Anda di halaman 1dari 47

PELAJARAN 1

PENDAHULUAN

1. Pengertian Etnografi dan Sejarah Perkembangannya

Antropologi pada abad ke-19, terlebih abad ke-20,berkembang

dalam arah yang lebih spesifik dan menggunakan peralatan metodologi

‘ilmiah’. Persoalan paradigma menjadi semakin penting. Evolusionisme

yang dapat dikatakan induk dari semua paradigma antropologi yang lahir

dan berkembang kemudian turut mempengaruhi perkembangan

percabangan kajian antropologi.

Percabangan kajian antropologi juga semakin kompleks dan

berkembang seperti:

1. Antropologi biologi yaitu kajian mengenai biologi manusia, khususnya

dalam kaitannya dengan antropologi yang dikonsepkan secara luas-

suatu ilmu mengenai manusia.

2. Arkeologi yaitu perbandingan ciri-ciri anatomis dari temuan fosil,

hubungan temuan tersebut dengan habitatnya, mencari dan

membangun alasan akademik mengenai struktur masyarakat prehistori.

3. Antropologi linguistic yaitu kajian mengenai bahasa terutama terkait

dengan keanekaragamannya.

4. Antropologi budaya sebagai subdisiplin yang tersebar.

Maka, dapat dijelaskan secara sederhana bahwa etnografi adalah

salah satu cabang ilmu antropologi budaya yang mendiskripsikan,


melukiskan, menggambarkan suku-suku bangsa didunia dan

kebudayaanya. Etnografi berarti lukisan gambaran, atau deskripsi tentang

suku bangsa. Etnografi memberikan gambaran secara umum tentang

berbagai aspek budaya manusia dalam kehidupan suku bangsa.

2. Ruang Lingkup Materi Etnografi Papua

Keragaman budaya yang merujuk pada tujuh unsure budaya yang

berlaku dan ditemui pada seluruh suku bangsa didunia seperti:Bahasa

1. Sistem kepercayaan/ religi

2. Organisasi Sosial dan Hubungan Kekerabatan

3. Sistem Mata pencaharian Hidup

4. Sistem Peralatan dan Perlengkapan Hidup

5. Sistem Pengetahuan dan Teknologi

6. Kesenian.
PELAJARAN 2

KEANEKARAGAMAN SOSIO-BUDAYA ORANG PAPUA

1. Bahasa di Papua

Secara umum penduduk Papua dapat dibagi dua kelompok besar

menurut pembagian bahasa yang digunakan. Adapun dua bahasa itu

adalah bahasa Austronesia dan bahasa Non Austronesia. Dua bahasa ini

merupakan bahasa induk yang didalamnya terdapat bahasa-bahasa local

yang terdapat di Papua. Jumlah bahasa-bahasa lokal yang terdapat di

Papua menurut hasil penelitian Summer Institute for Linguistic (SIL) pada

tahun 1990. Berjumlah 250 (Mansoben, 1997). Bahasa berfungsi sebagai

wahana komunikasi antara warga kelompok dan juga digunakan sebagai

symbol untuk menyatakan jati diri kelompok tersebut kepada kelompok

lain.

2. Organisasi Sosial dan Sistem Kekerabatan

Atas dasar studi antropologi yang telah dilakukan di Papua, Pouwer

(1996) menunjukkan didalam pengelompokkannya, bahwa orang Papua

paling sedikit dapat dibagi dalam empat golongan berdasarkan system

istilah kekerabatan yang dianutnya.

1. Golongan Pertama: golongan yang menganut sistem istilah

kekerabatan menurut tipe iroquouis. Termasuk ke dalam golongan ini


adalah orang Biak, orang Iha, orang Waropen, orang Senggi, Orang

Marind-Anim, orang Teluk Humbolt (Yos Sudarso), dan orang Mee.

2. Golongan Dua: Pendukung sistem istilah kekrabatan menurut Hawaian

ialah suatu sistem pengelompokkan yang menggunakan istilah yang

sama dan paralel. Golongan-golongan etnik yang termasuk dalam

golongan ini yaitu orang Mairasi, orang Mimika, orang Hatam-Manikion,

orang Asmat, orang Kimam, dan orang Pantai Timur Sarmi.

3. Golongan Ketiga: Golongan yang menganut sistem istilah kekerabatan

tipe Omaha. Termasuk dalam golongan ini adalah orang Awyu, orang

Dani, orang Meybrat, orang Mee di pengunungan Bintang dan orang

Muyu.

4. Golongan Keempat: Penduduk yang menganut sistem istilah

kekerabatan tipe Iroquois-Hawaian. Termasuk golongan ini adalah

orang Bintuni, orang Tor, dan orang Pantai barat Sarmi.

3. Adat-istiadat, Lingkaran Hidup dan Perkawinan.

Tingkat- tingkat dalam manusia (stages a long the life-cycle), dalam

setiap kebudayaan manusia didunia dibagi oleh adat- istiadat masyarakat

kedalam tingkat- tingkat tertentu sebagai berikut: Bayi, masa penyapihan,

masa kanak-kanak, masa remaja, masa pubertas, masa sesudah nikah,

masa hamil, dan masa tua.Lingkaran hidup orang Papua yaitu dengan

melakukan ritual dalam kaitannya dengan peristiwa-peristiwa seperti

upacara menusuk telinga.


Dalam sistem perkawinan orang Papua memiliki beberapa adat-

istiadat yang menatur tentang perkawinan, seperti pola pembayaran mas

kawin.Maskawin adalah sejumlah harta yang diberikan oleh kaum pria

kepada wanita dan kaum kerabatnya. Salah satu contohnya yang

termasuk wilayah budaya pegunungan (Dani,Mee,Moni,Yali,Ngalum,

Amungme,dll) menggunakan kulit kerang sebagai alat pembayaran mas

kawin.

4. Sistem Politik

Menurut Sahlins status sosial dapat diperoleh melalui dua cara

yaitu achievement (upaya pencapaian) dan ascribement (pewarisan).

Orang Papua mengenal sistem yang mengatur hubungan antara warga

dalam berbagai aktivitas hidupnya sehari-hari berdasarkan kebudayaan

mereka masing-masing.

Di Papua terdapat 4 sistem atau tipe politik, yaitu:

 Bigman atau Pria Wibawa: diperoleh melalui pencapaian. Sumber

kekuasaan terletak pada kemampuan individual, kekayaan material,

kepandaian berdiplomasi/pidato, keberanian memimpin perang, fisik

tubuh yang besar, dan bermurah hati. Adapun etnik yang menganut

sistem ini adalah orang Dani,Asmat, dan Meybrat.

 Sistem politik Kerajaan: pewarisan berdasarkan senioritas kelahiran

dan klen. Tipe ini terdapat di Raja Ampat, Semenanjung Onim, Teluk

Mac Cluer (Teluk Berau) dan Kaimana.


 Sistem Politik Ondoafi: merupakan kedudukan dan birokrasi tradisional.

Tipe ini terletak di bagian Timur Papua, Teluk Humboll, Tabla, Yaona,

Skouw, Arso, Sentani Barat, Tengah, Timur, dan Waris.

 Sistem Kepercayaan Campuran: kedudukan kepemimpinan diperoleh

melalui pewarisan dan pencapaian atau berdasarkan kemampuan

individualnya (prestasi dan keturunan). Tipe ini yang terdapat pada

penduduk Teluk Cendrawasih (Biak, Wandamen, Waropen, Yawa, dan

Maya.

5. Hak Ulayat Tanah

Tanah bagi orang Papua mempunyai makna tersendiri secara luas

bagi setiap kelompok etnik berdasarkan kebudayaannya masing-masing.

Orang papua memandang tanah sebagai ‘mama’ atau ‘ibu’ yang

melahirkan,member makan, memelihara, mendidik, dan

membesarkannya.

Sistem Kepercayaan dan Agama. Sebelum agama-agama besar

seperti islam dan kristen masuk di Papua, tiap suku bangsa mempunyai

sistem kepercayaan tradisi. Setiap suku bangsa mempunyai kepercayaan

tradisi, yaitu percaya akan adanya satu dewa atau tuhan yang berkuasa

atas dewa-dewa.

6. Sistem Mata Pencaharian dan Lingkungan Ekologi


Pulau Papua secara ekologis terdiri dari 4 zona yang masing-

masing menunjukkan diversifikasi terhadap sistem mata pencaharian

mereka berdasarkan kebudayaan dan sebaran suku bangsa .

Kelompok etnik yang beraneka ragam di Papua tersebar pada

empat zona ekologi yaitu:

1. Zona ekologi rawa-rawa (Swampy Areas), Daerah pantai dan Muara

Sungai (Coastal & Laowland Reverin)

2. Zona ekologi Daerah Pantai dan Muara Sungai (Coastal Laowland

Areas)

3. Zona ekologi Kaki gunung serta Lembah-lembah kecil (Foothils and

small Valleys).

4. Zona ekologi Pengunungan Tinggi (Haighlands).

7. Sistem Pengetahuan

1. Sistem pengetahuan tentang seputaran fauna: contoh pada suku biak

memiliki pengatuan tentang bintang melakukan pelayaran kebeberapa

tempat di Papua misalnya daerah pesisir pantai kelapa burung dan

pulau-pulau di daerah Yapen Waropen, selain itu mereka juga

mengembangkan sistem navigasi tradisional.

2. Sistem pengetahuan tentang alam flora: contohnya pada suku Dani

salah satu suku di daerah pengunungan tengah Papua yang memiliki

pengetahuan tentang budidaya tanaman pangan seperti ubi jalar, suku

Karoon mempunyai pengetahuan tentang budidaya tanaman pisang.


3. Sistem pengetahuan tentang alam fauna:contohnya pada orang Marind

dan beberapa suku di Merauke mereka memiliki pengetahuan untuk

meniru suara jenis binatang seperti Kanguru dan Rusa. Hal ini sangat

membantu mereka saat berburu.

4. Sistem pengetahuan tentang zat-zat dan bahan-bahan

mentah:contohnya pada masyarakat Meybrat memiliki jenis tumbuhan

yang diracik dan digunakan untuk memusnahkan musuh disebut

dengan boo fit.

5. Sistem pengetahuan tentang ruang, waktu dan bilangan: Sistem

pengetahuan tentang bilangan pada suku-suku di Papua umumnya

berdasarkan kelipatan lima dan kelipatan sepuluh.

8. Sistem Kesenian

Sistem kesenian merupakan salah satu perwujudan budaya

manusia akan rasa seni dan keindahannya. Kebudayaan (dalam arti

kesenian) adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang

fungsional,estetis dan indah, sehingga ia dapat menikmati dengan panca

indranya.

9. Sistem Peralatan dan Perlengkapan Hidup

Dalam ilmu antropologi system peralatan dan perlengkapan hidup

dikategorikan dalam beberapa bentuk sebagai berikut:

1. Peralatan Produksi: yakni alat-alat untuk membuat atau memproduksi

kebutuhan hidup seperti, peralatan pertanian dan sebagainya.


Peralatan produksi yang dikenal masyarakat Papua berbeda-beda

karena sangat berkaitan dengan lingkungan ekologi dan ekosistemnya.

2. Peralatan Distribusi dan Transportasi: alat-alat untuk mengangkut

benda atau barang-barang hasil produksi ke tempat pemasaran atau

konsumen menggunakan perahu sebagai alat transportasinya.

3. Peralatan Komunikasi: Teknologi komunikasi yang dikenal pada

masyarakat tradisional Papua adalah terompet siput yang digunakan

oleh para kepala suku untuk menggumpulkan masyarakat pada saat

diadakan musyawarah adat.

4. Peralatan Konsumsi: Biasanya dibuat dalam bentuk wadah seperti,

keranjang,piring yang terbuat dari kulit kayu.

5. Senjata: Peralatan untuk mempertahankan diri dari serangan binatang

buas atau musuh, contoh seperti, panah,tombak, dan parang.

6. Pakaian dan perhiasan: seperti baju yang terbuat dari kulit kayu, sarung

dan perhiasan dari manic-manik atau batu berharga.

7. Makanan dan Minuman: difungsikan masyarakat sebagai alat ukur atau

alat tukar barang. Secara umum orang mengetahui bahwa semua

orang papua mengkonsumsikan sagu, namun dalam kenyataannya

tidak semua orang papua mengkonsumsi sagu sebagai makanan

pokoknya, karena tanaman sagu hanya dapat tumbuh di daerah

berawa.
8. Tempat berlindung atau Istirahat: Dalam bentuk perumahan atau

papan. Bentuk tempat berlindung antar satu suku dengan suku lainnya

berbeda karena dipengaruhi oleh lingkungan ekologinya.


PELAJARAN 3

PANDANGAN HIDUP

1. Konsepsi Tentang Pandangan Hidup

Model analisis yang di ajukan oleh Kluckhlon dan Stodbeck secara

universal, sumber dari konsepsi yang berda terhadap lima hal atau prinsip

dasar. Kelima prinsip dasar itu adalah:

1. Konsepsi Hakekat Hidup: Biasanya agama-agama memberikan

tuntunan terhadap hakekat hidup, terhadap bermacam-macam

tanggapan.

2. Konsep Terhadap Karya Manusia: Karya atau bekerja itu adalah

sebagai suatu yang memberikan suatu kedudukan yang terhormat

dalam masyarakat atau mempunyai arti bagi kehidupan.

3. Konsep Terhadap Alam: Ala mini sebagai suatu yang potensial dapat

memberikan kehidupan yang bahagia bagi manusia yang

mengelolahnya.

4. Tanggapan Terhadap Waktu: Ada tanggapan bahwa yang sebaik-

baiknya adalah masa lalu yang memberikan pedoman kebijaksanaan

dalam hidupnya.

5. Tanggapan Terhadap Sesama Manusia: Bahwa hubungan vertical

antara manusia dengan sesamanya adalah amat sangat penting.


2. Orientasi Nilai Budaya

Berkaitan dengan lima prinsip yang menjadi dasar orientasi seperti

yang sudah dibicarakan diatas, Koentjaraningrat mencatat bahwa ada nilai

budaya yang dianggap penting karena merupakan asset budaya yang

dapat dipakai untuk menunjang pembangunan, nilai budaya tersebut

adalah:

1. Nilai budaya yang beroruentasi ke masa depan: Suatu nilai budaya

yang mendorong manusia untuk melihat dan merencanakan masa

depannya dengan baik dan teliti.

2. Nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksploitasi lingkungan alam:

Akan lebih menambahkan inovasi, terutama inovasi teknologi.

3. Nilai budaya yang menilai tinggi dari hasil karya manusia

4. Nilai budaya yang menghormati/ menghargai usaha orang untuk

mencapai hasil atas usaha sendiri.: Manivestasi dan orientasi nilai

budaya yang menghargai hasil karya manusia.

Nilai yang berorientasi vertical kearah atasan, menurut

Koentjaraningrat akan mematikan jiwa yang ingin berdiri sendiri dan

berusaha sendiri, dan akan mematikan jiwa yang ingin berdiri sendiri dan

berusaha sendiri, akan menimbulkan sikap tak percaya diri sendiri. Nilai

seperti itu juga akan menghambat timbulnya rasa disiplin pribadi yang

murni, karena orang hanya taat kalau ada pengawasan dari atas.
PELAJARAN 4

KEBUDAYAAN SUKU BANGSA ARFAK

1. Nama dan Bahasa

Suku Arfak mendiami bagian timur kepala burung Papua, yaitu

pendalaman kota Manokwari. Orang Arfak terdiri dari empat sub suku

yaitu suku Meyakh,Hatam,Moile, dan Sough. Bahasa ke empat suku

tersebut sangat berbeda karena termasuk dalam dua golongan bahasa

yang berbeda yaitu, bahasa Hatam dan Moile termasuk fila kepala burung

bagian barat sedangkan bahasa Meyakh dan Sough termasuk fila kepala

burung bagian timur.

2. Lokasi

Pengunungan Arfak merupakan daerah persebaran orang-orang

Arfak. Pengunungan ini terletak di Kabupaten Manokwari yang adalah

salah satuKabupaten wilayah Kepala Burung Provinsi Papua Barat.

Kawasan pengunungan ini secara geografis membentang antara 01’ 00

sampai 01’ 29 LS dan 133 53’ sampai 134 15’ BT (Kabupaten Manokwari

dalam Angka 2005:2)

3. Sistem Pengetahuan

1. Pengetahuan Tentang alam sekitar: Kehidupan masyarakat Arfak tidak

dapat dipisahkan dengan hutan, dan sepenuhnya sangat bergantung


kepada alam,pohon, sungai, dan binatang yang memiliki makna

sebagai sumber kehidupan. Dalam melalkukan pengelolaan sumber

daya alam terutama dalam melakukan aktivitas bercocok tanam, orang

Arfak menggunakan konsep ruang.

2. Pengetahuan tentang Alam Flora: pengetahuan tentang jenis pohon

dan tumbuhan yang digunakan untuk pembuatan rumah, untuk

penyembuhan/Pengobatan.

3. Pengetahuan tentang Alam Fauna: Sangat membantu mereka dalam

melakukan berbagai aktivitas sehari-hari, seperti berkebun dan berburu,

membantu mereka dalam membaca fenomena-fenomena yang terjadi

dialam sekitar tempat tinggal dan juga membantu memprediksikan

berbagai hal yang akan terjadi seperti bencana alam dll.

4. Sistem Pencaharian Hidup

Orang Arfak memiliki mata pencaharian utama yaitu bertani dengan

pola perladangan berpindah-pindah. Berburu merupakan pencaharian

sampingan yang dilakukan untuk memenuhi akan protein hewani. Alat

yang digunakan dalam berburu adalah busur dan panah yang terbuat dari

bamboo dan nibung yang telah tua, serta gelagah. Mata pencaharian lain

yang dilakukan adalah menangkap ikan di tepi danau Anggi.

5. Organisasi Sosial dan Sistem Kekerabatan

Kelompok Kekerabatan dari masyarakat Arfak adalah keluarga luas

virilokal, yang menghuni satu rumah atau tumitse, terdiri dari sepasang
suami istri bersama keluarga inti dari 3-5 anak pria mereka. Perkawinan

diantara orang Arfak pada umumnya masih banayk diatur oleh orang

tuanya sejak anak masih kecil melalui proses penjodohan. Benda-benda

dalam pembayaran maskawin dalam budaya Arfak adalah kain timur, kain

cita, kain merah, manic-manik,paseda selin itu juga maskawin dibayar

dengan hewan (babi).

6. Sistem Religi

1. Sebelum masuk Misi Zending Protestan: Hal ini menyebabkan mereka

percaya bahwa benda-benda dapat membantu mereka memberikan

jalan keluar terhadap apa saja yang mereka inginkan. Penduduk Arfak

termasuk tipe masyarakat yang pendendam.

2. Sesudah masuk ajaran agama: Sistem religi tradisional orang Arfak

sudah mulai berangsur-angsur hilang setelah masuknya ajaran agama

Kristen oleh para pendeta dari Zending Protestan. Walaupun orang

Argak memeluk agama Kristen tetap dalam realitanya kepercayaan

orang Arfak terhadap roh-roh hingga kini masih tetap dipraktekan dalam

kehidupan sehari-hari.

7. Sistem Kesenian

Orang Arfak mengenal seni menyanyi dan menari. Tari ular adalah

salah satu jenis tari tradisional yang di orang Arfak . Tari ini ditarikan dlam

sebuah lingkaran yang terdiri dari beberapa orang. Perhiasan yang

digunakan oleh pria dan wanita adalah iya, yakni gelang yang terbuat dari
anyaman rotan, demaya(kalung), miyepa (hiasan kepala yang dianyam

memakai manik-manik).
BAB 5

KEBUDAYAAN SUKU BANGSA ASMAT

1. Sistem Bahasa

Bahasa Asmat termasuk kelompok bahasa yang oleh para ahli

linguistic disebut languages of the sothern division, bahasa-bahasa bagian

selatan papua yang cirri-cirinya secara keseluruhan pernah diuraikan oleh

J.H.M.C Bolaars. Selain itu orang Asmat menggunakan bahasa lisan

lainnya yang diperwujudkan simbol-simbol dan lambing-lambang yang

digunakan sebagai suatu alat komunikasi yang maknanya hanya

dimengerti oleh mereka sendiri.

2. Sistem Religi dan kepercayaan

Orang Asmat percaya bahwa mereka keturunan dewa yang turun

dari seberang lautan, tempat matahari terbenam. Orang Asmat juga

percaya bahwa jika nenek moyang menghendaki keturunan, dikirimkanlah

roh tertentu kebumi lewat seberkas sinar matahari.Berbagai macam ruh

yang terbagi dalam tiga golongan, yaitu:

1. Yi-ow, atau ruh nenek moyang yang pada dasarnya bersifat baik,

terutama bagi keturunannya.

2. Osbopan, atau ruh jahat yang membawa penyakit dan bencana.

3. Dambin-ow, atau ruh jahat orang mati yang konyol.


3. Organisasi Sosial dan Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan terkecil dalam kebudayaan Asmat adalah

keluarga luas ( Extended Family). Dalam semua rumah terdapat/ menetap

dua sampai tiga keluarga yang terdiri dari keluarga inti senior ditambah

dengan dua keluarga inti yunior serta beberapa anggota kekerabatan

yang masih bertalian darah. Walaupun mereka tinggal serumah namun

tiap keluarga memiliki tungku perapian sendiri-sendiri.

4. Sistem Pencaharian Hidup

Mata pencaharian utama orang Asmat adalah peramu. Kegiatan

meramu berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang dapat dikonsumsi seperti

sagu, paku-pakuan, jamur, dan berbagai jenis sayur-sayuran. Disamping

itu mereka pun melakukan pekerjaan sampingan lainnya seperti berburu

bianatang dan mencari ingan disungai, dan dipinggiran pantai.

5. Struktur Paroh Masyarakat

Masyarakat Asmat mengenal struktur paroh masyarakat (aipem)

agar dapat saling mengawasi dan bersaingan umtuk meningkatkan

kualitas masyarakat. Untuk menjadi seorang pemimpin aipem, maka

seseorang harus dapat memenuhi beberapa criteria antara lain

mempunyai keberanian dan kepandaian dalam perang.

6. Pemimpin Masyarakat
Orang Asmat mengenal dua bentuk kepemimpinan formal dan

kepemimpinan informal atau tradisional. Pimpinan formal adalah

pemimpin yang diangkat berdasarkan perundang-undangan yang berlaku

seperti kepala kampong. Sedangkan pemimpin informal atau tradisional

yaitu pemimpin yang diangkat berdasarkan tradisi masyarakat.

7. Sistem Kesenian

Sistem kesenian orang Asmat berkaitan erat dengan system

kepercayaan. Salah satu benda kesenian Asmat yang sangat menarik dan

terkenal adalah patung mbis dan perisai-perisai .Motif-motif patung Asmat

berdasarkan bentuk dan warnanya diklasifikasikan dalam 4 daerah yaitu:

1. Gaya seni Asmat Hilir dan Hulu sungai yang mengalir ke dalam teluk

Flaminggo dan arah pantai Kasuarina: motif-motif adalah cacing

berbelit, kepala burung kakatua,kepala burung pelican, kepala ular,

ekor burung, cetakan kaki kepiting, kaki tikus, dan motif lainnya.

2. Gaya seni Asmat Barat Laut: Perisai orang Asmat barat laut berbentuk

lonjong dengan bagian bawah yang agak melebar dan lebih padat.

Bagian kepala terpisah dengan jelas dari bagian lainnyadan berbentuk

kepala kura-kura dan ikan.

3. Gaya seni Asmat Timur Laut: Tampak pada bentuk hiasan perisai yang

biasanya berukuran sangat besar, kadang-kadang samapai melebihi

tinggi tubuh manusia. Motif khas bagi perisai gaya Asmat C adalah

motif sikulengan.
4. Gaya seni Asmat daerah sungai Brazza: Perisai-perisai Asmat gaya D

hampir sama besar dan tingginya dengan perisai-perisai Asmat gaya C,

dengan motif hiasan siku lengan. Motif-motif yang terdapat pada Asmat

gaya D adalah hiasan-hiasan geometri, seperti lingkaran spiral, dan

siku-siku.
PELAJARAN 6

KEBUDAYAAN SUKU BANGSA EKAGI

1. Lokasi Suku Ekagi

Orang Ekagi yang diperkirakan berjumlah sekitar 100.000 orang

menghuni bagian barat pengunungan pusat. Ciri khas daerah kediaman

mereka adalah tiga danau besar. Sehubung dengan ketiga danau itu

maka penduduk sebagai penduduk danau Paniai, Danau Tage, dan

Danau Tigi, yang meliputi juga penduduk dataran Kamu dan daerah

Mapia.

2. Kehidupan Sehari-hari

Orang Ekagi berperawakan kecil (pygmoid) dan rumah-rumah

mereka sangat sederhana. Rumah kediaman sederhana ini bukanlah

tempat tinggal suatu suku bangsa yang miskin dan terbelakangan, yang

hanya menunggu saat kepunahan. Orang Ekagi membedakan kerja dan

kegiatan roh/aksibudi, yakni mereka membedakan kerja tangan dan kerja

rohani.Kerja menurut pendapat kaum pria, meskipun merupakan yang

suatu mutlak darus dilakukan, sebenarnya dibawah martabat pribadi

mereka. Maka sebanyak mungkin mereka akan menyerahkan urusan itu

kepada kaum wanita. Akan tetapi ‘pekerjaan’ kaum pria adalah mengatur

urusan yang berkaitan dengan kepentingan politik didalam lingkungan

pemukiman itu.
Apabila seorang anak wanita mengalami haid yang pertama

kalinya, maka bersama beberapa orang kerabat wanita pergi mendiami

sebuah pondok, setelah didalam pondok itu api yang lama diganti dengan

api yang baru. Api baru dan darah anak wanita itu menarik uang siput

untuk ayahnya. Pematuhan peraturan-peraturan yang didengar anak

gadis itu pada kesempatan tersebut, akan melindungi dia dari

kemungkinan suaminya akan mati terlalu dini dan keluarga suaminya akan

mempersalahkan dia karena hal itu. Daun-daun yang berlumuran darah

harus disimpan baik-baik, supaya jangan sampai tersentuh oleh kerabat

prianya.

Pengaturan perkawinan terletak ditangan orang tua yaitu di tangan

orang tua pemuda sejauh mereka bersedia mengumpulkan maskawin

yang diminta. Dengan sendirinya disini terbuka peluang untuk

merundingkan dengan sopan tawaran dan penolakan. Pengakuan resmi

suatu perkawinan meliputi pertama-tama pembayaran maskawin. Hal ini

menyangkut penawaran, pemilihan, penukaran kulit kerang yang bernilai

sama. Sesudah itu kadang-kadang ada perayaan antara suami dan istri.

Istri memperoleh gaun baru dan meninggalkan yang lama. Tindakan ini

untuk mencegah roh-roh dari klennya mengikuti dia didalam lingkungan

yang baru.

Kalau sudah menikah maka kerja sama dan hidup bersama

merupakan tugas sehari-hari. Suami menentukan tempat berkebun, ikut

membuka kebun itu dan seperti sudah dikatakan mengumpulkan bahan


untuk membangun rumah, mencari dan menggumpulkan sabut kulit kayu

untuk keperluan membuat pakaian dan jala gendongan serta membuat

perahu. Suami ingin menjadi tonowi yaitu seorang pengatur urusan-

urusan yang tanguh, sementara itu si isteri ingin sekali mempunyai suami

macam itu.Kelahiran seorang anak harus berlangsung di atas tanah (dan

rumah) ayah. Bapak bersangkutan berdiri dibelakang isteri yang

melahirkan.

Di daerah sekeliling Danau Tage sepertiga keluarha hidup secara

poligami. Seorang Ekagi baru memandang dirinya berhasil, apabila dia

sudah mencapai status “tonowi”.

3. Pandangan Hidup

Orang Ekagi adalah peladang yang tahu mengubah apa yang

diperolehnya dari tanahnya yang sedikit itu, menjadi keuntungan yang

langsung kelihatan melalui tindakannya sendiri. Oleh karena itu suami

mengetahui kelebihan isterinya dan takut, berlebihan itu akan dapat

membayangi pengaruhnya, maka setiap kali dia bertindak berlebihan,

apabila dia ingin memberlakukan posisinya yang lebih tinggi, sementara

isterinya terus-menerus membangun suatu permainan imbangan melalui

kegiatannya, kecerdikannya, keluargaanya, dan anak laki-lakinya.

Mata pencaharian utama dari orang Ekagi adalah perdagangan.

Kehidupan dagang yang serba keras, usaha adat ini disebut realitas, yang

tulen, yang baka, yang menentukan kehidupan. Dalam hal ini orang Ekagi

berpikir tentang matahari dan memandang matahari sebagai wanita,


sebagai ibu asal. Dan Bumi sebagai ibu segala sesuatu yang bertumpu

padanya. Maka mereka selalu mengatakan bahwa ibu rumah tangga

berdiri guna untuk member status dan kesejahteraan kepada keluarga.


PELAJARAN 7

KEBUDAYAAN SUKU SEBYAR DI TELUK BINTUNI

1. Lokasi Suku Sebyar

Suku Sebyar adalah salah satu dari 250 suku bangsa (dilihat dari

bahasa) di Papua yang mendiami wilayah operasi LNG Tangguh di Teluk

Bintuni, tepatnya dikecamatan Arandai-Kabupaten Manokwari.

Desa Tomu merupakan bagian dari wilayah kecamatan Arandai

yang mempunyai batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mardey, sebelah selatan

berbatasan dengan desa Taroy dan desa Sebyar Rejosari, sebelah barat

berbatasan dengan desa Manunggal Karya, Kecap dan desa Aranday.

2. Sejarah Asal-usul Suku Sebyar

Menurut informasi / data yang diberikan oleh setiap klen yang ada

seperti Klen Kosepa, Kaitam, Narawisa, Inai dan lainnya mengemukakan

hal yang sama, yaitu suku Sebyar berasal dari Gunung Nabi (gunung

yang terletak diantara Kecamatan Bintuni dan Babo).

3. Kepercayaan Suku Sebyar

Suku Sebyar di Desa Tomu masih percaya adanya roh halus, roh

nenek moyang, kekuatan gaib, dan benda sakral seperti patung.

Kepercayaan tersebut masih memperkuat norma budaya yang mengatur

kehidupan mereka. Misalnya norma budaya yang mengatur hubungan


mereka dengan lingkungan alam yaitu jangan membakar hutan sagu,

jangan menjual tanah adat tanpa sepengetahuan ketua klen pemiliknya

dan larangan-larangan lainnya. Apabila seseorang warga melanggar

larangan tersebut, maka orang itu akan mati.

4. Organisasi Sosial dan Sistem Kekerabatan

Suku Sebyar di Tomu menganut sistem keturunan Patrilineal,

sehingga hak waris selalu jatuh kepada anak laki-laki dan anak

perempuan hanya memiliki hak pakai. Namun demikian ada pemberian

hak khusus dari orangtua sebagai rasa kasih sayang kepada anak

perempuan berupa sebidang tanah untuk membangun rumah dan lain-

lain. Selain itu, anak atau saudara perempuan selalu dilibatkan dalam

semua kegiatan yang berhubungan dengan adat, terutama upacara-

upacara adat. Sebyar adalah satu kelompok manusia yang disebut suku.

Sebyar artinya suku yang menyebar. Suku ini memiliki 26 klen yang ada

dibagi menjadi dua bagian yaitu: sub suku Dambad dan subsuku

Kembran.

5. Sistem Perkawinan

Suku sebyar yang mendiami desa Tomu menganut sistem Exogami

klen (kawin keluar klen). Dalam memperoleh isteri orang Sebyar

mengenal 3 bentuk sistem pewrkawinan salah satunya yaitu :

a. Minang, yaitu apabila seorang pemuda ingin kawin dengan seorang

gadis, maka orangtua dari pemuda pergi kerumah orangtua perempuan


yang diinginkannya untuk meminta secara baik. Apabila disetujui maka

mereka menanyakan besar harta maskawin yang diminta oleh orangtua

gadis tersebut. Dengan mengetahui besar maskawin yang diminta

maka orangtua pemuda menghubungi kerabatnya terutama klennya

lalu mereka mengumpulkan harta maskawin yang dibebankan oleh

orangtua gadis. Kemudian upacara perkawinan (Arane) untuk

mengukuhkan perkawinan tersebut dilaksanakan.


PELAJARAN 8

KEBUDAYAAN SUKU ASMAT-DANI

1. Sejarah

Perkampungan yang pertama kali diketahui di Lembah Beliem

diperkirakan sekitar ratusan tahun yang lalu. Banyak eksplorasi didataran

tinggi pedalaman Papua yang dilakukan, yang pertama adalah ekspedisi

Lorentz pada tahun 1909-1910 (Netherlands), tetapi mereka tidak

beroperasi di Lembah Baliem. Kemudian penyidik asal Amerika yang

bernama Richard Archold anggota timnya adalah orang pertama yang

mengadakankontak dengan penduduk asli yang belum pernah

mengadakan kontak dengan negara lain sebelumnya. Ini terjadi pada

tahun 1935, kemudian telah diketahui bahwa penduduk suku Dhani

adalah petani yang terampil dengan menggunakan kapak batu, alat

pengikis, pisau yang tebuat dari tulang binatang, bambu, atau tombak

kayu dan tongkat galian. Pengaruh eropa dibawa oleh para Missionars

yang membangun pusat misi protestan di Hetegima sekitar tahun 1955

bangsa Belanda mendirikan kota Wamena maka agama Katolik mulai

berdatangan.

Sebutan ‘’Dhani’’ untuk kelompok masyarakat yang menghuni

lembah Baliem sebenarnya diberikan oleh orang amerika dan Belanda

untuk orang Moni yang bermukim di dataran tinggi Paniai (Moni : orang

asing). Kata asing ini berarti Ndani untuk mereka yang tinggal di Baliem.
Penduduk lembah Baliem sendiri menyebut diri mereka ‘’Nut Akuni

Pallimeke’’.

2. Letak Geografis

Secara geografi Kabupaten Jaya Wijaya terletak antara 3,20 0-5,200

LS serta 137,190-1410 BT. Batas-batas daerah Kabupaten Jayawijaya

adalah sebagai berikut :

 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jayapura dan Kabupaten

Yapen Waropen,

 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Paniai

 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Merauke DAM

 Sebelah Timur berbatasan dengan Papua New Guinea.

Topografi Kabupaten Jaya Wijaya terdiri dari gunung-gunung yang

tinggi dan lembah-lembah yang luas. Diantara puncak-puncak gunung

beberapa diantaranya selalu tertutup salju, misalnya puncak Trikora 4.750

m. Puncak Yamin 4.595 m dan puncak Mandala 4.760 m.

3. Iklim

Jaya Wijaya beriklim tropik basah, hal ini dipengaruhi oleh letak

ketinggian dipermukaan laut dengan temperatur udara bervariasi antara

80-20 C dengan suhu rata-rata 17,5 0 dengan hari hujan 152,42 hari

pertahun, tingkat kelembapan diatas 80%, angin berhembus sepanjang

tahun dengan kecepatan rata-rata setinggi 14 knot dan terendah 2,5 knot.
4. Flora dan Fauna

Dekat daerah bersalju di puncak gunung terdapat lumut dan

tanaman tundra. Hutan juga beranekaragam jenis kayu yang sangat

penting bagi perdagangan seperti Intsia, Pometis, Callophylyum,

Drokontomiko, Pterokorpus. Hutan dan padang rumput jaya wijaya

merupakan tempat hidup Kanguru, Kuskus, Kasuari, dan banyak Spesies

dari burung endemik seperti burung Cendrawasih, Mambruk, Nuri yang

bermacam-macam Insect dan Kupu-kupu yang beraneka ragam warna

dan coraknya.

5. Penduduk

Penduduk asli yang mendiami Kabupaten Jayawijaya ini adalah

suku Dani, Kimyal, dan suku Yale. Selain penduduk asli juga terdapat

penduduk yang berasal dari daerah lain di Indonesia yang berada di

Kabupaten Jayawijaya, dan bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS),

TNI dan Polri, pengusaha, pedagang, transmigran dan lain sebagainya.

6. Budaya

Setiap daerah pasti memiliki ciri khas, begitupula dengan penduduk

Jayawijaya. Di kabupaten ini, babi memegang peranan penting dalam

kehidupan sosial masyarakat. Babi merupakan prestise dan

melambangkan status sosial seseorang. Hutan lebat di pegunungan

Jayawijaya adalah rumah suku Dani. Hutan rimba dan alam Baliem yang

heterogen membentuk laki-laki Dani menjadi ‘’prajurit-prajurit’’ tangguh.


Suku Dani tinggal dalam kelompok yang masih memiliki hubungan

kekerabatan dalam sebuah usilimo/sili. Beberapa sili yang berdekatan

biasanya memiliki kedekatan hubungan kekerabatan. Kelompok sili yang

terbentuk karena hubungan darah atau yang terbentuk atas dasar

persatuan teritorial dan politik membentuk suatu kampung. Kampung

dipimpin oleh seorang Kepala Suku didampingi oleh panglima perang.

Usilimo/sili merupakan zona inti pemukiman Dani, yang dihuni

oleh sebuah keluarga. Usilimo terbentuk dari hutan yang sudah dibuka,

diolah dan ditata menurut jalinan potensi alam dan sosial budaya lokal.

Setiap sili/usilimo dari beberapa kelompok honei yaitu honei laki-

laki (pilamo), honei wanita (ebe-ae/enai), dapur (hunila/hunu) dan

kandang babi (wam dabula). Honei bersal dari kata hun yang berarti laki-

laki dewasa dan ai yang berarti rumah.

Rumah wanita (biasanya dihuni oleh seorang ibu, anak-anak dan

kerabat wanitanya) disebut abe-ae atau ebai. Ebe artinya tubuh dalam arti

hadir, tetapi bermakna utama pusat atau sentral.

Demi keamanan harta keluarga, wam dabula terletak didekat

pilamo. Daging babi, minyak dan bagian-bagian tubuh tertentu (misalnya

telinga dan ekor) dipergunakan untuk upacara pesta adat. Tulang rahang

babi biasanya digantung didalam pilamo sebagai penanda status sosial.

Halaman tengah sili (hikno) merupakan ruang berkumpul. Pesta dan

upacara adat seperti kematian kremasi jenazah, upacara kelahiran,

perayaan kemenagan, dan sebagainya dilakukan disini. Upacara adat


biasanya diikuti bakar batu yaitu membakar babi dan bahan makanan lain

untuk disantap bersama. Kini suku Dani cenderung hidup menetap disuatu

tempat dengan lingkungan keamanan yang lebih kondusif. Pergeseran

ruang aktivitas ini jarang dibarengi perubahan perilaku. Yang muncul

selanjutnya adalah ketidakseimbangan peran laki-laki dan wanita

sehingga wanitalah yang tampak sibuk diladang.

Batas teritorial suku Dani terbagi atas tiga wilayah. Daerah terluar

adalah hutan dibawah ‘’kewenangan pengelolaan’’ suku Dani. Dalam

masyarakat Dani, kaum laki-lakilah yang banyak berhubungan dengan

keliaran rimba Baliem. Norma-norma adat yang mengatur pengelolaan

hutan diwilayah ini misalnya, aturan mengenai binatang yang boleh

diburu, kayu yang boleh ditebang untuk membuat rumah, larangan

membuang sampah dan kotoran apapun di sungai, dan bagian hutan yang

boleh dibuka untuk pemukiman dan perladangan baru, biasanya

dituangkan dalam bentuk mitos yang dikaitkan dengan hal mistik.

Pelanggaran atas zona pengelolaan oleh pihak asing akan dihadapi oleh

laki-laki Dani sehingga mengakibatkan perang suku.

Batas pengelolaan kedua adalah ladang. Suku Dani adalah

masyarakat subsistem yang menggantungkan kehidupannya pada

kekayaan yang diberikan alam sekitarnya. Kegiatan jual beli hasil ladang

merupakan kegiatan baru bagi masyarakat Dani. Di daerah ini masih

banyak orang yang menggunakan koteka yang terbuat dari kunden dan

para wanita menggunakan pakaian ‘’wah’’ yang berasal dari rumput/serat.


Upacara-upacara besar dan keagamaan, perang suku masih terjadi

(walaupun tidak sebesar waktu lampau), walaupun masyarakat Dani telah

menerima agama Kristen, banyak diantara upacara-upacara mereka

masih bercorak budaya lama yang diturunkan nenek moyangmereka.

Suku Dani percaya tehadap ‘’Rekwasi’’.

Didalam masyarakat suku Dani jika salah seorang menjadi manusia

buangan karena melanggar tabu ia biasanya dihina/diejek oleh warga lain

pada pertemuan adat, dan ia harus membayar denda. Orang-orang

Asmat-Dani jika bekerja di ladang atau pergi berburu, mereka bernyanyi

ekspresi heroic atau kisah menyedihkan. Aluran suara dari lagu itu

mendorong semangat orang Asmat-Dani dalam bekerja. Alat-alat musik

yang mengiringi lagu disebut ‘’pikon’’. Patung ‘’Hukumiarek” dijadikan

sebagai patung perdamaian. Hukumiarek adalah nama salah satu Kepala

Suku di Wamena yang menjadi korban oleh perng suku. Patung ini

dibangun untuk mengingatkan kepada masyarakat Wamena agar tidak

terjadi perang antara sesama suku serta memohon untuk senantiasa

menjaga dan memelihara perdamaian.

7. Transportasi

Kabupaten Jayawijaya merupakan salah satu daerah yang berada

di pedalaman Papua, maka sarana perhubungan yang ke Ibukota

Wamena dan Kecamatan-kecamatan lainya di daerah pedalaman

Jayawijaya adalah dengan transportasi udara. Lapangan terbang utama

terletak di kota Wamena jalur rutin yang setiap hari didarati pesawat
terbang seoerti Merpati Airlines dan beberapa jenis pesawat setiap hari 3-

4 kali penerbangan dari Jayapura (Airport Sentani) PP. Beberapa kota

kecamatan di daerah ini dihubungkan dengan jalan darat dan terdapat

kendaraan seperti taksi umum yang beroperasi bahkan beberapa mini bus

yang diperuntukan bagi kepentingan para wisatawan.


PELAJARAN 9

KEBUDAYAAN SUKU BANGSA BYAK

1. Nama dan Latar Belakang

Pada waktu pemerintahan Belanda berkuasa di daerah Papua

hingga awal tahun 1960-an nama yang dipakai untuk menamakan

kepulauan Biak-Numfor adalah Schouten Eilanden, menurut nama orang

eropa pertama berkebangsaan Belanda yang mengunjungi daerah ini

pada awal abad ke-17. Nama lain yang sering dijumpai dalam laporan-

laporan tua untuk penduduk dan derah ini pada awal abad ke-17. Nama-

nama lain yang sering dijumpai dalam laporan-laporan tua untuk

penduduk dan daerah kepulauan ini adalah Numfor atau Wiak. Fenom w

pada kata wiak sebenarnya berasal dari fenom v yang kemudian berubah

menjadi b sehinngga muncullah kata biak yang digunakan sekarang. Dua

nama terakhir itulah kemudian digabungkan menjadi satu nama yaitu

Biak-Numfor.

Tentang nama dan sejarah orang biak, menurut mite moyang orang

biak berasal dari satu daerah yang terletek disebelah timur, tempat

matahari terbit. Moyang pertama datang ke daerah kepulauan ini dengan

menggunakan perahu. Ada beberapa versi cerita kedatangan moyang

pertama itu. Salah satu versi itu menceritakan bahwa moyang pertama

dari orang biak terdiri dari sepasang suami isteri yang dihanyutkan di air

bah diatas sebuah perahu dan ketika air bah surut kembali terdampar
diatas satu bukit yang kemudian diberi nama oleh kedua pasang suami

isteri itu Surwambo. Dan mereka berkembang biak memenuhi seluruh

kepulauan Biak-Numfor.

2. Bahasa

Orang Biak-Numfor, baik yang tinggal di daerah kepulauan Biak-

Numfor maupun yang berdomisili di tempat-tempat perantauan,

menggunakan satu bahasa namun terdapat perbedaan dialek. Di

Kepulauan Biak-Numfor sendiri terdapat 10 dialek sedangkan di daerah

migrasi atau perantauan terdapat 3 dialek. Sercara linguistik bahasa Biak

adalah salah satu bahasa di Papua yang dikategorikan dalam bahasa

Austronesia dan Jumlah penduduk yang menggunakan bahasa biak di

daerah kepulauan Biak-Numfor sendiri pada saat sekarang berjumlah

kurang lebih 70.000 orang.

3. Mata Pencaharian

Orang Biak terutama yang tinggal di pedesaan hidup terutama dari

berladang dan menangkap ikan. Teknik berladang yang dilakukan ialah

berpindah-pindah. Jenis tanaman yang biasa ditanam misalnya talas,

keladi, pepaya, pisang, dan sayur-sayuran.

Dimasa lampau mata pencaharian orang Biak-Numfor adalah

perdagangan. Barang-barang perdagangan adalah hasil laut, piring,

budak dan alat-alat kerja yang dibuat dari besi seperti parang dan tombak.

Sistem perdagangan yang dilakukan pada masa lampau adalah barter


(dalam bahasa biak disebut farobek) tanpa mata uang tertentu seperti

suku Mee dan Muyu yang menggunakan kulit kerang sebagai alat

pertukaran yang terbaku dalam kebudayaannya. Melalui sistem barter

orang Biak telah menciptakan suatu institusi yang disebut sistem manibob

atau sistem rekanan dagang. Oleh karena sistem Manibob merupakan

salah satu media yang digunakan untuk mencapai kedudukan pemimpin

dalam suatu masyarakat. Sistem Manibob adalah suatu sistem dimana

dua individu yang berasal dari dua kampung atau dua tempat berbeda

lokasi saling bertemu melalui hubungan dagang. Pertemuan tersebut

dapat tumbuh dan membawa dua individu bersangkutan pada hubungan

yang lebih akrab dan berlangsung lama. Cara menciptakan hubungan

manibob atau rekanan dagang itu ialah melalui bentuk pertukaran. Dalam

suatu transaksi orang menjual benda-benda berharga tertentu kepada

orang lain dan tidak menuntut pembayaran penuh, melainkan

mengharapkan pihak pembeli memberikan bantuan kepadanya disaat

memerlukan pertolongan.

4. Struktur Sosial

Pada waktu lampau maupun masa kini kestuan sosial yang paling

penting dalam kehidupan bermasyarakat orang Biak adalah keret atau

klen kecil. Suatu keret terdiri dari jumlah keluarga batih yang disebut sim.

Wujud nyata nya adalah rumah besar yang disebut rumah keret . rumah

keret itu dibangun diatas tiang dan dibagi kedalam sejumlah sim yang

letaknya di sisi kiri kanan dan dipisahkan oleh suatu ruang kosong
dibagian tengah ruang yang memanjang mulai dari depan sampai

kebelakang. Fungsi ruang tengah yang kosong itu adalah sebagai tempat

menaruh perahu milik keret dan juga sebagai tempat menaruh perahu

milik keret dan juga sebagai tempat menerima tamu dan tempat rapat

anggota keluarga keret. Tempat seperti itu disebut Aberdado dan dapat

menampung semua anggota klen.

Dalam masyarakat Biak tidak terdapat pembagian menurut lapisan

sosial yang jelas, namun ada perbedaan antara golongan masyarakat

bebas dengan golongan masyarakat budak. Golongan pertama,

masyarakat bebas disebut manseren artinya yang dipertuan, pemilik yang

membuat putusan dan berkuasa. Golongan masyarakat bebas atau

manseren itu terdiri atas masyarakat yang berasal dari keret pendiri

kampung yang disebut menseren mnu, artinya golongan pendiri dan

pemilik kampung. Golongan kedua yang disebut budak atau women

berasal dari tawanan-tawnan perang. Tugas utama golongan ini adalah

membantu melakukan pekerjaan-pekerjaan bagi siapa mereka dipertuan

seperti berkebun, mencari ikan, membangun rumah dan lain-lain. Mereka

juga sering dinamakan dalam bahasa Biak manfanwan, artinya yang

disuruh untuk melakukan pekerjaan tertentu.

5. Perkawinan dan Pola Menetap Sesudah Menikah

Prinsip perkawinan yang dianut orang Biak-Numfor adalah

eksogami, yang artinya antara anggota-anggota warga satu keret tidak

boleh terjadi perkawinan. Pada waktu lampau perkawinan ideal orang


Biak-Numfor adalah perkawinan yang disebut idadwer, atau exchange

marriage yaitu pertukaran perempuan antara keluarga yang berasal dari

dua keret yang berbeda. Selain itu orang Biak-Numfor juga mengenal

perkawinan melalui peminangan atau fakfuken.

6. Sistem Kepemimpinan

Masing-masing keret dikepalai oleh seorang pemimpin yang

disebut mananwir keret. Tugas seorang mananwir adalah :

a. Sebagai kepala dan hakim yang menagani berbagai urusan yang

menyangkut kepentingan warga golongan sendiri seperti sebagai

kepala untuk mengatur izin penggunaan tanah hak milik keret diantara

warga keret dan sebagai hakim untuk menyelesaikan berbagai

sengketa yang timbul antara warga keret sendiri.

b. Seorang mananwir adalah sebagai wakil golongannya sendiri untuk

menangani masalah yang menyangkut kepentingan golongannya

dengan golongan yang lain dalam kampung dan bersama-sama

dengan mananwir dari keret lain menjaga dan mengawasi kepentingan

warga kampungnya terhadap pihak luar.

Mambri atau pemimpin perang sebagai pemimpin. Dalam

pemerintahan kolonial di daerah, biasanya terdapat individu-individu yang

dapat muncul sebagai pemimpin masyarakat atas dasar kualifikasi mambri

atau pemimpin perang. Semasa remaja para pemimpin perang diberi

makan sejenis daun yang disebut ui mambri. Menurut kepercayaan orang

biak numfor daun tersebut dapat memberikan tenaga dan keberanian


yang besar kepada siapa yang memakannya. Konor atau mon sebagai

pemimpin.

Disamping tipe-tipe pemimpin yang diatas, ada juga pemimpin yang

mendasarkan kekuasaannya pada religi yang biasa disebut konor atau

mon. Penampilan seorang konor biasanya diawali dengan suatu

pengalaman luar biasa, misalnya sembuh dari sakit tanpa pengobatan,

pengalaman peristiwa ajaib tertentu atau bermimpi bertemu dengan

manseren manggundi.

Korano sebagai pemimpin. Syarat utama untuk mengangkat

seorang korano adalah kemampuan berbicara bahasa melayu. Banyak

tokoh-tokoh yang telah menggunakan gelar korano bukan semata-mata

sebagai jabatan, tetapi juga gelar penghormatan.

Dalam lingkungan orang Biak-Numfor, gelar itu mempunyai nilai

yang sama. Gelar itu biasanya dipakai didepan nama keret misalnya

mayor Namber (dari Numfor), Korano awakon (dari Kampung Sowek),

Sanadi Mofu (dari kampung Apombukor) dan Rejau Kaisepo (dari

Kampung Wardo).

7. Konsep Religi Orang Biak-Numfor

a. Kepercayaan roh orang mati (Karwar)

Mereka berpendapat bahwa manusia mempunyai satu tubuh dan

dua roh, yaitu jasmani (baken saprip), roh (rur) dan bayangan (nin).

Seorang yang masih hidup berarti jasmaniah, ruh dan nin menjadi satu

apabila saat kematian seseorang berarti jasmaniah akan rusak dan


dipindahkan kesuatu tempat khusus yang disebut Yen Aibui (dunia jasat).

Yen Aibui adalah tempat orang mati akan dibangkitkan atau Yen Aibui

sebagai tempat masuknya roh (rur) dan nin untuk bertemu kembali

dengan jasat yang akan bangkit kembali dalam bentuk jasat.

b. Roh-roh Penghuni Alam Semesta

Orang Biak-Numfor pada masa lampau sangat kuat menganut

kepercayaan lain dialam semesta ini, yaitu roh-roh penghuni goa, pohon

besar, gunung, didalam tanah, dan dilaut, roh-roh jahat di alam ini disebut

suanggi.

c. Penyembahan Matahari (Fan Ori)

Pandangan orang Biak-Numfor tentang siang dan malam

merupakan dua kuasa yang saling bertentangan, yakni kuasa yang baik

dan kuasa yang jahat. Kedua kuasa ini berusaha menguasai manusia,

kuasa yang baik menguasai sebelah timur dengan bentara atau

pesuruhnya, sedngkan kuasa jahat disebelah barat dengan pengawalnya.

Jika siang dikalahkan maka manusia akan mengantuk dan tidur, sehingga

malam dengan kegelapannya merupakan lambang penguraian bagi tubuh,

roh, dan nin.

d. Kepecayaan Mitos Koreri Biak-Numfor

Koreri adalah suasana atau keadaan yang penuh kegembiraan,

kebahagiaan, dan kesejahteraan. Masyarakat Biak-Numfor masih memiliki


kebudayaan kuno yang berkisar pada kepercayaan aninisme bahkan

kepercayaan tersebut lebih ditnjolkan ke upacara ritual yang lebih dikenal

dengan wor. Kata wor sudah berarti lagu dan tari tradisional.

Tokoh nenek moyang orang Biak-Numfor yang akan mendatangkan

koreri adalah Mansar Manggundi/Manseren Koreri (Tuhan Koreri). Orang

Biak-Numfor yakin dan percaya bahwa suatu saat koreri akan datang

dengan segala kemakmuran dan kesejahteraan.

e. Kepercayaan Manseren Nanggi

Orang Biak-Numfor percaya bahwa ada tuhan di langit (Menseren-

Nanggi) yang mempunyai segala kekuatan dan yang memberi kehidupan,

memberi kesejahteraan, kemakmuran dan hikmat. Upacara ini diadakan

pada waktu berlakunya keadaan yang tidak menentu atau pada waktu

berlangsungnya bencana kelaparan yang mengancam (Angkangkori).


PELAJARAN 10

KEBUDAYAAN SUKU BANGSA AYFAT

1. Lokasi Suku Ayfat

Bagian paling Barat pulau Papua disebut ‘’kepala burung’’. Bagian

diatas teluk Bintuni dapat disebut tengkoraknya dan bagian di selatan

teluk itu rahang bawahnya. Di bagian utara mulai dari kota Sorong, bila

dilihat dari barat ke timur berdiamlah kelompok-kelompok penduduk

berikut ini: orang Moi, Marej, Karon, Kebar, dan Arfak. Dibagian tengah,

kiri dan kanan sungai Kamundan dan sekeliling danau Ayamaru

berdiamlah suku Ayfat. Daerah Ayfat itu di Zaman Belanda diperintahkan

dari ibikota Teminabuan yang letaknya paling dekat dengan teluk Bintuni.

Dari suku yang telah disebutkan tadi mereka berbicara bahasa Meybrat

dengan perbedaan dialek.

2. Kehidupan Sehari-hari

Cara hidup orang asli Ayfat dapat dilukiskan sebagai berikut : suatu

rumah tangga hidup didalam sebuah rumah diatas tonggak-tonggak

tingggi di tengah-tengah kebunnya. Kelompok kecil ini merupakan suatu

inti ego, yang terdiri dari seorang dan kerabat pribadinya yang intim.

Tingkat hidup mereka yang minim terdiri dari usaha berladang,

meramu hasil-hasil hutan, sedikit berburu dan menangkap ikan. Pada

kalangan mereka orang menanam sagu, pisang, dan kelapa. Pola pikir ini
lambat laun mengalami perubahan-perubahan besar karena pengaruh

orang-orang Belanda dulu dan kemudian pemerintah Indonesia dan berkat

usaha zending dan misi. Dalam tahun 1924 tibalah pemerintahan

setempat yang peertama untuk Teminabuan, sedangkan zending sudah

mulai bertugas di Inawatan dalam tahun 1911 dan misi dalam tahun 1949

memulai karyanya dari Sausapor. Secara singkat pengaruh ini berarti

pasifikasi perang kecil diantara kelompok itu, pembentukan desa,

pendidikan, iman kristen, dan perkembangan sosial-ekonomi (pakaian,

perumahan, proyek wilayah dan sebagainya). Ketika perusahaan minyak

NNGPM (Nederlands Nieuw Guinea Potreleum Maatschappij) dalam

tahun 1957 membutuhkan tenaga kerja, mulailah perpindahan ke daerah

pantai (Sorong, Babo).

Akan tetapi sebelum pengaruh modern ini mulai mengubah pola

hidup yang asli terdapat pula pengaruh yang lain, yang membuat pola

kehidupan yang asli itu berkembang ke suatu arah tertentu. Maksudnya

adalah pengaruh perdagangan dan kontak dengan bangsa lain di daerah

pantai. Dari perdagangan ini timbulah tukar menukar barang berharga

yang pada mulanya menguasai seluruh kehidupan orang Ayfat. Diantara

barang tukaran itu terdapat tiga belas jenis kain, yang berasal dari pulau

sebelah barat Papua. Yakni pulau Seram dan Buru, melalui Kokas,

Bintuni, dan Sausapor. Disamping kain ada pula barang berharga lainnya

seperti gelang-gelang dari kulit siput, gigi taring buaya, dan babi (yang

tumbuh melenkung), bahan kalung-kalung dan ikat pinggang yang dihiasi


dengan manik-manik dari jenis yang istimewa, khususnya pisau berhias

dan burung cendrawasih. Semua benda tukaran itu disebut dengan nama

‘’kain timur’’. Didalam lalu lintas perdagangan ada beberapa orang yang

tampil sebagai perantara. Mereka memainkan peranan memimpin atas

dasar bakat dagang mereka, kekayaan kain timur mereka dan posisi

pengikut. Mereka itu mengenal hubungan kemasyarakatan, menguasai

teknik manipulasi dan sangat pintar mengungkapkan pikiran dan perasaan

dengan kata-kata. Mereka itu mempunyai pengaruh besar dalam urusan

pernikahan. Tokoh-tokoh itu disebut bobot, penguasa kain-kain.

3. Pandangan Hidup

Orang Ayfat berpendapat, bayi didalam rahim ibu itu terjadi karena

darah ibu dan sperma ayah. Selama masa hamilnya seorang wanita harus

lebih bekerja keras untuk membuat bayinya lebih kuat. Kalau ia merasa

tidak enak badan maka mandi di air sungai yang deras airnya sebgai

pertemuan dengan para leluhur, merupakan sesuatu yang dapat

memberikan dia tenaga baru. Dia melahirkan didekat rumahnya didalam

kebun, dibantu oleh seorang wanita yang terkenal namanya karena

dipandang memiliki kekuatan gaib. Wanita ini juga memotong tali ari-ari.

Tidak boleh ada laki-laki yang berada didekat situ. Tetapi kalau kelahiran

itu sukar jalannya, maka wanita yang melahirkan itu, harus memanggil

nama pria lain yang menggaulinya. Dari mereka ini akan dituntut denda.

Kematian seorang dewasa yang sedang dalam usia hidupnya yang

penuh daya langsung menimbulkan dugaan-dugaan, sehingga orang


berbicara mengenai kemungkinan-kemungkinan adanya keracunan atau

magi hitam. Orang Ayfat juga memikirkan kemungkinan pembalasan

dendam dari seseorang yang belum lama meninggal. Semua orang yang

berkepentingan mencari orang yang bersalah, dan dari dia ini akan

dituntut kain-kain sebagai ganti rugi. Sesudah itu semua kewajiban orang

yang sudah meninggal itu diusahakan supaya diselesaikan secepatnya.

Jika tidak maka orang itu akan terus berkeliaran sebagai hantu dan

menimbulkan penderitaan.

Dahulu orang membangun sebuah rumah orang mati setelah

kematian seorang lanjut usia yang dihormati, keluarga terdekat istimewa

mereka yang sudah di inidiasikan tetapi belum menikah (pemuda dan

pemudi) masuk dan tinggal disana. Orang Ayfat memberikan sebuah

pelataran tempat jenazah itu diletakkan dalam posisi duduk sampai

menjadi busuk. Tali pinggang juga dipotong oleh seorang yang juga

bertugas waktu inisiasi. Empat hari kemudian orang menaruh makanan

didekat jenasah itu yang akan dimakan habis oleh para leluhur dalam rupa

burung. Beberapa hari kemudian orang membuat rumah diatas tonggak

dan disana berlangsung lagi pertukaran kain-kain yang dimaksud sebagai

persiapan untuk suatu pesta pertukaran secara masal, pada kesempatan

itu kewajiban orang yang sudah meninggal itu dilunasi. Dengan demikian

orang yang sudah meninggal dipandang ‘’sudah ditebus’’ dan dapat

masuk ketempat tinggal leluhur dan dia sendiri menjadi suatu roh yang

baik hati.

Anda mungkin juga menyukai