Oleh
16.44238.1019
BANDUNG
2019
RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN ISPA
NON PNEUMONIA DISALAH SATU PUSKESMAS
KECAMATAN KADUNGORA PERIODE JANUARI – MARET
2019
Oleh
16.44238.1019
Pembimbing I Pembimbing II
PERNYATAAN
1. Karya tulis ilmiah ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik Ahli Madya Farmasi, baik di Akademi
Farmasi YPF maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ilmiah ini adalah murni gagasan, rumusan, penelitian saya
sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan
masukan Tim Penguji.
3. Dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah
ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
16.44238.1019
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
Rationality drug use in public health centre for acute respiratory tract infections
(ISPA) non pneumoniae refers to an indicator that has been set by the WHO, in
these indicators has been defined that limits the number item of drug tolerance in
every recipe is 1.6 – 1.8, percentage of prescribing generic drugs is 100%,
percentage of prescribing injection is 0%, then to percentage prescribing
formularium drug is 100%, and use of antibiotic is 20%. In the therapy of acute
respiratory tract infection (ISPA) non pneumoniae not recommended for gift
antibiotic, except in case of secondary infections such as pharyngitis. The purpose
of this research was to know about rationality drug use for pasien acute
respiratory tract infection (ISPA) non pneumoniae in the public health centre
Kecamatan Kadungora refer to the above indicator. Removal data in a
retrospective in July 2019 about patient daily recipe with diagnosis acute
respiratory tract infection (ISPA) non pneumoniae. The analysis is done ushimg
method of purposive sampling. Result of the research showed that the average
prescription drug item (January = 3.04, February = 3.12, March = 3.08) it can
be said to be irrational because it exceed the tolerance is 1.6 – 1.8. For the
percentage of prescribing generic drugs (January = 80.91%, February = 87.37,
March = 89.97%) ) it can be said to be irrational because under the specified
indicator is 100%. For percentage of prescribing injection during the period
January – March 2019 is 0% injection in accordance with the indicators defined.
For percentage prescribing formularium drug (January = 90.83%, February =
83.47%, March = 89.47%) it can be said to be irrational because under the
specified indicator is 100%. And for the us of antibiotics (January = 9,92%,
February = 5.82%, March = 15.78%) it can be said to be rational because it still
under the limit set that is 20%.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan untuk memenuhi salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Farmasi di Akademi Farmasi YPF
dengan judul “Rasionalitas Penggunaan Obat Pada Pasien ISPA Non Pneumonia
Disalah Satu Puskesmas Kecamatan Kadungora Periode Januari – Maret 2019”
Oleh karena itu pada kesempatan ini iringan doa dan ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada :
Semoga kebaikan Bapak dan Ibu mendapatkan balasan yang setimpal dari
Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
v
yang membangun dari semua pihak. Dengan segala kerendahan hati, semoga
Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
vi
DAFTAR ISI
vii
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi…………………………………. 29
3.5 Definisi Operasional………………………………………….. 29
3.6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data…………………………… 31
3.7 Pengolahan dan Analisis Data………………………………... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…................................................. 33
4.1 Hasil Penelitian……………………………………………….. 33
4.2 Pembahasan…………………………………………………… 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………....... 45
5.1 Kesimpulan……………………………………………………. 45
5.2 Saran…………………………………………………………… 46
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 47
LAMPIRAN………………………………………………………………... 49
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
berdasarkan WHO…………………………………………… 37
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
6. Surat balasan……………………………………………………….. 77
7. Sampel resep……………………………………………………...... 78
xi
BAB I
PENDAHULUAN
salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung hingga kantong
paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura (Depkes RI, 2009). Penyakit yang termasuk kategori antara lain otitis
media yang merupakan suatu inflamasi yang terjadi pada bagian tengah telinga
yang disebabkan obtruksi tuba Eustachius. Lalu ada juga sinusitis yang
itu penyakit yang termasuk kedalam kategori ISPA adalah faringitis dimana
penyakit ini merupakan suatu peradangan yang terjadi pada mukosa faring dan
penyakit di atas ada juga bronchitis yang merupak suatu kondisi peradangan yang
Dan yang terakhir adalah pneumonia merupakan suatu infeksi yang terjadi
dinujung bronchial dan alveoli yang disebabkan oleh berbagai pathogen seperti
1
2
mencapai 14,0% pada tahun 2013 dan turun menjadi 4,4% pada tahun 2018. Pada
tahun 2013 provinsi dengan prevalensi ISPA tertinggi ditempati Aceh sebesar
20,0% dan tahun 2018 ditempati Papua sebesar 10.0%. Sedangkan untuk provinsi
Jawa Barat pada periode 2013 jumlah prevalensi ISPA sebesar 13% lalu turun
Indonesesia memiliki prevalensi ISPA pada periode 2013 sebesar 25,0% dan
turun menjadi 9.3%pada periode 2018. Baik pada periode 2013 maupun 2018,
ditempati oleh Provinsi NTT sebesar 41,0% dan 15,0%. Untuk Jawa Barat sendiri
prevalensi ISPA pada periode 2013 sebesar 25,0%, lalu turun pada periode 2018
Kadungora tahun 2018, pada bulan Januari dan Februari jumlah kasus Pneumonia
pada balita sebanyak 227 pasien, sedangkan pada bulan Maret meningkat menjadi
229 pasien. Untuk kunjungan balita batuk atau sukar bernafas juga mengalami
peningkatan dimana pada bulan Januari sekitar 143 pasien, lalu meningkat pada
bulan selanjutnya menjadi 154 pasien, dan pada bulan Maret pasien terus
Kadungora tahun 2018, kunjungan pasien yang diagnosa ISPA Non Pneumonia
3
untuk umur di bawah 1 tahun pada bulan Januari terdapat total 37 pasien,
meningkat pada bulan Maret menjadi 55 pasien. Untuk pasien dengan umur 1
sampai 5 tahun pada bulan Januari terdapat 107 pasien, lalu meningkat pada bulan
selanjutnya menjadi 118 pasien, dan pada bulan Maret jumlah pasien terus
meningkat menjadi 133 pasien. Sedangkan untuk pasien di atas 5 tahun untuk data
bulan Januari terdapat 559 pasien, meningkat pada bulan selanjutnya menjadi 852
pasien, dan pada bulan Maret mencapai 893 pasien. Berdasarkan data tersebut,
jumlah pasien dengan diagnosa ISPA Non Pneumonia pada triwulan pertama
penderita menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinik, dalam dosis yang
memenuhi keperluan individu sendiri, untuk periode waktu yang memadai, dan
harga yang terendah bagi mereka (Siregar, 2011). Penggunaan obat yang tidak
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Reza Ismail Fahmi pada
tahun 2015 dalam karya tulis ilmiahnya yang berjudul Rasionalitas Penggunaan
penggunaan obat rasional diantaranya, jumlah pasien untuk diagnosa ISPA Non
antibiotik dengan persentasi 46,07%. sedangkan untuk rata-rata jumlah item obat
didapat 4,3 per lembar resep dari total 89 lembar resep hal tersebut tentunya
menjadi tidak rasional sebab melebihi batas toleransi rata-rata item obat perlembar
tentang rasionalitas penggunaan obat pada pasien ISPA Non Pneumonia disalah
Puskesmas Kecamatan Kadungora sudah rasional bila ditinjau dari indikator yang
1) Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran mengenai rasionalitas penggunaan obat pada
2) Tujuan Khusus
Mendapatkan gambaran mengenai rasionalitas penggunaan obat pada
bersumber dari resep harian pasien apakah sudah sesuai dengan standar yang
mengenai kerasionalan penggunaan obat pada pasien ISPA Non Pneumonia. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk bagian unit farmasi dan juga
kriteria rasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli
ISPA adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah, yang biasanya
dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penykit yang parah dan
provinsi tertinggi ditempati oleh Aceh, lalu diikuti NTT, Papua Barat, Papua, dan
6
7
Banten. Sedangkan pada tahun 2018 untuk lima urutan provinsi tertinggi
ditempati oleh Papua, Bengkulu, Papua Barat, NTT, dan Maluku. Untuk data
dan gejala untuk lima provinsi tertinggi pada tahun 2013 ditempati oleh NTT, lalu
diikuti oleh Papua, Aceh, NTB, dan Jatim. Pada periode selanjutnya yaitu tahun
untuk lima provinsi tertinggi terdapat perubahan dimana yang paling tertinggi
masih ditempati oleh NTT, lalu diikuti Papua, Bengkulu, NTB, dan Papua Barat.
Gambar 2.2 Prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis Nakes dan gejala menurut
provinsi, 2013-2018 (Riskesdas, 2018)
dan lain-lain yang jumlahnya lebih 300 macam. Untuk ISPA bagian atas
umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah disebabkan oleh
bakteri, virus dan mycoplasma. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus
8
(termasuk didalamnya Virus influenza, virus para influenza, dan virus campak),
1) Influenza
Ada beberapa gejala yang termasuk ke dalam influenza dimana bila gejala
2) Faringitis Akut
Faringitis akut biasanya bagian dari infeksi akut orofaring yaitu tonsilo
3) Pneumonia
(alveoli). Untuk kasus pada balita ditandai dengan adanya gejala batuk dan
juga kesukaran bernapas seperti napas cepat, tariakn dinding dada bagian
menunjukan infiltrat paru akut. Sementara itu untuk kasus yang terjadi pada
balita demam bukan menjadi gejala yang spesifik (Kemenkes, 2011). Untuk
(1) Bakteri (dimana yang paling sering menyebabkan pneumonia pada usia
penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang
dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun (Depkes, 2002).
10
Untuk diagnosa bukan pneumonia ditandai dengan napas cepat tetapi tidak
penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan adanya gejala
peningkatan frekuensi napas dan tidak ditemukan terikan dinding dada bawah ke
dalam.
Ada beberpa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang
1) Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu kejang,
2) Tanda dan gejala untuk umur golongan 2 bulan sampai kurang 5 tahun yaitu
Sementara itu contoh-contoh dari penyakit yang termasuk ISPA Non Pneumonia,
antara lain:
1) Commond cold (pilek, selesma) adalah suatu infeksi virus pada selaput
2) Faringitis merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak yang
agak besar, ditandai dengan rasa sakit pada waktu menelan diikuti demam,
3) Tonsillitis merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak yang agak
besar, ditandai dengan rasa sakit pada waktu menelan diikuti demam dan
bersifat ringan dimana gejala yang ditimbulkan seperti batuk pilek dan tidak
pneumonia dan infeksi paru tidak diobati dengan antibiotik maka kemungkinan
Akut, untuk penyakit ISPA Non Pneumonia pada balita hanya diperlukan
segala bentuk tindakan tentunya dibedakan yang didasari atas usia dari anak
(1) Tanda
(2) Tindakan
pemberian ASI.
parah.
(1) Tanda
b. Tidak ada napas cepat (umur 2 bulan -<12 bulan : <50x/menit dan
(2) Tindakan
adalah pasien seperti batuk pilek (common cold), sinusitis, faringitis, dan lain-lain.
Sehingga untuk terapi yang diberikan harus disesuaikan dengan diagnosis yang
saluran pernapasan atas non spesifik adalah suatu penyakit yang disebabkan
13
oleh virus yang menyerang saluran pernapasan atas (hidung). Penyakit ini
Untuk penyakit commond cold ini juga memiliki tanda-tanda dan gejala
awal, seperti :
(3) Batuk
(5) Bersin-bersin
Sementara itu bila ditinjau dari penyebab penyakit ini yang disebabkan
oleh virus dalam terapi pemberian obat tidak disarankan untuk pemberian
2) Sinusitis
pada sinus paranasal dengan gejala yang menetap ataupun berat selama 30
hari. Gejala menetap yang dimaksud adalah gejala seperti adanya keluaran
dari hidung, batuk disiang hari yang akan bertambah parah pada malam hari
yang bertahan selama 10-14 hari. Selain itu ada juga sinusitis subakut dengan
gejala menetap 30-90 hari. Dan sinusitis kronik didiagnosis bila gejala
Untuk penyakit sinusitis sendiri juga memiliki tanda-tanda dan gejala awal
seperti:
(3) Batuk
diantaranya:
25 – 45mg/kg/hari terbagi
kedalam 2 dosis.
Dewasa : 3 x 500mg / 2 x
875mg
dalam 2 dosis.
Dewasa:2 x 875mg
Cefuroksim 2 x 500mg
Klaritromisin Anak : 15mg/kg/hari terbagi
dlm 2 dosis
Dewasa : 2 x 250mg
Dewasa : 2 x 875mg
berikutnya
Dewasa : 1x500mg,
hari
3) Faringitis
Hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada
anak-anak dan 5-10% pada faringitis dewasa. Penyebab lain yang banyak
coxsackievirus, herpes simplex virus (HSV). Epstein barr virus (EBV) menjadi
penyebab faringitis akut yang menyertai penyakit infeksi lain. Faringitis oleh
dengan sendirinya, demam dan gejala lain biasanya menghilang setelah 3-4
Levofloksasin (hindari
untuk anak maupun
wanita hamil)
2) Perbanyak istirahat
Selain itu terdapat beberpa hal yang dapat dilakukan untuk terapi, yaitu:
5) Gunakan kecap manis atau madu yang dicampur dengan jeruk nipis
pengobatan sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan
dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyrakat (WHO,
2011).
19
1) Tepat Diagnosis
tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat
obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.
pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala
ditegakkan dengan benar. Dengan demikian obat yang dipilih harus yang
meiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit dan selalu waspada
4) Tepat Dosis
Dosis, cara, dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek
terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat dengan
samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya
diberikan bersama susu sebab akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak
agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per
hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat.
Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus
Contohnya saja untuk Tuberkulosis dan Kusta, dimana lama pemberian paling
21
adalah 10 – 14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Oleh karena
itu muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping
tahun, sebab dapat menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang
tumbuh.
Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas
terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada
10) Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta
Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar
obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan
22
bidang pengobatan dan klinis. Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh
produsen yang menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan
dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah
menerapkan CPOB.
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting
panjang.
(2) Peresepan antibiotik harus disertai informasi bahwa obat tersebut harus
sekali. Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari
berarti tiap 6 jam. Untuk antibiotik hal ini sangat penting, agar kadar obat
dalam darah berada di atas kadar minimal yang dapat membunuh bakteri
penyebab penyakit.
23
Jika hal ini terjadi, maka dosis obat perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya
injeksi adrenalin yang kedua perlu segera dilakukan, jika pada pemberian
peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses
oleh virus).
(2) Pemberian obat dengan dosis yang lebih besar daripada yang dianjurkan.
(3) Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk pengobatan
penyakit tersebut.
(4) Pemberian obat berlebihan memberi resiko lebih besar untuk timbulnya
a. Interaksi
b. Efek Samping
c. Intoksikasi
Yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baik
dalam hal dosis, jumlah maupun lama pemberian. Tidak diresepkannya obat
yang diperlukan untuk penyakit yang diderita juga termasuk dalam kategori
ini. Contohnya :
25
(2) Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare.
(3) Tidak memberikan tablet Zn selama 10 hari pada balita yang diare.
Yaitu jika memberikan beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang
sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk
(1) Amoxsisilin
(2) Paracetamol
(4) Dexamethasone
(5) CTM
(6) Luminal
Mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, untuk kondisi yang
kemungkinan resiko efek samping yang lebih besar, pemberian informasi yang
Contohnya:
26
lebih aman
1) Indikator Inti
2) Indikator Tambahan
dengan mengukur faktor resiko dengan melihat kejadian masa lampau untuk
mengetahui ada tidaknya faktor resiko yang dialami (Saryono, 2008) yang
bersumber dari resep harian pasien disalah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora
1) Populasi
Populasi penenlitian ini adalah seluruh resep dengan diagnosa ISPA Non
Pneumonia periode Januari – Maret 2019 disalah satu Puskesmas Kecamatan
Kadungora.
2) Sampel
Sampel penelitian adalah resep terpilih yang telah memenuhi kriteria yang
telah ditentukan.
28
29
(2) Resep untuk rawat jalan dari pelayanan BP Umum sebab poli tersebut
(3) Resep harus memiliki kelengkapan data seperti : nama dan tanda
tangan dokter penulis resep, tanggal resep, nama poli, kode diagnosa,
2) Kriteria Eksklusi
1) Jenis Data
Data yang diambil merupakan data primer yang berupa resep harian pasien
yang berisi informasi nama pasien, usia pasien, jenis kelamin, kode diagnosa,
(2) Mencari data primer yang telah memenuhi kriteria inklusi, meliputi
nama dan tanda tangan dokter penulis resep, tanggal resep, nama poli,
kode diagnosa, nama pasien, umur pasien, dan nama obat yang
diberikan.
1) Pengolahan Data
diantaranya:
b. % Generik :
c. % Injeksi
d. % Formularium :
e. % Antibiotik :
2) Analisa Data
seleksi dilakukan terhadap resep harian pasien dengan diagnosa ISPA Non
Pneumonia yang telah memenuhi kriteria inklusi, sedangkan resep yang memiliki
kriteria eksklusi tidak dijadikan sebagai sampel. Data yang diambil dari sampel
tersebut yaitu pemberian terapi kepada pasien ISPA Non Pneumonia pada periode
Januari – Maret 2019. Setelah data didapat maka akan dilakukan penginputan data
Untuk penilaian kerasionalan penggunaan obat mengacu pada indikator yang telah
ditetapkan oleh WHO. Dimana faktor utama dari penilaian terhadap penggunaan
obat adalah tercapainya indikator berkaitan dengan terapi obat yang diberikan
resep harian pasien dengan diagnosa ISPA Non Pneumonia pada periode Januari –
Maret 2019 bahwa didapat data jumlah pasien seperti pada tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Data pasien diagnosa ISPA Non Pneumonia periode Januari –
Maret 2019
33
34
Sementara itu jumlah data pasien dengan diagnosa ISPA Non Pneumonia
Tabel 4.2 Data pasien diagnosa ISPA Non Pneumonia periode Januari -
Maret 2019 berdasarkan kelompok umur
resep harian pasien dengan diagnosa ISPA Non Pneumonia selama periode
Januari-Maret 2019 diperoleh data seperti pada Tabel 4.3 di bawah ini. (Bagan
data penggunaan obat pasien ISPA Non Pneumonia berdasarkan indikator POR
Tabel 4.3 Data Resep Pasien ISPA Non Pneumonia Periode Januari – Maret
2019
penelitian diperoleh diagnosa pasien yang tertulis pada resep harian pasien.
Dimana dari hasil analisa jenis penyakit terhadap 113 pasien, diperoleh tiga jenis
penyakit yang termasuk ISPA Non Pneumonia, antara lain Commond cold,
Faringitis, dan ISPA Non Spesifik. Untuk data pasien dapat dilihat pada Tabel 4.4
di bawah ini. (Bagan diagnosa pasien ISPA Non Pneumonia dapat dilihat pada
Lampiran 2)
Kode Bulan
(Diagnosa) Januari Februari Maret
J00
21
(commond 18 pasien 15 pasien
pasien
cold)
J02 (faringitis) 12 pasien 7 pasien 6 pasien
J06 (ispa non
10 pasien 8 pasien 16 pasien
spesifik)
43 pasien 33 pasien 37 pasien
Total
113 pasien
36
4.2 Pembahasan
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
L
30.00%
P
20.00%
10.00%
0.00%
Januari Februari Maret
(a)
5 -14 Tahun
27% 33% 15 - 24 Tahun
25 - 34 Tahun
9% 35 - 44 Tahun
10% 21% 45 - 55 Tahun
(b)
Gambar 4.1 Grafik jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin dan kelompok
umur dengan (a) persentase jenis kelamin pasien dan (b) persentase
terhadap sampel penelitian didapat data pasien dengan diagnosa ISPA Non
37
pengelompokan data pasien berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur seperti
25
21
20 18
15 16
15 12
10
10 7 8
6
5
0
Januari Februari Maret
Bulan
Gambar 4.2 Jumlah data pasien berdasarkan diagnosa jenis penyakit ISPA Non
Pneumonia
tertera pada sampel resep harian pasien didapat data jumlah pasien berdasarkan
diagnosa penyakit yang termasuk ISPA Non Pneumonia seperti pada Gambar 4.2.
Formularium
% Antibiotik 20% 9.92% 5.82% 15.78%
penginputan data berdasarkan periode yang telah ditentukan dengan merujuk pada
indikator POR yang telah ditetapkan oleh WHO. Data tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.5. (Hasil perhitungan indikator POR WHO dapat dilihat pada Lampiran 3)
Dari Tabel 4.5 untuk indikator pertama yaitu rata-rata jumlah item obat dalam
resep pada bulan Januari dari total 43 resep rata-rata item obat tiap resepnya
adalah 3.04. Untuk bulan Februari dari total 33 resep, rata-rata item obat tiap
resepnya adalah 3.12. Sedangkan pada bulan Maret dari total 37 resep rata-rata
item obat tiap resepnya adalah 3.08 item obat. Sedangkan berdasarkan penelitian
2016, berkaitan dengan rata-rata item obat tiap resepnya hasil yang didapat adalah
3.23 item obat tiap resepnya tentunya hasil tersebut melebihi standar yang telah
ditetapkan oleh WHO (Sunandar dkk., 2017). Hal tersebut dapat terjadi karena
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya penulis resep dalam menuliskan item
obat didalam resep masih selalu melihat dari resep sebelumnya yang terdapat di
rekam medik bukan menuliskan item obat sesuai dengan hasil pemeriksaan. Untuk
data rata-rata item obat yang digunakan selama periode Januari – Maret 2019 di
3.14
3.12
3.1
3.08
3.06
3.04
3.02
3
Januari Februari Maret
R/ 1.6 – 1.8 item obat 3.04 3.12 3.08
Gambar 4.3 Rata-rata item obat tiap resep periode Januari – Maret 2019
Untuk indikator kedua yaitu persentase peresepan obat generik, hasil yang
Januari capaian indikator ini hanya 80.91%, lalu pada bulan selanjutnya yaitu
bulan Februari capaian indikator nya mencapai 87.37%, dan pada bulan Maret
capaian indikator hanya 89.47%. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya
komunikasi yang terjadi antara penulis resep dengan penanggung jawab unit
farmasi. Selain itu juga timbulnya rasa ketidakmauan dari penulis resep untuk
bertanya kepada penanggung jawab unit farmasi tentang ketersediaan obat. Hasil
Kota Kendari menyebutkan bahwa capaian indikator ini sekitar 96.08% masih di
bawah standar WHO (Sunandar dkk., 2017). Untuk capaian indikator ini
92.00%
90.00%
88.00%
86.00%
84.00%
82.00%
80.00%
78.00%
76.00%
Januari Februari Maret
100% Generik 80.91% 87.37% 89.47%
bahwa untuk penggunaan obat injeksi dalam pemberian terapi obat dengan
diagnosa ISPA Non Pneumonia pada periode Januari – Maret 2019 tidak
digunakan. Sebab berdasarkan nama obat yang tetera pada resep seluruh obat
berdasarkan penelitian lain hasil yang didapat berdasarkan indikator ini adalah
0.16% hal tersebut terjadi karena ada beberapa Puskesmas yang meresepkan
dengan indikator keempat yaitu persentase peresepan obat formularium dari total
113 resep pada bulan Januari terdapat 12 resep yang terdapat obat non
formularium, dan pada bulan Maret didapat 12 resep dengan obat non
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Januari Februari Maret
Jumlah obat Non
12 17 12
Formularium
Gambar 4.5 Jumlah penggunaan obat non formularium pada diagnosa ISPA
Non Pneumonia periode Januari – Maret 2019
Sementara itu untuk capaian indikator ini dari hasil pengamatan yang
sebesar 90.83%, lalu pada bulan Februari menjadi 83.47%, dan pada bulan Maret
capaian indikator hanya naik sedikit dari bulan sebelumnya menjadi 89.47%. Hal
tersebut terjadi karena dalam terapi obat yang diberikan kepada pasien dengan
diganosa ISPA Non Pneumonia masih menggunakan obat non Formularium yaitu
Glyceryl Guaiacolate dan Bromhexin. Dan bila dilihat dari hasil tersebut masih di
bawah batas yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu 100% Formularium. Hal
Juni Oleh karena itu perhitungan persentase peresepan obat formularium mengacu
formularium pada bulan Januari sebesar 92.36%, lalu pada bulan Februari sebesar
97.08%, dan pada bulan Maret sebesar 98.24%. Sehingga bila melihat dari hasil
capaian tersebut masih di bawah standar WHO. Sedangkan hasil penenlitian lain
indikator ini hanya mencapai 75.07% masih jauh dari target yang ditetapkan
(Sunandar dkk., 2017). Untuk capaian indikator selama periode Januari - Maret
2019 disalah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora dapat dilihat pada Gambar
4.6.
92.00%
90.00%
88.00%
86.00%
84.00%
82.00%
80.00%
78.00%
Januari Februari Maret
100% Formularium 90.83% 83.47% 89.47%
antibiotik dimana hasil yang didapat dari pengamatan terhadap sampel penelitian
pada bulan Januari dari total 43 resep terdapat 13 resep yang menggunakan
antibiotik sehingga persentase yang didapat sebesar 9.92%. Pada bulan berikutnya
43
yaitu bulan Februari dari total 33 resep terdapat 6 resep yang yang menggunakan
Memang bila merujuk pada indikator yang ditetapkan oleh WHO hasil tersebut
memenuhi capaian indikator yang ditetapkan. Namun bila melihat pada diagnosa
Untuk terapi pada penyakit common cold dan ispa non spesifik bila
melihat pada sampel resep untuk diagnosa ini diberikan Paracetamol. Hal tersebut
sudah sesuai dengan buku pedoman yang digunakan di Puskemas bahwa untuk
penyakit commond cold dan ispa non spesifik tidak diobati dengan menggunakan
Sementara itu untuk terapi faringitis bila melihat pada sampel resep telah
diberikan amoksisilin pada penanganan penyakit ini. Bila mengacu pada modul
penyakit faringitis (Tabel 2.2) sudah sesuai dengan indikasi. Sebab bila melihat
pada etiologinya penyakit faringitis disebabkan oleh bakteri (Depkes RI, 2005).
Sehingga bila mengacu pada hasil pada hasil diatas untuka capaian indikator ini
telah memenuhi batas yang telah ditetapkan oleh WHO dimana batas penggunaan
18.00%
16.00%
14.00%
12.00%
10.00%
8.00%
6.00%
4.00%
2.00%
0.00%
Januari Februari Maret
20% Antibiotik 9.92% 5.82% 15.78%
3) 0% Injeksi → tercapai
5.1 Kesimpulan
sebanyak 37 pasien.
2) Rata-rata jumlah item obat per lembar resep pada bulan Januari adalah
Maret adalah 3.08 item/lembar, sehingga dari hasil tersebut melebihi batas
toleransi rata-rata item obat per lembar resep pada indikator yang
bulan Januari sebesar 80.91%, bulan Februari sebesar 87.37%, dan bulan
Maret 89.47%. Sehingga dari hasil tersebut masih di bawah batas yang
injeksi, sehingga hasil tersebut memenuhi batas yang telah ditetapkan oleh
bulan Februari sebesar 83.47%, dan untuk bulan Maret sebesar 89.47%.
45
46
Sehingga dari hasil tersebut masih di bawah batas yang telah ditetapkan
bulan Januari sebesar 9.92%, bulan Februari 5.82%, dan bulan Maret
5.2 Saran
dalam hal ini dokter, sehingga diharapkan dalam prose s diagnosa dan
pemberian obat kepada pasien dapat lebih tepat karena dilakukan oleh
diagnosa klinis dan juga terapi sehingga dengan begitu diharapkan ketika
melakukan diagnosa dan juga pemberian terapi obat yang tepat dan benar-
Departemen Kesehatan RI. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS). Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Fahmi, Reza Ismail. 2015. Rasionalitas Penggunaan Obat ISPA Non Pneumonia
Pada Pasien Balita di Puskesmas Campaka Kecamatan Campaka
Periode Januari – Maret 2015. Karya Tulis Ilmiah. Bandung :
Politeknik Kesehatan Bandung
47
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2018.
Jakarta : Kementerian Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
48
48
Maulana, Eka Riza dan Taufik Rusdiana. 2016. Terapi Herbal dan Alternatif
Pada Flu Ringan atau ISPA Non Spesifik. Farmasetika.com (diakses
27 Juli 2019)
Medicastore.(2012).Commondcold. http://medicastore.com/penyakit/31/commond
cold.html. (diakses 25 Juli 2019)
Siregar, Charles J.P, Lia Amalia. 2003. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan
Penerapan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
WHO. 1993. How to Investigate Drug Use in Health Facilities: Selected Drug
Use Indicator. Geneva : WHO
Tanggal Nama 20
Pasien Jml Obat 0% 100%
Nama Obat 100% %
(R/ 1.6-1.8) Inj Fornas
Generik AB
Deti Alpara,
2 X √ √ √
Amoksisilin
3 Januari Alpara,
2019 Susi Amoksisilin, 3 X √ √ √
lawati Dexamethasone
4 Januari M. Alpara,
2019 Gani Amoksisilin, 3 X √ √ √
Dexamethasone
Mia OBH 1 X √ √ X
Doni Amoksisilin,
Paracetamol 4 √ √ X √
Syr, CTM, GG
Naudi Paracetamol
Syr, B Comp, 3 √ √ X X
GG
Yuyun Acetylcysteine,
OBH, 3 X √ √ X
Paracetamol
49
50
Lampiran 1 (lanjutan)
Tangga Nama 20
l Pasien Jml Obat 0% 100%
100% %
Nama Obat
(R/ 1.6-1.8) Inj Fornas
Generik AB
7 Maura
Paracetamol
Januari
2019 Syr, B Comp, 3 √ X X
GG
√
Suciati
B1,
Acetylcysteine, 3 √ √ X
Paracetamol
√
8 Revina
CTM,
Januari
2019 Paracetamol, 3 √ √ X
Acetylcysteine
√
Devi
Alpara, B
Comp, 3 √ √ √
Amoksisilin
X
9 Fatimah
Amoksisilin,
Januari
2019 Paracetamol, 4 √ √ √
CTM, OBH
X
Wida
B Comp,
Prednison, 3 √ √ X
Alpara
X
Sari
Paracetamol, B
Comp, CTM, 4 √ √ X
OBH
X
10 Selvi
Prednison,
Januari
2019 Acetylcysteine, 3 √ √ X
Paracetamol
√
51
Anis
OBH, CTM 2 √ √ X
X
Rijal
Paracetamol,
3 √ X X
CTM, GG
√
11 Nazwa Paracetamol
Januari Syr,
2019 Amoksisilin 4 √ X √
Syr, B Comp,
Bromhexin √
12 M.
Januari Ahsan Paracetamol,
2019 3 √ X X
CTM, GG
√
Syakila
Alpara, B Comp 2 √ √ X
X
14 Yani
Januari Paracetamol,
2019 3 √ X X
CTM, GG
√
15 Noval Amoksisilin,
Januari Paracetamol,
2019 4 √ √ √
CTM,
Acetycysteine √
16 Fitri
Januari Paracetamol,
2019 3 √ √ X
CTM, OBH
X
17 Ani
Alpara,
Januari
2019 Amoksisilin, 3 √ √ X
Paracetamol
X
Mayangs
ari Paracetamol,
3 √ √ X
CTM, OBH
X
52
18 Lilik
Januari Paracetamol,
2019 3 √ √ X
CTM, OBH
X
19 Riki
Januari Kotrimoksazole,
2019 3 √ √ √
OBH, B Comp
X
Asep
Paracetamol,
3 √ √ X
CTM, OBH
X
21 Irma
Januari
2019 Alpara, B Comp 2 √ √ X
X
22 Rodiah
Januari Paracetamol,
2019 3 √ X X
CTM, GG
√
23 Ajay
Acetylcysteine,
januari
2019 Paracetamol, B 4 √ √ X
Comp, B1
√
24 Yasin Paracetamol
Januari Syr,
2019 3 √ X √
Amoksisilin
Syr, GG √
25 Amin
Januari Paracetamol,
2019 3 √ X X
CTM, GG
√
26 Hermaw
Januari an Paracetamol,
2019 3 √ √ X
CTM, OBH
X
Nafiz
Paracetamol,
3 √ X X
CTM, GG
√
53
28 Nurhayat
Januari i Paracetamol,
2019 3 √ √ X
CTM, OBH
X
Denis
Paracetamol,
3 √ √ X
CTM, OBH
X
Sahila
Paracetamol,
3 √ √ X
CTM, OBH
X
29 Djunaedi
Amoksisilin,
Januari
2019 Prednison, 3 √ √ √
Alpara
X
30 Robi Amoksisilin,
Januari Paracetamol,
2019 B1, 5 √ √ √
Acetycysteine,
Dexamethasone √
31 Lilis
januari Paracetamol,
2019 3 √ √ X
CTM, OBH
X
54
Paracetamol
Syr, GG, B 3 √ √ X X
Salsabila
Comp
Alpara,
1 Prednison, B 3 X √ √ X
Cucu
Februari Comp
2019
OBH,
Amoksisilin,
4 X √ √ √
Nani Paracetamol,
CTM
Amoksisilin,
Paracetamol, 3 √ √ X √
Suyati
2 GG
Februari
2019 Paracetamol,
4 √ √ X X
Reni GG, CTM, B1
4 Alpara,
2 X √ √ X
Februari Pebi Dexamethasone
2019
OBH,
5 Amoksisilin,
4 √ √ √ √
Februari Erista Paracetamol,
2019 CTM
6 Paracetamol,
3 √ √ X X
Februari Ali CTM, GG
2019
7 Paracetamol,
3 X √ √ X
Februari Erni CTM, OBH
2019
Paracetamol,
3 √ √ X X
Isa GG, B Comp
8
Februari Amoksisilin,
2019
Acetylcysteine, 4 √ √ √ √
Erpin
Prednison, B
55
Comp
Paracetamol,
3 X √ √ X
Ence CTM, OBH
Paracetamol
9
Syr, B Comp, 3 √ √ X X
Februari Rayhan
2019 GG
Paracetamol
Syr,
11
Amoksisilin 4 √ √ X √
Februari Sahrul
2019 Syr, GG, B
Comp
Paracetamol
12 Syr,
4 √ √ X √
Februari Ardian Amoksisilin
2019 Syr, GG, CTM
Paracetamol
13
Syr, GG, B 3 √ √ X X
Februari Citra
2019 Comp
14 Paracetamol,
3 X √ √ X
Februari Dedeh CTM, OBH
2019
15 Paracetamol,
3 √ √ X X
Februari Iwan CTM, GG
2019
16 Paracetamol,
3 X √ √ X
Februari Maryati CTM, OBH
2019
Paracetamol,
3 X √ √ X
Irkham CTM, OBH
18
Februari
Paracetamol,
2019 3 √ √ X X
Imron CTM, GG
19 Paracetamol,
3 √ √ X X
Februari Akila GG, B Comp
2019
Paracetamol,
3 √ √ X X
Kartika GG, B Comp
20 Paracetamol,
3 X √ √ X
Februari Jundi OBH, Prednison
2019
Paracetamol,
3 X √ √ X
Aldi CTM, OBH
56
Amoksisilin
21 Syr,
3 X √ √ X
Februari M. Rizki Dexamethasone,
2019 Alpara
22 Paracetamol,
3 √ √ X X
Februari Jibran GG, B Comp
2019
Prednison,
Paracetamol, 3 √ √ X X
Agus
23 GG
Februari
2019 Paracetamol,
3 X √ √ X
Siti CTM, OBH
25 Paracetamol,
3 √ √ X X
Februari Mariam CTM, GG
2019
26 Paracetamol,
3 X √ √ X
Februari Jejen CTM, OBH
2019
Paracetamol,
27
Dexamethasone, 3 √ √ X X
Februari Rohim
2019 GG
28
Prednison, OBH 2 √ √ √ X
februari Laila
2019
57
Tanggal Nama 20
Pasien Jml Obat 0% 100%
Nama Obat 100% %
(R/ 1.6-1.8) Inj Fornas
Generik AB
Kotrimoksazol
e, Loratadine,
1 Maret 4 X √ √ √
Tuti Paracetamol,
2019
OBH
Acetylcysteine
,
2 Maret 3 √ √ √ X
Ade Dexamethason
2019
e, CTM
Paracetamol,
4 Maret GG, CTM, 4 √ √ X √
Tina
2019 Amoksisilin
Alpara,
5 Maret Amoksisilin, 3 X √ √ √
Saepuloh
2019 Prednison
Amoksisilin
Syr,
Paracetamol 3 √ √ X √
Mujib
Syr,
Bromhexin
6 Maret
2019 Paracetamol
Syr,
Amoksisilin 4 √ √ X √
Kayla
Syr, B Comp,
GG
Paracetamol,
7 Maret 3 √ √ X X
Septian GG, B Comp
2019
Paracetamol,
8 Maret 3 √ √ X X
Abdul GG, B Comp
2019
Paracetamol,
9 Maret 3 X √ √ X
Rubi CTM, OBH
2019
58
OBH,
Amoksisilin,
4 X √ √ √
April Paracetamol,
CTM
Paracetamol
Syr,
3 √ √ √ √
Syakir Amoksisilin
Syr, CTM
Paracetamol
Syr,
3 √ √ √ √
Insan Amoksisilin
Syr, CTM
11 Maret
2019
Paracetamol,
Acetylcysteine 3 √ √ √ X
Halimah
, Prednison
Paracetamol,
Acetylcysteine 3 √ √ √ X
Cucu
, Prednison
12 Maret
2019
Paracetamol,
3 √ √ X X
Denisa GG, B Comp
Paracetamol,
13 Maret 3 √ √ X X
Badrul GG, B Comp
2019
Paracetamol,
14 Maret Amoksisilin, 4 X √ √ √
Kamil
2019 OBH, CTM
Paracetamol,
3 √ √ X X
Wily GG, B Comp
18 Maret
2019 Paracetamol,
3 X √ √ X
Hayati CTM, OBH
Amoksisilin,
Paracetamol, 3 √ √ X √
M. Rezki
19 Maret Bromhexin
2019
Amoksisilin, 3 √ √ √ √
Jaka
Paracetamol,
59
Acetylcysteine
Paracetamol
Syr,
3 √ √ √ √
Kekey Amoksisilin
Syr, CTM
20 Maret
2019
Amoksisilin,
Paracetamol, 3 √ √ √ √
Nurul
Acetylcysteine
Paracetamol
Syr,
21 Maret 3 √ √ √ √
Wina Amoksisilin
2019
Syr, CTM
Paracetamol,
22 Maret 3 √ √ X X
Jeni GG, B Comp
2019
Amoksisilin,
Paracetamol, 3 √ √ √ √
Putri
Acetylcysteine
23 Maret
Alpara,
2019
Amoksisilin,
4 X √ √ √
Rahma Prednison, B
Comp
Acetylcysteine
25 Maret , Paracetamol, 3 √ √ √ X
Tuti
2019 B Comp
Prednison,
2 X √ √ X
Nuraisah OBH
Prednison,
2 X √ √ X
Jannah OBH
26 Maret
2019
OBH,
Amoksisilin,
3 X √ √ √
Aisyah Paracetamol,
CTM
Prednison,
27 Maret Acetylcysteine 3 √ √ √ X
Yeni
2019 , Paracetamol
OBH,
28 Maret Amoksisilin, 3 X √ √ √
Intan
2019
Paracetamol,
60
CTM
Paracetamol,
29 Maret B Comp, 3 √ √ X X
Gaga
2019 Bromhexin
Prednison,
30 Maret Acetylcysteine 3 √ √ √ X
Fahrul
2019 , Paracetamol
61
LAMPIRAN 2
Diagnosa pasien ISPA Non Pneumonia periode Januari 2019
Alpara, Amoksisilin,
19 Tahun J02(faringitis)
Ari Dexamethasone
2 Januari
2019
20 Tahun J02(faringitis) Alpara, Amoksisilin
Deti
Alpara, Amoksisilin,
3 Januari 33 Tahun J02(faringitis)
Susilawati Dexamethasone
2019
Alpara, Amoksisilin,
13 Tahun J02(faringitis)
M. Gani Dexamethasone
4 Januari
2019 J06(ispa non
50 Tahun OBH
Mia spesifik)
CTM, Paracetamol,
12 Tahun J02(faringitis)
Revina Acetylcysteine
8 Januari
2019 Alpara, B Comp,
7 Tahun J02(faringitis)
Devi Amoksisilin
J00(commond
10 Januari 55 Tahun OBH, CTM
Anis cold)
2019
J00(commond
10 Tahun Paracetamol, CTM, GG
Rijal cold)
Paracetamol Syr,
J06(ispa non
11 Januari 5 Tahun Amoksisilin Syr, B Comp,
Nazwa spesifik)
2019 Bromhexin
J00(commond
19 Tahun Paracetamol, CTM, GG
M. Ahsan cold)
12 Januari
2019
7 Tahun J02(faringitis) Alpara, B Comp
Syakila
J00(commond
14 Januari 32 Tahun Paracetamol, CTM, GG
Yani cold)
2019
Amoksisilin, Paracetamol,
15 Januari 18 Tahun J02(faringitis)
Noval CTM, Acetycysteine
2019
J00(commond
16 Januari 9 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Fitri cold)
2019
J06(ispa non Alpara, Amoksisilin,
39 Tahun
Ani spesifik) Paracetamol
17 Januari
2019 J00(commond
23 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Mayangsari cold)
J00(commond
18 Januari 52 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Lilik cold)
2019
J06(ispa non Kotrimoksazole, OBH, B
26 Tahun
Riki spesifik) Comp
19 Januari
2019 J00(commond
55 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Asep cold)
J00(commond
44 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Nurhayati cold)
J00(commond
28 Januari 21 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Denis cold)
2019
J00(commond
22 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Sahila cold)
Amoksisilin, Prednison,
29 Januari 50 Tahun J02(faringitis)
Djunaedi Alpara
2019
Amoksisilin, Paracetamol,
J00(commond
30 Januari 55 Tahun B1, Acetycysteine,
Robi cold)
2019 Dexamethasone
J00(commond
31 januari 54 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Lilis cold)
2019
64
Amoksisilin, Paracetamol,
49 Tahun J02(faringitis)
Suyati GG
2 Februari
2019 J00(commond
47 Tahun Paracetamol, GG, CTM, B1
Reni cold)
J00(commond
4 Februari 5 Tahun Alpara, Dexamethasone
Pebi cold)
2019
OBH, Amoksisilin,
5 Februari 17 Tahun J02(faringitis)
Erista Paracetamol, CTM
2019
6 Februari 22 Tahun J02(faringitis) Paracetamol, CTM, GG
Ali
2019
J00(commond
7 Februari 24 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Erni cold)
2019
J06(ispa non
5 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Isa spesifik)
J06(ispa non
19 Februari 5 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Akila spesifik)
2019
J06(ispa non
50 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Kartika spesifik)
Paracetamol, OBH,
20 Februari 35 Tahun J02(faringitis)
Jundi Prednison
2019
J00(commond
29 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Aldi cold)
Amoksisilin Syr,
21 Februari 7 Tahun J02(faringitis)
M. Rizki Dexamethasone, Alpara
2019
J06(ispa non
22 Februari 5 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Jibran spesifik)
2019
J00(commond
42 Tahun Prednison, Paracetamol, GG
Agus cold)
23 Februari
2019 J00(commond
24 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Siti cold)
J00(commond
25 Februari 30 Tahun Paracetamol, CTM, GG
Mariam cold)
2019
J00(commond
26 Februari 40 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Jejen cold)
2019
27 Februari 42 Tahun
Rohim J00(commond Paracetamol,
2019
66
cold) Dexamethasone, GG
J00(commond
28 februari 54 Tahun Prednison, OBH
Laila cold)
2019
67
J06(ispa non
7 Maret 55 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Septian spesifik)
2019
J06(ispa non
8 Maret 45 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Abdul spesifik)
2019
J00(commond
22 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Rubi cold)
J06(ispa non
13 Maret 9 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Badrul spesifik)
2019
J00(commond Paracetamol, Amoksisilin,
14 Maret 17 Tahun
Kamil cold) OBH, CTM
2019
J00(commond
15 Maret 48 Tahun CTM, OBH
Ridwan cold)
2019
J06(ispa non Paracetamol, B Comp,
16 Maret 18 Tahun
Winar spesifik) Bromhexin
2019
J06(ispa non
7 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Wily spesifik)
18 Maret
2019 J00(commond
50 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Hayati cold)
LAMPIRAN 3
131
=
43
103
=
33
= 3.12 item obat
2) 100% Generik
131 − 25
= 𝑥100%
131
= 80.91%
3) 0% Injeksi
4) 100% Formularium
= 90.83%
5) 20% Antibiotik
= 9.92%
LAMPIRAN 4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Umur : 23 Tahun
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
PENDIDIKAN
PENGALAMAN KERJA
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
SURAT BALASAN
78
LAMPIRAN 7
SAMPEL RESEP
79
LAMPIRAN 8