Anda di halaman 1dari 97

ANALISIS RHODAMIN B PADA PERONA PIPI

SERTA PERILAKU KONSUMEN DI PAJUS


KOTA MEDAN TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh

ADELIA SAGALA
NIM. 151000306

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS RHODAMIN B PADA PERONA PIPI
SERTA PERILAKU KONSUMEN DI PAJUS
KOTA MEDAN TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADELIA SAGALA
NIM.151000306

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 14 Agustus 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Ir. Evi Naria, M.Kes.


Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya S., M.Si.
2. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S.

ii

Universitas Sumatera Utara


Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Rhodamin B pada Perona Pipi serta Perilaku Konsumen di Pajus Kota

Medan Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan

saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak

sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas

pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada

saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan

dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Agustus 2019

Adelia Sagala

iii

Universitas Sumatera Utara


Abstrak

Penyalahgunaan bahan berbahaya dalam kosmetik sering terjadi, contohnya


penggunaan zat pewarna tekstil untuk mewarnai bahan pangan dan kosmetik. Zat
warna sintetis yang dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan kosmetik
berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang persyaratan teknis bahan kosmetika salah satunya yaitu
rhodamin B. Penggunaan rhodamin B dalam makanan dan kosmetik yang pada
jangka panjang (kronis) dapat menyebabkan kanker ataupun gangguan fungsi
pada hati dan bila mengenai kulit maka akan terjadi iritasi. Pajak USU (PAJUS)
merupakan pasar yang pada saat ini banyak dikunjungi dan menjual berbagai jenis
barang salah satunya yaitu kosmetik. Berdasarkan hasil observasi yang telah
dilakukan, kecenderungan penggunaan kosmetik di PAJUS semakin meningkat
yang ditandai dengan banyaknya penjual kosmetik di PAJUS dan selalu ramai
dikunjungi oleh pengguna kosmetik, terutama untuk penjualan perona pipi. Jenis
penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui keberadaan
zat pewarna rhodamin B yang terdapat pada perona pipi dan untuk mengetahui
perilaku konsumen terhadap penggunaan perona pipi di PAJUS. Berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa dari 12 sampel perona pipi yang
diperiksa terdapat 1 sampel yang positif mengandung rhodamin B dengan kadar
0,0034 mg/L. Konsumen perona pipi di Pajus memiliki pengetahuan yang baik 35
orang (81,4 %), sikap yang baik 36 orang (83,7 %), dan tindakan yang baik 25
orang (58,1%). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku
pengguna perona pipi dengan penggunaan perona pipi yang mengandung
rhodamin B di Pajus. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah masih
ditemukannya bahan berbahaya pada kosmetik dan perilaku konsumen terhadap
perona pipi di Pajus tergolong baik. Saran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati
dalam memilih kosmetik dan bagi BPOM RI sebaiknya melakukan pengawasan
secara berkala terhadap produk kosmetik yang beredar.

Kata kunci: Rhodamin B, Perona pipi, Pengetahuan, Sikap, Tindakan

iv

Universitas Sumatera Utara


Abstract

The abuse of harmful ingredients in cosmetics often occurs, for example the use of
textile dyes to color food and cosmetics. Synthetic dye which is prohibited from
being used as cosmetic additives based on the regulation of the Head of the Food
and Drug Supervisory Board of the Republic of Indonesia concerning the
technical requirements for cosmetics is rhodamine B. The use of rhodamine B in
food and cosmetics can cause cancer or disorders in the long term (chronic)
function on the liver and when it comes to the skin irritation will occur. Pajak Usu
(PAJUS) is a market that is currently visited and sells various types of stuffs, one
of which is cosmetics. Based on the results of observations that have been made,
the tendency of cosmetic use in PAJUS is increasingly marked by the number of
cosmetic sellers at PAJUS and always crowded with cosmetic users, especially for
the sale of blusher. This type of research is descriptive, namely to determine the
presence of rhodamine B coloring agent found on blusher and to determine
consumer behavior towards the use of blusher in PAJUS. Based on the results of
laboratory tests showed that from 12 blusher samples examined there was 1
positive sample containing rhodamine B with a level of 0.0034 mg / L. Blusher
consumers in Pajus have good knowledge of 35 people (81.4%), good attitude 36
people (83.7%), and good actions 25 people (58.1%). There is no significant
relationship between the behavior of blush users with the use of blush containing
rhodamine B in Pajus. The conclusion of the results of this study is the presence of
hazardous ingredients in cosmetics and consumer behavior towards blushes in
Pajus are relatively good. Suggestions for people to be more careful in choosing
cosmetics and for BPOM RI should conduct regular supervision of outstanding
cosmetic products.

Keywords: Rhodamine B, Blush, Knowledge, Attitude, Action

Universitas Sumatera Utara


Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis

Rhodamin B pada Perona Pipi serta Perilaku Konsumen di Pajus Kota

Medan Tahun 2019”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada

kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Ketua Departemen Kesehatan

Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu

dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada

penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ir. Indra Chahaya S, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran

dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

vi

Universitas Sumatera Utara


6. Prof.Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, M.S selaku dosen penguji II yang telah

memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Dr.Drs.R. Kintoko Rochadi, M.KM, selaku dosen pembimbing akademik.

8. Seluruh staf pengajar di Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara khususnya dosen peminatan Kesehatan

Lingkungan.

9. Teristimewa untuk orang tua terkasih, ayahanda Robert Sagala dan ibunda

Surtani Mariani Hutagalung serta saudara dan saudari (Tongam Hendra

Erikson Sagala, Friska Sagala, Dewi Lusi Sagala, Debora Novayanti Sagala)

yang telah memberikan dukungan doa, motivasi serta dukungan materi kepada

penulis untuk menyelesaikan penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh

sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat

bagi pembaca.

Medan, Agustus 2019

Adelia Sagala

vii

Universitas Sumatera Utara


Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii
Riwayat Hidup xiii

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Tujuan umum 6
Tujuan khusus 6
Manfaat Penelitian 7

Tinjauan Pustaka 8
Penggunaan bahan berbahaya pada kosmetik 8
Reaksi negatif kosmetik pada kulit 11
Zat pewarna pada kosmetik 13
Rhodamin B 17
Jalur pemaparan rhodamin B 18
Efek toksik rhodamin B 19
Perona pipi 21
Perilaku 24
Landasan teori 28
Kerangka konsep 32

Metode Penelitian 33
Jenis penelitian 33
Lokasi dan Waktu Penelitian 33
Populasi dan Sampel 33
Objek Penelitian 35
Variabel dan Defenisi Operasional 35
Metode Pengumpulan Data 36
Metode Pengukuran Data 36
viii

Universitas Sumatera Utara


Metode Analisis Data 40

Hasil Penelitian 41
Gambaran Lokasi Penelitian 41
Hasil Analisis Zat Pewarna Rhodamin B pada Perona Pipi 42
Karakteristik Konsumen Perona pipi 43
Pengetahuan Konsumen Pajus Kota Medan Tahun 2019 44
Sikap Konsumen Pajus Kota Medan Tahun 2019 47
Tindakan Konsumen Pajus Kota Medan Tahun 2019 49
Hubungan antara perilaku konsumen dan merek perona pipi 51
yang digunakan
Hubungan antara perilaku konsumen dan keberadaan rhodamin B pada
perona pipi yang digunakan 51

Pembahasan 53
Zat pewarna rhodamin B pada perona pipi 53
Tingkat Pengetahuan Konsumen Terhadap Perona pipi 55
Sikap Konsumen terhadap Perona Pipi 56
Tindakan Konsumen terhadap Perona Pipi 57

Kesimpulan dan Saran 59


Kesimpulan 59
Saran 59

Daftar Pustaka 61
Lampiran 63

ix

Universitas Sumatera Utara


Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai 16


Bahan Berbahaya pada Obat, Makanan dan Kosmetika

2 Data Toksisitas Rhodamin B 18

3 Hasil Uji Kualitatif Zat Pewarna Rhodamin B 42

4 Distribusi Konsumen Perona Pipi Berdasarkan


Karakteristik Konsumen di PAJUS Kota Medan Tahun 2019 43

5 Distribusi Konsumen Berdasarkan Pengetahuan 44


di PAJUS Kota Medan Tahun 2019

6 Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan konsumen 47


terhadap perona pipi di Pajus di Kota Medan tahun 2019.

7 Distribusi Konsumen Berdasarkan Sikap di PAJUS 47


Kota Medan Tahun 2019

8 Distribusi Konsumen Berdasarkan Kategori Sikap 48


di PAJUS Kota Medan Tahun 2019

9 Distribusi Konsumen Berdasarkan Tindakan 49


di PAJUS Kota Medan Tahun 2019

10 Distribusi responden berdasarkan tindakan konsumen 50


terhadap perona pipi di Pajus di Kota Medan tahun 2019.

11 Distribusi responden berdasarkan perilaku konsumen 50


terhadap perona pipi di Pajus di Kota Medan tahun 2019

12 Hasil tabulasi silang antara perilaku konsumen 51


dan merek perona pipi yang digunakan konsumen
di Pajus Kota Medan Tahun 2019

13 Hasil tabulasi silang antara perilaku konsumen 52


dan keberadaan rhodamin B pada perona pipi
yang digunakan konsumen di Pajus Kota Medan Tahun 2019

Universitas Sumatera Utara


Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Struktur Kimia Rhodamin B 17

2 Teori Simpul 30

xi

Universitas Sumatera Utara


Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Perilaku Konsumen Terhadap 63


Perona Pipi Di Pajus Kota Medan Tahun 2019

2 Master Data Karakteristik konsumen di Pajus 67

3 Master Data Tingkat Pengetahuan Konsumen 69

4 Master Data Sikap Konsumen 71

5 Master Data Tindakan Konsumen 73

6 Hasil Pemeriksaan rhodamin B pada Perona pipi 76

7 Dokumentasi Kegiatan 79

xii

Universitas Sumatera Utara


Riwayat Hidup

Penulis bernama Adelia Sagala berumur 22 tahun, lahir di Kota Dumai

pada tanggal 2 November 1997. Penulis Bergama Kristen Protestan, anak kedua

dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Robert Sagala dan Ibu Surtani Mariani

Hutagalung.

Pendidikan formal dimulai di Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 004

Dumai tahun 2003-2009, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Dumai

tahun 2009-2012, sekolah menengahatas di SMA Negeri 2 Dumai tahun 2012-

2015, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Agustus 2019

Adelia Sagala

xiii

Universitas Sumatera Utara


Pendahuluan

Latar Belakang

Keamanan kosmetik dari bahan berbahaya memerlukan perhatian khusus.

Kosmetik adalah bahan yang terbuat bermacam-macam bahan aktif dan bahan

kimia yang akan bereaksi ketika diaplikasikan secara langsung pada kulit. Bahan

berbahaya adalah zat yang menimbulkan reaksi negatif dan berbahaya bagi tubuh

terkhusus bagi kesehatan kulit. Akhir-akhir ini banyak ditemukan produk

kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan umumnya ditemukan pada

kosmetik pemutih, anti-aging, dan juga kosmetik dekoratif (Muliyawan, 2013).

Beragam efek buruk yang mucul akibat kosmetik yang mengandung bahan

berbahaya dapat memberikan dampak yang lebih luas, tidak hanya sekedar pada

jaringan kulit namun juga mempengaruhi sistem jaringan dan organ penting

lainnya. Bahan berbahaya tergolong zat beracun, dan jika aplikasikan di kulit

lewat penggunaan produk kosmetik maka kulit akan menyerap zat beracun

tersebut dan masuk melalui aliran darah yang kemudian terakumulasi pada sel

tubuh sehingga menyebabkan berbagai macam dampak negatif, seperti kanker,

mutasi DNA, kerusakan sistem saraf, dan gangguan kesehatan lainnya.

(Muliyawan, 2013).

Universitas Sumatera Utara


2

Kosmetika merupakan bahan yang digunakan untuk bagian luar tubuh

manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi

dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,

mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau

memelihara tubuh pada kondisi baik (Permenkes, 2010). Perona pipi adalah

produk kosmetik yang digunakan dengan maksud agar memberikan warna pada

wajah, sehingga penggunanya tampak lebih cantik dan percaya diri dan juga

berfungsi sebagai penyempurna riasan dan membuat kesan segar pada

wajah.(Tranggono, 2007).

Public warning yang dikeluarkan oleh BPOM RI pada produk-produk

kosmetik yang ditemukan mengandung bahan aktif berbahaya dan sudah di larang

penggunaannya pada produk kosmetik diantaranya yaitu asam retinoat, merkuri,

hidrokinon, zat warna merah K.3, jingga K1 dan merah K10 (rhodamin B).

Bahan-bahan ini dilaporkan menimbulkan berbagai reaksi negative terhadap kulit

dan membahayakan kesehatan dalam jangka panjang. Pada Tahun 1982, Lin J. T

melaporkan bahwa ribuan artis di China menderita pigmented cosmetic dermatitis

(hiperpigmentasi) atau timbulnya noda-noda hitam pada kulit setelah mengunakan

kosmetik pemutih atau krim mutiara (Muliyawan, 2013).

Bahan yang juga sering ditambahkan pada kosmetik yaitu zat pewarna.

Penyalahgunaan zat pewarna dalam pangan dan kosmetik lumrah terjadi,

contohnya zat pewarna tekstil dipakai untuk mewarnai bahan pangan dan

kosmetik. Kurangnya informasi dan pengetahuan masyarakat tentang zat pewarna

Universitas Sumatera Utara


3

yang aman digunakan pada pangan dan kosmetik menimbulkan penyalahgunaan

tersebut. Selain itu harga zat pewarna tekstil lebih terjangkau bila dibandingkan

dengan zat pewarna yang memang digunakan dalam makanan. Ini terjadi karena

bea masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat

pewarna non pangan dan zat pewarna tekstil biasanya lebih menarik (Cahyadi,

2017).

Zat warna sintetis yang dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan

kosmetik berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia tentang persyaratan teknis bahan kosmetika salah satunya

yaitu rhodamin B. Rhodamin B merupakan pewarna sintetis yang memiliki bentuk

serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak memiliki bau dan

dalam larutan akan berwarna merah terang. (BPOM, 2008)

Rhodamin B dalam makanan dan kosmetik yang digunakan pada jangka

panjang (kronis) dapat menyebabkan kanker ataupun gangguan fungsi pada hati.

Gejala akut yang ditimbulkan oleh rhodamin B dapat terjadi jika terpapar

rhodamin B dalam jumlah besar. Rhodamin B yang masuk melalui makanan akan

mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan gejala keracunan dengan air

kencing yang berwarna merah ataupun merah muda. Menghirup rhodamin B

dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Lalu jika zat

kimia ini mengenai kulit maka kulit pun akan mengalami iritasi. Mata yang

terkena rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata

kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata (Yuliarti, 2007).

Universitas Sumatera Utara


4

Menurut Irianti (2017) zat warna rhodamin B dilarang penggunaannya di

Eropa mulai tahun 1984, hal ini dikarenakan rhodamin B termasuk bahan

karsinogen (penyebab kanker yang kuat). Uji toksisitas rhodamin B terhadap

mencit dan tikus telah membuktikan adanya efek karsinogenik tersebut.Hasil

pengujian laboratorium yang dilakukan oleh Badan POM selama tahun 2017 pada

24.314 sampel kosmetika, diperoleh 285 (1,17%) sampel tidak memenuhi syarat

mutu, meliputi 59 (0,24 %) sampel mengandung bahan aktif melebihi batas, 99

(0,41 %) sampel tercemar mikroba, dan 127 (0,52%) sampel mengandung bahan

yang dilarang. Hasil pengujian ini mengalami peningkatandari tahun 2016,

dimana sampel yang tidak memenuhi syarat mutu diperoleh 235 (1,08 %) jumlah

sampel.

Berdasarkan hasil penelitian dilakukan oleh Arfina (2012), dari 7 sampel

perona pipi yang beredar di beberapa pasar tradisional kota Makassar, diperoleh 2

sampel perona pipi yang positif rhodamin B. Penelitian lainnya oleh Winasih,

dkk (2015) dari 6 sampel perona pipi yang diperiksa diperoleh 2 sampel yang

positif rhodamin B. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aviani (2014), dari 5

sampel perona pipi yang diperiksa, diperoleh 3 sampel yang positif rhodamin B.

Dalam sebuah kasus dilaporkan bahwa sekitar 10 pon bubuk rhodamine

tumpah ke lantai gedung perawatan otomotif sehingga menyebabkan aerosol debu

rhodamin b yang tersebar di seluruh gedung yang mencemari rambut, kulit, mata,

dan pakaian sebagian besar karyawan toko. Gejala akut (rasa sakit dan gatal-gatal

pada kulit) dikeluhkan oleh pekerja di bengkel perawatan otomotif yang terpapar

Universitas Sumatera Utara


5

rhodamin b selama sekitar 15 menit. Paparan akut terhadap Rhodamine B

mengakibatkan mata terasa terbakar, iritasi kulit dan kesulitan bernapas pada 17

orang karyawan. (Wilkinson, 1991)

Menurut penelitian Kaji (2000) toksisitas rhodamin b pada sel fibroblast

bibir dan kulit manusia akan berkontribusi pada keamanan penggunaan pewarna

dalam kosmetik. Pertumbuhan sel fibroblas dalam proses penyembuhan luka dan

pertumbuhan kolagen kulit bisa dipastikan menjadi terhambat karena adanya

penggunaan zat rhodamin b melalui kosmetik dekoratif yang digunakan.

Tren penggunaan perona pipi saat ini dengan jenis produknya yang

semakin beragam membuat wanita dari berbagai kalangan usia tertarik untuk

mencobanya, terlebih lagi dengan adanya konten kecantikan di majalah, televisi

dan internet yang mempengaruhi pola pikir konsumen yang terobsesi untuk

memiliki wajah yang cantik. Tetapi penggunaan kosmetik yang tidak diimbangi

dengan perilaku yang baik berpotensi menimbulkan efek negatif bagi

penggunanya. (Pasadina, 2015)

Pajak USU (PAJUS) merupakan pasar yang pada saat ini banyak

dikunjungi oleh masyarakat medan khususnya siswa sekolah dan mahasiswa.

PAJUS menjual berbagai jenis barang mulai dan salah satu produk yang banyak

dijual di PAJUS yaitu produk kosmetik. Berdasarkan hasil observasi yang telah

dilakukan, kecenderungan penggunaan kosmetik di PAJUS semakin meningkat

yang ditandai dengan banyaknya penjual kosmetik di PAJUS dan selalu ramai

dikunjungi oleh pengguna kosmetik, terutama untuk penjualan perona pipi. Dalam

Universitas Sumatera Utara


6

sehari, masing-masing kios penjual kosmetik bisa menjual 5 sampai dengan 10

perona pipi dari berbagai jenis dan merek.

Perumusan Masalah

Perona pipi dijual dengan bebas oleh pedagang kosmetik di PAJUS tanpa

memperhatikan izin peredaran dan bahan berbahaya yang mungkin terdapat di

dalam perona pipi. Keberadaan bahan berbahaya akibat penyalahgunaan pewarna

sintetis pada perona pipi seperti rhodamin b dapat membahayakan kesehatan

pengguna produk, sehingga perlu dilakukan analisis rhodamin b pada perona pipi

merek lokal dan perilaku konsumen terhadap perona pipi di PAJUS Kota Medan.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Mengetahui keberadaan zat pewarna rhodamin B pada perona pipi yang beredar di

PAJUS dan perilaku konsumen terhadap perona pipi di PAJUS Kota Medan

Tahun 2019.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui ada tidaknya zat pewarna rhodamin B pada perona pipi yang

beredar di PAJUS Kota Medan.

2. Mengetahui kadar zat pewarna rhodamin B pada perona pipi yang beredar

di PAJUS Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


7

3. Mengetahui perilaku konsumen terhadap perona pipi di PAJUS Kota

Medan.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi untuk konsumen dalam memilih produk perona pipi

yang aman digunakan.

2. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan dan instansi terkait untuk lebih

memperhatikan produk perona pipi yang dijual dipasar.

3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian di waktu yang akan datang.

4. Sebagai bahan pengayaan literatur untuk Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU Medan tentang keberadaan rhodamin b pada perona pipi yang dijual

di PAJUS.

Universitas Sumatera Utara


Tinjauan Pustaka

Penggunaan bahan berbahaya pada kosmetik

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 bahan berbahaya

dan beracun dapat diartikan sebagai bahan yang dapat merusak lingkungan,

membahayakan kesehatan dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk lainnya

oleh karena sifat, konsentrasinya dan atau jumlahnya yang mempengaruhi baik

secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa bahan-bahan yang berbahaya

dalam kosmetik, diantaranya adalah:

Merkuri (Hg). Penggunaan cream pemutih yang memiliki kandungan

merkuri sempat marak di Indonesia. Cream pemutih dengan bahan merkuri ini

pada mulanya berasal dari China dan sering disebut dengan pearl cream atau

cream mutiara. Kulit putih yang dihasilkan oleh pemakaian pearl cream

berlangsung sangat cepat. Faktanya merkuri bersifat toksik (racun). Kosmetik

dengan bahan dasar merkuri yang dioleskan pada kulit berdampak negatif bagi

kesehatan, bahkan dapat mengganggu fungsi ginjal dan jaringan saraf. Sehingga

pemerintah Indonesia melalui BPOM kemudian melarang peredaran kosmetik

pemutih yang menggunakan merkuri. Dampak penggunaan kosmetik pearl cream

atau cream mutiara yang mengandung merkuri telah dirasakan di China. Kini,

penggunaan merkuri dalam membuat kosmetik sudah benar-benar dilarang

(Muliyawan, 2013).

Universitas Sumatera Utara


9

Hidrokinon. Nama lain dari hidrokinon adalah alpa-hydroquinon,

hidrokuinol, quinol dan bensoquinon. Hidrokinon memiliki bentuk berupa serbuk

putih atau kristal. Senyawa ini seringkali ditambahkan pada kosmetik untuk

memutihkan wajah. Hidrokinon dapat menghambat kinerja enzim tirosinase

dalam dalam fungsinya untuk memproduksi melanin , yang merupakan pigmen

penentu warna kulit. Pigmen kulit yang gelap menandakan kadar melanin dalam

kulitnya tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil menunjukkan

bahwa hidrokinon bekerja cepat dalam menghilangkan flek hitam atau warna

tidak merata pada kulit. Namun, dalam penggunaan hidrokinon ini memberi

pengaruh buruk dan dampaknya menghancurkan produksi melanin, sehingga kulit

kehilangan fungsinya untuk melindungi dari radiasi sinar matahari dan pengaruh

luar lainnya. Efek dalam penggunaan hidrokinon adalah efek yang bersifat

akumulasi. Artinya, berapa pun kadar penggunaan hidrokinon saat ini, akan terus

menumpuk. Dampak negatif baru akan mucul bila telah digunakan selama sekian

bulan atau tahun.

Reaksi negatif yang dihasilkan oleh penggunaan hidrokinon melebihi ambang

toleransi, antara lain:

a. Kulit berubah menjadi merah dan terasa panas seperti terbakar.

b. Black spot (flek-flek hitam).

c. Dalam jangka panjang, hidrokinon bisa mengakibatkan kelainan pada

ginjal, kanker darah, dan kanker sel hati (Tranggono, 2007).

Universitas Sumatera Utara


10

Asam retinoat/tretinoin/retinoic acid. Asam retinoat adalah bentuk aktif

dari vitamin A. Asam retinoat sering terdapat dalam produk kosmetik

khususnya produk anti jerawat dan pemutih wajah. Asam retinoat

menghambat terbentuknya melanin pada kulit. Berkurangnya produksi

melanin dalam kulit mengakibatkan pigmen kulit menjadi lebih terang

(Muliyawan, 2013). Reaksi negatif yang timbul oleh penggunaan asam

retinoat, yaitu:

a. Rasa terbakar

b. Kulit menjadi kering.

c. Teratogenik (cacat pada janin)

Bahan pewarna merah K.3 (Cl 15585), merah K.10 (Rhodamin B), dan

jingga K.1 (Cl 12075). Bahan pewarna merah K.3 (Cl 15585), merah K.10

(Rhodamin B), dan jingga K.1 (Cl 12075) bersifat karsinogenik atau dapat

menyebabkan kanker. Bahan pewarna ini merupakan pewarna yang sering

digunakan pada industri kertas, tinta dan tekstil. Reaksi negatif yang dapat

ditimbulkan pada penggunaan bahan pewarna sintetis ini adalah:

a. Potensi terjadinya kanker karena bersifat karsinogenik dan berbahaya bagi

kesehatan manusia.

b. Rhodamin B pada konsentrasi tinggi berpotensi menimbulkan kerusakan

hati. (Muliyawan, 2013)

Universitas Sumatera Utara


11

Reaksi negatif kosmetik pada kulit

Reaksi negatif yang terjadi akibat penggunaan kosmetik yang tidak aman, baik

pada kulit maupun pada sistem tubuh (Tranggono, 2007), diantaranya adalah:

Iritasi. Efek negatif yang timbul secara langsung saat penggunaan pertama

kosmetik karena mengandung satu atau lebih bahan-bahan yang bersifat iritan.

Alergi. Reaksi yang timbul pada kulit setelah penggunaan kosmetik beberapa

kali bahkan setelah bertahun lamanya, karena didalamnya terdapat bahan yang

bersifat alergenik bagi seseorang sekalipun tidak berefek bagi orang lain.

Fotosensitisasi. Reaksi muncul setelah kulit yang menggunakan kosmetik

terkena paparan sinar matahari. Hal ini terjadi dikarenakan salah satu atau lebih

dari bahan yang dikandung oleh kosmetik bersifat photosensitizer.

Jerawat (acne). Kosmetik yang berfungsi untuk melembabkan kulit

(moisturizer) dapat menimbulkan jerawat jika dipergunakan pada jenis kulit yang

berminyak, khususnya bagi pengguna yang tinggal di daerah tropis seperti

Indonesia. Hal ini dikarenakan kosmetik tersebut berpotensi untuk membuat pori-

pori kulit tersumbat bersama kotoran dan bakteri. Jenis kosmetik tersebut

dinamakan jenis kosmetik yang aknegenik.

Intosidasi. Bahan-bahan yang bersifat toksik dan terdapat pada kosmetik bisa

menyebabkan keracunan. Keracunan bisa terjadi secara lokal atau sistemik

melalui mulut, hidung dan paparan pada kulit

Universitas Sumatera Utara


12

Penyumbatan fisik. Penyumbatan dapat terjadi pada pori-pori kulit atau pori-

pori kecil pada bagian tubuh yang lain , yang disebabkan oleh kosmetik tertentu

yang mengandung bahan yang lengket dan berminyak seperti pelembab atau alas

bedak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi rekasi negatif pada kulit. Besarnya

reaksi negatif pada kulit akibat kosmetik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah:

Lamanya kulit kontak dengan kosmetik. Kosmetik yang digunakan di kulit

dalam jangka waktu yang lama, seperti pelembab dan dasar bedak lebih cepat

menimbulkan reaksi negatif bila dibandingkan dengan penggunaan yang hanya

sebentar saja dan kemudian segera dibersihkan atau diangkat kembali, misalnya

sabun atau shampo yang segera dibilas dengan air sampai bersih setelah

digunakan (Tranggono, 2007).

