Anda di halaman 1dari 99

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN

TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI


PUSKESMAS REMU KOTA SORONG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Mencapai Sebagian Persyaratan


Untuk Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Farmasi

Disusun Oleh :

Disusun Oleh:

DIAH YUNI RAHMAWATI


NIM. 201548201007

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI FARMASI
2019
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN
TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI
PUSKESMAS REMU KOTA SORONG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Mencapai Sebagian Persyaratan


Untuk Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Farmasi

Disusun Oleh :

Disusun Oleh:

DIAH YUNI RAHMAWATI


NIM. 201548201007

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI FARMASI
2019

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi dan telah
disetujui untuk diperbanyak sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan
Gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Sekolah Tingi Ilmu Kesehatan
(STIKES) Papua.

Sorong, 6 September 2019

Tim Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Hadija Marasabessy, S.Farm., M.Farm., Apt. Yulinda M.B, S.Farm., Apt., M.Si.
NIDN : 14-0901-9101 NIDN : 14-1002-9001

iii
LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN


TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI
PUSKESMAS REMU KOTA SORONG

DIAH YUNI RAHMAWATI


201548201007

Telah dipertahankan di Depan Dewan Penguji


Pada Hari/Tanggal: Jumat, 6 September 2019
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Pembimbing I Pembimbing II

Hadija Marasabessy, S.Farm., M.Farm., Apt. Yulinda M.B, S.Farm., Apt.,M.Si.


NIDN : 14-0901-9101 NIDN : 14-1002-9001

Tim Penguji

1. Ruslan Belang, S.si., Apt., M.Kes. 1.................

2. Ns. Maylar Gurning, S.Kep., M.Kep. 2.................

3. Mayland Yee Sewa, S.Farm., M.sc., Apt. 3.................

Sorong, 6 September 2019


Program Sarjana Strata Satu
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Papua
KETUA

Dr. Marthen Sagrim, SKM., M.Kes.


NUPN : 99-1200-3020

iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : DIAH YUNI RAHMAWATI

NIM : 201548201007

Program Studi : Farmasi

Menyatakan dengan ini sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan

atau pemikiran orang lain. Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan

bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia

menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Sorong, 6 September 2019

Yang Menyatakan

DIAH YUNI RAHMAWATI

v
MOTTO

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama

kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai, tetaplah bekerja

keras dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

(QS. Al-Insyirah, 5-8)

vi
LEMBAR PERSEMBAHAN

Saya persembahkan skripsi ini untuk Ibu, Bapak, dan kakak. Terima

kasih banyak sudah memberikan dukungan dan doa untuk saya selama ini.

Semoga Allah SWT melindungi kalian semua, Amin.

vii
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI FARMASI

DIAH YUNI RAHMAWATI


201548201007

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG


PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS REMU KOTA SORONG

(xvii + 61 Halaman + 8 Tabel + 2 Gambar + 9 Lampiran)

ABSTRAK

Penggunaan antibiotik yang relatif tinggi dan tidak tepat dapat menimbulkan
berbagai masalah sehingga menjadi ancaman global bagi kesehatan terutama
akibat bakteri resisten. Tingkat pengetahuan tentang antibiotik yang kurang baik
dapat memicu penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang penggunaan
antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-
sectional study. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling
dengan jumlah sampel sebanyak 121 orang. Instrumen pengumpulan data
menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian dengan analisis univariat menunjukkan karakteristik
responden paling banyak meliputi pendidikan tinggi (66,1%), pekerjaan informal
(72,7%), usia dewasa (81,8%), dan tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik
kurang baik (50,4%). Hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square
menunjukkan bahwa variabel pendidikan dengan p value = 0,000 < α 0,05,
variabel pekerjaan dengan p value = 0,138 > α 0,05, dan variabel usia dengan p
value = 0,005 < α 0,05.
Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara pendidikan, usia
dengan tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik dan tidak ada hubungan antara
pekerjaan dengan tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik. Saran kepada
Puskesmas Remu Kota Sorong sebaiknya perlu meningkatkan pengetahuan pasien
tentang antibiotik.

Kata kunci : Antibiotik, Pendidikan, Pekerjaan, Tingkat Pengetahuan,


Usia
Jumlah Pustaka : 34 (2003-2018)

viii
INSTITUTE HEALTH SCIENCE OF STIKES PAPUA
PHARMACY STUDY PROGRAM

DIAH YUNI RAHMAWATI


201548201007

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE LEVEL OF PATIENTS


KNOWLEDGE ABOUT ANTIBIOTIC USE AT THE REMU
COMMUNITY HEALTH CENTER IN SORONG CITY

(xvii + 61 Pages + 8 Tables + 2 Pictures + 9 Attachments)

ABSTRACT

The use of antibiotic that is relatively high and inappropriate can cause
various problems so that it become a global threat to health especially due to
resistant bacteria. Poor level of knowledge about antibiotics can lead to
inappropriate use of it. The purpose of this study is to understand the relationship
between the level of patient’s knowledge about antibiotic use at the Remu
Community Health Center in Sorong city.
This is a quantitative research with a cross-sectional study design. The
sampling technique applicated is accidental sampling with total sample of 121
people. The questionnaire is used as data collection instruments.
The result of the study with univariate analysis reveals the characteristics
of respondents mostly are at higher education (66,1%), informal job (72,7%),
adulthood (81,8%), and poor knowledge of antibiotics application (50,4%). The
result of the bivariate analysis using the chi square test shows that the education
variable with p value = 0,000 < α 0,05, the job variable with p value = 0,138 > α
0,05, the age variable with p value = 0,005 < α 0,05.
This study concludes that there is a relationship between education, age,
and level of knowledge of antibiotic use and there is no relationship between job
and level of knowledge of antibiotic use. The suggestion to the Remu Community
Health Center in Sorong city is that it is better to increase the patient’s knowledge
about antibiotic.

Key words : Age, Antibiotic, Education, Job, Level of


knowledge
Amount of bibliography : 34 (2003-2018)

ix
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul,

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien tentang Penggunaan Antibiotik di

Puskesmas Remu Kota Sorong’’ sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar

Sarjana Strata Satu (S1) pada program studi Farmasi di Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan (STIKES) Papua.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Hendrik Sagrim, M.si., selaku ketua Yayasan Pemberdayaan

Masyarakat Papua (YPMP).

2. Bapak Dr. Marthen Sagrim, S.KM., M.Kes., selaku ketua Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan (STIKES) Papua.

3. Ibu Yulinda M.B, S.Farm., M.si., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Papua dan dosen pembimbing II

yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan.

4. Ibu Hadija Marasabessy, S.Farm., M.Farm., Apt., selaku dosen pembimbing I

yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan.

5. Bapak Ruslan Belang, S.si., Apt., M.Kes., selaku dosen penguji I yang telah

banyak memberikan saran dan masukan.

6. Ibu Ns. Maylar Gurning, S.Kep., M.Kep., selaku dosen penguji II yang telah

banyak memberikan saran dan masukan.

7. Ibu Mayland Yee Sewa, S.Farm., M.sc., Apt., selaku dosen penguji tamu

yang telah banyak memberikan saran dan masukan.

x
8. dr. Charis Olivia F. Hattu., selaku kepala Puskesmas Remu Kota Sorong yang

sudah memberikan izin penelitian di Puskesmas Remu Kota Sorong.

9. Seluruh staf di Puskesmas Remu Kota Sorong yang sudah memberikan izin

penelitian.

10. Kepada kedua orangtua saya yaitu, Ibu Masriyah dan Bapak Sentot Ruwanto

yang telah memberikan dukungan baik materi maupun doa mulai dari awal

kuliah sampai akhir penyusunan skripsi ini.

11. Kepada kakak saya yaitu, Anik Ariani yang sudah memberi motivasi dan doa.

12. Seluruh responden yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi dan

menjawab kuesioner.

13. Bapak/Ibu dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Papua terima

kasih atas ilmu yang diberikan.

14. Teman-teman Farmasi Angkatan I terima kasih sudah memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna

segala kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan.

Sorong, 6 September 2019

Penulis

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
HALAMAN JUDUL....................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................................................... v
MOTTO........................................................................................................... vi
LEMBAR PERSEMBAHAN......................................................................... vii
ABSTRAK....................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR.................................................................................... ix
DAFTAR ISI................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian.................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian.................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 6
A. Tinjauan Pengetahuan Antibiotik........................................... 6
B. Tinjauan Umum Pendidikan................................................... 29
C. Tinjauan Umum Pekerjaan..................................................... 31
D. Tinjauan Umum Usia.............................................................. 32
E. Kerangka Teori....................................................................... 36
F. Kerangka Konsep.................................................................... 37
G. Definisi Operasional............................................................... 37
H. Hipotesis Penelitian................................................................ 38

xii
BAB III METODE PENELITIAN............................................................ 39
A. Jenis Penelitian....................................................................... 39
B. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................. 39
C. Populasi dan Sampel............................................................... 39
D. Teknik Sampling..................................................................... 40
E. Instrumen Penelitian............................................................... 41
F. Pengumpulan Data.................................................................. 41
G. Pengolahan Data dan Analisis Data........................................ 41
H. Penyajian Data........................................................................ 43
I. Etika Penelitian....................................................................... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................... 44
A. Data Demografi Penelitian..................................................... 44
B. Hasil Penelitian....................................................................... 45
C. Pembahasan............................................................................ 50
D. Keterbatasan Penelitian.......................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 59
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


di Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019....................................45

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan


di Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019...................................45

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaaan


di Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019...................................46

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia


di Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019...................................46

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan


Penggunaan Antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong
Tahun 2019..........................................................................................47

Tabel 4.6 Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Pengetahan Penggunaan


Antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019..................47

Tabel 4.7 Hubungan Pekerjaan dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan


Antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019..................48

Tabel 4.8 Hubungan Usia dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan


Antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019..................49

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori................................................................................36


Gambar 2.2 Kerangka Konsep.............................................................................37

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Sebagai Responden

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Pengambilan Data Awal di Puskesmas


Remu Kota Sorong

Lampiran 5. Surat Permohonan Ijin Melakukan Penelitian di Puskesmas Remu


Kota Sorong

Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian di


Puskesmas Remu Kota Sorong

Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Tingkat Pengetahuan Antibiotik

Lampiran 8. Master Tabel

Lampiran 9. Crosstab

xvi
DAFTAR SINGKATAN

dd : de die

DDD : Defined Daily Dose

DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

F : Frekuensi

Ha : Hipotesis Alternatif

Ho : Hipotesis Nol

ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Atas

Kemenkes : Kementerian Kesehatan

Lansia : Lanjut Usia

mg : Miligram

MRSA : Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

RNA : Ribo Nucleic Acid

WHO : World Health Organization

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang penting khususnya di negara berkembang. Salah satu obat

andalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba antara lain

antibakteri atau antibiotik, antijamur, antivirus, dan antiprotozoa. Antibiotik

adalah obat yang digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

Intensitas penggunaan antibiotik yang tinggi menimbulkan berbagai

permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama

resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan

mortalitas, juga berdampak terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi

(Permenkes, 2016).

Pengetahuan masyarakat tentang antibiotik masih tergolong rendah,

hasil penelitian yang dilakukan WHO (2015), di 12 negara yaitu di Nigeria,

Afrika Selatan, Barbados, Meksiko, India, Indonesia, Rusia, Serbia, Mesir,

Sudan, Cina, dan Vietnam menunjukkan bahwa sebanyak 70% responden

menganggap sakit tenggorokan dapat diobati dengan antibiotik, sebanyak

64% responden menjawab batuk pilek dapat diobati dengan antibiotik, dan

32% responden berhenti minum antibiotik ketika merasa sudah sembuh.

Responden dengan tingkat pendidikan tinggi lebih tahu istilah resistensi

antibiotik (77%) dibandingkan responden dengan tingkat pendidikan dasar

(60%) dan tidak berpendidikan (49%). Responden yang berusia 55-64 tahun

1
2

pernah mendengar istilah resistensi antibiotik (76%). Hal ini secara signifikan

lebih tinggi daripada mereka yang berusia 16-25 (63%) dan mereka yang

berusia 65 tahun keatas (63%).

Penggunaan antibiotik di dunia dari tahun 2010 hingga tahun 2015

naik 39% (11,3-15,7 DDD/1000 penduduk). Negara-negara berpenghasilan

rendah dan menengah menyumbangkan peningkatan konsumsi antibiotik

yang lebih besar daripada negara-negara berpenghasilan tinggi. Total

konsumsi antibiotik di negara berpenghasilan rendah dan menengah

meningkat 117% dari 8,1 menjadi 17,5 milyar DDD sementara di negara

berpenghasilan tinggi konsumsi antibiotik meningkat 110% dari 3,3 menjadi

6,9 miliar DDD (Klein et al, 2016).

Khusus untuk kawasan Asia Tenggara, penggunaan antibiotik sangat

tinggi bahkan lebih dari 80% di banyak provinsi di Indonesia. Beberapa fakta

di negara berkembang menunjukan 40% anak-anak yang terkena diare akut,

selain mendapatkan oralit juga antibiotik yang tidak semestinya diberikan,

pada penyakit pneumonia sekitar 50-70% yang secara tepat diterapi dengan

antibiotik dan 60% penderita ISPA mengkonsumsi antibiotik dengan tidak

tepat (Kemenkes, 2011a).

Menurut Kemenkes (2013), sejumlah 103.825 atau 35,2% dari

294.959 rumah tangga di Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi, dari

35,2% rumah tangga yang menyimpan obat, proporsi rumah tangga yang

menyimpan antibiotik adalah 27,8%, dan 86,1% rumah tangga tersebut

menyimpan antibiotik yang diperoleh tanpa resep dengan proporsi di Papua s


menyimpan antibiotik yang diperoleh tanpa resep dengan proporsi di Papua

sebesar 85,4% dan di Papua Barat sebesar 85,7%.


3

Pemakaian antibiotik yang tidak berdasarkan ketentuan menyebabkan

tidak efektifnya kemampuan antibiotik tersebut sehingga kemampuan

membunuh kumannya akan berkurang. Jika hal ini terjadi, generasi

mendatang akan mengalami kerugian yang sangat besar, akan banyak

penyakit yang tidak dapat lagi disembuhkan akibat resistensi, sedangkan

untuk mengembangkan antibiotik yang baru diperlukan waktu dan biaya yang

sangat besar (Kemenkes, 2011a).

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik

yang benar serta pengetahuan tentang antibiotik yang tidak tepat menjadi

faktor yang dapat memicu resistensi antibiotik. Resistensi terhadap antibiotik

merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perhatian saat ini

(Kemenkes, 2011b).

Berdasarkan data 10 besar penyakit selama tahun 2017 di Puskesmas

Remu Kota Sorong penyakit yang berhubungan dengan antibiotik adalah

ISPA 8.739 (47,5%) dan tonsilitis 789 (4,2%), hal ini menunjukkan bahwa

penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong cukup tinggi karena

penyakit yang berhubungan dengan penggunaan antibiotik termasuk dalam

sepuluh besar penyakit. Survey awal yang dilakukan di Puskesmas Remu

Kota Sorong kepada 10 (sepuluh) orang pasien diperoleh 7 (tujuh) orang

mempunyai tingkat pengetahuan kurang baik tentang antibiotik dan

penggunaannya. Tingkat pengetahuan pasien yang kurang baik tentang

antibiotik akan mengakibatkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat.


4

B. Rumusan Masalah

1. Berapakah persentase tingkat pengetahuan pasien tentang penggunaan

antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong?

2. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang penggunaan

antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong?

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang

penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan tingkat pengetahuan

penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong.

b. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan dengan tingkat pengetahuan

penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong.

c. Untuk mengetahui hubungan usia dengan tingkat pengetahuan

penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong.

D. Manfaat

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

supaya ada upaya untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang

antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong.


5

2. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini dapat dijadaikan sebagai sumber informasi bagi

peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan topik yang

sama dengan mengembangkan variabel penelitian.

3. Manfaat Praktis

Dapat menambah ilmu, pengalaman serta dapat menjawab rumusan

masalah dalam penelitian ini.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan Antibiotik

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya) dengan sendirinya pada waktu penginderaan

sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang

diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan

(mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau

tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010a).

Budiman dan Riyanto (2014), membuat tingkat pengetahuan

seseorang menjadi beberapa kategori tingkatan yang didasarkan pada nilai

persentase sebagai berikut:

a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya ≥ 75%.

b. Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56-74%.

c. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya < 55%.

Menurut Budiman dan Riyanto (2014), kategori tingkat

pengetahuan dapat juga dikelompokkan menjadi dua kelompok jika yang

diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai berikut:

a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 50%.

b. Tingkat Pengetahuan kategori kurang baik jika nilainya ≤ 50%.

6
7

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun non

formal) dan juga berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah

proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok atau

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan

seseorang semakin mudah orang tersebut menerima informasi baik dari

orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang

masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat.

b. Pekerjaan

Seseorang yang bekerja disektor formal memiliki akses yang

lebih baik terhadap berbagai informasi.

c. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang,

semakin bertambah usia seseorang akan semakin berkembang pula daya

tangkap dan pola pikirnya. Usia madya individu akan lebih berperan

aktif dalam masyarakat dan dalam kehidupan, serta lebih banyak

melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju

usia tua.
8

d. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang

kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang

dihadapi pada masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang

dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan

profesional serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil

keputusan.

e. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang contohnya radio, televisi, majalah, koran, buku,

dan lain-lain. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subjek penelitian atau responden.

f. Keyakinan

Keyakinan biasanya didapatkan secara turun temurun, baik

keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negatif tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu. Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam

keluarga juga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap

seseorang terhadap sesuatu.

g. Informasi

Kemudahan untuk memperoleh informasi dapat mempercepat

seseorang dalam memperoleh pengetahuan yang baru.


9

2. Pengertian Antibiotik

Antibiotik (L. anti = lawan, bios = hidup) adalah zat-zat kimia yang

dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau

menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia

relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang dibuat secara semi sintesis juga

termasuk kelompok ini, begitu pula semua senyawa sintesis dengan khasiat

antibakteri (Tjay & Rahardja, 2013).

3. Penggunaan Antibiotik

Penggunaan antibiotik yang tidak perlu atau berlebihan mendorong

berkembangnya resistensi dan multipel resisten terhadap bakteri tertentu

yang akan menyebar melalui infeksi silang. Terdapat hubungan antara

penggunaan atau kesalahan penggunaan antibiotik dengan timbulnya

resistensi bakteri penyebab infeksi. Resistensi tidak dapat dihilangkan,

tetapi dapat diperlambat melalui penggunaan antibiotik yang bijak. Hal

tersebut membutuhkan kebijakan dan program pengendalian antibiotik

yang efektif (Kemenkes, 2011c).

Menurut Junaidi (2012), akibat penggunaan antibiotik yang tidak

sesuai atau tidak rasional antara lain:

1. Timbulnya resistensi atau kekebalan pada kuman-kuman tertentu yang

sebelumnya peka.

2. Terjadi perubahan ekologi flora kuman, yaitu bertambahnya kuman

gram negatif yang resisten.

3. Terjadi super infeksi.

4. Terjadi berbagai reaksi yang tidak diinginkan seperti anafilaktik.


10

Ketidaktepatan penggunaan antibiotik terjadi dalam situasi klinis

yang sangat bervariasi meliputi pemberian antibiotik pada keadaan tanpa

adanya infeksi bakteri, pemilihan antibiotik yang salah atau tidak sesuai

diagnosis, dosis yang tidak tepat atau berlebihan, lama penggunaan

antibiotik yang tidak tepat, penggunaan obat antibiotik suntik yang

berlebihan pada penyakit yang dapat disembuhkan dengan obat yang

ditelan (oral), pengobatan sendiri oleh pasien dengan cara mengonsumsi

antibiotik yang seharusnya diresepken dokter, penggunaan antibiotik

berlebih untuk profilaksis (pencegahan) pada pembedahan bersih

khususnya pemberian antibiotik yang berlangsung lebih lama dari waktu

yang direkomendasikan yaitu kurang dari 24 jam pasca operasi (Andriyani,

2014).

Menurut Andriyani (2014), penggunaan antibiotik yang benar

sebagai pedoman para orangtua dalam memberikan antibiotik pada

anaknya adalah sebagai berikut:

a. Memberikan antibiotik pada anak hanya dengan resep dokter, yaitu

dengan dosis dan jangka waktu sesuai resep.

b. Menanyakan pada dokter, obat mana yang mengandung antibiotik.

c. Tidak menggunakan atau membeli antibiotik berdasarkan resep

sebelumnya, karena salah menggunakan antibiotik menyebabkan obat

tidak efektif lagi dan bahkan dapat menimbulkan resisten (kebal).

d. Pilek dan batuk tidak memerlukan antibiotik.


11

4. Golongan dan Jenis Antibiotik

Menurut Tjay dan Rahardja (2013), golongan dan jenis antibiotik

adalah sebagai berikut:

a. Beta Laktam

Antibiotik ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok

penisilin dan sefalosporin. Kedua kelompok antibiotik tersebut

memiliki rumus bangun serupa, keduanya memiliki cincin beta laktam.

Cincin ini merupakan syarat mutlak untuk khasiatnya, jika cincin ini

dibuka misalnya oleh enzim betalaktamase (penisilinase atau

sefalosporinase) maka zat menjadi inaktif. Cara kuman melindungi diri

dari antibotik beta laktam adalah pembentukan enzim beta laktamase.

Dinding sel kuman terdiri dari suatu jaringan peptidoglikan,

yaitu polimer dari senyawa amino dan gula yang saling terikat satu

dengan yang lain (croslinked) dan dengan demikian memberikan

kekuatan mekanis pada dinding. Penisilin dan sefalosporin menghalangi

sintesa lengkap dari polimer ini yang spesifik bagi kuman dan disebut

murein, apabila sel tumbuh dan plasma nya bertambah atau menyerap

air dengan jalan osmosis maka dinding sel yang tak sempurna itu akan

pecah dan bakteri musnah.

1) Penisilin

a) Penisilin G (Bicilline, Penidural, Retarpen)

Penisilin masih merupakan pilihan pertama pada infeksi

dengan kuman-kuman gram positif misalnya pneumokok: radang

paru-paru (pneumonia) dan radag otak (meningitis). Begitu pula


12

sebagai obat profilaksis terhadap penyakit tertentu antara lain

sifilis, gonore, endokarditis, poliarthritis reumatika. Fenoksimetil

penisilin (penisilin-V, Fenocin, Acipen-V, dan Ospen) memiliki

spektrum kerja yang dapat disamakan dengan penisilin-G, tetapi

terhadap kuman gram negatif (antara lain suku Neisseria dan basil

H. influenzae) 5-10 kali lebih lemah. Obat ini terutama digunakan

pada infeksi streptokok ringan sampai yang agak parah, antara

lain radang hulu kerongkongan/pharyngitis.

b) Ampisilin (Penbritin, Ultrapen, Binotal).

Penisilin broad spectrum ini tahan asam dan lebih luas

kerjanya meliputi banyak kuman gram negatif. Ampisilin efektif

terhadap E.coli, H. influenzae, Salmonella, dan beberapa suku

Proteus. Tidak aktif terhadap Pseudomonas, Klebsiella, dan

Enterococci. Obat ini banyak digunakan untuk mengatasi infeksi

antara lain dari saluran napas (bronkitis kronis), saluran cerna,

saluran kemih, telinga (otitis media), gonore, kulit, dan jaringan

bagian lunak /otot dan sebagainya.

c) Amoksisilin (Amoxillin, Flemoxin, Hiconcil, Augmentin)

Mempunyai aktivitas sama seperti ampisilin tetapi

distribusinya ke jaringan tubuh lebih baik, antara lain ke dalam air

liur penderita bronkitis kronis. Kadar bentuk aktifnya dalam

kemih jauh lebih tinggi daripada ampisilin (k.l. 70%) maka lebih

layak digunakan pada infeksi saluran kemih.


13

2) Sefalosporin

a) Sefaleksin (Keforal, Ospexin, Tepaxin)

Terutama digunakan pada infeksi saluran kemih dan

saluran napas. Tidak aktif terhadap kuman yang membentuk

sefalosporinase, yaitu genococci, H.influenzae, dan Pseudomonas.

Sefadroksil (Duricef) adalah derivat p-hidroksi dengan sifat dan

penggunaan sama dengan sefaleksin. Sefaklor (Ceclor) adalah

derivat klor dari sefaleksin yang aktif terhadap H.influenzae

terutama dianjurkan pada infeksi saluran napas dan pada radang

rongga gendang (otitis media). Sefradin (Velosef, Maxisporin)

bukan derivat tetapi struktur, khasiat, dan penggunaannya sangat

mirip sefaleksin. Lebih tahan terhadap laktamase dan dapat

digunakan sebagai injeksi.

b) Sefamandol (Darkokef, Mandol)

Senyawa mandelat dengan gugusan tetrazolyl-S (cincin-5

dengan 4 atom –N). Zat ini baru menjadi aktif setelah dalam

tubuh dihidrolisa menjadi sefamandol bebas, digunakan i.m dan

i.v pada berbagai infeksi. Sefaperazon (Cefobid) adalah senyawa

tetra-zolyl-S pula dan aktivitasnya lebih luas terhadap kuman

gram negatif, misalnya Pseudomonas digunakan pada gonore

sebagai injeksi i.m single dose 1000 mg. Sefamandol digunakan

terutama untuk pengobatan infeksi saluran kemih karena obat

sedikit diikat oleh protein plasma dan sebagian besar yaitu 5-85%

diekresikan melalui ginjal dalam bentuk tidak berubah.


14

c) Sefuroksim (Zinacef)

Berkhasiat terhadap kuman gram positif (H.influenzae,

Proteus sp, dan Klabsiella). Sefuroksim terutama digunakan pada

infeksi sedang sampai agak berat dari saluran napas bagian atas

dan gonore dengan kuman yang memproduksi laktamase.

Pembedahan digunakan parenteral bersama metronidazol sebagai

profilaktikum terhadap infeksi oleh kuman anaerob. Sefuroksim

digunakan pada infeksi sedang sampai agak berat.

d) Sefotaksim (Claforan)

Memiliki sifat anti laktamase dan anti kuman gram negatif

kuat kecuali pada Pseudomonas bersifat sedang. Sefotaksim

terutama digunakan pada infeksi dengan kuman gram negatif

antara lain pada gonore. Seftriakson (Rocephin) adalah juga

derivat thiazolyl dengan sifat anti laktamase dan anti kuman gram

negatif kuat kecuali pada Pseudomonas. Obat ini digunakan pada

gonore. Seftazidim (Fortum) adalah derivat thiazolyl pula yang

berkhasiat kuat terhadap Pseudomonas, digunakan pada infeksi

berat dengan kuman tersebut antara lain dari saluran kemih

dengan aminoglikosida. Seftazidim juga digunakan secara

profilaksis pada bedah prostat.

3) Antibiotik Laktam Lainnya

a) Aztreonam (Azactam)

Aztreonam bekerja terhadap kuman gram negatif aerob,

yaitu termasuk Pseudomonas, H.influenzae, dan genococci yang


15

resisten terhadap penisilinase. Khusus digunakan pada infeksi

saluran kemih. Dosis: infeksi saluran kemih 2-3 dd, 500-1000 mg

i.m/i.v, infeksi sistemis lain (antara lain Pseudomonas) 2-4 dd

1000-2000 mg. Gonore i.m single dose 1000 mg.

b) Imipenem (Tienam)

Imipenem adalah antibiotik betalaktam sintesis dari

kelompok karbapenem. Spektrum kerjanya luas meliputi banyak

kuman gram positif dan negatif termasuk Pseudomonas,

Enterococcus, Bacteriodes, dan kuman patogen anaerob. Tidak

aktif terhadap MRSA, Clostridium difficile, dan Chlamidya

trachomatys. Antibiotik ini digunakan terhadap banyak jenis

infeksi (saluran napas, kemih, tulang, sendi, kulit, dan bagian

lunak) terutama bila diperkirakan adanya bakteri gram negatif

multi resisten dan infeksi campuran oleh kuman aerob maupun

anaerob.

c) Meropenem (Meronem)

Meropenem adalah derivat karbapenem dengan khasiat

dan penggunaan yang sama, karena tahan terhadap enzim ginjal,

maka dapat digunakan tunggal tanpa tambahan cilastin.

Penetrasinya ke dalam semua jaringan baik, juga kedalam cairan

serebro spinalis maka juga efektif pada meningitis bacterial.

Meropenem mempunyai spektrum aktivitas yang lebar, tetapi

tidak aktif melawan beberapa strain Pseudomonas dan MRSA.

Meropenem diberikan melalui suntikan intravena.


16

b. Aminoglikosida

Aktivitasnya bakterisid berdasarkan dayanya untuk menembus

dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses

translasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosintesa proteinnya

dikacaukan (Ribosom adalah partikel-partikel kecil dalam protoplasma

yang kaya akan RNA, tempat terjadinya sintesa protein). Efek ini tidak

saja terjadi pada fase pertumbuhan, melainkan juga bila kuman tidak

membelah diri.

1) Streptomisin

Streptomisin diperoleh dari spesies Streptomyces griseus oleh

Waksman. Penggunaannya pada terapi tuberkulosis sebagai obat

pilihan utama sudah lama terdesak untuk obat-obat primer lainnya

berhubung toksisitasnya, hanya bila terdapat resistensi atau

intoleransi bagi obat-obat tersebut, streptomisin masih digunakan.

Dosis: tbc, i.m tergantung dari usia selama maksimal 2 bulan, selalu

dikombinasi dengan obat-obat lain, juga digunakan untuk sampar

(pest/plague, disebabkan oleh Yersinia pestis).

2) Gentamisin (Garamycin, Gentamerck)

Gentamisin adalah antibiotik yang berkhasiat terhadap

Pseudomonas, Proteus dan stafilokokus yang resisten terhadap

penisilin dan metisilin (MRSA). Obat ini sering digunakan pada

infeksi dengan kuman-kuman tersebut, juga sering kali dikombinasi

dengan suatu sefalosporin generasi ketiga. Tidak aktif terhadap

Mycobacterium, Streptococcus dan kuman anaerob. Dosis: i.m/i.v 3-


17

5mg/kg/hari dalam 2-3 dosis (garam sulfat). Krem 0,1% salep mata

dan tetes mata 0,3% 4-6 dd 1-2 tetes.

3) Amikasin (Amikin, Amukin)

Memiliki spektrum kerja terluas dari semua aminoglikosida

termasuk terhadap Pseudomonas paling kuat, tetapi terhadap basil

gram negatif lainnya dua sampai tiga kali lebih lemah (kecuali

Mycobacterium). Amikasin juga aktif terhadap suku-suku yang

resisten untuk gentamisin dan tobramisin. Zat ini terutama digunakan

untuk terapi singkat pada infeksi yang resisten terhadap

aminoglikosida lain. Distribusinya ke organ dan cairan tubuh baik,

kecuali ke cairan serebro spinalis, tetapi bila selaput otak meradang

(meningitis), kadarnya dalam cairan serebro spinalis dapat mencapai

50%. Dosis: i.m/i.v 15 mg/kg/hari. Ekskresinya lewat kemih untuk

lebih dari 94% dalam keadaan utuh.

4) Neomisin (Neobiotic, Ostoporin, Nebacetin)

Zat ini berkhasiat lebih kuat daripada semua aminoglikosida

terhadap kuman usus, sedangkan resorpsinya hanya 3%. Tidak

digunakan secara parenteral karena toksisitasnya yang terkuat dari

semua aminoglikosida khususnya ketulian ireversibel. Hanya

digunakan per oral untuk sterilisasi usus pra bedah. Penggunaan lain

adalah pada hiperlipidemia untuk menurunkan kolesterol LDL. Efek

ini berdasarkan pengikatan asam folat di usus halus yang

menyebabkan berkurangnya absorpsi kolesterol. Selain itu, zat ini

banyak digunakan secara topikal pada konjungtivitis dan otitis media


18

dikombinasi dengan antibiotik lain untuk memperlambat timbulnya

resistensi dan memperluas daya kerjanya.

5) Paromomisin (Gabbroral, Humatin)

Praktis tidak diabsorpsi oleh usus, maka hanya digunakan

secara oral pada infeksi usus (antara lain disentri amuba), juga untuk

mensterilkan usus sebelum pembedahan. Dosis: disentri amuba oral

35 mg/kg/hari dalam 3 dosis selama 5-10 hari.

c. Tetrasiklin

Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein

kuman. Berhubung kegiatan antibakterinya yang luas, tetrasiklin lama

sekali merupakan obat terpilih untuk banyak infeksi akibat bermacam-

macam kuman terutama infeksi campuran karena perkembangan

resistensi dan efek sampingnya pada penggunaan selama kehamilan

dan pada anak kecil, maka dewasa ini hanya dicadangkan untuk infeksi

tertentu dan bila terdapat intoleransi bagi antibiotika pilihan pertama.

1) Tetrasiklin (TC, Achromycin, Hostacycline, Steclin)

Selain pada infeksi saluran napas dan acne, tetrasiklin juga

digunakan pada infeksi saluran kemih berhubung kadarnya yang

tinggi dalam kemih (sampai 60%), pada eradikasi Helicobacter

pylori (pembangkit borok, usus/lambung), tetrasiklin merupakan

salah satu obatnya bersama obat-obat lain bismutsitrat, metronidazol,

dan omeprazol. Tetrasiklin juga digunakan pada disentri basiler,

tetapi pada disentri amuba bukan merupakan pilihan pertama.

Dosis infeksi umumnya 4 dd 250-500 mg 1 jam a.c atau 2 jam p.c.


19

Oksitetrasiklin (OTC, Terramycin) adalah derivat oksi dengan sifat

dan penggunaan yang sama. Dosis infeksi umum 4 dd 250-500 mg

(garam HCl/fosfat) 1 jam a.c atau 2 jam p.c Infeksi Chlamidya: 4 dd

500 mg selama 7 hari, acne 3-4 dd 250 mg selama 1 bulan.

2) Doksisiklin (Vibramycin, Dumoxin, Doxin, Siclidon)

Derivat long acting ini berkhasiat bakteriostatis terhadap

banyak kuman yang resisten untuk TC atau penisilin. Doksisiklin

dapat menimbulkan borok kerongkongan bila ditelan pada keadaan

berbaring atau dengan terlampau sedikit air.

Dosis: infeksi umum dimulai 200 mg, kemudian 1dd 100 mg

(garam hyclate/HCl) selama 7-10 hari. Anak-anak semula 4 mg/kg,

lalu 2mg/kg/hari. Gonore, Chlamidya: 2dd 100 mg selama 7 hari.

Sifilis: 1 dd 200 mg selama 15-30 hari atau 300 mg/hari selama 10

hari.

3) Minosiklin (Minocin)

Bersifat lipofil, maka penetrasinya kedalam cairan serebro

spinalis baik, juga kedalam liur dan kulit maka dianjurkan pada

meningitis, bronkitis kronis, dan acne. Lebih sering menunjukkan

efek samping mual dan muntah juga gangguan vestibuler (organ

keseimbangan) dengan gejala pusing tujuh keliling. Dosis infeksi

umum: semula 200 mg, kemudian 1dd 100 mg selama 5-10 hari,

gonore: semula 200 mg, lalu 2dd 100 mg selama 4-6 hari. Acne: 1 dd

100 mg. Resorpsinya hampir lengkap di usus, sifatnya mirip dengan

doksisiklin.
20

d. Polipeptida

Kelompok ini terdiri dari polimiksin B, polimiksin E dan

gramisidin yang bercirikan struktur polipeptida siklis dengan gugusan

amino bebas. Khasiat bakterisidnya berdasarkan aktivitas permukaan

dan kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel bakteri

sehingga permeabilitas sel meningkat dan akhirnya sel meletus.

Polimiksin hanya aktif terhadap kuman gram negatif termasuk

Pseudomonas, sedangkan basitrasin dan gramisidin terutama aktif

terhadap kuman gram positif.

1) Polimiksin B (Ostoporin, Maxitol)

Polimiksin diperoleh dari Bacillus polymixa dan seringkali

dikombinasi dengan tetrasiklin, neomisin, dan basitrasin dalam salep

(0,2%), tetes telinga atau mata.

2) Basitrasin (Nebacetin)

Basitrasin nefrotoksis pada penggunaan parenteral, maka

khusus digunakan sebagai salep atau tetes mata, biasanya bersamaan

dengan neomisin atau bersama dengan polimiksin untuk memperluas

spektrum kerjanya juga bersama hidrokortison.

3) Gramisidin (Sofradex, Topifram)

Gramisidin dihasilkan oleh Bacillus brevis, hanya

digunakan secara topikal (salep dan tablet isap) karena terlalu

toksis untuk penggunaan sistemis. Sofradex adalah tetes mata

dengan gramisidin 0,05 mg + framycetyn sulfat 5 mg/ml.

Topifram merupakan krem dengan gramisidin 2,5 mg + fenil


21

e. Makrolida

Kelompok antibiotik makrolida terdiri dari eritromisin dengan

derivatnya klaritromisin, roksitromisin, azitromisin, dan diritromisin.

Spiramisin dianggap termasuk kelompok ini karena rumus bangunnya

yang serupa yaitu cincin lakton besar (makro) padamana terikat turunan

gula. Makrolida aktif terhadap bakteri gram positif, tetapi juga dapat

menghambat beberapa Enterococcus dan basil gram positif. Sebagian

besar gram negatif aerob resisten terhadap makrolida, namun

azitromisin dapat menghambat Salmonela. Mekanisme kerjanya adalah

melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman sehingga sintesa

proteinnya dirintangi. Makrolida mempengaruhi sintesis protein bakteri

dengan cara berikatan dengan subunit 50s ribosom bakteri sehingga

menghambat translokasi peptida.

1) Eritromisin (Erythrocin, Eric)

Bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri gram positif.

Eritromisin merupakan obat pilihan pertama pada khususnya infeksi

paru-paru dengan Legionella pneumophila (penyakit veteran) dan

Mycoplasma pneumoniae (radang paru). Eritromisin (Erythrocin,

Eryc) pada infeksi usus dengan Campylobacter jejuni. Infeksi lain

(saluran napas dan kulit) khusus digunakan sebagai pilihan kedua

bilamana terdapat resistensi atau hipersensitivitas untuk penisilin.

Indikasi tertentu seperti bacteremia (sepsis) serta endocarditis dan

pada pasien dengan granulocytopenia (daya tangkis berkurang) atau

usia lanjut sebaiknya digunakan antibiotik bakterisid.


22

2) Azitromisin (Zithromax)

Azitromisin dianjurkan pada infeksi saluran napas, kulit, otot,

infeksi saluran kemih, dan juga pada infeksi dengan Mycobacterium

avium pada pasien HIV. Dewasa ini digunakan pada penyakit

Trachoma, suatu penyakit mata (terutama pada anak-anak) akibat

infeksi oleh Chlamidya trachomatis yang merupakan sebab utama

kebutaan diseluruh dunia. Selain itu Chlamidya juga seringkali

mengakibatkan bersamaan timbulnya suatu penyakit kelamin yaitu

gonore.

3) Klaritromisin (Abotic)

Klaritromisin adalah derivat 6-O-metil yang sama efektivitas

nya dengan eritromisin pada infeksi saluran napas bawah dengan

Legionella. Sering digunakan sebagai unsur ketiga dalam triple

terapi untuk memberantas Helicobacter pylori, bersama protont

pump inhibitor dan metronidazol. Obat ini bekerja dengan cara

menghentikan perkembangbiakan bakteri.

f. Sulfonamid

Sulfonamid merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus

dasar yang sama yaitu H2N-C6H4-SO2NHR dan R adalah pelbagai

macam substituen. Mekanisme kerjanya berdasarkan pencegahan

sintesis (dihidro) folat dalam kuman dengan cara antagonisme saingan

dengan PABA atau Para Amino Benzoic Acid. Secara kimiawi

sulfonamid merupakan analog-analog dari asam para amino benzoat

(PABA, H2N-C6H4-COOH). Banyak jenis bakteri membutuhkan


asam
23

folat untuk membangun asam intinya DNA dan RNA. Asam ini

dibentuk dari bahan pangkal PABA (Para Amino Benzoic Acid) yang

terdapat dimana-mana dalam tubuh manusia. Bakteri keliru

menggunakan sulfa sebagai bahan untuk mensintesa asam folatnya

sehingga DNA/RNA tidak terbentuk lagi dan pertumbuhan bakteri

terhenti.

1) Kotrimoksazol (Bactrim, Septrim)

Kombinasi ini terdiri dari Sulfametoksazol dan trimetoprim

dalam perbandingan 5:1 bersifat bakterisid. Banyak digunakan untuk

berbagai penyakit infeksi antara lain pada infeksi saluran kemih

(E.coli, Enterobacter), alat kelamin (prostatitis), saluran cerna

(salmonellosis), dan pernapasan (bronkitis). Kotrimoksazol dalam

dosis tinggi juga digunakan untuk pengobatan dan pencegahan

radang paru-paru (pneumocystis carinii pneumonii) pada penderita

AIDS.

2) Sulfadiazin (Triacef, Temasud)

Kadar obat pada cairan tubuh paling tinggi dan seringkali

digunakan pada meningitis. Kombinasi dengan primetamin

digunakan terhadap infeksi dengan Toxoplasma gondii.

3) Sulfadoksin (Fansidar)

Zat ini khusus digunakan dalam kombinasi dengan obat

antiprotozoa pirimetamin pada terapi dan profilaksis malaria tropika

yang resisten
yang resistenterhadap
terhadapklorokuin,
klorokuin, juga
juga padatoxoplasmosis
toxoplasmosisyaitu suatu

infeksi protozoon Toxoplasma gondii.


24

4) Sulfametizol (Uro Nebacetin)

Daya larutnya dalam urin (asam) baik. Berhubung eksresinya

cepat sekali zat ini menghasilkan kadar tinggi dalam kemih dan

sering digunakan untuk radang kandung kemih. Sebaliknya kadar

dalam darah dan jaringan sangat rendah. Sulfametizol memiliki

persentase resistensi yang agak tinggi.

g. Kuinolon

Senyawa kuinolon sangat efektif sebagai pengobatan per oral

dari berbagai penyakit infeksi oleh kuman gram negatif yang semula

hanya dapat diatasi melalui pengobatan parenteral. Senyawa kuinolon

berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan inhibisi dua enzim bakteri

(topo-isomerase) yakni DNA gyrase dan topo isomerase IV sehingga

sintesa DNA terganggu. DNA gyrase adalah enzim yang mengkompres

DNA bakteri sehingga dapat diinkorporasi dalam sel bakteri, sedangkan

topoisomerase diperlukan bagi struktur ruang DNA. Kedua proses itu

dihambat oleh kuinolon. Enzim tersebut hanya terdapat pada kuman

dan tidak pada sel dari organisme lebih tinggi sehingga sintesis DNA

manusia tidak dihambat. Hal yang sama juga berlaku pada sulfonamida

dan antibiotik beta laktam.

1) Asam Nalidiksinat (Negram, Urineg)

Berkhasiat bakterisid terhadap terutama bakteri gram negatif

termasuk E.coli, Proteus, dan Klebsiella. Penggunaannya terhadap

infeksi saluran kemih


infeksi saluran kemih tanpa
tanpakomplikasi
komplikasidewasa
dewasaini
initidak
tidakdian
dianjurkan

lagi dan disejumlah negara barat peredarannya sudah dihentikan.


25

2) Norfloksasin (Lexinor, Neroxin)

Merupakan obat pertama dari fluorkuinolon generasi ketiga.

Selain berkhasiat terhadap infeksi saluran kemih, juga efektif

penggunaannya pada gonore, saluran cerna (gastro enteritis), dan

infeksi mata. Tidak berkhasiat terhadap bakteri anaerob.

3) Siprofloksasin (Ciproxin)

Menghasilkan kadar darah/jaringan dan plasma t1/2 yang lebih

tinggi. Penggunaan sistemisnya lebih luas meliputi infeksi saluran

kemih berkomplikasi, infeksi saluran napas bila disebabkan oleh

Pseudomonas aeroginosa, infeksi saluran cerna, jaringan lunak,

kulit, dan gonore.

4) Ofloksasin (Tarivid)

Zat ini dapat digunakan untuk infeksi saluran kemih,

prostatitis, infeksi pernapasan, gonore, infeksi mata, juga sebagai

obat tuberkulosis sekunder. Levofloksasin (Tavanic) adalah isomer

levo dengan sifat yang sama, hanya spektrum kerjanya terhadap

kuman gram positif sedikit lebih luas, t1/2 nya 6-8 jam. Efek

sampingnya lebih ringan.

5. Resistensi Antibiotik

Menurut Gunawan (2009), tentang resistensi antibiotik adalah

sebagai berikut:

a. Mekanisme Resistensi

Secara garis besar kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu

antimikroba melalui tiga mekanisme sebagai berikut:


26

1) Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba.

Kuman gram negatif, molekul antimikroba yang kecil dan polar

dapat menembus dinding luar dan masuk ke dalam sel melalui

lubang-lubang kecil yang disebut porin apabila porin menghilang

atau mengalami mutasi maka masuknya antimikroba ini akan

terhambat. Mekanisme lain ialah kuman mengurangi mekanisme

transport aktif yang memasukan antimikroba kedalam sel (misalnya

gentamisin). Mekanisme lain lagi ialah mikroba mengaktifkan

pompa efluks untuk membuang keluar antimikroba yang ada dalam

sel misaalnya pada tetrasiklin.

2) Inaktivasi obat. Mekanisme ini sering mengakibatkan terjadinya

resistensi terhadap golongan aminoglikosida dan beta laktam karena

mikroba mampu membuat enzim yang merusak kedua golongan

antimikroba tersebut.

3) Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antimikroba.

Mekanisme ini terlihat pada S. aureus yang resisten terhadap

metisilin (MRSA). Kuman ini mengubah Penicillin Binding Protein

(PBP) sehingga afinitasnya menurun terhadap metisilin dan

antibiotik beta laktam yang lain.

b. Perpindahan Resistensi

Penyebaran resistensi pada mikroba dapat terjadi secara

vertikal (diturunkan ke generasi berikutnya) atau yang lebih sering

terjadi ialah
terjadisecara
ialahhorizontal dari suatudari
secara horizontal sel suatu
donor,sel
dilihat daridilihat
donor, segi bdari

segi bagaimana resistensi dipindahkan maka dibedakan empat

cara, yaitu:
27

1) Mutasi

Proses ini terjadi secara spontan, acak, dan tidak tergantung

dari ada atau tidaknya paparan terhadap antimikroba. Mutasi terjadi

akibat perubahan pada gen mikroba mengubah binding site

antimikroba, protein transport, dan protein yang mengaktifkan obat.

2) Transduksi

Transduksi adalah kejadian dimana suatu mikroba menjadi

resisten karena mendapat DNA dari bakteriofag (virus yang

menyerang bakteri) yang membawa DNA dari kuman lain yang

memiliki gen resisten tehadap antibiotik tertentu. Mikroba yang

sering mentransfer resisten dengan cara ini ialah S.aureus.

3) Transformasi

Transfer resistensi terjadi karena mikroba mengambil DNA

bebas yang membawa sifat resisten dari sekitarnya. Transformasi

sering menjadi cara transfer resistensi terhadap penisilin pada

pneumokokus dan Neisseria.

4) Konjugasi

Transfer yang resisten disisni terjadi langsung antara dua

mikroba dengan suatu “jembatan” yang disebut pilus seks.

Konjugasi adalah mekanisme transfer resistensi yang sangat

penting dan dapat terjadi antara kuman yang spesiesnya berbeda.

Transfer ini
ini dikode
dikodeoleh
olehplasmid.
plasmid.Transfer
Transferresistensi dengan
resistensi cara
dengan cara

konjugasi lazim terjadi antar kuman gram negatif misalnya E.coli.


28

c. Faktor-Faktor yang Memudahkan Berkembangnya Resistensi di

Klinik

1) Penggunaan antimikroba yang sering. Terlepas dari penggunaannya

yang rasional atau tidak, antimikroba yang sering digunakan

biasanya akan berkurang efektivitasnya, karena itu penggunaan

antimikroba yang irasional harus dikurangi sedapat mungkin.

2) Penggunaan antimikroba yang irasional. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa penggunaan antimikroba yang irasional

seperti suatu keadaan penyakit yang tidak membutuhkan terapi

antimikroba, hal ini merupakan faktor penting yang memudahkan

resistensi kuman.

3) Penggunaan antimikroba baru yang berlebihan. Beberapa contoh

antimikroba yang relatif cepat kehilangan efektivitasnya setelah

dipasarkan karena masalah resistensi ialah siprofloksasin dan

kotrimoksazol.

4) Penggunaan antimikroba untuk jangka waktu yang lama.

Pemberian antimikroba dalam waktu lama memberi kesempatan

bertumbuhnya kuman yang lebih resisten (first step mutant).

5) Penggunaan antimikroba untuk ternak. Kurang lebih separuh dari

produksi antibiotik di dunia digunakan untuk suplemen pakan

ternak. Kadar antibiotik yang rendah pada ternak memudahkan

tumbuhnya kuman-kuman resisten. Beberapa contoh kuman yang

di dugamenjadi
diduga menjadiresisten
resistendengan
dengan cara
cara iniini ialah
ialah VREVRE (vancomycin
(vancomycin-r

resistant enterococo), Campylobacter, dan Salmonella spp.


29

6) Lain-lain. Faktor lain yang berperan terhadap berkembangnya

resistensi ialah kemudahan transportasi modern, sanitasi buruk, dan

kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat.

B. Tinjauan Umum Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Neolaka & Neolaka,

2017).

Objek pendidikan ada dua, yaitu objek materi dan objek formal. Objek

materi adalah materinya/bendanya yang dikenal pendidikan, yaitu peserta

didik dan warga belajar. Objek formal adalah apa yang dibentuk oleh

pendidikan, yaitu gejala yang tampak, dirasakan, dihayati, dan diekspresikan

dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik atau warga belajar (Neolaka &

Neolaka, 2017).

Kegiatan pendidikan bisa berupa bimbingan atau pengajaran. Tujuan

pendidikan merupakan perpaduan tujuan-tujuan yang bersifat pengembangan

kemampuan-kemampuan individu secara optimal dengan tujuan-tujuan yang

bersifat sosial untuk dapat memainkan perannya sebagai warga dalam

berbagai lingkungan dan kelompok sosial (Kadir, 2012).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2010, bentuk dan

jenis pendidikan formal adalah sebagai berikut:


30

1. Pendididikan Dasar

Pendidikan dasar berbentuk SD, MI, atau bentuk lain yang

sederajat terdiri atas 6 (enam) tingkatan kelas, yaitu kelas 1 (satu), kelas 2

(dua), kelas 3 (tiga), kelas 4 (empat), kelas 5 (lima), dan kelas 6 (enam)

serta SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas 3 (tiga)

tingkatan kelas, yaitu kelas 7 (tujuh), kelas 8 (delapan), dan kelas 9

(sembilan).

2. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah berbentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau

bentuk lain yang sederajat yaitu SMA dan MA terdiri atas 3 (tiga)

tingkatan kelas, yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12

(dua belas). SMK dan MAK dapat terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas,

yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12 (dua belas), atau

terdiri atas 4 (empat) tingkatan kelas yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11

(sebelas), kelas 12 (dua belas), dan kelas 13 (tiga belas) sesuai dengan

tuntutan dunia kerja.

3. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi,

institut, atau universitas. Pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan

program diploma pada pendidikan vokasi, sarjana, magister, doktor pada

pendidikan akademik, spesialis dan/atau profesi pada pendidikan profesi.

Kurikulum tingkat pendidikan untuk setiap program studi di perguruan

tinggi dikembangkan dan ditetapkan dengan mengacu standar nasional

pendidikan.
31

C. Tinjauan Umum Pekerjaan

Secara umum masyarakat melakukan pembedaan terhadap pekerjaan,

sektor formal dan sektor informal. Garis besar pembedaan kedua sektor ini

berdasarkan pada ciri pekerjaan yang dilakukan beserta pola pengerahan

tenaga kerja, unit produksi yang melakukan pekerjaan tersebut, dan hubungan

kerja eksternal. Secara kasar sektor formal adalah sektor dimana pekerjaan

berdasarkan atas kontrak kerja yang jelas dan pengupahan dilakukan secara

tetap atau kurang lebih permanen. Sementara itu, sektor informal adalah

sektor dimana pekerjaan tidak berdasarkan kontrak kerja yang jelas bahkan

seringkali bekerja untuk dirinya sendiri, penghasilan sifatnya tidak tetap dan

tidak permanen (Muryanti, 2012).

Sering disebutkan bahwa sektor formal adalah sektor yang susah

dimasuki (dalam arti menuntut berbagai persyaratan ketat), sedangkan sektor

informal mudah dimasuki karena tidak membutuhkan persyaratan ketat. Unit

produksi yang digolongkan dalam sektor formal biasanya bermodal besar

(seringkali asing), pemilikan usaha seringkali berupa korporasi (jadi bukan

hanya individu saja), berskala besar, berteknologi tinggi dan beroperasi di

pasar internasional sedangkan sektor informal mempunyai unit produksi yang

bermodal lokal atau dalam negeri yang relatif kecil, pemilikan oleh satu

individu atau keluarga, padat karya dengan teknologi madya dan umumnya

beroperasi di pasar lokal (Muryanti, 2012).

Pekerjaan formal pada umumnya gaji dari negara, gaji dari

swasta dan mendapatkan tunjangan pensiun. Sementara pekerjaan

informal tidak mendapatkan fasilitas gaji seperti itu. Kegiatan-

kegiatan yang tergolong


32

sektor pekerjaan informal adalah primer dan sekunder (pertanian, perkebunan

yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan dan kegiatan yang berhubungan

dengannya, pengrajin, usaha sendiri, pembuat sepatu, penjahit, pengusaha bir

dan alkohol, pengrajin, pengusaha makanan, dan lain-lain), usaha tersier

modal besar (perumahan, transportasi, sewa menyewa, usaha-usaha untuk

kepentingan umum, spekulasi barang-barang dagangan, dan lain-lain),

distribusi kecil-kecilan (pedagang pasar, pedagang kelontong, keliling, kaki

lima, agen atas komisi, penyalur, dan lain-lain), jasa (tukang cukur, loundry,

perantara, dan lain-lain), serta pekerja rumah tangga (Muryanti, 2012).

D. Tinjauan Umum Usia

Usia atau umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu

keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati.

Misalnya manusia umurnya tiga belas tahun mulai dia dilahirkan hingga

waktu itu diukur (Darmanto dkk, 2018).

Bertambahnya usia seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis

dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat

kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya

ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan

fungsi organ. Aspek psikologis dan mental taraf berpikir sesorang semakin

matang dan dewasa (Mubarak, 2007).

Menurut Jahja (2011), proses perkembangan individu manusia melalui

beberapa fase yang secara kronologis dapat diperkirakan batas waktunya

sebagai berikut:
33

1. Permulaan kehidupan.

2. Fase prenatal.

3. Proses kelahiran (± 0-9 bulan).

4. Masa bayi/anak kecil (±0-1 tahun).

5. Masa kanak-kanak (±1-5 tahun).

6. Masa anak-anak (±5-12 tahun).

7. Masa remaja (±12-18 tahun).

8. Masa dewasa awal (±18-25 tahun).

9. Masa dewasa (±25-45 tahun).

10. Masa dewasa akhir (±45-60 tahun).

11. Masa akhir kehidupan (±60 tahun keatas).

Menurut Sudirjo dan Alif (2018), membagi masa dewasa menjadi tiga

bagian yaitu:

1. Masa Dewasa Awal (Masa Dewasa Dini/Young Adult)

Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata

adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang

sempurna atau telah menjadi dewasa. Masa dewasa awal dimulai pada

umur 18 tahun – 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis

yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Masa dewasa awal

adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa

yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi

sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai,

kreativitas, dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Siklus hidup

manusia pasti mengalami perkembangan dari segi fisik maupun psikologis.


34

Masa dewasa awal motivasi untuk meraih sesuatu yang sangat

besar didukung oleh kekuatan fisik yang prima sehingga ada stereotipe

yang mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa dimana kekuatan

fisik daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan suatu masalah. Ciri-ciri

fisik dewasa awal yaitu efisiensi fisik mencapai puncaknya, terutama pada

usia 23-27 tahun, kemampuan reproduktif mereka berada di tingkat yang

paling tinggi, kekuatan tenaga dan motorik mencapai puncak, kesehatan

fisik berada pada keadaan baik.

2. Masa Dewasa Madya (Middle Adulthood)

Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur 41-60 tahun. Ciri-

cirinya yang menyangkut pribadi dan sosial yaitu masa dewasa madya

merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri

jasmani dan perilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar

dibandingkan dengan masa sebelumnya.

3. Masa Dewasa Lanjut (Masa Tua/Older Adult)

Masa lanjut usia merupakan masa lanjutan (60 tahun ke atas). Saat

individu memasuki masa ini, mulai terlihat gejala penurunan fisik dan

psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak motorik,

pencarian makna hidup selanjutnya. Banyak stereotip positif dan negatif

yang mampu mempengaruhi kepribadian lansia. Kecepatan memproses

informasi mengalami penurunan, ada beberapa bukti bahwa orang-orang

dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah

disimpan
disimpan dalam ingatnnya.
ingatannya.Meskipun
Meskipunkecepatan
kecepatan tersebut
tersebut pe perlahan-lahan

menurun, namun terdapat variasi individual didalam kecakapan ini.


35

Kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses

penuaan organisme secara umum, kebanyakan kemampuan seseorang

secara terus menerus mengalami penurunan, hal ini juga berlaku pada

seorang lansia. Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya

merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, disebabkan beberapa

faktor seperti penyakit, kecemasan atau depresi. Tetapi kemampuan

intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat dipertahankan.

Ciri-ciri fisik lansia yaitu kekuatan fisik dan motorik sangat kurang,

kadang-kadang ada sebagian fungsi organ tubuhnya tidak dapat

dipertahankan lagi, sejumlah neuron dan unit-unit sel dasar dari sistem

saraf menghilang, kesehatan rata-rata sangat menurun sehingga sering

sakit-sakitan, gigi menjadi tanggal, bola mata menyusut, perubahan pada

kulit, dan tulang-tulang menjadi rapuh.


36

E. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang Tingkat


mempengaruhi Pengetahuan Baik
pengetahuan: Penggunaan
Pendidikan Antibiotik
Pekerjaan Kurang Baik
Usia

Penggunaan antibiotik
yang tidak tepat oleh
pasien atau kesalahan
Pengalaman
penggunaan
Fasilitas
Keyakinan
Informasi

Resistensi

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Notoatmodjo (2003)

Keterangan : diteliti

tidak diteliti
37

F. Keragka Konsep

Pendidikan
n
Tingkat pengetahuan
Pekerjaan
penggunaan antibiotik

Usia
Variabel dependen
Variabel independen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

G. Definisi Operasional

1. Pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir responden.

Skala : Ordinal

Alat ukur : Kuesioner

Kriteria objektif : Tinggi, apabila SMA/PT.

Rendah, apabila SD/SMP.

2. Pekerjaan adalah aktivitas mata pencaharian responden.

Skala : Nominal

Alat ukur : Kuesioner

Kriteria objektif : Formal, apabila PNS, Swasta.

Informal, apabila buruh, petani, nelayan,

wiraswasta, ibu rumah tangga

3. Usia adalah total lama waktu hidup responden.

Skala : Ordinal

Alat ukur : Kuesioner


38

Kriteria objektif : Dewasa, apabila berusia 18-60 tahun.

Lansia, apabila berusia > 60 tahun.

4. Tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik adalah tingkat pemahaman

responden mengenai pemahaman umum tentang penggunaan antibiotik

dan pemahaman umum tentang antibiotik itu sendiri.

Skala : Ordinal

Alat ukur : Kuesioner

Kriteria Objektif : Baik, apabila responden menjawab benar ≥ 8 dari 14

Soal.

Kurang baik, apabila responden menjawab benar < 8

dari 14 soal.

H. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada hubungan antara pendidikan, pekerjaan, dan usia dengan

tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota

Sorong.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan antara pendidikan, pekerjaan, dan usia dengan

tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota

Sorong.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain

cross-sectional study. Penelitian cross-sectional study adalah penelitian yang

melakukan determinasi terhadap paparan (exposure) dan hasil (disease

outcome) secara simultan pada setiap subyek penelitian (Swarjana, 2015).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yaitu di Puskesmas Remu Kota Sorong. Penelitian

dilakukan pada tanggal 24 Januari - 22 Februari 2019.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu pasien yang mendapatkan resep

antibiotik dengan jumlah rata-rata resep yang mengandung antibiotik pada

bulan Oktober, November, Desember tahun 2018 yaitu sebesar 174.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang mendapatkan resep

antibiotik pada saat dilakukan penelitian dengan kriteria inklusi.

a. Kriteria Inklusi :

1) Pasien yang berusia 18 tahun ke atas.

39
40

b. Kriteria eksklusi

1) Pasien yang menolak atau tidak bersedia menjadi responden.

2) Pasien yang tidak bisa membaca dan menulis.

Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan

rumus Slovin (Suharsaputra, 2012).

N
n = 1 + Ne2

174
n = 1 + 174 (0,052)

174
n = 1 + 174 (0,0025)

n = 121 responden

Keterangan: n (sampel minimal), N (Populasi), e (toleransi kesalahan

yang akan diambil oleh peneliti)

D. Teknik Sampling

Sampel diperoleh dengan metode accidental sampling. Accidental

sampling yaitu dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang

kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat sesuai dengan konteks penelitian

(Notoatmodjo, 2010b).
41

E. Instrumen Penelitian

Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner di adopsi dari Larasari (2015).

F. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung dengan

menggunakan kuesioner. Data primer dikumpulkan dengan cara

membagikan kuesioner kepada responden dilakukan untuk mengukur

tingkat pengetahuan pasien tentang penggunaan antibiotik dan untuk

memperoleh data karakteristik responden (jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, dan usia).

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah profil Puskesmas Remu Kota Sorong serta

data yang menunjang penelitian.

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Langkah-langkah yang digunakan dalam pengolahan data yaitu:

a. Editing (pengeditan data), yaitu melihat apakah data yang diolah

tersebut sudah lengkap.

b. Coding, yaitu melakukan pengkodean sehingga mempermudah dalam

pengelompokkan data.

c.c. Entry,
Entry, yaitu
yaitu data
data yang
yang telah
telah di
di coding
coding selanjutnya
selanjutnya dimasukkan
dimasukkan kedalam

program komputer.
42

d. Cleaning, yaitu pengecekkan kembali data yang sudah di entry apakah

ada kesalahan atau tidak.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian

(Notoatmodjo, 2010b). Analisis univariat dalam penelitian ini

digunakan untuk menjelaskan distribusi frekuensi dan persentase

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, usia, dan tingkat pengetahuan

penggunaan antibiotik.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010b). Analisis

bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi square untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel independen

(pendidikan, pekerjaan, usia) dengan variabel dependen (tingkat

pengetahuan penggunaan antibiotik).

Jika p value ≤ α 0,05 maka Ho ditolak, Ha diterima artinya

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen. Jika p value > α 0,05 maka Ho diterima,

Ha ditolak artinya dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen.


43

H. Penyajian Data

Penyajian data yang digunakan adalah berupa tabel berisi distribusi

frekuensi dan persentase pendidikan, pekerjaan, usia, dan tingkat pengetahuan

penggunaan antibiotik dan tabel silang (crosstab) antara variabel independen

(pendidikan, pekerjaan, usia) dengan variabel dependen (tingkat pengetahuan

penggunaan antibiotik) disertai dengan penjelasan singkat.

I. Etika Penelitian

1. Informed consent, yaitu surat persetujuan bahwa pasien bersedia menjadi

responden atau tidak.

2. Anonymity, yaitu kerahasiaan identitas responden harus di jaga, oleh

karena itu tidak boleh mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data.

3. Confidentiality, yaitu kerahasiaan informasi responden dijamin oleh

peneliti karena hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau

dilaporkan sebagai hasil penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Demografi Penelitian

Puskesmas Remu adalah puskesmas rawat jalan yang berada di

kelurahan Remu Selatan distrik Sorong Manoi. Puskesmas Remu dibatasi

oleh sebelah utara berbatasan dengan distrik Sorong Utara, sebelah selatan

berbatasan dengan distrik Sorong Kepulauan, sebelah barat berbatasan

dengan distrik Sorong Barat, sebelah timur berbatasan dengan distrik Sorong

Timur. Puskesmas Remu dibangun pada tahun 1957 di pakai pada tahun 1958

pada saat itu Puskesmas Remu diberi nama Puskesmas Raja Ampat. Tahun

1982 Puskesmas Raja Ampat berganti nama menjadi Puskesmas Remu.

Secara administratif Puskesmas Remu melayani masyarakat yang ada

di 2 angka (dua) distrik yang meliputi 4 (empat) kelurahan sebagai berikut,

distrik Sorong Manoi terdapat dua kelurahan yaitu kelurahan Remu Selatan

dan kelurahan Klasabi, distrik Sorong Timur terdapat dua kelurahan yaitu

kelurahan Klawalu dan kelurahan Klamana.

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Remu pada tahun 2016

adalah 36.601 jiwa. Suku yang terbanyak adalah Papua dan yang lainnya

adalah Sulawesi, Maluku, Sumatera dan Jawa. Mayoritas penduduk bekerja

sebagai nelayan, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, petani, dan buruh.

Luas wilayah kerja Puskesmas Remu adalah 105,9 km 2 dengan jumlah

penduduk tahun 2016 sebanyak 36.601 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk

346/km2. Jumlah kepala keluarga sebanyak 7.111 dengan rata-rata 5,1/KK.

44
45

B. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di
Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


1. Laki-laki 57 47,1
2. Perempuan 64 52,9
Total 121 100

Tabel 4.1 menunjukkan responden dengan jenis kelamin

perempuan yaitu sebesar 64 responden (52,9%) lebih banyak daripada

responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 57 responden

(47,1%).

b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan di
Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019

No Pendidikan Frekuensi Persentase


1. Tinggi 80 66,1
2. Rendah 41 33,9
Total 121 100

Tabel 4.2 menunjukkan responden dengan pendidikan tinggi

yaitu sebesar 80 responden (66,1%) lebih banyak daripada responden

dengan pendidikan rendah yaitu sebesar 41 responden (33,9%).


46

c. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di
Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019

No Pekerjaan Frekuensi Persentase


1. Formal 33 27,3
2. Informal 88 72,7
Total 121 100

Tabel 4.3 menunjukkan responden dengan pekerjaan informal

yaitu sebesar 88 responden (72,7%) lebih banyak daripada responden

dengan pekerjaan formal yaitu sebesar 33 responden (27,3%).

d. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4
Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di Puskesmas
Remu Kota Sorong Tahun 2019

No Usia Frekuensi Persentase


1. Dewasa 99 81,8
2. Lansia 22 18,2
Total 121 100

Tabel 4.4 menunjukkan responden yang berusia dewasa yaitu

sebesar 99 responden (81,8%) lebih banyak daripada responden yang

berusia lansia yaitu sebesar 22 responden (18,2%).


47

e. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Penggunaan Antibiotik

Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan

penggunaan antibiotik dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.5
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan
penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun
2019

No Tingkat Pengetahuan Antibiotik Frekuensi Persentase


1. Baik 60 49,6
2. Kurang Baik 61 50,4
Total 121 100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden dengan tingkat

pengetahuan penggunaan antibiotik kurang baik yaitu sebesar 61

responden (50,4%) lebih banyak daripada responden dengan tingkat

pengetahuan penggunaan antibiotik baik yaitu sebesar 60 responden

(49,6%).

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan

Antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong

Tabel 4.6
Hubungan pendidikan dengan tingkat pengetahuan penggunaan
antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019

Tingkat Pengetahuan Antibiotik


Total
Pendidikan Baik Kurang Baik
F % F % F %
Tinggi 53 66,2 27 33,8 80 100
Rendah 7 17,1 34 82,9 41 100
Total 60 49,6 61 50,4 121 100
α = 0,05 p value = 0,000
48

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden pendidikan tinggi

yang mempunyai tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik baik lebih

banyak 53 (66,2%) dari responden pendidikan tinggi yang mempunyai

tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik kurang baik 27 (33,8%),

sedangkan responden pendidikan rendah yang mempunyai tingkat

pengetahuan penggunaan antibiotik kurang baik lebih banyak 34

(82,9%) dari responden pendidikan rendah yang mempunyai tingkat

pengetahuan penggunaan antibiotik baik 7 (17,1%).

Hasil uji chi square diperoleh p value = 0,000 (p value < α 0,05)

maka Ho ditolak, Ha diterima artinya ada hubungan antara pendidikan

dengan tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu

Kota Sorong.

b. Hubungan Pekerjaan dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan

Antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong

Tabel 4.7
Hubungan pekerjaan dengan tingkat pengetahuan penggunaan
antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019

Tingkat Pengetahuan Antibiotik Total


Pekerjaan Baik Kurang Baik
F % F % F %
Formal 20 60,6 13 39,4 33 100
Informal 40 45,5 48 54,5 88 100
Total 60 49,6 61 50,4 121 100
α = 0,05 p value = 0,138

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa responden dengan pekerjaan

formal yang mempunyai tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik

baik lebih banyak 20 (60,6%) dari responden dengan pekerjaan formal


49

yang mempunyai tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik kurang

baik 13 (39,4%), sedangkan responden dengan pekerjaan informal yang

mempunyai tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik kurang baik

lebih banyak 48 (54,5%) dari responden dengan pekerjaan informal

yang mempunyai tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik baik 40

(45,5%).

Hasil uji chi square diperoleh p value = 0,138 (p value > α 0,05)

maka Ho diterima, Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara

pekerjaan dengan tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik di

Puskesmas Remu Kota Sorong.

c. Hubungan Usia dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan Antibiotik di

Puskesmas Remu Kota Sorong

Tabel 4.8
Hubungan usia dengan tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik
di Puskesmas Remu Kota Sorong Tahun 2019

Tingkat Pengetahuan Antibiotik Total


Usia Baik Kurang Baik
F % F % F %
Dewasa 55 55,6 44 44,4 99 100
Lansia 5 22,7 17 77,3 22 100
Total 60 49,6 61 50,4 121 100
α = 0,05 p value = 0,005

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa responden usia dewasa yang

mempunyai tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik baik lebih

banyak 55 (55,6%) dari responden usia dewasa yang mempunyai

tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik kurang baik 44 (44,4%),

sedangkan responden usia lansia yang mempunyai tingkat pengetahuan


50

penggunaan antibiotik kurang baik lebih banyak 17 (77,3%) dari

responden usia lansia yang mempunyai tingkat pengetahuan

penggunaan antibiotik baik 5 (22,7%).

Hasil uji chi square diperoleh p value = 0,005 (p value < α 0,05)

maka Ho ditolak, Ha diterima artinya ada hubungan antara usia dengan

tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota

Sorong.

C. Pembahasan

1. Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan

Antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Syahputra (2018), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

pendidikan dengan tingkat pengetahuan antibiotik di Kecamatan

Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal juga berpendapat bahwa

tingginya pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan

yang mereka dapat.

Hal yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan

Ivoryanto dkk (2017), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

pendidikan dengan pengetahuan penggunaan antibiotik oral di apotek

Kecamatan Klojen juga berpendapat bahwa level pengetahuan yang tinggi

mengenai antibiotik memiliki efek positif pada perilaku penggunaan

antibiotik.
51

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Budiman dan Riyanto

(2014), yang mengatakan bahwa pendidikan mempengaruhi proses belajar.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah bagi orang tersebut

untuk menerima informasi, dengan pendidikan tinggi seseorang akan

proaktif untuk mencari informasi baik dari orang lain maupun dari media

massa. Pengetahuan erat kaitannya dengan pendidikan, dimana diharapkan

pada seseorang dengan pendidikan tinggi pengetahuan yang dimilikipun

luas.

Berdasarkan hasil penelitian, pendidikan merupakan faktor yang

berhubungan dengan tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik di

Puskesmas Remu Kota Sorong karena sebagian responden mempunyai

pendidikan tinggi hal ini dapat menjelaskan bahwa pendidikan yang tinggi

pada individu akan berpengaruh pada kemampuan berfikir rasionalisme

dan menangkap informasi baru sehingga berdampak pada informasi yang

diketahuinya tentang penggunaan antibiotik.

Pengetahuan adalah domain yang penting untuk terbentuknya

tindakan yang nyata, pengetahuan yang baik akan merubah sikap menjadi

lebih positif sehingga tindakan yang diambil menjadi lebih terarah

(Notoatmodjo, 2010a). Pasien dengan pengetahuan yang kurang baik

dikhawatirkan akan menyalahgunakan antibiotik contohnya seperti tidak

menghabiskan antibiotik yang diresepkan karena mempunyai keyakinan

untuk berhenti minum antibiotik ketika sudah merasa sembuh. Hal ini

karena pasien tidak mengetahui dampak dari penggunaan antibiotik yang


52

tidak tepat yaitu dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Perlu dilakukan

peningkatan pengetahuan kepada pasien maupun di masyarakat sekitar

tentang bahaya resistensi antibiotik misalnya melalui promosi kesehatan

baik secara langsung maupun secara tidak langsung, contohnya seperti

pemberian informasi, penyebaran leaflet, dan pemasangan poster tentang

resistensi antibiotik.

Masih terdapat pasien yang menganggap memerlukan antibiotik

dalam penanganan penyakit seperti flu, demam, dan batuk pilek. Perlu

disebarluaskan kepada pasien bahwa tidak semua jenis penyakit dapat

disembuhkan dengan pemberian antibiotik, kalaupun perlu pemakain

antibiotik harus sesuai dengan instruksi dokter baik dosis maupun rentang

terapinya.

Pengetahuan atau kognitif tentang antibiotik merupakan hal yang

sangat penting untuk terbentuknya sebuah tindakan atau keputusan

seseorang dalam menggunakan antibiotik. Kurangnya informasi yang

akurat ditambah masih terdapat pasien dengan pendidikan rendah

menyebabkan pengetahuan yang dimiliki pasien tentang antibiotik menjadi

kurang baik. Pengetahuan antibiotik yang kurang baik akan menyebabkan

penggunaan antibiotik yang tidak rasional sehingga dapat menjadi faktor

yang menyebabkan resistensi. Meningkatnya pengetahuan dapat

menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang dan juga dapat

membentuk kepercayaan seseorang terhadap penggunaan antibiotik yang

tepat.
53

2. Hubungan Pekerjaan dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan Antibiotik

di Puskesmas Remu Kota Sorong

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Dewi dan Farida (2018), yang menunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan antara pekerjaan dengan tingkat pengetahuan tentang

penggunaan antibiotik di puskesmas wilayah Karanganyar.

Hal yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan Yanti

(2016), yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan

dengan tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik di Desa Birem Puntong

Kota Langsa juga berpendapat bahwa secara tidak langsung pekerjaan

turut andil dalam mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang karena

pekerjaan berhubungan erat dengan faktor interaksi sosial dan kebudayaan,

sedangkan interaksi sosial dan budaya berhubungan erat dengan proses

pertukaran informasi dan tentu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan.

Menurut pendapat Notoatmodjo (2003), seseorang yang bekerja

disektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai

informasi karena pekerjaan membuat intensitas interaksi individu dengan

individu lainnya semakin luas, sehingga keterpaparan individu terhadap

informasi juga semakin besar.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian pasien mempunyai tingkat

pengetahuan kurang baik tentang antibiotik dan penggunaan antibiotik.

Peran tenaga kesehatan sangat penting dalam memberikan informasi

kepada pasien. Hal ini bertujuan untuk menghindari persepsi yang salah

karena informasi yang tidak tepat.


54

Pekerjaan tidak ada hubungannya dengan tingkat pengetahuan

penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong karena apapun

pekerjaan seseorang baik formal maupun informal apabila pendidikannya

tinggi dan mendapatkan informasi yang cukup tentang antibiotik dari

tenaga kesehatan maka pengetahuannya pun akan baik. Pemberian

informasi obat yang cukup tentang indikasi, aturan pakai, interval waktu,

dosis, cara penggunaan, efek samping, dan penyimpanan antibiotik sangat

diperlukan pada saat penyerahan obat kepada pasien agar pasien terhindar

dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Apoteker berperan dalam

meningkatkan pengetahuan pasien tentang obat yang akan digunakan

karena apoteker merupakan tenaga kesehatan terakhir yang bertemu

langsung dengan pasien.

3. Hubungan Usia dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan Antibiotik di

Puskesmas Remu Kota Sorong

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Syahputra (2018), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

usia dengan tingkat pengetahuan antibiotik di kecamatan Panyabungan

Kota Kabupaten Mandailing Natal. Hal yang berbeda diperoleh pada

penelitian yang dilakukan Ardhany dkk (2016), yang menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat pengetahuan tentang

penggunaan antibiotik di Desa Besawang Kecamatan Teluk Sampit juga

berpendapat bahwa pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang

penggunaan antibiotik sangat diperlukan mengingat banyak masyarakat


55

yang menggunakan antibiotik tidak sesuai dengan penyakitnya, sehingga

dapat menimbulkan resistensi.

Semakin bertambah usia seseorang maka semakin banyak

pengalaman dan pengetahuan yang di perolehnya, sehingga bisa

meningkatkan kematangan mental dan intelektual. Usia seseorang yang

lebih dewasa mempengaruhi tingkat kemampuan dan kematangan dalam

berfikir dan menerima informasi yang semakin baik jika di bandingkan

dengan usia yang lebih muda (Widyatun, 2009).

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2012), yang

mengatakan bahwa seiring dengan bertambahnya umur maka proses

perkembangan mental pada seseorang akan semakin baik. Bertambahnya

umur seseorang dapat mempengaruhi bertambahnya tingkat pengetahuan

tetapi pada umur-umur tertentu kemampuan seseorang untuk mengingat

serta menerima suatu pengetahuan baru akan berkurang.

Memasuki usia lanjut, individu berpotensi untuk mengalami

perubahan seperti kemunduran. Kemunduran-kemunduran itu dapat

disimpulkan dalam bentuk kemunduran kemampuan kognitif maupun

kemunduran aspek psikososial. Kemunduran kemampuan kognitif antara

lain berupa berkurangnya ingatan (suka lupa) dimana ingatan terhadap hal-

hal dimasa mudanya masih baik, namun hal-hal yang baru terjadi sangat

terganggu. Ungkapan tentang ini dikenal dengan istilah “shortherm

memory” versus “longterm memory” hal ini dikaitkan dengan kemunduran

fungsi pusat-pusat ingatan pada lobus frontalis dan lobus lainnya di otak
56

besar (serebrum). Meskipun lansia telah memiliki banyak pengalaman,

tetapi hasil skor yang dicapai dalam tes-tes inteligensia menjadi lebih

rendah serta tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru (Noorkasiani

& Tamher, 2009).

Pemberian antibiotik pada usia lanjut sudah dianggap mempunyai

mild renal impairement (gangguan fungsi ginjal ringan) sehingga

penggunaan antibiotik untuk dosis pemeliharaan perlu diturunkan atau

diperpanjang interval pemberiannya, komorbiditas pada usia lanjut yang

sering menggunakan berbagai jenis obat memerlukan pertimbangan

terjadinya interaksi dengan antibiotik (Permenkes, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian usia merupakan faktor yang

berhubungan dengan tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik di

Puskesmas Remu Kota Sorong karena sebagian besar responden yang

berusia lansia cenderung mempunyai tingkat pengetahuan penggunaan

antibiotik kurang baik. Apoteker berperan untuk memberikan konseling

kepada pasien khususnya lansia agar pasien lansia mempunyai

pengetahuan yang baik tentang penggunaan antibiotik maupun obat yang

akan digunakan. Apabila terdapat keluarga pasien, maka keluarga pasien

juga perlu diberikan konseling. Setelah diberikan konseling dilakukan

evaluasi pengetahuan pasien untuk memastikan pasien memahami

informasi yang telah diberikan. Selain pengetahuan pasien tentang

antibiotik penggunaan antibiotik pada lansia juga perlu diperhatikan

karena kondisi pada lansia pada umumnya berbeda dari orang dewasa.
57

D. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan ditempat penelitian ini adalah belum tersedia ruang

konseling di puskesmas sehingga kegiatan konseling pengobatan belum

terlaksanakan sehingga mempengaruhi pengetahuan pasien tentang

penggunaan antibiotik. Terbatasnya waktu pelayanan sedangkan terdapat

banyak pasien yang berkunjung sehingga menyebabkan sebagian pasien

kurang mendapatkan informasi antibiotik yang cukup pada saat penyerahan

obat.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara pendidikan dengan tingkat pengetahuan

pengguanaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong.

2. Tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan tingkat pengetahuan

penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong.

3. Ada hubungan antara usia dengan tingkat pengetahuan pengguanaan

antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong.

B. Saran

1. Saran untuk Puskesmas Remu Kota Sorong

Sebaiknya perlu meningkatkan informasi tentang antibiotik dan

penggunaannya bagi pasien khususnya untuk pasien yang pendidikan

rendah dan pasien lansia.

2. Saran untuk Peneliti selanjutnya

Penelitian ini masih menggunakan dasar teori dari ilmu kesehatan

masyarakat untuk itu bagi peneliti selanjutnya khususnya mahasiswa

program studi farmasi sebaiknya bisa mengambil topik yang sama, namun

harus memilih variabel lain yang lebih mengarah ke farmasi.

60
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, A., 2014. Kesehatan Muslim. Yogyakarta: Pustaka Muslim.

Ardhany, S.D, Anugrah, R.O, & Yurnidaida, H., 2016. Tingkat Pengetahuan
Masyarakat Desa Besawang Kecamatan Teluk Sampit tentang Penggunaan
Antibiotik Sebagai Pengobatan Infeksi. Prosiding Rakenas dan Pertemuan
Ilmiah Tahunan. 1(1).

Budiman & Riyanto, A., 2012. Kapita Selekta Kuesioner: pengetahuan dan sikap
dalam penelitian kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Darmanto, Wardaya, F.S, & Sulistiyani, L., 2018. Kiat Percepatan Kinerja
UMKM dengan Model Strategi Orientasi Berbasis Lingkungan.
Yogyakarta: CV Budi Utama.

Dewi, A.C, & Farida, Y., 2018, Tingkat Pengetahuan Pasien Rawat Jalan tentang
Penggunaan Antibiotik di Puskesmas wilayah Karanganyar. Journal of
Pharmaceutical Science and Clinical Science. 3(1).

Gunawan, S.G., 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ivoryanto, E, Sidharta, B, & Illahi, RK., 2017, Hubungan Tingkat Pendidikan


Formal Masyarakat terhadap Pengetahuan dalam Penggunaan Antibiotika
Oral di Apotek Kecamatan Klojen. Pharmaceutical Journal Of Indonesia.
2(2).

Jahja, Y., 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenada Media Grup.

Junaidi, I., 2012. Pedoman Praktis Obat Indonesia. Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer.

Kadir, A., 2012. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Kemenkes RI., 2011a. Gunakan Antibiotik Secara Tepat Untuk Mencegah


Kekebalan Kuman. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI., 2011b. Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta: Direktorat


Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Kemenkes RI., 2011c. Pedoman Pelayan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik.


Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Kemenkes RI., 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.

60
61

Klein, Y.E, Boeckel, T.P, Martinez, E.M, Pant, S, Gandra, S, Levin S.A, Goosen,
H, & Laxminarayan, R., 2016. Global Increased and Geographic
Convergence in Antibiotic Consumtion between 2010-2015. Proceeding
of National Academy of Science. 115 (15).

Larasari, P., 2015. Pengaruh Konseling dengan Bantuan Media Leaflet Terhadap
Pengetahuan Penggunaan Antibiotik Pada Masyarakat Patrang
Kabupaten Jember. Skripsi Sarjana. Universitas Jember, Jember.

Mubarak, W.I., 2007. Promosi Kesehatan : sebuah pengantar proses belajar


mengajar dalam pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Muryanti, 2012., Kajian Sosiologis Pekerja Rumah Tangga. Yogyakarta: Bima


Sakti Publishing.

Neolaka, A, & Neolaka, G.A., 2017. Landasan Pendidikan Dasar Pengenalan


Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup. Depok: Penerbit Kencana.

Noorkasiani & Tamher, S., 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Notoatmodjo, S., 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku


Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S., 2010a. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S., 2010b. Metodologi Penelitan Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, S., 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010. Tentang


Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan.

Permenkes No 2406 Tahun 2016. Tentang Pedoman Umum Penggunaan


Antibiotik. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Sudirjo, E, & Alif, M.N., 2018. Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik.


Sumedang: Upi Sumedang Press.

Suharsaputra, U., 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan.


Kalapagunung: CV Andi Offset.
61

Swarjana, I.K., 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV. Andi


Offset.

Syahputra, R.A., 2018. Pengetahuan, Persepsi, dan Kepercayaan Masyarakat di


Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal terhadap
Penggunaan Antibiotik. Skripsi Sarjana. Universitas Sumatera Utara,
Medan.

Tjay, T.H, & Rahardja, K., 2013. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Gramedia.

WHO., 2015. Antibiotic Resistance: multi-country public awareness survey.

Widyatun, T.R., 2009. Ilmu Perilaku. Jakarta: CV Sagung Seto.

Yanti, J., 2016. Pengetahuan, Keyakinan dan Penggunaan Antibiotik pada


Masyarakat di Desa Birem Puntong Kota Langsa. Skripsi Sarjana.
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Sorong, ....................2019
Kepada Yth,
Bapak/Ibu
Di Tempat

Assalamu’alaikum Wr Wb/Selamat Pagi/Selamat Siang.


Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Diah Yuni Rahmawati
Nim : 201548201007
Pekerjaan : Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Program Studi Farmasi asal kampus Stikes Papua
yang akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan
Pasien tentang Penggunaan Antibiotik di Puskesmas Remu Kota Sorong”. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pendidikan, pekerjaan, dan usia
dengan tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik di Puskesmas Remu Kota
Sorong. Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian dan pengaruh apapun
terhadap diri maupun pekerjaan bapak/ibu. Kerahasiaan identitas dan semua
informasi yang diberikan akan dijaga dan akan digunakan untuk kepentingan
penelitian ini saja. Jika selama bapak/ibu menjadi responden penelitian terjadi hal
yang menimbulkan ketidaknyamanan maka bapak/ibu diperkenankan untuk
mengundurkan diri dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada peneliti, jika
bapak/ibu berkenan untuk menjadi responden penelitian ini saya persilahkan
untuk mengisi lembar persetujuan. Demikian atas perhatian dan kesediaan
bapak/ibu saya sampaikan terima kasih.

Sorong, ....................... 2019


Peneliti

Diah Yuni Rahmawati


Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN

Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien tentang


Penggunaan Antibiotik di Puskesmas Remu Kota
Sorong
Peneliti : Nama : Diah Yuni Rahmawati
NIM : 201548201007
Prodi : Farmasi

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya memberikan
persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Saya mengetahui
bahwa saya menjadi bagian dalam penelitian ini.

Saya mengetahui bahwa tidak ada resiko yang saya alami dan saya telah
diberitahukan tentang adanya jaminan kerahasiaan informasi yang diberikan dan
saya juga memahami manfaat penelitian ini.

Sorong, ...........................2019

Responden Peneliti

(.................................) (.................................)
Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN


TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI
PUSKESMAS REMU KOTA SORONG

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Isilah data ini sesuai dengan identitas bapak/ibu.

2. Pilihlah salah satu jawaban Setuju atau Tidak setuju dan berilah tanda (√)

pada salah satu pilihan jawaban tersebut.

3. Kuesioner ini dapat dikembalikan apabila semua pertanyaan sudah selesai

dijawab.

4. Mohon diteliti kembali agar jangan ada pertanyaan yang dilewatkan untuk

dijawab.

5. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang baik dari bapak/ibu.

B. DATA DEMOGRAFI

1. Usia : .......................................

2. Jenis kelamin : .......................................

3. Pendidikan terakhir : ......................................

4. Pekerjaan : ......................................
C. KUESIONER TENTANG TINGKAT PENGETAHUAN ANTIBIOTIK
DAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

Tidak
No Pernyataan Setuju Setuju

1. Antibiotik adalah obat yang dapat membunuh


bakteri dan menyembuhkan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri

2. Antibiotik dapat menyembuhkan penyakit yang


disebabkan oleh virus

3. Antibiotik dapat menyembuhkan penyakit batuk


pilek

4. Antibiotik boleh didapatkan tanpa resep dokter


atau tanpa konsultasi dengan dokter

5. Jika suatu saat penyakit yang lama kambuh,


maka diperbolehkan menggunakan resep lama
untuk membeli antibiotik

6. Bila terserang penyakit infeksi, boleh


menggunakan antibiotik yang sama dengan
yang digunakan orang lain

7. Antibiotik boleh dihentikan penggunaannya


jika gejala penyakit sudah berkurang meskipun
obat yang diresepkan masih ada

8. Antibiotik harus digunakan sesuai dengan dosis


dan lama pemakaian dalam peresepan yang
diberikan dokter

9. Resistensi bakteri adalah hilangnya


kemampuan antibiotik untuk membunuh
bakteri penyebab penyakit

10. Dosis dan lama penggunaan antibiotik yang


tidak sesuai dengan peresepan dokter dapat
menyebabkan resistensi bakteri

11. Penyakit Infeksi yang disebabkan oleh bakteri


yang resisten menyebabkan pengobatan dengan
antibiotik menjadi lebih lama sembuh

12 Resistensi bakteri dapat dicegah dengan cara


mengurangi atau menurunkan dosis antibiotik

13 Antibiotik adalah obat yang aman digunakan


tanpa menimbulkan efek samping

14 Jika terdapat efek samping setelah minum


antibiotik maka penggunaan antibiotik boleh
dihentikan

Sumber : Larasari, 2015


Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7

REKAPITULASI HASIL TINGKAT PENGETAHUAN ANTIBIOTIK

1 1
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 11 12 3 14 Skor Keterangan Kategori
1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 7 Kurang Baik 2
2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 9 Baik 1
3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Baik 1
4 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 12 Baik 1
5 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 8 Baik 1
6 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 8 Baik 1
7 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 11 Baik 1
8 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 7 Kurang Baik 2
9 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 6 Kurang Baik 2
10 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 8 Baik 1
11 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 9 Baik 1
12 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 7 Kurang Baik 2
13 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 12 Baik 1
14 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 11 Baik 1
15 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 4 Kurang Baik 2
16 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 5 Kurang Baik 2
17 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 8 Baik 1
18 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 8 Baik 1
19 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 6 Kurang Baik 2
20 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 7 Kurang Baik 2
21 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 7 Kurang Baik 2
22 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 9 Baik 1
23 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 8 Baik 1
24 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 6 Kurang Baik 2
25 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9 Baik 1
26 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 9 Baik 1
27 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 9 Baik 1
28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Baik 1
29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kurang Baik 2
30 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik 1
31 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 9 Baik 1
32 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 10 Baik 1
33 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 7 Kurang Baik 2
34 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 7 Kurang Baik 2
35 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 7 Kurang Baik 2
36 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 7 Kurang Baik 2
37 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 7 Kurang Baik 2
38 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 7 Kurang Baik 2
39 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 4 Kurang Baik 2
40 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 7 Kurang Baik 2
41 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 9 Baik 1
42 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 6 Kurang Baik 2
43 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 6 Kurang Baik 2
44 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 8 Baik 1
45 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 7 Kurang Baik 2
46 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 6 Kurang Baik 2
47 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 6 Kurang Baik 2
48 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 9 Baik 1
49 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 2 Kurang Baik 2
50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 Kurang Baik 2
51 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 6 Kurang Baik 2
52 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 Baik 1
53 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 5 Kurang Baik 2
54 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 11 Baik 1
55 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 Kurang Baik 2
56 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 8 Baik 1
57 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 8 Baik 1
58 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 9 Baik 1
59 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 10 Baik 1
60 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik 1
61 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 11 Baik 1
62 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 11 Baik 1
63 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 8 Baik 1
64 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 4 Kurang Baik 2
65 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 10 Baik 1
66 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 6 Kurang Baik 2
67 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 6 Kurang Baik 2
68 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 5 Kurang Baik 2
69 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 6 Kurang Baik 2
70 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 6 Kurang Baik 2
71 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 11 Baik 1
72 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 6 Kurang Baik 2
73 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 3 Kurang Baik 2
74 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 5 Kurang Baik 2
75 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 6 Kurang Baik 2
76 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 7 Kurang Baik 2
77 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 7 Kurang Baik 2
78 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 11 Baik 1
79 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 10 Baik 1
80 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 6 Kurang Baik 2
81 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 10 Baik 1
82 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 9 Baik 1
83 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 7 Kurang Baik 2
84 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 5 Kurang Baik 2
85 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 11 Baik 1
86 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 11 Baik 1
87 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 5 Kurang Baik 2
88 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 6 Kurang Baik 2
89 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 7 Kurang Baik 2
90 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 12 Baik 1
91 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9 Baik 1
92 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 8 Baik 1
93 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 4 Kurang Baik 2
94 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 4 Kurang Baik 2
95 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik 1
96 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 5 Kurang Baik 2
97 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 7 Kurang Baik 2
98 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 5 Kurang Baik 2
99 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 6 Kurang Baik 2
10
0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 7 Kurang Baik 2
10
1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 4 Kurang Baik 2
10
2 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 7 Kurang Baik 2
10
3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 11 Baik 1
10
4 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 10 Baik 1
10
5 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 8 Baik 1
10
6 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 10 Baik 1
10
7 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 10 Baik 1
10
8 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik 1
10
9 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 11 Baik 1
11
0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 5 Kurang Baik 2
11 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 7 Kurang Baik 2
1
11
2 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 5 Kurang Baik 2
11
3 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 8 Baik 1
11
4 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Baik 1
11
5 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 7 Kurang Baik 2
11
6 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 10 Baik 1
11
7 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12 Baik 1
11
8 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 11 Baik 1
11
9 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 10 Baik 1
12
0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 7 Kurang Baik 2
12
1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 8 Baik 1

Keterangan :

0 = Salah
1 = Benar
MASTER TABEL

No
Responde Jenis Tingkat Pengetahuan
n Kelamin Pendidikan Pekerjaan Usia Penggunaan Antibiotik
1 1 1 1 1 2
2 2 1 2 1 1
3 2 1 2 1 1
4 2 1 2 1 1
5 1 1 1 1 1
6 1 1 2 1 1
7 1 1 2 1 1
8 2 2 2 1 2
9 1 2 1 2 2
10 2 1 2 1 1
11 1 2 2 1 1
12 1 1 1 1 2
13 2 1 2 1 1
14 2 1 2 1 1
15 2 1 2 1 2
16 2 1 2 1 2
17 1 2 2 2 1
18 1 1 2 1 1
19 1 2 2 1 2
20 1 2 2 2 2
21 1 2 2 1 2
22 1 1 1 1 1
23 2 1 2 1 1
24 2 2 2 1 2
25 1 1 1 1 1
26 1 1 2 1 1
27 1 1 2 1 1
28 1 1 1 1 1
29 2 1 2 1 2
30 1 1 1 1 1
31 2 1 2 1 1
32 2 1 1 1 1
33 2 2 2 2 2
34 1 2 2 1 2
35 2 1 2 1 2
36 2 2 2 1 2
37 2 1 2 1 2
38 2 2 2 1 2
39 2 2 2 1 2
40 2 2 2 1 2
41 2 1 2 1 1
42 2 2 2 1 2
43 2 1 1 1 2
44 1 2 2 2 1
45 2 1 2 1 2
46 2 2 2 2 2
47 2 2 2 2 2
48 2 1 1 1 1
49 2 1 2 1 2
50 2 2 2 1 2
51 2 2 2 1 2
52 2 1 2 1 1
53 2 1 2 1 2
54 2 1 2 1 1
55 1 1 1 2 2
56 2 1 1 1 1
57 2 1 1 1 1
58 2 1 2 1 1
59 1 1 1 1 1
60 1 1 1 1 1
61 2 1 1 1 1
62 2 1 2 1 1
63 2 1 1 1 1
64 2 1 2 1 2
65 1 1 2 1 1
66 2 1 2 1 2
67 1 1 1 2 2
68 1 1 1 2 2
69 1 2 2 1 2
70 2 2 2 1 2
71 2 1 2 1 1
72 2 1 2 1 2
73 2 2 2 1 2
74 1 1 2 1 2
75 1 1 1 1 2
76 1 1 2 1 2
77 1 2 1 2 2
78 2 1 2 1 1
79 1 2 2 1 1
80 1 1 1 1 2
81 2 1 2 1 1
82 2 1 2 1 1
83 2 1 2 1 2
84 2 1 2 1 2
85 1 2 2 2 1
86 1 1 2 1 1
87 1 2 2 1 2
88 1 2 2 2 2
89 1 2 2 1 2
90 1 1 1 1 1
91 2 1 2 1 1
92 1 1 1 1 1
93 1 1 1 1 2
94 1 1 1 1 2
95 1 2 2 2 1
96 2 2 2 2 2
97 2 2 2 2 2
98 2 2 2 2 2
99 2 2 2 2 2
100 2 2 2 2 2
101 2 2 2 2 2
102 1 1 1 1 2
103 2 1 2 1 1
104 2 1 2 1 1
105 2 1 2 1 1
106 1 1 1 1 1
107 1 1 2 1 1
108 1 2 2 2 1
109 1 1 2 1 1
110 1 2 2 1 2
111 1 2 2 2 2
112 1 2 2 1 2
113 1 1 1 1 1
114 2 1 2 1 1
115 2 2 2 1 2
116 1 1 1 1 1
117 1 1 2 1 1
118 1 1 2 1 1
119 1 1 1 1 1
120 2 1 2 1 2
121 1 1 1 1 1

Keterangan :

Jenis Kelamin
1 = Laki-laki
2 = Perempuan

Pendidikan
1 = Tinggi
2 = Rendah

Pekerjaan
1 = Formal
2 = Informal

Usia
1 = Dewasa
2 = Lansia

Tingkat Pengetahuan Penggunaan Antibiotik


1 = Baik
2 = Kurang Baik
Lampiran 9

Frequencies
Statistics
Tingkat_Penget
Jenis_Kelamin Pendidikan Pekerjaan Usia ahuan_Antibiotik
N Valid 121 121 121 121 121
Missing 0 0 0 0 0

Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 57 47,1 47,1 47,1
Perempuan 64 52,9 52,9 100,0
Total 121 100,0 100,0

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tinggi 80 66,1 66,1 66,1
Rendah 41 33,9 33,9 100,0
Total 121 100,0 100,0

Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Formal 33 27,3 27,3 27,3
Informal 88 72,7 72,7 100,0
Total 121 100,0 100,0

Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Dewasa 99 81,8 81,8 81,8
Lansia 22 18,2 18,2 100,0
Total 121 100,0 100,0
Tingkat_Pengetahuan_Antibiotik

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Baik 60 49,6 49,6 49,6
Kurang Baik 61 50,4 50,4 100,0
Total 121 100,0 100,0

Pendidikan * Tingkat_Pengetahuan_Antibiotik

Crosstab
Tingkat_Pengetahuan_Antibiotik
Baik Kurang Baik Total
Pendidikan Tinggi Count 53 27 80
% within Pendidikan 66,2% 33,8% 100,0%
Rendah Count 7 34 41
% within Pendidikan 17,1% 82,9% 100,0%
Total Count 60 61 121
% within Pendidikan 49,6% 50,4% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square 26,224a 1 ,000
b
Continuity Correction 24,294 1 ,000
Likelihood Ratio 27,958 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear Association 26,007 1 ,000
N of Valid Cases 121
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,33.
b. Computed only for a 2x2 table
Pekerjaan * Tingkat_Pengetahuan_Antibiotik

Crosstab
Tingkat_Pengetahuan_Antibiotik
Baik Kurang Baik Total
Pekerjaan Formal Count 20 13 33
% within Pekerjaan 60,6% 39,4% 100,0%
Informal Count 40 48 88
% within Pekerjaan 45,5% 54,5% 100,0%
Total Count 60 61 121
% within Pekerjaan 49,6% 50,4% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymptotic Exact
Significance Exact Sig. Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2,204 1 ,138

Continuity Correctionb 1,640 1 ,200

Likelihood Ratio 2,216 1 ,137

Fisher's Exact Test ,157 ,100

Linear-by-Linear Association 2,186 1 ,139

N of Valid Cases 121

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,36.

b. Computed only for a 2x2 table


Usia * Tingkat_Pengetahuan_Antibiotik

Crosstab
Tingkat_Pengetahuan_Antibiotik
Baik Kurang Baik Total
Usia Dewasa Count 55 44 99
% within Usia 55,6% 44,4% 100,0%
Lansia Count 5 17 22
% within Usia 22,7% 77,3% 100,0%
Total Count 60 61 121
% within Usia 49,6% 50,4% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 7,760 1 ,005
Continuity Correctionb 6,502 1 ,011
Likelihood Ratio 8,133 1 ,004
Fisher's Exact Test ,008 ,005
Linear-by-Linear Association 7,696 1 ,006
N of Valid Cases 121
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,91.
b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai