Anda di halaman 1dari 95

RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN ISPA

NON PNEUMONIA DISALAH SATU PUSKESMAS


KECAMATAN KADUNGORA PERIODE JANUARI – MARET
2019

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Guna memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi

Program Pendidikan Diploma Tiga

Oleh

Robby Armando Nurdianto

16.44238.1019

AKADEMI FARMASI YPF

BANDUNG

2019
RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN ISPA
NON PNEUMONIA DISALAH SATU PUSKESMAS
KECAMATAN KADUNGORA PERIODE JANUARI – MARET
2019

Oleh

Robby Armando Nurdianto

16.44238.1019

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Guna memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi

Program Pendidikan Diploma Tiga ini

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal

Seperti tertera di bawah ini

Bandung, September 2019

Citra Dewi Salasanti, M.Si., Apt Dita Meidana M.S.Farm., Apt

Pembimbing I Pembimbing II
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis ilmiah ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik Ahli Madya Farmasi, baik di Akademi
Farmasi YPF maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ilmiah ini adalah murni gagasan, rumusan, penelitian saya
sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan
masukan Tim Penguji.
3. Dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah
ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Bandung, September 2019

Yang membuat pernyataan,

( Robby Armando Nurdianto )

16.44238.1019
ABSTRAK

Rasionalitas penggunaan obat di Puskesmas untuk ISPA Non Pneumonia


mengacu kepada indikator yang telah ditetapkan oleh WHO, dimana dalam
indikator tersebut telah ditentukan bahwa batas toleransi jumlah item obat dalam
setiap resepnya adalah 1.6 – 1.8, lalu untuk persentase peresepan obat generik
adalah 100%, persentase peresepan injeksi adalah 0%, kemudian untuk persentase
peresepan obat formularium 100%, dan untuk penggunaan antibiotik adalah 20%.
Dalam terapi diagnosa ISPA Non Pneumonia tidak dianjurkan untuk pemberian
antibiotik, kecuali jika terjadi infeksi sekunder seperti faringitis. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tentang kerasionalan penggunaan obat untuk pasien
ISPA Non Pneumonia disalah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora, yang
mengacu pada indikator di atas. Pengambilan data secara retrospektif yang
dilakukan pada bulan Juli 2019 terhadap data primer yaitu resep harian pasien
dengan diagnosa ISPA Non Pneumonia. Analisa dilakukan menggunakan metode
purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata item obat tiap
resep (Januari = 3.04, Februari = 3.12, Maret = 3.08) hal tersebut dapat dikatakan
tidak rasional karena melebihi batas toleransi yaitu 1.6 - 1.8. Untuk persentase
peresepan obat generik (Januari = 80.91%, Februari = 87.37, Maret = 89.97%)
dapat dikatakan tidak rasional karena di bawah indikator yang ditentukan 100%.
Untuk persentase peresepan obat injeksi selama periode Januari – Maret 2019
adalah 0% injeksi sesuai dengan indikator yang ditetapkan. Untuk persentase
peresepan obat formularium (Januari = 90.83%, Februari = 83.47%, Maret =
89.47%) dapat dikatakan tidak rasional karena di bawah indikator yang ditentukan
100%. Dan untuk penggunaan antibiotik (Januari = 9,92%, Februari = 5.82%,
Maret = 15.78%) dapat dikatakan rasional karena masih di bawah batas yang
ditetapkan yaitu 20%.

Kata Kunci : rasionalitas penggunaan obat, indikator WHO, infeksi saluran


pernapasan akut, non pneumonia.

iii
ABSTRACT

Rationality drug use in public health centre for acute respiratory tract infections
(ISPA) non pneumoniae refers to an indicator that has been set by the WHO, in
these indicators has been defined that limits the number item of drug tolerance in
every recipe is 1.6 – 1.8, percentage of prescribing generic drugs is 100%,
percentage of prescribing injection is 0%, then to percentage prescribing
formularium drug is 100%, and use of antibiotic is 20%. In the therapy of acute
respiratory tract infection (ISPA) non pneumoniae not recommended for gift
antibiotic, except in case of secondary infections such as pharyngitis. The purpose
of this research was to know about rationality drug use for pasien acute
respiratory tract infection (ISPA) non pneumoniae in the public health centre
Kecamatan Kadungora refer to the above indicator. Removal data in a
retrospective in July 2019 about patient daily recipe with diagnosis acute
respiratory tract infection (ISPA) non pneumoniae. The analysis is done ushimg
method of purposive sampling. Result of the research showed that the average
prescription drug item (January = 3.04, February = 3.12, March = 3.08) it can
be said to be irrational because it exceed the tolerance is 1.6 – 1.8. For the
percentage of prescribing generic drugs (January = 80.91%, February = 87.37,
March = 89.97%) ) it can be said to be irrational because under the specified
indicator is 100%. For percentage of prescribing injection during the period
January – March 2019 is 0% injection in accordance with the indicators defined.
For percentage prescribing formularium drug (January = 90.83%, February =
83.47%, March = 89.47%) it can be said to be irrational because under the
specified indicator is 100%. And for the us of antibiotics (January = 9,92%,
February = 5.82%, March = 15.78%) it can be said to be rational because it still
under the limit set that is 20%.

Keywords : rational of drug use, WHO indicators, acute respiratory tract


infections, non pneumoniae

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan untuk memenuhi salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Farmasi di Akademi Farmasi YPF
dengan judul “Rasionalitas Penggunaan Obat Pada Pasien ISPA Non Pneumonia
Disalah Satu Puskesmas Kecamatan Kadungora Periode Januari – Maret 2019”

Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dapat


terlaksana dengan lancar atas kerja sama, bantuan, pengarahan, dan dukungan dari
berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Oleh karena itu pada kesempatan ini iringan doa dan ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada :

1. dr. Dadan A. Dhaniswara, MM selaku Kepala Puskesmas Kecamatan


Kadungora yang telah memberi izin penelitian ini.
2. H Iyus Ruskandar selaku Kepala SubBag Tata Usaha yang telah
memberikan izin penelitian ini.
3. Ayi Muzakir Walad, Amd. Farm selaku Penanggung Jawab Unit Farmasi
Puskemas Kadungora yang telah memberikan izin untuk pengambilan
sampel pada penelitian ini
4. Citra Dewi Salasanti. M.Si., Apt selaku pembimbing I KTI atas
bimbingan dan diskusi dalam persiapan maupun penyusunan KTI ini.
5. Dita Meidana M.S.Farm., Apt selaku pembimbing II KTI atas bimbingan
dan diskusi dalam persiapan maupun penelitiab penyusunan KTI ini.
6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan dan doa yang tidak
pernah pudar.
7. Teman-teman mahasiswa Akademi Farmasi YPF angkatan VI terima kasih
atas kebersamaan, kekompakan, dan dukungannya.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga kebaikan Bapak dan Ibu mendapatkan balasan yang setimpal dari
Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran

v
yang membangun dari semua pihak. Dengan segala kerendahan hati, semoga
Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, September 2019

Robby Armando Nurdianto

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................v


DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………... 4
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………… 4
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………….. 5
BAB II PENDAHULUAN………………………………………………… 6
2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)……………………… 6
2.1.1 Prevalensi ISPA……………………………………………….. 6
2.1.2 Etiologi ISPA………………………………………………….. 7
2.1.3 Macam-macam Penyakit ISPA………………………………... 8
2.2 ISPA Non Pneumonia…………………………………………. 9
2.3 Penatalaksanaan ISPA Non Pneumonia……………………….. 11
2.3.1 Terapi Farmakologi……………………………………………. 12
2.3.2 Terapi Non Farmakologi………………………………………. 18
2.4 Penggunaan Obat Rasional (POR)…………………………….. 18
2.4.1 Kriteria Penggunaan Obat Rasional…………………………… 19
2.4.2 Ciri-ciri Penggunaan Obat yang Tidak Rasional……………… 24
2.5 Standar Peresepan Berdasarkan Indikator WHO……………… 26
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………… 29
3.1 Jenis Penelitian………………………………………………… 29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………….. 29
3.3 Populasi dan Sampel…………………………………………... 29

vii
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi…………………………………. 29
3.5 Definisi Operasional………………………………………….. 29
3.6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data…………………………… 31
3.7 Pengolahan dan Analisis Data………………………………... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…................................................. 33
4.1 Hasil Penelitian……………………………………………….. 33
4.2 Pembahasan…………………………………………………… 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………....... 45
5.1 Kesimpulan……………………………………………………. 45
5.2 Saran…………………………………………………………… 46
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 47
LAMPIRAN………………………………………………………………... 49

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Antibiotik pada Terapi Sinusitis…………………………… 14

Tabel 2.2 Antibiotik untuk Terapi Faringitis…………………………. 17

Tabel 4.1 Data pasien diagnosa ISPA Non Pneumonia periode


Januari – Maret 2019………………………………………. 33

Tabel 4.2 Data pasien diagnosa ISPA Non Pneumonia periode


Januari - Maret 2019 berdasarkan kelompok umur………. 34

Tabel 4.2 Data pasien diagnosa ISPA Non Pneumonia periode


Januari - Maret 2019 berdasarkan kelompok umur……... 35

Tabel 4.4 Frekuensi jumlah pasien berdasarkan jenis penyakit yang

termasuk ISPA Non Pneumonia…………………………… 35

Tabel 4.5 Pemenuhan Indikator Peresepan Obat Rasional

berdasarkan WHO…………………………………………… 37

Tabel 4.6 Pemenuhan Indikator Peresepan Obat Formularium


Puskesmas…………………………………………………… 41

ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman

Gambar 2.1 Prevalensi ISPA menurut diagnosis tenaga kesehatan

menurut provinsi, 2013-2018……………………………. 6

Gambar 2.2 Prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis Nakes

dan gejala menurut provinsi, 2013-2018………………… 7

Gambar 4.1 Grafik jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin

dan kelompok umur………………………………………. 36

Gambar 4.2 Jumlah data pasien berdasarkan diagnosa jenis penyakit


ISPA Non Pneumonia……………………………………. 37

Gambar 4.3 Rata-rata item obat tiap resep periode


Januari – Maret 2019…………………………………….. 39

Gambar 4.4 Capaian indikator persentasi peresepan obat generik


periode Januari – Maret 2019……………………………. 40

Gambar 4.5 Jumlah penggunaan obat non formularium pada diagnosa


ISPA Non Pneumonia periode Januari – Maret 2019……. 41

Gambar 4.6 Capaian indikator persentase peresepan obat formularium


periode Januari – Maret 2019…………………………….. 42

Gambar 4.7 Capaian indikator persentase peresepan antibiotik periode


Januari – Maret 2019……………………………………… 44

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data penggunaan obat pasien diagnosa ISPA Non


Pneumonia berdasarkan indikator WHO…………………………… 49
2. Data diagnosa pasien ISPA Non Pneumonia………………………. 61

3. Perhitungan indikator WHO………………………………………... 70

4. Daftar riwayat hidup………………………………………………... 74

5. Surat permohonan penelitian KTI………………………………….. 76

6. Surat balasan……………………………………………………….. 77

7. Sampel resep……………………………………………………...... 78

8. Sampel yang tidak memenuhi kriteria inklusi……………………... 79

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran pernapasa akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang

salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung hingga kantong

paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah

dan pleura (Depkes RI, 2009). Penyakit yang termasuk kategori antara lain otitis

media yang merupakan suatu inflamasi yang terjadi pada bagian tengah telinga

yang disebabkan obtruksi tuba Eustachius. Lalu ada juga sinusitis yang

merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa sinus paranasal dimana

penyebab penyakit ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumonia. Selain

itu penyakit yang termasuk kedalam kategori ISPA adalah faringitis dimana

penyakit ini merupakan suatu peradangan yang terjadi pada mukosa faring dan

sering meluas ke jaringan sekitarnya, dimana penyakit ini biasanya disebabkan

oleh bakteri Stretococcus pyogenes yang merupakan Streptocci Grup A. Selain

penyakit di atas ada juga bronchitis yang merupak suatu kondisi peradangan yang

terjadi pada daerah trakheobronkhial yang disebabkan oleh virus seperti

rhinovirus, influenza A dan B, coronavirus dan respiratory syncytial virus (RSV).

Dan yang terakhir adalah pneumonia merupakan suatu infeksi yang terjadi

dinujung bronchial dan alveoli yang disebabkan oleh berbagai pathogen seperti

bakteri, jamur, virus, dan parasit (Depkes RI, 2005).

1
2

Dari hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018,

Indonesesia memiliki prevalensi ISPA berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan

mencapai 14,0% pada tahun 2013 dan turun menjadi 4,4% pada tahun 2018. Pada

tahun 2013 provinsi dengan prevalensi ISPA tertinggi ditempati Aceh sebesar

20,0% dan tahun 2018 ditempati Papua sebesar 10.0%. Sedangkan untuk provinsi

Jawa Barat pada periode 2013 jumlah prevalensi ISPA sebesar 13% lalu turun

pada periode selanjutnya menjadi 4,9%.

Prevalensi ISPA berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan dan gejala,

Indonesesia memiliki prevalensi ISPA pada periode 2013 sebesar 25,0% dan

turun menjadi 9.3%pada periode 2018. Baik pada periode 2013 maupun 2018,

prevalensi ISPA berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan dan gejala tertinggi

ditempati oleh Provinsi NTT sebesar 41,0% dan 15,0%. Untuk Jawa Barat sendiri

prevalensi ISPA pada periode 2013 sebesar 25,0%, lalu turun pada periode 2018

menjadi 11,0% (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan Laporan Bulanan Program Pengendalian ISPA Puskesmas

Kadungora tahun 2018, pada bulan Januari dan Februari jumlah kasus Pneumonia

pada balita sebanyak 227 pasien, sedangkan pada bulan Maret meningkat menjadi

229 pasien. Untuk kunjungan balita batuk atau sukar bernafas juga mengalami

peningkatan dimana pada bulan Januari sekitar 143 pasien, lalu meningkat pada

bulan selanjutnya menjadi 154 pasien, dan pada bulan Maret pasien terus

meningkat mencapai 170 pasien.

Berdasarkan Laporan Bulanan Program Pengendalian ISPA Puskesmas

Kadungora tahun 2018, kunjungan pasien yang diagnosa ISPA Non Pneumonia
3

yang dikelompokkan berdasarkan umur juga mengalami peningkatan dimana

untuk umur di bawah 1 tahun pada bulan Januari terdapat total 37 pasien,

kemudian menurun pada bulan selanjutnya menjadi 35 pasien, dan kembali

meningkat pada bulan Maret menjadi 55 pasien. Untuk pasien dengan umur 1

sampai 5 tahun pada bulan Januari terdapat 107 pasien, lalu meningkat pada bulan

selanjutnya menjadi 118 pasien, dan pada bulan Maret jumlah pasien terus

meningkat menjadi 133 pasien. Sedangkan untuk pasien di atas 5 tahun untuk data

bulan Januari terdapat 559 pasien, meningkat pada bulan selanjutnya menjadi 852

pasien, dan pada bulan Maret mencapai 893 pasien. Berdasarkan data tersebut,

jumlah pasien dengan diagnosa ISPA Non Pneumonia pada triwulan pertama

terjadi peningkatan jumlah kunjungan pasien di sarana kesehatan.

Penggunaan obat secara rasional (POR) adalah mensyaratkan bahwa

penderita menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinik, dalam dosis yang

memenuhi keperluan individu sendiri, untuk periode waktu yang memadai, dan

harga yang terendah bagi mereka (Siregar, 2011). Penggunaan obat yang tidak

rasional masih menjadi masalah yang cukup menonjol di beberapa pusat

pelayanan kesehatan. Di samping berakibat pada pemborosan biaya,

ketidakrasionalan penggunaan obat juga dapat meningkatkan resiko terjadinya

efek samping (Reza, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Reza Ismail Fahmi pada

tahun 2015 dalam karya tulis ilmiahnya yang berjudul Rasionalitas Penggunaan

Obat ISPA Non Pneumonia pada Pasien Balita Di Puskesmas Campaka

Kecamatan Campaka Periode Januari-Maret 2015, data yang didapat mengenai


4

penggunaan obat rasional diantaranya, jumlah pasien untuk diagnosa ISPA Non

Pneumonia sebanyak 89 pasien dimana sebanyak 41 pasien menggunakan

antibiotik dengan persentasi 46,07%. sedangkan untuk rata-rata jumlah item obat

didapat 4,3 per lembar resep dari total 89 lembar resep hal tersebut tentunya

menjadi tidak rasional sebab melebihi batas toleransi rata-rata item obat perlembar

resep sebesar 2,6 item.

Sehingga berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian

tentang rasionalitas penggunaan obat pada pasien ISPA Non Pneumonia disalah

satu Puskesmas Kecamatan Kadungora.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pengobatan pada pasien ISPA Non Pneumonia di salah satu

Puskesmas Kecamatan Kadungora sudah rasional bila ditinjau dari indikator yang

ditetapkan oleh World Health Organization (WHO).

1.3 Tujuan Penelitian

1) Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran mengenai rasionalitas penggunaan obat pada

pasien ISPA Non Pneumonia di salah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora

Periode Januari-Maret 2019.

2) Tujuan Khusus
Mendapatkan gambaran mengenai rasionalitas penggunaan obat pada

pasien ISPA Non Pneumonia di salah satu Kecamatan Kadungora yang


5

bersumber dari resep harian pasien apakah sudah sesuai dengan standar yang

ditetapkan oleh WHO.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan gambaran kepada

tenaga kesehatan yang bekerja disalah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora,

mengenai kerasionalan penggunaan obat pada pasien ISPA Non Pneumonia. Hasil

penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk bagian unit farmasi dan juga

dokter dalam upaya meningkatkan penggunaan obat yang rasional, sehingga

selanjutnya diharapkan pemakaian obat dan ketersediaannya dapat memenuhi

kriteria rasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli

termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura) (Kemenkes, 2011).

ISPA adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah, yang biasanya

menular sehigga dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar

dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penykit yang parah dan

mematikan. Tergantung pada pathogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan juga

faktor pejamu (WHO, 2007).

2.1.1 Prevalensi ISPA

Gambar 2.1 Prevalensi ISPA menurut diagnosis tenaga kesehatan (nakes)


menurut provinsi, 2013-2018 (Riskesdas, 2018)

Prevalensi ISPA menurut diagnosis tenaga kesehatan pada tahun 2013

provinsi tertinggi ditempati oleh Aceh, lalu diikuti NTT, Papua Barat, Papua, dan

6
7

Banten. Sedangkan pada tahun 2018 untuk lima urutan provinsi tertinggi

ditempati oleh Papua, Bengkulu, Papua Barat, NTT, dan Maluku. Untuk data

prevalensi ISPA dapat dilihat pada gambar 2.1 (Riskesdas, 2018).

Sementara itu untuk prevalensi ISPA menurut diagnosis tenaga kesehatan

dan gejala untuk lima provinsi tertinggi pada tahun 2013 ditempati oleh NTT, lalu

diikuti oleh Papua, Aceh, NTB, dan Jatim. Pada periode selanjutnya yaitu tahun

2018 untuk secara keseluruhan prevalensi ISPA mengalami penurunan, namun

untuk lima provinsi tertinggi terdapat perubahan dimana yang paling tertinggi

masih ditempati oleh NTT, lalu diikuti Papua, Bengkulu, NTB, dan Papua Barat.

Untuk data prevalensinya dapat dilihat di gambar 2.2 (Riskesdas, 2018).

Gambar 2.2 Prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis Nakes dan gejala menurut
provinsi, 2013-2018 (Riskesdas, 2018)

2.1.2 Etiologi ISPA


ISPA dapat disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, mycoplasma, jamur,

dan lain-lain yang jumlahnya lebih 300 macam. Untuk ISPA bagian atas

umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah disebabkan oleh

bakteri, virus dan mycoplasma. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus
8

Streptococcus, Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella, dan

Corinebacterium. Untuk virus penyebab ISPA antara lain golongan Miksovirus

(termasuk didalamnya Virus influenza, virus para influenza, dan virus campak),

kemudian Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma dan Herpes

Virus(Depkes RI, 2009)

2.1.3 Macam-macam Penyakit ISPA

1) Influenza

Influenza tergolong ISPA yang biasanya terjadi dalam bentuk epidemi.

Ada beberapa gejala yang termasuk ke dalam influenza dimana bila gejala

dihidung lebih menonjol maka disebut common cold, sedangkan yang

dimaksud influenza apabila terdapat kelainan yang disertai dengan tanda

demam, lesu yang terasa lebih nyata (Depkes, 2008).

Untuk penyebabnya sendiri terdapat beberapa virus, seperti Rhinovirus,

Coronavirus, virus Influenza A dan B, Parainfluenza, dan Adenovirus.

Biasanya penyakit ini dapat sembuh dalam 3 – 5 hari (Depkes, 2008).

2) Faringitis Akut

Faringitis adalah inflames atau infeksi dari membran mukosa faring.

Faringitis akut biasanya bagian dari infeksi akut orofaring yaitu tonsilo

faringitis akut, atau bagian dari influenza (rinofaringitis) (Depkes, 2008).

Faringitis sendiri dapat disebabkan oleh virus ataupun bakteri, diantaranya:

(1) Virus (rhinovirus, adenovirus, parainfluenza, coxsakievirus, Epstein-Barr

virus, herpes virus).


9

(2) Bakteri (Grup A ꞵ -hemolytic Streptococcus, Chlamdya, Corynebacterium

diptheriae, Hemophilus influenza, Neisseria gonorrhoeae).

3) Pneumonia

Pneumonia sendiri adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli). Untuk kasus pada balita ditandai dengan adanya gejala batuk dan

juga kesukaran bernapas seperti napas cepat, tariakn dinding dada bagian

bawah ke dalam (TDDK), atau gambaran radiologi foto dada yang

menunjukan infiltrat paru akut. Sementara itu untuk kasus yang terjadi pada

balita demam bukan menjadi gejala yang spesifik (Kemenkes, 2011). Untuk

penyebab pneumonia, diantaranya:

(1) Bakteri (dimana yang paling sering menyebabkan pneumonia pada usia

dewasa, seperti streptococcus pneumonia, staphylococcus aureus,

Legionella, Hemophilus influenza).

(2) Virus : virus influenza, chicken-pox (cacar air).

(3) Organisme mirip bakteri : mycoplasma pneumonia (khususnya pada anak-

anak dan dewasa muda).

2.2 ISPA Non Pneumonia

Berdasarkan program peberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria

untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita. Dalam

penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang

dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun (Depkes, 2002).
10

Untuk diagnosa bukan pneumonia ditandai dengan napas cepat tetapi tidak

disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup kelompok

penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan adanya gejala

peningkatan frekuensi napas dan tidak ditemukan terikan dinding dada bawah ke

dalam.

Ada beberpa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang

dikelompokkan sebagai tanda bahaya:

1) Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu kejang,

kesadarn menurun, stridor (ngorok), wheezing (bunyi napas), dan demam.

2) Tanda dan gejala untuk umur golongan 2 bulan sampai kurang 5 tahun yaitu

kejang, kesadaran menurun, dan stridor.

Sementara itu contoh-contoh dari penyakit yang termasuk ISPA Non Pneumonia,

antara lain:

1) Commond cold (pilek, selesma) adalah suatu infeksi virus pada selaput

hidung, sinus, dan udara yang besar. Penyebabnya adalah picornavirus,

virus influenza, virus sinsisial pernapasan (Medicastore, 2012).

2) Faringitis merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak yang

agak besar, ditandai dengan rasa sakit pada waktu menelan diikuti demam,

kelemahan tubuh, dan farings tampak memerah (Sukarni, M. 1994).

3) Tonsillitis merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak yang agak

besar, ditandai dengan rasa sakit pada waktu menelan diikuti demam dan

kelemahan tubuh, disertai tonsil membesar (Sukarni, M. 1994).


11

2.3 Penatalaksanaan ISPA Non Pneumonia

Pada sebagian besar kasus infeksi saluran pernapasan biasanya hanya

bersifat ringan dimana gejala yang ditimbulkan seperti batuk pilek dan tidak

memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun bila anak menderita

pneumonia dan infeksi paru tidak diobati dengan antibiotik maka kemungkinan

besar akan mengakibatkan kematian.

Berdasarkan Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan

Akut, untuk penyakit ISPA Non Pneumonia pada balita hanya diperlukan

pengobatan simtomatis untuk menghilangkan gejala yang menganggu, misal

pemberian Paracetamol untuk menghilangkan nyeri dan demam, serta pemberian

antibiotik apabila terjadi infeksi sekunder.

Selain itu dalam penatalaksanaan ISPA khususnya bukan pneumonia

segala bentuk tindakan tentunya dibedakan yang didasari atas usia dari anak

tersebut. Untuk bentuk penatalaksaan nya adalah sebagai berikut:

1) Umur <2 bulan

(1) Tanda

a. Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam (TDDK) kuat.

b. Tidak ada napas cepat, dimana frekuensi napas <60x/menit.

(2) Tindakan

a. Nasihati ibu untuk tindakan perawatan di rumah atau menjaga bayi

agar tetap hangat.

b. Memberikan ASI lebih sering.


12

c. Membersihkan lubang hidung apabila menganggun dalam

pemberian ASI.

d. Anjurkan ibu untuk kembali kontrol apabila pernapasan menjadi

sukar ataupun cepat, kesulitan minum ASI, dan sakitnya bertambah

parah.

2) Umur 2 bulan - <5 tahun

(1) Tanda

a. Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam (TDDK).

b. Tidak ada napas cepat (umur 2 bulan -<12 bulan : <50x/menit dan

umur 12 bulan - <5 tahun : <40x/menit).

(2) Tindakan

a. Bila batuk >3 minggu, rujuk.

b. Nasihati ibu untuk melakukan tindakan perawatn dirumah.

c. Obati demam, bila ada.

2.3.1 Terapi Farmakologi


Berdasarkan klasifikasinya pasien dengan diagnosa ISPA Non Pneumonia

adalah pasien seperti batuk pilek (common cold), sinusitis, faringitis, dan lain-lain.

Sehingga untuk terapi yang diberikan harus disesuaikan dengan diagnosis yang

didapat oleh pasien.

1) Batuk pilek (common cold) / Ispa Non Spesifik

Berdasarkan majalah farmasetika tahun 2016 commond cold atau infeksi

saluran pernapasan atas non spesifik adalah suatu penyakit yang disebabkan
13

oleh virus yang menyerang saluran pernapasan atas (hidung). Penyakit ini

biasanya disebabkan oleh beberapa virus seperti coronavirus dan rhinovirus,

adenovirus, coxsackievirusises, myxovirus, dan paramyxovirus.

Untuk penyakit commond cold ini juga memiliki tanda-tanda dan gejala
awal, seperti :

(1) Hidung berair dan tersumbat

(2) Sakit tenggorokan

(3) Batuk

(4) Sakit kepala ringan

(5) Bersin-bersin

(6) Mata berair

(7) Sedikit demam (dewasa : <39°C dan anak-anak: <38° C)

Sementara itu bila ditinjau dari penyebab penyakit ini yang disebabkan

oleh virus dalam terapi pemberian obat tidak disarankan untuk pemberian

antibiotik. Sehingga untuk pengobatan awal lebih sering digunakan obat-obat

simptomatis seperti Paracetamol, lalu untuk meredakan hidung tersumbat

yang menyebabkan sulit bernapas (denkongestan) dapat menggunakan obat

Pseudoephedrine, dan untuk antihistaminnya dapat menggunakan obat

Diphenhydramine (hellosehat, 2019)

2) Sinusitis

Bedasarkan modul yang ditulis oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2005

tentang Pharmaceutical Care untuk penyakit infeksi saluran pernapasan


14

menyatakan bahwa sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus

paranasal. Sinusitis sendiri dibedakan menjadi sinusistis akut yaitu infeksi

pada sinus paranasal dengan gejala yang menetap ataupun berat selama 30

hari. Gejala menetap yang dimaksud adalah gejala seperti adanya keluaran

dari hidung, batuk disiang hari yang akan bertambah parah pada malam hari

yang bertahan selama 10-14 hari. Selain itu ada juga sinusitis subakut dengan

gejala menetap 30-90 hari. Dan sinusitis kronik didiagnosis bila gejala

sinusitis berlanjut hingga lebih dari 6 minggu.

Untuk penyakit sinusitis sendiri juga memiliki tanda-tanda dan gejala awal

seperti:

(1) Hidung tersumbat

(2) Sekret hidung yang kental berwarna hijau kekuningan

(3) Batuk

(4) Demam tinggi

(5) Sakit kepala/migraine

Sinusitis sendiri umunya disebabkan oleh streptococcus pneumonia.

Sehingga untuk terapinya diperlukan beberapa penggunaan antibiotik

diantaranya:

Tabel 2.1 Antibiotik pada Terapi Sinusitis (Depkes RI, 2005)


Agen Antibiotik Dosis
Sinusistis Akut
Lini pertama
Amoksisilin  Anak : 20 – 40mg/kg/hari

terbagi kedalam 3 dosis dan


15

25 – 45mg/kg/hari terbagi

kedalam 2 dosis.

 Dewasa : 3 x 500mg / 2 x

875mg

Kotrimoxazol  Anak : 6-12mg TMP/ 30-

60mg SMX/kg/hari terbagi

dalam 2 dosis.

 Dewasa : 2 x 2 tab dewasa

Eritromisin  Anak : 30 - 50mg/kg/hari

terbagi setiap 6 jam

 Dewasa : 4 x 250 - 500mg

Doksisiklin Dewasa : 2x100mg


Lini kedua
Amoksi – clavulant  Anak : 25-45mg/kg/hari

terbagi dlm 2 dosis

 Dewasa:2 x 875mg

Cefuroksim 2 x 500mg
Klaritromisin  Anak : 15mg/kg/hari terbagi

dlm 2 dosis

 Dewasa : 2 x 250mg

Azitomisin 1 x 500mg, kemudian 1x250mg


selama 4 hari berikutnya.
Levofloxacin Dewasa : 1 x 250-500mg
Sinusitis kronik
Amoksi – clauvant  Anak:25-45mg/kg/hari

terbagi dlm 2 dosis


16

 Dewasa : 2 x 875mg

Azitromisin  Anak : 10mg/kg pada hari 1

diikuti 5mg/kg selama 4 hari

berikutnya

 Dewasa : 1x500mg,

kemudian 1x250mg selama 4

hari

Levofloxacin Dewasa : 1 x 250-500mg

3) Faringitis

Bedasarkan modul yang ditulis oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2005

tentang Pharmaceutical Care untuk penyakit infeksi saluran pernapasan

menyatakan bahwa penyakit faringitis yang paling umum disebabkan oleh

bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptocci Grup A hemolitik.

Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah Streptocci Grup C,

Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus

Hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada

anak-anak dan 5-10% pada faringitis dewasa. Penyebab lain yang banyak

dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus-virus saluran napas seperti adenovirus,

influenza, parainfluenza, rhinovirus dan respiratory syncytial virus (RSV).

Virus lain yang juga berpotensi menyebabkan faringitis adalah echovirus,

coxsackievirus, herpes simplex virus (HSV). Epstein barr virus (EBV) menjadi

penyebab faringitis akut yang menyertai penyakit infeksi lain. Faringitis oleh

karena virus dapat merupakan bagian dari influenza


17

Faringitis sendiri memiliki karakteristik seperti demam yang tiba-tiba,

nyeri tenggorokan, nyeri telan, malaise dan mual.

Namun yang perlu diingat berkaitan dengan faringitis bahwa untuk

faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus Grup A biasanya sembuh

dengan sendirinya, demam dan gejala lain biasanya menghilang setelah 3-4

hari meskipun tanpa antibiotik.

Beberapa antibiotik terbukti efektif untuk terapi faringitis yang disebabkan

oleh Streptococcus Grup A yaitu penicillin dan derivatnya, cephalosporin

maupun makrolida. Amoksisilin pun menjadi pilihan yang tepat khususnya

digunakan untuk anak dan menunjukan efektivitas yang sama.

Lama terapi dengan antibiotika oral rata-rata selama 10 hari untuk

memastikan eradikasi Streptococcus, kecuali pada azitromisin hanya 5 hari.

Tabel 2.2 Antibiotik untuk Terapi Faringitis Karena Streptococcus Grup A


Lini pertama Penicilin G (untuk 1 x 1.2 juta U i.m. 1 dosis
pasien yang tidak dapat
menyelesaikan terapi
oral selama 10 hari)
Penicillin VK Anak : 2-3 x 250mg 10 hari
Dewasa : 2-3 x
500mg
Amoksisilin Anak : 3 x 250mg 10 hari
(Klavulanat) 3 x 500mg Dewasa : 3 x 500mg
selama 10 hari
Lini kedua Eritromisin (untuk Anak : 4 x 250mg 10 hari
pasien alergi Penicilin) Dewasa : 4 x 500mg
Azitromisin atau 5 hari
Klaritromisin (lihat
dosis pada Sinusitis)
Cefalosporin generasi Bervariasi sesuai 10 hari
satu atau dua agen
18

Levofloksasin (hindari
untuk anak maupun
wanita hamil)

2.3.2 Terapi Non Farmakologi

Berdasarkan Majalah Farmasetik tahun 2016 untuk terapi non farmakologi

yang dapat dilakukan, diantaranya :

1) Minum banyak air putih

2) Perbanyak istirahat

3) Atur suhu dan kelembapan udara di ruangan

Selain itu terdapat beberpa hal yang dapat dilakukan untuk terapi, yaitu:

4) Berikan ASI eksklusif untuk bayi hingga umur 6 bulan.

5) Gunakan kecap manis atau madu yang dicampur dengan jeruk nipis

dengan perbandingan sama. Dengan catatan madu tidak dianjurkan untuk

bayi dengan usia <1 tahun (Kemenkes, 2011).

2.4 Penggunaan Obat Rasional (POR)

Penggunaan Obat Rasional (POR) adalah apabila pasien menerima

pengobatan sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan

dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyrakat (WHO,

2011).
19

2.4.1 Kriteria Penggunaan Obat Rasional

Berdasarkan modul penggunaan obat rasional yang diterbitkan oleh

Kementerian Kesehatan tahun 2011 menyatakan bahwa kriteria penggunaan obat

rasional, antara lain:

1) Tepat Diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang

tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat

akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru. Sehingga mengakibatkan

obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

2) Tepat Indikasi Penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Contohnya saja

antibiotik yang diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian

pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala

adanya infeksi bakteri.

3) Tepat Pemilihan Obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis

ditegakkan dengan benar. Dengan demikian obat yang dipilih harus yang

meiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit dan selalu waspada

terhadap kemungkinan pasien alergi terhadap obat-obatan tertentu.


20

4) Tepat Dosis

Dosis, cara, dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek

terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat dengan

rentang terapi yang sempit tentunya akan beresiko menimbulkan efek

samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya

kadar terapi yang diharapkan.

5) Tepat Cara Pemberian

Obat antasida tablet seharusnya dikunyah terlebih dahulu baru ditelan.

Demikian pula dengan pemberian tablet sulfaferros seharusnya tidak boleh

diberikan bersama susu sebab akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak

dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivitasnya.

6) Tepat Interval Waktu Pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis,

agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per

hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat.

Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus

diminum dengan interval setiap 8 jam.

7) Tepat Lama Pemberian

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing.

Contohnya saja untuk Tuberkulosis dan Kusta, dimana lama pemberian paling
21

singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid

adalah 10 – 14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari

yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.

8) Waspada Efek Samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak

diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Oleh karena

itu muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping

sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.

Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12

tahun, sebab dapat menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang

tumbuh.

9) Tepat Penilaian Kondisi Pasien

Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas

terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada

penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya

dihindarkan, karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada kelompok ini

meningkat secara bermakna.

10) Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta

tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau

Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar

obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan
22

mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di

bidang pengobatan dan klinis. Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh

produsen yang menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan

dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah

menerapkan CPOB.

11) Tepat Informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting

dalam menunjang keberhasilan terapi. Sebagai contoh:

(1) Peresepan rifampisin akan mengakibatkan urine penderita berwarna

merah. Jika hal ini tidak diinformasikan, penderita kemungkinan besar

akan menghentikan minum obat karena menduga obat tersebut

menyebabkan kencing disertai darah. Padahal untuk penderita

tuberkulosis, terapi dengan rifampisin harus diberikan dalam jangka

panjang.

(2) Peresepan antibiotik harus disertai informasi bahwa obat tersebut harus

diminum sampai habis selama satu kurun waktu pengobatan (1 course

oftreatment), meskipun gejala-gejala klinik sudah mereda atau hilang sama

sekali. Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari

berarti tiap 6 jam. Untuk antibiotik hal ini sangat penting, agar kadar obat

dalam darah berada di atas kadar minimal yang dapat membunuh bakteri

penyebab penyakit.
23

12) Tepat Tindak Lanjut (follow-up)


Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan
upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau
mengalami efek samping.
Sebagai contoh, terapi dengan teofilin sering memberikan gejala takikardi.

Jika hal ini terjadi, maka dosis obat perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya

diganti. Demikian pula dalam penatalaksanaan syok anafilaksis, pemberian

injeksi adrenalin yang kedua perlu segera dilakukan, jika pada pemberian

pertama respons sirkulasi kardiovaskuler belum seperti yang diharapkan.

13) Tepat Penyerahan Obat (dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah

obat dan pasien sendiri sebagai konsumen.

Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di

Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang dituliskan

peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses

penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien

mendapatkan obat sebagaimana harusnya.

Dalam menyerahkan obat juga petugas harus memberikan informasi yang

tepat kepada pasien.


24

2.4.2 Ciri-ciri Penggunaan Obat yang Tidak Rasional

Berdasarkan modul penggunaan obat rasional yang diterbitkan oleh

Kementerian Kesehatan tahun 2011 menyatakan bahwa ciri-ciri penggunaan obat

yang tidak rasional, diantaranya :

1) Peresepan berlebih (overprescribing)

Yaitu jika memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk

penyakit yang bersangkutan. Contohnya:

(1) Pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (umumnya disebabkan

oleh virus).

(2) Pemberian obat dengan dosis yang lebih besar daripada yang dianjurkan.

(3) Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk pengobatan

penyakit tersebut.

(4) Pemberian obat berlebihan memberi resiko lebih besar untuk timbulnya

efek yang tidak diinginkan seperti:

a. Interaksi

b. Efek Samping

c. Intoksikasi

2) Peresepan kurang (underprescribing)

Yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baik

dalam hal dosis, jumlah maupun lama pemberian. Tidak diresepkannya obat

yang diperlukan untuk penyakit yang diderita juga termasuk dalam kategori

ini. Contohnya :
25

(1) Pemberian antibiotik selama 3 hari untuk ISPA pneumonia.

(2) Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare.

(3) Tidak memberikan tablet Zn selama 10 hari pada balita yang diare.

3) Peresepan majemuk (polifarmasi)

Yaitu jika memberikan beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang

sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk

penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.

Contohnya: pemberian puyer pada anak dengan batuk pilek berisi:

(1) Amoxsisilin

(2) Paracetamol

(3) Glyceryl guaiakolat

(4) Dexamethasone

(5) CTM

(6) Luminal

4) Peresepan salah (incorrest prescribing)

Mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, untuk kondisi yang

sebenarnya merupakan kontraindikasi pemberian obat, memberikan

kemungkinan resiko efek samping yang lebih besar, pemberian informasi yang

keliru mengenai obat yang diberikan kepada pasien, dan sebagainya.

Contohnya:
26

(1) Pemberian antibiotik golongan kuinolon (misalnya siprofloksasin &

ofloksasin) untuk anak.

(2) Meresepkan asam mefenamat untuk demam bukannya paracetamol yang

lebih aman

2.5 Standar Peresepan Berdasarkan Indikator WHO

Dalam modul Medicines use in primary care in developing and

transitional countries terdapat beberapa indikator POR, yaitu:

1) Indikator Inti

(1) Indikator Peresepan

a. Rata-rata jumlah item dalam tiap resep.

b. Persentase peresepan dengan nama generik.

c. Persentase peresepan dengan antibiotik.

d. Persentase peresepan dengan suntikan.

e. Persentase peresepan yang sesuai dengan formularium.

(2) Indikator Pelayanan

a. Rata-rata waktu konsultasi.

b. Rata-rata waktu penyerahan obat.

c. Persentase obat yang sesungguhnya diserahkan.

d. Persentase obat yang dilabel secara adekuat.

2) Indikator Tambahan

a. Pengetahuan pasien mengenai dosis yang benar.


27

b. Rata-rata biaya obat tiap peresepan.

c. Persentase biaya untuk suntikan.

d. Peresepan yang sesuai dengan pedoman pengobatan.

e. Persentase pasien yang puas dengan pelayanan yang diberikan.

f. Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai akses kepada

informasi yang obyektif (WHO, 1993/2009)


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain dekriptif, yaitu penelitian yang

dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran

fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu

(Notoatmodjo, 2010). Pengambilan data secara retrospektif, yaitu suatu cara

dengan mengukur faktor resiko dengan melihat kejadian masa lampau untuk

mengetahui ada tidaknya faktor resiko yang dialami (Saryono, 2008) yang

bersumber dari resep harian pasien disalah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora

pada bulan Januari – Maret 2019.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan disalah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora,

dimana penelitian sendiri dilakukan pada bulan Juli 2019.

3.3 Populasi dan Sampel

1) Populasi
Populasi penenlitian ini adalah seluruh resep dengan diagnosa ISPA Non
Pneumonia periode Januari – Maret 2019 disalah satu Puskesmas Kecamatan
Kadungora.

2) Sampel
Sampel penelitian adalah resep terpilih yang telah memenuhi kriteria yang
telah ditentukan.

28
29

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


1) Kriteria Inklusi

(1) Tanggal resep berada di periode Januari – Maret 2019.

(2) Resep untuk rawat jalan dari pelayanan BP Umum sebab poli tersebut

memiliki jumlah pasien paling banyak dibandingkan poli lain.

(3) Resep harus memiliki kelengkapan data seperti : nama dan tanda

tangan dokter penulis resep, tanggal resep, nama poli, kode diagnosa,

nama pasien, umur pasien, dan nama obat yang diberikan.

(4) Resep untuk pasien yang berusia 5 – 55 tahun.

(5) Resep dengan tulisan yang terbaca.

2) Kriteria Eksklusi

(1) Resep diluar periode waktu yang ditentukan.

(2) Resep untuk BP Gigi, KIA, lansia, dan balita.

(3) Resep yang tidak memiliki kelengkapan data.

(4) Resep dengan tulisan yang tidak dapat dibaca.

(5) Resep dengan usia pasien di bawah batas yang ditentukan.

3.5 Definisi Operasional


1) Resep adalah lembar hasil pemeriksaan pasien oleh dokter yang ditujukan

kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat.

2) Kerasionalan penggunaan obat yang tepat dan memenuhi persyaratan

tertentu. Kerasionalan tersebut dimaksudkan apabila pengobatan


30

berdasarkan indikator peresepan yang telah ditetapkan oleh WHO, dimana

fokus utama penilaian adalah kerasionalan penggunaan obat pada pasien.

3) Indikator peresepan menurut WHO:

a. Rata-rata jumlah obat yang diresepkan untuk pasien

Indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat polifarmasi dari

suatu resep. Dimana pada indikator ini obat kombinasi dihitung

sebagai satu jenis obat.

b. Persentase peresepan obat generik

Indikator yang digunakan untuk menghitung penggunaan obat generik

yang tertera dalam suatu resep.

c. Persentasi peresepan antibiotik

Indikator yang digunakan untuk mengukur jumlah penggunaan

antibiotik dalam suatu resep.

d. Persentase peresepan injeksi

Indikator yang digunakan untuk mengukur jumlah pemberian terapi

pada pasien dengan cara injeksi.

e. Persentase peresepan dari formularium

Indikator yang digunakan untuk mengukur sejauh mana praktik yang

dilakukan sesuai dengan kebijakan obat nasional.


31

3.6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1) Jenis Data

Data yang diambil merupakan data primer yang berupa resep harian pasien

yang berisi informasi nama pasien, usia pasien, jenis kelamin, kode diagnosa,

dan terapi obat yang diberikan.

2) Cara Pengumpulan Data

(1) Mengumpulkan data primer dari periode yang ditetapkan.

(2) Mencari data primer yang telah memenuhi kriteria inklusi, meliputi

nama dan tanda tangan dokter penulis resep, tanggal resep, nama poli,

kode diagnosa, nama pasien, umur pasien, dan nama obat yang

diberikan.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

1) Pengolahan Data

(1) Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan

program Microsoft Excel.

(2) Menghitung persentase kelompok usia dan jenis kelamin pasien.

(3) Menghitung nilai dari tiap-tiap indikator yang telah ditentukan,

diantaranya:

a. Rata-rata item obat tiap resep :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑋𝑜 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝
Keterangan : Xo = rata-rata jumlah item obat tiap resep
32

b. % Generik :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑛𝑜𝑛 𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑘
%𝐺 = 𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
Keterangan : %G = Persentase obat generik

c. % Injeksi

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑖𝑛𝑗𝑒𝑘𝑠𝑖
%𝐼 = 𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
Keterangan : %I = persentase obat injeksi

d. % Formularium :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑛𝑜𝑛 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑟𝑖𝑢𝑚
%𝐹 = 𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
Keterangan : %F = persentase obat formularium

e. % Antibiotik :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑏𝑖𝑜𝑡𝑖𝑘


%𝐴𝐵 = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
Keterangan : %AB = persentase peresepan antibiotik

2) Analisa Data

(1) Melakukan penginputan data yang diperoleh dengan cara membuat

tabel dan grafik.

(2) Menyimpulkan data yang didapat dengan melakukan perhitungan dari

data yang diperoleh dimana hasil perhitungan tersebut akan disajikan

dalam bentuk persentase.

(3) Mengamati rasionalitas penggunaan obat dengan merujuk pada

indikator yang telah ditetapkan oleh WHO.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini pengamatan dilakukan terhadap resep harian pasien

yang dilakukan di aula salah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora. Proses

seleksi dilakukan terhadap resep harian pasien dengan diagnosa ISPA Non

Pneumonia yang telah memenuhi kriteria inklusi, sedangkan resep yang memiliki

kriteria eksklusi tidak dijadikan sebagai sampel. Data yang diambil dari sampel

tersebut yaitu pemberian terapi kepada pasien ISPA Non Pneumonia pada periode

Januari – Maret 2019. Setelah data didapat maka akan dilakukan penginputan data

menggunakan program Microsoft Excel meliputi tanggal, nama pasien, jenis

kelamin, usia pasien, item obat dan indikator berdasarkan WHO.

Untuk penilaian kerasionalan penggunaan obat mengacu pada indikator yang telah

ditetapkan oleh WHO. Dimana faktor utama dari penilaian terhadap penggunaan

obat adalah tercapainya indikator berkaitan dengan terapi obat yang diberikan

kepada pasien sehingga dapat dikatakan rasional.

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap sampel penelitian yaitu

resep harian pasien dengan diagnosa ISPA Non Pneumonia pada periode Januari –

Maret 2019 bahwa didapat data jumlah pasien seperti pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Data pasien diagnosa ISPA Non Pneumonia periode Januari –
Maret 2019

33
34

Jenis Jumlah Pasien


Kelamin Januari Februari Maret
L ∑18 (41.86%) ∑17 (51.51%) ∑16 (43.24%)
P ∑25 (58.13%) ∑16 (48.48%) ∑21 (56.75%)
∑ 43 pasien ∑ 33 pasien ∑ 37 pasien
Total
∑ 113 pasien

Sementara itu jumlah data pasien dengan diagnosa ISPA Non Pneumonia

periode Januari - Maret 2019 digolongkan berdasarkan kelompok umur yang

dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Data pasien diagnosa ISPA Non Pneumonia periode Januari -
Maret 2019 berdasarkan kelompok umur

Kelompok Jumlah Pasien


Umur Januari Februari Maret
5 - 14 Tahun 4 Pasien 10 Pasien 13 Pasien
15 - 24
8 Pasien 6 Pasien 10 Pasien
Tahun
25 - 34
5 Pasien 3 Pasien 4 Pasien
Tahun
35 - 44
3 Pasien 5 Pasien 2 Pasien
Tahun
45 - 55
13 Pasien 9 Pasien 8 Pasien
Tahun
Total 43 Pasien 33 Pasien 37 Pasien

Berkaitan dengan sampel penelitian yang dilakukan pengamatan terhadap

resep harian pasien dengan diagnosa ISPA Non Pneumonia selama periode

Januari-Maret 2019 diperoleh data seperti pada Tabel 4.3 di bawah ini. (Bagan

data penggunaan obat pasien ISPA Non Pneumonia berdasarkan indikator POR

WHO dapat dilihat pada Lampiran 1)


35

Tabel 4.3 Data Resep Pasien ISPA Non Pneumonia Periode Januari – Maret
2019

Indikator Januari Februari Maret Total


∑ Resep 43 33 37 113
∑ Item Obat 131 103 114 348
∑ Obat Non
25 13 12 50
Generik
∑ Obat Non
12 17 12 41
Formularium
∑ Antibiotik 13 6 18 37

Sementara itu berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada sampel

penelitian diperoleh diagnosa pasien yang tertulis pada resep harian pasien.

Dimana dari hasil analisa jenis penyakit terhadap 113 pasien, diperoleh tiga jenis

penyakit yang termasuk ISPA Non Pneumonia, antara lain Commond cold,

Faringitis, dan ISPA Non Spesifik. Untuk data pasien dapat dilihat pada Tabel 4.4

di bawah ini. (Bagan diagnosa pasien ISPA Non Pneumonia dapat dilihat pada

Lampiran 2)

Tabel 4.4 Frekuensi jumlah pasien berdasarkan jenis penyakit yang


termasuk ISPA Non Pneumonia periode Januari – Maret 2019

Kode Bulan
(Diagnosa) Januari Februari Maret
J00
21
(commond 18 pasien 15 pasien
pasien
cold)
J02 (faringitis) 12 pasien 7 pasien 6 pasien
J06 (ispa non
10 pasien 8 pasien 16 pasien
spesifik)
43 pasien 33 pasien 37 pasien
Total
113 pasien
36

4.2 Pembahasan

70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
L
30.00%
P
20.00%
10.00%
0.00%
Januari Februari Maret

(a)

Persentase Kelompok Umur Pasien

5 -14 Tahun
27% 33% 15 - 24 Tahun
25 - 34 Tahun
9% 35 - 44 Tahun
10% 21% 45 - 55 Tahun

(b)

Gambar 4.1 Grafik jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin dan kelompok

umur dengan (a) persentase jenis kelamin pasien dan (b) persentase

kelompok umur pasien

Penelitian yang dilakukan disalah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora

terhadap sampel penelitian didapat data pasien dengan diagnosa ISPA Non
37

Pneumonia sebanyak 113 pasien. Sehingga dari data tersebut dilakukan

pengelompokan data pasien berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur seperti

pada Gambar 4.1.

25
21
20 18
15 16
15 12
10
10 7 8
6
5

0
Januari Februari Maret
Bulan

J00 (commond cold) J02 (faringitis) J06 (ispa non spesifik)

Gambar 4.2 Jumlah data pasien berdasarkan diagnosa jenis penyakit ISPA Non
Pneumonia

Sementara itu pengamatan yang dilakukan terhadap diagnosa pasien yang

tertera pada sampel resep harian pasien didapat data jumlah pasien berdasarkan

diagnosa penyakit yang termasuk ISPA Non Pneumonia seperti pada Gambar 4.2.

Tabel 4.5 Pemenuhan Indikator Peresepan Obat Rasional berdasarkan


WHO

Indikator WHO Standar WHO Januari Februari Maret


Rata-rata item obat 1.6 – 1.8 3.04 3.12 3.08
dalam resep

% Obat Generik 100% 80.91% 87.37% 89.47%


% Injeksi 0% 0% 0% 0%
% Obat 100% 90.83% 83.47% 89.47%
38

Formularium
% Antibiotik 20% 9.92% 5.82% 15.78%

Setelah seluruh data didapat dari hasil pengamatan, maka dilakukan

penginputan data berdasarkan periode yang telah ditentukan dengan merujuk pada

indikator POR yang telah ditetapkan oleh WHO. Data tersebut dapat dilihat pada

Tabel 4.5. (Hasil perhitungan indikator POR WHO dapat dilihat pada Lampiran 3)

Dari Tabel 4.5 untuk indikator pertama yaitu rata-rata jumlah item obat dalam

resep pada bulan Januari dari total 43 resep rata-rata item obat tiap resepnya

adalah 3.04. Untuk bulan Februari dari total 33 resep, rata-rata item obat tiap

resepnya adalah 3.12. Sedangkan pada bulan Maret dari total 37 resep rata-rata

item obat tiap resepnya adalah 3.08 item obat. Sedangkan berdasarkan penelitian

lain tentang EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT DITINJAU

DARI INDIKATOR PERESEPAN MENURUT WORLD HEALTH

ORGANIZATION (WHO) DI SELURUH PUSKESMAS KOTA KENDARI TAHUN

2016, berkaitan dengan rata-rata item obat tiap resepnya hasil yang didapat adalah

3.23 item obat tiap resepnya tentunya hasil tersebut melebihi standar yang telah

ditetapkan oleh WHO (Sunandar dkk., 2017). Hal tersebut dapat terjadi karena

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya penulis resep dalam menuliskan item

obat didalam resep masih selalu melihat dari resep sebelumnya yang terdapat di

rekam medik bukan menuliskan item obat sesuai dengan hasil pemeriksaan. Untuk

data rata-rata item obat yang digunakan selama periode Januari – Maret 2019 di

Puskesmas Kadungora dapat dilihat pada Gambar 4.3.


39

3.14

3.12

3.1

3.08

3.06

3.04

3.02

3
Januari Februari Maret
R/ 1.6 – 1.8 item obat 3.04 3.12 3.08

Gambar 4.3 Rata-rata item obat tiap resep periode Januari – Maret 2019

Untuk indikator kedua yaitu persentase peresepan obat generik, hasil yang

didapatkan berdasarkan pengamatan terhadap sampel penelitian pada bulan

Januari capaian indikator ini hanya 80.91%, lalu pada bulan selanjutnya yaitu

bulan Februari capaian indikator nya mencapai 87.37%, dan pada bulan Maret

capaian indikator hanya 89.47%. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya

komunikasi yang terjadi antara penulis resep dengan penanggung jawab unit

farmasi. Selain itu juga timbulnya rasa ketidakmauan dari penulis resep untuk

bertanya kepada penanggung jawab unit farmasi tentang ketersediaan obat. Hasil

tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada seluruh Puskesmas di

Kota Kendari menyebutkan bahwa capaian indikator ini sekitar 96.08% masih di

bawah standar WHO (Sunandar dkk., 2017). Untuk capaian indikator ini

berdasarkan pengamatan yang dilakukan disalah satu Puskesmas Kecamatan

Kadungora dapat dilihat pada Gambar 4.4.


40

92.00%
90.00%
88.00%
86.00%
84.00%
82.00%
80.00%
78.00%
76.00%
Januari Februari Maret
100% Generik 80.91% 87.37% 89.47%

Gambar 4.4 Capaian indikator persentasi peresepan obat generik periode


Januari – Maret 2019

Untuk indikator yang ketiga adalah persentasi peresepan injeksi dimana

hasil yang didapat dari pengamatan terhadap sampel penelitian menunjukan

bahwa untuk penggunaan obat injeksi dalam pemberian terapi obat dengan

diagnosa ISPA Non Pneumonia pada periode Januari – Maret 2019 tidak

digunakan. Sebab berdasarkan nama obat yang tetera pada resep seluruh obat

yang diberikan semuanya digunakan dengan cara pemberian oral. Sedangkan

berdasarkan penelitian lain hasil yang didapat berdasarkan indikator ini adalah

0.16% hal tersebut terjadi karena ada beberapa Puskesmas yang meresepkan

injeksi (Sunandar dkk., 2017).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap resep harian berkaitan

dengan indikator keempat yaitu persentase peresepan obat formularium dari total

113 resep pada bulan Januari terdapat 12 resep yang terdapat obat non

formularium. Pada bulan Februari terdapat 17 resep dengan obat non

formularium, dan pada bulan Maret didapat 12 resep dengan obat non

formularium. Dimana data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.5.


41

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Januari Februari Maret
Jumlah obat Non
12 17 12
Formularium

Gambar 4.5 Jumlah penggunaan obat non formularium pada diagnosa ISPA
Non Pneumonia periode Januari – Maret 2019

Sementara itu untuk capaian indikator ini dari hasil pengamatan yang

dilakukan disalah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora pada bulan Januari

sebesar 90.83%, lalu pada bulan Februari menjadi 83.47%, dan pada bulan Maret

capaian indikator hanya naik sedikit dari bulan sebelumnya menjadi 89.47%. Hal

tersebut terjadi karena dalam terapi obat yang diberikan kepada pasien dengan

diganosa ISPA Non Pneumonia masih menggunakan obat non Formularium yaitu

Glyceryl Guaiacolate dan Bromhexin. Dan bila dilihat dari hasil tersebut masih di

bawah batas yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu 100% Formularium. Hal

tersebut dapat terjadi disebabkan oleh pengamatan yang dilakukan terhadap

formularium nasional karena belum berlakunya formularium obat puskesmas.

Tabel 4.6 Pemenuhan Indikator Peresepan Obat Formularium Puskesmas


Indikator Januari Februari Maret
Obat non formularium 10 3 2
% obat formularium 92.36% 97.08% 98.24
42

Formularium Puskesmas Kecamatan Kadungora baru disahkan pada bulan

Juni Oleh karena itu perhitungan persentase peresepan obat formularium mengacu

pada formularium nasional. Berdasarkan Tabel 4.6, persentase peresepan obat

formularium pada bulan Januari sebesar 92.36%, lalu pada bulan Februari sebesar

97.08%, dan pada bulan Maret sebesar 98.24%. Sehingga bila melihat dari hasil

capaian tersebut masih di bawah standar WHO. Sedangkan hasil penenlitian lain

yang dilakukan di seluruh Puskesmas di Kota Kendari capaian indikator untuk

indikator ini hanya mencapai 75.07% masih jauh dari target yang ditetapkan

(Sunandar dkk., 2017). Untuk capaian indikator selama periode Januari - Maret

2019 disalah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora dapat dilihat pada Gambar

4.6.

92.00%
90.00%
88.00%
86.00%
84.00%
82.00%
80.00%
78.00%
Januari Februari Maret
100% Formularium 90.83% 83.47% 89.47%

Gambar 4.6 Capaian indikator persentase peresepan obat formularium periode


Januari – Maret 2019

Sedangkan untuk indikator yang kelima adalah persentase peresepan

antibiotik dimana hasil yang didapat dari pengamatan terhadap sampel penelitian

pada bulan Januari dari total 43 resep terdapat 13 resep yang menggunakan

antibiotik sehingga persentase yang didapat sebesar 9.92%. Pada bulan berikutnya
43

yaitu bulan Februari dari total 33 resep terdapat 6 resep yang yang menggunakan

antibiotik sehingga persentase penggunaan antibiotik sebesar 5.82%. Dan pada

bulan Maret dari total 37 resep terdapat 18 resep menggunakan antibiotik

sehingga persentase penggunaan antibiotik pada bulan ini mencapai 15.78%.

Memang bila merujuk pada indikator yang ditetapkan oleh WHO hasil tersebut

memenuhi capaian indikator yang ditetapkan. Namun bila melihat pada diagnosa

jenis penyakit yang termasuk ISPA Non Pneumonia dalam penatalaksanaannya

memiliki perbedaan termasuk dengan penggunaan antibiotik.

Untuk terapi pada penyakit common cold dan ispa non spesifik bila

melihat pada sampel resep untuk diagnosa ini diberikan Paracetamol. Hal tersebut

sudah sesuai dengan buku pedoman yang digunakan di Puskemas bahwa untuk

penyakit commond cold dan ispa non spesifik tidak diobati dengan menggunakan

antibiotik, melainkan hanya diberikan pengobatan simptomatis.

Sementara itu untuk terapi faringitis bila melihat pada sampel resep telah

diberikan amoksisilin pada penanganan penyakit ini. Bila mengacu pada modul

yang dikeluarkan Departemen Kesehatan tentang Pharmaceutical Care untuk

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan tahun 2005 penggunaan antibiotik pada

penyakit faringitis (Tabel 2.2) sudah sesuai dengan indikasi. Sebab bila melihat

pada etiologinya penyakit faringitis disebabkan oleh bakteri (Depkes RI, 2005).

Sehingga bila mengacu pada hasil pada hasil diatas untuka capaian indikator ini

telah memenuhi batas yang telah ditetapkan oleh WHO dimana batas penggunaan

antibiotik adalah 20% antibiotik. Untuk capaian indikator penggunaan antibiotik


44

disalah satu Puskesmas Kecamatan Kadungora selama periode Januari – Maret

2019 dapat dilihat pada Gambar 4.7.

18.00%
16.00%
14.00%
12.00%
10.00%
8.00%
6.00%
4.00%
2.00%
0.00%
Januari Februari Maret
20% Antibiotik 9.92% 5.82% 15.78%

Gambar 4.7 Capaian indikator persentase peresepan antibiotik periode Januari –


Maret 2019

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa capaian indikator

berkaitan dengan rasionalitas penggunaan obat pasien diagnosa ISPA Non

Pneumonia di Puskesmas Kecamatan Kadungora pada periode Januari – Maret

2019, sebagai berikut:

1) R/ 1.6 – 1.8 → tidak tercapai

2) 100 % Generik→ tidak tercapai

3) 0% Injeksi → tercapai

4) 100% Formularium→ tidak tercapai

5) 20% antibiotik→ tercapai


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1) Pasien dengan diagnosa ISPA Non Pneumonia pada bulan Januari

sebanyak 43 pasien, bulan Februari sebanyak 33 pasien, dan bulan Maret

sebanyak 37 pasien.

2) Rata-rata jumlah item obat per lembar resep pada bulan Januari adalah

3.04 item/lembar, bulan Februari adalah 3.12 item/lembar, dan bulan

Maret adalah 3.08 item/lembar, sehingga dari hasil tersebut melebihi batas

toleransi rata-rata item obat per lembar resep pada indikator yang

ditetapkan oleh WHO, yaitu 1.6-1.8 item/lembar.

3) Penggunaan obat generik pada pengobatan ISPA Non Pneumonia pada

bulan Januari sebesar 80.91%, bulan Februari sebesar 87.37%, dan bulan

Maret 89.47%. Sehingga dari hasil tersebut masih di bawah batas yang

telah ditetapkan oleh WHO, yaitu 100% generik.

4) Penggunaan obat injeksi selama periode Januari – Maret 2019 adalah 0%

injeksi, sehingga hasil tersebut memenuhi batas yang telah ditetapkan oleh

WHO, yaitu 0% injeksi.

5) Penggunaan obat yang sesuai dengan Formularium Nasional pada

pengobatan ISPA Non Pneumonia untuk bulan Januari sebesar 90.83%,

bulan Februari sebesar 83.47%, dan untuk bulan Maret sebesar 89.47%.

45
46

Sehingga dari hasil tersebut masih di bawah batas yang telah ditetapkan

oleh WHO, yaitu 100% formularium.

6) Penggunaan antibiotik pada pengobatan ISPA Non Pneumonia untuk

bulan Januari sebesar 9.92%, bulan Februari 5.82%, dan bulan Maret

sebesar 15.78%, sehingga dari hasil tersebut masih di bawah indikator

yang telah ditetapkan oleh WHO, yaitu 20%.

5.2 Saran

1) Harus adanya penambahan tenaga kesehatan yang tersedia di Puskesmas

dalam hal ini dokter, sehingga diharapkan dalam prose s diagnosa dan

pemberian obat kepada pasien dapat lebih tepat karena dilakukan oleh

tenaga kesehatan yang berkompeten di bidangnya.

2) Perlu adanya peningkatan pengetahuan dari semua tenaga kesehatan akan

diagnosa klinis dan juga terapi sehingga dengan begitu diharapkan ketika

melakukan diagnosa dan juga pemberian terapi obat yang tepat dan benar-

benar diperlukan oleh pasien.

3) Pentingnya akan pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan di

Puskesmas (dokter, perawat, bidan, dan farmasi) terkait dengan

penggunaan obat rasional (POR) serta dampaknya kepada pasien.

4) Perlu diadakannya pertemuan dari seluruh tenaga kesehatan guna

membahas terkait penggunaan obat rasional (POR) yang ada di

Puskesmas, sehingga dengan begitu diharapkan penggunaan obat yang ada

di Puskesmas dapat lebih terkontrol dan dapat memenuhi kriteria rasional.


DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi


Saluran Pernapasan Akut Untuk Menanggulangi Pneumonia pada
Balita. Depkes RI. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi


Saluran Pernapasan. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Depkes RI.
Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS). Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi


Saluran Pernapasan Akut. Dirjen Pengendalian Penyakit Penyehatan
Lingkungan. Depkes RI. Jakarta

Fahmi, Reza Ismail. 2015. Rasionalitas Penggunaan Obat ISPA Non Pneumonia
Pada Pasien Balita di Puskesmas Campaka Kecamatan Campaka
Periode Januari – Maret 2015. Karya Tulis Ilmiah. Bandung :
Politeknik Kesehatan Bandung

Ihsan, Sunandar. dkk. 2017. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Ditinjau


dari Indikator Persepan Menurut World Health Organization (WHO)
di Seluruh Puskesmas Kota Kendari Tahun 2016. Jurnal Farmasi. 5(1)

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran


Pernapasan Akut. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta :


Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan. 2014. Gunakan Antibiotika Dengan Rasional di


www.depkes.go.id (diakses 27 Agustus 2019)

47
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2018.
Jakarta : Kementerian Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan

48
48

Maulana, Eka Riza dan Taufik Rusdiana. 2016. Terapi Herbal dan Alternatif
Pada Flu Ringan atau ISPA Non Spesifik. Farmasetika.com (diakses
27 Juli 2019)

Medicastore.(2012).Commondcold. http://medicastore.com/penyakit/31/commond
cold.html. (diakses 25 Juli 2019)

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Puskesmas Kadungora. 2018. Laporan Bulanan Program Pengendalian ISPA.


Program Pengendalian ISPA. UPT Puskesmas Kadungora. Garut

Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula.


Yogyakarta : Penerbit Buku Kesehatan

Siregar, Charles J.P, Lia Amalia. 2003. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan
Penerapan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Sukarni, M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta

Swari, Riski Candra. 2019. Apa itu pilek. www.hellosehat.com (diakses 21


Agustus 2019)

WHO. 1993. How to Investigate Drug Use in Health Facilities: Selected Drug
Use Indicator. Geneva : WHO

WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Penapasan Akut


(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Jenewa : WHO

WHO. 2009. Medicine Use in Primary Care in Developing and Transitional


Countries. Geneva : WHO

WHO. 2011. Rational Use of Medicines. Geneva : WHO


LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Data penggunaan obat pasien diagnosa ISPA Non Pneumonia
berdasarkan indikator WHO periode Januari 2019

Tanggal Nama 20
Pasien Jml Obat 0% 100%
Nama Obat 100% %
(R/ 1.6-1.8) Inj Fornas
Generik AB

2 Januari Ari Alpara,


2019 Amoksisilin, 3 X √ √ √
Dexamethasone

Deti Alpara,
2 X √ √ √
Amoksisilin

3 Januari Alpara,
2019 Susi Amoksisilin, 3 X √ √ √
lawati Dexamethasone

4 Januari M. Alpara,
2019 Gani Amoksisilin, 3 X √ √ √
Dexamethasone

Mia OBH 1 X √ √ X

5 Januari Hasan Paracetamol


2019 Syr, B Comp, 3 √ √ X X
GG

Doni Amoksisilin,
Paracetamol 4 √ √ X √
Syr, CTM, GG

Naudi Paracetamol
Syr, B Comp, 3 √ √ X X
GG

Yuyun Acetylcysteine,
OBH, 3 X √ √ X
Paracetamol

49
50

Lampiran 1 (lanjutan)

Tangga Nama 20
l Pasien Jml Obat 0% 100%
100% %
Nama Obat
(R/ 1.6-1.8) Inj Fornas
Generik AB

7 Maura
Paracetamol
Januari
2019 Syr, B Comp, 3 √ X X
GG

Suciati
B1,
Acetylcysteine, 3 √ √ X
Paracetamol

8 Revina
CTM,
Januari
2019 Paracetamol, 3 √ √ X
Acetylcysteine

Devi
Alpara, B
Comp, 3 √ √ √
Amoksisilin
X

9 Fatimah
Amoksisilin,
Januari
2019 Paracetamol, 4 √ √ √
CTM, OBH
X

Wida
B Comp,
Prednison, 3 √ √ X
Alpara
X

Sari
Paracetamol, B
Comp, CTM, 4 √ √ X
OBH
X

10 Selvi
Prednison,
Januari
2019 Acetylcysteine, 3 √ √ X
Paracetamol

51

Anis
OBH, CTM 2 √ √ X
X

Rijal
Paracetamol,
3 √ X X
CTM, GG

11 Nazwa Paracetamol
Januari Syr,
2019 Amoksisilin 4 √ X √
Syr, B Comp,
Bromhexin √

12 M.
Januari Ahsan Paracetamol,
2019 3 √ X X
CTM, GG

Syakila
Alpara, B Comp 2 √ √ X
X

14 Yani
Januari Paracetamol,
2019 3 √ X X
CTM, GG

15 Noval Amoksisilin,
Januari Paracetamol,
2019 4 √ √ √
CTM,
Acetycysteine √

16 Fitri
Januari Paracetamol,
2019 3 √ √ X
CTM, OBH
X

17 Ani
Alpara,
Januari
2019 Amoksisilin, 3 √ √ X
Paracetamol
X

Mayangs
ari Paracetamol,
3 √ √ X
CTM, OBH
X
52

18 Lilik
Januari Paracetamol,
2019 3 √ √ X
CTM, OBH
X

19 Riki
Januari Kotrimoksazole,
2019 3 √ √ √
OBH, B Comp
X

Asep
Paracetamol,
3 √ √ X
CTM, OBH
X

21 Irma
Januari
2019 Alpara, B Comp 2 √ √ X
X

22 Rodiah
Januari Paracetamol,
2019 3 √ X X
CTM, GG

23 Ajay
Acetylcysteine,
januari
2019 Paracetamol, B 4 √ √ X
Comp, B1

24 Yasin Paracetamol
Januari Syr,
2019 3 √ X √
Amoksisilin
Syr, GG √

25 Amin
Januari Paracetamol,
2019 3 √ X X
CTM, GG

26 Hermaw
Januari an Paracetamol,
2019 3 √ √ X
CTM, OBH
X

Nafiz
Paracetamol,
3 √ X X
CTM, GG

53

28 Nurhayat
Januari i Paracetamol,
2019 3 √ √ X
CTM, OBH
X

Denis
Paracetamol,
3 √ √ X
CTM, OBH
X

Sahila
Paracetamol,
3 √ √ X
CTM, OBH
X

29 Djunaedi
Amoksisilin,
Januari
2019 Prednison, 3 √ √ √
Alpara
X

30 Robi Amoksisilin,
Januari Paracetamol,
2019 B1, 5 √ √ √
Acetycysteine,
Dexamethasone √

31 Lilis
januari Paracetamol,
2019 3 √ √ X
CTM, OBH
X
54

Lampiran 1 (lanjutan) Data penggunaan obat pasien diagnosa ISPA


Non Pneumonia berdasarkan indikator WHO periode Februari 2019

Tanggal Nama Jml Obat 20


Pasien 0% 100%
Nama Obat 100% %
(R/ 1.6-
Inj Fornas
1.8) Generik AB

Paracetamol
Syr, GG, B 3 √ √ X X
Salsabila
Comp

Alpara,
1 Prednison, B 3 X √ √ X
Cucu
Februari Comp
2019
OBH,
Amoksisilin,
4 X √ √ √
Nani Paracetamol,
CTM

Amoksisilin,
Paracetamol, 3 √ √ X √
Suyati
2 GG
Februari
2019 Paracetamol,
4 √ √ X X
Reni GG, CTM, B1

4 Alpara,
2 X √ √ X
Februari Pebi Dexamethasone
2019
OBH,
5 Amoksisilin,
4 √ √ √ √
Februari Erista Paracetamol,
2019 CTM

6 Paracetamol,
3 √ √ X X
Februari Ali CTM, GG
2019
7 Paracetamol,
3 X √ √ X
Februari Erni CTM, OBH
2019
Paracetamol,
3 √ √ X X
Isa GG, B Comp
8
Februari Amoksisilin,
2019
Acetylcysteine, 4 √ √ √ √
Erpin
Prednison, B
55

Comp

Paracetamol,
3 X √ √ X
Ence CTM, OBH

Paracetamol
9
Syr, B Comp, 3 √ √ X X
Februari Rayhan
2019 GG

Paracetamol
Syr,
11
Amoksisilin 4 √ √ X √
Februari Sahrul
2019 Syr, GG, B
Comp

Paracetamol
12 Syr,
4 √ √ X √
Februari Ardian Amoksisilin
2019 Syr, GG, CTM

Paracetamol
13
Syr, GG, B 3 √ √ X X
Februari Citra
2019 Comp

14 Paracetamol,
3 X √ √ X
Februari Dedeh CTM, OBH
2019
15 Paracetamol,
3 √ √ X X
Februari Iwan CTM, GG
2019
16 Paracetamol,
3 X √ √ X
Februari Maryati CTM, OBH
2019
Paracetamol,
3 X √ √ X
Irkham CTM, OBH
18
Februari
Paracetamol,
2019 3 √ √ X X
Imron CTM, GG

19 Paracetamol,
3 √ √ X X
Februari Akila GG, B Comp
2019
Paracetamol,
3 √ √ X X
Kartika GG, B Comp

20 Paracetamol,
3 X √ √ X
Februari Jundi OBH, Prednison
2019
Paracetamol,
3 X √ √ X
Aldi CTM, OBH
56

Amoksisilin
21 Syr,
3 X √ √ X
Februari M. Rizki Dexamethasone,
2019 Alpara

22 Paracetamol,
3 √ √ X X
Februari Jibran GG, B Comp
2019
Prednison,
Paracetamol, 3 √ √ X X
Agus
23 GG
Februari
2019 Paracetamol,
3 X √ √ X
Siti CTM, OBH

25 Paracetamol,
3 √ √ X X
Februari Mariam CTM, GG
2019
26 Paracetamol,
3 X √ √ X
Februari Jejen CTM, OBH
2019
Paracetamol,
27
Dexamethasone, 3 √ √ X X
Februari Rohim
2019 GG

28
Prednison, OBH 2 √ √ √ X
februari Laila
2019
57

Lampiran 1 (lanjutan) Data penggunaan obat pasien diagnosa ISPA


Non Pneumonia berdasarkan indikator WHO periode Maret 2019

Tanggal Nama 20
Pasien Jml Obat 0% 100%
Nama Obat 100% %
(R/ 1.6-1.8) Inj Fornas
Generik AB

Kotrimoksazol
e, Loratadine,
1 Maret 4 X √ √ √
Tuti Paracetamol,
2019
OBH

Acetylcysteine
,
2 Maret 3 √ √ √ X
Ade Dexamethason
2019
e, CTM

Paracetamol,
4 Maret GG, CTM, 4 √ √ X √
Tina
2019 Amoksisilin

Alpara,
5 Maret Amoksisilin, 3 X √ √ √
Saepuloh
2019 Prednison

Amoksisilin
Syr,
Paracetamol 3 √ √ X √
Mujib
Syr,
Bromhexin
6 Maret
2019 Paracetamol
Syr,
Amoksisilin 4 √ √ X √
Kayla
Syr, B Comp,
GG

Paracetamol,
7 Maret 3 √ √ X X
Septian GG, B Comp
2019
Paracetamol,
8 Maret 3 √ √ X X
Abdul GG, B Comp
2019
Paracetamol,
9 Maret 3 X √ √ X
Rubi CTM, OBH
2019
58

OBH,
Amoksisilin,
4 X √ √ √
April Paracetamol,
CTM

Paracetamol
Syr,
3 √ √ √ √
Syakir Amoksisilin
Syr, CTM

Paracetamol
Syr,
3 √ √ √ √
Insan Amoksisilin
Syr, CTM
11 Maret
2019
Paracetamol,
Acetylcysteine 3 √ √ √ X
Halimah
, Prednison

Paracetamol,
Acetylcysteine 3 √ √ √ X
Cucu
, Prednison
12 Maret
2019
Paracetamol,
3 √ √ X X
Denisa GG, B Comp

Paracetamol,
13 Maret 3 √ √ X X
Badrul GG, B Comp
2019
Paracetamol,
14 Maret Amoksisilin, 4 X √ √ √
Kamil
2019 OBH, CTM

15 Maret CTM, OBH 2 X √ √ X


Ridwan
2019
Paracetamol,
16 Maret B Comp, 3 √ √ X X
Winar
2019 Bromhexin

Paracetamol,
3 √ √ X X
Wily GG, B Comp
18 Maret
2019 Paracetamol,
3 X √ √ X
Hayati CTM, OBH

Amoksisilin,
Paracetamol, 3 √ √ X √
M. Rezki
19 Maret Bromhexin
2019
Amoksisilin, 3 √ √ √ √
Jaka
Paracetamol,
59

Acetylcysteine

Paracetamol
Syr,
3 √ √ √ √
Kekey Amoksisilin
Syr, CTM
20 Maret
2019
Amoksisilin,
Paracetamol, 3 √ √ √ √
Nurul
Acetylcysteine

Paracetamol
Syr,
21 Maret 3 √ √ √ √
Wina Amoksisilin
2019
Syr, CTM

Paracetamol,
22 Maret 3 √ √ X X
Jeni GG, B Comp
2019
Amoksisilin,
Paracetamol, 3 √ √ √ √
Putri
Acetylcysteine
23 Maret
Alpara,
2019
Amoksisilin,
4 X √ √ √
Rahma Prednison, B
Comp

Acetylcysteine
25 Maret , Paracetamol, 3 √ √ √ X
Tuti
2019 B Comp

Prednison,
2 X √ √ X
Nuraisah OBH

Prednison,
2 X √ √ X
Jannah OBH
26 Maret
2019
OBH,
Amoksisilin,
3 X √ √ √
Aisyah Paracetamol,
CTM

Prednison,
27 Maret Acetylcysteine 3 √ √ √ X
Yeni
2019 , Paracetamol

OBH,
28 Maret Amoksisilin, 3 X √ √ √
Intan
2019
Paracetamol,
60

CTM

Paracetamol,
29 Maret B Comp, 3 √ √ X X
Gaga
2019 Bromhexin

Prednison,
30 Maret Acetylcysteine 3 √ √ √ X
Fahrul
2019 , Paracetamol
61

LAMPIRAN 2
Diagnosa pasien ISPA Non Pneumonia periode Januari 2019

Usia Terapi Nama Obat


Tanggal Nama Pasien

Alpara, Amoksisilin,
19 Tahun J02(faringitis)
Ari Dexamethasone
2 Januari
2019
20 Tahun J02(faringitis) Alpara, Amoksisilin
Deti
Alpara, Amoksisilin,
3 Januari 33 Tahun J02(faringitis)
Susilawati Dexamethasone
2019
Alpara, Amoksisilin,
13 Tahun J02(faringitis)
M. Gani Dexamethasone
4 Januari
2019 J06(ispa non
50 Tahun OBH
Mia spesifik)

J06(ispa non Paracetamol Syr, B Comp,


5 Tahun
Hasan spesifik) GG

J06(ispa non Amoksisilin, Paracetamol


7 Tahun
Doni spesifik) Syr, CTM, GG
5 Januari
2019 J06(ispa non Paracetamol Syr, B Comp,
6 Tahun
Naudi spesifik) GG

J06(ispa non Acetylcysteine, OBH,


50 Tahun
Yuyun spesifik) Paracetamol

J06(ispa non Paracetamol Syr, B Comp,


5 Tahun
Maura spesifik) GG
7 Januari
2019 J00(commond B1, Acetylcysteine,
50 Tahun
Suciati cold) Paracetamol

CTM, Paracetamol,
12 Tahun J02(faringitis)
Revina Acetylcysteine
8 Januari
2019 Alpara, B Comp,
7 Tahun J02(faringitis)
Devi Amoksisilin

J00(commond Amoksisilin, Paracetamol,


9 Januari 50 Tahun
Fatimah cold) CTM, OBH
2019
62

28 Tahun J02(faringitis) B Comp, Prednison, Alpara


Wida
J00(commond Paracetamol, B Comp,
22 Tahun
Sari cold) CTM, OBH

J00(commond Prednison, Acetylcysteine,


38 Tahun
Selvi cold) Paracetamol

J00(commond
10 Januari 55 Tahun OBH, CTM
Anis cold)
2019
J00(commond
10 Tahun Paracetamol, CTM, GG
Rijal cold)

Paracetamol Syr,
J06(ispa non
11 Januari 5 Tahun Amoksisilin Syr, B Comp,
Nazwa spesifik)
2019 Bromhexin

J00(commond
19 Tahun Paracetamol, CTM, GG
M. Ahsan cold)
12 Januari
2019
7 Tahun J02(faringitis) Alpara, B Comp
Syakila
J00(commond
14 Januari 32 Tahun Paracetamol, CTM, GG
Yani cold)
2019
Amoksisilin, Paracetamol,
15 Januari 18 Tahun J02(faringitis)
Noval CTM, Acetycysteine
2019
J00(commond
16 Januari 9 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Fitri cold)
2019
J06(ispa non Alpara, Amoksisilin,
39 Tahun
Ani spesifik) Paracetamol
17 Januari
2019 J00(commond
23 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Mayangsari cold)

J00(commond
18 Januari 52 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Lilik cold)
2019
J06(ispa non Kotrimoksazole, OBH, B
26 Tahun
Riki spesifik) Comp
19 Januari
2019 J00(commond
55 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Asep cold)

21 Januari 6 Tahun J02(faringitis) Alpara, B Comp


Irma
2019
22 Januari 49 Tahun J02(faringitis) Paracetamol, CTM, GG
Rodiah
2019
63

J00(commond Acetylcysteine, Paracetamol,


23 januari 46 Tahun
Ajay cold) B Comp, B1
2019
J06(ispa non Paracetamol Syr,
24 Januari 5 Tahun
Yasin spesifik) Amoksisilin Syr, GG
2019
J00(commond
25 Januari 27 Tahun Paracetamol, CTM, GG
Amin cold)
2019
J00(commond
47 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Hermawan cold)
26 Januari
2019 J00(commond
8 Tahun Paracetamol, CTM, GG
Nafiz cold)

J00(commond
44 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Nurhayati cold)

J00(commond
28 Januari 21 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Denis cold)
2019
J00(commond
22 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Sahila cold)

Amoksisilin, Prednison,
29 Januari 50 Tahun J02(faringitis)
Djunaedi Alpara
2019
Amoksisilin, Paracetamol,
J00(commond
30 Januari 55 Tahun B1, Acetycysteine,
Robi cold)
2019 Dexamethasone

J00(commond
31 januari 54 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Lilis cold)
2019
64

Lampiran 2 (lanjutan) Diagnosa pasien ISPA Non Pneumonia periode


Februari 2019

Usia Terapi Nama Obat


Tanggal Nama Pasien

J06(ispa non Paracetamol Syr, GG, B


5 Tahun
Salsabila spesifik) Comp

1 Februari 25 Tahun J02(faringitis) Alpara, Prednison, B Comp


Cucu
2019
OBH, Amoksisilin,
55 Tahun J02(faringitis)
Nani Paracetamol, CTM

Amoksisilin, Paracetamol,
49 Tahun J02(faringitis)
Suyati GG
2 Februari
2019 J00(commond
47 Tahun Paracetamol, GG, CTM, B1
Reni cold)

J00(commond
4 Februari 5 Tahun Alpara, Dexamethasone
Pebi cold)
2019
OBH, Amoksisilin,
5 Februari 17 Tahun J02(faringitis)
Erista Paracetamol, CTM
2019
6 Februari 22 Tahun J02(faringitis) Paracetamol, CTM, GG
Ali
2019
J00(commond
7 Februari 24 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Erni cold)
2019
J06(ispa non
5 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Isa spesifik)

J00(commond Amoksisilin, Acetylcysteine,


8 Februari 22 Tahun
Erpin cold) Prednison, B Comp
2019
J00(commond
50 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Ence cold)

J06(ispa non Paracetamol Syr, B Comp,


9 Februari 6 Tahun
Rayhan spesifik) GG
2019
Paracetamol Syr,
J06(ispa non
11 Februari 5 Tahun Amoksisilin Syr, GG, B
Sahrul spesifik)
2019 Comp

12 Februari 7 Tahun J06(ispa non Paracetamol Syr,


Ardian
2019
65

spesifik) Amoksisilin Syr, GG, CTM

J00(commond Paracetamol Syr, GG, B


13 Februari 5 Tahun
Citra cold) Comp
2019
J00(commond
14 Februari 55 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Dedeh cold)
2019
J00(commond
15 Februari 20 Tahun Paracetamol, CTM, GG
Iwan cold)
2019
J00(commond
16 Februari 50 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Maryati cold)
2019
J00(commond
40 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Irkham cold)
18 Februari
2019 J00(commond
45 Tahun Paracetamol, CTM, GG
Imron cold)

J06(ispa non
19 Februari 5 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Akila spesifik)
2019
J06(ispa non
50 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Kartika spesifik)

Paracetamol, OBH,
20 Februari 35 Tahun J02(faringitis)
Jundi Prednison
2019
J00(commond
29 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Aldi cold)

Amoksisilin Syr,
21 Februari 7 Tahun J02(faringitis)
M. Rizki Dexamethasone, Alpara
2019
J06(ispa non
22 Februari 5 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Jibran spesifik)
2019
J00(commond
42 Tahun Prednison, Paracetamol, GG
Agus cold)
23 Februari
2019 J00(commond
24 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Siti cold)

J00(commond
25 Februari 30 Tahun Paracetamol, CTM, GG
Mariam cold)
2019
J00(commond
26 Februari 40 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Jejen cold)
2019
27 Februari 42 Tahun
Rohim J00(commond Paracetamol,
2019
66

cold) Dexamethasone, GG

J00(commond
28 februari 54 Tahun Prednison, OBH
Laila cold)
2019
67

Lampiran 2 (lanjutan) Diagnosa pasien ISPA Non Pneumonia periode


Maret 2019

Usia Terapi Nama Obat


Tanggal Nama Pasien

J06(ispa non Kotrimoksazole, Loratadine,


1 Maret 23 Tahun
Tuti spesifik) Paracetamol, OBH
2019
J00(commond Acetylcysteine,
2 Maret 55 Tahun
Ade cold) Dexamethasone, CTM
2019
Paracetamol, GG, CTM,
4 Maret 35 Tahun J02(faringitis)
Tina Amoksisilin
2019
J06(ispa non Alpara, Amoksisilin,
5 Maret 40 Tahun
Saepuloh spesifik) Prednison
2019
J06(ispa non Amoksisilin Syr,
7 Tahun
Mujib spesifik) Paracetamol Syr, Bromhexin
6 Maret
Paracetamol Syr,
2019 J06(ispa non
5 Tahun Amoksisilin Syr, B Comp,
Kayla spesifik)
GG

J06(ispa non
7 Maret 55 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Septian spesifik)
2019
J06(ispa non
8 Maret 45 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Abdul spesifik)
2019
J00(commond
22 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Rubi cold)

J00(commond OBH, Amoksisilin,


9 Maret 50 Tahun
April cold) Paracetamol, CTM
2019
J06(ispa non Paracetamol Syr,
5 Tahun
Syakir spesifik) Amoksisilin Syr, CTM

J06(ispa non Paracetamol Syr,


5 Tahun
Insan spesifik) Amoksisilin Syr, CTM
11 Maret
2019 J00(commond Paracetamol, Acetylcysteine,
53 Tahun
Halimah cold) Prednison
68

J00(commond Paracetamol, Acetylcysteine,


53 Tahun
Cucu cold) Prednison
12 Maret
2019 J06(ispa non
8 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Denisa spesifik)

J06(ispa non
13 Maret 9 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Badrul spesifik)
2019
J00(commond Paracetamol, Amoksisilin,
14 Maret 17 Tahun
Kamil cold) OBH, CTM
2019
J00(commond
15 Maret 48 Tahun CTM, OBH
Ridwan cold)
2019
J06(ispa non Paracetamol, B Comp,
16 Maret 18 Tahun
Winar spesifik) Bromhexin
2019
J06(ispa non
7 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Wily spesifik)
18 Maret
2019 J00(commond
50 Tahun Paracetamol, CTM, OBH
Hayati cold)

J06(ispa non Amoksisilin, Paracetamol,


8 Tahun
M. Rezki spesifik) Bromhexin
19 Maret
2019 J00(commond Amoksisilin, Paracetamol,
14 Tahun
Jaka cold) Acetylcysteine

J00(commond Paracetamol Syr,


5 Tahun
Kekey cold) Amoksisilin Syr, CTM
20 Maret
2019 Amoksisilin, Paracetamol,
18 Tahun J02(faringitis)
Nurul Acetylcysteine

J06(ispa non Paracetamol Syr,


21 Maret 5 Tahun
Wina spesifik) Amoksisilin Syr, CTM
2019
J06(ispa non
22 Maret 6 Tahun Paracetamol, GG, B Comp
Jeni spesifik)
2019
Amoksisilin, Paracetamol,
14 Tahun J02(faringitis)
Putri Acetylcysteine
23 Maret
2019 Alpara, Amoksisilin,
19 Tahun J02(faringitis)
Rahma Prednison, B Comp

J00(commond Acetylcysteine, Paracetamol,


25 Maret 30 Tahun
Tuti cold) B Comp
2019
69

23 Tahun J02(faringitis) Prednison, OBH


Nuraisah
32 Tahun J02(faringitis) Prednison, OBH
26 Maret Jannah
2019
J00(commond OBH, Amoksisilin,
27 Tahun
Aisyah cold) Paracetamol, CTM

J00(commond Prednison, Acetylcysteine,


27 Maret 33 Tahun
Yeni cold) Paracetamol
2019
J00(commond OBH, Amoksisilin,
28 Maret 18 Tahun
Intan cold) Paracetamol, CTM
2019
J06(ispa non Paracetamol, B Comp,
29 Maret 22 Tahun
Gaga spesifik) Bromhexin
2019
J00(commond Prednison, Acetylcysteine,
30 Maret 24 Tahun
Fahrul cold) Paracetamol
2019
70

LAMPIRAN 3

PERHITUNGAN INDIKATOR WHO

1) R/ 1.6 – 1.8 item obat

(1) Periode Januari

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑋𝑜 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝

131
=
43

= 3.04 item obat

(2) Periode Februari

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑋𝑜 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝

103
=
33
= 3.12 item obat

(3) Periode Maret

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑋𝑜 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝
114
=
37
= 3.08 item obat

2) 100% Generik

(1) Periode Januari

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑛𝑜𝑛 𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑘
%𝐺 = 𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
71

131 − 25
= 𝑥100%
131
= 80.91%

(2) Periode Februari

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑛𝑜𝑛 𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑘
%𝐺 = 𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
103 − 13
= 𝑥100%
103
= 87.37%

(3) Periode Maret

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑛𝑜𝑛 𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑘
%𝐺 = 𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
114 − 12
= 𝑥100%
114
= 89.47%

3) 0% Injeksi

(1) Periode Januari : 0% Injeksi

(2) Periode Februari : 0% Injeksi

(3) Periode Maret : 0% Injeksi

4) 100% Formularium

(1) Periode Januari

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑛𝑜𝑛 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑟𝑖𝑢𝑚
%𝐹 = 𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
131 − 12
= 𝑥100%
131
72

= 90.83%

(2) Periode Februari

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑛𝑜𝑛 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑟𝑖𝑢𝑚
%𝐹 = 𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
103 − 17
= 𝑥100%
103
= 83.47%

(3) Periode Maret

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑜𝑏𝑎𝑡


𝑛𝑜𝑛 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑟𝑖𝑢𝑚
%𝐹 = 𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
114 − 12
= 𝑥100%
114
= 89.47%

5) 20% Antibiotik

(1) Periode Januari

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑏𝑖𝑜𝑡𝑖𝑘


%𝐴𝐵 = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
13
= 𝑥 100%
131

= 9.92%

(2) Periode Februari

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑏𝑖𝑜𝑡𝑖𝑘


%𝐴𝐵 = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
6
= 𝑥 100%
103
= 5.82%
73

(3) Periode Maret

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑏𝑖𝑜𝑡𝑖𝑘


%𝐴𝐵 = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑜𝑏𝑎𝑡
18
= 𝑥 100%
114
= 15.78%
74

LAMPIRAN 4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Robby Armando Nurdianto

Umur : 23 Tahun

Tempat dan tanggal lahir : Trenggalek, 17 Juli 1996

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Tempat tinggal sekarang : Kp. Hegarmanah Rt. 005 Rw 011 Desa

Talagasari Kec. Kadungora Kab. Garut

Menerangkan dengan sesungguhnya:

PENDIDIKAN

1. Tamatan SD Tahun 2008 Berijazah/tidak


2. Tamatan SMP Tahun 2011 Berijazah/tidak
3. Tamatan SMA Tahun 2014 Berijazah/tidak

4. Pernah memasuki Fakultas/Akademi - sampai tingkat


Persiapan/Sarjana Muda (BA)
Doktoral/Sarjana

PENGALAMAN KERJA

1. Dari tahun - s/d tahun


2. Dari tahun - s/d tahun
3. Dari tahun - s/d tahun
75

4. Keterangan lain-lain tidak ada

Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya

Garut, September 2019

Saya yang bersangkutan,

Robby Armando Nurdianto


76

LAMPIRAN 5

SURAT PERMOHONAN PENELITIAN KTI


77

LAMPIRAN 6

SURAT BALASAN
78

LAMPIRAN 7

SAMPEL RESEP
79

LAMPIRAN 8

SAMPEL YANG TIDAK MEMENUHI KRITERIA INKLUSI

Anda mungkin juga menyukai