Lokasi pemakaian. Reaksi kulit yang berada pada satu lokasi dengan

lokasilainnya tidak selalu sama terhadap aplikasi suatu jenis kosmetik. Karena

kepekaan jenis kulit satu dengan lainnya berbeda. (Muliyawan, 2013).

pH kosmetik. Bila nilai pH kosmetik dan pH fisiologis kulit sangat jauh

berbeda, maka akan mengindikasikan bahwa kosmetik yang digunakan

memunculkan reaksi negaitif yang besar. Oleh karena itu sebaiknya pH kosmetik

disamakan dengan pH fisiologis kulit, yaitu antara 4,5-6,5 (pH balanced)

(Tranggono, 2007).

Universitas Sumatera Utara


13

Kosmetik yang mengandung gas. Mengakibatkan konsentrasi bahan aktif di

dalam kosmetik itu lebih tinggi setelah gas menguap.

Zat pewarna pada kosmetik

Zat pewarna berperan penting dalam kosmetik, terutama kosmetik

dekoratif. Zat pewarna memiliki fungsi dalam memberikan corak warna-warni

menarik pada kosmetik dekoratif dan menjadi ciri khas pada kosmetik tertentu.

Zat warna dalam kosmetik dekoratif dapat dikelompokkan menjadi:

Zat warna alam yang dapat larut. Zat warna yang termasuk jenis ini

tergolong aman untuk kulit, hanya saja dalam penggunaannya pada kosmetik

terbilang jarang. Beberapa kelemahan yang terdapat pada zat warna alam larut ini

yaitu warna yang dihasilkan kurang tahan lama dan harganya relatif mahal.

Contoh dari zat warna alam yang dapat larut, yaitu:

Alkalain, yaitu zat pewarna merah yang terbuat dari ekstrak kulit akar alkana

(Radix alcannae).

Carmine, yaitu zat warna yang menghasilkan warna merah dan diperoleh dari

serangga yang sudah melalui proses pengeringan.

Ekstrak klorofil dedaunan hijau, yaitu zat warna yang menghasilkan zat warna

hijau.

Henna, zat warna alam yang umumnya dipakai untuk pewarna pada rambut

dan kuku.

Universitas Sumatera Utara


14

Carrotene, yaitu zat warna kuning yang diekstrak dan bagian tanaman

tertentu yang mengandung zat warna kuning (Muliyawan, 2013).

Zat warna sintetis yang dapat larut. Zat pewarna sintetis merupakan zat

warna yang diperoleh dari proses yang diperoleh lewat proses sintesa senyawa

kimia tertentu. Zat warna ini sering disebut dengan aniline atau coal-tar, karena

zat warna ini merupakan sintesis dari senyawa-senyawa hasil isolasi dari coal-tar.

Sifat zat warna sintetis, antara lain:

a. Memiliki intensitas warna yang kuat, sekalipun dalam jumlah yang sedikit

sudah memberi warna yang kuat.

b. Dapat larut dalam air, alkohol, minyak atau salah satu dari ketiganya.

c. Kemampuan melekat pada rambut, kulit dan kuku berbeda-beda.

d. Dalam beberapa jenis memiliki sifat toksik, sehingga perlu diperhatikan

dalam penggunaannya. (Muliyawan, 2013).

Pigmen-pigmen alam. Pigmen-pigmen alami telah sering dipakai pada

kosmetik. Salah satunya yaitu pigmen warna yang ada secara alamiah pada tanah

contohnya aluminium silikat yang warnanya bergantung pada kandungan besi

oksida (mis. kuning ochre, coklat tua, merah bata, coklat). Zat warna ini bersifat

alami dan tidak berbahaya. Warna tidak sama, bergantung pada sumbernya. Pada

proses pemanasan dengan suhu tinggi dapat menghasilkan pigmen baru.

(Tranggono, 2007).

Universitas Sumatera Utara


15

Pigmen-pigmen sintetis. Saat ini, banyak ditemukan besi oksida sintetis yang

seringkali dipakai untuk menggantikan zat pewarna alami. Warna yang diperoleh

dari pigmen sintetis sifatnya lebih cerah dan terang.

Berikut ini merupakan contoh dari pigmen sintetis yang dipakai pada industri

kosmetik, yaitu:

a. Besi oksida sintetis yang menghasilkan berbagai pilihan warna sintetis,

antara lain warna cokelat, kuning, warna violet dan merah.

b. Titanium oxide dan Zinc oxide (pigmen sintetis putih).

c. Bismuth carbonate juga sering dipakai untuk pigmen putih.

d. Bismuth oxychloride sering dipakai untuk menghasilkan warna putih

mutiara.

e. Kobalt dipakai untuk pigmen sintetis biru dan kobalt hijau untuk pigmen

warna hijau kebiruan.

f. Zat warna yang berasal dari coal-tar tergolong sebagai pigmen sintetis.

Ada beberapa jenis pigmen sintetis yang penggunaannya tidak perbolehkan dalam

kosmetik karena memiliki sifat toksis seperti prussian blue dan cadmium sulfide

(Muliyawan, 2013).

Lakes alam dan sintetis. Lakes diperoleh dari proses pengendapan satu

atau lebih zat warna yang dapat larut dalam air pada satu atau lebih substrat yang

tidak larut dan mengikatnya sehingga menghasilkan bahan pewarna yang hampir

tidak larut dalam air, minyak dan pelarut lainnya. Lakes banyak terbuat zat

Universitas Sumatera Utara


16

pewarna sintetis. Lakes yang terbuat dari coal-tar adalah zat warna yang berperan

penting dalam kosmetik dekoratif karena warna yang dihasilkan lebih cerah dan

cocok dengan kulit. Substrat yang paling sering digunakan yaitu zinc oxide,

aluminium hidroksida, aluminium phospat, barium phospat, barium sulfat,

alumina hydrate, magnesium carbonate, dan kaolin (Tranggono, 2007).

Tabel 1

Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya pada Makanan,
Obat, dan Kosmetika
Nama Nomor Indeks Warna (C.I.No)
Auramine (C.IBasic Yellow2) 41000
Alkanet 75520
ButterYellow(C.I. Solvent Yellow2) 11020
Black7984 (FoodVlack 2) 27755
BumUnber(Pigment Brown 7) 77491
Chrysoidine(C.I.Basic Orange) 11270
ChrysoineS(C.IFood Yellow 8) 14270
CitrusRed No. 2Citrus Red No.2 12156
ChocolateBrown FB (Food Brown 2) -
FastRed E (C.I Food Red 4) 16045
Fast Yellow AB (C.I Food Yellow 2) 13015
Guinea Green B (C.I Acid Green No.3) 42085
Indanthrene Blue RS (C.I Food Blue 4) 69800
Magenta (C. I Basic Violet 14) 42510
Metanil Yellow (Ext. D&C Yellow No.1) 13065
Oil OrangeSS (C.ISolventOrange 2) 12100
Oil OrangeXO (C.ISolventOrange 7) 12140
Oil OrangeAB (C.ISolventYellow 5) 11380
Oil OrangeAB (C.ISolventYellow 6) 11390
OrangeG(C.IFood Orange 4) 16230
Orange GGN (C.I Food Orange 2) 15980
OrangeRN (Food Orange 1) 15970
Orchid and Orcein -
Ponceau 3R (Acid Red 1) 16155
Ponceau SX (C. I Food Red 1) 14700
Ponceau 6R (C.I Food Red 8) 16290
Rhodamin B (C.I Food Red15) 45170
Sudan I(C. I Solvent Yellow14) 12055
ScarletGN (Food Red 2) 14815
Violet 6B 42640
Sumber:Permenkes RI Nomor 239/Menkes/Per/V/85

Universitas Sumatera Utara


17

Rhodamin B

Rhodamin B merupakan zat warna sintetis dengan bentuk serbuk kristal

dan berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, bila dilarutkan dalam air

akan berwarna merah kebiruan. Senyawa ini memiliki rumus molekul

C28H31N2O3Cl dan berat molekul 479,06 gr/mol. Titik lebur 165℃, dapat larut

pada air, benzene, eter dan alcohol, namun tidak dapat larut pada pelarut organik.

Rhodamin B adalah zat warna zat warna dari golongan pewarna kationik (cationic

dyes). Rhodamin B biasanya menjadi pewarna untuk tekstil, kertas, sutra dan

digunakan juga sebagai reagen dalam analisis antimony, bismuth, kobalt dan

lainnya. Nama lain rhodamin B adalah basic violet, acid brilliant pink B, basic

violet 10, calcozine red bx, C.I. basic violet 10, CI Number (No. index

warna):45170, diethyl-m-amino-phenolphthalein hydrochloride. Rhodamin B

stabil pada temperatur dan tekanan normal. Hasil peruraian yang berbahaya pada

pemanasan berupa oksida-oksida nitrogen, senyawa karbon, dan senyawa

terhalogensi (BPOM, 2008)

Gambar 1. Struktur kimia rhodamin B

Universitas Sumatera Utara


18

Sifat kimia dan kandungan logam berat yang ada pada rhodamin B bersifat

bahaya bagi kesehatan manusia. Pada rhodamin B terdapat senyawa klorin (Cl).

Klorin adalah senyawa halogen yang reaktif dan bila tertelan, maka senyawa ini

akan mengikat senyawa lain yang terdapat dalam tubuh agar mencapai kestabilan,

yang mana bersifat racun untuk tubuh. Rhodamin b memiliki senyawa

pengalkilasi yang bersifat radikal dan mampu berikatan dengan lemak, protein,

dan DNA (Irianti, 2017).

Tabel 2

Data Toksisitas rhodamin B

LD50 (intraperitoneal, tikus) 112 mg / kg


LD50 (intravena, tikus) 89 mg / kg
LD50 (oral, mencit) 887 mg / kg
LD50 (intraperitoneal, tikus) 144 mg / kg
LD50 (subkutan, mencit) 180 mg / kg
Sumber: BPOM 2008

Jalur pemaparan rhodamin b

Jalur pemaparan atau jalur masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam

tubuh manusia dapat terjadi melalui mulut, kulit, sistem pernapasan dan organ

lainnya seperti telinga dan mata. Jalur pemaparan rhodamin b, yaitu kontak

melewati pernapasan, kulit, dan kontak melewati oral. Berikut merupakan alur

masuk rhodamin B ke dalam tubuh menurut Pramono (2013):

Alur masuk rhodamin B melalui inhalasi.

1. Rhodamin B yang terhirup kemudian masuk melewati saluran pernapasan.

Universitas Sumatera Utara


19

2. Rhodamin B terkumpul di alveoli sehingga menghambat difusi oksigen

pada darah

3. Rhodamin B yang terakumulasi menyebabkan inflamasi pada dinding

alveoli. Ini terjadi karena zat radikal bebas menghambat penyebaran

oksigen ke dalam sel sehingga mengakibatkan iskemik sel dan bila

berkelanjutan akan menjadi infark dan kemungkinan terjadi nekrosis.

Respon tubuh terhadap rhodamin B pada rute ini termasuk respon akut.

Alur masuk rhodamin B melalui kulit.

1. Rhodamin B yang menempel pada permukaan kulit tidak akan terserap

sampai ke dalam tubuh namun bisa menyebabkan iritasi pada kulit.

Alur masuk rhodamin B lewat makanan dan minuman.

1. Rhodamin B masuk ke tubuh lewat makanan dan minuman yang dimakan.

2. Rhodamin B masuk ke lambung kemudian penyerapan terjadi

3. Penyerapan secara maksimal terjadi di usus halus

4. Rhodamin b yang telah diserap kemudian terbawa bersama dengan nutrisi

makanan menuju hepar melalui vena porta.

5. Detoksifikasi rhodamin B dilakukan di hepar dengan bantuan sel kupfer

yang berfungsi menghancurkan senyawa asing dalam tubuh.

Efek toksik Rhodamin B

Efek berbahaya atau beracun yang timbul akibat penggunaan suatu zat

disebut efek toksik. Rhodamin B yang digunakan dalam jangka panjang (kronis)

Universitas Sumatera Utara


20

bisa menyebabkan kanker dan gangguan fungsi pada hati. Sedangkan paparan

oleh rhodamin B pada jumlah yang besar dalam waktu singkat menyebabkan

gejala akut keracunan rhodamin B. Kemudian jika masuk ketubuh lewat makanan

maka menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dan gejala keracunan berupa

perubahan air kencing menjadi berwarna merah atau merah muda. Apabila

rhodamin B menempel pada kulit akan menyebabkan iritasi, begitu pula jika

terkena pada mata, akan terjadi gangguan yang ditandai dengan mata menjadi

merah dan terdapat timbunan cairan (udem) pada mata (Yuliarti, 2007)

Berikut merupakan bahaya utama rhodamin B terhadap kesehatan menurut

BPOM (2008) :

Bahaya paparan jangka pendek (Akut)

Jika terhirup. Serbuk atau debunya bersifat iritatif debu atau kabutnya

iritatif bagi saluran pernafasan sehingga menimbulkan gejala seperti sakit

tenggorokan, batuk, nyeri dada, dan sulit bernafas

Jika terkena kulit. Rhodamin B yang terkena kulit dalm bentuk serbuk atau

larutan mengakibatkan kulit kemerahan, rasa sakit pada kulit dan iritasi.

