi akibat bakteri mensintesis
enzim yang dapat mengubah zat aktif menjadi tidak aktif sehingga terjadi resisten
terhadap antibiotik. Bakteri tersebut menghasilkan enzim yang mampu memecah
cincin beta laktam. Beta laktamase banyak diproduksi oleh bakteri gram positif
dan bakteri gram negatif. Enzim ini mempunyai peranan besar dalam
menyebabkan resistensi bakteri gram positif terhadap antibiotik.
Suatu konsentrasi tertentu, antibiotika mempunyai efek menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme tersebut ditandai
dengan adanya kekeruhan pada media yang digunakan. Pada kadar tertentu,
dimana pertumbuhan mikroorganisme terhambat oleh jumlah antibiotik yang
sesuai, tidak terjadi kekeruhan pada media. Dengan metode pengenceran, dapat
dilihat pada konsentrasi berapa antibiotik tersebut mempunyai efek menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Adapun pada cakram tidak terbentuk sama sekali
atau mengalami kekeruhan. Hal ini bisa terjadi karena antibiotik dengan
konsentrasi tersebut tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Kontrol media yang digunakan dapat menentukan tingkat kejernihan.
Cawan petri yang medianya dapat menghambat pertumbuhan kuman akan
menampakkan kejernihan yang sama dengan kontrol media. Jadi, jika kontrol
media keruh berarti dalam pengerjaannya tidak aseptis. Bakteri memiliki
kemampuan menjadi resisten karena pertama, suatu faktor yang memang sudah
ada pada mikroorganisme tersebut sebelumnya. Kedua, organisme impermaebel
terhadap antibiotik. Dan Ketiga organisme mempunyai struktur yang
menghambat masuknya antibiotik. Sebagai contoh, resisten terhadap kanamycin
pada suatu organisme dapat disebabkan suatu enzim yang menginaktifkan
kanamycin.

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
40
Secara Bioassay

Dilakukan triplo pada percobaan ini agar data yang kita dapatkan tersebut
benar-benar valid dan mendapatkan ketelitian data yang lebih akurat. Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan dengan ukuran konsentrasi tertentu, larutan
pembanding dari ketiga cawan petri tidak mengalami Diameter Zona Hambat
(DZH). Pada daging ayam terjadi DZH kontrol positif (+) yaitu 1 = 0,6 cm, 2 =
2,3 cm, dan 3 = 0,7 cm, untuk kontrol negatif (-) yaitu 3 = 0,33 cm, dan untuk
sampel yaitu 1 = 0,1 cm dan 3 = 0,4 cm. Pada daging kambing, terjadi DZH
kontrol positif (+) yaitu 1 = 2,43 cm, 2 = 1 cm, dan 3 = 1,2 cm, sedangkan untuk
kontrol negatif (-) dan sampel tidak mengalami zona hambat. Pada daging sapi,
terjadi DZH kontrol positif (+) yaitu 1 = 1,76 cm, 2 = 1,66 cm, dan 3 = 1,76 cm,
sedangkan untuk kontrol negatif (-) dan sampel tidak mengalami zona hambat.
Telur ayam ras terjadi DZH kontrol positif (+) yaitu 1 = 2,43 cm, 2 = 2,2
cm, dan 3 = 1,36 cm, sedangkan untuk kontrol negatif (-) yaitu 3 = 0,36 cm, dan
sampel tidak mengalami zona hambat. Pada telur ayam kampung terjadi DZH
kontrol positif (+) yaitu 1 = 1,13 cm, 2 = 0,83 cm, dan 1,9 cm, sedangkan kontrol
negatif (-) dan sampel tidak mengalami zona hambat. Pada telur bebek terjadi
DZH kontrol positif (+) yaitu 1 = 1 cm, 2 = 1,2 cm, dan 3 = 0,9 cm, sedangkan
untuk kontrol negatif (-) yaitu 2 = 1,2 cm, dan 3 = 0,23 cm, sedangkan sampel
tidak mengalami zona hambat.
Berdasarkan hasil pengamatan setelah sampel diinkubasi selama 24 jam,
diperoleh hasil bahwa pada cawan petri yang diberikan antibiotik kanamycin pada
semua kontrol positif (+), terdapat zona hambat yang ditandai dengan daerah
sekitar antibiotik berwarna bening. Terdapatnya zona hambat pada percobaan
tersebut disebabkan karena bakteri tersebut tidak resisten terhadap antibiotik yang
ditanam pada media yang sama. Resistensi ini merupakan suatu sifat tidak
terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Sifat ini merupakan suatu
mekanisme alamiah untuk bertahan hidup. Resistensi dari bakteri tersebut
biasanya disebabkan karena bakteri tersebut dapat menghasilkan suatu enzim
yang dapat menghancurkan antibiotik tersebut.

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
41
Secara Bioassay

Cawan petri yang diberikan sampel pada paper disk ada yang dapat
menghambat bakteri yaitu daging ayam pada cawan petri 2 dan cawan petri 3. Hal
ini disebabkan karena daging ayam telah diberikan antibiotik sehingga bakteri
tidak resisten terhadap antibiotik tersebut. Dalam hal ini menandakan bahwa
daging ayam terdapat residu antibiotik. Pada kontrol (-) ditemukan adanya zona
hambat pada daging ayam di cawan petri 3, telur ayam ras di cawan petri 3, dan
telur bebek di cawan petri 2 dan cawan petri 3 pada daerah sekitar paper disk.
Terjadinya zona hambat pada kontrol negatif (-) disebabkan karena pada paper
disk tercampur dengan senyawa antibiotik sehingga bisa menghambat bakteri
untuk tumbuh. Selain itu, larutan pembanding yang mengandung larutan dapar
pada paper disk tidak terjadi zona hambat. Ini disebabkan karena pada larutan
pembanding konsentrasi yang dimiliki terlalu rendah sehingga tidak mampu
menghambat pertumbuhan bakteri.
Dari hasil pengamatan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotika dengan
cara difusi agar, pada bakteri uji Bacillus subtilis dengan antibiotika kanamycin
pada konsentrasi tertentu dapat disimpulkan bahwa bakteri uji Bacillus subtilis
termasuk dalam kategori peka terhadap antibiotika kanamycin. Selain itu,
berdasarkan zona hambat tersebut, sampel yang memiliki residu antibiotika
adalah daging ayam.
Proses terjadinya residu antibiotika yaitu pada saat antibiotik yang
diberikan pada hewan ternak akan masuk ke dalam sirkulasi darah dan
berinteraksi dengan reseptor di dalam tubuh. Interaksi tersebut dibedakan menjadi
dua macam yaitu (1) aksi antibiotik terhadap tubuh yang diwujudkan dalam
bentuk efek obat, (2) reaksi tubuh terhadap antibiotik atau cara tubuh menangani
senyawa eksogen. Secara simultan antibiotik didistribusikan ke dalam tubuh
setelah diabsorbsi. Umumnya antibiotik bersifat mudah larut dalam lemak dan
dapat dengan mudah melewati membran-membran sel atau jaringan sehingga
dengan cepat didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh, termasuk ke hati dan
ginjal. Pengeluaran antibiotik terjadi melalui proses biotransformasi dan eliminasi

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
42
Secara Bioassay

yang berlangsung lama sehingga pada waktu pemotongan jika antibiotik yang
telah diberikan masih tersisa dalam bentuk metabolit atau bahan aktifnya terdapat
di dalam produk hewan ternak yaitu daging, hati, ginjal, dan paru-paru. Timbunan
dari senyawa atau metabolit dari antibiotik dalam tubuh dapat menyebabkan
residu.
Keberadaan residu antibiotik dalam produk hewani diakibatkan oleh
beberapa faktor; (1) tidak diperhatikannya waktu henti obat, (2) penggunaan
antibiotik melebihi dosis yang dianjurkan dan tidak di bawah pengawasan dokter
hewan, (3) pengetahuan yang kurang akan dampak pada kesehatan masyarakat
akibat mengkonsumsi produk pangan asal hewan yang mengandung residu
antibiotik, (4) tidak ada penyuluhan dalam penggunaan antibiotik yang baik dan
benar di peternakan, dan (5) tipe dari peternakan ada yang intensif atau ekstensif.

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
43
Secara Bioassay

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
larutan pembanding dari ketiga cawan petri tidak mengalami Diameter Zona
Hambat (DZH). Pada daging ayam terjadi DZH kontrol positif (+) yaitu 1 = 0,6
cm, 2 = 2,3 cm, dan 3 = 0,7 cm, untuk kontrol negative (-) yaitu 1 = -0,07 cm, dan
3 = 0,33 cm, dan untuk sampel yaitu 1 = 0,1 cm dan 3 = 0,4 cm. Pada daging
kambing, terjadi DZH kontrol positif (+) yaitu 1 = 2,43 cm, 2 = 1 cm, dan 3 = 1,2
cm, sedangkan untuk kontrol negative (-) dan sampel tidak mengalami zona
hambat. Pada daging sapi, terjadi DZH kontrol positif (+) yaitu 1 = 1,76 cm, 2 =
1,66 cm, dan 3 = 1,76 cm, sedangkan untuk kontrol negatif dan sampel tidak
mengalami zona hambat.
Telur ayam ras terjadi DZH kontrol positif (+) yaitu 1 = 2,43 cm, 2 = 2,2
cm, dan 3 = 1,36 cm, sedangkan untuk kontrol negatif yaitu 3 = 0,36 cm, dan
sampel tidak mengalami zona hambat. Pada telur ayam kampong terjadi DZH
kontrol positif (+) yaitu 1 = 1,13 cm, 2 = 0,83 cm, dan 1,9 cm, sedangkan kontrol
negatif dan sampel tidak mengalami zona hambat. Pada telur bebek terjadi DZH
kontrol positif (+) yaitu 1 = 1 cm, 2 = 1,2 cm, dan 3 = 0,9 cm, sedangkan untuk
kontrol negatif yaitu 2 = 1,2 cm, dan 3 = 0,23 cm, sedangkan sampel tidak
mengalami zona hambat. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa bakteri uji
Bacillus subtilis termasuk dalam kategori peka terhadap antibiotika kanamycin
dan bisa dipastikan berdasarkan zona hambat tersebut sampel yang memiliki
residu antibiotik adalah daging ayam.

B. Saran
Sebaiknya dalam melakukan praktikum harus teliti dan dan dilakukan dalam
keadaan steril agar apa yang menjadi tujuan dari praktikum dapat tercapai dengan
baik.

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
44
Secara Bioassay

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., Aini L.Q., Abadi A.L., 2015, Pengaruh Bakteri Bacillus sp dan
Pseudomonas sp Terhadap Pertumbuhan Jamur Patogen Sclerotium Roflsii
Sacc. Penyebab Penyakit Rebah Semai Pada Tanaman Kedelai, Jurnal HPT,
Vol. 3 (1)

Ariyadi, T., dan Dewi S.S., 2009, Pengaruh Sinar Ultra Violet Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Bacillus sp Sebagai Bakteri Kontaminan, Jurnal Kesehatan, Vol. 2
(2)

Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Ditjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Erwin, 2014, Skrining Fitokimia dan Bioaktivitas Ekstrak dan Isolat Dari Daun Terap
(Artocarpus odoratssimus Blanco), Prosiding Seminar Nasional Kimia,
Unmul Samarinda, Samarinda

Febrianto, A.W., Mukaddas A., Faustine I., 2013, Rasionalitas Penggunaan


Antibiotik Pada Pasien Injeksi Saluran Kemih (ISK) di Instalasi Rawat Inap
RSUD Undata Palu Tahun 2012, Jurnal of National Science, Vol. 2 (3)

Gondo, H.K., 2007, Penggunaan Antibiotika Pada Kehamilan, Jurnal Wijaya


Kusuma, Vol. 1 (1)

Goyal, R.K., 2008, Pharmacology Principles and Methods of Bioassay, College of


Pharmacy, Navrangpura

Graumann, P., 2007, Bacillus: Cellular and Molecular Biology, Caister Academic
Press.

Khaeruni, A., Asrianti, Rahman, A., 2013, Efektivitas Limbah Cair Pertanian Sebagai
Media Perbanyakan Dan Formulasi Bacillus subtilis Sebagai Agens Hayati
Patogen Tanaman, Jurnal Agroteknos, Vol. 3 (3)

Masrianto, Fakhrurrazi, Azhari, 2013, Uji Residu Antibiotik Pada Daging Sapi Yang
Dipasarkan di Pasar Tradisional Kota Banda Aceh, Jurnal Medika
Veterinaria, Vol. 7 (1)

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098
Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika Pada Daging dan Telur
45
Secara Bioassay

Rahman, A., Choudhary M.I., Thomson W.J., 2005, Bioassay Techniques for Drug
Development, Hardwood Academic Publisher, Amsterdam, Netherlands

Rakhmawati, Anna, 2012, Penyiapan Media Mikroorganisme, UN Yogyakarta,


Yogyakarta

Sriyani, N., dan Salam K., 2008, Penggunaan Metode Bioassay Untuk Mendeteksi
Pergerakan Herbisida Pascatumbuh Paraquat dan 2,4-D Dalam Tanah, J.
Tanah Trop, Vol. 13 (3)

Utami, E.R., 2012, Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi, Jurnal Sains,
Vol. 1 (1)

Widyasari, E.M., dkk., 2013, Karakteristik Fisikokimia Kit Kering Kanamycin,


Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, Vol. 43 (2)

HAMZAH AZALI VICA ASPADIAH, S. Farm.


F1F1 13 098

Anda mungkin juga menyukai