PENDAHULUAN
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang terdapat di gugusan pulau
Sumatera, Indonesia. Provinsi Riau dikenal sebagai salah satu provinsi terkaya di
Indonesia karena memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti minyak bumi dan
hasil hutannya. Selain kaya akan sumber daya alam dan hasil hutan, Provinsi Riau juga
kaya akan budaya dan tradisi baik lisan maupun tulisan. Provinsi Riau merupakan pusat
kebudayaan dan tradisi Melayu. Anggapan tersebut didukung oleh fakta bahwa di
kawasan ini sampai sekarang masih ada sejumlah suku asli atau yang lebih terkenal
dengan sebutan suku terasing, yaitu, suku Sakai, suku Bonai, suku Talangmamak, suku
Kubu, suku Hutan, dan suku Petalangan yang mendiami daratan di Riau. Kemudian ada
suku Laut atau suku Akit yang mendiami kawasan Kepulauan Riau.
Di kawasan Riau juga terdapat masyarakat adat seperti rantau nan kurang oso
duo puluo di Kuantan, masyarakat limo koto dan tigo boleh koto di Kampar, dan lain-lain.
Sejumlah peninggalan sejarah (candi dan artefak lainnya) yang ditemukan memberi
petunjuk pula tentang kewujudan kebudayaan dan peradaban kuno dikawasan Riau, mulai
dari pra-sejarah hingga ke periode Hindu dan Budha. Beberapa kajian ilmiah bahkan
menyatakan bahwa imperium Sriwijaya pun pernah bertapak di kawasan ini. Di pinggir
empat sungai besar dan anak-anak sungainya yang membelah kawasan ini selama
berabad-abad pernah bertapak sejumlah kerajaan, seperti Gasib (kemudian Siak Sri
Inderapura), Kampar (dan Pelalawan dan Gunung Sahilan), Rokan (dan Kunto
beraja-raja, wujud kebudayaan dan tradisi Melayu masih dipelihara dan menjadi patokan
kehidupan sosial. Dalam kehidupan masyarakat suku-suku asli yang ada di Riau (seperti
suku Sakai, suku Bonai, suku Talangmamak, suku Kubu, suku Hutan, suku Petalangan
dan suku Laut atau suku Akit) terkesan sangat tradisional, karena mereka memegang
teguh adat, budaya dan tradisinya. Pemegang teraju adat seperti Patih dan Batin, sangat
besar sekali peranannya dalam mengatur semua perbuatan dan kehidupan. Alam pikiran
yang masih sangat sederhana dan kehidupan yang sangat ditentukan oleh faktor alam,
telah menyebabkan munculnya tokoh tradisi seperti dukun, bomo, pawang, dan
kemantan. Para tokoh ini diharapkan dapat membuat hubungan yang baik antara manusia
dengan alamnya. Masyarakat suku-suku asli juga mempercayai sungai, tanah, pohon,
hewan, dan sebagainya, dihuni atau dikawal oleh makhluk halus yang kemampuannya
melebihi kemampuan manusia, sehingga mereka beranggapan bahwa manusia, alam dan
Suku asli atau lebih dikenal lagi dengan sebutan suku terasing, adalah suatu istilah
yang diberikan kepada suku tertinggal yang ada di Indonesia. Departemen Sosial
Indonesia memberikan istilah bagi suku marjinal ini menurut pola tempat tinggalnya:
Republik Indonesia 1987, dikutip dari Hamidy, 1991:5). Empat faktor ini juga
menentukan peringkat isolasinya: (1) jarak geografis, (2) kurangnya fasilitas komunikasi
Suku Bonai adalah salah satu suku terasing di kawasan Provinsi Riau. Selain suku
lainnya yaitu Sakai, Talangmamak, Kubu, Orang Hutan, dan suku Laut atau suku Akit.
Masyarakat suku Bonai merupakan salah satu suku asli yang tinggal jauh di pedalaman
Sungai Rokan. Masyarakat ini sulit dijangkau dan terisolasi secara sosial. Mereka hidup
dari hasil pertanian ladang berpindah-pindah, perikanan, dan meramu. Masyarakat Bonai
ini jauh dari sentuhan pembangunan pemerintah Provinsi Riau, bahkan sebagian besar
penduduk atau masyarakat Riau yang tinggal di luar dari desa mereka tersebut tidak tahu
siapa mereka ini. Kalaupun ada masyarakat luar yang mengetahui mengenai suku Bonai,
umumnya mereka hanya mengenal suku Bonai tersebut karena keanehan budaya dan
tradisinya. Penulisan dan penelitian khusus mengenai masyarakat suku Bonai dengan
budaya, kesenian, dan tradisinya yang “unik” (eksotik) ini masih jarang ditemukan.
budaya, kesenian, dan tradisi baik lisan maupun tulisan mengenai riwayat mereka.
Masyarakat suku Bonai menjadikan tradisi sebagai titik memulai dengan memposisikan
unsur kesenian sebagai inti lingkaran unsur-unsur kebudayaan, dan memposisikan unsur
kebudayaan lainnya di lingkar luar yang saling mengait dengan lingkar inti (Rahman,
2009:8). Tradisi dan kesenian dapat dipandang sebagai spirit terhadap siklus kehidupan
orang-orang Bonai, karena unsur-unsur tradisi dan kesenian menghiasi hampir seluruh
tatanan kehidupan masyarakat Bonai. Unsur tradisi dan seni berhubung kait dengan
religius dan kepercayaan masyarakat Bonai. Tradisi dan seni masyarakat Bonai terikat
lainnya dalam kebudayaan, seperti bahasa, religi, mata pencaharian, organisasi sosial,
sistem pengetahuan, sistem ekonomi, sistem teknologi, dan sistem kesenian itu sendiri.
Mantera, syair, hikayat, cerita rakyat, nyanyian rakyat, permainan rakyat, dan seluruh
kekayaan tardisi lisan dan tertulis masyarakat suku Bonai menampilkan unsur seni yang
berada dalam kajian bahasa. Satu di antara tradisi lisan yang paling populer dalam
Lukah gilo merupakan salah satu tradisi rakyat pada masyarakat suku Bonai.
Lukah gilo berasal dari dua kata, yaitu lukah dan gilo. Lukah merupakan salah alat
penangkap ikan pada masyarakat suku Bonai yang terbuat dari rotan. 1 Kemudian kata
gilo merupakan bahasa daerah Bonai yang berarti gila. Lukah gilo merupakan tradisi yang
masih berhubungan dengan upacara magis. Dalam ritual ini dipergunakan mantera untuk
membuat lukah bisa menari, sehingga ritual ini disebut dengan ritual lukah gilo. Dalam
ritual lukah gilo, yang memegang peranan penting ialah bomo. 2 Bomo memanterai lukah,
sehingga lukah menjadi bergerak atau menari. Peralatan yang digunakan bomo dalam
1
Selain istilah lukah, dalam kebudayaan Melayu pun dikenal juga istilah bubu untuk menyebut alat
yang sama. Alat ini secara budaya mencerminkan bahwa penggunanya adalah sebagai masyarakat yang
hidup dari menangkap ikan, khususnya di wilayah sungai, telaga, danau kecil, parit, dan sejenisnya.
Penangkapan ikan secara tradisional ini, lazim dilakukan oleh masyarakat Nusantara, ketika di lingkungan
mereka masih terdapat banyak hutan dan air yang tersedia secara alamiah sebagai anugerah Tuhan. Kini
secara perlahan, hutan dan air termasuk di wilayah Riau sudah mulai berkurang digantikan dengan lahan
kelapa sawit, maka bagaimanapun akan berakibat kepada fungsi dan guna lukah ini sebagai alat penangkap
ikan.
2
Bomo adalah sebuah istilah yang lazim digunakan untuk menyebutkan dukun dalam kebudayaan
Melayu. Begitu juga dalam masyarakat seperti Bonai, Solai, Talangmamak, dan lainnya di daerah Riau.
Dalam kebudayaan Batak Toba lazim disebut dengan datu. Kalau peringkat keahliannya relatif tinggi
disebut datu bolon. Sementara dalam kebudayaan Mandailing dan Angkola disebut dengan sibaso.
Seterusnya dalam kebudayaan Jawa dan Sunda di Pulau Jawa lazim disebut dengan dukun atau mbah
dukun. Semua merujuk kepada makna yang sdama atau hampir sama, yaitu orang yang memiliki keahlian
berhubungan dengan alam gaib untuk tujuan mengobati berbagai macam penyakit secara spiritual atau
menolong manusia dalam menanggulangi masalah-masalah supernatural.
ekspresi dari hubungan antara alam manusia yang dapat dilihat secara kasat mata dengan
alam ghaib. Mereka sejak awal sampai datangnya Islam pun tetap mempercayai bahwa
ada alam lain selain manusia dan lingkungan atau ekosistemnya. Alam itu disebut
dengan alam gaib. Alam gaib ini pada masa-masa animisme disebut makhluknya dengan
Islam, unsur animisme itu diubah berdasarkan konsep-konsep Islam. Di dalam ajaran
Islam selain alam manusia memang dikenal juga dengan alam ghaib yang dihuni oleh
para jin. Di antara jin itu ada yang beragama Islam dan ada pula yang beragama lainnya.
Lihat ayat-ayat Al-Qur’an yang mendeskripsikan tentang keberadaan jin berikut ini.
Artinya:
(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.
Artinya:
Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah,
padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong
Artinya:
Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.
Artinya:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
Artinya:
Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu
pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama
dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya.
Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah
kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di antara
mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang
apinya menyala-nyala.
mengetahui tentang yang gaib-gaib itu. Adapun diciptakannya jin dan manusia oleh Allah
adalah untuk mengabdi kepada Allah. Jin terbuat dari unsur api yang panas. Jin lebih
dahulu diciptakan Allah, baru manusia menyusul kemudian. Bahwa jin itu ada yang sesat
dan menyesatkan dan ada pula sebahagiannya yang beriman kepada Allah. Salah satu
Nabi Allah yaitu Sulaiman Alaihissalam adalah di antara Rasul Allah yang dapat
memerintah dan memimpin jin untuk bekerja namun tetap atas seijin Allah. Demikian
sekilas ajaran Islam tentang keberadaan jin dan hubungannya dengan manusia. Menurut
penulis hal ini pula yang terjadi di kalangan suku Bonai, baik pada masa animisme dan
makhluk-makhluk halus ini terus berlanjut, namun berubah konsep dan pandangan. Kalau
dalam masa animisme, makhluk halus ini dipandang memiliki kekuasaan dan derajat
yang lebih tinggi dari manusia, maka setelah Islam datang, makhluk-makhluk halus ini
dipandang sebagai jin, yang juga makhluk Allah yang dahulu sujud di depan Adam,
manusia pertama. Jadi, manusia memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan
Dalam kebudayaan Melayu dan suku Bonai di Riau, makhluk-makhluk halus dari
alam gaib ini disebut dengan berbagai istilah. Di antaranya adalah jembalang laut
(“penjaga laut”), jembalang tanah, mambang kuning, mambang hijau, mambang merah
(yang hidup di kawasan laut), nini kemang (penunggu padi), dan lain-lainnya. Dengan
melihat konsep dan terapan budaya ini, maka seorang suku Bonai wajib memposisikan
alam besar maupun alam kecil. Oleh karenanya manusia wajib menjaga hubungan dengan
alam, termasuk alam gaib. Menurut salah seorang informan yang merupakan bomo dalam
ritual lukah gilo, mengatakan: “Konsep alam dalam budaya Melayu dan masyarakat suku
Bonai, alam besar dikecilkan, alam yang kecil dihabisi, alam yang habis dihabisi dalam
diri” (wawancara tanggal 11 November 2011 dengan seorang bomo yang bernama M.
Rasyid).
Belum banyak penelitian yang mengambil kajian mengenai lukah gilo pada
masyarakat suku Bonai. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas,
kajian ini menganalisis mengenai ritual lukah gilo untuk memperlihatkan bagaimana
praktik-praktik bahasa ini terkait dengan sistem kehidupan masyarakat suku Bonai dalam
interaksinya dengan lain, seperti makhluk supranatural, alam, dan makhluk lainnya.
Untuk menganalisis data penelitian, peneliti menggunakan dua teori utama yaitu
teori etnografi Koentjaraningrat (1998) dan teori semiotik uistik Sistemik Fungsional
LG adalah untuk memberi penjelasan bahwa kegiatan berbahasa pada tradisi LG dapat
bekerja dalam masyarakat suku Bonai mempunyai symbol dan makna yang berhubungan
antara Penguasa (Tuhan), makhluk supranatural, dan alam alam, serta menjelaskan
kondisi sosial LG secara konteks budaya, konteks situasi, maknawi dan simbolisasi.
LG dan menilai praktik sosial dan hubungan dialektika antara bahasa dengan situasi dan
budaya yang dialami masyarakat penutur lukah gilo. Selain menggunakan konsep teori
bagaimana masyarakat suku Bonai memelihara dan mempergunakan tradisi dan budaya
mereka di tengah perubahan sosial yang terjadi. Selain itu, teori etnografi juga dapat
mendorong pemikiran tentang bagaimana kaitan di aspek-aspek yang berbeda dari suatu
kebudayaan dan juga bagaimana kaitannya dengan berbagai segi dari alam.
mengungkapkan semua tanda dan simbol yang terdapat baik dari segi peralatan
digunakan selama prosesi dan mengungkapkan makna yang terkandung dalam teks
mantera ritual lukah gilo serta untuk menampilkan diri sebagai pewaris nilai-nilai luhur
penelitian, apa yang dijadikan masalah penelitian dan apa objeknya. Menyatakan objek
saja masih belum spesifik karena baru menyatakan pada ruang lingkup mana penelitian
3
Etnografi berasal dari istilah ethnic yang arti harfiahnya suku bangsa dan graphein yang artinya
mengambarkan atau mendeskripsikan. Etnografi adalah jenis karya antropologis khusus dan penting yang
mengandung bahan-bahan kajian pokok daripengolahan dan analisis terhadap kebdayaan satu suku bangsa
atau kelompok etnik. Oleh karena di dunia ini ada suku-suku bangsa yang jumlahnya relatif kecil, dengan
hanya beberapa ratus ribu warga, dan ada pula kelompok etnik yang berjumlah relatif besar, berjuta-juta
jiwa, maka seorang antropolog yang membuat karya etnografi tidak dapat mengkaji keseluruhan aspek
budaya suku bangsa yang besar ini. Oleh karena itu, untuk mengkaji budaya Melayu misalnya, yang
mencakup berbagai negara bangsa, maka seorang antropolog boleh saja memilih etnografi masyarakat
Melayu Desa Taluk Kuantan, atau lebih besar sedikit, masyarakat Melayu Kabupaten Kampar, atau
masyarakat Melayu Kepulauan Riau, atau Riau(termasuk daratan dan kepulauan), dan seterusnya. Ada pula
istilah yang mirip dengan etnografi, yaitu etnologi. Arti etnologi berbeda denganetnografi. Istilah etnologi
adalah dipergunakan sebelum munculnya istilah antropologi. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari
manusia dan kebudayaannya di seluruh dunia, sama maknanya dengan antropologi, yang lebih lazim
dipakai belakang hari oleh para ilmuwannya atau dalam konteks sejarah ilmu pengetahuan manusia.
memuaskan berdasarkan teori (hukum/dalil) yang ada. (Subyantoro dkk, 2006: 30).
Berdasarkan latar belakang masalah dan uraian di atas, maka permasalahan yang
Tujuan penelitian memuat uraian yang menyebutkan maksud dan tujuan secara
spesifik untuk menjawab rumusan masalah di atas. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
Manfaat penelitian ini merupakaan suatu harapan bahwa hasil penelitian ini akan
mempunyai kegunaan baik teoretis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat Teoretis
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti
lain yang berminat untuk menindak lanjuti hasil penelitian ini dengan
mengambil kancah penelitian yang berbeda dan dengan obyek yang lebih
luas lagi.
2. Manfaat Praktis
pemerintah daerah dan semua pihak yang terkait lainnya dalam pelestarian
tradisi lisan lukah gilo serta menjaga keberlangsungan hidup dari masyarakat