Anda di halaman 1dari 47

ANALISA KADAR AIR DAN KADAR ABU PADA SIMPLISIA

TEMU GIRING (Curcumae heyneana) DAN SIMPLISIA


KUNYIT (Curcumae domestica) DI BALAI RISET DAN
STANDARISASI INDUSTRI MEDAN

TUGAS AKHIR

Oleh:
SISWATI
NIM 162410018

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULATAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Analisa Kadar Air dan Kadar Abu pada Simplisia Temu Giring
{Curcumae heyneana) dan Simplisia Kunyit {Curcumae domestica}
di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Ahli Madya
pada Program Studi Diploma HI Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi L’niversitas Sumatera Utara

Oleh:
SISWATI
NIM 162410018

Medan, 04 Juli 2019

Disetujui Oleh:
Peinbimbing,

Sudarmi, M.Si., Apt


NIP 195409101983032001

an Oleh:

ia' M.S., Apt


231986012001

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan anugerah

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“analisa kadar air dan kadar abu pada simplisia temu giring (Curcumae heyneana)

dan simplisia kunyit (Curcumae domestica) di Balai Riset dan Standarisasi

Industri Medan”. Percobaan ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt

selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian,

kepada Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi

Diploma III Analis Farmasi dan Makanan. Terimakasi kepada Ibu Dra. Sudarmi,

M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,

arahan dengan ikhlas dan sabar. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih

kepada Bapak M. Nilzam, kepala Baristand Industri Medan dan Bapak

Muhammad Al Amin Nasution, kepala Seksi Standardisasi dan Sertifikasi

Baristand Industri Medan. Terima kasih kepada Bapak Hari Mulyadi Falah, Ibu

Sri Chasnawati dan Bapak Handrian Syahputra Siregar selaku pembimbing PKL

di Baristand Industri Medan.

Penulis juga menyampaikan rasan terimakasih serta penghargaan yang

tulus dan tak terhingga kepada orang tua tersayang Ayahanda Suwarno dan
Ibunda Marsinah atas doa dan dukungan baik moril maupun materil dan teman-

teman semua atas motivasi dan segala bantuan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penulisan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa

tugas akhir ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna memperbaiki tugas

akhir ini. Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, 2020
Penulis,

Siswati
NIM 162410018

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SURAT PERNYATAAR ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama Siswati
Nomor Induk Mahasiswa : 162410018
Program Studi D III Analis Farmasi dan Makanan
Judul Tugas’Akhir : Analisa Kadar Air dan Kadar Abu pada Simplisia
Temu Giring {Curcumae heyneana) dan Simplisia
Kunyit {Curcumae domestica) di Balai Riset dan
Standarisasi Industri Medan

Dengan ini menyatakan bahwa tugas akhir ini ditulis berdasarkan data dari
hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh
orang lain untuk memperoleh gelar ahli madya di perguruan tinggi lain, dan
bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah menyebutkan atau
mencantumkan suinbemya di dalam daftar pustaka.

.Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam tugas
akhir ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia
menerima sanksi apapun oleh Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan
Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi
nnggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenamya untuk dapat
digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, 04 Juli
2019 Yang

967AHF1356050

Menyatakan,
Siswati
NIM 162410018
ANALISA KADAR AIR DAN KADAR ABU PADA SIMPLISIA
TEMU GIRING (Curcumae heyneana) DAN SIMPLISIA
KUNYIT (Curcumae domestica) DI BALAI RISET DAN
STANDARISASI INDUSTRI MEDAN

Abstrak

Latar Belakang: Produk obat-obat herbal yang berkualitas di tentukan oleh mutu
dari bahan baku simplisia yang digunakan. Kunyit dan temu giring merupakan
salah satu bahan baku produk herbal yang banyak penggunaannya di Indonesia.
Menurut SNI 01-2891-1992 salah satu persyaratan mutu simplisia adalah kadar air
dan kadar abu. Penetapan kadar air simplisia sangat penting karena jumlah air
yang tinggi dapat menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat
merusak senyawa yang terkandung di dalam simplisia. Penetapan kadar abu
dilakukan untuk mengetahui kandungan komponen yang tidak mudah menguap
yang tetap tinggal pada pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Semakin
rendah kadar abu suatu bahan, maka semakin tinggi kemurniannya.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar air dan kadar abu pada
simplisia kunyit dan temu giring.
Metode: Sampel diambil dari Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian
Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. Analisa kadar air dilakukan dengan
metode destilasi dan kadar abu total dilakukan dengan metode gravimetri sesuai
dengan prosedur yang digunakan di laboratorium makanan minuman hasil
pertanian Baristand Medan.
Hasil: Hasil kadar air pada simplisia kunyit dan temu giring sebesar 9,99% dan
7,97% sedangkan menurut Farmakope Herbal Indonesia maksimal 10,00%, maka
memenuhi persyaratan. Hasil kadar abu simplisia kunyit dan temu giring sebesar
6,43% dan 7,25% sedangkan menurut Farmakope Herbal Indonesia simplisia
kunyit dan temu giring maksimal 8,20% dan 9,80%, maka memenuhi persyaratan.
Kesimpulan: Kadar air dan kadar abu pada simplisia kunyit dan temu giring
memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia (FHI) tahun 2008.

Kata kunci: simplisia, kadar air, kadar abu, kunyit, temu giring

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS............................................................v

DAFTAR ISI...........................................................................................................vi

DAFTAR TABEL...................................................................................................ix

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Tujuan Penelitian...............................................................................................3

1.3 Manfaat Penelitian.............................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4

2.1 Simplisia.............................................................................................................4

2.1.1 Simplisia nabati...............................................................................................4

2.1.2 Simplisia hewani.............................................................................................4

2.1.3 Simplisia pelikan atau mineral........................................................................5

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Simplisia...................................................5

2.3 Kunyit...............................................................................................................10

2.3.1 Uraian tumbuhan...........................................................................................10

2.3.2 Sistematika tumbuhan...................................................................................11

2.4 Temu Giring.....................................................................................................11

2.4.1 Uraian tumbuhan...........................................................................................11

2.4.2 Sistematika tumbuhan...................................................................................12


2.5 Perbedaan Tumbuhan Curcuma.......................................................................12

2.5.1 Kunyit............................................................................................................12

2.5.2 Temu lawak...................................................................................................13

2.5.3 Temu hitam...................................................................................................13

2.5.4 Temu mangga................................................................................................13

2.5.5 Temu putih....................................................................................................13

2.5.6 Temu giring...................................................................................................14

2.6 Penentuan Kadar Air........................................................................................14

2.6.1 Metode oven..................................................................................................14

2.6.2 Metode desrilasi............................................................................................14

2.7 Penetapan Kadar Abu Total.............................................................................15

2.8 Analisis Gravimetri..........................................................................................17

2.8.1 Teknik analisis gravimetri khusus.................................................................18

2.8.1.1 Pengendapan homogen...............................................................................18

2.8.1.2 Penguapan..................................................................................................19

BAB III METODELOGI PENELITIAN...............................................................20

3.1 Tempat dan Waktu...........................................................................................20

3.2 Pengambilan Sampel........................................................................................20

3.3 Alat dan Bahan.................................................................................................20

3.3.1 Alat................................................................................................................20

3.3.2 Bahan.............................................................................................................20

3.4 Prosedur Kerja..................................................................................................21

3.4.1 Penetapan kadar air pada simplisia...............................................................21

3.4.2 Penetapan kadar abu pada simplisia..............................................................21


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................22

4.1 Hasil.................................................................................................................22

4.2 Pembahasan......................................................................................................23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................25

5.1 Kesimpulan......................................................................................................25

5.2 Saran.................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26
DAFTAR TABEL

4.1 Hasil penetapan kadar air dan kadar abu pada simplisia kunyit dan
temu giring......................................................................................................23
DAFTAR LAMPIRAN

1. Perhitungan Penetapan Kadar Air pada Simplisia.....................................28

2. Perhitungan Penetapan Kadar Abu pada Simplisia...................................30

3. Gambar Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu pada Simplisia..........................32

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu simplisia tidak dapat dikatakan bermutu jika tidak memenuhi

persyaratan mutu yang tertera dalam monografi simplisia. Persyaratan mutu yang

tertera dalam monografi simplisia antara lain susut pengeringan, kadar abu total,

kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air dan

kandungan kimia simplisia meliputi kadar minyak atsiri dan kadar kurkuminoid.

Persyaratan mutu ini berlaku bagi simplisia yang digunakan dengan tujuan

pengobatan dan pemeliharaan kesehatan (Azizah, 2013).

Pengembangan obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan dengan

pengobatan modern. Menteri Kesehatan Republik Indonesia mendukung

pengembangan obat tradisional yaitu fitofarmaka yang berarti diperlukan adanya

pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau

sediaan galenik (Febriani, 2015).

Produk obat-obat herbal yang berkualitas di tentukan salah satunya oleh

mutu dari bahan baku (simplisia) atau ekstrak yang digunakan. Kunyit merupakan

salah satu bahan baku produk herbal yang banyak penggunaannya di Indonesia.

Komponen utama kunyit yang di ketahui memiliki berbagai aktivitas adalah

kurkumin, antara lain adalah anti virus, anti jamur, anti oksidan, anti kanker,

antibiotik, antiseptik, anti inflamasi, anti diabetes, anti imunodefisiensi, anti aging,

neuroprotective, anti koagulan dan menurunkan lipid darah (Azizah, 2013). Temu

giring disebut juga temu reng. Temu giring mengandung minyak atsiri, zat pati
dan piperazin sitrat yang diketahui dapat menangkal serangan cacing gelang

(Ascaris). Temu giring yang biasa digunakan untuk pengobatan adalah bagian

akarnya. Akar rimpang yang pahit dikombinasi dengan tanaman obat lainnya

digunakan untuk mendegenerasi lemak dan menjaga stamina.Akar rimpangnya

juga dianggap sebagai pendingin dan sabun pembersih yang berguna untuk

mengatasi penyakit kulit, luka tergores ringan dan juga sebagai obat cacing

(Agoes, 2010).

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan komponen

yang tidak mudah menguap (komponen anorganik atau garam mineral) yang tetap

tinggal pada pembakaran dan pemijaran senyawa organic. Semakin rendah kadar

abu suatu bahan, maka semakin tinggi kemurniannya. Tinggi rendahnya kadar abu

suatu bahan antara lain disebabkan oleh kandungan mineral yang berbeda pada

sumber bahan baku dan juga dapat dipengaruhi oleh proses demineralisasi pada

saat pembuatan. Menurut Farmakope Herbal Indonesia (FHI) Tahun 2008 kadar

abu pada simplisia kunyit maksimal 8,20% dan temu giring maksimal 9,80%

(Rachmania, 2013). Penetapan kadar air simplisia sangat penting untuk

memberikan batasan maksimal kandungan air di dalam simplisia, karena jumlah

air yang tinggi dapat menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat

merusak senyawa yang terkandung di dalam simplisia. Menurut Farmakope

Herbal Indonesia (FHI) Tahun 2008 kadar air pada simplisia kunyit dan temu

giring maksimal 10,00% (Febriani, 2015).

Berdasarkan uraian di atas penulis perlu melakukan percobaan pada

simplisia kunyit dan temu giring. Parameter yang diuji dalam percobaan ini adalah

kadar air dan kadar abu.


1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kadar air dan

kadar abu pada simplisia kunyit dan temu giring memenuhi persyaratan

Farmakope Herbal Indonesia (FHI) tahun 2008.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang

kadar air dan kadar abu pada simplisia kunyit dan temu giring.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Simplisia

Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari kata

simple, berarti satu atau sederhana.Istilah simplisia dipakai untuk menyebut

bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum

mengalami perubahan bentuk. Simplisia adalah bahan alami yang digunakan

untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun dan kecuali dinyatakn

lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Berdasarkan hal itu maka

simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu simplisia nabati, simplisia hewani

dan simplisia pelikan/mineral (Gunawan, 2004).

2.1.1 Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian

tanaman, eksudat tanaman atau gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman

adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu

sengaja di keluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau

bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari

tanamannya (Gunawan, 2004).

2.1.2 Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna

yang dihasilkan oleh hewan dan belum bahan kimia murni. Contohnya adalah

minyak ikan dan madu (Gunawan, 2004).


2.1.3 Simplisia pelikan atau mineral

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau

mineral yang belum diolah atau telah dioleh dengan cara sederhana dan belum

berupa bahan kimia murni. Contohnya serbuk seng dan serbuk tembaga

(Gunawan, 2004).

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia

Kualitas simplisia dipengaruhi oleh faktor bahan baku dan proses

pembuatannya.

a. Bahan baku simplisia

Berdasarkan bahan bakunya, simplisia bisa diperoleh dari tanaman liar dan

atau dari tanaman yang dibudidayakan. Jika simplisia diambil dari tanaman budi

daya maka keseragaman umur, masa panen dan galur (asal usul, garis keturunan)

tanaman dapat dipantau. Sementara jika diambil dari tanaman liar maka banyak

kendala yang tidak bisa dikendalikan seperti asal tanaman, umur dan tempat

tumbuh.

b. Proses pembuatan simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun tahapan

tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian,

pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan.

Berikut ini dasar pembuatan simplisia:

1. pengumpulan bahan baku

Tahap pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku.

Faktor yang paling berperan dalam tahap ini adalah masa panen. Berdasarkan
garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai

berikut.

- Biji

Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau

sebelum semuanya pecah.

- Buah

Pengambilan buah tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan aktifnya. Panen

buah bisa dilakukan saat menjelang masak, setelah benar-benar masak atau

dengan cara melihat perubahan warna/bentuk dari buah yang bersangkutan.

- Bunga

Panen dapat dilakukan pada saat menjelang penyerbukan, saat bunga masih

kuncup atau saat bunga sudah mulai mekar.

- Daun atau herba

Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung

maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah

mulai masak. Untuk pengambilan pucuk daun berubah menjadi daun tua.

- Kulit batang

Pemanenan kulit batang hanya dilakukan pada tanaman yang sudah cukup

umur.Saat panen yang paling baik adalah awal musim kemarau.

- Umbi lapis

Panen umbi dilakukan pada saat akhir pertumbuhan.

- Rimpang

Panen rimpang dilakukan pada saat awal musim kemarau.


2. Sortasi basah

Sortasi basah adalah pemilihan panen ketika tanaman masih segar. Sortasi

dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau

bagian lain dari tanaman yang tidak di gunakan dan bagian tanaman yang rusak

(dimakan ulat dan sebagainya) (Gunawan, 2004)..

3. pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang

melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih misalnya

dari mata air, air sumur atau air PAM. Cara sortasi dan pencucian sangat

mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang

digunakan untuk pencucian kotor maka jumlah mikroba pada permukaan bahan

simplisia dapat bertambah dan air yang terdapatpada permukaan bahan tersebut

dapat mempercepat pertumbuhan mikroba.Bateri yang umum terdapat dalam air

adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Escherchia

(Prasetyo, 2013).

4. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,

pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung

dirajang tetapi dijemur terlebih dahulu dalam keadaan utuh selama satu hari.

Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus

sehingga di peroleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki

(Prasetyo, 2013).
Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan air,

sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis

juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat yang berkhasiat yang

mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang

diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe,

kencur dan bahan sejenis lainnya di hindari perajangan terlalu tipis untuk

mencegah berkurangnya minyak atsiri (Prasetyo, 2013).

5. Pengeringan

Berikut ini faktor yang mempengaruhi pengeringan

 Waktu pengeringan. Semakain lama dikeringkan akan semakin kering bahan

tersebut.

 Suhu pengeringan. Semakin tinggi suhunya semakin cepat kering tetapi harus

di pertimbangkan daya tahan kandungan zat aktif di dalam sel yang

kebanyakkan tidak tahan panas.

 Kelembapan udara di sekitarnya dan kelembapan bahan atau kandungan air

dari bahan.

 Ketebalan bahan yang dikeringkan.

 Sirkulasi udara.

 Luas permukaan bahan. Semakin luas permkaan bahan semakin mudah kering

(Gunawan, 2004).

Pengeringan bagian tanaman yang akan diekstrak perlu dilakukan dengan

teknik, suhu dan waktu yang tepat agar bahan aktifnya tidak rusak. Pengeringan

biasanya dilakukan dengan pemaparan bagian tanaman terhadap aliran udara yang

dingin atau panas yang disirkulasi dengan baikdalam ruangan hangat yang
tertutup/gelap hingga benar-benar kering. Jika bagian tanaman berupa rimpang

atau kulit buah dan batang, maka irisan dari bagian-bagian tanaman tersebut

disusun secara merata pada talam-talam pengering yang dialiri dengan udara

pengering pada suhu kamar atau lebih tinggi agar pengeringan berlangsung secara

merata/seragam. Pengeringan dengan panas matahari sebaiknya dihindari karena

sinar UV dalam cahaya matahari cenderung merusak senyawa bahan aktif

(Kumoro, 2015).

Air yang masih tersisa dalam simplisia dalam kadar tertentu dapat

merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim tertentu

dalam sel, masih dapat berkerja menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati

dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu

(Prasetyo, 2013).

6. sortasi kering

Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses

pengeringan. Pemilihan di lakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong,

bahan yang rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya dikeringkan di tepi

jalan raya)atau dibersihkan dari kotoran hewan (Gunawan, 2004).

7. pengepakkan dan penyimpanan

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu di

tempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara

simplisia satu dengan yang lainnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

pengepakan dan penyimpanan simplisia yaitu cahaya, oksigen atau sirkulasi

udara, reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif tanaman dengan wadah,

penyerapan air, kemungkianan terjadi proses dehidrasi, pengotoran atau


pencemaran baik yang di akibatkan oleh serangga, kapang,bulu-bulu tikus atau

binatang lain (Gunawan, 2004).

Penyimpanan sebaiknya tidak dilakukan dalam jangka panjang, karena

senyawa bahan aktif dapat mengalami degradasi selama waktu penyimpanan.

Untuk menjaga agar udara dalam kemasan tetap kering, maka uap air di dalam

kemasan dapat dijerap dengan menambahkan silica gel yang dibungkus rapi

(Kumoro, 2015).

2.3 Kunyit

2.3.1 Uraian tumbuhan

Kunir atau kunyit (Curcuma longa Linn. Sinonim dengan Curcuma

domestia Val.) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat asli dari wilayah

Asia Tenggara. Tanaman ini tumbuh dengan baik di Indonesia. Tanaman tumbuh

tegak dengan mencapai ketinggian 1,0-1,5 m. Warna bunga putih atau putih

bergaris hijau dan terkadang ujung bunga berwarna merah jambu. Bagian utama

dari tanaman adalah rimpangnya yang berada didalam tanah (Agoes, 2010).

Kandungan utama dalam rimpang kunyit adalah kurkumin dan minyak

atsiri, yang berfungsi untuk pengobatan hepatitis, anti-oksidan, gangguan

pencernaan, antimikroba, antikolestrol, anti-HIV, antitumor, menghambat sel

tumor payudara, menghambat ploriferasi sel tumor pada usus besar dan anti

rematik. Kurkumin atau kurkuminoid adalah suatu campuran yang kompleks

berwarna kuning oranye yang diisolasi dari tanaman kunyit telah dikenal di

kalangan industri jamu atau obat tradisional dan banyak digunakan sebagai bahan

baku dalam ramuan jamu (Rukmana, 2016).


2.3.2 Sistematika tumbuhan

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman kunyit

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdevisi : Spermatophyta

Devisi :

Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Subkelas : Commelinidae

Ordo : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma longa L. sin. Curcuma domestica Val. (Rukmana,

2016).

2.4 Temu Giring

2.4.1 Uraian tumbuhan

Temu giring (Curcuma heyneana) disebut juga temu reng. Tanaman ini

merupakan semak semusim dan berbatang semu yang terdiri atas pelepah daun,

permukaannya licin, berwarna hijau, serta berdaun tunggal. Perbungaannya

majemuk dan mahkotanya berwarna kuning muda. Temu giring tumbuh liar di

perkarangan dan ladang pada tanah yang lembab dengan ketinggian sampai 900

mdpl serta di tempat yang sedikit cahaya (Agoes, 2010).


Kandungan kimia temu giring yang sudah diketahui antara lain minyak

atsiri, amilum dammar, lemak, tannin, saponin dan flavonoid. Anggota famili

Zingiberaceae bersifat pahit sekali dan dingin. Khasiatnya sebagai antelmitikum

dan adipositas. Bagian tanaman bermanfaat sebagai obat adalah rimpang untuk

mengatasi berbagai penyakit seperti cacingan, cacar air, pelangsing, koreng, luka

dan penyakit kulit (Hariana, 2014).

2.4.2 Sistematika tumbuhan

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman kunyit

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdevisi : Spermatophyta

Devisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Subkelas : Commelinidae

Ordo : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma heyneana Val. (Plantamor, 2019).

2.5 Perbedaan Tumbuhan Marga Curcuma

2.5.1 Kunyit

Tanaman kunyit memiliki ketinggian lebih kurang 1 meter dengan bunga

berwarna putih. Rimpang luar berwarna jingga kecoklatan serta daging buah
berwarna kuning hingga merah jingga. Biasanya rimpang bergerombol dan

bercabang (Hayati, 2003).

2.5.2 Temu lawak

Temu lawak memiliki ketinggian mencapai 1-2 meter. Daun temu lawak

berwarna hijau dan di tengah-tangahnya terdapat guratan merah kecoklatan. Temu

lawak memiliki mahkotanya berwarna putih kekuningan atau kuning tua (Hayati,

2003).

2.5.3 Temu hitam

Tanaman ini memiliki ciri-ciri, yaitu tinggi mencapai 2 meter, daun lebar

berbentuk lanset berwarna hijau,tulang daun berwarna coklat bersemu hitam.

Warna rimpang jika diiris terlihat agak biru. Bunga berwarna putih agak merah,

tumbuh di ketiak daun (Hayati, 2003).

2.5.4 Temu mangga

Tanaman ini memiliki ketinggian bisa mencapai 2 meter, rimpang berwarna

putih. Daun berwarna hijau, berbentuk bulat lonjong penuh dengan bintik-bintik

keil berwarna putih jernih. Mahkota berwarna kuning muda atau hijau keputihan.

Daging rimpang berwarna kuning seperti mangga, beraroma harum dan rasanya

gurih seperti mangga (Hayati, 2003).

2.5.5 Temu putih

Rimpang temu putih berwarna putih, rasanya pedas, sangat pahit dan

aromanya sangat tajam. Warna daun hijau lembayung disatu sisi dan di sisi lain

merah gelap. Rimpang berwarna putih pucat. Bunga berwarna merah keunguan

(Hayati, 2003).
2.5.6 Temu giring

Tumbuhan temu giring warna daunnya lebih terkesan hijau pucat dan tipis

dengan urat daun berwarna hijau muda.Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2

meter. Daging rimpang berwarna kuning muda. Tanaman ini memiliki bunga

majemuk yang keluar dari batang semu dengan mahkota berwarna merah. (Hayati,

2003).

2.6 Penentuan Kadar Air

2.6.1 Metode oven

Penentuan kadar air di dasarkan pada penimbangan berat bahan. Selisih

berat bahan segar dan berat keringnya merupakan kadar air yang dicari yang

terkandung dalam bahan yang diperiksa. Pada metode ini pengeringan bahan

dilakukan dengan menggunakan pemanasan bahan. Kehilangan berat akibat

proses pengeringan dianggap sebagai berat kandungan air yang terdapat dalam

bahan yang menguap selama pemanasan. Analisis kadar air bahan dengan

pengeringan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan karakter

bahan, kondisi oven dan penanganan bahan yang telah dikeringkan (Nadia, 2010).

2.6.2 Metode destilasi

Prinsip yang digunakan adalah penguapan air dari bahan bersama pelarut

yang bersifat immiscible pada suatu pendinginan yang tetap. Uap bahan dan uap

air pelarut dikondensasi dan ditampung dalam labu destilat. Jumlah air hasil

destilasi bahan dapat langsung ditentukan dengan membaca miniskus pada labu

destilat (Nadia, 2010).


Metode ini digunakan untuk bahan-bahan mengandung lemak dan

kompenen-kompenen lain selain air yang mudah menguap pada perlakuan suhu

tinggi. Pada metode destilasi ini, proses destilasi bahan dilakukan dengan

menggunakan pelarut yang bersifat immiscible yaitu jenis pelarut yang tidak dapat

bercampur dengan air. Selama proses destilasi, pelarut tersebut bersama air dalam

bahan akan menguap pada suhu lebih rendah dari suhu didih air. Uap yang

terbentuk mengalami kondensasi yang ditampung dalam labu penampung destilat

(Nadia, 2010).

Penentuan kadar air metode destilasi merupakan jumlah volume air hasil

destilasi bahan yang dapat langsung diketahui dengan membaca miniskus labu

penampung destilat dan bukan karena kehilangan berat (Nadia, 2010).

2.7 Penentuan Kadar Abu Total

Analisis kandungan mineral suatu makanan dilakukan dengan cara

didestruksi terlebih dahulu. Destruksi merupakan suatu perlakuan untuk

melarutkan atau mengubah sampel menjadi bentuk materi yang dapat diukur

sehingga kandungan berupa unsur-unsur di dalamnya dapat dianalisis. Dasarnya

ada dua jenis destruksi yang dikenal yaitu destruksi kering dan destruksi basah

(Rahmelia, 2015).

Penentuan kadar abu secara destruksi kering ditentukan dengan cara

mengabukan atau membakar dalam tanur sejumlah berat makanan pada suhu 500-

600oC sampai semua karbon hilang dari bahan makanan tersebut. Sisanya adalah

abu dan dianggap mewakili bagian anorganik makanan.Waktu lamanya

pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan
dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan

dianggap selesai apabila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya berwarna

putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan

terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu cawan berisi abu yang

ada dalam tanur harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC

agar suhunya turun menyesuaikan dengan suhu di dalam oven, selanjutnya

dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin, kemudian abunya dapat ditimbang

hingga hasil timbangannya konstan. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan

berat setelah pembakaran dengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan

sebelum terjadi dekomposisi dari abu tersebut. Fungsi dari kadar abu tersebut

yaitu mengetahui bahwa semakin tinggi kadar abu suatu bahan pangan, maka

semakin buruk kualitas dari bahan pangan tersebut (Amelia, 2005).

Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan berat setelah pembakaran dengan

syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi dekomposisi dari abu

tersebut. Fungsi dari kadar abu tersebut yaitu mengetahui bahwa semakin tinggi

kadar abu suatu bahan pangan, maka semakin buruk kualitas dari bahan pangan

tersebut (Amelia, 2005).

Destruksi basah adalah proses perombakan logam organik dengan

menggunakan asam kuat, baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi

menggunakan zat oksidator sehingga dihasilkan logam anorganik bebas. Destruksi

basah sangat sesuai untuk penentuan unsur-unsur logam yang mudah menguap.

Metode destruksi basah merupakan metode yang menggunakan larutan asam kuat

berupa HNO3 (Dini, 2014).


2.8 Analisis Gravimetri

Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap

(berat konstan)-nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis

dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis

gravimetri menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis

menjadi senyawa lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat di ketahui

berat tetapnya. Berat unsur atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari

rumus senyawa serta berat atom penyusunnya (Gandjar, 2007).

Bobot tetap atau berat konstan pada penetapan susut pengeringan dan

penetapan sisa pemijaran dimaksudkan bahwa dua kali penimbangan berturut-

turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang. Penimbangan

dilakukan setelah zat dikeringkan atau dipijarkan lagi selama 1 jam. Dengan

pernyataan bobot yang dapat di abaikan, di maksudkan bobot yang tidak lebih dari

0,5 mg (Dirjen POM, 1979).

Langkah penentuan secara gravimetri sangat sederhana, yaitu dimulai dari

pelarutan sampel yang akan dianalisis di dalam pelarut tertentu sehingga

diyakinkan bahwa semua senyawa target dapat larut secara sempurna di dalam

pelarut yang dipergunakan, kemudian dilanjutkan dengan penambahan senyawa

pengendap dalam jumlah berlebihan, yaitu senyawa tertentu (khusus) yang dapat

secara selektif mengendapkan seluruh senyawa target sampai terbentuk endapan

yang stabil dan dapat dipisahkan dari komponen senyawa lain dengan cara

menyaring. Senyawa endapan yang berhasil dipisahkan kemudian dicuci,

dikeringkan dan ditimbang menggunakan neraca analitik sampai diperoleh berat

senyawa target. Dari berat endapan yang diperoleh akan dapat dihitung berat ion
target yang dianalisis, sehingga data yang diperoleh selanjutnya akan dapat

dipergunakan untuk menghitung komposisi senyawa di dalam sampel

(Situmorang, 2012).

Beberapa persyaratan yang diperlukan agar penentuan suatu senyawa secara

analisis gravimetri dapat berhasil dengan baik diaplikasikan dalam analisis,

diantaranya:

1. Senyawa yang akan ditentukan harus mengendap sempurna setelah

penambahan senyawa pengendap khusus dalam jumlah berlebih. Perlu juga di

ingat bahwa banyak senyawa yang mempunyai kelarutan sangat rendah di

dalam pelarut tertentu, sehingga kehilangan senyawa akibat kelarutan di dalam

pelarut dapat di abaikan.

2. Endapan senyawa yang akan ditimbang (dari hasil pengendapan) harus

diketahui komposisinya dengan benar, sehingga kesalahan dalam perhitungan

dalam perhitungan dapat di hindari.

3. Endapan yang terbentuk harus dalam keadaan murni dan mudah (dapat)

disaring. Sering sekali dengan penambahan larutan pengendap segera terbentuk

endapan, akan tetapi sangat sulit untuk mendapatkan endapan yang bebas dari

kontaminasi (Situmorang, 2012).

2.8.1 Teknik analisis gravimetri khusus

2.8.1.1 Pengendapan homogen

Tujuan penentuan gravimetri adalah untuk menghasilkan endapan senyawa

target dalam jumlah besar dan mudah disaring untuk selanjutnya dapat ditimbang.

Untuk mendapatkan endapan dalam jumlah besar diperlukan rasio supersaturasi

rendah pada proses pengendapan, sehingga lebih cenderung untuk pertumbuhan


Kristal dibanding nukleasi. Pada senyawa pengendap ditambahkan ke dalam

sampel, apabila konsentrasi senyawa yang ditambahkan besar akan menyebabkan

rasio supersaturasi menjadi besar, sehingga kecenderungan nukleasi lebih besar di

banding pertumbuhan kristal. Akan tetapi, apabila dalam proses pengendapan di

lakukan dengan menggunakan larutan encer (konsentrasi rendah), misalnya

melalui penambahan senyawa pengendap secara perlahan tetapi disertai dengan

pengadukan yang cepat, proses ini juga tidak akan banyak menolong dalam

mengatasi permasalahan supersaturasi. Salah satu teknik yang paling efisien untuk

menghindari supersaturasi tinggi adalah dengan membentuk endapan secara

perlahan (lambat) pada larutan, yaitu dengan cara reaksi kimia, proses ini disebut

pengendapan homogen. Pembentukan endapan dengan cara lambat dan merata

akan dapat menghasilkan nukleasi rendah, tetapi proses pertumbuhan kristal besar,

sehingga akhirnya akan diperoleh endapan yang lebih murni dan mudah disaring

(Situmorang, 2012).

2.8.1.2 Penguapan

Penentuan dengan cara penguapan adalah berdasarkan pengukuran berat

sampel (yang mudah menguap) yang hilang setelah pemanasan. Prosedur ini

sangat sederhana, yaitu melalui penimbangan senyawa (sebelum pemanasan),

kemudian dilanjutkan dengan pemanasan, lalu didinginkan dan akhirnya

dilakukan penimbangan kembali (sesudah pemanasan). Agar teknik ini dapat

dilakukan dengan berhasil dengan baik maka senyawa yang akan ditentukan harus

dalam bentuk senyawa tunggal dan akan menguap total bila dipanaskan. Teknik

penguapan ini hanya berlaku untuk sampel-sampel tertentu saja, misalnya air yang

terikat pada sampel tertentu (Situmorang, 2012).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian

Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan yang berada di jalan

Sisingamangaraja No.24 Medan pada tanggal 23 Februari sampai 1 Maret 2019.

3.2 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia kunyit dan

temu giring yang berasal dari Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian

Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat Aufhauser,batang

pengaduk, batu didih, bola hisap, cawan pengabuan, corong, eksikator, gelas piala,

gelas ukur, kaki tiga, labu leher tiga, neraca analitik,penjepit krus, pipet volume,

pendingin tegas, penangas air listrik, spatel, statif, stopwatch, dan tanur listrik.

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air, serbuk simplisia

kunyit, serbuk simplisia temu giring dan Xylol.


3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Penetapan kadar air pada simplisia

Metode destilasi: Timbang dengan seksama 5-10 gram cuplikan, masukkan

ke dalam labu didih dan tambahkan 300 ml xylol serta batu didih. Sambungkan

dengan alat Aufhauser dan panaskan di atas penangas listrik selama 1 jam

dihitung sejak mulai mendidih. Setelah cukup 1 jam matikan penangas listrik dan

biarkan alat Aufhauser mendingin. Bilas alat pendingin dengan xylol

murni/toluene. Baca jumlah volume air (Badan Standar Nasional, 1992).

Perhitungan:

Kadar air = V x 100%


W

W = bobot cuplikan, dalam gram

V = volume air yang dibaca pada alat Aufhauser, dalam ml

3.4.2 Penetapan kadar abu pada simplisia

Timbang dengan seksama 2-3 gram contoh ke dalam sebuah cawan porselin

yang telah diketahui bobotnya, untuk contoh cairan, uapkan di atas penangas air

sampai kering. Arangkan di atas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik.

Pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur

di buka sedikit, agar oksigen bisa masuk). Dinginkan dalam eksikator, lalu

timbang dengan bobot tetap (Badan Standar Nasional, 1992).

Perhitungan:

Kadar Abu = W1- W2 x 100%


W

W = bobot contoh sebelum diabukan, dalam gram

W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan, dalam gram

W2 = bobot cawan kosong, dalam gram


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penetapan kadar air dan kadar abu pada sampel simplisia kunyit dan temu

giring dilakukan di Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian Balai Riset

dan Standardisasi Industri Medan, sampel yang digunakan berasal dari

Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian Balai Riset dan Standardisasi

Industri Medan. Metode yang digunakan yaitu metode destilasi dan penetapan

kadar abu total secara langsung.

Penentuan kadar air metode destilasi digunakan untuk bahan-bahan

mengandung lemak dan komponen-komponen lain selain air yang mudah

menguap pada perlakuan suhu tinggi. Pada metode destilasi ini, proses destilasi

bahan dilakukan dengan menggunakan pelarut yang bersifat immiscible yaitu jenis

pelarut yang tidak dapat bercampur dengan air. Selama proses destilasi, pelarut

tersebut bersama air dalam bahan akan menguap pada suhu lebih rendah dari suhu

didih air. Uap yang terbentuk mengalami kondensasi yang ditampung dalam labu

penampung destilat (Nadia, 2010).

Penentuan kadar abu secara langsung adalah mengoksidasikan senyawa

organik pada suhu yang tinggi yaitu sekitar 500-600oC dan melakukan

penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut. Waktu lamanya

pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam.Pengabuan

dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan

dianggap selesai apabila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya berwarna


putih abu-abu dan diperoleh berat konstan dengan selang waktu 30 menit.

Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu cawan

berisi abu yang ada dalam tanur harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven

bersuhu 105oC agar suhunya turun menyesuaikan dengan suhu di dalam oven,

selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin, kemudian abunya

dapat ditimbang hingga hasil timbangannya konstan (Amelia, 2005).

Hasil penetapan kadar air dan kadar abu pada simplisia kunyit dan temu

giring dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Hasil penetapan kadar air dan kadar abu pada simplisia kunyit dan temu
giring.

No. Sampel Kadar Air (%) Kadar Abu (%)

1. Kunyit 9,99% 6,43%

2. Temu giring 7,97% 7,25%

4.2 Pembahasan

Hasil kadar air yang didapat pada percobaan simplisia kunyit dan temu

giring berturut-turut adalah 9,99% dan 7,97%, menurut Farmakope Herbal

Indonesia persyaratan kadar air untuk simplisia tersebut maksimal 10,00%, jadi

hasil kadar air pada percobaan ini memenuhi persyaratan.

Hasil kadar abu yang didapat pada percobaan simplisia kunyit dan temu

giring berturut-turut adalah 6,43% dan 7,25%, menurut Farmakope Herbal

Indonesia persyaratan kadar abu untuk simplisia tersebut maksimal 8,20% dan

9,80%, jadi hasil kadar abu pada percobaan ini memenuhi persyaratan.
Kandungan air yang berlebihan pada bahan atau sediaan obat tradisional

akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah

terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat mengakibatkan

penurunan mutu dari obat tradisional. Tujuan dari penetapan kadar air adalah

untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air

dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam

simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah

tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan

(Handayani, 2017).

Menurut Anonimous, kadar air simplisia sebaiknya lebih kecil dari 10,00%.

Apabila kadar air lebih besar dari 10,00% akan menyebabkan terjadinya proses

enzimatik dan kerusakan oleh mikroba. Simplisia yang disimpan dalam waktu

yang lama, enzim akan merubah kandungan kimia yang telah terbentuk menjadi

produk lain yang mungkin tidak lagi memiliki efek farmakologi seperti senyawa

asalnya. Hal ini tidak akan terjadi jika bahan yang telah dikeringkan mempunyai

kadar air yang rendah. Berupa enzim perusak kandungan kimia antara lain adalah

hidrolase, oksidase dan polymerase (Manoi, 2006).

Penetapan kadar abu total dilakukan dengan tujuan untuk memberikan

gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal daro proses awal

sampai terbentuknya simplisia. Kadar abu total berkaitan dengan mineral baik

senyawa organik maupun anorganik yang diperoleh secara internal maupun

eksternal (Febriani, 2015).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan hasil kadar air pada simplisia kunyit 9,99% dan

pada simplisia temu giring 7,97%. Sedangkan hasil kadar abu pada simplisia

kunyit 6,43% dan temu giring 7,25%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air dan

kadar abu pada simplisia kunyit dan temu giring memenuhi persyaratan

Farmakope Herbal Indonesia (FHI) tahun 2008.

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut yaitu kadar sari larut air, kadar sari larut

etanol dan kadar abu tak larut asam guna untuk mengetahui apakah simplisia yang

diuji dapat digunakan sebagai obat tradisional.


DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A. (2010). Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.


Halaman: 67-68, 99-100.

Amelia, M.R., dkk. (2014). Penentuan Kadar Abu (AOAC 2005). Fakultas
Ekologi Manusia. 1-3.

Azizah, B., Nina, S. (2013). Standarisasi Parameter Non Spesifik dan


Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak Terpurifikasi
Rimpang Kunyit.Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 3(11): 22.

Badan Standar Nasional.(1992). Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-
1992. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional. Halaman 3-4.

Dirjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: XXXIII.

Dini, K., dkk. (2014). Preparasi Sampel untuk Analisis Mineral. Fakultas Ekologi
Manusia. 1-2.

Febriani, D., dkk. (2015). Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Sirsak
(Annona muricata Linn.).Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba. 475, 477-
478.
Gandjar, I.G dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Halaman: 91.
Gunawan, D., Sri, M. (2004).Ilmu Obat Alam. Jakarta: Penebar Swadaya.
Halaman: 9, 11,13.
Handayani, S., dkk.(2017). Penapisan Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia Daun
Jambu Mawar (Syzygium jambos Aiston).Jf Fik Uninam. 5(3): 179-180.
Hariana, A. (2014). Tumbuhan Obat & Khasiatnya.Seri 3. Jakarta: Penebar
Swadaya. Halaman: 126.
Hayati, M. (2003).Terampil Membuat Ekstrak Temu-temuan. Yogyakarta: Adicita
Karya Nusa. Halaman: 15-16, 27-32.
Kumoro, A.C. (2015). Teknologi Ekstraksi Senyawa Bahan Aktif dari Tanaman
Obat. Yogyakarta: Plantaxia. Halaman: 17, 21.
Manoi, F. (2006).Pengaruh Cara Pengeringan terhadap Mutu Simplisia
Sambiloto.Bul Littro. 17(1): 3.
Nadia, L., dkk. (2010). Praktikum Kimia dan Analisis Pangan. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka. Halaman: 3, 14-15.
Plantamor.(2019). Situs Dunia Tumbuhan.Diakses dari http:/www.
Plantamor.com/species/info/curcuma/heyneana. Pada tanggal 14 Mei
2019.
Prasetyo., Entang, I. (2013). Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-obatan.
Bengkulu: Badan Penerbit Fakultas Pertanian UNIB. Halaman: 18-19.
Rachmania, R.A., Fatimah, N., Elok, M. (2013). Ekstraksi Gelatin dari Tulang
Ikan Tenggiri Melalui Proses Hidrolisis Menggunakan Larutan Basa.
Media Farmasi.10(2): 26.
Rahmelia, D., Anang, W.M., Diah., Irwan, S. (2015). Analisis Kadar Kalium (K)
dan kalsium (Ca) dalam Kulit dan Daging Buah Terung Kopek Ungu
(Solanum melongena) Asal Desa Nupa Bomba Kecamatan Tanantovea
Kabupaten Donggala. J. Akad Kim. 4(3): 145, 147.
Rukmana, R., Herdi, Y. (2016). Budi Daya dan Pascapanen Tanaman Obat
Unggulan. Yogyakarta: Lily Publisher. Halaman: 196-197.
Situmorang, M. (2012). Kimia Analitik I (Kimia Analitik Dasar). Medan: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.
Halaman: 87,106-108.
LAMPIRAN

Lampiran 1.Perhitungan Penetapan Kadar Air pada Simplisia

Kadar air = V x 100%


W

Keterangan:

W = bobot cuplikan, dalam gram

V = volume air yang dibaca pada alat Aufhauser, dalam ml

NB: 1 mililiter setara dengan 1 gram

Contoh perhitungan:

1. Penetapan kadar air simplisia kunyit


1.00 ml
Kadar air (U-1) =
10.0016 g x 100%

1.00 g
=
10.0016 g x 100%

= 0.10 x 100%

=
10.00%
1.00 ml x 100%
Kadar air (U-2) =
10.0154 g

x 100%
1.00 g
=10.0154 g

= 0.0998 x 100%

= 9.98%

10.00%+ 9.98%
Kadar Air = 2

19.98%
= 2

= 9.99%
2. Penetapan kadar air simplisia temu giring
0.80 ml
Kadar air (U-1) =
10.0118 g x 100%

0.80 g
=
10.0118 g x 100%

= 0.0799 x 100%

= 7.99%
0.80 ml
Kadar air (U-2) =
10.0545 g x 100%

0.80 g
= 10.0545 g x 100%

= 0.0796 x 100%

= 7.96%

7.99%+ 7.96%
Kadar Air = 2

15.95%
= 2

= 7.97%

Sampel Volume air (ml) Berat contoh (g) Hasil kadar air (%)

1.00 ml 10.0016 g 10.00 %


kunyit
1.00 ml 10.0154 g 9.98 %

Rata-rata 9.99 %

0.80 ml 10.0118 g 7.99 %


Temu giring
0.80 ml 10.0545 g 7.96 %

Rata-rata 7.97 %
Lampiran 2. Perhitungan Penetapan Kadar Abu pada Simplisia

Kadar Abu = W1- W2 x 100%


W

Keterangan:

W = bobot contoh sebelum diabukan, dalam gram

W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan, dalam gram

W2 = bobot cawan kosong, dalam gram

Perhitungan:

1. Penetapan kadar abu pada simplisia kunyit


38.3487 g - 38.2197 g
Kadar Abu (U-1) = x 100%
2.0014 g

0.1290 g
= 2.0014 g x 100%

= 0.0645 x 100%

= 6.45%
36.8278 g – 36.6993 g
Kadar Abu (U-2) = x 100%
2.0008 g

0.1285 g
= 2.0008 g x 100%

= 0.0642 x 100%

= 6.42%

6.45%+ 6.42%
Kadar Abu = 2

12.87%
= 2

= 6.43%

2. Penetapan kadar abu pada simplisia temu giring


37.7740 g – 37.6702 g
Kadar Abu (U-1) = x 100%
1.4334 g

0.1038 g
= 1.4334 g x 100%

= 0.0724 x 100%
= 7.24%
39.1159 g – 39.0069 g
Kadar Abu (U-2) = x 100%
1.5009 g

0.109 g
= 1.5009 g x 100%

= 0.0726 x 100%

= 7.26%

7.24% + 7.26%
Kadar Abu = 2

14.5%
= 2

= 7.25%

Berat + cawan
Berat cawan Berat contoh Hasil kadar abu
Sampel setelah dikeringkan
kosong(g) (g) (%)
(g)

38.2197 g 2.0014 g 38.3487 g 6.45 %


kunyit
36.6993 g 2.0008 g 36.8278 g 6.42 %

Rata-rata 6.43 %

37.6702 g 2.0007 g 37.7740 g 7.99 %


Temu giring
39.0069 g 2.0002 g 39.1159 g 7.96 %

Rata-rata 7.25 %
Lampiran 3. Gambar penentuan kadar air dan kadar abu

Gambar a. tanaman kunyit Gambar b. rimpang kunyit

Gambar c. simplisia kunyit Gambar d. serbuk simplisia kunyit


Gambar e. tanaman temu giring Gambar f. rimpang temu giring

Gambar g. simplisia temu giring Gambar h. serbuk simplisia temu giring

Gambar i. labu didih berisi serbuk simplisia kunyit dan xylo


Gambar j. penentuan kadar air metode
destilasi dengan alat
Aufhauser

Gambar k. cawan porselen + Gambar l. pengarangan di atas nyala


serbuk simplisia pembakar
Gambar m. pengabuan dalam tanur listrik

Gambar n. hasil kadar abu pada Gambar o. hasil kadar abu pada
Kunyit temu giring
35

Anda mungkin juga menyukai