SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Farmasi (S-1)
Oleh :
RENAWATI
NIM: F220165052
D. Manfaat Penelitian.............................................................................
A. Analgetik ...........................................................................................
1. Pengertian .................................................................................
2. Penggunaan ..............................................................................
3. Penggolongan ............................................................................
B. Pengetahuan ....................................................................................
1. Pengertian .................................................................................
C. Kerangka Teori..................................................................................
PENDAHULUAN
2.1 Analgetik
2.1.1 Pengertian Analgetik
Analgetika sering disebut dengan obat nyeri adalah zat-zat yang
mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tan
Hoan Tjay, 2010). Obat analgetik tanpa resep umumnya sangat efektif untuk
mengatasi nyeri ringan sampai sedang untuk nyeri jenis somatic pada kulit,
otot, lutut, rematik dan pada jaringan lunak lainnya, serta nyeri haid dan sakit
kepala. Tetapi produk obat nyeri ini tidak begitu efektif untuk nyeri visceral.
(Corin Nur Syeima, 2010).
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran. Pembagian analgetik ada dua jenis yaitu
analgetik narkotik dan analgetik non narkotik. Penggunaan obat-obat analgetik
jika digunakan secara terus menerus dapat menimbulkan efek samping bagi
kesehatan yaitu gangguan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah,
diare, perut kembung, sakit kepala, pusing, pendarahan lambung, dan lain-lain
(Anonim, 2010).
Ada tiga kelas analgetik tanpa resep yang saat ini beredar di pasaran,
yaitu golongan paracetamol, golongan salisilat, dan golongan asam
propionate. Obat-obat tersebut tersedia dalam berbagai merk dan sebagai
obet generic yang biasannya dikombinasikan dengan tambahan bahan seperti
kafein dan banyak digunakan dalam komposisi obat batuk, pilek, atau flu (Corin
Nur Syeima, 2010).
2.1.2 Penggolongan Analgesik
Atas dasar Cara kerja farmakologisnya, analgesik dibagi dalam 2 kelompok
besar, yakni:
a. Analgesik perifer (non narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgesik antiradang termasuk
dalam kelompok ini.
b. Analgesik narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,
seperti pada fraktur dan Kanker (Tjay dan Rahardja, 2010).
Obat-obat tersebut mampu meningkatkan atau menghilangkan rasa nyeri,
tanpa mempengaruhi sistem syaraf pusat atau menurunkan kesadaran, serta
tidak menimbulkan ketagihan. Efek samping yang paling umum adalah
kerusakan darah (paracetamol, salisilat, derivate derivate antranilat dan
derivate derivate pirazolinon), kerusakan hati dan ginjal (parasetamol dan
penghambat prostaglandin/NSAID) dan reaksi alergi pada kulit. Efek samping
terjadi terutama pada penggunaan yang lama atau dalam dosis tinggi (Tjay
dan Kirana, 2007).
Obat golongan analgetik-antipiretik:
1. Parasetamol (acetaminofen)
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan pireksia.
Peringatan : Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal dan
ketergantungan alkohol.
Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati
Efek samping : Reaksi hipersensitivitas, kelainan darah, kerusakan
hati, kerusakan ginjal. Dosis : 0,5-1 gram setiap 4-6 jam hingga maksimum
4 gram perhari (Badan POM RI, 2008).
2. Asetosal
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan demam.
Peringatan : Asma penyakit alergi, gangguan fungsi ginjal,
menurunnya fungsi hati, dehidrasi, kehamilan, pasien lansia dan defisiensi
G6PD.
Efek samping : Biasanya ringan dan tidak sering, tetapi kejadiannya
tinggi untuk terjadinya iritasi saluran cerna dengan pendarahan ringan
yang asimptomatis, memanjangnya waktu pendarahan, bronkospasme,
dan reaksi kulit pada pasien hipersensitif.
Dosis : 300-900 mg tiap 4-6 jam bila diperlukan, maksimum 4
gram perhari (Badan POM RI, 2008).
3. Antalgin (Methampyron)
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan pireksia.
Peringatan : Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal dan
ketergantungan alcohol.
Kontraindikasi : Penderita hipersensitif, hamil dan wanita menyusui,
penderita dengan tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmhg Efek
samping : Iritasi lambung, hyperhidrosis
Dosis : 3-4 kali 250-500 mg.
4. Tramadol
Indikasi : Nyeri akut atau kronik yang berat dan pada nyeri pasca
operasi
Peringatan : Pasien dengan trauma kepala, tekanan intrakranial.
Kontraindikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap tramadol atau
opiate dan penderita yang mendapatkan pengobatan dengan penghambat
MAO, intoksikasi akut dengan alkohol, hiptonika, analgetika atau obat obat
yang bekerja pada SSP, seperti transquiliser, hiptonik.
Efek samping : Mual, muntah, lesu, letih, ngantuk, pusing, ruam kulit,
takikardia, peningkatan tekanan darah, muka merah.
Dosis : 50 mg sebagai dosis tunggal, dapat diulangi 30-60
menit dengan dosis total yang tidak melebihi 400 mg sehari.
2.1.3 Penggunaan obat Analgetik
Penilaian kualitas penggunaan obat analgetik dinilai dari rasionalitas.
Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang sesuai dengan
kebutuhan klinis pasien dalam jumlah yang memadai dan biaya yang rendah.
Obat merupakann produk yang diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, namun jika penggunaannya salah, tidak tepat, tidak
sesuai dengan takaran akan membahayakan (Kemenkes RI, 2011).
Kriteria pemakaian obat secara rasional meliputi:
a. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang
tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat
akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru. Akibatnya obat yang
diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.
b. Tepat Indikasi
Pemberian obat untuk pasien yang memiliki gejala yang sesuai dengan
penyakitnya.
c. Tepat Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis
ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus
memiliki efek terapi yang sesuai.
d. Tepat Dosis
Cara dan lama pemberian obat berpengaruh terhadap efek terapi obat.
e. Tepat Cara Pemakaian
Obat antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan.
f. Tepat Interval Waktu Pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan
praktis, agar mudah ditaati oleh pasien.
g. Tepat Lama Pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masingmasing.
h. Waspada Terhadap Efek Samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek yang
tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi.
i. Tepat Pasien
Respon individu terhadap efek obat sangat beragam.
j. Tepat Informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting
dalam menunjang keberhasilan terapi.
k. Tepat Tindak Lanjut
Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan
upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh
atau mengalami efek samping.
l. Tepat Penyerahan Obat
Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah
obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Dalam penyerahan obat juga
petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien.
Penggunaan obat yang tidak rasional menurut Kemenkes RI dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a. Peresepan Berlebih (overprescribing)
Yaitu jika memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk
penyakit yang bersangkutan.
b. Peresepan Kurang (underprescribing)
Yaitu jika pemberiaan obat kurang dari seharusnya diperlukan, baik dalam
hal dosis, jumlah maupun lama pemberian.
c. Peresepan Majemuk (multiple Prescribing)
Yaitu jika memberikan beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang
sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat
untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
d. Peresepan Salah (incorrect prescribing)
Mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, untuk kondisi yang
sebenarnya merupakan kontraindikasi pemberian obat, memberikan
kerugian resiko efek samping yang lebih besar, pemberian informasi yang
keliru mengenai obat yang diberikan kepada pasien, dan sebagainya.
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu,
pengetahuan tentang segi positif dan negatif tentang suatu hal yang
mempengaruhi sikap dan perilaku. Terbentuknya suatu perilaku baru terutama
pada orang dewasa dimulai dari domain kognitif, dalam arti si subjek tahu
terlebih dahulu stimulus atau materi tentang objek diluarnya sehingga akan
menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya akan
memunculkan respon batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang
diketahuinya (Notoadmodjo, 2012).
2.2.2 Tingkatan Pengetahuan
Menurut Prof. Notoadmodjo pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis
besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatus. Oleh sebab itu tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain:
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkatanalisis adalah apabila
orang tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat
diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri
(Notoadmodjo, 2012).
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Mubarak ada tujuh faktor-faktor yangmempengaruhi
pengetahuan seseorang, yaitu :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain
tentang suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri
bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula
merekamenerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula
pengetahuanyang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru
diperkenalkan.
b. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
c. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada
aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar
ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan
proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi
akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf
berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
d. Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dab menekuni suatu
hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.
e. Pengalaman
Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksidengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang
baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman
terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan
timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap
positif.
f. Lingkungan dan Kebudayaan
Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga
kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya
mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan (Mubarak,
2007).
2.2.4 Pengukuran Pengetahuan
Budiman membuat kategoritingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga
tingkatan yang didasarkan pada nilaipersentase yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya ≥ 75%
b. Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56-74%
c. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya < 55%
Dalam membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga dikelompokkan
menjadi dua kelompok jika yang diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai
berikut:
a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 50%
b. Tingkat Pengetahuan kategori kurang baik jika nilainya ≤ 50% (Budiman,
2013)
2.3 Kerangka Teori
Keterangan :
Variabel penelitian adalah ciri atau ukuran yang melekat pada objek
penelitian baik bersifat fisik (nyata) maupun psikis (tidak nyata) (Putra, 2012).
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian,
oleh landasan teorinya dan ditegaskan oleh hipotesis penelitiannya (Putra, 2012).
2019.
tahun 2019.
Penggunaan Analgetik
Tingkat pada Mahasiswa
Pengetahuan Farmasi Universitas
Muhammadiyah
Kudus Tahun 2019
5. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subyek.
data yang dikumpulkan sesaat atau diperoleh saat itu juga. Cara ini dilakukan
kejadian yang sedang diteliti pada sebuah lembar observasi yang berisikan
kuesioner dan hasilnya berupa data dalam bentuk bilangan (numerik). Menurut
meliputi :
a. Data Primer
atau dengan kata lain data yang pengumpulannya dilakukan sendiri oleh
peneliti secara langsung seperti hasil wawancara dan hasil pengisian
Data yang dikumpulkan oleh orang atau lembaga lain, dengan kata lain
4. Populasi Penelitian
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh
a. Sampel
untuk skala untuk skala kecil (< 10.000) dapat menggunakan rumus
sebagai berikut:
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(0,052 )
78
= 1+78 (0,052 )
78
= 1+78 (0,0025)
78
= 1+0,195
78
= 1,195
penetapan sampel dengan cara memilih sampel secara acak dari populasi
1) Kriteria Inkulsi
Kriteria inklusi merupakan kriteria atau ciri – ciri yang perlu
adalah:
2) Kriteria Eksklusi
yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi karena sebagai sebab
a. Instrumen Penelitian
(Notoadmodjo, 2010).
(Sulistyaningsih, 2011).
berupa kuesioner yang dibuat oleh peneliti, adapun uraian dari kuesioner
antibiotika.
Kudus. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 4 bagian
yaitu:
responden.
yang benar diberi skor 2, jawaban salah diberi skor 1 dan jawaban
tidak tahu diberi skor 0 dengan jumlah total skor 32. skala
reliabilitasnya. Uji ini dilakukan pada minimal 20 orang yang tidak termasuk
Uji Validitas
Uji Realibilitas
atau tetap asas ajeg bila dilakukan pengkuran terhadap gejala yang
(angka korelasinya) sama atau lebih dari angka kritis pada derajat
(Notoatmojo, 2012).
(Trihendari, 2011).
c) Processing, setelah semua kuisioner terisi penuh dan benar, serta sudah
komputer.
untuk memastikan apakah data bersih dari kesalahan dan siap dianalisis.
Product and Servis Solution (SPSS). Analisis data dilakukan secara analisa
a) Analisis Univariat
b) Analisis Bivariat
yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2016). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Hal.54, 174, 257- 258,
284-285.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. 2010. Riset
Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar 2013. Jakrta: Kementrian Kesehatan RI
Citraningtyas, G., Goenawi, R., L ., Wowiling, C. (2013). Pengaruh Penyuluhan
Penggunaan Antibiotik Terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Kota
Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. 2(3): 24-28. Depkes
Depdikbud. (2013). Pedoman Penilaian Sikap, Pengetahuan dan Ketrampilan
Kurikulum. Hal. 1, 7-8.
Depkes., 2007, Kompendia Obat Bebas, Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan,
Jakarta.
Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Hantoro dhoan Tri, et al. (2013). Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku
Swamedikasi Obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Oral Pada Etnis arab
Surabaya.
Hardjosaputra, S.L.P., Listyawati, P., Tresni, K., dan Loecke, K. (2008). DOI (Data
Obat Indonesia). Edisi Kesebelas. Jakarta: PT. Muliapurna Jayaterbit. Hal. 317.
Hastono, S.P. (2006). Analisis Data. Jakarta: UI Press. Hal. 6-7, 54-55, 68-69.
Katzung, B.G., 2010, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Halaman 161-162.
Katzung, B.G., Master, S.B., dan Trevor A.J. 2012. Basic and Clinic
Pharmacology.12th Edition.McGraw-Hill Education. Halaman 1245.
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmojo, S., 2007. Metodologi Penelitan Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Halaman 67-69.
Sugiyono. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan RND. Bandung :
Alfabeta.
Sulistyaningsih. 2011. Metodologi Penelitian Kebidanan Kuantitatif dan Kualitatif. Edisi
I. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Syeima, Corin Nur 2009. Gambaran Pengetahuan dan Karakteristik Masyarakat RW
08 Kelurahan Pisangan Barat Ciputat tentang Pengobatan Sendiri trhadap Nyeri
Menggunakan Obat Anti Nyeri. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, halaman 19-30
Tjay, T.H., dan Kirana, R. 2010. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-
efek Sampingnya. Jakarta: Penerbit PT Alex Komputindo Kelompok Kompas-
Gramedia. Halaman 65-66.
WHO.2006. Developing Pharmacy Practice: Afocus on patient care. Geneva:
Departement of Medicine Policy and Standards. Page: 3