Jika terkena mata. Bahan pewarna kationik bisa mengakibatkan efek

buruk pada mata berupa hyperemia, udema konjungtiva, mata bernanah,

keburaman total, sampai kerusakan jaringan dan stroma kornea yang mengelupas

(corneal stroma). Efek yang khas terjadi akibat paparan bahan pewarna kationik

dalam jumlah yang toksik terhadap mata kelinci adalah adanya pewarnaan pada

Universitas Sumatera Utara


21

mata pada permulaannya, yang tidak dapat hilang dibilas. Dalam jangka waktu 1

hari, noda warna akan hilang secara spontan dan warna kornea menjadi keabu-

abuan yang tembus cahaya dan hanya sedikit berwarna. Tingkat keburaman

meningkat dan dalam jangka waktu 2 minggu kornea melunak, sangat menonjol

dan melemah, kadang terjadi pengelupasan dan kerusakan jaringan.

Jika tertelan. Saluran pencernaan dapat mengalami iritasi dan akan

mengalami gejala keracunan seperti mual. Penyalahgunaan pewarna rhodamin b

pada sayur yang mengandung rhodamin B secara berlebihan dapat menyebabkan

urin berwarna merah.

Bahaya paparan jangka panjang (Kronis). Pada hewan, rhodamin B

secara luas diserap oleh saluran pencernaan dan menunjukkan pengikatan dengan

protein yang kuat. Konsentrasi yang tinggi dalam makanan jika diberikan pada

tikus dapat menyebabkan kerusakan hati. Bukti ilmiah pada hewan percobaan

terbatas, dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.

Perona pipi

Perona pipi merupakan salah satu alat kosmetik yang berfungsi untuk

memberi kesan segar pada wajah sekaligus sebagai penyempurna riasan

(Suryawan, 2006). Perona pipi bertujuan untuk memberi warna merah pada pipi

sehingga membuat penggunanya terlihat lebih cantik dan segar dan dalam

penggunaannya biasanya di saat terakhir proses merias wajah (Tranggono, 2007).

Perona pipi diproduksi dalam corak warna yang beragam dan variatif, mulai dari

Universitas Sumatera Utara


22

warna merah jambu hingga merah tua. Perona pipi konvensional biasanya

memiliki pigmen merah atau merah kecoklatan dengan kadar yang tinggi.

Sedangkan untuk perona pipi yang kadar pigmennya rendah biasanya dipakai

untuk pelembut warna agar mendapatkan efek warna yang terang. Perona pipi bisa

langsung diaplikasikan pada pipi, namun dalam beberapa hal lebih sering dipakai

sebagai sediaan alas rias baik itu sesudah ataupun sebelum menggunakan bedak

(Depkes RI, 1985).

Jenis – jenis perona pipi

Menurut Muliyawan (2013), terdapat beberapa jenis perona pipi

berdasarkan bentuk, diantaranya:

Bentuk serbuk warna. Bentuk perona pipi jenis paling sering digunakan

dan hampir sama seperti bentuk bedak padat.

Bentuk puff. Pada bagian atas kemasan, perona pipi jenis ini terdapat puff

yang menempel ke kemasan.

Bentuk cream. Menggunakan perona pipi berbentuk cream akan membuat

pipi terlihat lebih lembab dan alami.

Bentuk gradasi. Kemasan perona pipi jenis ini menyerupai bentuk serbuk

1 warna. Hanya saja perbedaannya, terdapat beberapa warna berbeda pada satu

kemasan.

Universitas Sumatera Utara


23

Bentuk multi cream. Perona pipi jenis cream ini biasanya bisa digunakan

untuk pipi sekaligus bibir.

Bentuk batang. Pada jenis ini, perona pipi dikemas dalam tabung seperti

kemasan lipstik.

Bentuk powder ball. Perona pipi ini berbentuk bola-bola kecil dengan

warna yang beragam kemudian dikemas dalam suatu wadah.

Dari jenis perona pipi yang beragam, peroa pipi yang berbentuk padat merupakan

jenis yang paling banyak digunakan oleh pengguna kosmetik, sedangkan bila

dilihat dari ketahanan warna pada kulit, perona pipi dengan bentuk cream

merupakan yang terbaik, karena langsung meresap ke kulit, namun bila

mengandung bahan berbahaya, perona pipi bentuk cream ini juga paling cepat

memberikan efek negatif pada kulit penggunanya.

Komposisi Perona Pipi

Bahan-bahan yang terdapat pada perona pipi dapat dipengaruhi oleh jenis

bentuknya.

Compact powder rouges. Berisikan pigmen dan “lakes” yang berbentuk

kering, kemudian dilakukan pengenceran dengan komposisi powder standar

seperti talcum,magnesium karbinat, dan zinc stearate. (Pramono, 2013)

Cream rouges. Zat pewarna dilarutkan dalam base fat-oil-wax. Komposisi

dari cream rouges ini adalah ceresine, carnauba, beeswax, spermaceti, petrolatum,

Universitas Sumatera Utara


24

paraffin oil, isopropyl palmitate, lanolin, adeps lanae, cetyl alcohol, eutanol g,

stearic acid, lake, titanium dioxide, eosin dyes, perfume. (Tranggono, 2007)

Liquid rouges. Formulasi dari perona pipi jenis liquid ini berupa larutan

warna dengan bahan pelarut air atau hidroalkolholik, erythrosine, propylene

glyvol, ethyl alcohol, rose water.

`Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan makhluk hidup yang berkesinambungan

bila dilihat dari segi biologis. Perilaku manusia pada hakekatnya merupakan

aktivitas manusia itu sendiri. Oleh karena itu, cakupan perilaku manusia sangat

luas. Seperti berbicara, berjalan, bereaksi dan lainnya. Bahkan berpikir, emosi dan

persepsi juga termasuk perilaku manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukakan makhluk hidup yang dapat

diamati secara langsung maupun tidak langsung. (Notoadmodjo, 2010).

Menurut Skinner dalam buku Notoadmodjo (2010), mengemukakan bahwa

perilaku adalah hasil dari perangsang (stimulus) dan respon yang berhubungan.

Secara opersional perilaku bisa dikatakan sebagai respon seseorang terhadap

rangsangan dari luar subjek tersebut dan memiliki 2 bentuk, yaitu:

1. Perilaku pasif, yaitu reaksi yang terbentuk pada diri manusia dan tidak bisa

dilihat secara langsung oleh orang lain. Perilaku bentuk ini dapat

digolongkan menjadi perilaku yang terselubung (covert behaviour).

Universitas Sumatera Utara


25

2. Perilaku aktif, yaitu jika suatu perilaku bisa dilihat atau diamati secara

langsung dalam suatu tindakan nyata sehingga disebut juga overt

behaviour.

Benyamin bloom dalam buku Notoadmodjo (2010) mengemukakan

pembagian perilaku menjadi 3 domain. Pembagian kawasan ini terbagi menjadi

kognitif, afektif dan psikomotor. Setelah dikembangkan umtuk kepentingan hasil

pendidikan, domain tersebut dapat diukur dari:

1. Pengetahuan terhadap materi dalam pendidikan yang disajikan

(knowledge).

2. Sikap peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude).

3. Tindakan yang dikerjakan berkaitan dengan materi yang telah diberikan

(practice).

Pengetahuan (Knowledge). Pengetahuan bisa menjadi penyebab ataupun

motivasi untuk seseorang dalam mengambil sikap dan berperilaku, sehingga dapat

pula menjadi dasar dari terbentuknya suatu tindakan dari seseorang (Azwar,

2007).

Menurut Notoadmodjo (2010), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yakni:

Tahu (know). Tahu dapat didefinisikan sebagai mengingat materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Kata yang mengindikasikan seseorang mengetahui segala

sesuatu yang dipelajari yaitu, menyatakan, menguraikan, menyebutkan dan

lainnya. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah .

Universitas Sumatera Utara


26

Memahami (comprehension). Memahami merupakan kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan mampu

menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.

Aplikasi (application). Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

Analisis (Analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk mendeskripsikan

materi atau objek ke dalam suatu komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

yang saling berkaitan satu sama lain.

Sintesis (synthesis). Mengarah pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menarik suatu hubungan suatu bagian sehingga membentuk suatu kesatuan yang

baru.

Evaluasi (evaluation). Berkaitan dengan kemampuan dalam melakukan suatu

penilaian pada objek tertentu. Penilaian dilakukan dengan menggunakan suatu

kriteria yang sudah ada.

Sikap (Attitude). Sikap adalah bentuk pernyataan seseorang pada sesuatu

yang dijumpainya, seperti orang, barang, atau suatu fenomena tertentu. Suatu

pikap memerlukan rangsangan agar memperoleh suatu respon. Sikap sangat

bergantung pada sikap individu, jika suatu individu tertarik pada sesuatu maka ia

akan mendekat, namun bila tidak suka maka respon yang muncul adalah

sebaliknya. Sikap adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable)

maupun perasaan tidak mendukung (unfavourable) pada suatu objek. Istilah sikap

Universitas Sumatera Utara


27

awal mulanya dipakai untuk menunjukkan status mental individu. Sikap individu

ditunjukkan pada suatu objek tertentu namun sifatnya masih tertutup. Kesadaran

individu dalam menentukan tingkah laku nyata yang mungkin terjadi ialah yang

dinamakan dengan sikap (Azwar, 2007).

Allport dalam buku Notoadmodjo (2010) mengemukakan bahwa sikap

memiliki 3 komponen utama, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Tindakan (Practice)

Menurut Noorkasiani (2009) tindakan terjadi karena beberapa faktor

seperti faktor predisposisi atau sikap keyakinan, motivasi, nilai, dan pengetahuan.

Suatu sikap belum seutuhnya langsung terlaksana dalam suatu tindakan. Agar

sikap dapat diwujudnyatakan dalam suatu perbuatan, diperlukan faktor penyokong

ataupun suatu kondisi yang mendukung seperti fasilitas, sarana dan prasarana.

Tingkatan dalam tindakan menurut Notoadmodjo (2010), yaitu:

Persepsi (Perception). Mengenal berbagai objek yang berhubungan

dengan tindakan yang akan dilakukan adalah praktek tingkatan pertama.

Universitas Sumatera Utara


28

Respons Terpimpin (Guided Response). Seseorang mampu mengerjakan

suatu hal berdasarkan urutan yang benar sesuai contoh merupakan indikator

keberhasilan pada tingkatan ini.

Mekanisme (Mechanism). Dalam tingkat ini seseorang sudah mampu

mengerjakan sesuatu yang benar dengan otomatis atau bisa disebut dengan

kebiasaan.

Adaptasi (Adaptation). Tindakan yang telah berkembang dengan baik

disebut adaptasi. Kegiatan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi

kebenaran dari kegiatan tersebut

Landasan teori

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti mencari informasi melalui penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya untuk bahan perbandingan baik dalam

kekurangan maupun kelebihan yang ada. Selain itu, peneliti juga mencari

informasi dari buku-buku agar mendapatkan informasi yang berkaitan dengan

judul yang digunakan agar memperoleh landasan teori ilmiah.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori simpul yang

menunjukkan hubungan interaktif antara variabel lingkungan dengan potensi

bahaya kesehatan. Gambaran model interaksi lingkungan dan manusia dapat

digunakan untuk upaya pencegahan, dapat digunakan pada titik atau simpul

tertentu yang bisa dilakukan pencegahan.

Universitas Sumatera Utara


29

Simpul 1. Simpul 1 adalah sumber penyakit yang bisa berupa virus,

bakteri, parasit, bahan kimia berbahaya atau yang lainnya. Dalam penelitian ini

yang merupakan simpul 1 yaitu pewarna sintetis rhodamin B.

Simpul 2. Komponen lingkungan yang merupakan media transmisi

penyakit misalnya udara, air binatang pembawa penyakit, makanan, dan benda-

benda yang berpotensi menularkan dan menyebabkan penyakit. Dalam penelitian

ini yang merupakan simpul 2 yaitu, kosmetik perona pipi merek lokal yang

mengandung pewarna sintetis rhodamin B.

Simpul 3. Penduduk beserta variabel kependudukannya, misalnya

kepadatan, perilaku, pendidikan, dan sebagainya. Dalam penelitian ini yang

termasuk kedalam simpul 3 yaitu, perilaku konsumen terhadap penggunaan

perona pipi.

Simpul 4. Penduduk yang dalam kondisi sehat atau sakit, setelah

mendapatkan paparan terhadap faktor lingkungan. Dalam penelitian ini yang

merupakan simpul 4 yaitu, konsumen yang mengalami keluhan kesehatan berupa

iritasi kulit setelah menggunakan perona pipi mengandung rhodamin B.

Universitas Sumatera Utara


30

SUMBER PENYAKIT MEDIA TRANSMISI MANUSIA DAMPAK


PENYAKIT KESEHATAN

PEWARNA SINTETIS KOSMETIK PERONA PERILAKU IRITASI KULIT


RHODAMIN B PIPI YANG KONSUMEN
MENGANDUNG TERHADAP
RHODAMIN B PENGGUNAANPERO
NA PIPI

1 2 3 4

Gambar 2. Teori Simpul

Berdasarkan penelitian Arfina (2012) “Analisis kandungan rhodamin B

pada kosmetik perona pipi yang beredar di pasar tradisinal kota Makassar”

memperoleh hasil analisis kandungan rhodamin B yang positif pada 2 merek

perona pipi dari 7 sampel yang diperiksa yaitu sebesar 0,433 mg/g pada perona

pipi merek Cameo dan 0,998 mg/g pada perona pipi merek Kiss Beauti. Sampel

perona pipi yang diambil berdasarkan tiga parameter yaitu perona pipi yang tidak

memiliki nomor registrasi dari BPOM, perona pipi yang belum dialih bahasakan,

dan perona pipi yang tidak dicantumkan komposisinya.

Dalam penelitian Trisha aviani (2014) Mahasiswi D3 farmasi Universitas

Sebelas Maret yang berjudul “Analisis kualitatif dan kuantitatif zat rhodamin B

pada perona pipi (Blush on) yang beredar di Surakarta” memperoleh hasil analisis

kandungan rhodamin B yang positif pada 3 perona pipi dari 5 sampel yang

diperiksa yaitu masing-masing sebesar 0,058 % b/b, 0,00023% b/b, dan yang

Universitas Sumatera Utara


31

tertinggi sebesar 0,02603% b/b yang artinya dalam 100 gram sampel terdapat 26

gram zat rhodamin B.

Penelitian Winasih Rachmawati dkk ( 2015) Mahasiswi Sekolah Farmasi

ITB yang berjudul “Identifikasi zat warna rhodamin B pada kosmetik pemerah

pipi dan eye shadow dengan menggunakan metode KLT DAN KCKT”

memperoleh hasil analisis kandungan rhodamin B yang positif pada perona pipi,

3 dari 7 sampel yang diperiksa yaitu sebesar 1,57 𝜇𝑔/𝑚𝐿, 1,44 𝜇𝑔/𝑚𝐿 dan yang

tertinggi sebesar 1,7 𝜇𝑔/𝑚𝐿 kadar rhodamin B pada perona pipi yang diperiksa.

Universitas Sumatera Utara


32

Kerangka Konsep

Perona Pipi Pemeriksaan Rhodamin B

Laboratrium

Tidak Ada Tidak Ada


Perilaku konsumen

terhadap perona pipi.

Universitas Sumatera Utara


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui

keberadaan zat pewarna rhodamin B yang terdapat pada perona pipi dan untuk

mengetahui perilaku konsumen terhadap penggunaan perona pipi di PAJUS Jalan

Jamin Ginting, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru Kota Medan.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PAJUS Kota Medan. Pertimbangan pemilihan

lokasi ini adalah karena pasar tersebut merupakan tempat yang banyak menjual

produk kosmetik, mudah dijangkau dan sering dikunjungi masyarakat terutama

bagi konsumen dengan usia remaja. Lokasi pemeriksaan sampel dilakukan di

Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara.

Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2018 – Juni 2019.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh konsumen yang

membeli kosmetik di PAJUS Kota Medan.

33

Universitas Sumatera Utara


34

Sampel. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode

purposivesampling yaitu konsumen yang membeli perona pipi dan yang

menggunakan perona pipi pada saat berkunjung ke tempat penjualan kosmetik di

PAJUS. Perhitungan sampel konsumen sebagai responden menggunakan rumus


α 2
(
(Z1−2) P 1−P )
lemeshow. 𝑛 =
d2

n = Besar sampel

Z1 = derajat kemaknaan

 = 0.5

P = Nilai proporsi yang dikehendaki (0.5)

d = Simpangan baku (selisih maksimal error yang diharapkan dengan rentang


10%-25%)

(1.96)2(0.5)(1 − 0.5)
𝑛=
(0.15)2

3.8416 (0.25)
𝑛=
0.0225

0.9604
𝑛=
0.0225

𝑛= 42.684 ≈ 43 orang

Menurut rumus perhitungan sample lemeshow, sampel pada penelitian ini

minimal 43 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode

purposive sampling yaitu konsumen yang membeli perona pipi dan yang

menggunakan perona pipi pada saat berkunjung ke tempat penjualan kosmetik di

PAJUS.

Universitas Sumatera Utara


35

Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah kosmetik perona pipi yang dijual di

PAJUS. Perona pipi yang akan diteliti yaitu sebanyak 12 sampel yang diambil

secara purposive sampling, yaitu perona pipi yang banyak diminati konsumen dan

produk perona pipi yang tidak memiliki nomor izin edar BPOM.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel. Variabel pada penelitian ini adalah kadar rhodamin B pada

perona pipi dan perilaku konsumen terhadap penggunaan perona pipi.

Definisi Operasional

Perona pipi. Serbuk pewarna yang dipdatkan dan dikemas dalam suatu

wadah yang diproduksi oleh industri kosmetik.

Kadar Rhodamin B. Banyaknya kadar rhodamin B yang ditemukan pada

kosmetik perona pipi melalui pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan kadar rhodamin B dengan

menggunakan uji kualitatif dan kuantitatif.

Perilaku Konsumen. Pengetahuan, sikap dan tindakan konsumen

mengenai perona pipi yang mengandung rhodamin B.

Ada. Apabila ditemukan rhodamin B pada perona pipi merek lokal.

Universitas Sumatera Utara


36

Tidak ada. Apabila tidak ditemukan rhodamin B pada perona pipi merek

lokal.

Metode Pengumpulan Data

Data Primer. Data diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium

laboratorium terhadap rhodamin B yang terdapat dalam perona pipi dan kuesioner

perilaku konsumen kosmetik tentang bahaya rhodamin B di PAJUS.

Data Sekunder. Data diperoleh dari berbagai literatur perpustakaan dan

penelitian yang berhubungan dengan judul penelitian.

Metode Pengukuran

Pemeriksaan Rhodamin B. Pemeriksaan menggunakan metode kualitatif

dan kuantitatif.

Alat dan Bahan.

Alat, Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Benang wol

b. Oven

c. Corong

d. Beaker glass

e. Plat tetes

f. Desikator

g. Neraca analitik

Universitas Sumatera Utara


37

Bahan, Bahan yang diperlukan selama penelitian adalah:

a. Sampel Perona pipi

b. HCl 3%

c. NaOH 3%

d. Aquadest

e. n-heksan

f. KHSO4 10%

g. NH4OH 12%

h. H2SO4

Cara kerja

Penentuan Kualitatif Rhodamin B

a. Sampel dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan HCl 3% dan

NaOH 3 % hingga pH larutan menjadi 4

b. Benang wol dididihkan bersama dengan aquadest selama 30 menit

c. Kemudian benang wol dikeringkan dengan menggunakan oven selama 20

menit

d. Setelah itu benang wol di potong menjadi 4 bagian.

e. Setelah benang wol di potong, lalu dimasukkan ke dalam beaker glass

yang telah berisi sampel dan dididihkan selama 30 menit.

f. Benang wol kemudian dicuci dengan aquadest dan dikeringkan dengan

menggunakan oven selama 2 menit

Universitas Sumatera Utara


38

g. Setelah itu, benang wol diletakkan di dalam masing- masing plat tetes

berjumlah 4 buah

h. Pada plat pertama ditambahkan HCl, plat kedua ditambahkan H 2SO4, plat

ketiga ditambahkan NaOH 10% dan plat keempat ditambahkan NH 4OH

12 % lalu diamati perubahannya pada masing-masing plat.

Penentuan Kuantitatif Rhodamin B

a. Benang wol sebanyak 20 cm dicuci dengan menggunakan n-heksan

kemudian dikeringkan dalam oven

b. Setelah itu benang didinginkan dalam desikator

c. Lalu ditimbang dengan menggunakan neraca analitik dan dicatat hasilnya

d. Sebanyak 50 gram sampel dimasukkan kedalam beaker glass dan

ditambahkan 30 mL larutan KHSO4 10%

e. Kemudian masukkan benang wol dan didihkan sealama 30 menit.

f. Benang kemudian dicuci dengan menggunakan aquadest panas dan

dikeringkan dalam oven bersuhu 100 ℃ selama 15 menit, setelah itu

didinginkan dalam desikator

g. Benang wol yang telah kering kemudian ditimbang dan dicatat beratnya

h. Hitung selisih berat benang wol sebelum dan sesudah dicampur sampel

lalu dibagi dengan berat sampel.

Universitas Sumatera Utara


39

Pengukuran perilaku. Dilakukan dengan menggunakan kuesioner tingkat

pengetahuan, sikap dan tindakan.

Pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dilakukan berdsarkan perolehan

skor nilai dari pertanyaan yang diajukan. Jawaban dengan pilihan a diberikan

nilai=0, jawaban dengan pilihan b diberikan nilai=1, sedangkan jawaban dengan

pilihan c diberikan nilai=2. Jumlah pertanyaan sebanyak 8 dengan total skor

tertinggi yaitu 16. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh responden, maka

pengetahuan responden dapat dikategorikan menjadi 2 kategori.

Baik : ≥70% dari seluruh skor yang ada.

Buruk : <70% dari seluruh skor yang ada.

Sikap. Pengukuran sikap dilakukan berdasarkan perolehan skor nilai dari

pertanyaan yang diajukan. Pernyataan disediakan di dalam kolom beserta 2

pilihan jawaban, “S” untuk setuju dan “TS” untuk tidak setuju. Jawaban yang

benar akan diberikan nilai = 1 dan jawaban yang salah akan diberikan nilai = 0.

Jumlah pertanyaan sebanyak 10 dengan total skor tertinggi yaitu 10. Berdasarkan

jumlah skor yang diperoleh responden, maka pengetahuan responden dapat

dikategorikan menjadi 2 kategori.

Baik : ≥70% dari seluruh skor yang ada.

Buruk : <70% dari seluruh skor yang ada.

Universitas Sumatera Utara


40

Tindakan. Pengukuran tindakan dilakukan berdasarkan perolehan skor

nilai dari pertanyaan yang diajukan. Pernyataan disediakan di dalam kolom

beserta 2 pilihan jawaban, “Ya” dan “Tidak”. Jawaban yang benar akan diberikan

nilai = 1 dan jawaban yang salah akan diberikan nilai = 0. Jumlah pertanyaan

sebanyak 8 dengan total skor tertinggi yaitu 8. Berdasarkan jumlah skor yang

diperoleh responden, maka pengetahuan responden dapat dikategorikan menjadi 2

kategori.

Baik : ≥70% dari seluruh skor yang ada.

Buruk : <70% dari seluruh skor yang ada.

Metode Analisis Data.

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium dibuat dalam

bentuk tabel berdasarkan ditemukan atau tidaknya rhodamin B beserta kadarnya

pada sampel perona pipi. Data hasil kuesioner tentang perilaku konsumen akan

dianalisis secara deskriptif dan dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Universitas Sumatera Utara


Hasil Penelitian

Gambaran Lokasi Penelitian

Pajus merupakan salah satu pasar yang terdapat di kota Medan. Pasar ini

berada di Jalan Jamin Ginting no.340 a, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan

Medan Baru Kota Medan. Pajak USU menjual berbagai jenis barang dengan harga

yang sangat terjangkau bagi konsumen sehingga membuat Pajak USU Padang

Bulan ramai dikunjungi oleh siswa sekolah, mahasiswa dan masyarakat umum

lainnya. Jenis Barang yang dijual di Pajak USU Padang Bulan mulai dari pakaian,

alat-alat elektronik, aksesoris computer dan handphone, sepatu, jam, parfume,

Alat Tulis Kantor (ATK) dan juga kosmetik.

Pada tahun 2002 awalnya Pajak USU atau yang sering disebut Pajus

berlokasi di dalam kompleks Universitas Sumatera Utara tepatnya dibelakang

kampus Fakultas Ekonomi. Pajak USU merupakan hasil kebijakan dari pihak

rektorat USU dalam upaya pembenahan USU. Kebijakan ini ditempuh setelah

pedagang-pedagang tersebut sebelumnya berjualan di sepanjang Jalan

Dr.Mansyur kemudian digusur oleh Pemko Medan karena lingkungan sekitar

menjadi kumuh dan semakin banyaknya tempat perjudian.

Tetapi pada tahun 2010, Pajus yang berlokasi di dalam USU tersebut mengalami

kebakaran yang menyebabkan kerugian besar bagi para pedagang dan tidak ada

korban jiwa dalam peristiwa ini. Semenjak itu Pajus kembali buka tetapi

menyebar di tiga lokasi yaitu di Jalan Pembangunan, Jalan Dr. Mansyur, dan Jalan

41

Universitas Sumatera Utara


42

dan Jalan Jamin Ginting. Dari tiga lokasi Pajak USU yang baru, Pajak USU

Padang Bulan yang berlokasi di Jalan Jamin Ginting adalah lokasi yang paling

ramai dikunjungi oleh pelanggan dan yang bertahan sampai saat ini. Pajus

menjual beraneka ragam barang, salah satunya kosmetik. Terdapat 12 kios

pedagang kosmetik yang tersebar di Pajus.

Hasil Analisis Zat Pewarna Rhodamin B pada Perona Pipi

Hasil analisis zat pewarna rhodamin B pada perona pipi dengan metode

kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara terdapat

pada tabel berikut:

Tabel 3

Hasil uji kualitatif zat pewarna rhodamin B pada perona pipi Pajus kota Medan
Tahun 2019

No Nama Keterangan Kadar Jumlah konsumen


Sampel Rhodamin B yang menggunakan
(g/mL)
1 Sampel A Rhodamin (+) 0,0034 2
2 Sampel B Rhodamin (-) - 1
3 Sampel C Rhodamin (-) - -
4 Sampel D Rhodamin (-) - 1
5 Sampel E Rhodamin (-) - 3
6 Sampel F Rhodamin (-) - 1
7 Sampel G Rhodamin (-) - -
8 Sampel H Rhodamin (-) - -
9 Sampel I Rhodamin (-) - -
10 Sampel J Rhodamin (-) - 1
11 Sampel K Rhodamin (-) - -
12 Sampel L Rhodamin (-) - -

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 12 sampel perona pipi yang

diperoleh dari pedagang kosmetik di PAJUS dan diperiksa dengan uji kualitatif

Universitas Sumatera Utara


43

dan kuantitatif, terdapat 1 sampel yang positif mengandung zat pewarna rhodamin

B dengan kadar 0,0034 g/mL. Dari 43 konsumen yang menjadi responden,

terdapat 9 orang yang pernah menggunakan perona pipi sesuai dengan sampel

perona pipi yang diambil. Sampel A yaitu digunakan oleh 2 orang, sampel B

sebanyak 1 orang, sampel D digunakan oleh 1 orang, sampel E yaitu sebanyak 3

orang, sampel F sebanyak 1 orang dan sampel J sebanyak 1 orang.

Karakteristik Konsumen Perona pipi

Karakteristik konsumen meliputi umur, jenis pekerjaan, merek perona pipi yang

digunakan dan lama penggunaan. Distribusi konsumen berdasarkan karakteristik

konsumen di Pajus kota Medan tahun 2019 dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4
Distribusi Konsumen Perona Pipi Berdasarkan Karakteristik Konsumen di
PAJUS Kota Medan Tahun 2019
Karakteristik Konsumen Jumlah (orang) Persen (%)
1 Umur
18-21 33 76,7
22-25 10 23,3
Total 43 100
2 Jenis Pekerjaan
Mahasiswa 31 72,1
Karyawan 12 27,9
Total 43 100
3 Merek Perona Pipi
Teregistrasi 34 79,1
Tidak Teregistrasi 9 20,9
Total 43 100
4 Lama Penggunaan
1 tahun 21 48,8
2 tahun 16 37,2
3 tahun 4 9,3
4 tahun 2 4,7
Total 43 100

Universitas Sumatera Utara


44

Berdasarkan tabel 4 diketahui distribusi konsumen perona pipi

berdasarkan umur paling banyak yaitu 18-21 tahun sebanyak 33 orang (76,7 %).

Distribusi konsumen perona pipi berdasarkan jenis pekerjaan yang tertinggi yaitu

mahasiswa sebanyak 31 orang (72,1 %). Berdasarkan lama penggunaan perona

pipi pada tabel 4.2 menunjukkan konsumen paling banyak menggunakan perona

pipi dalam kurun waktu 1 tahun yaitu sebanyak 21 orang (48,8%). Distribusi

konsumen perona pipi berdasarkan merek perona pipi yang digunakan yaitu

diperoleh sebanyak 9 orang (20,9 %) menggunakan perona pipi yang tidak

teregistrasi.

Pengetahuan Konsumen Pajus Kota Medan Tahun 2019

Distribusi responden berdasarkan pengetahuan konsumen di Pajus kota

Medan tahun 2019 dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5

Distribusi Konsumen Berdasarkan Pengetahuan di PAJUS Kota Medan Tahun


2019

No Pengetahuan Konsumen
n %
1 Definisi perona pipi
a. Bahan yang digunakan untuk 1 2,3
meningkatkan kepercayaan diri
b. Bahan yang digunakan untuk 8 18,6
memerahkan pipi
c. Bahan yang digunakan untuk
mewarnai pipi dan penyempurna 34 79,1
riasan

Universitas Sumatera Utara


45

Pengetahuan Konsumen
No n %
2 Perona pipi yang tidak aman
a. Dijual dengan harga murah 1 2,3
b. Menyebabkan wajah gatal-gatal 13 30,2
dan berjerawat
c. Mengandung bahan berbahaya dan 29 67,4
tidak memiliki tanda registrasi
BPOM
3 Penggunaan bahan pewarna yang aman
dalam perona pipi
a. Menggunakan warna yang 2 4,7
menarik dan sesuai dengan warna
kulit 5 11,6
b. Pewarna yang tidak menimbulkan
iritasi 36 83,7
c. Pewarna yang diizinkan
penggunaannya dan memenuhi
syarat oleh BPOM
4 Fungsi rhodamin B
a. Pewarna untuk bahan campuran 7 16,3
perona pipi
b. Pewarna yang aman untuk 2 4,7
makanan 34 79,1
c. Pewarna dalam industri tekstil dan
kertas
5 Efek rhodamin B pada kulit
a. Kulit menjadi kering dan kasar 5 11,6
b. Kulit seperti terbakar dan melepuh 11 25,6
c. Kulit iritasi dan alergi 27 62,8
6 Kriteria memilih produk perona pipi yang
benar
a. Bermerek terkenal, mahal, dijual 1 2,3
ditempat yang banyak dikunjungi
b. Sering digunakan konsumen dan
8 18,6
warnanya tahan lama
c. Komposisi bahan yang digunakan 34 79,1
aman dan teregistrasi

Universitas Sumatera Utara


46

Pengetahuan Konsumen
n %
No
7 Rhodamin B pada perona pipi
a. Warnanya lebih awet dan tahan 5 11,6
lama
b. Warnanya lebih cerah 13 30,2
c. Tidak disarankan 25 58,1

8 Penggunaan rhodamin B pada perona pipi


a. Diperbolehkan secara bebas 0 0
b. Diperbolehkan dengan kadar yang 16 37,2
sedikit
c. Tidak boleh dipergunakan sama 27 62,8
sekali

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa dari 43 konsumen, 34 orang

(79,1%) menyatakan bahwa perona pipi adalah bahan yang digunakan untuk

mewarnai pipi dan penyempurna riasan paling, 29 orang (67,4%) menyatakan

perona pipi yang tidak aman mengandung bahan berbahaya dan tidak memiliki

tanda registrasi BPOM, 36 orang (83,7%) menyatakan pewarna yang aman dalam

perona pipi adalah yang diizinkan penggunaannya dan memenuhi syarat oleh

BPOM, 34 orang (79,1%) menyatakan bahwa rhodamin B berfungsi sebagai

pewarna dalam industri tekstil dan kertas, 27 orang (62,8%) menyatakan bahwa

penggunaan kosmetik yang mengandung rhodamin B membuat kulit iritasi dan

alergi, 34 orang (79,1%) memilih perona pipi berdasarkan komposisi bahan yang

digunakan aman dan teregistrasi, 25 orang (58,1%) menyatakan bahwa rhodamin

B pada perona pipi tidak disarankan, dan sebanyak 27 orang (62,8%) menyatakan

bahwa rhodamin B tidak boleh dipergunakan sama sekali.

Universitas Sumatera Utara


47

Tabel 6

Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan konsumen terhadap


perona pipi di Pajus di Kota Medan tahun 2019.

No Tingkat Pengetahuan Konsumen


n %
1 Baik 35 81,4
2 Buruk 8 18,6
Total 43 100

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa distribusi konsumen berdasarkan

tingkat pengetahuan di Pajus tahun 2019 rata-rata memiliki tingkat pengetahuan

yang baik sebanyak 35 orang (81,4 %).

Sikap Konsumen Pajus Kota Medan Tahun 2019

Distribusi responden berdasarkan sikap konsumen di Pajus kota Medan

tahun 2019 dapat dilihat pada tabel 7

Tabel 7
Distribusi Konsumen Berdasarkan Sikap di PAJUS Kota Medan Tahun 2019
No Sikap Setuju Tidak Setuju
n % n %
1 Perona pipi merupakan kosmetik dekoratif 43 100 0 0
yang digunakan untuk mewarnai pipi
sehingga dapat meningkatkan estetika
dalam tata rias wajah
2 Perona pipi yang aman adalah perona pipi 41 95,3 2 4,7
yang tidak mengandung bahan berbahaya
dan memiliki nomor izin edar
3 Zat pewarna dalam kosmetik harus 41 95,3 2 4,7
memenuhi syarat keamanan
4 Rhodamin B merupakan zat warna sintetis 35 81,4 8 18,6
yang digunakan untuk pewarna tekstil
bukan kosmetik
5 38 88,4 5 11,6
Rhodamin B bersifat racun dan dapat
menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia.

Universitas Sumatera Utara


48

No Sikap Setuju Tidak Setuju


n % n %
6 Penggunaan rhodamin B dalam kadar yang 16 37,2 27 62,8
sangat sedikit pada perona pipi masih
aman digunakan
7 Perona pipi yang mengandung zat pewarna 36 83,7 7 16,3
seperti rhodamin B termasuk golongan
kosmetik berbahaya

8 Perona pipi yang terkenal dan banyak 18 41,9 25 58,1


digunakan konsumen merupakan produk
yang tepat untuk dipakai
9 Perona pipi yang memiliki daya tahan 14 32,6 29 67,4
warna yang awet pada kulit sangat
disarankan
10 Perlu mencari informasi tentang perona 40 93,0 3 7,0
pipi lebih teliti saat membeli agar
terhindar dari bahan berbahaya

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa konsumen yang setuju bahwa

perona pipi merupakan kosmetik dekoratif yang digunakan untuk mewarnai pipi

sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah yaitu sebanyak 43

orang (100 %). Sedangkan untuk konsumen yang menjawab tidak setuju, paling

banyak terdapat pada pernyataan perona pipi yang memiliki daya tahan warna

yang awet pada kulit sangat disarankan yaitu sebanyak 29 orang (67,4 %).

Tabel 8

Distribusi Konsumen Berdasarkan Kategori Sikap di PAJUS Kota Medan Tahun


2019

No Sikap Konsumen
n %
1 Baik 36 83,7
2 Buruk 7 16,3
Total 43 100

Universitas Sumatera Utara


49

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa distribusi konsumen

berdasarkan sikap terhadap perona pipi di pajus tahun 2019 rata-rata memiliki

sikap yang baik sebanyak 36 orang (83,7 %).

Tindakan Konsumen Pajus Kota Medan Tahun 2019

Distribusi responden berdasarkan tindakan konsumen di Pajus kota Medan

tahun 2019 dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9

Distribusi Konsumen Berdasarkan Tindakan di PAJUS Kota Medan Tahun 2019

No Tindakan Ya Tidak
n % n %
1 Apakah anda membeli perona pipi 38 88,4 5 11,6
yang sudah terdaftar di Badan
pengawas obat dan makanan?
2 Apakah anda memperhatikan 27 62,8 16 37,2
komposisi bahan yang dipakai
perona pipi yang anda gunakan?
3 Apakah anda melihat kadaluarsa 40 93 3 7
saat membeli kosmetik anda?
4 Apakah anda pernah menanyakan 30 69,8 13 30,2
kepada penjual bahwa kosmetik
tersebut aman digunakan?
5 Apakah anda pernah menggunakan 11 25,6 32 74,4
perona pipi yang tidak mempunyai
izin resmi BPOM?
6 Apakah anda membeli perona pipi 30 69,8 13 30,2
berdasarkan produk yang
memberikan warna yang tahan lama
pada saat digunakan?
7 Apakah anda berhenti menggunakan 39 90,7 4 9,3
perona pipi jika anda sudah
mengetahui bahwa perona pipi
tersebut mengandung rhodamin B?
8 Apakah anda pernah memeriksa 19 44,2 24 55,8
nomor registrasi pada produk
perona pipi sebelum membelinya?

Universitas Sumatera Utara


50

Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa konsumen menjawab ya pada

saat membeli kosmetik memperhatikan kadaluarsa yaitu sebanyak 40 orang

(93%). Sedangkan konsumen menjawab tidak untuk menggunakan perona pipi

yang tidak mempunyai izin resmi BPOM yaitu sebanyak 32 orang (74,4 %).

Tabel 10

Distribusi responden berdasarkan tindakan konsumen terhadap perona pipi di


Pajus di Kota Medan tahun 2019.

No Tindakan Konsumen

n %
1 Baik 25 58,1
2 Buruk 18 41,9
Total 43 100

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa distribusi konsumen

berdasarkan tindakan terhadap perona pipi di pajus tahun 2019 rata-rata memiliki

tindakan yang baik sebanyak 25 orang (58,1 %).

Tabel 11

Distribusi responden berdasarkan perilaku konsumen terhadap perona pipi di


Pajus di Kota Medan tahun 2019.

No Perilaku Konsumen Konsumen


n %
1 Baik 32 74,4
2 Buruk 11 25,6
Total 43 100

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa distribusi konsumen

berdasarkan perilaku terhadap perona pipi di pajus tahun 2019 rata-rata memiliki

perilaku yang baik sebanyak 32 orang (74,4 %).

Universitas Sumatera Utara


51

Hubungan antara perilaku konsumen dan merek perona pipi


yang digunakan
Penggunaan merek perona pipi dapat dilihat hubungannya dengan perilaku
konsumen melalui tabulasi silang.
Tabel 12

Hasil tabulasi silang antara perilaku konsumen dan merek perona pipi yang
digunakan konsumen di Pajus Kota Medan Tahun 2019

Merek perona pipi yang


digunakan
Kategori Teregistrasi Tidak teregistrasi Total
perilaku n % N % n %
Buruk 3 27,3 8 72,7 11 100
Baik 31 97 1 3 32 100
Total 34 79 9 21 43 100

Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa dari 11 konsumen yang memiliki

perilaku buruk terdapat 8 orang (72,7%) yang menggunakan perona pipi tidak

teregistrasi dan 3 orang (27,3%). Sedangkan dari 32 konsumen yang memiliki

perilaku baik terdapat 31 konsumen (97%) yang menggunakan perona pipi

teregistrasi dan 1 orang menggunakan perona pipi tidak teregistrasi.

Hubungan antara perilaku konsumen dan keberadaan rhodamin B pada


perona pipi yang digunakan
Penggunaan perona pipi yang mengandung rhodamin B dapat dilihat
hubungannya dengan perilaku konsumen melalui tabulasi silang.

Universitas Sumatera Utara


52

Tabel 13

Hasil tabulasi silang antara perilaku konsumen dan keberadaan rhodamin B pada
perona pipi yang digunakan konsumen di Pajus Kota Medan Tahun 2019

Keberadaan rhodamin B
pada perona pipi yang digunakan
Kategori Positif Negatif Total
perilaku rhodamin B rhodamin B
n % n % n %
Buruk 2 18,2 9 81,8 11 100
Baik 0 0 32 100 32 100
Total 2 4,65 41 95,35 43 100

Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui dari 11 konsumen yang memiliki

perilaku buruk terdapat 2 konsumen (18,2%) yang menggunakan perona pipi yang

mengandung rhodamin B dan 9 konsumen (81,8%) yang menggunakan perona pipi

yang tidak mengandung rhodamin B.

Universitas Sumatera Utara


Pembahasan

Zat pewarna rhodamin B pada perona pipi

Perona pipi yang digunakan menjadi sampel uji yaitu sebanyak 12 sampel

perona pipi yang dijual di Pajus dan tidak teregistrasi. Berdasarkan hasil

pemeriksaan laboratorium menggunakan uji kualitatif dan kuantitatif

menunjukkan bahwa dari 12 sampel perona pipi yang diperiksa terdapat 1 sampel

yang positif mengandung rhodamin B. Hasil analisis kandungan rhodamin b yang

ditemukan pada perona pipi adalah 0,0034 mg/L. Dalam penelitian ini, merek

perona pipi yang positif rhodamin B digunakan oleh 2 orang konsumen, dan

kondisi wajah dari masing-masing konsumen yaitu memiliki beruntus dan

konsumen yang satunya lagi terdapat jerawat-jerawat kecil kemerahan pada

wajahnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

239/Men.Kes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan

berbahaya penggunaan rhodamin B pada tidak diperbolehkan sama sekali untuk

digunakan pada obat, makanan dan kosmetika.

Hasil perona pipi yang positif rhodamin B yang diperoleh lebih sedikit

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arfina (2012) di pasar

tradisional makassar yang memperoleh hasil analisis kandungan rhodamin B

positif pada perona pipi, 2 dari 7 sampel yang diperiksa yaitu masing-masing

sebesar 0,433 mg/g dan 0,998 mg/g kadar rhodamin B pada perona pipi yang

diperiksa. Meski hasil positif yang diperoleh sedikit, namun ini dapat menjadi

peringatan bagi konsumen untuk lebih selektif dalam memilih kosmetik yang

53

Universitas Sumatera Utara


54

hendak digunakan. Berdasarkan hasil pengamatan, produk perona pipi yang

mengandung rhodamin B memiliki ciri yang berbeda dengan perona pipi lainnya,

yaitu:

1. Warnanya pada kulit terbilang awet dan cukup sulit dihilangkan

menggunakan air bila dibandingkan dengan perona pipi yang lain

2. Memiliki bentuk bubuk yang cenderung kasar

3. Warna perona pipi yang mengandung rhodamin B tidak serta-merta

berwarna merah terang, namun dapat juga ditemukan pada perona pipi

berwana merah muda (pink).

Penyalahgunaan pewarna rhodamin B pada perona pipi dapat terjadi

karena tingkat kebutuhan terhadap penggunaan kosmetik semakin meningkat dan

karena beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab yang ingin mengambil

keuntungan dari konsumen tanpa mempertimbangkan efeknya berakibat kepada

rentannya produk kosmetik dicemari oleh bahan berbahaya. Kemudian masih

ditemukannya peredaran kosmetik yang tidak memiliki izin peredaran di Pajus

mengindikasi bahwa keamanan dan pengawasan terhadap produk kosmetik yang

beredar kurang terlaksana dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya

penyalahgunaaan bahan berbahaya pada kosmetik terkhusus zat pewarna

rhodamin b.

Rhodamin b pada kosmetik dapat menyebabkan iritasi terhadap kulit,

kemerahan dan rasa sakit pada kulit. Dalam dosis yang tinggi,bila terhirup sangat

Universitas Sumatera Utara


55

iritatif terhadap saluran pernafasan. Gejala yang ditimbulkan berupa batuk, sakit

tenggorokan, sulit bernafas, dan nyeri dada (BPOM, 2008).

Toksisitas rhodamin b sebagai pewarna kosmetik mempengaruhi aktivitas

sel fibroblast pada bibir dan kulit. Pertumbuhan sel fibroblas dalam proses

penyembuhan luka dan pertumbuhan kolagen kulit bisa dipastikan menjadi

terhambat karena adanya penggunaan zat rhodamin b melalui kosmetik dekoratif

yang digunakan. (Kaji, 2000)

Tingkat Pengetahuan Konsumen Terhadap Perona pipi

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat diketahui bahwa 43 konsumen

yang ada di Pajus memiliki tingkat pengetahuan terhadap perona pipi dengan

kategori baik yaitu sebanyak 35 orang (81,4 %) dan konsumen yang memiliki

pengetahuan dengan kategori buruk sebanyak 8 orang (18,6%).

Sebagian besar konsumen sudah memiliki tingkat pengetahuan yang baik

terhadap perona pipi. Tingkat pengetahuan yang baik dapat diketahui dari

banyaknya konsumen yang mengetahui tentang pemilihan perona pipi yang

aman. Namun, masih terdapat beberapa konsumen yang tingkat pengetahuannya

berada pada kategori buruk. Hal ini disebabkan karena informasi yang diperoleh

konsumen mengenai penyalahgunaan rhodamin B pada kosmetik masih sedikit

bahkan dari pengakuan beberapa konsumen ada yang baru mendengar kata

rhodamin B.

Universitas Sumatera Utara


56

Pengetahuan dapat menjadi penyebab atau motivator bagi seseorang dalam

bersikap dan berperilaku, sehingga dapat pula menjadi dasar dari terbentuknya

suatu tindakan dari seseorang (Azwar, 2007) . Tahu diartikan sebagai mengingat

suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa

orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2010).

Sikap Konsumen terhadap Perona Pipi

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat diketahui bahwa 43

konsumen yang ada di Pajus memiliki sikap yang baik terhadap perona pipi yaitu

sebanyak 36 orang (83,7 %) dan konsumen yang memiliki sikap dengan kategori

buruk sebanyak 7 orang (16,3 %). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

konsumen memiliki sikap yang baik dan dibuktikan dengan banyaknya

konsumen yang menyatakan sikap setuju bahwa perona pipi yang aman adalah

perona pipi yang tidak mengandung bahan berbahaya dan memiliki nomor izin

edar.

Sikap adalah bentuk pernyataan seseorang terhadap hal-hal yang

ditemuinya, seperti benda, orang, ataupun fenomena. Sikap itu membutuhkan

stimulus untuk menghasilkan respon. Adapun output sikap ini akan sangat

tergantung pada sikap individu, apabila individu tersebut tertarik maka ia akan

mendekat dan apabila tidak suka maka ia akan merespon sebaliknya.(Azwar,

2007).

Universitas Sumatera Utara


57

Sikap konsumen terhadap perona pipi yang baik sejalan dengan hasil

tingkat pengetahuan konsumen yang sebagian besar masuk ke dalam kategori

baik. Namun masih didapatkan beberapa konsumen yang tidak setuju bahwa

rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang digunakan untuk pewarna tekstil

bukan kosmetik. Ini menunjukkan bahwa beberapa konsumen menganggap

rhodamin B bisa pergunakan untuk pewarna kosmetik.

Tindakan Konsumen terhadap Perona Pipi

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat diketahui bahwa 43

konsumen yang ada di Pajus memiliki tindakan yang baik sebanyak sebanyak 25

orang (58,1%) terhadap perona pipi dan konsumen yang memiliki tindakan

dengan kategori buruk sebanyak 18 orang (41,9 %). Sebagian besar konsumen

sudah memiliki tindakan yang baik terhadap perona pipi yang ditunjukkan

dengan besarnya presentase konsumen yang melihat kadaluarsa saat membeli

kosmetik. Namun bila dibandingkan dengan aspek pengetahuan dan sikap,

konsumen menunjukkan persentase lebih tinggi pada aspek tindakan dalam

kategori buruk . Hal ini dibuktikan dengan banyaknya konsumen yang belum

pernah memeriksa nomor registrasi pada produk perona pipi sebelum

membelinya.

Menurut Noorkasiani (2009) tindakan disebabkan oleh beberapa faktor

seperti faktor predisposisi atau sikap keyakinan, nilai, motivasi dan pengetahuan.

Suatu sikap belum tentu terwujud otomatis dalam tindakan. Untuk mewujudkan

Universitas Sumatera Utara


58

sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu

kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas, sarana dan prasarana.

Secara keseluruhan berdasarkan pengetahuan,sikap dan tindakan, perilaku

konsumen perona pipi dapat dikategorikan kedalam perilaku yang baik yaitu

sebanyak 32 orang (74,4%) dari 43 orang konsumen perona pipi. Perilaku

manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri

(Notoadmodjo, 2010). Perilaku konsumen yang buruk ternyata tidak memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap produk kosmetik perona pipi mengandung

rhodamin B yang digunakan oleh konsumen. Dari 11 orang konsumen yang

memiliki perilaku buruk terdapat 2 konsumen yang menggunakan perona pipi

mengandung bahan berbahaya rhodamin B. Angka ini masih terlalu kecil untuk

bisa menggambarkan hubungan antara perilaku yang buruk dengan kosmetik

berbahaya yang digunakan.

Universitas Sumatera Utara


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan pada 12 sampel perona pipi tidak

teregistrasi yang dilakukan di laboratorium, ditemukan 1 sampel perona

pipi yang di jual di Pajus positif mengandung zat pewarna rhodamin B.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar rhodamin b secara kuantitatif pada 1

sampel perona pipi yang positif, diperoleh kandungan rhodamin b sebesar

0,0034 g/mL.

3. Perilaku konsumen terhadap perona pipi di Pajus tergolong baik yang

ditunjukkan dengan konsumen yang memiliki tingkat pengetahuan baik

sebanyak 35 orang (81,4 %) dan presentase konsumen yang memiliki

sikap yang baik sebanyak 36 orang (83,7 %) kemudian presentase

tindakan konsumen yang masuk ke dalam kategori baik sebanyak 25

orang (58,1 %).

Saran

1. BPOM RI sebaiknya memberikan informasi lagi tentang kosmetik yang

berbahaya terkhusus perona pipi yang mengandung rhodamin B dan

melakukan pengawasan secara berkala terhadap produk kosmetik yang

beredar di Kota Medan.

2. Bagi masyarakat disarankan agar lebih berhati-hati dalam memilih

kosmetik dan lebih banyak mencari informasi untuk meningkatkan

wawasan tentang bahan berbahaya pada kosmetik terkhusus rhodamin B,

59

Universitas Sumatera Utara


60

memperhatikan keterangan keamanan produk kosmetik dan mengecek

nomor registrasi perona pipi pada saat membeli.

3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memeriksa kadar rhodamin

B pada perona pipi yang sudah teregistrasi.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Arfina. (2012). Analisis Kandungan Rhodamin B pada Kosmetik Perona pipi yang
Beredar di Pasar Tradisional Kota Makassar. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.

Aviani,T. (2014). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Zat Rhodamin B Pada


Perona Pipi (Blush On) yang Beredar di Surakarta. Skripsi. Universitas Sebelas
Maret Surakarta.

Azwar, S. (2007). Sikap Manusia. (Edisi Kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

BPOM, RI. (2008). Informasi Pengamanan Bahan Berbahaya Rhodamin B.


Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Cahyadi, W. (2017). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan


(Edisi kedua). Jakarta: Bumi Aksara.

Depkes, RI. (1985). Formularium Kosmetik Indonesia. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Irianti, T. (2017). Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Grafika Indah.

Kaji, T. (2000). Inhibitory Effect of Rhodamine B on the Proliferation of Human


Fibrobast in Culture. Japan. Elsevier Scientific Publisher Ireland Ltd.

Muliyawan, D. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Noorkasiani (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pasadina, Dini. (2015). Analisis Perilaku Pemakaian Kosmetika Rias Wajah


(Dekoratif) Pada Remaja Pubertas. Jurnal Tata Rias Vol. 8 No 8.

Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya


dan Beracun

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 239 Tahun 1985 tentang
Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176 Tahun 2010


tentang Notifikasi Kosmetika

61

Universitas Sumatera Utara


62

Pramono, B. (2013). Pengaruh Rhodamin B Peroral Dosis Bertingkat Selama 12


Minggu Terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Wistar. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.

Suryawan, D. S. (2006). Beauty expose. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tranggono, R. (2007). Buku Pegangan Dasar Kosmetologi. Jakarta: Sagung Seto.

Wilkinson, Joseph.(1991). Acute Exposure to Rhodamine B. Texas. Clinical


Toxicologi

Winasih, R. (2015). Identifikasi Zat Warna Rhodamin B pada Kosmetik Pemerah


Pipi dan Eye shadow dengan Metode KLT dan KCKT. Jurnal Farmasi
Galenika,01 (2). http://blog.stfb.ac.id

Yuliarti, N. (2007). Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan (Edisi pertama).


Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Universitas Sumatera Utara


63

Lampiran. 1

KUESIONER PERILAKU KONSUMEN TERHADAP PERONA PIPI

DI PAJUS KOTA MEDAN TAHUN 2019

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Merek perona pipi yang digunakan saat ini :

Merek perona pipi yang pernah digunakan :

Lama menggunakan perona pipi :

II. PENGETAHUAN

Berilah tanda silang (x) pada salah satu jawaban yang menurut anda paling benar.

1. Apakah yang anda ketahui tentang perona pipi

a. Bahan yang digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri


b. Bahan yang digunakan untuk membuat pipi menjadi merah
c. Bahan yang digunakan untuk mewarnai pipi dan sebagai penyempurna riasan

2. Menurut anda bagaimana perona pipi yang tidak aman?

a. Perona pipi yang dijual dengan harga murah


b. Perona pipi yang menyebabkan wajah gatal-gatal dan berjerawat
c. Perona pipi yang mengandung bahan berbahaya dan tidak memiliki tanda
registrasi Badan POM

Universitas Sumatera Utara


64

3. Apa yang anda ketahui tentang penggunaan bahan pewarna yang aman dalam
perona pipi ?

a. Menggunakan warna-warna yang menarik dan sesuai dengan warna kulit.


b. Menggunakan pewarna yang tidak menimbulkan iritasi saat digunakan
c. Menggunakan pewarna yang dizinkan penggunaannya pada kosmetik dan
memenuhi syarat oleh Badan POM.

4. Apa yang anda ketahui tentang rhodamin B?

a. Merupakan zat pewarna untuk bahan campuran perona pipi.


b. Bahan yang digunakan sebagai zat pewarna yang aman untuk makanan.
c. Bahan yang digunakan sebagai zat pewarna dalam industri tekstil dan kertas.

5. Apakah efek yang ditimbulkan pada penggunaan rhodamin B di kulit?

a. Penggunaannya membuat kulit menjadi kering dan kasar.


b. Kulit seperti terbakar dan melepuh.
c. Kulit mengalami iritasi dan alergi.

6. Bagaimanakah kriteria memilih produk perona pipi yang benar?

a. Bermerek terkenal, harganya mahal dan dijual ditempat yang banyak


pengunjung
b. Produk yang sering digunakan oleh konsumen dan memberi warna yang
tahan lama pada wajah.
c. Memiliki nomor registrasi Badan POM dan komposisi bahan yang aman
digunakan

7. Apakah yang anda ketahui tentang rhodamin B pada perona pipi?

a. Memberikan warna yang awet dan lebih tahan lama pada wajah.
b. Memberikan warna yang lebih cerah
c. Tidak disarankan penggunannya pada kosmetik.

8. Apakah penggunaan rhodamin B pada perona pipi diperbolehkan?

a. Diperbolehkan dengan kadar penggunaan yang bebas.


b. Diperbolehkan bila dalam kadar yang sangat sedikit
c. Tidak boleh digunakan sama sekali.

Universitas Sumatera Utara


65

III. SIKAP

Berilah tanda centang (˅) pada salah satu kolom setiap pertanyaan di bawah ini.

NO PERNYATAAN SETUJU TIDAK


SETUJU
1 Perona pipi merupakan kosmetik dekoratif
yang digunakan untuk mewarnai pipi
sehingga dapat meningkatkan estetika
dalam tata rias wajah.
2 Perona pipi yang aman adalah perona pipi
yang tidak mengandung bahan berbahaya
dan memiliki nomor izin edar.
3. Zat pewarna dalam kosmetik harus
memenuhi syarat keamanan.
4. Rhodamin B merupakan zat warna sintetis
yang digunakan untuk pewarna tekstil
bukan kosmetik
5. Rhodamin B bersifat racun dan dapat
menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia.
6. Penggunaan rhodamin B dalam kadar yang
sangat sedikit pada perona pipi masih aman
digunakan
7. Perona pipi yang mengandung zat pewarna
seperti rhodamin B termasuk golongan
kosmetik berbahaya
8. Perona pipi yang terkenal dan banyak
digunakan konsumen merupakan produk
yang tepat untuk dipakai.
9. Perona pipi yang memiliki daya tahan
warna yang awet pada kulit sangat
disarankan.
10.
Perlu mencari informasi tentang perona pipi
lebih teliti saat membeli agar terhindar dari
bahan berbahaya

Universitas Sumatera Utara


66

IV. TINDAKAN

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda membeli perona pipi yang sudah
terdaftar di Badan pengawas obat dan makanan?
2 Apakah anda memperhatikan komposisi bahan
yang dipakai perona pipi yang anda gunakan?
3. Apakah anda melihat kadaluarsa saat membeli
kosmetik anda?
4. Apakah anda pernah menanyakan kepada penjual
bahwa kosmetik tersebut aman digunakan?
5. Apakah anda pernah menggunakan perona pipi
yang tidak mempunyai izin resmi BPOM
6. Apakah anda membeli perona pipi berdasarkan
produk yang memberikan warna yang tahan lama
pada saat digunakan?
7. Apakah anda berhenti menggunakan perona pipi
jika anda sudah mengetahui bahwa perona pipi
tersebut mengandung rhodamin B?
8. Apakah anda pernah memeriksa nomor registrasi
pada produk perona pipi sebelum membelinya?

Universitas Sumatera Utara


67

Lampiran 2. Master Data Karakteristik Konsumen di Pajus Kota Medan Tahun


2019.

Nama Umur Pekerjaan Merk_yang_digunakan Lama_Penggunaan


Gita 1 1 1 2 tahun
Riska 1 1 1 1 tahun
Yola 2 2 1 3 tahun
Debby 1 1 1 2 tahun
Indriana 1 1 2 1 tahun
Juliana 2 2 1 1 tahun
Alfany 1 1 1 2 tahun
Salma 1 1 1 1 tahun
Siti 1 1 1 1 tahun
Dyna 1 1 2 1 tahun
Ristauli 1 1 1 2 tahun
Misnaria 1 2 1 4 tahun
Tria 1 1 1 3 tahun
Senangi 1 1 2 2 tahun
Ribka 2 2 2 1 tahun
Itha 2 2 1 1 tahun
Novi 1 1 1 1 tahun
Yuke 2 1 1 2 tahun
Dani 1 1 1 1 tahun
Viyana 1 1 1 2 tahun
Hidayah 1 1 1 1 tahun
Evieka 1 1 1 2 tahun
Rachel 1 1 1 1 tahun
Ellys 1 1 1 1 tahun
Inggrid 1 2 1 2 tahun
Bestary 1 1 2 2 tahun
Shania 1 1 1 3 tahun
Winda 1 1 1 1 tahun
Vina 2 2 2 1 tahun
Wirda 1 1 2 2 tahun
Nidar 2 2 2 1 tahun
Elma 1 2 1 1 tahun
Heni 2 1 1 4 tahun

Universitas Sumatera Utara


68

Anggie 1 1 2 1 tahun
Evelyn 1 1 1 2 tahun
Demak 1 1 1 1 tahun
Karina 1 1 1 1 tahun
Almira 1 1 1 2 tahun
Rani 1 1 1 2 tahun
Suci 1 1 1 1 tahun
Ripka 1 1 1 2 tahun
Sarah 2 2 1 3 tahun
Amelia 2 2 1 2 tahun

Universitas Sumatera Utara


69

Lampiran 3. Master Data Tingkat Pengetahuan Konsumen

NO P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Total
1 2 2 2 2 2 2 2 1 15
2 2 2 1 2 1 2 0 2 12
3 2 2 2 2 2 2 2 2 16
4 2 2 2 2 1 2 1 1 13
5 2 1 2 2 2 1 1 2 13
6 2 2 2 2 2 2 2 2 16
7 1 2 2 2 0 2 0 2 11
8 2 2 2 2 1 2 1 2 14
9 1 1 1 2 2 2 2 2 13
10 2 1 1 2 1 1 2 1 11
11 2 2 2 2 2 2 1 1 14
12 2 2 2 2 2 2 2 2 16
13 2 2 2 2 1 2 1 1 13
14 2 1 0 0 0 1 1 1 6
15 1 1 2 1 1 1 0 1 8
16 2 1 2 2 2 2 2 2 15
17 2 2 2 2 2 2 2 2 16
18 1 2 2 2 1 2 2 1 13
19 2 1 2 2 1 1 2 1 12
20 2 2 2 0 2 2 1 1 12
21 2 2 2 2 2 2 2 2 16
22 2 2 2 2 2 2 2 2 16
23 2 2 2 2 2 2 2 2 16
24 2 2 2 2 2 2 2 2 16
25 1 2 2 2 1 2 2 2 14
26 2 2 1 2 2 2 0 1 12
27 2 1 2 2 2 2 2 2 15
28 2 2 2 2 2 2 1 2 15
29 1 1 2 0 0 2 0 1 7
30 0 1 2 2 0 0 1 1 7
31 1 1 0 0 1 1 1 1 6
32 2 2 2 0 0 2 1 1 10
33 2 0 2 2 2 2 2 2 14
34 1 1 1 0 2 1 1 1 8

Universitas Sumatera Utara


70

35 2 2 2 2 2 2 2 2 16
36 2 2 2 2 2 2 2 2 16
37 2 2 2 2 2 2 2 2 16
38 2 1 2 2 2 2 2 2 15
39 2 2 2 2 2 2 2 2 16
40 2 2 2 2 2 2 2 2 16
41 2 2 2 2 2 2 2 2 16
42 2 2 2 1 1 1 1 2 12
43 2 2 2 2 2 2 2 2 16

Universitas Sumatera Utara


71

Lampiran 4. Master Data Sikap Konsumen

NO S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 Total
1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9
2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
5 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8
6 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 8
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
8 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 7
9 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8
10 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 8
11 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 6
12 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9
13 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 8
14 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 7
15 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9
16 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9
17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
18 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 8
19 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9
20 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 8
21 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
23 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9
24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
26 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 5
27 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9
28 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9
29 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 4
30 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 5
31 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 6
32 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 4
33 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 7
34 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 4

Universitas Sumatera Utara


72

35 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9
36 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8
37 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9
38 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
39 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
40 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
41 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
42 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9
43 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Universitas Sumatera Utara


73

Lampiran 5. Master Data Tindakan Konsumen

NO T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 TT
1 1 1 1 1 1 1 1 1 8
2 1 0 1 0 0 0 0 0 2
3 0 1 1 1 1 0 0 1 5
4 1 1 1 1 1 0 1 0 6
5 1 1 1 0 0 0 1 0 4
6 1 0 0 0 1 0 1 0 3
7 0 0 1 0 0 1 1 0 3
8 1 1 1 0 1 0 1 1 6
9 1 1 1 1 1 0 1 0 6
10 1 0 1 1 0 0 1 0 4
11 1 0 1 1 1 0 1 1 6
12 1 1 1 0 1 0 1 1 6
13 1 1 1 1 1 1 1 1 8
14 0 0 1 1 0 0 0 0 2
15 1 0 0 1 0 0 1 0 3
16 1 1 1 0 1 0 1 0 5
17 1 0 1 1 0 0 1 0 4
18 1 0 0 0 0 0 1 0 2
19 1 0 1 1 0 0 1 1 5
20 0 1 1 1 0 1 1 0 5
21 1 1 1 1 1 1 1 0 7
22 1 1 1 1 1 0 1 0 6
23 1 1 1 0 1 0 1 1 6
24 1 0 1 1 1 0 1 1 6
25 0 1 1 1 1 1 1 0 6
26 1 0 1 0 1 0 1 0 4
27 1 0 1 0 1 0 1 0 4
28 1 1 1 1 1 1 1 1 8
29 1 1 1 1 1 0 1 0 6
30 1 0 0 1 1 0 1 0 4
31 1 1 1 1 1 0 1 0 6
32 1 1 1 1 1 0 1 1 7
33 1 1 1 1 1 0 1 1 7

Universitas Sumatera Utara


74

34 1 1 1 1 1 0 1 0 6
35 1 0 1 1 1 1 0 0 5
36 1 0 1 0 1 1 1 1 6
37 1 1 1 1 1 1 1 1 8
38 1 0 1 0 1 0 1 1 5
39 1 0 1 1 1 1 1 1 7
40 1 1 1 1 1 1 1 1 8
41 1 1 1 0 1 1 1 0 6
42 1 1 1 1 0 0 1 1 6
43 1 1 1 1 1 1 1 1 8

Universitas Sumatera Utara


75

Keterangan Master Data


No : Nomor Responden

I. Karakteristik Konsumen
 Umur
1 = 18 sampai dengan 21 tahun
2 = 22 sampai dengan 25 tahun

 Jenis Pekerjaan
1 = Mahasiswa
2 = Karyawan

 Merek Perona pipi


1 = Teregistrasi
2 = Tidak Teregistrasi

II. Tingkat Pengetahuan


P1 sampai dengan P8 dengan penilaian :
Jawaban a = skor 0
Jawaban b = skor 1
Jawaban c = skor 2

III. Sikap
S1 sampai dengan S10
 Untuk pernyataan no 1, 2, 3, 4, 5, 7 dan 10 bersifat pernyataan positif
dengan penilaian :
Setuju = skor 1
Tidak setuju = skor 0

 Untuk pernyataan no 6, 8, dan 9 bersifat pernyataan negatif dengan


penilaian :
Setuju = skor 0
Tidak setuju = skor 1

IV. Tindakan
T1 sampai dengan T8
 Untuk pernyataan no 1,2, 3, 4,7, dan 8 bersifat pernyataan positif dengan
penilaian :
Ya = skor 1
Tidak = skor 0

 Untuk pernyataan no 5 dan 6 bersifat pernyataan negatif dengan


penilaian:
Ya = skor 0
Tidak = skor 1

Universitas Sumatera Utara


76

Lampiran.6 Hasil Pemeriksaan rhodamin B pada Perona pipi

Universitas Sumatera Utara


77

Universitas Sumatera Utara


78

Universitas Sumatera Utara


79

Lampiran 7. Dokumentasi Kegiatan

Gambar 1. Sampel perona pipi yang positif rhodamin B (tengah)

Gambar 2. Sampel perona pipi yang negatif rhodamin B

Universitas Sumatera Utara


80

Gambar 3. Sampel perona pipi yang negatif rhodamin B

Gambar 4. Sampel perona pipi yang negatif rhodamin B

Universitas Sumatera Utara


81

Gambar 5. Pengisian kuesioner oleh responden

Gambar 6. Pengisian kuesioner oleh responden

Gambar 7. Perona pipi yang mengandung rhodamin B

Universitas Sumatera Utara


82

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai