Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang terdapat di gugusan pulau

Sumatera, Indonesia. Provinsi Riau dikenal sebagai salah satu provinsi terkaya di

Indonesia karena memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti minyak bumi dan

hasil hutannya. Selain kaya akan sumber daya alam dan hasil hutan, Provinsi Riau juga

kaya akan budaya dan tradisi baik lisan maupun tulisan. Provinsi Riau merupakan pusat

kebudayaan dan tradisi Melayu. Anggapan tersebut didukung oleh fakta bahwa di

kawasan ini sampai sekarang masih ada sejumlah suku asli atau yang lebih terkenal

dengan sebutan suku terasing, yaitu, suku Sakai, suku Bonai, suku Talangmamak, suku

Kubu, suku Hutan, dan suku Petalangan yang mendiami daratan di Riau. Kemudian ada

suku Laut atau suku Akit yang mendiami kawasan Kepulauan Riau.

Di kawasan Riau juga terdapat masyarakat adat seperti rantau nan kurang oso

duo puluo di Kuantan, masyarakat limo koto dan tigo boleh koto di Kampar, dan lain-lain.

Sejumlah peninggalan sejarah (candi dan artefak lainnya) yang ditemukan memberi

petunjuk pula tentang kewujudan kebudayaan dan peradaban kuno dikawasan Riau, mulai

dari pra-sejarah hingga ke periode Hindu dan Budha. Beberapa kajian ilmiah bahkan

menyatakan bahwa imperium Sriwijaya pun pernah bertapak di kawasan ini. Di pinggir

empat sungai besar dan anak-anak sungainya yang membelah kawasan ini selama

berabad-abad pernah bertapak sejumlah kerajaan, seperti Gasib (kemudian Siak Sri

Inderapura), Kampar (dan Pelalawan dan Gunung Sahilan), Rokan (dan Kunto

Universitas Sumatera Utara


Darussalam, Tambusai, Rambah, serta Kepenuhan), dan kerajaan Keritang, Inderagiri,

serta Kandis (Rahman, 2009:2).

Dalam kehidupan masyarakat suku-suku asli, masyarakat adat dan masyarakat

beraja-raja, wujud kebudayaan dan tradisi Melayu masih dipelihara dan menjadi patokan

kehidupan sosial. Dalam kehidupan masyarakat suku-suku asli yang ada di Riau (seperti

suku Sakai, suku Bonai, suku Talangmamak, suku Kubu, suku Hutan, suku Petalangan

dan suku Laut atau suku Akit) terkesan sangat tradisional, karena mereka memegang

teguh adat, budaya dan tradisinya. Pemegang teraju adat seperti Patih dan Batin, sangat

besar sekali peranannya dalam mengatur semua perbuatan dan kehidupan. Alam pikiran

yang masih sangat sederhana dan kehidupan yang sangat ditentukan oleh faktor alam,

telah menyebabkan munculnya tokoh tradisi seperti dukun, bomo, pawang, dan

kemantan. Para tokoh ini diharapkan dapat membuat hubungan yang baik antara manusia

dengan alamnya. Masyarakat suku-suku asli juga mempercayai sungai, tanah, pohon,

hewan, dan sebagainya, dihuni atau dikawal oleh makhluk halus yang kemampuannya

melebihi kemampuan manusia, sehingga mereka beranggapan bahwa manusia, alam dan

makhluk halus merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Suku asli atau lebih dikenal lagi dengan sebutan suku terasing, adalah suatu istilah

yang diberikan kepada suku tertinggal yang ada di Indonesia. Departemen Sosial

Indonesia memberikan istilah bagi suku marjinal ini menurut pola tempat tinggalnya:

tidak menetap, setengah berpindah-pindah, dan sementara menetap (Departemen Sosial

Republik Indonesia 1987, dikutip dari Hamidy, 1991:5). Empat faktor ini juga

menentukan peringkat isolasinya: (1) jarak geografis, (2) kurangnya fasilitas komunikasi

Universitas Sumatera Utara


dan teknologi modern, (3) kurangnya interaksi sosial dengan masyarakat lain, dan (4)

penganut kepercayaan leluhur dan alam pikir primitif (Hamidy, 1991:38-39).

Suku Bonai adalah salah satu suku terasing di kawasan Provinsi Riau. Selain suku

lainnya yaitu Sakai, Talangmamak, Kubu, Orang Hutan, dan suku Laut atau suku Akit.

Masyarakat suku Bonai merupakan salah satu suku asli yang tinggal jauh di pedalaman

Sungai Rokan. Masyarakat ini sulit dijangkau dan terisolasi secara sosial. Mereka hidup

dari hasil pertanian ladang berpindah-pindah, perikanan, dan meramu. Masyarakat Bonai

ini jauh dari sentuhan pembangunan pemerintah Provinsi Riau, bahkan sebagian besar

penduduk atau masyarakat Riau yang tinggal di luar dari desa mereka tersebut tidak tahu

siapa mereka ini. Kalaupun ada masyarakat luar yang mengetahui mengenai suku Bonai,

umumnya mereka hanya mengenal suku Bonai tersebut karena keanehan budaya dan

tradisinya. Penulisan dan penelitian khusus mengenai masyarakat suku Bonai dengan

budaya, kesenian, dan tradisinya yang “unik” (eksotik) ini masih jarang ditemukan.

Sebagaimana suku-suku lainnya, masyarakat suku Bonai juga mempunyai

budaya, kesenian, dan tradisi baik lisan maupun tulisan mengenai riwayat mereka.

Masyarakat suku Bonai menjadikan tradisi sebagai titik memulai dengan memposisikan

unsur kesenian sebagai inti lingkaran unsur-unsur kebudayaan, dan memposisikan unsur

kebudayaan lainnya di lingkar luar yang saling mengait dengan lingkar inti (Rahman,

2009:8). Tradisi dan kesenian dapat dipandang sebagai spirit terhadap siklus kehidupan

orang-orang Bonai, karena unsur-unsur tradisi dan kesenian menghiasi hampir seluruh

tatanan kehidupan masyarakat Bonai. Unsur tradisi dan seni berhubung kait dengan

religius dan kepercayaan masyarakat Bonai. Tradisi dan seni masyarakat Bonai terikat

kepada kepercayaan ketuhanan.

Universitas Sumatera Utara


Posisi tradisi dan kesenian sebagai inti dari budaya sangat ditentukan oleh unsur

lainnya dalam kebudayaan, seperti bahasa, religi, mata pencaharian, organisasi sosial,

sistem pengetahuan, sistem ekonomi, sistem teknologi, dan sistem kesenian itu sendiri.

Mantera, syair, hikayat, cerita rakyat, nyanyian rakyat, permainan rakyat, dan seluruh

kekayaan tardisi lisan dan tertulis masyarakat suku Bonai menampilkan unsur seni yang

berada dalam kajian bahasa. Satu di antara tradisi lisan yang paling populer dalam

kehidupan masyarakat suku Bonai adalah lukah gilo.

Lukah gilo merupakan salah satu tradisi rakyat pada masyarakat suku Bonai.

Lukah gilo berasal dari dua kata, yaitu lukah dan gilo. Lukah merupakan salah alat

penangkap ikan pada masyarakat suku Bonai yang terbuat dari rotan. 1 Kemudian kata

gilo merupakan bahasa daerah Bonai yang berarti gila. Lukah gilo merupakan tradisi yang

masih berhubungan dengan upacara magis. Dalam ritual ini dipergunakan mantera untuk

membuat lukah bisa menari, sehingga ritual ini disebut dengan ritual lukah gilo. Dalam

ritual lukah gilo, yang memegang peranan penting ialah bomo. 2 Bomo memanterai lukah,

sehingga lukah menjadi bergerak atau menari. Peralatan yang digunakan bomo dalam

ritual ini adalah mayang pinang, wangi-wangian, dan lain sebagainya.

1
Selain istilah lukah, dalam kebudayaan Melayu pun dikenal juga istilah bubu untuk menyebut alat
yang sama. Alat ini secara budaya mencerminkan bahwa penggunanya adalah sebagai masyarakat yang
hidup dari menangkap ikan, khususnya di wilayah sungai, telaga, danau kecil, parit, dan sejenisnya.
Penangkapan ikan secara tradisional ini, lazim dilakukan oleh masyarakat Nusantara, ketika di lingkungan
mereka masih terdapat banyak hutan dan air yang tersedia secara alamiah sebagai anugerah Tuhan. Kini
secara perlahan, hutan dan air termasuk di wilayah Riau sudah mulai berkurang digantikan dengan lahan
kelapa sawit, maka bagaimanapun akan berakibat kepada fungsi dan guna lukah ini sebagai alat penangkap
ikan.
2
Bomo adalah sebuah istilah yang lazim digunakan untuk menyebutkan dukun dalam kebudayaan
Melayu. Begitu juga dalam masyarakat seperti Bonai, Solai, Talangmamak, dan lainnya di daerah Riau.
Dalam kebudayaan Batak Toba lazim disebut dengan datu. Kalau peringkat keahliannya relatif tinggi
disebut datu bolon. Sementara dalam kebudayaan Mandailing dan Angkola disebut dengan sibaso.
Seterusnya dalam kebudayaan Jawa dan Sunda di Pulau Jawa lazim disebut dengan dukun atau mbah
dukun. Semua merujuk kepada makna yang sdama atau hampir sama, yaitu orang yang memiliki keahlian
berhubungan dengan alam gaib untuk tujuan mengobati berbagai macam penyakit secara spiritual atau
menolong manusia dalam menanggulangi masalah-masalah supernatural.

Universitas Sumatera Utara


Menurut sistem kepercayaan suku Bonai, kegiatan ritual lukah gilo ini merupakan

ekspresi dari hubungan antara alam manusia yang dapat dilihat secara kasat mata dengan

alam ghaib. Mereka sejak awal sampai datangnya Islam pun tetap mempercayai bahwa

ada alam lain selain manusia dan lingkungan atau ekosistemnya. Alam itu disebut

dengan alam gaib. Alam gaib ini pada masa-masa animisme disebut makhluknya dengan

jembalang-jembalang. Adakalanya makhluk gaib ini dipuja untuk berbagai keperluan

suku Bonai di masa animisme, seperti mengobati penyakit, menurunkan hujan,

memberikan rejeki, memberikan keturunan, dan lain-lainnya. Namun setelah datangnya

Islam, unsur animisme itu diubah berdasarkan konsep-konsep Islam. Di dalam ajaran

Islam selain alam manusia memang dikenal juga dengan alam ghaib yang dihuni oleh

para jin. Di antara jin itu ada yang beragama Islam dan ada pula yang beragama lainnya.

Lihat ayat-ayat Al-Qur’an yang mendeskripsikan tentang keberadaan jin berikut ini.

(a) Al-Qur’an Surat Al-Jin ayat 26:

Artinya:

(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.

(b) Al-Qur’an Surat Al-An’aam ayat 100:

Artinya:

Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah,
padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong

Universitas Sumatera Utara


(dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan
perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha
Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan.

(c) Al-Qur’an Surat Al-Hijr ayat 27:

Artinya:

Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.

(d) Al-Qur’an Surat Azdzdariyaat ayat 56:

Artinya:

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.

(e) Al-Qur’an Surat Saba’ ayat 12:

Artinya:
Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu
pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama
dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya.
Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah
kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di antara
mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang
apinya menyala-nyala.

Universitas Sumatera Utara


Dari ayat-ayat Al-Qur’an di atas tergambar dengan jelas bahwa Allah lah yang

mengetahui tentang yang gaib-gaib itu. Adapun diciptakannya jin dan manusia oleh Allah

adalah untuk mengabdi kepada Allah. Jin terbuat dari unsur api yang panas. Jin lebih

dahulu diciptakan Allah, baru manusia menyusul kemudian. Bahwa jin itu ada yang sesat

dan menyesatkan dan ada pula sebahagiannya yang beriman kepada Allah. Salah satu

Nabi Allah yaitu Sulaiman Alaihissalam adalah di antara Rasul Allah yang dapat

memerintah dan memimpin jin untuk bekerja namun tetap atas seijin Allah. Demikian

sekilas ajaran Islam tentang keberadaan jin dan hubungannya dengan manusia. Menurut

penulis hal ini pula yang terjadi di kalangan suku Bonai, baik pada masa animisme dan

kemudian bertransformasi ke masa Islam.

Setelah masyarakat suku Bonai memeluk Islam pun kepercayaan terhadap

makhluk-makhluk halus ini terus berlanjut, namun berubah konsep dan pandangan. Kalau

dalam masa animisme, makhluk halus ini dipandang memiliki kekuasaan dan derajat

yang lebih tinggi dari manusia, maka setelah Islam datang, makhluk-makhluk halus ini

dipandang sebagai jin, yang juga makhluk Allah yang dahulu sujud di depan Adam,

manusia pertama. Jadi, manusia memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan

makhluk gaib ini.

Dalam kebudayaan Melayu dan suku Bonai di Riau, makhluk-makhluk halus dari

alam gaib ini disebut dengan berbagai istilah. Di antaranya adalah jembalang laut

(“penjaga laut”), jembalang tanah, mambang kuning, mambang hijau, mambang merah

(yang hidup di kawasan laut), nini kemang (penunggu padi), dan lain-lainnya. Dengan

melihat konsep dan terapan budaya ini, maka seorang suku Bonai wajib memposisikan

dirinya sebagai bahagian yang integral dengan alam.

Universitas Sumatera Utara


Dalam konsep atau ide budaya Bonai, manusia adalah bahagian dari alam, baik

alam besar maupun alam kecil. Oleh karenanya manusia wajib menjaga hubungan dengan

alam, termasuk alam gaib. Menurut salah seorang informan yang merupakan bomo dalam

ritual lukah gilo, mengatakan: “Konsep alam dalam budaya Melayu dan masyarakat suku

Bonai, alam besar dikecilkan, alam yang kecil dihabisi, alam yang habis dihabisi dalam

diri” (wawancara tanggal 11 November 2011 dengan seorang bomo yang bernama M.

Rasyid).

Belum banyak penelitian yang mengambil kajian mengenai lukah gilo pada

masyarakat suku Bonai. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas,

kajian ini menganalisis mengenai ritual lukah gilo untuk memperlihatkan bagaimana

praktik-praktik bahasa ini terkait dengan sistem kehidupan masyarakat suku Bonai dalam

interaksinya dengan lain, seperti makhluk supranatural, alam, dan makhluk lainnya.

Untuk menganalisis data penelitian, peneliti menggunakan dua teori utama yaitu

teori etnografi Koentjaraningrat (1998) dan teori semiotik uistik Sistemik Fungsional

khususnya semiotik multimodal. Alasan menggunakan teori semiotik dalam menganalisis

LG adalah untuk memberi penjelasan bahwa kegiatan berbahasa pada tradisi LG dapat

bekerja dalam masyarakat suku Bonai mempunyai symbol dan makna yang berhubungan

antara Penguasa (Tuhan), makhluk supranatural, dan alam alam, serta menjelaskan

kondisi sosial LG secara konteks budaya, konteks situasi, maknawi dan simbolisasi.

Dengan menerapkan teori semiotik diharapkan dapat mengungkap kegiatan ritual

LG dan menilai praktik sosial dan hubungan dialektika antara bahasa dengan situasi dan

budaya yang dialami masyarakat penutur lukah gilo. Selain menggunakan konsep teori

Universitas Sumatera Utara


semiotik, penelitian ini juga menggunakan teori etnografi 3 yang dipopulerkan oleh

Koentjaraningrat. Alasan menggunakan teori etnografi adalah untuk memperlihatkan

bagaimana masyarakat suku Bonai memelihara dan mempergunakan tradisi dan budaya

mereka di tengah perubahan sosial yang terjadi. Selain itu, teori etnografi juga dapat

mendorong pemikiran tentang bagaimana kaitan di aspek-aspek yang berbeda dari suatu

kebudayaan dan juga bagaimana kaitannya dengan berbagai segi dari alam.

Dengan menggunakan kedua teori tersebut, penelitian ini mencoba untuk

mengungkapkan semua tanda dan simbol yang terdapat baik dari segi peralatan

digunakan selama prosesi dan mengungkapkan makna yang terkandung dalam teks

mantera ritual lukah gilo serta untuk menampilkan diri sebagai pewaris nilai-nilai luhur

budaya Melayu pada masyarakat suku Bonai.

1.2 Rumusan Masalah

Mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah: yaitu, menetapkan masalah

penelitian, apa yang dijadikan masalah penelitian dan apa objeknya. Menyatakan objek

saja masih belum spesifik karena baru menyatakan pada ruang lingkup mana penelitian

akan bergerak. Adapun mengidentifikasi atau menyatakan masalah yang spesifik

3
Etnografi berasal dari istilah ethnic yang arti harfiahnya suku bangsa dan graphein yang artinya
mengambarkan atau mendeskripsikan. Etnografi adalah jenis karya antropologis khusus dan penting yang
mengandung bahan-bahan kajian pokok daripengolahan dan analisis terhadap kebdayaan satu suku bangsa
atau kelompok etnik. Oleh karena di dunia ini ada suku-suku bangsa yang jumlahnya relatif kecil, dengan
hanya beberapa ratus ribu warga, dan ada pula kelompok etnik yang berjumlah relatif besar, berjuta-juta
jiwa, maka seorang antropolog yang membuat karya etnografi tidak dapat mengkaji keseluruhan aspek
budaya suku bangsa yang besar ini. Oleh karena itu, untuk mengkaji budaya Melayu misalnya, yang
mencakup berbagai negara bangsa, maka seorang antropolog boleh saja memilih etnografi masyarakat
Melayu Desa Taluk Kuantan, atau lebih besar sedikit, masyarakat Melayu Kabupaten Kampar, atau
masyarakat Melayu Kepulauan Riau, atau Riau(termasuk daratan dan kepulauan), dan seterusnya. Ada pula
istilah yang mirip dengan etnografi, yaitu etnologi. Arti etnologi berbeda denganetnografi. Istilah etnologi
adalah dipergunakan sebelum munculnya istilah antropologi. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari
manusia dan kebudayaannya di seluruh dunia, sama maknanya dengan antropologi, yang lebih lazim
dipakai belakang hari oleh para ilmuwannya atau dalam konteks sejarah ilmu pengetahuan manusia.

Universitas Sumatera Utara


dilakukan dengan mengajukan pertanyaan penelitian (research question), yaitu

pertanyaan terhadap mana belum dapat memberikan penjelasan (explanation) yang

memuaskan berdasarkan teori (hukum/dalil) yang ada. (Subyantoro dkk, 2006: 30).

Berdasarkan latar belakang masalah dan uraian di atas, maka permasalahan yang

akan diteliti adalah:

1. Bagaimanakah etnografi masyarakat suku Bonai?

2. Bagaimanakah makna-makna semiotik sosial pada tradisi lukah gilo pada

masyarakat suku Bonai?

3. Bagaimanakah kearifan lokal yang terdapat pada tradisi lukah gilo?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian memuat uraian yang menyebutkan maksud dan tujuan secara

spesifik untuk menjawab rumusan masalah di atas. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan etnografi masyarakat suku Bonai.

2. Mendeskripsikan bentuk semiotik sosial tradisi ritual lukah gilo.

3. Mendeskripsikan kearifan lokal pada tradisi lisan lukah gilo.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini merupakaan suatu harapan bahwa hasil penelitian ini akan

mempunyai kegunaan baik teoretis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Universitas Sumatera Utara


1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan,

khususnya mengenai masyarakat suku Bonai dengan mantera lukah

gilonya dalam perspektif kearifan lokal.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti

lain yang berminat untuk menindak lanjuti hasil penelitian ini dengan

mengambil kancah penelitian yang berbeda dan dengan obyek yang lebih

luas lagi.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pemikiran bagi

pemerintah daerah dan semua pihak yang terkait lainnya dalam pelestarian

tradisi lisan lukah gilo serta menjaga keberlangsungan hidup dari masyarakat

suku Bonai tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai